PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM KELUARGA IBU

Download Penelitian ini mengenai proses komunikasi antarpribadi ibu bekerja dengan suami dan anak dalam keluarga ibu bekerja pada Subbagian Tata Lak...

0 downloads 505 Views 181KB Size
PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM KELUARGA IBU BEKERJA (Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Antarpribadi Ibu Bekerja dengan Suami dan Anak dalam Keluarga Ibu Bekerja pada Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Setjen Kemendikbud RI) Melati Wanda Putri 100904050 Abstrak Penelitian ini mengenai proses komunikasi antarpribadi ibu bekerja dengan suami dan anak dalam keluarga ibu bekerja pada Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Setjen Kemendikbud RI. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara ibu bekerja dengan suami dan anak, hambatan yang ditemui, serta mengetahui skema hubungan dalam keluarga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan paradigma interpretatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu purposive sampling. Subjek penelitian adalah 4 pekerja wanita yang telah menikah dan memiliki anak serta telah bekerja selama 5 tahun. Objek penelitian yaitu proses komunikasi antarpribadi para ibu bekerja dengan suami dan anak. Hasil penelitian, proses komunikasi antarpribadi yang berlangsung dengan suami dan anaknya terjalin dengan baik dan bervariasi. Sikap saling percaya, saling mendukung, rasa positif, empati, kesamaan, dan keterampilan berkomunikasi saat tatap muka, serta penggunaan media menjadi faktor utama yang membuat hubungan mereka tetap harmonis. Hambatan terjadi karena keterbatasan waktu dan faktor lupa serta adanya rasa cemburu dan rindu pada pasangan. Adapun skema hubungan dalam keluarga keempat informan ditemukan bahwa 3 keluarga memiliki tipe keluarga konsensual dengan tipe pernikahan tradisional dan 1 keluarga memiliki tipe keluarga protektif dengan tipe pernikahan terpisah. Kata Kunci : Komunikasi Antarpribadi, Keluarga, Ibu Bekerja, Suami dan Anak. PENDAHULUAN Konteks Masalah Pengambilan keputusan seorang ibu untuk bekerja sebagai pegawai/karyawan tentu saja tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dapat memberikan dampak negatif. Dampak positif, ibu yang bekerja dapat meringankan perekonomian keluarga dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Dampak negatif, ibu yang bekerja kehilangan banyak waktu untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan suami dan anaknya secara langsung serta tidak selalu 1

ada pada saat-saat penting ketika sangat dibutuhkan, terutama pada ibu yang bekerja sebagai wanita karir. Tuntutan pekerjaan, jam kerja yang padat dan kesibukan bekerja menjadi faktor pemicu terhambatnya interaksi dan proses komunikasi antarpribadi seorang ibu dengan anaknya. Ibu yang sibuk bekerja hingga jarang mengurus anak akan mengakibatkan anak tidak merasa bahagia dan menimbulkan rasa benci terhadap ibunya karena tidak mengasuhnya. Hal inilah yang dapat memicu anak tumbuh menjadi pribadi yang agresif dan dapat mendorong mereka melakukan tindakantindakan menyimpang. Keadaan lelah yang dirasakan istri atau ibu saat pulang kerja yang diakibatkan dari kesibukannya bekerja dapat menyebabkan ia kehabisan energi dan tidak bisa menemani anak bermain serta menemani suami dalam keadaan tertentu. Ketidaksanggupan istri atau ibu bekerja dalam menjalankan peran dan tugasnya ini dapat menyebabkan keretakan hubungan dalam rumah tangga yang dapat berujung pada perceraian. Dalam upaya mencegah terjadinya perceraian dan perilaku menyimpang anak, seorang ibu yang bekerja haruslah dapat menjaga hubungan baik dengan suami maupun anak. Sebab hubungan yang terjalin dan terjaga antara suami, istri, dan anak dapat menciptakan sebuah keharmonisan keluarga. Salah satu caranya yaitu dengan komunikasi. Dengan berkomunikasi, segala pesan dapat disampaikan oleh orang tua kepada anak ataupun dari anak kepada orang tua. Adi J Mustafa (dalam Hidayat, 2012:156) mengungkapkan bahwa seringnya masalah dalam keluarga muncul disebabkann oleh kemacetan komunikasi. Komunikasi yang macet akan membuat tujuan di dalam keluarga tersebut gagal tercapai. Adanya komunikasi keluarga yang efektif akan dapat menimbulkan saling pengertian, kesenangan, saling mempengaruhi sikap dan penghormatan, kedekatan, serta tindakan bersama-sama. Khususnya bagi seorang istri sekaligus ibu yang bekerja, komunikasi yang baik dengan suami dan anak menjadi sangat penting demi menjaga sebuah keharmonisan keluarga. Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (SetJen Kemendikbud) merupakan salah satu unit utama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang berada di Jakarta. Ada hal menarik dari instansi pemerintahan ini yaitu memiliki satu divisi yaitu Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, yang memiliki jumlah pekerja wanita lebih banyak dibandingkan jumlah pekerja pria. Mayoritas dari pekerja wanita tersebut merupakan seorang ibu dimana sering bekerja lebih dari jam biasanya. Hal ini berkecenderungan membuat interaksi dan komunikasi para ibu bekerja dengan anak dan suaminya dirumah menjadi berkurang. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti komunikasi antarpribadi terhadap ibu bekerja pada Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan suami dan anak dalam hubungan harmonisasi keluarga. Fokus Masalah Berdasarkan uraian konteks masalah yang telah dipaparkan, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana proses komunikasi antarpribadi

