RELASI NEGARA DAN AGAMA (Analisis Sistem Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan 1945) Dr. Hufron, S.H.,M.H.
[email protected]
Abstrak Pada dasarnya secara yuridis normatif Sistem Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan UUD 1945 berkaitan dengan pengaturan hubungan antara Negara dan Agama cukup memadai dan bermakna, mulai termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal dalam batang tubuh, mulai Pasal 9, Pasal 22 D, Pasal 24 ayat (2), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28J ayat (2), Pasal 31 ayat (3) dan (5) UUD 1945. Pada tataran praktis, dinamika hubungan Negara dan Agama Pasca Perubahan UUD 1945 menunjukkan hubungan yang lebih dinamis dan harmonis, adanya simbiotik-mutualisme antara peran Pemerintah Negara Indonesia dan Agama dalam mewujudkan tujuan pemerintah negara sebagaimana termaktub pada Pembukaan UUD 1945. Hal ini terbukti secara faktual dalam praktik ketatanegaraan Indonesia terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mendasarkan atau mengadopsi nilai-nilai substansi Islam. Misalnya UU Perkawinan, UU Zakat, UU Peradilan Agama, UU Wakaf, UU Penyelenggaraan Haji, UU Perbankan Syariah, UU Surat Berharga Syariah Negara serta lahirnya berbagai Peraturan Daerah (Perda) berdasarkan Syariah (qonun) di era otonomi daerah saat ini. Kata Kunci : Agama, Negara, Sistem Ketatanegaraan Abstract Basically the normative judical of the State Administration System of the Republic of Indonesia after the amandement of the 1945 Constitution relating to the regulation of the relationship between the State and Religion is sufficient and meaningful, beginning in the Preamble to the 1945 Constitution, and the articles in the body, starting Article 9, Article 22 D, Article 24 Paragraph (2), Article 28E Paragraph (1), Article 28J Paragraph (2), Article 31 Paragraph (3) and (5) of the 1945 Constitution. At the practical level, the dynamics of State and Religious Relation Post-Change of 1945 Constitution shows a more dynamic relationship and harmonious, the existence of symbiotic-mutualism between the role of the Government of Indonesia and Religion in realizing the goals of the state government as stated in the Preamble of the 1945 Constitution. This is proven 1
factually in the Indonesian constitutional practice there are various laws and regulations that base or adopt the values of the substance of Islam. Such as Marriage Law, Zakat Law, Religious Judicature Law, Wakaf Law, Haj Administration Law, Sharia Banking Law, State Sharia Securities Law and the birth of various Regional Regulations (Perda) based on Shariah (qonun) in the current era of regional autonomy Keywords: Religion, State, State System *Dr. Hufron, S.H.,M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
pengaturan yang berbeda. Negara
1. Latar Belakang Masalah
mengatur hubungan antara warga Negara
dan
Agama
negara
dengan
sejatinya dua entitas yang berbeda.
sedangkan
Negara adalah organisasi kekuasaan
hubungan antar manusia dengan
yang memiliki kewibawaan (gezag)
Tuhannya. Agama juga diyakini
yang
memaksakan
tidak hanya berbicara soal ritual
kehendaknya kepada semua orang
semata, melainkan juga berbicara
yang menjadi warga dari organisasi
tentang
kekuasaan itu (Abu daud Busroh,
dikonkretkan
2001: 24-25). Sedangkan Agama
ketatanegaraan, yang memunculkan
adalah sistem yang mengatur tata
tuntutan
keimanan
diterapkan
dapat
(kepercayaan)
dan
Agama
pemerintah,
nilai-nilai
agar
dalam
mengatur
yang
kehidupan
nilai-nilai dalam
harus
agama
kehidupan
peribadatan kepada Tuhan Yang
bernegara.Masing-masing penganut
Maha kuasa serta tata kaidah yang
agama meyakini bahwa ajaran dan
berhubungan
nilai-nilai
manusia
dengan
dan
pergaulan
manusia
serta
yang dianutnya harus
ditegakkan
dalam
kehidupan
lingkungannya ( Balai Pustaka,1991:
bermasyarakat,
10).
bernegara (Anshari Thayib, 1997: v). Negara
mempunyai
peran
dan dan
Agama
berbangsa
dan
Presiden Joko Widodo pada
domain
saat 2
meresmikan
Tugu
Titik
Peradaban Nusantara di Kecamatan
negaraan
Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra
1945”?
