PRODUKSI ABON IKAN PARI (TRYGON SEPHEN)

Download Ikan pari mempunyai potensi yang sangat banyak untuk dikembangkan. Ikan pari ... Kandungan protein dan air yang cukup tinggi dibandingkan d...

0 downloads 377 Views 100KB Size
Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 4F (69–74), 2010

PRODUKSI ABON IKAN PARI (TRYGON SEPHEN) Sukesi, Lukman Atmaja, Endang Purwanti, dan Afifah Rosyidah Jurusan Kimia FMIPA ITS Jl. Arief Rahman Hakim Keputih Sukolilo Surabaya Telp/Fax: 031-5943353 / 031-5928314, email: [email protected]

ABSTRACT 7KHGHWHUPLQDWLRQDQGFKDUDFWHUL]DWLRQRIVRPHKHDY\PHWDOVFRQWHQWVXFKDV3E&X=Q+JIURPIUHVKDQGGULHGVKUHGGHGUD\ ¿VK Trygon sephen KDYHEHHQSHUIRUPHG7KHGHWHUPLQDWLRQRIPHDWWKHKHDY\PHWDOFRQWHQWZDVSHUIRUPHGE\$WRPLF$EVRUSWLRQ 6SHFWURSKRWRPHWHU $$6 PHWKRGVZKHUHDVWKHQXWULHQWDQDO\VLVVXFKDVSURWHLQOLSLGDQGFDUERK\GUDWHZHUHSHUIRUPHGE\6R[OHWDWLRQ .MHOGDKODQG6SHFWURSKRWRPHWU\7KHDQDO\VLVUHVXOWZDVGHWHUPLQHGWKDWFRQWHQWRI3EZDVPJNJ&XPJNJZKHUHDV =QVHEHVDUPJNJ7KLVUHVXOWLVXQGHUWKHWKUHVKROGUXOHIURP%DGDQ3HQJDZDV2EDWGDQ0DNDQDQ %320 1R% 6.9,,7KHQXWULHQWDQDO\VLVVKRZHGWKDWSURWHLQ\LHOG±OLSLG±DQGJOXFRVH±7KH GULHGUD\¿VKLVK\JLHQLFKHDOWK\DQGIXO¿OOWKHVWDQGDUGUHTXLUHPHQWVDVIRRGVWXII Key words:'ULHG5D\¿VKKHDY\PHWDOVFRQWHQWVQXWULHQWYDOXH

PENGANTAR Ikan pari mempunyai potensi yang sangat banyak untuk dikembangkan. Ikan pari atau biasa disebut ikan pe (7U\JRQ VHSKHQ) merupakan spesies ikan yang mempunyai habitat di dasar laut. Sirip dadanya melebar ke pinggir sampai di depan kepala mulai dari pangkalnya melebar ke muka dan belakang. Pelebaran sirip dada ke depan, melewati celah-celah insang sampai di ujung kepala dan ke belakang sampai dekat sirip perut. Mulut dan celah insang juga lekuk hidung terletak di bagian spirakel, terletak pada bagian atas atau bagian depan dari kepala (Djuhanda, 1981). Ekornya panjang seperti pecut dan mempunyai duri berbisa pada pangkal ekornya dan tusukannya terasa sangat perih. Ikan ini mencari makan di dasar laut dan sering membenamkan separuh tubuhnya ke dalam pasir hingga kehadirannya sukar terlihat (Nontji, 1987). Ikan merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik yaitu mengandung protein sekitar 27–29% dan 1–15% lemak juga mengandung vitamin dan mineral. Kandungan protein dan air yang cukup tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lain sehingga kandungan komposisi kimia ikan sesuai sebagai media pertumbuhan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lainnya. Ikan hanya dapat bertahan 5–8 jam di udara terbuka sebelum mulai mengeluarkan bau busuk dan semakin cepat membusuk bila tidak segera mendapat penanganan khusus sebagai tindakan pencegahan (Irawan, 1995). Proses pembusukan ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan sendiri, aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi pada lemak tubuh ikan oleh oksigen dari udara (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Aktivitas mikroorganisme terdapat dalam seluruh lapisan daging ikan, terutama bagian

