Case Study : Pembuatan Kebijakan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2008
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................................... i Problem Overiew ................................................................................................................. 1 Pertanyaan .......................................................................................................................... 1 Naskah Akademik................................................................................................................ 2 BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 2 1. 1 Latar Belakang..................................................................................................... 2 1.2 Tujuan................................................................................................................... 3 BAB II PELAYANAN DARAH ......................................................................................... 5 BAB III LANDASAN HUKUM.......................................................................................... 6 3.1 Landasan Konstitusional....................................................................................... 6 3.2 Peraturan Perundang-Undangan Terkait .............................................................. 6 BAB IV MATERI MUATAN PELAYANAN DARAH ....................................................... 8 4.1. Ketentuan Umum ................................................................................................. 8 4.2. Rumusan Pengertian ........................................................................................... 8 4.3. Tanggung Jawab ........................................................................................... 9 4.4 Pengorganisasian .......................................................................................... 9 4.5. Pengamanan Darah........................................................................................ 10 4.6. Sarana Dan Tenaga........................................................................................ 10 4.7. Pembiayaan .................................................................................................... 10 4.8. Perizinan...................................................................................................... 10 4.9. Akreditasi ..................................................................................................... 11 4.10. Penelitian Dan Pengembangan ....................................................................... 11 4.11. Pengawasan .................................................................................................... 11 4.12. Ketentuan Peralihan......................................................................................... 11 4.13. Ketentuan Penutup.................................................................................. 11 Pertanyaan ........................................................................................................................ 12 Rancangan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pelayanan Darah ..................................... 13 PENUTUP ......................................................................................................................... 33 Kesimpulan ................................................................................................................... 33 Saran............................................................................................................................. 33
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan memudahkan proses belajar mengajar di Universitas Indonesia, khususnya untuk Topik Kebijakan Kesehatan, penulis membuat Seri Studi Kasus tentang Pembuatan Kebijakan Kesehatan. Studi kasus ini dikembangkan dari kegiatan belajar mengajar berbagai Mata Ajaran di tingkat Pascasarjana dan Sarjana tentang Kebijakan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Sebagai penanggung jawab Mata ajaran tentang Pembuatan Kebijakan Kesehatan di lingkungan FKM UI, penulis merasa perlu untuk menyusun Studi Kasus ini agar dapat merangsang kreativitas dan memberikan perspektif yang komprehensif dan luas sambil mengasah daya nalar yang kritis dari setiap mahasiswa dalam mempelajari berbagai aspek dalam pembuatan kebijakan publik di sektor kesehatan. Seluruh topik dan format, serta sebagian isi yang ada pada Seri Studi Kasus ini penulis susun sebagai penugasan pada mahasiswa untuk selanjutnya dielaborasi menjadi sebuah makalah ilmiah. Hasil dari penyusunan makalah ilmiah ini penulis sempurnakan menjadi Studi Kasus untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran topik Pembuatan Kebijakan Kesehatan terutama di lingkungan Universitas Indonesia. Adanya kelengkapan struktur Studi Kasus yang meliputi: Naskah Akademik & Draft Pasal Peraturan Perundangan yang diusulkan. Naskah Akademik memuat substansi: Pendahuluan, Tinjauan Masalah, Landasan Hukum, Materi Muatan, Penutup, Daftar Pustaka. Struktur ini diharapkan dapat membantu mahasiswa menyusun sebuah kebijakan berdasarkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health problem-based) yang dilengkapi dengan sintesis & analisis, dikemas berdasarkan teori dan perspektif ilmiah dalam sebuah Naskah Akademik, dan kemudian diuraikan dalam konstruksi sebuah Draft Peraturan Perundangan. Kepustakaan utama yang digunakan dalam penyusunan Studi Kasus ini adalah Sistem Kesehatan, Wiku Adisasmito (2007), Making Health Policy, Kent Buse, et al (2006), The Health Care Policy Process, Carol Barker (1996), Health Policy, An Introduction to Process and Power, Gill Walt (1994), dan UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Dengan demikian diharapkan studi kasus ini dapat memberikan materi komplit yang diperlukan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar. Penulis ucapkan terima kasih kepada Sdr Nurmuhammad, mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM UI Angkatan 2006/2007 yang telah membantu menyusun makalah yang kemudian makalah tersebut dimodivikasi oleh penulis sebagai studi kasus. Mohon maaf apabila ada kekurangan / kesalahan dalam penyusunan materi Studi Kasus ini. Kritik dan saran akan membantu penulis dalam upaya meningkatkan kualitas Studi Kasus ini. Semoga kita semua selalu mendapatkan ridlo Illahi dalam menuntut ilmu agar bermanfaat. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Depok, 27 Februari 2008
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
i
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pelayanan Darah
Problem Overiew Pemakaian darah sebagai salah satu obat yang belum ada gantinya semakin meningkat, sedangkan sumber darah itu masih tetap manusia sendiri hal mana menimbulkan kepincangan antara pengadaan darah dan kebutuhan darah yang dapat menimbulkan terjadinya jual beli darah yang tidak sesuai dengan falsafah bangsa dan tidak sesuai pula dengan resolusi yang diambil Kongres Internasional Palang Merah ke XXII di Teheran pada tahun 1973 maupun World Health Assembly ke XXVIII tahun 1974. WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada di negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80% populasi dunia yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman. Pertanyaan 1. Apa yang melatarbelakangi pembuatan naskah akademik tersebut ? 2. Apa yang menjadi tujuan pembuatan naskah akademik tersebut? 3. Apa landasan konstitusional dan landasan hukum lainnya yang mendasarinya?