2

ibu bekerja di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan suami dan anak?” Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik ibu bekerja. 2. Mengetahui proses komunikasi ibu bekerja dengan suami dan anak dalam waktu yang terbatas. 3. Mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang terjadi pada proses komunikasi antara ibu bekerja dengan suami dan anak. 4. Mengetahui skema hubungan keluarga dalam keluarga ibu bekerja. KAJIAN PUSTAKA Komunikasi Antarpribadi Menurut Joseph A. Devito, komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (Fajar, 2009: 78). Komunikasi antarpribadi memiliki enam tujuan, yaitu: 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain. 2. Mengetahui dunia luar. 3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna. 4. Mengubah sikap dan perilaku. 5. Bermain dan mencari hiburan. 6. Membantu (Fajar, 2009 : 78-79). Self Disclosure Pembukaan diri (self disclosure) merupakan inti dari perkembangan suatu hubungan. Secara singkat, pembukaan diri (sef disclosure) dapat didefinisikan sebagai pembukaan informasi mengenai diri sendiri, khususnya informasi pribadi kepada orang lain yang memiliki tujuan (West & Turner, 2009:199). Proses pembukaan diri sangat diperlukan dalam hubungan pertemanan, percintaan, sekalipun dalam hubungan antara anggota keluarga. Komunikasi Keluarga Fitzpatrick menyebutkan dua orientasi yang menonjol pada komunikasi dalam keluarga yaitu orientasi percakapan (conversation orientation) dan orientasi kesesuaian (conformity orientation). Selanjutnya, kedua orientasi percakapan ini menghasilkan empat jenis keluarga yang berbeda sebagaimana dijelaskan Fitzpatrick dan koleganya (LittleJohn & Foss, 2009: 288-289): 1. Tipe keluarga konsensual, tipe keluarga ini memiliki tingkat percakapan dan kesesuaian yang tinggi. Keluarga konsensual sering berbicara tetapi pemimpin keluarga biasanya salah satu orang tua membuat keputusan. Keluarga ini mengalami tekanan dalam menghargai komunikasi yang terbuka, sementara mereka juga menginginkan kekuasaan orang tua yang jelas. Para orang tua

