RESILIENSI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK INDIGO CINDY

Download 1 Nov 2011 ... Beberapa tahun belakangan ini berita tentang “anak indigo” cukup banyak ... anak indigo pasti akan mampu memberi pengertian ...

0 downloads 428 Views 80KB Size
RESILIENSI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK INDIGO Cindy Carissa Puteri1 dan Hartosujono2 Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract Indigo child phenomenons has been very popular nowdays. Parents must being able to teach and taking care of indigo child. Being indigo child’s parents isn’t easy because indigo child has metafisic ability that hard enough to prove in science and mostly, indigo child won’t be threatened like a little child. This make most people think that indigo childs are weird and labelled them as a kid that having a menthal problem. A good resilience ability is needed for indigo child’s parents to growing their indigo child. Purpose of this research is to know about how and howfar resilience of indigo child’s parents. Subject that is udes in this research are four mothers that have an indigo child. This research use qualitative method such as interview and observation. Data analyze technic that used are data reduction, data serving triangulation, giving conclusion and verification. Based on the research, the result is all of four subjects have a good recilience ability. It can be seen throught the ability of subject in controlling the emotional, implus, optimism, analyzing the problem properly, emphaty, self efication, and also achievement. The supporting factors also infivence the ability of resilience four subjects namely: individual, family, and community. Key words: Indigo, Resilience, Self Efication

                                                             1

  Penulis pertama adalah alumnus program studi S1 Psikologi Universitas

Sarjanawiyata Tamansiswa (email: [email protected]). 2 Penulis kedua dosen tetap di Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ([email protected]). Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           1       

PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini berita tentang “anak indigo” cukup banyak diulas di media, walaupun belum ada yang meneliti berapa sebetulnya jumlah anak indigo di Indonesia. Hanya dipastikan, persentase jumlahnya masih sangat sedikit, kira-kira 10.000 : 1. Kecilnya angka anak indigo yang diketahui, disebabkan sikap orang tua yang belum memiliki kesadaran memeriksakan anak ke psikolog. Sebenarnya anak indigo sama layaknya kebanyakan anak lain, hanya saja yang membedakan adalah ‘kemampuan lebih’ yang tidak dimiliki oleh anak pada umumnya. Anak indigo memiliki jiwa “tua” artinya usia fisik masuk kategori kanak-kanak, namun pola pikir mereka seperti orang dewasa. Anak indigo tidak jarang dianggap lebih dewasa bagi lingkungannya, seperti dalam keluarga maupun teman-temannya. Kondisi ini menjadi kendala untuk bergaul dengan teman-teman yang sebaya usia, karena dianggap tidak satu pemikiran. Beberapa orang akan mencap anak indigo dengan indikasi gangguan ADD (Attention Deficit Disorder). Bentuk perilaku tersebut dapat menyebabkan kesulitan bagi anak indigo dalam melewati masa kanak-kanak. Secara tidak langsung terjadi pengucilan sepihak, apalagi anak indigo tidak memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dengan lingkungannya. Orang tua melihat anak mereka yang indigo dengan pandangan aneh dan mengucilkan dalam berinteraksi, yang menjadikan mereka sedih bahkan malu. Tekanan dari lingkungan yang menganggap anak mereka adalah anak yang aneh dan terkesan seperti orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Orang tua dari anak indigo memiliki tantangan tersendiri serta cara khusus untuk memelihara dan mendidik anak indigo yang unik, sementara pada saat yang sama juga membantu anak indigo untuk bisa diterima dalam lingkungan masyarakat sama seperti anak-anak lain pada umumnya. Hal ini tidaklah mudah dikarenakan kemampuan yang dimiliki oleh anak indigo bukan merupakan hal yang biasa di mata orang-orang yang tidak mengerti dengan fenomena anak indigo. Bagi para orang tua yang memiliki anak indigo berada dalam situasi yang sulit, karena lingkungan masyarakat sering kali menganggap anak indigo sebagai

Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           2       

anak yang aneh bahkan di duga menderita skizofrenia, karena anak indigo sering menunjukkan perilaku yang tidak dapat di terima secara rasional. Anak indigo cenderung sering tidak sependapat dan introvert atau menutup diri dengan orang tua mereka. Para orang tua terkadang mengalami kesulitan dalam memahami anak indigo. Hal-hal semacam ini akhirnya menjadi kendala bagi orang tua dalam mengasuh dan berinteraksi dengan anak berkemampuan khusus ini, hingga akhirnya terjadi pertengkaran dan perselisihan antara orang tua dan anak indigo. Keadaan-keadaan seperti ini cukup menguji ketahanan fisik dan psikis para orang tua yang memiliki anak indigo. Resiliensi kemudian menjadi faktor yang berperan penting untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah dan mempertahankan kesehatan fisik dan psikis dalam menghadapi kondisi yang sulit ini. Orang tua yang bisa menerima dengan baik keadaan dirinya yang memilliki anak indigo pasti akan mampu memberi pengertian pada anak indigo tentang potensi anak indigo yang lain. Orang tua harus mampu berbuat sesuatu untuk mengembangkan diri si anak secara keseluruhan meliputi tingkah laku yang diharapkan dan membuat anak indigo merasa diakui keberadaannya oleh orang tua anak indigo. Orang tua khususnya ibu menjadi individu yang dinilai lebih memiliki kelekatan dengan anak dibanding ayah. Ibu lebih sering bersama anak sehingga lebih tahu dan mengerti tentang tumbuh kembang anak. Ibu juga seorang perempuan, yang pada kenyataannya sering dianggap sebagai makhluk lemah dan sensitif. Seorang ibu ketika di lingkungan masyarakat lebih sering berbaur dengan masyarakat sehingga lebih sering berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Hal tersebut menjadi faktor penting bagi peneliti untuk mengadakan penelitian tentang resiliensi orang tua yang memiliki anak indigo dengan subjek penelitian ibu yang memiliki anak indigo. Dilatarbelakangi kondisi seperti diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang resiliensi orang tua yang memiliki anak indigo. Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua khususnya ibu yang memiliki anak indigo dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           3       

Resiliensi Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block dengan nama ego resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati, 2008). Resiliensi akan mempengaruhi penampilan seseorang di sekolah, di tempat kerja, kesehatan fisik maupun mental, dan kualitas hubungannya dengan orang lain (Reivich, 2002). Individu yang memiliki resiliensi mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai peristiwa- peristiwa kehidupan yang negatif, serta mampu beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan (Holaday, 1997). Stewart & Mcwhriter (2007) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa resiliensi adalah suatu fenomena hidup yang menyangga tantangan lingkungan yang melebihi kapasitas seseorang secara umum. Sedangkan Grotberg (1999) mengemukakan bahwa resiliensi sebagai kapasitas manusia untuk menghadapi dan mengatasi tekanan hidup. Berns (2004) mengungkapkan bahwa resiliensi ini berhubungan dengan mudahnya kemampuan atau penyesuaian individu pada kemalangan atau perubahan. Jadi defenisi yang dikemukakan oleh Grotberg dan Berns menunjukkan adanya keterlibatan kemampuan positif yang ada dalam diri manusia untuk mengatasi tekanan yang terjadi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan individu untuk menghadapi, mengatasi, meminimalisasi dan bangkit kembali dari berbagai permasalahan hidup dan peristiwa yang tidak menyenangkan serta tetap mempertahankan kesehatan, sehingga mampu mengendalikan kehidupannya dengan lebih baik dan dapat beradaptasi serta berperilaku secara positif. Reivich & Shatte (2002) memaparkan tujuh aspek dalam resiliensi yaitu: a) pengaturan emosi yaitu kemampuan individu untuk mengatur emosi sehingga tetap tenang meskipun berada dalam situasi di bawah tekanan, b) kontrol terhadap impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongandorongan dalam dirinya, kemampuan mengontrol impuls akan membawa kepada Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           4       