insang, isi perut dan kulit (lendir). Aktivitas mikroorganisme tersebut dibantu enzim. Beberapa enzim pada mulanya berfungsi sebagai katalisator proses-proses metabolik lalu berubah fungsi menjadi penghancur jaringan tubuh ikan (Djariah dan Siregar, 1995). Ikan golongan elasmobrachi, ikan bertulang rawan (ikan pari, hiu dan cucut) belum banyak digemari karena bau dagingnya sangat amis dan rasanya pahit keasam-asaman yang disebabkan oleh adanya zat urea yang cukup tinggi, yakni sekitar 1–2%. Akibat lain dari adanya urea ini adalah ikan golongan ini berbau menyengat karena ureanya terurai menjadi amonia. Bau dan rasa menyengat pada ikan tentu saja mengganggu tidak saja waktu disantap tetapi bisa juga berbahaya karena amonia adalah zat beracun. Mutu ikan golongan elasmobrachi dapat dijaga bila dengan pengolahan yang baik. Ikan pari hasil tangkapan hanya dijual segar, digarami dan sebagian lagi diasap. Proses pengolahan seperti ini mempunyai nilai ekonomis yang rendah dan kualitas simpan kurang baik yang pada akhirnya juga mudah membusuk. Selain hal itu pemanfaatan daging ikan pari terbatas untuk ikan asin dan kerupuk. Pengolahan ikan menjadi abon ikan merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah ketahanan pangan. Produksi DERQPHUXSDNDQVDODKVDWXGLYHUVL¿NDVLSDQJDQGDULLNDQ pari agar menjadi sumber daya perikanan ekonomis penting, baik sebagai komoditi ekspor maupun untuk pemenuhan kebutuhan domestik yang memacu meningkatnya sumber daya ikan pari di Indonesia seperti ikan golongan elasmobrachi yang lain. Penelitian ini menawarkan ide untuk memperbaiki teknik pemanfaatan ikan pari, yakni dengan mengolahnya menjadi abon ikan dengan cara menurunkan kadar amonia

70

Produksi Abon Ikan Pari

yang ada didalam tubuh ikan. Hasil yang akan dicapai adalah produk makanan yang memiliki kualitas simpan yang baik, aroma yang nikmat dan kandungan gizi yang sesuai dengan SII (Standard Industri Indonesia) dan aman dari logam-logam beracun. Produk ini juga diharapkan akan menjadi produk contoh industri nelayan yang dapat diproduksi dalam skala rumah tangga namun dalam jangkauan nasional. Standar Industri Indonesia untuk Abon No. 0368-80, 0368-85 seperti tertera pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Standart Industri Indonesia untuk Abon No. 0368-80, 0368-85 Komponen Lemak (maksimum) Gula (maksimum) Protein Air (maksimum) Abu (maksimum) Aroma, Warna dan rasa Logam berbahaya (Cu, Pb, Hg, Zn dan As) Jumlap Bakteri (maksimum) Bakteri bentuk Coli Jamur

Nilai 30% 30% 20% 10% 9% Khas Negatif 3000/g Negatif negatif

BAHAN DAN CARA KERJA Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH (99% wt, Merck), HgO, Anthron, garam dapur, ikan pari, rempah-rempah, bumbu dapur, Pb(NO3)2, ZnCl2, CuCl2.H2O, indikator, air demineralisasi, akuades, asam nitrat pekat, asam klorida pekat (HCl), dan asam sulfat pekat (H2SO4).

Cara kerja Pembuatan Abon Ikan pari 1. Daging dicuci dan dibersihkan dari kotoran, disiangi, GLFXFLGL¿OHWGDQGLUHQGDPGDODPODUXWDQJDUDP selama 30 menit (Mujihardi, 2008). 2. Dikukus dalam dandang yang telah diberi daun salam, sereh dan jahe yang telah dimemarkan selama 30 menit. 3. Didinginkan dan dicabik-cabik dengan garpu agar bahan terpisah menjadi serat-serat halus dan berukuran seragam. 4. Daging yang sudah dicabik-cabik diberi bumbu ketumbar halus, lengkuas parut, bawang merah dan bawang putih yang telah dihaluskan dan diaduk sampai rata. Diberi santan kental, garam dan gula. Aduk sampai rata. 5. Daging yang telah diberi bumbu digoreng dengan api kecil sampai kering (ada bunyi gemerisik). 6. Daging yang telah digoreng di pres, kemudian diurai perlahan-lahan dengan garpu. Persiapan Sampel Ikan pari yang akan di proses dan di analisis dibeli dari pasar tradisional Pabean Surabaya, Jawa Timur. Ikan pari yang digunakan sebanyak 3 spesies yang berbeda, yaitu 6SRWWHG(DJOH5D\ (Ikan pari Burung Elang), :KLWH6SRWWHG :KLSUD\ (Ikan pari Mondol), dan -HQNLQV:KLSUD\ (Ikan pari Mutiara). Sampel Ikan pari yang akan dianalisis dibagi PHQMDGLEDJLDQ\DLWXGDJLQJ¿OOHWVHJDUNXOLWGDQGDJLQJ yang telah diolah menjadi abon. Sedangkan untuk daging ¿OOHWGDQNXOLWLNDQVHJDUPDVLQJPDVLQJGLEDJLPHQMDGL 2 perlakuan yaitu dengan perendaman 5% larutan garam selama 30 menit dan tanpa perendaman larutan garam.