1
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Naskah Akademik
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfusi darah telah diselenggarakan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) sejak tahun 1950 dalam rangka membantu rumah sakit militer dan sipil setelah diserahkan oleh tentara Belanda dan Pemerintah sipilnya. Sebelumnya transfusi darah diselenggarakan oleh NERKAI (Nederlandse Rode Kruis Afdeling Indonesie = Palang Merah Belanda Bagian Indonesia) yang dimulai pada tahun 1945. Sebagai usaha rutin pekerjaan tersebut diteruskan oleh Palang Merah Indonesia dan pada mulanya tidak menemukan hambatan. Setelah Reglement op den Dienst der Volksgezondheid yang berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda diganti dengan Undangundang tentang Kesehatan dikeluarkan, namun ketentuan khusus mengenai usaha transfusi darah belum diatur, maka perlu usaha tranfusi darah tersebut diatur secara tersendiri dengan suatu Peraturan Pemerintah. Pada hakekatnya upaya transfusi darah merupakan bagian penting dari tugas Pemerintah di bidang pelayanan kesehatan rakyat dan juga merupakan suatu bentuk pertolongan sesama umat manusia. Disamping aspek pelayanan kesehatan, terkait pula aspek sosial, organisasi, interdependensi Nasional dan Internasional yang luas, baik dalam rangka kerjasama antar Pemerintah maupun antar Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional. Pemakaian darah sebagai salah satu obat yang belum ada gantinya semakin meningkat, sedangkan sumber darah itu masih tetap manusia sendiri hal mana menimbulkan kepincangan antara pengadaan darah dan kebutuhan darah yang dapat menimbulkan terjadinya jual beli darah yang tidak sesuai dengan falsafah bangsa dan tidak sesuai pula dengan resolusi yang diambil Kongres Internasional Palang Merah ke XXII di Teheran pada tahun 1973 maupun World Health Assembly ke XXVIII tahun 1974. Sehubungan hal tersebut di atas maka ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 yang mengatur pengadaan dan penyumbangan darah, pengolahan dan pemindahan darahnya sendiri dalam arti yang luas dan mengingat faktor-faktor kesukarelaan donor, larangan untuk memperdagangkan darah dan pengawasan tentang pelaksanaannya. Peraturan Pemerintah tersebut telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 478/Menkes/Per/X/1990 tentang Upaya Kesehatan Tranfusi Darah. Namun Peraturan Pemerintah tersebut saat ini sudah harus disesuaikan dengan perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi di bidang kesehatan. Sebagai penjabaran dari visi Departemen Kesehatan yaitu masyarakat yang mendiri untuk hidup sehat, maka tujuan yang ingin dicapai adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasilguna dan berdayaguna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan diatur dalam pasal 35 bahwa transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu serta harus dipenuhi ketentuan syarat dan Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
2
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
tata cara transfusi darah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Transfusi darah bila digunakan dengan benar dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman dan meminimalkan resiko transfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional, pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi resiko rendah, pelaksanaan skrining terhadap semua donor dari penyebab infeksi antara lain HIV/AIDS, virus hepatitis, sifilis dan lainnya, serta pelayanan laboratorium yang baik disemua aspek termasuk golongan darah, uji kompatibilitas, persiapan komponen, penyimpanan dan transportasi darah/komponen darah, mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan penentuan indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat, dan indikasi cara alternatif transfusi. Pada tahun 1988, WHO mengeluarkan rekomendasi Developing a National Policy and Guidelines on the Clinical Use of Blood. Rekomendasi ini membantu negara anggota dalam mengembangkan dan implementasi kebijakan nasional dan pedoman serta menjamin kerjasama aktif diantara pelayanan transfusi darah dan klinisi dalam mengelola pasien yang memerlukan transfusi. Dalam penyelenggaraan upaya transfusi darah, Departemen Kesehatan mempunyai peranan sebagai berikut :
Departemen Kesehatan mempunyai peranan yang penting, utama dan pertama dalam memantau penyelenggaraan upaya transfusi darah. Departemen Kesehatan mempunyai kewenangan untuk membina, mengawasi dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya transfusi darah. Departemen Kesehatan berkewajiban untuk berdaya upaya mencukupi kebutuhan darah untuk transfusi darah.
Dalam memainkan peranan tersebut, Departemen Kesehatan juga secara terus menerus : Membina dan mengawasi UTD PMI yang ada. Membuat, menggerakkan adanya UTD Departemen Kesehatan atau Pemerintah Daerah bila tidak ada/tidak sanggup dilakukan oleh PMI. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan penyelenggaraan UTD di Indonesia. Memonitor dan mengevaluasi penggunaan dana yang dikeluarkan berdasarkan APBN/BLN Departemen Kesehatan untuk kegiatan transfusi darah. Berdasarkan hal tersebut diperlukan penataan ulang melalui Peraturan Pemerintah sebagai perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah. 1.2 Tujuan Tujuan disusunnya Naskah Akademik RPP tentang Pelayanan Darah adalah sebagai bahan/masukan/materi muatan bagi penyusunan RPP tentang Pelayanan Darah sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1980. Pengaturan kembali peraturan perundang-udangan ini juga bertujuan: Memberikan perlindungan kepada penerima jasa pelayanan darah. 3
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Memberikan kepastian hukum kepada pendonor darah dan penerima pelayanan darah. Memberikan perlindungan hukum kepada pelaksana pelayanan (UTD, BDRS, Klinisi). Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan darah. Memperjelas peran dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing stakeholder (Departemen Kesehatan, PMI, Pemerintah Daerah, dan Rumah Sakit).
