POLA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM INTERAKSI SOSIAL ETNIS KARO DAN

Download JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA. ISSN : 2085 – 0328. PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011. 91. POLA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA...

2 downloads 569 Views 205KB Size
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

ISSN : 2085 – 0328

POLA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM INTERAKSI SOSIAL ETNIS KARO DAN ETNIS MINANG DI KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO Syafruddin Ritonga dan Ian Adian Tarigan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Medan Area ABSTRACT Human beings are creatures of God Almighty to the structure functions that are perfectly ringt when compared with other gods creatures, because communication becomes an important element in the whole of human life,then communication itself is inseparable from the history of humanity, the nature of communication process, the structure it is also increasingly complex society, society is also determined by the complexity of cultural diversity and the processes that generad,the community is rich with culture,the more complex social processes that produced,the various communication processes in society related to structrures and layers as well as cultural diversity and social processes that exist in society and dependent on the influence of his audience,whether individuals, groups or society at large. Keywords:communication, culture, human life

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

91

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan struktur fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk multi dimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan berinterakasi secara personal maupun sosial. Di sisi lain, karena manusia adalah makhluk sosial, maka manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial budaya. Aktifitas interaksi sosial dan tindakan komunikasi itu dilakukan baik secara verbal, non verbal maupun simbolis. Kebutuhan adanya sebuah sinergi fungsional dan akselerasi positif dalam melakukan pemenuhan kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya ini kemudian melahirkan kebutuhan tentang adanya norma-norma dan nilai-nilai sosial yang mampu mengatur tindakan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, sehingga tercipra keseimbangan sosial (social equalibrium) antara hak dan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan manusia terutama juga kondisi keseimbangan itu akan menciptakan tatanan sosial (sosial order) dalam proses kehidupan masyarakat saat ini dan waktu yang akan datang. Dalam tulisan ini saya mencoba menggambarkan komunikasi apa yang efektif untuk mewujudkan suatu daerah yang berketahanan sosial yang salah satu upayanya adalah dengan pemberdayaan pranata sosial. Selain itu juga dalam daerah ketahanan sosial salah satu dimensinya menyebutkan mampu memelihara kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya sosial. Dalam komunikasi antar budaya juga dipelajari bagaimana kita mampu memahami dan memelihara kearifan lokal tersebut. Pada dasarnya dalam menggapai suatu tujuan yang ingin dicapai, baik individu kelompok maupun masyarakat,

ISSN : 2085 – 0328

yang dalam tulisan ini dititik beratkan pada masyarakat di Kecamatan Kabanjahe .Kabupaten Karo dapat dilakukan salah satunya dengan mencari komunikasi apa yang efektif untuk mewujudkan hal tersebut. Karena komunikasi menjadi unsur penting dalam seluruh kehidupan manusia, maka komunikasi itu sendiri tidak terlepas dari sejarah kemanusiaan. Riwayat komunikasi dan sejarah perkembangan komunikasi antar manusia adalah sama dengan sejarah kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Nordenstreng dan Varis (1973) dalam (Nasution, 1989 : 15) ada 4 (empat) titik penentu yang utama dalam sejarah komunikasi manusia, yaitu : 1. Ditemukannya bahasa sebagai alat interaksi tercanggih manusia 2. Berkembangnya seni tulisan dan berkembangnya kemampuan bicara manusia menggunakan bahasa 3. Berkembangnya kemampuan reproduksi kata-kata tertulis (written words) dengan menggunakan alat pencetak sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi massa yang sebenarnya 4. Lahirnya komunikasi elektronik, mulai dari telegraf, tetepon, radio, televisi hingga satelit Berkembangnya keempat titik penentu dalam sejarah komunikasi merupakan puncak prestasi peradaban umat manusia, mengungguli siapapun makhluk Tuhan di alam jagat raya. Dari keempat titik ini kemudian manusia berkembang bersama semua aspek kehidupan manusia yang membedakan dengan makhluk lainnya, yaitu : 1. Manusia mampu berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa dan simbolsinbol visual lainnya. Dalam teori interaksi simbolis dikatakan bahwa bentuk interaksi manusia semacam ini merupakan bentuk interaksi terumit dan tercanggih yang pernah dimiliki oleh makhluk manapun di bumi 2. Manusia mampu menafisrkan bahasa dan simbol-simbol berdasarkan