Peralatan

Penentuan Kadar Logam

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan gelas, krusibel porselin, oven listrik sampai suhu 200° C, tanur listrik sampai suhu 1000° C, neraca analitik untuk penimbangan sampel. Instrumen spektroskopi serapan atom (SSA, Shimadzu) untuk menentukan kadar unsur dalam ikan pari, seperangkat distilasi dan pendestruksi labu kjeldahl untuk analisis protein, seperangkat soxhlet untuk penentuan lemak serta seperangkat alat spektrofotometri untuk karakterisasi kimia ikan pari. Untuk mengetahui daya terima abon ikan pari ini juga dilakukan uji organoleptik. Untuk itu abon ikan pari ini akan diujikan pada 110 panelis.

Penentuan kadar logam pada sampel dengan menimbang 5 gram sampel (abon atau daging atau kulit) yang sudah dihaluskan dalam krus porselen yang sudah diketahui bobotnya. Krus dan sampel dimasukkan dalam oven dan dipanaskan pada 105° C selama 2 jam. Setelah 2 jam, diangkat dan dimasukkan dalam eksikator, ditimbang (persentase kadar air dapat dihitung). Selanjutnya dipanaskan lagi pada 700° C selama 2 jam untuk diabukan. Pengabuan sempurna jika semua sampel telah menjadi abu yang berwarna putih. Setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Diulang berkali-kali sampai diperolah bobot tetap. Abu dilarutkan dalam sedikit asam nitrat pekat sampai semua

Sukesi, Atmaja, Purwanti, dan Rosyidah

abu larut. Abu yang larut dipindahkan ke dalam gelas piala, ditambah air, dikocok selanjutnya dipanaskan sampai menjadi pekat kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 1 jam. Residu kering dibasahi dengan 5–10 mL HNO3 pekat dan ditambah 50 mL air dan dipanaskan lagi dalam penangas air selama beberapa menit. Pindahkan larutan kedalam labu ukur 100 mL. Air cucian masukkan NHGDODPODEXXNXUP/EHUVDPDVDPDGHQJDQ¿OWUDW tambahkan air sampai tanda batas. Kocok dan saring larutan dengan kertas saring whatman 42. Masing-masing larutan standar logam dengan berbagai konsentrasi dan larutan sampel diukur absorbansinya pada 283,3 nm untuk analisis Pb; 324,7 nm untuk analisis Cu dan 213,9 nm untuk analisis Zn.

71

ke dalam labu bulat yang telah diberi batu didih. Larutan ini didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL HCl 0,02 N, 4 tetes indikator metal merah dan 4 tetes brom timol biru hingga volume mencapai 40 mL. Dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai larutan berwarna hijau. Penentuan Kadar Glukosa Sebanyak 10 mg sample abon ikan dilarutkan dalam 100 mL aquades. Diambil 1 mL larutan sampel lalu diambil 3 mL pereaksi anthron, dipanaskan dalam penangas air selama 12 menit, lalu didinginkan. Larutan yang berwarna biru kehijauan dituang ke dalam kuvet dan dibaca absorbansinya pada panjang 630 nm. Prosedur ini juga dilakukan terhadap larutan standart glukosa.

Analisis Gizi Ikan pari Penentuan Kadar Lemak Kasar Metode Soxhlet (SII-2453-90)

HASIL

Sampel sebanyak 5 gram dibungkus kertas whatman no. 1 selanjutnya ditutup ujung-ujungnya dengan melipat kertas kearah dalam dan diikat menggunakan benang. Kemudian dimasukkan kedalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu bundar yang telah berisi batu didih yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian diekstrak dengan heksana selama 6 jam. Ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105° C. Didinginkan dan ditimbang.