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
4
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
BAB II PELAYANAN DARAH
Darah adalah materi biologis yang diproduksi oleh tubuh manusia dalam jumlah yang terbatas dan belum dapat disintesis di luar tubuh. Pengadaannya hanyalah dari donasi secara sukarela yang dilakukan para donor darah. Di luar tubuh manusia, darah merupakan materi biologis yang labil. Untuk mempertahankan viabilitasnya diperlukan nutrien dan antikoagulan serta persyaratan suhu tertentu. Disamping itu melalui darah transfusi dapat ditularkan beberapa penyakit yang disebut dengan istilah Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD). Penyakit yang banyak ditemui adalah HIV/AIDS, Hepatitis C, Hepatitis B, Sifilis disamping Malaria dan Jamur. Oleh sebab itu penyelenggaraan pelayanan darah melibatkan banyak sektor dan harus dilakukan sebaik mungkin. Secara keseluruhan hal ini merupakan tanggung jawab Pemerintah untuk melindungi masyarakat dari segala resiko penyelenggaraan yang tidak bertanggung jawab. Untuk mendapatkan darah yang siap ditranfusikan diperlukan upaya-upaya, mulai dari penggalangan masyarakat agar rela menyumbangkan sebagian darahnya (recruitment donor), masyarakat yang mau menyumbangkan darahnya ini masih perlu disaring lagi (seleksi donor) untuk menghindari resiko bagi penyumbang darah maupun penerima. Darah yang didapat dari para donor sukarela (collecting blood), hatus dilakukan pengamanan dengan melakukan seleksi melalui pemeriksaan skreening darah terhadap penyakit IMLTD, meski hasil skreening non aktif, belum berarti darah terjamin bebas, karena pada window period belum bisa terdeteksi. Pemeriksaan skreening darah transfusi ini dilakukan di Unit Transfusi Darah (UTD). Darah yang telah dinyatakan aman untuk transfusi disimpan dan didistribusikan kepada sarana pelayanan kesehatan (Bank Darah RS) sebagai stok persiapan penggunaan setiap saat. Seluruh kegiatan harus dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi dan mengikuti standar operasional prosedur dengan ketat dalam manajemen yang tersistem, lengkap dengan pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian yang penting untuk kepentingan penelusuran kembali dan perbaikan kualitas. UTDRS merupakan bagian dari manajemen RS, maka seluruh kegiatan mulai dari penggalangan donor, penyediaan darah aman sampai pada tindakan medis pemberian darah transfusi adalah tanggung jawab RS tersebut. Agar stok darah dan kualitas pelayanan terjamin maka BDRS harus membuat kesepakatan tertulis dengan UTD pemasok darah transfusi yang aman serta ikut aktif dalam jejaring pelayanan darah setempat. Kebutuhan darah transfusi akan selalu ada pada sarana-sarana pelayanan kesehatan terutama RS, sehingga perlu kepastian bahwa RS tersebut mampu menyediakan darah transfusi yang aman. Sepanjang kepastian pemenuhan prediksi kebutuhan dapat dipenuhi oleh UTD diluar RS, maka yang terbaik adalah RS hanya memiliki Bank Darah Rumah Sakit (BDRS), namun bila hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka RS mempunyai kewajiban untuk mengupayakan sendiri ketersediaan darah transfusi yang aman dengan mengambil darah dari vena donor (afftap), melakukan pengamanan darah, pengolahan (bila perlu) serta penyimpanan sebagai stock. Seluruh kegiatan tersebut harus sesuai standar.
5
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
BAB III LANDASAN HUKUM
3.1 Landasan Konstitusional Undang – undang Dasar 1945 mengamanatkan agar Negara menjamin hak-hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan serta jaminan sosial tanpa diskriminasi, baik bagi yang secara ekonomi mampu maupun yang miskin dan anak-anak terlantar, sebagaimana tercantum dalam : a. Pasal 28 H berbunyi : (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun. b. Pasal 34 berbunyi : (1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dengan Undang-undang. 3.2 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Berkaitan dengan kesehatan, Pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan. Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin. Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
6
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan darah antara lain : Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 33 (1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi. (2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial. Pasal 35 (1) Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 80 ayat (3) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), didenda dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah Peraturan Pemerintah ini perlu diubah dengan perkembangan yang ada pada saat ini dan disesuaikan dengan Undang-undang Kesehatan dan Iptek transfusi darah antara lain meliputi : Pengamanan darah dari proses pengerahan, pengambilan darah, pengolahan darah, penyimpanan darah dan pendistribusian darah. Sarana pelayanan transfusi darah. Perizinan sarana pelayanan transfusi darah. Tenaga transfusi darah. Pengiriman dan penerimaan darah dari dan ke Indonesia. Demikian juga perlu dikaji berbagai peraturan pelaksanaan upaya transfusi darah yang meliputi : Permenkes Nomor : 478/Menkes/Per/X/1990 tentang Upaya Kesehatan di Bidang Transfusi Darah. Kepmenkes Nomor : 622/Menkes/SK/VII/1992 tentang Kewajiban Pemeriksaan HIV pada Darah Donor. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor 1147/Yanmed/RSKS/1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permenkes Nomor : 478/Menkes/Per/X/1990 tentang Upaya Kesehatan di Bidang Transfusi Darah.
7
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
BAB IV MATERI MUATAN PELAYANAN DARAH 4.1. Ketentuan Umum Ketentuan umum ini memberikan pengertian-pengertian, atau batasan-batasan terhadap istilah ilmiah, terminologi, yang dimuat dalam rancangan PP Pelayanan Darah. Batasan yang digunakan dalam Rancangan PP ini diupayakan dengan : (1) Menggunakan bahasa yang positif, (2) Jelas, tidak ditafsirkan lain, dan (3) Hal-hal yang sudah jelas, umum tidak perlu diberikan definisi. 4.2. Rumusan Pengertian Pengertian yang terdapat dalam rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah ini, antara lain : Pelayanan Darah adalah upaya pelayanan kesehatan melalui a. pengambilan dan pemberian darah dan atau komponennya untuk tujuan penyelamatan nyawa manusia. b. Transfusi darah adalah upaya kesehatan yang terdiri dari serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor, pengamanan, pengolahan darah dan tindakan medis pemberian darah kepada resipien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. c. Pelayanan Apheresis adalah teknologi medis yang merupakan proses pengaliran darah dari donor atau pasien melalui suatu alat yang memisahkan salah satu pilihan dan mengembalikan selebihnya ke dalam sirlulasi. Pelayanan Fraksionasi Plasma adalah tindakan pemilahan derivat d. plasma. e. Pelayanan Stemcel Darah adalah pelayanan kesehatan yang memanfaatkan sel induk darah untuk kepentingan pengobatan, penelitian dan pengembangan. f. Darah adalah darah manusia yang terdiri dari komponen sel dan komponen cair berupa plasma. Darah transfusi adalah darah yang diambil dan diolah secara khusus g. untuk transfusi. h. Produk plasma adalah produk protein sebagai hasil penguraian plasma, seperti albumin, globulin, faktor VIII, faktor IX, dan lain-lain. i. Donor darah adalah orang yang menyumbangkan darahnya untuk maksud dan tujuan transfusi darah. j. Resipien adalah orang yang menerrima darah atau komponennya melalui tindakan medis. k. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang memenuhi persyaratan dan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan tindakan medis pelayanan darah. l. Unit Transfusi Darah disingkat UTD adalah sarana kesehatan yang melaksanakan kegiatan pengumpulan darah dari donor darah, pengamanan darah serta mendistribusikan darah yang aman.