Utara,
Jumat,
sebagaimana
24
Maret
dikutip
RI
Pasca
Perubahan
2017, Antara,
3. Pembahasan
meminta persoalan politik (baca: negara)
dan
agama
harus
Pertanyaannya, bagaimana
dipisahkan,
agar
tidak
terjadi
relasi antara Negara atau Agama
gesekan antar umat beragama.
dalam konteks sistem ketatanegaraan
Diskursus hubungan antara
tertentu?
Untuk
menjawab
politik (negara) dan agama, menjadi
pertanyaan tersebut terdapat tiga
kian
ditelaah,
teori dasar sebagai “pisau analisis”
Sistem
dinamika hubungan antara Negara
penting
terutama
untuk
dalam
konteks
Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan
dan Agama.
1945, agar semua pihak mengerti
(1) Teori Integralistik (Unified
dan
memahami
konstruksi
dan
Theory)
formulasi ideal seperti apa yang
Dalam kaitan relasi Negara
dikehendaki oleh Pendiri Bangsa
dan
Agama,
(the founding fathers) dan perumus
integralistik bahwa antara Negara
perubahan UUD 1945.
dan Agama menyatu (integrated). Negara
selain
sebagai
teori
lembaga
politik juga merupakan lembaga
2. Rumusan Masalah
keagamaan. Berdasarkan
menurut
Menurut
teori
uraian
Integralistik, kepala negara adalah
sederhana pada latar belakang di
pemegang kekuasaan agama dan
atas,
kekuasaan politik. Pemerintahannya
dirumuskan
permasalahan
sebagai berikut : “bagaimana relasi
diselenggarakan
antara
Negara
dengan
Agama
”kedaulatan
dalam
konteks
sistem
ketata-
sovereignty), karena pendukung teori ini 3
meyakini
atas ilahi”
bahwa
dasar (divine
kedaulatan
berasal
dan
Tuhan”.
berada
(Marzuki
di
”tangan
Wahid
berkembang.
dan
dengan
agama
negara
dapat
ini
berkembang dalam bimbingan etika
paham negara agama
dan moral-spiritual (Marzuki Wahid
(teokrasi). Dalam paham negara
dan Rumadi, 2001: 24). Karena
agama (teokrasi), hubungan Negara
sifatnya
dan Agama digambarkan sebagai
hukum agama masih mempunyai
dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
peluang untuk mewarnai hukum-
Negara menyatu dengan agama,
hukum
negara,
bahkan
karena
masalah
tertentu
tidak
menutup
hukum
agama
melahirkan
integralistik
negara
juga memerlukan agama, karena
Rumadi, 2001: 24) Teori
Sebaliknya,
pemerintahan
dijalankan
yang
simbiotik,
maka
dalam
berdasarkan firman-firman Tuhan,
kemungkinan
dan segala tata kehidupan dalam
dijadikan sebagai hukum negara
masyarakat, bangsa, dan negara
(Adi Sulistiyono, 2008: 2).
dilakukan
atas
“titah
Tuhan”.
Dengan
demikian,
urusan
kenegaraan
atau
dalam
politik,
Dalam simbiotik
manusia
tidak terpisahkan dengan urusan
tanpa
Teori Simbiotik (Symbiotic
Taimiyah
bahwa
adanya
merupakan
kewajiban
kekuasaan
Negara,
maka
Agama tidak bisa berdiri tegak.
Theory)
Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut
Menurut
teori
simbiotik
melegitimasi bahwa antara Negara
hubungan antara negara dan agama berkelindan
membutuhkan
satu
sama
dan Agama merupakan dua entitas
dan
yang
lain.
negara,
agama
berbeda,
membutuhkan.