3

biasanya menjadi pendengar yang baik bagi anak-anak mereka, tetapi mengambil keputusan dan selanjutnya menjelaskannya kepada anak-anak sebagai usaha untuk membantu mereka memahami pemikiran di balik keputusan tersebut. Orang tua dalam keluarga konsensual cenderung memiliki orientasi pernikahan yang tradisional. Ini berarti mereka akan lebih konvensional dalam memandang pernikahan serta lebih menempatkan nilai pada stabilitas dan kepastian dalam hubungan peran dari pada keragaman dan spontanitas. Mereka memiliki ketergantungan yang kuat dan memiliki banyak teman. Walaupun mereka tidak bersifat tegas dalam pertentangan, mereka tidak menghindari konflik. 2. Tipe keluarga pluralitas, tipe keluarga ini tinggi dalam percakapan tetapi rendah dalam kesesuaian, disini akan memiliki kebebasan berbicara tetapi pada akhirnya setiap orang akan membuat keputusan sendiri berdasarkan pada pembicaraan tersebut. Orientasi pernikahannya mandiri. Pernikahan mandiri juga ekspresif mereka saling merespon terhadap isyarat masing-masing dan biasanya saling memahami dengan baik dan menghargai komunikasi yang terbuka. 3. Tipe keluarga protektif, tipe keluarga ini cenderung rendah dalam percakapan tetapi tinggi dalam kesesuaian akan ada banyak kepatuhan tetapi sedikit komunikasi, mereka juga tidak memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang apa yang mereka putuskan, orang tua tipe ini cenderung digolongkan sebagai orang tua terpisah. Mereka nampaknya saling bertentangan dalam peran dan hubungan mereka. Orientasi pernikahannya terpisah. 4. Tipe keluarga laisssez-faire atau toleran, tipe keluarga ini rendah dan percakapan dan kesesuaian, tidak suka ikut campur dan keterlibatan yang rendah. Anggota keluarga sangat tidak peduli dengan yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain dan mereka benar-benar tidak mau membuang waktu untuk membicarakannya. Mereka mungkin kombinasi dari orang tua yang mandiri dan terpisah atau kombinasi yang lain. METODOLOGI PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah proses komunikasi antarpribadi para ibu bekerja pada Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan suami dan anak dalam waktu terbatas. Subjek Penelitian Subjek dari penelitian ini merujuk kepada informan yang akan dimintai informasi berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pekerja wanita di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan kriteria: 1. Tercatat sebagai pegawai tetap di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

4

2. Telah menikah dan memiliki anak. 3. Telah bekerja selama 5 tahun di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Teknik Pengumpulan Data Metode pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer Kriyantono (2006: 43) menjelaskan data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan. Adapun cara untuk mendapatkan data primer yaitu dengan wawancara mendalam. 2. Data Sekunder Data Sekunder didapat dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Teknik Analisis Data Methew B. Milles dan Michael Huberman membagi tiga alur dalam proses analisis data kualitatif yaitu: 1. Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan – catatan di lapangan 2. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengamatan tindakan 3. Penarikan kesimpulan, kesimpulan tergantung pada besarnya kumpulan catatan lapangan. (Patilima, 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis, peneliti mengetahui bahwa karakteristik ibu bekerja pada Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta yaitu orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan mulai dari SMA/SMEA hingga S1 (Srata-1), berusia diantara 44 hingga 57 tahun, telah bekerja selama 20 hingga lebih dari 30 tahun, memiliki golongan III/b sampai III/d, serta terdiri dari beragam suku seperti Bugis, Lampung, Padang, dan Jawa. Keempat informan dalam penelitian ini tergolong pekerja yang aktif dan disiplin, dimana terlihat dari keseharian keempat informan yang selalu hadir tepat waktu, selalu menyelesaikan tugas dengan baik, serta bekerja ± 10 – 12 jam/hari dari Senin – Jum’at. Tindakan yang dipilih sebagai ibu bekerja merupakan suatu kenyataan yang disebut sebagai realitas yang bermakna secara sosial (socially meaningful reality). Sebagai realitas sosial, menjadi ibu bekerja tentunya didasari dan memiliki alasan-alasan yang berorientasi ke masa lalu dan masa depan. Adapun alasan keempat informan bekerja pertama kali yaitu karena adanya keinginan membantu meringankan ekonomi keluarga dan sebagai wujud aktualisasi diri. Setelah menikah, keempat informan memutuskan untuk tetap bekerja dengan alasan yaitu untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga serta membantu suami membiayai pendidikan anak-anak mereka dalam mewujudkan cita-citanya.