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
8
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
m.
n. o. p.
4.3.
Palang Merah Indonesia disingkat PMI adalah Organisasi Kepalangmerahan yang salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan pengerahan dan pelestarian donor dan diserahi tugas oleh Menteri untuk membentuk UTD. Bank Darah Rumah Sakit disingkat BDRS adalah unit kerja Rumah Sakit yang menerima dan menyimpan darah dari UTD untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit Pemerintah Daerah adalah pemerintah propinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang kesehatan.
Tanggung Jawab
Tanggung jawab masing-masing stakeholder perlu digariskan untuk memberikan kepastian hukum. Stakeholder dan tanggung jawab dimaksud adalah : a. Pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan darah yang aman dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. b. Menteri dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan darah. c. Palang Merah Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan transfusi darah. d. Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada poin (b), Menteri membentuk Komite Transfusi Darah. e. Keanggotaan Komite Transfusi Darah terdiri dari unsur Departemen Kesehatan, Departemen/ Badan terkait, PMI, Pemerintah Daerah, perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lain-lain. f. Fungsi Komite Transfusi Darah adalah merumuskan kebijakan dan strategi nasional transfusi darah. g. Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada poin (b), Pemerintah Daerah dapat membentuk Komite Transfusi Darah. 4.4
Pengorganisasian a.
b.
c.
9
UTD PMI adalah unit milik PMI yang melaksankan tugas sebagai UTD yaitu mengumpulkan darah dari para donor, melakukan pengamanan terhadap darah donor agar aman bagi pasien penerima transfusi darah (tidak tertular penyakit IMLTD). URD Rumah Sakit (UTDRS) merupakan salah satu bidang di RS yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengumpulan darah dari donor, pengamanan darah, pengolahan darah menjadi komponen, melakukan penyimpanan, uji silang serasi, distribusi ke ruang perawatan serta pencatatan dan pelaporan. Bank darah RS (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di RS yang menerima dan menyimpan darah dari UTD untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan RS.
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
d.
Balai Besar Darah merupakan suatu unit yang menlakukan koordinasi pelaksanaan pelayanan darah.
4.5. Pengamanan Darah Pengamanan darah dimulai dari pengerahan donor darah sukarela yang berasal dari masyarakat yang sehat dengan pola hidup yang tidak beresiko untuk mendapatkan darah donor dengan resiko rendah. Hal ini dilakukan dengan mengingat adanya window period atau waktu tenggang dari masuknya virus ke dalam darah manusia sampai terdeteksi melalui test uji saring. Dengan adanya waktu tenggang ini, meskipun hasil test uji saring tidak terdeteksi, kemungkinan darah tercemar tercemar virus masih ada. Pengerahan donor dapat dilakukan oleh seluruh stakeholder. Petugas UTD melakukan seleksi terhadap calon donor yang dikerahkan untuk mendapatkan donor yang sehat dengan resiko rendah. Selanjutnya petugas UTD melakukan pengambilan darah dari vena donor lalu dikumpulkan dalam kantong darah dan sebagian (10 – 15 cc) dikumpulkan dalam tabung khusus untuk sampel. Pada kantong darah dilakukan labeling yang sesuai denganlabel di tabung sampel. Proses pengambilan darah dari donor harus memenuhi standar tertentu untuk menghindari resiko bagi donor maupun pasien yang akan menerima darah. Pelaksanaan proses ini harus mengikuti Standard Operating Prosedur (SOP) dan standar kantong darah yang menjamin terhindarnya darah dari infeksi virus, kuman, atau jamur. Darah yang diterima dari donor disimpan dalam blood refrigerator dengan suhu 20 6 C. Pendistribusian darah juga harus dilakukan dengan Standard Operating Prosedur (SOP) yang berlaku dan tetap dijaga dalam suhu 2-6 0C. Pemberian darah atau komponen darah kepada pasien berdasarkan indikasi yang rasional dan tindakan medis, transfusi darah dilakukan mengikuti Standard Operating Prosedur (SOP) tertentu. Seluruh proses dilaksanakan oleh petugas yang memiliki kompetensi dan berwenang untuk itu.
4.6. Sarana Dan Tenaga Mengingat proses pengaman darah merupakan proses yang penting dalam menjamin keamanan pasien dan donor, maka perlu didukung oleh sarana yang memenuhi standar keamanan dan dilakukan oleh tenaga yang terlatih. 4.7. Pembiayaan Pembiayaan dalam pengadaan darah yang aman sejak dari rekruitmen donor sampai kepada tindakan medis transfusi darah berasal dari subsidi pemerintah dan masyarakat. 4.8.
Perizinan
Perizinan yang diperlukan terhadap UTD dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
10
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
4.9.
Akreditasi
Akreditasi perlu dilakukan oleh Departemen Kesehatan terhadap UTD yang telah beroperasional. 4.10. Penelitian Dan Pengembangan Penelitian dan pengembangan pelayanan darah dilakukan oleh UTD maupun RS Pendidikan yang mampu, untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik. 4.11. Pengawasan Pembinaan dan pengawasan dilakukan secara berjenjang dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan. 4.12. Ketentuan Peralihan Dalam rangka untuk mengatasi terjadinya kekosongan hukum apabila peraturan pemerintah telah disahkan tetapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan darah tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dan belum dicabut. Maka perlu dibunyikan dalam pasal peralihan perauran pemerintah ini. Pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan transfusi darah masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pelaksanaan transfusi darah sesuai PP Nomor 18 tahun 1980 tentang Transfusi Darah, masih tetap berlaku. 4.13.
Ketentuan Penutup
Materi yang diatur biasanya menyangkut pencabutan materi suatu peraturan pemerintah dan pemberlakuan peraturan pemerintah yang baru.