Hasil analisis kadar air dan abu dalam abon ikan pari tertera pada Tabel 1.

Penentuan Kadar Protein Kasar (SII-2453-90)

Hasil Penentuan Logam dalam Cuplikan

0,1 gram Sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambah 1 gram CuSO 4 dan 2,5 mL H2SO4 pekat. Destruksi sampel dilakukan selama 2 jam pada suhu 100° C, Didinginkan dan ditambah 50 mL aqua DM dan 15 mL NaOH 50% w/v kemudian dimasukkan

Analisis logam Cu, Pb, Zn dan Hg dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Mercuri tidak terdeteksi baik pada daging maupun abon ikan pari. Hasil analisis logam lainnya seperti Pb, Cu, dan Zn tertera pada Tabel 2.

Hasil Penentuan Kadar Air dan Abu

Tabel 1. Kadar Air dan Abupada Abon Ikan pari Jenis Burung Elang

% Air 3,0982

% Abu 5,7374

Mondol Mutiara

0,9943 1,8889

6,0103 5,0216

Tabel 2. Kadar Logam Pb, Cu, dan Zn pada daging, kulit, dan abon Ikan pari Pb Kadar, ppm

Mutiara Mondol B. Elang

Sampel D K A D K A D K A

Cu Kadar, ppm * 0,323 0,292

G 0,323 0,277

G 0,108 0,050

0,2615 0,339 0,431

0,000 0,000

0,2923

G 2,033 2,088

0,025 0,033

1,196 1,663

0,000 0,333

0,500 0,000

0,988 0,900

0,0167

.HWHUDQJDQ* JDUDP* WDQSDJDUDP' GDJLQJ. NXOLW$ DERQ

* 2,654 3,013 1,9375

0,0000 0,600 0,323

0,3385

* 0,725 0,385 0,1000

0,339 0,446

0,339 0,323

Zn Kadar, ppm

1,296 1,254 1,1333 1,354 0,958 0,8333

Produksi Abon Ikan Pari

72 Hasil Karakterisasi Ikan pari

Hasil Penentuan Kadar Air dan Abu

Hasil analisis terhadap kandungan protein, lemak, dan karbohidrat pada daging ikan pari tertera pada Tabel 3.

Hasil analisis kadar air dan abu dalam abon ikan pari tertera pada Tabel 1 yang menunjukkan kadar air dan abu ikan pari masing-masing 0,9943–3,0982% dan 5,0216–5,7374%. Harga ini di bawah harga yang telah ditetapkan oleh SII yaitu kadar air maksimum 10% dan abu maksimum 9%. Kadar air dan abu telah memenuhi standar SII. Kadar air yang rendah membuat abon tidak mudah rusak dan kadar abu yang tinggi menunjukkan kandungan mineral yang ada di dalam abon.

Tabel 3. Kadar Protein, Lemak dan Karbohidrat berbagai jenis daging ikan pari Jenis ikan

Protein (%)

Lemak (%)

Karbohidrat (%)

B. Elang

24,608

3,000

2,757

Mondol

18,760

2,890

2,574

Mutiara

13,407

3,090

2,572

Hasil analisis uji laboratorium terhadap kandungan protein, lemak, dan glukosa pada abon ikan pari tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar Protein, Lemak, dan Glukosa berbagai jenis daging ikan pari untuk abon Jenis ikan B. Elang Mondol Mutiara

Protein (%) 14,534 11,748 6,258

Lemak (%) 13,734 16,584 16,359

Glukosa (%) 3,180 4,186 4,295

Hasil analisis mikrobiologis Tabel 5. Hasil Uji Mikrobiologis berbagai jenis daging ikan pari untuk abon Jenis ikan pari B. Elang Mondol Mutiara

Jumlah bakteri (CFU/gram) 1,1×103 200 1,2×103

Jamur

Bakteri Coli

negatif negatif negatif

negatif negatif negatif

PEMBAHASAN Hasil Pembuatan Abon Ikan pari Perendaman daging dalam larutan garam bertujuan untuk mengurangi kadar urea dalam ikan pari yang dapat menyebabkan bau pesing sehingga menurunkan kualitas ikan tersebut. Garam NaCl juga berfungsi untuk menghambat atau menghentikan reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan. Garam NaCl selain menyerap cairan tubuh ikan, juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga menyebabkan bakteri mengalami kekeringan dan akhirnya mati (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Selain itu, penguraian urea menjadi amonia juga akan terhenti dengan matinya bakteri di dalam tubuh ikan sehingga dapat mengurangi kandungan amonianya (Pattiasina HWDO, 1994). Penambahan jahe, salam dan sereh juga berfungsi menghilangkan bau amis/pesing pada ikan yang masih ada pada ikan.