Agama memerlukan negara karena dengan
Ibnu
Agama yang paling besar, karena
agama.
saling
teori
kekuasaan yang mengatur kehidupan
manifestasi firman Tuhan, sehingga
(2)
ini,
mengatakan
paham teokrasi diyakini sebagai
konteks
konstitusi
dapat
yang
tetapi Oleh
saling
karenanya,
berlaku
dalam
paradigma ini tidak saja berasal dari 4
adanya social contract, tetapi dapat
sekular, tidak ada hubungan antara
saja diwarnai atau dijiwai oleh
sistem kenegaraan dengan agama.
hukum
Dalam paham sekular ini, Negara
Agama
(Agus
Thohir,
2009:4).
adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan
(3) Teori Sekularistik (Secularistic
dunia. Sedangkan agama adalah
Theory) Teori menolak
Sekularistik
paham
teokrasi
hubungan manusia dengan Tuhan
ini
(urusan ukhrowi). Dua hal ini,
dan
menurut paham sekular tidak dapat
simbiotik. Sebagai gantinya, teori
disatukan atau terpisah satu sama
sekularistik mengajukan pemisahan
lain.
(disparitas) agama atas negara dan pemisahan
negara
atas
agama
Dalam
paham
negara
(Marzuki Wahid dan Rumadi, 2001:
sekular, sistem dan norma hukum
28). Negara dan Agama merupakan
positif dipisahkan dengan nilai dan
dua bentuk yang berbeda dan satu
norma Agama. Norma hukum positif
sama
garapan
ditentukan atas kesepakatan manusia
bidangnya masing-masing, sehingga
dan tidak berdasarkan Agama atau
keberadaannya harus dipisahkan dan
firman-firman
tidak
lain
kemungkinkan norma-norma hukum
melakukan intervensi. Berdasar pada
positif tersebut bertentangan dengan
pemahaman yang dikotomis ini,
norma-norma
maka hukum positif yang berlaku
paham sekular memisahkan antara
adalah
betul-betul
Agama dan Negara, pada umumnya
berasal dari kesepakatan manusia
Negara sekular membebaskan warga
melalui social contract dan tidak ada
negaranya untuk memeluk Agama
kaitannya dengan hukum Agama
apa saja yang mereka yakini dan
(Agus Thohir, 2009: 4)
Negara
lain
boleh
hukum
memiliki
satu
yang
sama
Teori ini melahirkan paham
tidak
Tuhan,
Agama.
5
Sekalipun
intervensif
urusan – urusan Agama.
negara sekular. Dalam paham negara
dengan
dalam
Sebelum membahas relasi
Dasar Negara Republik Indonesia
antara Sistem Ketatanegaraan RI (Pasca
Perubahan
UUD
Tahun 1945 (disingkat UUD 1945).
1945)
Tuntutan amandemen UUD
dengan Agama, terlebih dahulu akan
1945
dibahas
komprehensif,
mengenai
Sistem
diwujudkan
secara
bertahap
dan
Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan
sistematis
dalam
UUD 1945. Salah satu tuntutan dari
perubahan
UUD
gerakan refomasi yang memperoleh
mekanisme
dukungan luas dari segenap elemen
Mejelis Permusyawaratan Rakyat
bangsa, di antaranya mahasiswa,
(MPR) sejak tahun 1999 sampai
pemuda, dan segenap komponen
dengan
bangsa
Pertama
sebanyak
memaksa Presiden Soeharto untuk
pasal,
ditetapkan MPR
menyatakan mengundurkan diri dari
tanggal 19 Oktober 1999 (LN NO.
jabatannya tepatnya pada tanggal 21
11 tahun 2006). Perubahan Kedua
Mei 1998. Berhentinya Presiden
sebanyak 37 (tiga puluh tujuh)
Soeharto di tengah krisis ekonomi
pasal, ditetapkan MPR pada 18
dan
sangat
Agustus 2000; (LN NO. 12 tahun
memberatkan kehidupan masyarakat
2006). Perubahan Ketiga sebanyak
Indonesia menjadi awal dimulainya
23 (dua puluh tiga) pasal, ditetapkan
era reformasi di tanah air.