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

92

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

persepsi dirinya maupun berdasarkan persepsi orang lain. Kemampuan ini merupakan puncak dari kemampuan akal dan nurani manusia yang tidak pernah diberikan Tuhan kepada makhluk apapun di dunia dan dalam tata galaksi manapun di alam raya ini 3. Manusia mampu belajar menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya serta menciptakan dan menggunakan alat (teknologi) yang diperlukan dalam mengatasi lingkungannya Proses komunikasi alam masyarakat, masyarakat memiliki struktur dan lapisan (layer) yang bermacammacam, ragam struktur dan lapisan masyarakat tergantung pada kompleksitas masyarakat itu sendiri. Semakin kompleks suatu masyarakat, maka struktur masyarakat itu semakin rumit pula. Kompleksitas masyarakat juga ditentukan oleh ragam budaya dan proses-proses yang dihasilkan. Semakin masyarakat itu kaya dengan kebudayaannya, maka semakin rumit pula. Kompleksitas masyarakat juga ditentukan oleh ragam budaya dan prosesproses yang dihasilkan. Semakin masyarakat itu kaya dengan kebudayaannya, maka semakin rumit proses-proses sosial yang dihasilkan. Berbagai proses komunikasi dalam masyarakat terkait dengan struktur dan lapisan (layer) maupun ragam budaya dan proses sosial yang ada di masyarakat tersebut serta tergantung pula pada adanya pengaruh dan khalayaknya, baik secara individu, kelompok ataupun masyarakat luas. Di mana hal ini penulis menuangkannya dalam sebuah karya ilmiah yang diberi judul : “Pola Komunikasi Antar Budaya Dalam Interaksi Sosial Etnis Karo dan Etnis Minang di Kecamatan Kabanjahe. Kabupaten Karo”. PEMBAHASAN Pengertian Komunikasi Antar Budaya Definisi yang pertama di kemukakan di dalam buku “Intercultural

ISSN : 2085 – 0328

Communication : Reader dimana di nyatakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994). Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antar pribadi dan komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti sisi mata uang, budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembang-kan atau mewariskan budaya. Pada satu sisi komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik itu secara horizontal maupun secara vertikal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan norma-norma komunikasi yang dianggap sesuai untuk kelompok-kelompok tertentu. Hambatan-hambatan Komunikasi Antar Budaya Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Chaney & Martin, 2004). Contoh dari hambatan komunikasi antar budaya adalah kasus anggukan kepala, di mana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

93

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui.

2.

Interaksi Sosial Antar Etnis Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain.Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Maryati dan Suryawati (2003), menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau intersimulasi dan respon antar individu antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukkan struktur sosial”. Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai dan saling mendukung (Siagian, 2004,). Berdasarkan definisi di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun antar individu dan kelompok.

3.

1.

Macam-macam Interaksi Sosial Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : Interaksi antar individu dan individu Dalam hubungan bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interkasi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan)

1.

ISSN : 2085 – 0328

Interaksi antara individu dan kelompok. Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacammacam sesuai situasi dan kondisinya Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok. Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi, misalnya, kerjasama antara dua perusahan untuk membicarakan suatu proyek. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Berdasarkan pendapat Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dikategorikan ke dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yaitu yang mengarah kepada bentukbentuk asosiasi (hubungan atau gabungan), seperti : a) Kerjasama, adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama b) Akomodasi, adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi pribadi dan kelompokkelompok manusia untuk meredakan pertentangan c) Asimilasi, adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran d) Akulturasi, adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

94

ISSN : 2085 – 0328

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

2.