kemampuan berpikir yang jernih dan akurat, c) optimisme berarti individu memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan dan kontrol atas kehidupannya, d) kemampuan menganalasis masalah adalah bagaimana seorang individu dapat mengidentifikasikan secara akurat sebab-sebab dari permasalahan yang menimpanya, e) empati yaitu kemampuan individu untuk bisa membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain, f) efikasi diri adalah kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki un tuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, dan terakhir, g) pencapaian yaitu kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya. Kemampuan resiliensi seorang individu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam individu tersebut dan faktor eksternal yaitu faktor dari luar individu. Menurut Everall, dkk., (2006) memaparkan tiga faktor yang mempengaruhi resiliensi yaitu: (1) Faktor individual yaitu faktor dari dalam individu itu sendiri misalnya kemampuan kognitif, regulasi emosi, konsep diri dan harga diri. Sedangkan faktor berikutnya adalah (2) Faktor keluarga yaitu dukungan yang berasal dari keluarga terdekat. (3) Faktor komunitas yang meliputi lingkungan masyarakat disekitar subjek. Indigo Istilah anak indigo atau indigo children merupakan istilah baru yang ditemukan oleh konselor terkemuka di Amerika Serikat, Nancy Ann Tappe. Pertama kali dipublikasikan oleh Jan Tober dan Lee Carrol dalam buku mereka The Indigo Children: The New Kids Have Arrived. Indigo sebenarnya secara etimologi berarti warna nila, biru gelap. Anak indigo adalah anak yang memiliki lapangan aura berwarna nila atau biru gelap. Vita (2010) juga mengemukakan penelitian dari seorang peneliti asal Inggris yang menyebutkan bahwa anak indigo adalah anak-anak yang umumnya tidak Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           5       

mudah diatur oleh kekuasaan, tidak mudah berkompromi, emosional dan beberapa diantaranya memiliki tubuh yang rentan, sangat berbakat atau berkemampuan akademis baik, dan mempunyai kemampuan metafisis. Mereka juga bisa melihat permasalahan lebih mendalam, intuisi anak indigo juga kuat. Definisi anak indigo menurut Lee Carrol & Jan Tober (1999) adalah semua anak-anak baru yang memasuki bumi yang menampakkan suatu sifat psikologis yang serba baru dan berbeda dari yang lain, serta memiliki perilaku-perilaku yang sangat berbeda dari sebagian besar anak-anak seusianya. Anak indigo memiliki keunikan yang hampir sama, sehingga orang-orang yang berinteraksi dengan mereka perlu mengubah sikap dan menyesuaikan pola pendidikan anak indigo. Ciri-ciri anak indigo menurut Lee carroll & Jan tobber (1999) yaitu: (a) Anak indigo memasuki dunia dengan perasaan keningratan (dan sering kali bertindak seperti itu). (b) Anak indigo memiliki perasaan “pantas untuk berada di sini”, dan terkejut jika orang lain tidak berpandangan seperti itu. (c) Harga diri bukanlah persoalan besar. Anak indigo sering memberitahu orang tuanya tentang jati diri anak indigo yang sebenarnya. (d) Anak indigo memiliki kesulitan dengan otoritas absolut (otoritas tanpa penjelasan atau pilihan. (e) Anak indigo benarbenar tidak akan melakukan hal-hal tertentu yang tidak pasti, sebagai contoh; menunggu di antrean sangat sulit bagi anak indigo. (f) Anak indigo merasa frustasi dengan sistem yang berorientasi pada ritual dan tidak memerlukan pemikiran kreatif. (g) Anak indigo sering memiliki cara-cara yang lebih baik dalam melakukan segala sesuatu, baik di dalam rumah maupun di sekolah, yang membuat mereka tampak seperti perusak sistem, tidak patuh pada sistem apapun. (h) Anak indigo tampak antisosial kecuali jika mereka bersama dengan indigo lainnya. Jika tidak ada orang lain yang memiliki kesadaran yang sama disekitarnya, anak indigo sering berpaling kedalam diri, merasa seperti tidak ada orang lain yang memahami anak indigo. Sekolah sering kali menjadi luar biasa sulit bagi anak indigo secara sosial. (i) Anak indigo tidak akan bereaksi terhadap disiplin dan rasa bersalah, dan terakhir (j) anak indigo tidak malu memberitahu tentang apa yang mereka butuhkan.

Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           6       

Selain ciri-ciri anak indigo yang dikemukakan di atas, adapula tipe-tipe anak indigo yang dikemukakan oleh Nancy Tape (dalam Carroll & Tobber, 1999) yaitu (1) humanis, anak indigo tipe ini akan bekerja dengan orang banyak. Anak indigo tipe ini mempunyai kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya anak indigo ini menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain. (2) Konseptual yaitu anak indigo tipe ini lebih senang bekerja sendiri dengan proyekproyek yang ia ciptakan sendiri. Anak indigo ini sangat menonjol dalam merancang suatu program. (3) artis atau seniman adalah anak indigo tipe ini menyukai pekerjaan di bidang seni. Perilaku yang menonjol adalah sensitif, dan kreatif. Anak indigo ini mampu menunjukkan minat sekaligus dalam 5 atau 6 bidang seni, namun beranjak remaja minat anak indigo ini terfokus hanya pada satu bidang saja yang dikuasai secara baik. (4) Interdimensional adalah tipe anak indigo tipe ini yang memiliki ketajaman indera keenam di masa yang akan datang menjadi seorang filsuf, pemuka agama. Dalam usia 1 atau 2 tahun, orangtua merasa tidak perlu mengajarkan apapun kepada anak indigo ini karena anak indigo ini sudah mengetahuinya. Bagaimana tanggapan dan sikap orang tua yang memiliki anak dengan kelebihan indigo. Bagaimana para orang tua menyikapi permasalahanpermasalahan yang timbul karena memiliki anak indigo.

METODE Subjek Penelitian. Subjek yang digunakan adalah 4 orang ibu berumur sekitar 30-65 tahun yang memiliki anak indigo. Ibu dipilih karena ibu memiliki faktor kelekatan yang lebih dengan anak indigo dibanding ayah, ibu juga lebih terlibat dalam proses pertumbuhan anak indigo. Instrumen Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara semi-structured. Pedoman wawancara yang digunakan dibuat dari mengembangkan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002). Pedoman wawancaraberisi open-ended question yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka tetapi tetap terarah pada tujuan penelitian (Poerwandari, 1998). Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           7       

Prosedur Penelitian. Pelaksanaan penelitian semua dilakukan di rumah para subjek. Penelitian dilakukan sesuai dengan waktu yang telah di sepakati oleh subjek dan peneliti. Tempat penelitian ditentukan oleh subjek agar subjek lebih leluasa bercerita dengan nyaman. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti memulai wawancara awal mulai dari tanggal 4 Maret-6 Maret 2012. Sedangkan penelitian dimulai tanggal 27 Juni-19 September 2012. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Resiliensi pada Orang Tua yang Memiliki Anak Indigo Dari hasil penelitian didapat bahwa keempat subjek orang tua memiliki kemampuan resiliensi yang sangat baik. Bagi para orang tua yang memiliki anak indigo, bukanlah suatu masalah, bukan merupakan suatu hal yang buruk. Memiliki anak indigo adalah sebuah hadiah dan anugerah dari Tuhan yang subjek syukuri. Dalam penelitian ini juga penulis mengkaitkan dengan tujuh aspek resiliensi yang diungkap melalui wawancara dengan masing-masing subjek. Keempat subjek orang tua memiliki kontrol emosi yang baik, yang membuat subjek dapat menghadapi anak indigo yang termasuk anak yang emosional. Keempat subjek orang tua juga mampu mengontrol impuls atau dorongandorongan yang muncul baik yang negatif maupun positif dari dalam atau dari luar diri subjek terkait membersarkan anak indigo. Keempat subjek orang tua mampu bersikap optimis dalam menghadapi segala permasalahan yang timbul dalam membesarkan anak indigo. Kemampuan menganalisis masalah yang dimiliki oleh keempat subjek cukup baik sehingga membuat keempat subjek orang tua merasa tidak memiliki masalah yang cukup rumit dalam membesarkan anak indigo. Dalam membesarkan anak indigo, keempat subjek orang tua masih mampu memiliki empati dengan orang lain yang dibuktikan dengan hubungan baik yang tetap terjalin antara subjek, keluarga maupun lingkungan.Keempat subjek orang tua juga memiliki pencapaian yang baik dalam kehidupan. Keempat subjek orang tua mampu meningkatkan aspekaspek positif dalam diri subjek. Keempat subjek orang tua masih mampu untuk melakukan kegiatan lain selain membesarkan anak indigo. Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           8       