5

Komunikasi menjadi hal yang essensial dan sangat diperlukan dalam keluarga. Melalui komunikasi akan terwujud apa yang diinginkan termasuk menjaga dan menciptakan harmonisasi hubungan. Dalam penelitian ini, proses komunikasi antarpribadi keempat informan ibu bekerja dengan suami dan anakanaknya terjalin dengan baik. Menurut Effendi (2001:9) yang mencoba mengutip paradigma Laswell, ada lima komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat berjalan dengan baik. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan who adalah sepasang suami istri dan orang tua (ibu) dengan anaknya yang berusaha menyampaikan pesan mereka dalam keterbatasan waktu dan jarak yang ada secara verbal melalui sebuah media langsung (face to face communication) dan media perantara seperti media elektronik (telepon genggam, BBM, Skype, E-mail) ataupun perantara berupa anggota keluarga lainnya, to whom merupakan keempat informan beserta suami dan anak-anak mereka dan with what effect merupakan hasil dari menjalin dan menjaga komunikasi diantara mereka, yaitu hubungan yang baik dan harmonis dan memelihara hubungan mereka menjadi lebih bermakna. Jadi, komponen komunikasi tetap terjalin pada ibu bekerja walaupun mereka memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dari segi waktu dan jarak dengan orang lain, khususnya dengan orang terdekat mereka yaitu pasangan hidup seperti suami dan juga buah cintanya yaitu anak-anak sehingga membantu membentuk hubungan yang harmonis diantara mereka. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemukan dalam penelitian ini salah satu kriteria yang dapat menciptakan hubungan yang harmonis adalah kualitas komunikasi. Kualitas komunikasi yang paling penting untuk menciptakan sebuah hubungan menjadi harmonis adalah adanya kepercayaan, saling mendukung, dan self-disclosure. Dapat dilihat tiga informan dalam penelitian ini yaitu Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti beserta suami dan anakanaknya saling terbuka dengan melakukan pembukaan diri mengenai hal-hal yang terjadi pada diri mereka. Berbeda halnya dengan Bu Devy beserta suami dan kedua anaknya, di dalam hubungan mereka pengungkapan diri hanya berjalan satu arah. Hal seperti ini, jika dianalisis dari teori self disclosure yang dijelaskan oleh Alo Liliweri (1991:53) menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Jika dilihat dari jendela Johari (Johari Window) maka ketiga informan dalam penelitian ini yaitu Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti berada pada bidang terbuka. Lain halnya dengan hubungan antara Bu Devy beserta suami dan kedua anaknya, dimana hubungan mereka dapat digambarkan dengan bidang tersembunyi (hidden area) yang lebih besar dibanding bidang terbuka. Fitzpatrick (LittleJohn,& Foss 288:2011) menyebutkan dua orientasi yang menonjol pada komunikasi dalam keluarga yaitu orientasi percakapan (conversation orientation) dan orientasi kesesuaian (conformity orientation). Menggunakan kedua orientasi tersebut, Fitzpatrick telah mengenali empat tipe keluarga yaitu konsensual, pluralistik, protektif, dan laissez-faire. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti terhadap keempat informan, peneliti menemukan bahwa tiga diantaranya yaitu Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti

6

beserta suami dan anaknya memiliki tipe keluarga konsensual. Pasangan orang tua dalam keluarga konsensual cenderung memiliki orientasi pernikahan yang tradisional. Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti memiliki tipe keluarga konsensual dengan membangun komunikasi yang efektif dan komunikasi yang bebas. Lain halnya yang terjadi pada Bu Devy yang memiliki tipe keluarga protektif. Tipe keluarga ini memiliki tingkat percakapan yang rendah, namun tinggi dalam kesesuaian. Bu Devy beserta suami dan kedua anaknya memiliki tipe keluarga protektif dengan banyak kepatuhan namun sedikit komunikasi diantara mereka. Bu Devy beserta suami termasuk dalam tipe pernikahan terpisah. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap keempat informan ibu bekerja dalam hubungan interaksi dengan suami dan anak, peneliti menemukan bahwa Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti beserta suami dan anakanak mereka memiliki pola hubungan perlengkapan (complementary). Berbeda halnya dengan Bu Devy beserta suami dan kedua anaknya, mereka memiliki pola hubungan simeteris (symmetrical relationship). Dapat dikatakan interaksi dalam keluarga informan ini lebih banyak bersifat linier (satu arah). Berdasarkan hasil penelitian mengenai komunikasi dalam keluarga informan ibu bekerja, peneliti menemukan bahwa pada keluarga yang memiliki pola hubungan interaksi dimana saling melengkapi (complementary) antar anggota keluarga tidak berbeda dengan keluarga yang memiliki pola hubungan interaksi yang simetris (symmetrical relationship). Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara anggota keluarga pada kedua keluarga yang sama-sama memiliki hubungan yang baik. Hal ini dimungkinkan terjadi karena masing-masing keluarga telah menerapkan dan menggunakan fungsi komunikasi keluarga dengan baik dan benar. Selain itu, adanya sikap saling percaya, saling mendukung, dan saling terbuka yang terjalin baik diantara anggota keluarga akan membantu hubungan mereka tetap harmonis. Sehingga meskipun mereka terpisah dengan salah satu anggota keluarga sekali pun hubungan mereka tetap harmonis dan komunikasi mereka juga tetap berjalan dengan baik. Meskipun proses komunikasi diantara mereka berjalan dengan baik, namun tidak dipungkiri seluruh informan juga memiliki hambatan dalam proses komunikasi dengan suami dan anak mereka. Adapun hambatan utama di dalam proses komunikasi dengan suami dan anak adalah keterbatasan waktu yang disebabkan kesibukan bekerja sehingga menyebabkan adanya kesulitan untuk bertemu dan berada bersama suami dan anak secara langsung. Adanya kondisi seperti tuntutan pekerjaan atau pun pendidikan yang menyebabkan harus tinggal terpisah dengan anggota keluarga menjadi hambatan secara fisik yang dialami oleh beberapa informan, seperti yang dialami oleh Bu Andi dan Bu Tuti. Jarak yang memisahkan Bu Andi dan Bu Tuti dengan suaminya juga terkadang membuat hambatan secara psikologis seperti perasaan rindu dan juga cemburu. Dari beberapa hambatan yang dialami tersebut, beragam cara juga di lakukan oleh ibu bekerja beserta suami dan anak-anaknya untuk membuat hubungan mereka tetap baik. Menurut Patton (1998:16), ada beberapa hal yang diperlukan agar hubungan berada pada rel utamanya, dan hal yang dilakukan oleh informan dengan suami dan anaknya untuk menjaga hubungan mereka yaitu: affection (kasih sayang), hal ini menunjukkan bagaimana perasaan dan

7

memberikan diri secara tulus dan tanpa pamrih kepada seseorang, acknowledgement (pengakuan) mengakui hak seseorang dan menghormati perasaannya, acceptance (penerimaan), memberi kesempatan kepada orang lain untuk berkembang dan memenuhi ambisinya serta menciptakan ruang untuk mencapai semuanya, dan action (tindakan), berusaha agar hubungan menjadi harmonis dan selalu mencari cara-cara untuk meningkatkan hubungan tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Ibu bekerja yang berada di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta yaitu orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan mulai dari SMA/SMEA hingga S1 (Strata 1), berusia diantara 44 hingga 57 tahun, telah bekerja selama 20 tahun hingga lebih dari 30 tahun, memiliki golongan III/b sampai III/d, serta terdiri dari beragam suku dan berbagai kondisi ekonomi keluarga. Dari keempat informan yang diteliti, peneliti menemukan bahwa Bu Hayuni dan Bu Devy memutuskan untuk menjadi ibu bekerja agar dapat membantu suami mencari nafkah, membiayai pendidikan anak-anaknya, serta menghindari kesulitan ekonomi keluarga. Sedangkan Bu Andi dan Bu Tuti memutuskan bekerja sebagai sebuah wujud aktualisasi diri atas pendidikan yang telah diterima selama di bangku pendidikan dan sebagai usaha membantu suami mencari nafkah dan membiayai pendidikan anak-anak mereka. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa keempat informan merupakan orang-orang yang aktif dan disiplin dalam bekerja serta bertanggung jawab pada pekerjaan dan keluarga. 2. Proses komunikasi keempat informan ibu bekerja dengan suami dan anakanaknya terjalin dengan baik. Meskipun pada kenyataannya keempat informan memiliki keterbatasan dari segi waktu dan jarak, terlebih pada penelitian ini ditemukan dua informan, Bu Andi dan Bu Tuti, yang tinggal terpisah dengan suami ataupun anaknya karena tuntutan pekerjaan dan pendidikan, namun komunikasi diantara mereka masih terjalin dengan baik. Keempat informan menyesuaikan kondisi dan situasi saat berkomunikasi, seperti memaksimalkan komunikasi saat sedang berjauhan dengan memanfaatkan media elektronik seperti telepon genggam, BBM, Skype, atau E-mail serta memaksimalkan komunikasi saat sedang berkumpul bersama. Adanya sikap saling percaya, saling mendukung, rasa positif, empatis, dan kesamaan diantara mereka serta keterampilan saat berkomunikasi secara tatap muka dan menggunakan media yang dilakukan oleh ibu bekerja dengan suami dan anaknya membuat hubungan mereka tetap harmonis. Dari keempat informan yang diteliti, ditemukan bahwa tiga diantaranya yaitu Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti beserta dengan suami dan anak-anaknya menjalin komunikasi yang efektif, saling terbuka, saling percaya dan mendukung. Sedangkan Bu Devy beserta suami dan anak-anaknya tidak menjalin komunikasi yang efektif, tidak saling terbuka, namun tetap menjunjung tinggi saling percaya dan saling mendukung.