3.

laun unsur-unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yaitu yang mengarah kepada bentuk-bentuk pertentangan atau konflik, seperti : a) Persaingan, adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya b) Kontravensi, adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang-terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik c) Konflik, adalah proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut. Ciri-ciri Interaksi Sosial Menurut Tim Sosiologi (2002) ada 4 (empat) ciri-ciri interaksi sosial, antara lain : 1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang. 2. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial.

3. 4.

Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu.

Syarat-syarat Terjadinya Interkasi Sosial Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial daopat berlangsung jika memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu : 1. Kontak sosial, adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial dan masing-masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik. 2. Adaptasi, adalah berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Adaptasi yang terjadi pada setiap etnis bangsa ada beberapa tipe model, diantaranya: a) Adaptasi yang dilakukan pendatang terhadap penduduk setempat b) Adaptasi yang dilakukan penduduk setempat oleh pendatang c) Adaptasi yang tidak dilakukan oleh pihak manapun, di mana masingmasing etnis bangsa saling berdiam diri tanpa melakukan adaptasi (Sianturi, 1999). Ditinjau dari sisi migran, paling tidak ada 3 (tiga) fokus dalam beradaptasi di lingkungan baru, yaitu : 1. Masalah keberlangsungan dalam menghadapi berbagai tantangan serta mendapatkan kesempatan pekerjaan di daerah tujuan. 2. Corak dan proses penyesusian diri dalam lingkungan sosial yang baru. 3. Kemungkinan kelanjutan atau keterputusan hubungan sosio-kultural dan ekonomi dengan daerah asal dan kemungkinan bertahan atau

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

95

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

terleburnya indentitas kultural lama ke dalam ikatan baru. Proses pada ketiga fokus di atas tidak akan terlepas dari benturan-benturan. Oleh karena itu, sebagai proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat atau justru berakhir dengan kegagalan. Dalam beradaptasi di lingkungan yang baru, tentunya penduduk setempat akan memiliki pandangan terhadap penduduk pendatang yang cenderung bernilai negatif. Berprasangka adalah sikap tidak suka terhadap suatu kelompok atau etnis bangsa lain. Komunitas adalah sebagai satu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. (Koentjaraningrat, 1986 : 148). METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala. Nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Sampel merupakan jumlah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili dari seluruh populasi. Sampel menurut Sudjana, adalah adapun bagian yang diambil dari populasi disebut sampel. Sampel-sampel ini harus representatif, dalam arti segala karakteristik populasi hendaknya tercermin dalam sampel yang dimiliki. Kekeliruan penarikan sampel dapat terjadi karena kurang cermat dalam memahami populasi. Sedangkan pengambilan sampel berdasarkan Suharsimi Arikunto (1998) : 1. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana

ISSN : 2085 – 0328

2.

Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap objek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data 3. Besar kecilnya yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar tentu saja jika sampel besar hasilnya akan lebih baik Berdasarkan pendapat tersebut maka penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Analisis Deskriptif dengan jumlah sampel penelitian ini adalah keluarga-keluarga etnis Minang dan Karo yang kawin campur sebanyak 20 orang. Pengumpulan Data Agar didapatkan data yang objektif, maka penulis mempergunakan teknik untuk memperoleh data tersebut denfgan melalui cara: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dari teknik ini akan diperoleh data sekunder yakni data yang didapat melalui kepustakaan, dengan mempelajari buku-buku, majalahmajalah 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Pada teknik ini diharapkan akan meperoleh data primer yaitu data yang didapat dari sumber aslinya, dengan cara memperolehnya dengan terjun langsung ke lapangan terhadap objek yang telah dipilih yaitu dengan cara : a. Interview atau wawancara Wawancara dilakukan terhadap masyarakat untuk memberikan informasi di lokasi penelitian b. Quesioner atau angket Yaitu suatu pengambilan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan memberi kesempatan kepada responden untuk memilih jawaban yang sesuai keinginan responden c. Observasi atau pengamatan Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke daerah penelitian dan melihat kegiatan masyarakat etnis Karo dan etnis