11
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pertanyaan
1. Bentuk rancangan kebijakan apa yang perlu dibuat dalam konteks tersebut di atas? 2. Bagaimana Kerangka Pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang diperlukan ? 3. Materi muatan apa saja yang diatur? 4. Apakah format yang
sudah sesuai dengan aturan sistematika penyusunan
peraturan perundangan? 5. Apakah rancangan kebijakan sudah aspiratif sesuai dengan masalah yang ada? 6. Apakah ada korelasi antara naskah akademik dengan rancangan kebijakan yang dibuat?
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
12
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Rancangan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pelayanan Darah
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR………….TAHUN………… TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 35 ayat (2) UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang transfusi darah termasuk sarana pelayanannya; bahwa mengatur tentang transfusi darah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi kedokteran; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah. Mengingat : 1. Republik Indonesia Tahun 1945;
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4493); Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
13
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); MEMUTUSKAN Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAYANAN DARAH
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pelayanan Darah adalah upaya pelayanan kesehatan melalui pengambilan dan pemberian darah dan atau komponennya untuk tujuan penyelamatan nyawa manusia. Transfusi darah adalah upaya kesehatan yang terdiri dari serangkaian 2. kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor, pengamanan, pengolahan darah dan tindakan medis pemberian darah kepada resipien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 3. Pelayanan Apheresis adalah teknologi medis yang merupakan proses pengaliran darah dari donor atau pasien melalui suatu alat yang memisahkan salah satu pilihan dan mengembalikan selebihnya ke dalam sirlulasi. Pelayanan Fraksionasi Plasma adalah tindakan pemilahan derivat 4. plasma. Pelayanan Stemcell Darah adalah pelayanan kesehatan yang 5. memanfaatkan sel induk darah untuk kepentingan pengobatan, penelitian dan pengembangan. 6. Darah adalah darah manusia yang terdiri dari komponen sel dan komponen cair berupa plasma. 7. Darah transfusi adalah darah yang diambil dan diolah secara khusus untuk transfusi. 8. Produk plasma adalah produk protein sebagai hasil penguraian plasma, seperti albumin, globulin, faktor VIII, faktor IX, dan lain-lain. 9. Donor darah adalah orang yang menyumbangkan darahnya untuk maksud dan tujuan transfusi darah. 10. Resipien adalah orang yang menerrima darah atau komponennya melalui tindakan medis. 11. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang memenuhi persyaratan dan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan tindakan medis pelayanan darah. 12. Unit Transfusi Darah disingkat UTD adalah sarana kesehatan yang melaksanakan kegiatan pengumpulan darah dari donor darah, pengamanan darah serta mendistribusikan darah yang aman.
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
14
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
13. Palang Merah Indonesia disingkat PMI adalah Organisasi Kepalangmerahan yang salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan pengerahan dan pelestarian donor dan diserahi tugas oleh Menteri untuk membentuk UTD. Bank Darah Rumah Sakit disingkat BDRS adalah unit kerja Rumah 14. Sakit yang menerima dan menyimpan darah dari UTD untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit. 15. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 16. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang kesehatan. BAB II TANGGUNG JAWAB Pasal 2 (1)
Pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan darah yang aman dalam pembiayaannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (2) Menteri dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan darah. (3) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri dapat menunjuk unit tertentu untuk melaksankan pelayanan darah. Pasal 3 Dalam melaksanakan pengawasan dan pembinaan pelayanan darah, Menteri membentuk badan/unit di lingkungan Departemen Kesehatan. Badan/unit sebagimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu Menteri dalam menyelenggarakan pelayanan darah. BAB III PELAYANAN DARAH Bagian Kesatu Umum Pasal 4 Pelayanan darah merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan sistem kesehatan. Pelayanan darah bersifat sosial dan tidak dipergunakan untuk mencari keuntungan. Jenis pelayanan darah terdiri dari pelayanan transfusi darah, apheresis, fraksionasi plasma dan pelayanan stemcell darah. Pasal 5 Pengiriman atau penerimaan darah dan atau komponennya dari dan ke Indonesia hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri. Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan atas permintaan tertulis disertai penjelasan yang menyangkut antara lain : Jenis dan jumlah darah. Tujuan pengiriman dan penerimaan. Negara tujuan atau negara asal.
15
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kedua Organisasi Pelayanan Darah Pasal 6 Organisasi pelayanan darah terdiri dari organisasi di tingkat pusat dan daerah. Organisasi di tingkat pusat meliputi Departemen Kesehatan dan Badan/unit yang dibentuk Menteri. Organisasi di tingkat daerah meliputi Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan Unit Transfusi Darah. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. BAB IV PELAYANAN TRANSFUSI DARAH Bagian Kesatu Umum Pasal 7 Pelayanan transfusi darah meliputi rangkaian kegiatan pengerahan dan pelestarian donor, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, pendistribusian, pemeriksaan uji silang serasi dan tindakan medis pemberian darah kepada resipien. Bagian Kedua Pengerahan dan Pelestarian Donor Pasal 8 Menteri mengatur pengerahan dan pelestarian donor darah serta membina dan mengawasi kelompok donor darah sukarela. Dalam rangka pelestarian donor darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menteri dapat menunjuk instansi atau organisasi lain. Pasal 9 Dalam melaksanakan pengerahan dan pelestarian donor darah harus memperhatikan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Bagian Ketiga Pengamanan Pasal 10 Pengamanan pelayanan transfusi darah harus dilaksanakan pada kegiatan pengerahan dan pelestarian donor, pengambilan darah, pengolahan darah, penyimpanan darah, pendistribusian, dan pemberian darah. Pengamanan darah harus dilaksanakan untuk menjaga keselamatan pasien, petugas dan donor serta masyarakat dari penularan penyakit akibat transfusi darah.