MPR pada tanggal 9 Nopember
lainnya,
moneter
telah
yang
berhasil
Pada awal era reformasi, berkembang
dan
masyarakat
adanya
popular
empat 1945
empat
tahun
melalui
kali
2002. 9
kali
sidang
Perubahan (sembilan) pada
2001, (LN NO. 13 tahun 2006). Dan
di
Perubahan Keempat sebanyak
tuntutan
(delapan belas)
pasal,
18
ditetapkan
reformasi yang didesakkan oleh
MPR pada tanggal 10 Agustus 2002
berbagai
(LN NO. 14 tahun 2006).
komponen
bangsa,
termasuk mahasiswa dan pemuda,
Dalam
yaitu amandemen Undang Undang
konteks
Perubahan
UUD 1945 Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR (Penyusun Perubahan 6
UUD 1945) menetapkan 5 (lima)
kemahakuasaan Tuhan Yang Maha
kesepakatan dasar yaitu (1) Tidak
Esa, yang memberikan
mengubah Pembukaan UUD 1945 ;
spiritual kepada segenap bangsa
(2) Tetap mempertahankan negara
untuk memperjuangkan perwujudan
kesatuan Republik Indonesia; (3)
cita-cita luhur, yang atas dorongan
mempertegas sistem pemerintahan
spiritual tersebut rakyat Indonesia
presidensial; (4) Penjelasan UUD
menyatakan kemerdekannya. Bangsa
1945
Indonesia
ditiadakan
normatif
serta
dalam
hal-hal
dorongan
meyakini
bahwa
Penjelasan
kemerdekaan yang diproklamasikan
dimasukkan dalam Pasal-pasal, dan
pada tanggal 17 Agustus 1945 bukan
(5) Perubahan dilakukan dengan cara
semata-mata
adendum.
namun semua itu tidak akan pernah
Dengan
tidak
Pembukaan
UUD
diubahnya 1945,
nilai
rakyat,
terwujud jika Tuhan Yang Maha
dua
Kuasa tidak menghendakinya.
ketentuan filosofis yang berkaitan dengan
perjuangan
Alinea keempat berbunyi :
spiritualitas
“Kemudian
daripada
sebagaimana termaktub pada alinea
membentuk
suatu
ketiga dan keempat juga tetap, tidak
Negara Indonesia yang melindungi
ada perubahan. Ketentuan alinea
segenap
ketiga berbunyi : “Atas berkat
seluruh tumpah darah Indonesia dan
rakhmat Allah Yang Maha Kuasa
untuk
dan
oleh
umum,
mencerdaskan
supaya
bangsa,
dan
dengan
didorongkan
keinginan
luhur,
berkehidupan
kebangsaan
bangsa
itu
Pemerintah
Indonesia
memajukan
ikut
untuk
dan
kesejahteraan kehidupan
melaksanakan
yang
ketertiban dunia yang berdasarkan
Indonesia
kemerdekaan, perdamaian abadi dan
ini
keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaannya”. Alinea ketiga ini,
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
menegaskan
itu dalam suatu Undang Undang
bebas,
maka
menyatakan
bangsa
rakyat dengan
adanya Indonesia
pengakuan akan
Dasar 7
Negara
Indonesia,
yang
terbentuk
dalam
suatu
susunan
lebih
mendekati
hubungan
Negara Republik Indonesia yang
simbiotik-mutualisme, bahwa antara
berkedaulatan
negara Indonesia dan agama-agama
berdasarkan
rakyat kepada
dengan Ketuhanan
yang
dianut
oleh
penduduk
Yang Maha Esa, Kemanusiaan
Indonesia (termasuk agama Islam)
yang adil dan beradab, Persatuan
saling membutuhkan satu sama lain.
Indonesia
dan
Kerakyatan
yang
Ketika proses amandemen
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
UUD 1945, Pasal 29 tidak ada
dalam
perubahan, yang berarti tetap seperti
Permusyawatan/Perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu
naskah aslinya, yaitu
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
ayat . Ayat pertama, memuat prinsip
Indonesia”.
bahwa
Alinea keempat Pembukaan
negara
berarti
dasar,
penyelenggara
tentang
berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang
UUD 1945 mengandung tiga prinsip yaitu
terdiri dua
tujuan
bahwa
Setiap
tindakan
negara
maupun
dibentuknya pemerintah negara (ada
rakyat harus berdasarkan prinsip
empat),
demokrasi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat
konstitusional dan Pancasila. Sila
kedua, menegaskan bahwa Negara
Pancasila
yang
menjamin
menyebutkan
bahwa
negara
pertama
kemerdekaan
tiap-tiap
Ketuhanan
penduduk untuk memeluk agamanya
Yang Maha Esa. Ini berarti bangsa
masing-masing dan untuk beribadat
Indonesia
menurut
mengakui
negara
Indonesia adalah berdasarkan prinsip
agamanya
dan
kepercayaannya itu.
Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan
Sebenarnya terkait agama
atheisme atau tidak mempercayai
dan
adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Perubahan
Meskipun
Indonesia
ditambahkan Pasal 28E ayat (1)
bukan negara agama (teokrasi) dan
UUD 1945 yang berbunyi : “Setiap
bukan pula negara sekular. Tetapi
orang berhak memeluk agama dan
demikian,
8
hak
asasi Kedua
manusia
pada
UUD
1945
beribadat
menurut
agamanya,
pengawasan
atas
pelaksanaan
memilih pendidikan dan pengajaran,
Undang Undang mengenai :....., dan
memilih
memilih
agama serta menyampaikan hasil
kewarganegaraan, memilih tempat
pengawasannya kepada DPR RI.,
tinggal
Pasal
pekerjaan,
di
wilayah
meninggalkannya,
negara serta
dan
berhak
24 ayat
Peradilan
(2)
dibentuknya
Agama
di
bawah
kembali” dan Passal 28 I ayat (1)
Mahkamah
yang berbunyi : “Hak untuk hidup,
pelaksana kekuasaan kehakiman di
hak untuk tidak disiksa, hak untuk
Indonesia, Pasal 28J ayat (2) dalam
kemerdekaan
hati
menjalankan hak dan kebebasannya,
nurani, hak beragama, hak untuk
setiap orang wajib tunduk keapada
tidak diperbudak, hak untuk diakui
pembatasan yang ditetapkan dengan
sebagai pribadi dihadapan hukum,
Undang
dan hak untuk tidak dituntut atas
memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dasar hukum yang berlaku surut
dengan perimbangan moral, nilai-
adalah hak asasi manusia yang tidak
nilai
dapat
ketertiban umum dalam masyarakat
pikiran
dikurangi
dan
dalam
keadaan
apapun”. Di samping itu, dalam UUD
Agung
Undang......dan
agama,
demokratis,
Pasal
Pemerintah
mengusahakan
menyelenggarakan
terkait dan bersinggungan dengan
Pendidikan
agama, antara lain : Pasal 7A Preside
meningkatkan
dan
ketakwaan
Presiden
dilarang
untuk
keamanan,
1945 terdapat berbagai pasal yang
wakil
sebagai
31
dan
ayat
(3) dan
satu
sistem
Nasional,
yang
keimanan serta
akhlak
dan yang
melakuakn perbuatan tercela, Pasal 9
mulia...,
mewajibkan Presiden dan Wakil
Pemerintah
Presiden
menurut
pengetahuan dan teknologi dengan
agamanya, Pasal 22 D menegaskan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama
bahwa Dewan Perwakilan Daerah
dan
(DPD)
bersumpah
dalam
melakukan 9
dan Pasal 31 ayat (5)
persatuan
memajukan
bangsa
ilmu
untuk
kemajuan
peradaban
serta
negara (Pancasila) menjadi pusat
kesejahteraan umat manusia.
perdebatan
Perdebatan mengenai relasi
antara
golongan
Nasionalis dan golongan Islam. Pada
Negara dan Agama di Indonesia,
awalnya
golongan
sebenarnya sudah dimulai oleh para
menghendaki
negara
pendiri
Founding
Syari’at Islam, namun golongan
Fathers). Menjelang kemerdekaan
nasionalis tidak setuju dengan usulan
17 Agustus 1945, para tokoh pendiri
tersebut. Kemudian terjadilah suatu
negara dari kelompok faksi Islam
kesepakatan
dan
tanganinya Piagam Jakarta yang
bangsa
faksi
(The
Nasionalis,
terlibat
Islam berdasarkan
dengan
perdebatan tentang dasar filsafat dan
dimaksudkan
ideologi negara Indonesia yang akan
Pembukaan UUD Negara Indonesia
didirikan kemudian. The Founding
pada tanggal 22 Juni 1945 (Kaelan,
Fathers menyadari betapa sulitnya
2009: 11-12, periksa RM AB.