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

96

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

minang dalam berinteraksi seharihari Analisis Data Dalam hal penulisan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Metoda penelitian deskriptif ini adalah tipe penelitian yang digunakan untuk menggambarkan kondisi data serta gejala-gejala yang ada. Metode analisis data ini berpedoman pada wawancara yang dilakukan sewaktu penelitian dilakukan. Temuan dari wawancara yang dilakukan oleh penulis tersebut akan diperbandingkan dengan apa yang telah diteorikan kemudian dicari kesimpulannya dengan cara menggunakan metode tabel tunggal. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti telah dikemukakan terdahulu, bahwa penelitian ini bermaksud mengetahui pola komunikasi antar budaya dalam interaksi sosial etnis Karo dan etnis Minang di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo terhadap angket yang disebarkan kepada responden, maka akan diberikan 3 (tiga) pilihan jawaban yang mana pilihan tersebut terdiri a, b dan c. Dalam penelitian ini responden berjumlah 20 orang, yakni masyarakat yang tinggal di Kecamatan Kabanjahe. Kabupaten Karo khususnya di Jalan Mesjid Kelurahan Lau Cimba yang kawin antar etnis Karo dan Minang beserta keluarga sekitarnya. Dari hasil olah data yang didapat di lapangan dapat dijelaskan bahwa 25% responden menjawab merasakan timbulnya budaya baru dalam berkeluarga setelah melakukan pernikahan antara etnis Karo dan Minang terutama responden yang berasal dari etnis Minang yang selama ini hanya menggunakan budaya dari etnis Minang ataupun penduduk baru di daerah Karo. Sedangkan sebanyak 50% mengaku jarang merasakan situasi kebalikannya terutama responden yang sebelum menikah sudah lama menetap di daerah Karo

ISSN : 2085 – 0328

sehingga sudah terbiasa dengan adat istiadnya dan 25% tidak merasakan perubahan budaya dalam berkeluarga. Sebagian dari mereka mereka masih tetap merasakan atau memakai budaya lamanya yaitu budaya Karo. Dari hasil wawancara yang dilakukan, responden yang berasal dari etnis Karo dan menikah dengan yang berasal dari etnis Minang dan masuh agama Islam merasakan juga budaya yang baru yang selama ini tidak pernah dirasakannya khususnya seperti tidak boleh makan babi. Perkawinan antar etnis Karo dan Minang dapat merubah sifat asli dari kebudayaan responden sebanyak 10% merasakan pernah dirubah, 65% measakan jarang dan 25% menganggap tidak pernah. Perubahan yang dirasakan seperti menggunakan bahasa Indonesia dalam bahasa sehari-hari karena istri atau suami yang berasal dari etnis Minang belum paham betul bahasa Karo, ataupun ketika mendatangi pesta perkawinan arau acara kematian harus menggunakan pakaian adat Karo atau yang dikenal dengan sebutan uis nipes bagi perempuan dan memakai sarung atau kampoh bagi laki-laki. Dari sisi komunikasi antar pengurus lembaga terlihat hanya 10% responden menjawab menjalin komunikasi antar pengurus lembaga sosial yang berbeda berjalan baik, 35% menjawab kadangkadang dan 55% lagi menjawab tidak baik. Hal ini menggambarkan bahwasanya lembaga sosial di lingkungan responden tidak berjalan dengan baik. Sementara itu kerjasama antar etnis Karo dan Minang dalam Kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa semua responden menjawab bahwa kerjasama antar etnis Karo dan Minang dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan tidak ditemukan kendala yang berarti. Secara keseluruhan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada tiap responden yang melaksanakan pernikahan antar etnis Karo dan Minang ditemukan bahwa apabila si anak lahir maka akan mengikuti marga dari bapaknya yang etnis