Tabel 1. Deskripsi Subjek Sekunder (Anak Indigo) No

Nama

Usia

1.

DN

12 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki

Pendidikan

Pekerjaan

SMP

Siswa

2.

LN

13 tahun

Laki-laki

SMP

3.

IK

38 tahun

Laki-laki

S1

4.

KS

19 tahun

Perempuan

S1

Keterangan

Anak dari subjek RN Siswa Anak dari subjek DS Pegawai Anak dari Negeri subjek NR Mahasiswi Anak dari subjek FR

Faktor Pendukung yang Mempengaruhi Resiliensi pada Orang Tua yang memiliki anak indigo Setelah mengungkap aspek-aspek resiliensi, dari hasil penelitian juga terungkap bahwa kemampuan resiliensi yang baik dari keempat orang tua subjek penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mendukung subjek untuk menjadi resilien adalah faktor individual yang meliputi kemampuan masing-masing subjek dalam mengontrol emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan menganilisis masalah, empati dan efikasi diri. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan resilien keempat subjek menjadi sangat baik karena keempat subjek menganggap memiliki anak indigo bukan sebagai permasalahan besar dan keburukan, melainkan suatu anugerah yang harus disyukuri karena diberikan anak dengan kelebihan khusus yang tidak semua orang dapat memilikinya. Hal itu berarti faktor individual atau faktor kemauan dalam diri masing-masing subjek memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan kemampuan resiliensi dari keempat subjek penelitian. Faktor yang kedua adalah faktor keluarga yang juga mempunyai andil yang cukup besar dalam menumbuhkan kemampuan resiliensi yang baik bagi masingmasing subjek. Keluarga menjadi salah satu sumber kekuatan bagi masing-masing subjek. Dukungan serta motivasi dari keluarga merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi. Hal ini terungkap dari kesimpulan kutipan wawancara dengan keempat subjek yang mengatakan bahwa keluarga dan orang terdekat merupakan orang yang paling berperan penting dalam pembentukan kemampuan resiliensi dari keempat subjek. Keluarga dan orang terdekat merupakan tempat Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           9       

dimana keempat subjek bisa mencurahkan perasaan dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi keempat subjek dalam membesarkan anak indigo. Bertolak belakang dengan 2 faktor di

atas, faktor ketiga yaitu faktor

komunitas tidak terlalu berpengaruh dalam peningkatan kemampuan resiliensi subjek. Keempat subjek menyatakan tidak pernah menceritakan tentang permasalahan maupun pembicaraan tentang anak indigo dalam lingkungan masyarakat. Hanya subjek 4 yang sering bertukar pendapat dengan orang tuaorang tua yang juga memiliki anak indigo. Sedangkan ketiga subjek yang lain mengaku jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar terkait dengan pembahasan anak indigo. Tetapi pada dasarnya keempat subjek memiliki hubungan dan komunikasi yang baik dengan lingkungan sekitar dan tidak menutup diri dalam bergaul dengan orang-orang di lingkungan sekitar subjek. Keempat subjek hanya pernah berkonsultasi dengan para ahli metafisis ataupun psikolog guna mendapatkan nasehat ataupun tips-tips dalam membesarkan anak indigo. Penulis dapat menemukan fakta-fakta baru dalam penelitian ini, yaitu ternyata bagi para orang tua, memiliki anak indigo bukan merupakan suatu masalah besar dalam kehidupan orang tua. Hal ini dikarenakan anak indigo bukanlah anak dengan keterbelakangan mental ataupun anak yang memiliki perbedaan fisik dengan anak normal. Anak indigo tidak memiliki kekurangan dalam hal fisik maupun mental yang mengakibatkan orang tua malu karena memiliki anak indigo. Memiliki anak indigo merupakan suatu anugerah yang harus disyukuri karena anak indigo memiliki kelebihan dalam hal metafisis maupun kelebihan-kelebihan lain. Fakta lain yang peneliti temukan dalam penelitian ini adalah dalam menghadapi anak indigo orang tua tidak boleh menggunakan emosi yang berlebihan. Menghadapi anak indigo harus penuh dengan kelembutan karena anak indigo yang ditemukan peneliti termasuk anak yang sensitif dan memiliki emosional yang tinggi. Sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi anak indigo.

Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           10       

Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak semua anak indigo memiliki IQ superior, dalam hal ini salah satu anak indigo dari subjek memiliki IQ yang normal. Tetapi memang semua anak indigo yang peneliti temukan memiliki umur mental yang lebih tua dari pada umur normal anak. Peneliti juga mampu membuktikan bahwa teori yang menyatakan bahwa indigo dewasa memiliki pekerjaan khusus selain pekerjaan utama indigo dewasa. Peneliti mengungkapkan bahwa salah satu anak dari subjek peneliti yang merupakan indigo dewasa memang benar memiliki pekerjaan khusus di luar pekerjaan utama indigo dewasa tersebut. Indigo dewasa tersebut mampu menyembuhkan orangorang. Fakta-fakta tersebut peneliti temukan dari hasil wawancara, observasi maupun data-data penguat anak indigo dari masing-masing subjek. Fakta lain yang ditemukan peneliti adalah mengenai strata sosial dan latar belakang ekonomi masing-masing subjek yang mempengaruhi kemampuan resiliensi masing-masing subjek. Ketiga subjek adalah ibu bekerja, dan subjek 3 (NR) adalah ibu rumah tangga. Keempat subjek memiliki strata sosial menengah ke atas dan tinggal dalam lingkungan perumahan komplek yang jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya berjauhan. Kesibukan keempat subjek membuat keempat subjek jarang berkumpul dengan orang-orang di lingkungan sekitar sehingga membuat keempat subjek tidak terlalu mendengar perkataan-perkataan negatif dari orang-orang sekitar mengenai kemampuan indigo yang dimiliki anakanak subjek. Sehingga semakin jarang keempat subjek berkumpul dengan lingkungan sekitar, semakin jarang subjek mendengar perkataan-perkataan negatif dari lingkungan sekitar subjek. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan resiliensi pada masing-masing subjek. Dalam penelitian ini tak luput dari beberapa kekurangan dan kelebihan. Peneliti menemukan kekurangan dalam hal pemilihan subjek penelitian. Subjek penelitian kurang beragam dalam hal latar belakang pendidikan, keluarga, dan ekonomi sehingga hasil penelitian menunjukan hampir sama antar satu subjek dengan subjek lainnya. Latar belakang keempat subjek hampir sama dari segi pendidikan dan latar belakang ekonomi. Hal ini membuat jawaban masing-masing subjek hampir sama satu sama lain. Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           11       

Sedangkan kelebihan yang ditemukan peneliti adalah anak indigo yang memiliki latar belakang berbeda antara satu dengan yang lain. Keberagaman karakteristik anak indigo yang digunakan peneliti membuat perbandingan dalam segi kemampuan, umur, sifat dan pencapaian anak indigo. Peneliti menggunakan satu indigo dewasa guna mengungkapkan teori yang mengatakan bahwa indigo dewasa memilki pekerjaan khusus yang sesuai dengan kemampuan indigonya selain pekerjaan utama yang dikerjakan indigo dewasa. Dari hasil penelitian terbukti bahwa indigo dewasa yang diteliti subjek memiliki pekerjaan khusus yaitu dapat mengobati orang yang diperkuat oleh sertifikat-sertifikat yang dimiliki indigo dewasa tersebut. KESIMPULAN Secara umum, keempat subjek memiliki kemampuan resiliensi yang sangat baik, mampu mengatur emosi yang ada ketika menghadapi anak indigo maupun permasalahan yang ada terkait dengan membesarkan anak indigo, memiliki cara tersendiri dalam mengekspresikan dan mengontrol emosi yang timbul di dalam diri subjek, dan keempat subjek juga mampu mengendalikan berbagai impulsimpuls yang bersifat negatif yang muncul baik dari dalam diri subjek maupun dari luar yang muncul selama subjek membesarkan anak indigo. Keempat subjek juga memiliki optimisme yang tinggi dalam menghadapi permasalahan dalam membesarkan anak indigo. Kemampuan menganalisis masalah masing-masing subjek juga sangat baik walaupun punya cara tersindiri. Masing-masing subjek juga masih mampu memiliki empati dengan orang-orang di sekitar subjek. Efikasi diri dan pencapaian masalah yang dimiliki keempat subjek sangat baik. Kemampuan resiliensi keempat subjek juga di dukung oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor-faktor dari dalam individu subjek sendiri dan faktor eksternal meliputi keluarga dan lingkungan komunitas. Untuk subjek dianjurkan agar subjek dapat lebih meningkatkan nilai-nilai positif yang dimiliki dalam diri subjek, membentengi diri dengan agama lebih baik lagi, lebih bisa bersikap bijaksana dalam membesarkan anak indigo, dan Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           12       

memberikan hal-hal yang bermanfaat untuk perkembangan anak indigo agar anak indigo mampu menggunakan dan mengarahkan kemampuan indigo yang dimiliki anak dengan baik dan dapat bermanfaat bagi masyarakat. Subjek juga harus tetap meyakini bahwa setiap cobaan yang diberikan oleh Tuhan pasti selalu ada jalan keluarnya dan tidak akan pernah melebihi batas kemampuan setiap umat-Nya. Untuk peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian dengan topik yang sama dianjurkan untuk mengungkap lebih dalam aspek-aspek lain yang mendukung terbentuknya resiliensi seperti sejauh mana pengaruh pengaturan emosi atau regulasi emosi yang pada penelitian ini belum terlalu dapat mengungkapkan aspek pengaturan emosi dalam membantu subjek penelitian untuk lebih resilien. Peneliti juga menyarankan agar menggunakan subjek dengan latarbelakang pendidikan, gender, usia, tingkat ekonomi, latarbelakang keluarga yang berbeda antar subjek sehingga diperoleh hasil yang lebih komprehensif mengenai resiliensi.

DAFTAR PUSTAKA Berns, R.M. 2004. Child, Family, School, Community: Socialization and Support. Six Edition. Canada: Thomson Carrol, L. & Jan T. 1999. The Indigo Children. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. --------------------------------2001. An Indigo Celebretion. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Everall, R. 2006. Creating a Future: A Study of Resilience in Suicidal Female Adolescent.84. pp. 461-470 Grotberg, E.H. 1999. Tapping Your Inner Srenght: How To Find The Resilience To Deal With Anything. Oakland: New Harbinger publication Holaday, M. 1997. Resilience and Severe Burns. Journal of Counseling and Development.75. pp. 346-357 Permana, V. S.P. 2010. Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Indigo.Skripsi (Tidak

Diterbitkan).Surabaya:

Fakultas

Ilmu

Sosial

dan

Politik

UniversitasPembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           13       

Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta : LPSP3. Fakultas Psikologi UI. Reivich,K. & Shatte, A. 2002. The Resilience Factor : 7 Essential Skill For Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. New York: Broadway Books Stewart, D & Mcwhriter, J. 2007. Thinking positive: the importante resilience and listening to children and young people. Health Education Vol.107 No.6, pp. 489-493 Vesdiawati, D.A. 2008. Hubungan Resiliensi dengan Stres Pada Anggota POLRI. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII.

Jurnal Spirits Vo. 2 No. 1. November 2011       ISSN: 2087‐7641                                           14