merumuskan dasar filsafat negara
Kusuma, 2004; 19-24)
Indonesia yang terdiri atas beraneka
sebagai
ditanda-
Dalam
rancangan
perkembangan
ragam etnis, ras, bahasa, agama serta
berikutnya ketika bangsa Indonesia
golongan
memproklamasikan
politik
yang
ada
di
Indonesia saat itu.
annya pada Tanggal 17 Agustus
Perdebatan tentang dasar filsafat
negara
kemerdeka-
dimulai
1945, yang diproklamasikan oleh
tatkala
Soekarno dan Hatta, atas nama
Sidang BPUPKI pertama, yang pada
seluruh bangsa Indonesia, kemudian
saat itu tampillah tiga pembicara,
PPKI
yaitu Yamin pada tanggal 29 Mei
Kemerdekaan
1945, Soepomo pada tanggal 31
diketuai oleh Soekarno dan Hatta
Mei, dan Soekarno pada tanggal 1
sebagai wakil ketuanya memulai
Juni, tahun 1945. Berdasarkan pidato
tugas-tugasnya. Menjelang pembu-
dari ketiga tokoh pendiri negara
kaan sidang resmi pertamanya pada
tersebut, persoalan dasar filsafat
tanggal 18 Agustus 1945, Hatta 10
(Panitia
Persiapan
Indonesia)
yang
mengusulkan pengubahan rancangan
unsur-unsur
Pembukaan UUD dan isinya, dan hal
Indonesia yang terdiri atas berbagai
ini dilakukan oleh karena menerima
macam etnis, suku, ras agama
keberatan
Rakyat
tampaknya The Founding Fathers
Indonesia Timur, tentang rumusan
sulit untuk menentukan dasar filsafat
kalimat
dalam
Jakarta
dan ideologi negara sebagaimana
“dengan
kewajiban
menjalankan
yang ada di berbagai belahan dunia
dari
syari’at
kalangan
Piagam
Islam
pemeluknya”. bersejarah disetujui
bagi
para
Pada
pertemuan
tersebut,
kemudian
dengan
melalui
rakyat
dan
bangsa
(Kaelan, 2009: 24) Sesuai
dengan
prinsip
“Negara berdasar atas Ketuhanan
suatu
Yang Maha Esa”, maka agama-
kesepakatan yang luhur menjadi
agama di Indonesia merupakan roh
“Ketuhanan
atau spirit dari keutuhan Negara
yang
Maha
Esa”(Kaelan, 2009: 13-14).
Kesatuan
Pendiri negara Indonesia menentukan
pilihan
Republik
Indonesia
(NKRI). (Lukman Hakim Saifuddin,
“wisdom”
2009: 9). Menurut Adi Sulistiyono,
tentang dasar kenegaraan dalam
agama diperlakukan sebagai salah
hubungannya
satu
dengan
agama.
pembentuk
cita
negara
Pancasila sila pertama, ”Ketuhanan
(staatsidee). (Adi Sulistiyono, 2008:
yang Maha Esa”, dinilai sebagai
3). Namun hal itu bukan berarti
paradigma relasi negara dan agama
bahwa Indonesia merupakan negara
yang ada di Indonesia. Selain itu,
teokrasi. Relasi yang terjalin antara
melalui pembahasan yang sangat
negara Indonesia dan agama ialah
serius disertai dengan komitmen
relasi
moral yang sangat tinggi sampailah
mutualistik, di mana yang satu dan
pada suatu pilihan bahwa negara
yang
Indonesia
melengkapi.