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

97

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Karo walaupun ibunya berasal dari etnis Minang dan begitu juga ketika pihak lakilaki dari etnis Minang dan pihak permepuan dari etnis Karo, pihak laki-laki akan dicari bapak angkatnya yang berasal dari etnis Karo yang bertujuan untuk pemberian marga Karo bagi pihak laki-laki tersebut sebelum pesta adat dilaksanakan. Hal ini dilakukan juga kepada etnis-etnis lain di luar etnis Minang yang akan menikah dengan perempuan yang berasal dari etnis Karo. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etnis Karo lebih mendominasi dalam interaksi sehari-hari terhadap orang di sekitarnya. Baik itu dalam berumah tangga maupun dengan orang di sekitar lingkungannya yang berasal dari etnis Minang. Etnis Minang beradaptasi secara autoplastis atau mengikuti kebudayaan yang sudah ada di Kecamatan Kabanjahe yaitu Kebudayaan Karo 2. Dominasi yang dilakukan oleh etnis Minang terjadi ketika dilaksanakannya perkawinan antar kedua etnis. Karena biasanya etnis Karo yang beragama Kristen akan berpindah agama menjadi Islam ketika menikah dengan pasangannya yang berasal dari etnis Minang. Etnis Minang tetap mempertahankan kebudayaan awal yang dibawanya dan membawa orang Karo ke dalam kebudayaan tersebut atau alloplastis 3. Tidak terdapat konflik yang mengganggu selama proses interaksi antar etnis Karo dan etnis Minang. Kebudayaan yang dibawa oleh masing-masing etnis dapat membaur satu sama lain membentuk satu kebudayaan baru ataupun mengikuti kebudayaan penduduk asli yaitu etnis Karo

4.

5.

ISSN : 2085 – 0328

Bahasa Indonesia dan Bahasa Karo merupakan bahasa pilihan yang digunakan oleh masyarakat Karo dan Minang dalam berkomunikasi, bahasa Minang tidak digunakan sebagai bahasa sehari-hari Lembaga sosial tidak mempunyai pengaruh yang kuat dalam proses interaksi antar etnis. Masyarakat lebih memilih pengetua adat atau tokoh agama sebagai pengambil keputusan ataupun melakukan musyawarah dalam keluarga

Saran 1. Hendaknya masyarakat yang berasal dari etnis Minang belajar adat istiadat etnis Karo agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam berkomunikasi dan agar semakin meningkatkan interaksi antar budaya sehingga tercipta interaksi sosial yang semakin baik di lingkungan sehari-hari 2. Masyarakat Karo mau menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dan menerima kebudayaan yang dibawa oleh etnis Minang 3. Penduduk Kecamatan Kabanjahe yang kawin campur hendaknya tidak memaksakan satu kebudayaan terhadap anaknya dan tetap berusaha untuk menjaga nilai-nilai kebudayaan agar tidak hilang 4. Lembaga sosial, pengetua adat dan pemuka agama hendaknya bekerja sama dalam pelestarian adat istiadat, sehingga komunikasi antar suku semakin baik DAFTAR PUSTAKA E. Koswara, 1991, Teori-teori Kepribadian, Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik, Eresco, Bandung. Fisher, Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Hafied Cangara, 2003, Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

98

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

ISSN : 2085 – 0328

Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu, 1998, Metodologi Penelitian, Jakarta, Bumi Aksara. Nazir, Moh., 1998, Metodologi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Ningrat, Koenciri, 1985, Metodologi Penelitian Masyarakat, Erlangga, Jakarta. Nasution, S., 1985, Riwayat Komunikasi dan Sejarah Kemanusiaan, Bumi Aksara, Jakarta. Maryati dan Suryawati, 2003, Pengantar Sosiologi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Rakhmat, Jalaluddin, 1985, Psikologi Komunikasi Remaja, Karya CV, Bandung. Uchjana, Effendi Onong, 1993, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Onong, U. Effenfy, 1987, Human Relations dan Relation Dalam Management, Alumni Bandung. Sutrisno Hadi,1997, Metodologi Research, Yayasan Fakultas Psikologi UGM, Ypgyakarta.

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

99