Hasil Penentuan Logam dalam Cuplikan Analisis logam Cu, Pb, Zn dan Hg dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Mercuri tidak terdeteksi baik pada daging maupun abon ikan pari. Hasil analisis logam lainnya seperti Pb, Cu dan Zn tertera pada Tabel 2, menunjukkan bahwa penggaraman dapat menurunkan kadar logam Pb, Cu dan Zn dalam daging ikan pari. Menurut ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM No 03725/B/SK/ VII/1989 besarnya logam Cu dalam daging ikan dan produk olahannya maksimal sebesar 20,0 mg/kg, logam Pb dalam daging ikan dan produk olahannya maksimal sebesar 10,0 mg/kg dan logam Zn dalam daging ikan dan produk olahannya maksimal sebesar 100,0 mg/kg. Logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan, termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada dalam makanan dan yang perlu diperhatikan adalah agar kadar Cu dalam tubuh tidak kekurangan juga tidak berlebihan. Logam Pb merupakan logam berat yang apabila dikonsumsi akan terakumulasi dalam tubuh. Pb dalam bentuk anorganik yang biasanya mencemari lingkungan merupakan Pb yang bersifat reaktif dalam berinteraksi dengan logam lain. Daya toksisitas Pb dapat dipengaruhi oleh hadirnya logam esensial seperti Fe, Ca, Zn, Se, Cu, GDQ&R3DGDXPXPQ\DGH¿VLHQVLGDULXQVXUXQVXUWHUVHEXW dapat menaikkan absorpsi Pb sehingga mengakibatkan keracunan. Sebaliknya, jika berlebihan maka akan menurunkan absorpsi Pb sehingga mencegah keracunan (Darmono, 1995). Kadar logam Pb pada abon ikan pari sebesar 0,2773 mg/kg. Kadar logam Cu pada abon ikan pari sebesar 0,0389 mg/kg. Sedangkan kadar logam Zn pada abon ikan pari sebesar 1,3014 mg/kg. Kadar logam Pb, Cu dan Zn dalam ikan pari dan produk olahannya relatif masih berada di bawah batas yang telah ditentukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang artinya makanan ini layak

Sukesi, Atmaja, Purwanti, dan Rosyidah

dan aman untuk dikonsumsi. Standar Nasional Indonesia (SNI) menyebutkan bahwa logam Zn merupakan logam fortifikasi karena seng berperan dalam aktivitas lebih dari 90 enzim yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, degradasi atau sintesis protein, sintesis asam nukleat, biosintesis heme, tranpor CO2, dan reaksi lainnya berfungsi dalam pemeliharaan kulit, pankreas, dan organ reproduksi pria, sedangkan logam Cu dan Pb, merupakan ORJDPSHQFHPDUGDODPPDNDQDQNDUHQDGH¿VLHQVL&XGDSDW menyebabkan anemia, pertumbuhan terhambat, gangguan pada tulang dan otak, kemandulan, dan depigmentasi rambut dan apabila logam Pb masuk ke dalam tubuh maka akan terakumulasi dalam tubuh sehingga menyebabkan keracunan baik secara langsung ataupun tak langsung. Menurut Belitz dan Grosch (1987), segala egala macam daging ikan dan segala produk hasil olahannya sebagai bahan makanan seharusnya mengandung sebanyak mungkin logam fortifikasi dan sesedikit mungkin mengandung logam pencemar. Hasil Karakterisasi Ikan pari Hasil analisis terhadap kandungan protein, lemak dan karbohidrat pada daging ikan pari tertera pada Tabel 3. Ketiga jenis spesies ikan pari burung elang, ikan pari mondol dan mutiara masing-masing memiliki kadar lemak rata-rata 3,000%, 2,890%, 3,090%, kadar karbohidrat. 2,757%, 2,574%, dan 2,572%. Kadar protein masingmasing 24,608%, 18,760%, dan 13,407%. Hasil analisis uji laboratorium terhadap kandungan protein, lemak, dan glukosa pada abon ikan pari tertera pada Tabel 4. Berdasarkan hasil penelitian, kadar lemak tertinggi adalah pada abon daging dari jenis Ikan pari Mondol 16,584%, selanjutnya kadar lemak abon daging Ikan pari Mutiara 16,359% sedangkan kadar lemak abon daging Ikan pari paling kecil dari ketiga jenis tersebut adalah abon daging dari jenis $HWREDWXVQDULQDUL 13,734%. Jika dibandingkan dengan SII maka kadar lemak pada abon ini memenuhi standar SII dimana SII mensyaratkan maksimum 30%. Kadar lemak pada abon lebih tinggi dari pada daging karena ada perlauan minyak pada proses pengolahan daging menjadi abon. Kadar protein yang terkandung dalam abon daging ketiga jenis Ikan pari yang paling tinggi adalah abon dari daging Ikan pari $HWREDWXVQDULQDUL 14,534% dan terendah sebesar 6,258% pada abon daging Ikan pari Himantura -HQNLQVLL (Tabel 5). Selisih protein pada ketiga jenis abon daging ikan pari ini selain disebabkan karena perbedaan jenis ikannya, juga mungkin karena adanya denaturasi protein pada saat pemanasan. Atau karena perlakuan garam pada bahan baku. Penambahan garam dapat menyebabkan