adalah
negara
yang
yang
lain
bersifat
saling
simbiosis-
memberi
Dalam
dan
konteks
berdasarkan atas ‘Ketuhanan Yang
ini, agama memberikan “kerohanian
Maha Esa. Mengingat kemajukan
yang dalam”, sedangkan negara 11
menjamin
kehidupan
dan
Dengan
demikian,
historis
maupun
baik
keberlangsungan keagamaan warga
secara
negaranya
yuridis, negara Indonesia dalam hal
(Lukman
Hakim
Saifuddin, 2009: 10) Menurut Lukman Hakim
secara
relasinya
dengan
agama
menggunakan
paradigma
Negara
Saifudin, penataan hubungan antara
Pancasila. Mahfud M.D. menyebut
agama
dan
juga
bisa
Pancasila merupakan suatu konsep
dasar checks
and
prismatik. Prismatik adalah suatu
balances (saling mengontrol dan
konsep yang mengambil segi-segi
mengimbangi). Dalam konteks ini,
yang baik dari dua konsep yang
kecenderungan
bertentangan
dibangun
negara
atas
negara
untuk
hegemonik
sehingga
mudah
terjerumus
bertindak
represif
yang
kemudian
disatukan sebagai konsep tersendiri, sehingga
dapat
selalu
terhadap warga negaranya, harus
diaktualisasikan dengan kenyataan
dikontrol dan diimbangi oleh nilai
masyarakat Indonesia dan setiap
ajaran
yang
perkembangannya. Negara Indonesia
mengutamakan menebarkan rahmat
bukan negara agama, karena negara
bagi seluruh penghuni alam semesta
agama hanya mendasarkan diri pada
dengan menjunjung tinggi Hak Asasi
satu agama saja, tetapi juga bukan
Manusia. Sementara di sisi lain,
negara sekular karena negara sekular
terbukanya
agama-
sama sekali tidak mau terlibat dalam
sebagai
urusan agama. Negara Pancasila
sumber dan landasan praktik-praktik
adalah sebuah religions nation state
otoritarianisme juga harus dikontrol
yakni sebuah negara kebangsaan
dan diimbangi oleh peraturan dan
yang religius yang mengakui dan
norma kehidupan kemasyarakatan
melindungi agama-agama dan para
yang demokratis yang dijamin dan
penganutnya yang ada di Indonesia.
dilindungi negara (Lukman Hakim
Sebagai
Saifuddin, 2009: 10)
Indonesia
agama
agama-agama
kemungkinan
disalahgunakan
12
religions
nation
menyatukan
state,
berbagai
ikatan primordial (agama, suku,
(memadai
daerah, bahasa dan sebagainya) ke
samping itu, pada tataran praktis,
dalam suatu ikatan kebangsaan yang
jika
bernama bangsa Indonesia dengan
dinamika
organisasi negara bernama Negara
Agama Pasca Perubahan UUD 1945
Kesatuan Republik Indonesia (Moh.
menunjukkan hubungan yang lebih
Mahfud MD, 2009:35). Oleh karena
dinamis
itu selanjutnya dalam Pasal 1 ayat
simbiotik-mutualisme antara peran
(1)
Pemerintah Negara Indonesia
UUD
1945
dirumuskan
:
dan
bermakna).
diamati
secara
Di
seksama,
hubungan Negara dan
dan
harmonis,
adanya
dan
“Negara Indonesia adalah negara
Agama dalam mewujudkan tujuan
Kesatuan, yang berbentuk Republik”
pemerintah
dan di dalam Pasal 37 ayat (5) UUD
termaktub pada Pembukaan UUD
1945
1945. Hal ini terbukti secara faktual
sebagai
keempat
hasil
disebutkan
perubahan :
“Khusus
dalam
negara
praktik
sebagaimana
ketatanegaraan
mengenai bentuk Negara Kesatuan
Indonesia
Republik
peraturan perundang-undangan yang
Indonesia
tidak
dapat
dilakukan Perubahan”.
terdapat
berbagai
mendasarkan atau mengadopsi nilainilai substansi Islam. Misalnya UU Perkawinan,
4. Penutup
UU
Zakat,
UU
Peradilan Agama, UU Wakaf, UU Sebagai dapat
catatan
disampaikan
penutup
Penyelenggaraan
kesimpulan
Perbankan
Haji,
Syariah,
UU
UU Surat
bahwa pada dasarnya secara yuridis
Berharga Syariah Negara , dan
normatif, Sistem Ketatanegaraan RI
sebagainya serta lahirnya berbagai
Pasca Perubahan UUD 1945 dalam
Peraturan
kaitan pengaturan hubungan antara
berdasarkan Syariah (qonun) di era
Negara dan Agama sebagaimana
otonomi daerah saat ini.