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
16
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Bagian Keempat Pengambilan Darah Pasal 11 Proses pengambilan darah memperhatikan keselamatan donor dan petugas. Donor darah dilakukan secara sukarela tanpa pamrih. Darah dilarang diperjualbelikan dengan alasan apapun. Pasal 12 Petugas wajib memberikan informasi terlebih dahulu kepada donor mengenai resiko pengambilan darah. Donor harus memberikan informasi yang benar perihal kesehatan dan perilaku hidupnya. Donor wajib diperiksa kesehatannya terlebih dahulu oleh dokter yang berkompeten dan berwenang. Darah hanya dapat diambil dari donor sukarela sehat dan berperilaku sehat serta memenuhi kriteria seleksi dan mendapat persetujuan tertulis dari donor dan dilakukan sesuai dengan standar pengambilan darah. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan peraturan Menteri. Bagian Kelima Pengolahan Darah Pasal 13 Pengolahan darah harus dilaksanakan sesuai dengan standar, meliputi uji saring terhadap infeksi penyakit menular lewat transfusi darah, pengolahan komponen darah, pengolahan produk plasma dan menjamin pengamanan kerahasiaan hasil pemeriksaan darah. Pengolahan darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menyiapkan darah yang aman dan siap pakai untuk transfusi atau pengolahan lain menjadi komponenkomponen darah, sesuai dengan kebutuhan pelayanan darah. Dalam hal terdapat hasil pengolahan darah yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan standar harus dilakukan pemusnahan sesuai persyaratan kesehatan lingkungan. Penggunaan metode uji saring terhadap infeksi penyakit menular perlu dievaluasi secara berkala sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi uji saring. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Bagian Keenam Penyimpanan Darah Pasal 14 Penyimpanan darah harus memenuhi persyaratan teknis penyimpanan yang meliputi suhu, tempat, lama penyimpanan dan persyaratan lain untuk memelihara mutu darah. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar penyimpanan darah ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketujuh Pendistribusian Darah Pasal 15 17
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Untuk menjamin keamanan dan kelancaran pelayanan darah maka pendistribusian harus dilakukan secara tertutup. Pendistribusian darah harus sesuai standar dan memperhatikan pemerataan pelayanan sesuai dengan kebutuhan. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedelapan Pemberian Darah Pasal 16 Pemberian darah aman hanya dilaksanakan untuk mengatasi kondisi yang dapat menyebabkan kesakitan atau kematian yang tidak dapat dicegah atau diatasi secara tindakan medis. Untuk keamanan pasien harus dilakukan uji saring serasi antara darah donor dengan darah resipien sesuai dengan standar sebelum tindakan medis transfusi darah. Pemberian darah hanya dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan harus dilakukan pemantauan sesuai standar. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Bagian Kesembilan Fasilitas Pelayanan Transfusi Darah Pasal 17 Penyelenggaraan penyediaan darah transfusi ditugaskan kepada UTD yang ditetapkan oleh Menteri. UTD menyerahkan darah yang telah dinyatakan aman kepada Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) sebagai persediaan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi stándar pelayanan UTD dan BDRS yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 18 Penanggung jawab unit transfusi darah adalah dokter yang kompeten dan berwenang dalam bidang transfusi darah. Penanggung jawab tindakan medis pemberian darah kepada resipien adalah dokter yang kompeten dan berwenang dalam bidangnya yang mengacu kepada Pedoman Penggunaan Darah Rasional yang ditetapkan oleh Menteri. Pelaksanaan penyediaan darah aman oleh UTD harus dilakukan oleh tenaga teknisi transfusi darah dan tenaga kesehatan lainnya yang berwenang. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknisi transfusi darah, pemerintah harus menyediakan tenaga transfusi darah sesuai dengan kebutuhan pelayanan transfusi darah. Pelaksanaan tindakan medis transfusi darah harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang. Pasal 19 Pendidikan dan latihan untuk tenaga pelaksana transfusi darah diselenggarakan oleh badan atau institusi yang kompeten dan mendapat persetujuan Menteri. Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
18
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Bagian Kesepuluh Jejaring Pelayanan Transfusi Darah Pasal 20 Untuk menjamin mutu, keamanan, akses, rujukan dan efisiensi pelayanan darah perlu dibentuk jejaring pelayanan transfusi darah. Jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua institusi terkait dengan pelayanan transfusi darah. Jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari jejaring tingkat Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Pembentukan jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh sistem informasi yang efektif dan efisien sesuai perkembangan teknologi. Bimbingan teknis pelayanan transfusi darah. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. BAB V PELAYANAN APHERESIS Pasal 21 Pelayanan apheresis meliputi tindakan seleksi donor, persetujuan donor, pengambilan komponen tertentu dan pemberian komponen kepada resipien. Pasal 22 Seleksi donor meliputi tindakan seleksi secara umum bagi donor, pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta riwayat kesehatan donor bebas dari penyakit. Persetujuan donor adalah persetujuan yang diberikan oleh donor secara tertulis setelah mendapatkan informasi tentang tindakan medis dan risikonya. Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah risiko tertular penyakit dan gangguan fungsi organ. Tindakan medis sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan tindakan pengaliran darah donor kedalam mesin apheresis dan pengembalian darah setelah komponen tertentu dipisahkan. Pasal 23 Tenaga pelaksana pelayanan apheresis dilakukan oleh dokter yang kompeten dan berwenang. Pelayanan apheresis hanya dapat dilakukan di rumah sakit sesuai ketentuan yang berlaku. Sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan dalam pelayanan apheresis berdasarkan standar. Penyelenggaraan pelayanan apheresis berdasarkan standar dan persyaratan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. BAB VI PELAYANAN FRAKSIONASI Pasal 24 19
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pelayanan fraksionasi plasma adalah tindakan pemilahan – pemilahan derivat plasma. Pasal 25 Pelayanan fraksionasi plasma meliputi kegiatan pemeriksaan plasma, pemilahan derivat plasma dan pemanfaatan hasil fraksionasi. Pasal 26 Pemeriksaan plasma meliputi tindakan seleksi uji saring dengan teknologi tinggi. Bahan baku produk plasma harus diperoleh dari donor sukarela dan tanpa pamrih serta dijamin keamanannya. Pemilahan derivat plasma merupakan penguraian protein plasma menjadi protein–protein sesuai kebutuhan. Pengolahan plasma menjadi produk plasma hanya dapat dilakukan di sarana fraksionasi yang telah memiliki izin oleh Menteri. Produk plasma dapat diperjualbelikan sesuai aturan yang ditetapkan oleh Menteri. Pengiriman plasma untuk kepentingan fraksionasi dan proses produksi serta jenis produk plasma yang dihasilkan harus mendapat persetujuan Menteri. Pasal 27 Tenaga pelaksana pelayanan fraksionasi oleh dokter atau tenaga ahli yang kompeten dan berwenang. Pengumpulan plasma untuk kepentingan pelayanan fraksionasi dilakukan di unit transfusi darah sesuai standar. Sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan dalam pelayanan fraksionasi plasma harus sesuai standar. Penyelenggaraan pelayanan fraksionasi plasma berdasarkan standar dan persyaratan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. BAB VII PELAYANAN STEMCELL DARAH Pasal 28 Pelayanan stemcell darah (sel induk darah) meliputi rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyiapan sel induk, penyimpanan, pengolahan dan pemberian sel induk darah kepada resipien. Pasal 29 Penyiapan sel induk darah dapat dilakukan dari darah tali pusat, darah tepi dan sum– sum tulang. Penyiapan sel induk darah dilakukan atas persetujuan donor. Penyimpanan, pengolahan dan pemberian sel induk darah sesuai standar. Pasal 30 Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