73

jumlah protein terlarut naik sehingga protein pada abon lebih kecil dibanding pada ikan. Perubahan temperatur juga mengakibatkan denaturasi protein karena kacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang mengukuhkan molekul tersebut. Hasil perhitungan Kadar glukosa rata-rata untuk sepuluh replikasi tertinggi dihasilkan oleh abon daging ikan pari +LPDQWXUD-HQNLQVLL 4,295% dan terendah adalah abon dari daging ikan pari $HWREDWXVQDULQDUL dengan kadar glukosa rata-rata 3,180%. Kadar glukosa dipengaruhi kandungan karbohidrat ikan dan penambahan gula pada saat pengolahan ikan menjadi abon. Jika hasil ini dibandingkan dengan SII yang mensyaratkan kadar gula pada abon sebesar maksimum 30% maka nilai ini masih memenuhi syarat. Hasil analisis mikrobiologis Hasil uji mikrobiologis menunjukkan bahwa abon tidak berjamur dan tidak ada bakteri coli serta jumlah bakteri pun di bawah batas yang ditetapkan oleh SII yaitu jumlah bakteri maksimum 3000 CFU/gram. Data selengkapnya tertera dalam Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Untuk mengetahui daya terima abon ikan pari maka dilakukan uji organoleptik. Hasil uji organoleptik yang meliputi aspek rasa, aroma, dan warna yang dilakukan pada 110 panelis terhadap abon ikan pari pada beberapa jenis ikan pari menunjukkan adanya kecenderungan yang kuat terhadap penerimaan abon ikan yakni abon yang dihasilkan mempunyai rasa yang enak tidak pahit, kering, dan tidak berbau amis maupun pesing. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: ฀ Perendaman larutan garam mampu menurunkan kadar logam dibanding tanpa perendaman garam ฀ Kadar air, kadar abu, kadar logam, nilai gizi dalam produk abon ikan pari memenuhi baku mutu abon yang tertera dalam SII ฀ Abon ikan pari mempunyai rasa, aroma dan warna khas, tidak berbau pesing, tidak amis, dan tidak berasa pahit DAFTAR PUSTAKA Afrianto E, Liviawaty E, 1989, “Pengawetan dan Pengolahan Ikan”, Yogyakarta: Kasinisius. Belitz HD dan Grosch, 1987. Food Chemistry. Springer-Verlag. Heidelberg.

74

Produksi Abon Ikan Pari

Darmono, 1995. “Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup”, Universitas Indonesia. Jakarta. Djariah, Siregar A, 1995. “Teknologi Tepat Guna: Ikan Asin”, Kanisius, Yogyakarta. Djuhanda T, 1981. ”Dunia Ikan”, Armico, Bandung. Irawan A, 1995. ”Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Cara Mengolah dan Mengawetkan secara Tradisional dan Modern”, CV Aneka, Solo.

Mujihardi T, 2008. 8. Standar Industri Indonesia No. 2453 dan No. 0368-90. Nontji A, 1987. ”Laut Nusantara”, Djambatan, Jakarta. Pattiasina N, Nahumury N, Fatmawati, Leonupun M, Helaha E, 1994. “Teknologi Proses Penghilangan Kandungan Amonia pada Daging Ikan Hiu Sebagai Bahan Makanan”, Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Ambon.