Daerah
(Perda)
dikemukakan pada pembahasan di
Sebagai saran disampaikan
atas cukup sufficient dan significant
bahwa dinamika hubungan yang 13
Pembongkaran.Bandung. Mizan Pustaka.
simbiotik dan harmonis tersebut ke depan
perlu
dipertahankan
dan
I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a. Memahami Ilmu Negara & Teori Negara.Bandung. Refika Aditama, Bandung, 2012.
bahkan dikembangkan ke arah yang lebih dinamis dan progresif, dalam rangka mencegah dan mengakhiri mentalitas “luar pagar” konstitusi dan
mempercepat
Kaelan. ”Relasi Negara dan Agama Dalam Perspektif Filsafat Pancasila”. Makalah.Yogyakarta,tanggal 1 Juni 2009.
terwujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial. ———– Referensi: Adi
Marzuki Wahid & Rumaidi. Fiqh Madzhab Negara: Kritik Atas Politik Hukum Islam Di Indonesia. L.KiS, Yogyakarta, 2001.
Sulistyono. ”Kebebasan Beragama dalam Bingkai Hukum”. Makalah Seminar Hukum Islam dengan Tema Kebebasan Berpendapat VS Keyakinan Beragama ditinjau dari Sudut Pandang Sosial, Agama, dan Hukum yang diselenggarakan oleh FOSMI Fakultas Hukum UNS, Surakarta,tanggal 8 Mei 2008.
Masdar Farid Mas’udi, Syarah Konstitusi, UUD 1945 Dalam Prespektif Islam. Pustaka Alvabet dan LaKIP. Jakarta, 2010. Moh. Mahfud MD., Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta. 2009.
Agus Thohir. ”Relasi Agama dan Negara”. Makalah Diskusi Kajian Spiritual yang diselenggarakan oleh HMI Komisariat FPBS IKIP PGRI, Semarang, tanggal 4 November 2009.
RM AB. Kusuma, Lahirnya UUD 1945, Memuat Salinan Dokumen Otentik badan Oentoek Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekan, Badan penerbit, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. 2004.
Anshari Thayib. 1997. HAM dan Pluralisme Agama. Surabaya: Pusat Kajian Strategis dan Kebijakan.
(https://ressay.wordpress.com/ 2011/04/02/relasi-negara-dan-
Denny Indrayana. Amandemen UUD 1945. Antara Mitos dan 14
agama, oleh Yasser Arafat, SH.) PROFIL PENULIS Hufron, lahir di desa Jarit, Kec. Candipuro, Kab. Lumajang – Jawa Timur, pada tanggal 6 Maret 1968. Menyelesaikan Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang lulus tahun 1991. Menyelesaikan Magister Hukum (MH) pada Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Surabaya lulus tahun 2002, dan program Doktor Ilmu Hukum (Bidang Hukum Tata Negara) pada Fakultas hukum Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 2012. Menulis disertasi berjudul : “Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut UUD 1945”. Sehari-hari sebagai Dosen tetap Fakultas Hukum Untag Surabaya. Buku yang ditulis dan diterbitkan : (1) ”Perspektif Hukum Pemberhentian Kepala Daerah di Indonesia”, diterbitkan Oleh LaksBang Yogyakarta, tahun 2005. (2) ”Hukum, Politik, Dan Kepentingan”, diterbitkan Oleh LaksBang Yogyakarta, tahun 2008. (3)”Penalaran Hukum”, diterbitkan oleh PUSDERANKUM PRESS, 2009 dan (4) ”Praperadilan, Teori dan Praktek”, diterbitkan oleh PUSDERANKUM PRESS, 2009. (5) “Ilmu Negara Kontemporer”, Oleh LaksBang Yogyakarta, tahun 2015. (6) “Catatan Kritis, Dinamika Hukum & Politik” diterbitkan Untag Press, 2017. Komunikasi dan korespondensi dapat melalui email :
[email protected] atau Hp : 081-2352-9300. 15