20
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Tindakan medis merupakan tindakan pengambilan sel induk darah. Persetujuan donor adalah persetujuan yang diberikan oleh donor secara tertulis setelah mendapatkan informasi tentang tindakan medis dan risikonya. Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah risiko tertular penyakit dan gangguan fungsi organ. Pasal 31 Tenaga pelaksana pelayananan sel induk darah dilakukan oleh dokter yang kompeten dan berwenang. Pelayanan sel induk darah hanya dapat dilakukan di Rumah Sakit tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan dalam pelayanan sel induk darah berdasarkan standar. Penyelenggaraan pelayanan sel induk darah berdasarkan standar dan persyaratan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. BAB VIII TANDA PENGHARGAAN Pasal 32 Menteri memberikan tanda penghargaan kepada donor darah sukarela. Tata cara pemberian tanda penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 33 Biaya pengganti pengolahan darah diperoleh dari pasien dengan tidak untuk mencari keuntungan (nirlaba). Biaya penggantian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas diperhitungkan sesuai dengan biaya yang diperlukan untuk komponen kegiatan yang meliputi pendistribusian/penyampaian darah, pembinaan donor, administrasi dan pemakaian bahan/alat habis pakai. Biaya penggantian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan berdasarkan pola perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri. Besaran biaya penggantian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas usul dari jejaring UTD di wilayah tersebut, yang berpedoman pada pola perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) serta dengan memperhatikan kemampuan masyarakat setempat. Dalam hal masyarakat setempat dinilai tidak mampu menggantikan besaran biaya tersebut dalam ayat (4), maka pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan subsidi. BAB X PERIZINAN 21
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pasal 34 Setiap Kabupaten/Kota harus memiliki UTD, yang pendiriannya memenuhi persyaratan bangunan, peralatan dan tenaga pengelola serta manajemen penggalangan donor. Setiap UTD harus memiliki izin pendirian dan izin operasional. Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan selama 1 tahun. Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari izin operasional sementara selama 2 (dua) tahun dan izin operasional tetap selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Izin operasional sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Izin operasional tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri. BAB XI AKREDITASI PELAYANAN TRANSFUSI DARAH Pasal 35 Sarana pelayanan transfusi darah wajib diakreditasi untuk meningkatkan mutu pelayanan transfusi darah. Akreditasi dilakukan 3 (tiga) tahun sekali oleh Tim Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 36 Pembinaan dan pengawasan pelayanan darah dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan fungsi dan tugas masing–masing. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan untuk : Memberikan perlindungan kepada masyarakat. Meningkatkan keamanan dan mutu pelayanan darah. Menjamin ketersediaan darah aman sesuai kebutuhan. (3). Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 37 Semua peraturan perundang–undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah yang mengatur transfusi darah masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dan belum dicabut dengan peraturan yang baru sesuai Peraturan Pemerintah ini. Semua UTD harus menyesuaikan diri dengan Peraturan Pemerintah ini dalam waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
22
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pasal 38 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 39 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di JAKARTA pada tanggal ……………… PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dr. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal …………………. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ANDI MATALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……NOMOR ……
RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR………….TAHUN………… TENTANG PELAYANAN DARAH I. UMUM Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.
23
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, diselenggarakan berbagai upaya kesehatan antara lain upaya pelayanan darah meliputi upaya transfusi darah, pelayanan apheresis, fraksionasi, plasma dan stemcell darah. Upaya kesehatan transfusi darah harus memperhatikan keamanan dan leefektifan transfusi darah yang berkaitan dengan faktor tersedianya darah dan komponen darah yang aman, mudah didapat, harga terjangkau dan jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan nasional serta harus didukung dengan indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat. Kegiatan pengamanan darah dilaksanakan dari pengerahan donor, pengambilan darah, pengolahan darah, penyimpanan darah, pendistribusian darah dan pemberian darah. Transfusi darah telah diselenggarakan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) sejak tahun 1950, namun merupakan tugas pemerintah untuk menyediakan darah yang aman dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, oleh karena itu Pemerintah perlu mengatur, membina dan mengawasi sehingga upaya kesehatan transfusi darah dapat terlaksana dengan baik. Keberhasilan pelaksanaan upaya kesehatan transfusi darah sangat tergantung pada ketersediaan sarana, tenaga, dana dan pengelolaannya. Sesuai dengan pasal 35 UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, transfusi darah hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Oleh karena itu perlu diatur syarat dan tata cara pengambilan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi serta sarana pelayanan transfusi darah. Pelayanan Apheresis meliputi tindakan seleksi donor, persetujuan donor, pengambilan komponen tertentu dan pemberian komponen kepada resipien. Pelayanan Apheresis memerlukan tenaga dan sarana prasarana yang memenuhi stándar dan persyaratan yang ditentukan. Pelayanan Plasma Fraksionasi meliputi kegiatan pemeriksaan plasma, pemilahan derivat plasma, pemanfaatan hasil fraksionasi. Pelayanan Plasma Fraksionasi memerlukan tenaga dan sarana prasarana yang memenuhi stándar dan persyaratan yang ditentukan. Pelayanan Stemcell Darah (sel induk darah) meliputi rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyiapan, pengolahan, dan pemberian sel induk darah kepada resipien. Pelayanan Stemcell Darah (sel induk darah) ini memerlukan tenaga dan sarana prasarana yang memenuhi stándar dan persyaratan yang ditentukan. Mengingat tindakan medik transfusi darah mengandung resiko maka tidak seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dapat diperbolehkan menyelenggarakan pelayanan tersebut, yang dapat menyelenggarakan pelayanan tersebut adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan dan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan tindakan medis pemberian darah. Salah satu Standar Pelayanan Minimal di Rumah Sakit adalah Pelayanan Transfusi Darah, pelayanan ini membutuhkan manajemen pelayanan tersendiri. Manajemen pelayanan darah rumah sakit meliputi pengaturan dan pelaksanaan tentang ketersediaan darah aman