8

3. Hambatan komunikasi yang utama terjadi pada keempat informan ibu bekerja dengan suami dan anak-anaknya adalah keterbatasan waktu yang disebabkan kesibukan bekerja dimana membuat mereka memiliki sedikit waktu untuk bertemu. Tidak jarang, kesibukan bekerja juga membuat lupa untuk menghubungi suami ataupun anak-anak mereka, seperti yang dialami Bu Devy. Selain itu, adanya kondisi tuntutan pekerjaan ataupun pendidikan yang menyebabkan harus tinggal terpisah dengan anggota keluarga menimbulkan hambatan secara psikologis berupa rasa rindu dan cemburu, serta protes dari anak juga menjadi hambatan lainnya bagi Bu Andi dan Bu Tuti. Namun, dari hambatan-hambatan yang terjadi beragam cara juga dilakukan oleh keempat informan ibu bekerja beserta suami dan anak-anaknya untuk membuat hubungan mereka tetap baik dan harmonis seperti memberikan perhatian dan kasih sayang, pengakuan, penerimaan, dan tindakan berupa memaksimalkan dan menjaga komunikasi melalui media telepon, serta memanfaatkan waktu luang untuk berkumpul bersama-sama. 4. Skema hubungan dalam keluarga keempat informan, ditemukan bahwa tiga diantaranya yaitu Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti memiliki tipe keluarga konsensual, sedangkan Bu Devy memiliki tipe keluarga protektif. Bu Andi, Bu Hayuni, dan Bu Tuti beserta suaminya memiliki tipe pernikahan tradisional. Sedangkan informan Bu Devy beserta suaminya memiliki tipe pernikahan terpisah. Saran Setelah melakukan penelitian mengenai proses komunikasi antar pribadi dalam keluarga ibu bekerja ini, peneliti memberikan saran yang kiranya bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Saran penelitian, penelitian selanjutnya disarankan untuk lebih memperhatikan situasi dan kondisi saat proses wawancara. Usahakan untuk mencari tempat yang tenang dan nyaman, sehingga lebih dapat menjaga konsentrasi responden saat di wawancarai. Selain itu, usahakan untuk melakukan observasi langsung dalam keluarga informan. Peneliti juga dapat memahami teknik wawancara dengan baik, sehingga masalah penelitian dapat digali lebih dalam lagi. 2. Saran kaitan akademis, peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode kuantitatif dalam mengukur dan membandingkan kepuasan suami dan anak dalam keluarga dengan kondisi ibu bekerja. 3. Saran kaitan praktis, perempuan-perempuan yang sudah menjadi atau yang ingin menjadi ibu bekerja untuk lebih mempersiapkan kesiapan mental dan lebih bisa menjaga komunikasi dengan suami dan anak-anak, membangun komunikasi yang berkualitas dalam keterbatasan waktu yang dimiliki bersama suami dan anak-anak serta menjunjung tinggi saling percaya dan saling mendukung untuk menjaga keharmonisan hubungan keluarga. Berikan perhatian-perhatian lebih berupa kasih sayang dan manfaatkan waktu luang untuk suami dan anak agar selalu tercipta kedekatan emosional.

9

DAFTAR REFERENSI Effendy, Onong Uchana. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Universitas Mercu Buana. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi, Theories of Human Communication (9thed). Jakarta: Salemba Humanika. Patilima, Hamid. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Patton, Patricia. 1998. Kecerdasan Emosional Membangun Hubungan. Jakarta: Pustaka Delapratasa. West, Richard dan Turner Lynn H. 2009. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

10