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
24
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
di rumah sakit, pemeriksaan sebelum dilakukan tindakan medis transfusi darah, penanganan reaksi transfusi serta pencatatan dan pelaporan. Selanjutnya disamping pelayanan darah, perlu juga ditata berbagai unsur penunjang dalam rangka mendukung penyelenggaraan darah maupun untuk mendukung ditegakkannya ketentuan tersebut. Beberapa substansi penting dalam ketentuan ini adalah pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas secara skematis, mengusulkan RPP tentang Pelayanan Darah dengan sistimatika sebagai berikut : BAB I KETENTUAN UMUM BAB II TANGGUNG JAWAB BAB III PELAYANAN DARAH Bagian Kesatu Umum Bagian Kedua Organisasi Pelayanan Darah BAB IV PELAYANAN TRANSFUSI DARAH Bagian Kesatu Umum Bagian Kedua Pengerahan dan Pelestarian Donor Bagian Ketiga Pengamanan Bagian Keempat Pengambilan Darah Bagian Kelima Pengolahan Darah Bagian Keenam Penyimpanan Darah Bagian Ketujuh Pendistribusian Darah Bagian Kedelapan Pemberian Darah Bagian Kesembilan Fasilitas Pelayanan Transfusi Darah Bagian Kesepuluh Jejaring Pelayanan Transfusi Darah BAB V PELAYANAN APHERESIS BAB VI PELAYANAN FRAKSIONASI BAB VII PELAYANAN STEMCELL DARAH BAB VIII TANDA PENGHARGAAN BAB IX PEMBIAYAAN BAB X PERIZINAN BAB XI AKREDITASI PELAYANAN TRANSFUSI DARAH BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN BAB XIV KETENTUAN PENUTUP II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas 25
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Cukup jelas Ayat (12) Cukup jelas Ayat (13) Cukup jelas Ayat (14) Cukup jelas Ayat (15) Cukup jelas Ayat (16) Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Darah yang aman adalah darah dan atau komponennya yang diambil dari donor dan dinyatakan bebas penyakit IMLTD (HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan Sifilis). Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Setiap unit yang melaksanakan pelayanan darah harus mendapatkan izin Menteri sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 3 Ayat (1) Dalam hal pembentukan Badan/Unit dapat berbentuk Unit Pelaksana Teknis dan atau unit kerja langsung dibawah Departemen Kesehatan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
26
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 7 Pengerahan donor darah adalah upaya mengumpulkan masyarakat calon donor sukarela yang akan dilestarikan menjadi donor tetap. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Pengamanan maksudnya adalah pelaksanaan kegiatan sesuai standar prosedur operasional untuk menghindari resiko. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Keselamatan dimaksud untuk menghindari terjadinya resiko penularan penyakit dan resiko pengambilan darah. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) 27
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Cukup jelas Ayat (2) Donor harus orang sehat dan mempunyai gaya hidup sehat untuk mencegah terjadinya penularan penyakit. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Kerahasiaan hasil pemeriksaan darah adalah upaya untuk mengamankan kerahasiaan donor dan hasil uji saring darahnya. Ayat (2) Darah yang aman adalah darah yang berasal dari donor sehat bebas dari penyakit IMLTD dan cocok dengan darah resipien. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Metode uji saring dimaksud meliputi uji saring rapid, elisa, Nucleic Acid Test (NAT) dan metode lain yang diakui. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud pendistribusian secara tertutup adalah pendistribusian dari dan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang berkompeten dan berwenang. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
28
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Setiap Rumah Sakit wajib memiliki unit Bank Darah Rumah Sakit. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Tenaga kesehatan dimaksud adalah dokter atau perawat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan. Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Persetujuan donor diberikan oleh yang kerabat/keluarganya setelah mendapatkan informasi. Ayat (3) Cukup jelas 29
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
bersangkutan
dan
atau
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Ayat (4) Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 24 Derivat plasma adalah protein dan turunannya yang terkandung dalam plasma darah. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
30
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Persetujuan donor adalah persetujuan yang diberikan oleh donor atau keluarga secara tertulis setelah mendapat informasi tentang tindakan medis dan resikonya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pemakaian bahan/alat habis pakai adalah diluar bahan/alat habis pakai untuk pemeriksaan uji saring IMLTD. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas
31
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
Pasal 34 Ayat (1) Yang dimaksud UTD dalam hal ini adalah UTD yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan UTDRS. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR……
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD
32
Case Studi: Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah
PENUTUP
Kesimpulan
Naskah akademik tentang Pelayanan Darah ini sebagai bahan cikal bakal terwujudnya Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah. Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah sangat penting keberadaannya bagi masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan darah dan pengguna jasa pelayanan darah. Dalam rangka meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum, serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur pelayanan darah, diperlukan suatu perangkat peraturan pemerintah yang dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum terutama bagi masyarakat dalam pelayanan darah. Dalam melakukan revisi atau membentuk suatu aturan pemerintahan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, maka perlu disusun Naskah Akademik yang menjadi acuan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelayanan Darah.
Saran
Mengingat pentingnya Peraturan Pemerintah ini, maka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Darah diharapkan diwujudkan sebagai Peraturan Pemerintah yang harus dipatuhi dalam Pelayanan Darah.
33
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD