RHINIT'S ALERGI TERKINI - EPRINTS SRIWIJAYA UNIVERSITY

Download 19 Okt 2007 ... 4 hari perminggu atau lebih dari 4 minggu.r Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dapat diklasif...

0 downloads 248 Views 17MB Size
{

'')

PENATALAKSA'\'A AN

RHINIT'S ALERGI TERKINI

Dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.THT-KL (K)

/e")ffi88"^\ TEMU ILMIAH AKBAR LUSTRUM IX $.s*6mtgi ol*,--,,^*1ffi*fl. (DIES NATALIES KE 45) FK UNSRI Hotel Swarna Dwipa Palembang 19 - 20 Oktober 2007

grff';l*ifiil-ftf'B)

KE MHNTEREAN FENBEDTK.A.N NASE&NAF,

ii.

EJTSVHRSST'AS SRSWK$AVA Palembang-Frabumulih Km. 32Tndralaya, Ogan llir, Kode Fos 3S652 Telp. (0711)580069,580i59, 580275 Fax. (0711) 580644

E,EtrEBAEA FENGESAE{AN ELASEE,

VALTSASE K.ER.V,A ES,MTAFS SSSg,iq

\-=g bei-randatangan di bawah ini Rektor Universitas Sriwijaya rnenyatakan dengan sebenarnya iatxa karys ilpecaeile yang diajukan untuk kenaikan pangkat dalam jabatan yang sama (LeErtor Lepla) a'r.as nan'la : \ema Dosen Pengusui

: dn. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K)

\T

: 19530i 121977rczAAz

Falc.ritas

: Kedokteran

Telah diperiksa/divalidasi dan hasilnya telah rnemenuhi kaidah ikniah, nonna akademik, dan norlna hukum sesuai dengan Perafuran Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Fenanggulangan plagiat di perguruan Tinggi.

! lnderaiay a, 2L J wni 20i i p nekor,

g 7 Yrai. Dr. B5dia Ferizade, M.ts.A f Nw. tsfia7a7u7s$zoat

p

Hasil Penelitian/ karya ilmiah

Penatalaksanaan Kista Dermoid Orofaring Pada

)-ang

Infant

dipublikasikan

Seminar Ilmiah

dalam

Orl Head and Neck

4-5Juni20ll

KHIVSENT'EREAN PEN&EFEKAN NASS&NAE, gAV A E'TRTEE,IEIB CE'ry=j-3.\> A C C€>gEE/g e-/l\-a v g.!a\.l.}E!.J.&q.E. Y v l$-er-dB -E- ra -EJl. Falembang-Fraburnulih Km. 32 Indralaya, Cgan llir, Kode Fcs 30662 Telp. (071 l)580069, 580169, 58A275 Fax.

Lampiran K*rya

EEsleiah

(07ii)

580544

yang triajuka* umfuk Kenaikan FangB
yamg Sama {Lek€or

)":*-: i:sen \-l __

Pengusul

::-1;---5

: dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) : tr953011219771A2402 : Kedokteran .Ferdul Karv-a Xheliah

-

Diaenosis dan Penatalaksanaan Tumor l.{euroelctodermal Primitif di R.egio Sinonasal Fraiuasi Operatif pada Fenderita Otitis Media Supuratif Kroni di departemen TF{T r.:-nah Sakit M. F{oesin Palem Pena'ralaksanaan R-tainitis elergi Terkini Paresisi saraf Fasiai karena Otitis Media Sufr.ratif Kronik Kolesteatoma if Fistuia Preaurikuia Koneini Indfialaya,21 Se*leE&ris

Er. Ir. Edy

Sutriyonaoo IVISc i958122619881 I 1001

I

l-1

Hasil Penelitian" kar)'a ilmiah )arg dipublikasikan dalam Senninar Ilndah

_E_Fr.

dYE

lvi.

It

FY.._ Fr. BF tYt. Ft ulnr

8199802i001

Penataliksanaan Kista Dermoid Orofaring Pada

3'o

orl

Head and Neck

Surabava,4

-

5 Juni 201

I

SLR{T PER\'AT.{A}' KEABSA}LAI{ KARY A ILI\ILA'H

dr. Hj. Abla Ghanie, SP.THT-KL.(K) l 9s30 l 12 197710 2 002 0012015302 Pembina (Gol. IV/a) (TMT :

t r-:

iuai "- ::'-,rngan ruang, TMT -1 rT . _.*-,4.l;]""

Lektor Kepala (TMT :

_-r.r

I 'r-; l-:i '-r!$Ei

\{ata Kuliah ?:i_lem Studi

!"g:

-:tL*

:

THT.KL THT.KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya'

-m ge: -. :len) aakan bahwa Karya Ilmiah,

ii'or. Fenelitian/Karya Ilmiah dipublikasikan dalam i::: }:::ik lfajalah Nasional Yang ::L Terakreditasi

seperti di bawah ini

:,::-; dipublikasikan dalam l'-i< Majalah Nasional yang --:." leralseditasi

-':."=:

PenelitiarV karya ilmiah

dipublikasikan

dalam

-=r.rar Ilmiah

:

ffimeriksaan

Kelainan

Telinga Hidung Tenggorokan

109 hlm. ; 14 x 2l cm' rsBN 978-979-448-909-3

Xi,

Penatalaksanaan Tumor -ISSN 2086-3845 Vol. No.2 Tahun 2009 Neuroeltodermal Primitif di Regio Sinonasal

niagnosis

-

I Oktober 2007) I Mei 2007)

aan

@derita

Pertemuan Ilmiah tahunan

Sakit M. Hoesin Palembang

Spersialis Hidung Tenggorokan

otitis Media Rumah THT di Departemen Kronik Supuratif

VII

Perhimpunan Dokter Telingan

Bedah Kepala

Leher

Indonesia, 28 Juli

:{..i] Penelitian/ karya ilmiah :.::,3 dipublikasikan dalam

Fenataiaksanaan Rhinitis Elergi Terkini

--il j lg

Paresis Saraf Fasial karena Otitis Media

k::rnar Ilrniah

:

Penelitian/ karya ilmiah

dipublikasikan

dalam

39

Sufuratif Kronik dengan Kolesteatoma'

xrninar Ilmiah

-

0l

As,ustus 2008 di Bandung Temu Ilmiah Akbar Lustrum IX (Dies Natalies ke 45) FK Unsri zno End Head & Neck

Surgery Conference

and

3"t Annual Otologi Meeting (PITO 3)

l3-15 November 2008 di Jakarta

:

Fiasil Penelitian/ karya ilmiah

rerg

dipublikasikan

Terapi Operatif Fistula Preawikula Kongenital'

dalam

2no End Head & Neck Surgery Conference and

3"1 Annual Otologi

Semirar llmiah

Meeting (PITO

3)

13-15

November 2008 di Jakarta

-

l{asil Penelitian/ i ang

5

karya ilmiah dipublikasikan dalam

Delayed Speech.

XV,Makassar,T-9Juli 2010

Seminar Ilmiah

Hasil Penelitiar/ karya ilmiah i ang dipublikasikan dalam

KONAS PERHATI-KL

Epidemioligy, Preoperative Evaluations and Surgical Findings in CSOM

Seminar Ilmiah

Combined

5-

Otology Annual Scientific Meeting

(PITO-5) and The

3'd

Asean Academy of Neurotology, OtologY & Audiology (AANOA-3)

9

Congress, Yogyakarta, 28 - 30 Oktober 2010 Hasii Penelitian/ karya ilmiah ) arg dipublikasikan dalam

Abses Otak Otogenik di RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang

Ser:rinar ilmiah

Pertemuan

Ilmiah Tahunan Otologi (PITO) 4, Palembang, 29 - 30 Oktober 2009

-

- Hxil i ilg

Peneiitian' karya ilmiah

!;'r-;r-

d:,publikasikan dalam trLmialr

Penatalaksanaan Kista Dermoid Orofaring Pada

Infant

3'd orl Head and Neck Oncology Conference, Surabaya,4-5Juni20l1

l:

Hasil Penelitian/ karya ilmiah l'ang dipublikasikan dalam

Penatalaksanaan Otitis Media Akut Pada Anak.

Seminar Ilmiah

-:

Pendidikan Kedokteraan Berkelanjutan IV Ilmu Kesehatan Anak Tahun 2010, Palembang,12 November 2010

Hasil Penelitian/ karya ilmiah )ang dipublikasikan dalam

Simposium

Vertigo Posisi Paroksismal Jinak

-

14

Ilmiah

Kedokteran "Tata Laksana

Vertigo dan

Seminar Ilmiah

Migren

Terkini, Palembang, l0 Seotember 2011

" *

"$alah benar karya saya sendiri atau bukan plagiat hasil karya orang lain dan saya ajukan sebagai bahan penilaian lenetapan angka kredit dan kenaikan pangkat dari Pembina (Gol. IV/a) menjadi Pembina Tingkat I (Gol. IV/b). d:abila dikemudian hari terbukti bahwa karya ilmiah ini bukan karya saya sendiri atau plagiat hasil karya orang lain, =aka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. surat pemyataan

-mlclan

ini

saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Palembang, 2

Maret20t2

Materai

THT-KL.(K) I [email protected]

I

:111\,fdt

I

dr. Ablo Ghonie, SP.IHt-K1..(K)\psr',ot@n

Kobohon l(oryo llmioh.dc

LEMBAR

Arly IIER rrAsrl *ENTLATAN sEJAwAr: tltiii,o*c ILMIAH KAR.YA ILMIAH MAKALAH

REwEw

:ParesisSarafFasialkarenaOtitisMediaSufuratifKronikdengan

}takalah

Kolesteatoma'

: ilr. Hi. Abla Ghanie' Sp'THT-KL'(K)

Makalah Ilmiah

WircMakalah

karena Otitis Sqaf : a. Judul Makalah :' Paresis Kronik"Fasial dengan Kolesteatoma

Ilmiah

Media

i":nt*ir

b. ISBN c. Tahun Terbit d. Penerbit

2008

i#"nna Head & Neck Surgery-Conference (PITO 3) La ifrn*tal otologi Meeting

e. Jumlah halaman

Internasional Makatah Forum Ilmiah Forum Ilmiah Nasional

,mt0ri hblikasi Makalah Ilmiah m^*" Pdakategori Yang tePat)

W

Fcmlaian Peer Review

A ffiffi :

Ilmiah Nilai Maksimal Makalah

fmponen Yang dinilai

Nilai Akhir Yang diperoleh

Internasional

fcrngtapan ,rlXfir) dan kedalaman

-E--dcup da" kemutakhiran @-

dmimformasi dan metodologi unsur

f,dsnekryan

ffi Td:

dan

30% (100%

Palembangr 2 Maret 2012

Nlmfr;!!0 :.GA=

f|r \fg I d'

abro

llmioh'doc Gltdie' sP'tlrt-Kt'(X)\Ps Rwiew Mololoh

-

KEMENTERIAN -Fnxur-tAs

j(!h{F

__

PENDIDIKAN NASIONAL

KEDoKTERAN UNSRI

PERPUSTAKAAN

iffi

,6ii 7.onaF.GedungI,ru*pu'U""ilndralava.OKl,t0il2;'ti,tfl?tlf"tli:*'H:ffitft ;":ffi ffiT-;;;4tr*irz'-:r:+38,ema'rkunsri@

;;*n.r"ruy*ffi*fl :ff ^FJd,#rH['_yruiif#:y##dfi Palem bang' Wasantara' ndonet'id I

SURAT KETERANGAN Nomor :014b /F{9 I 4/PFK/T/2010' Kedokteran universitas Kepala Peqpustakaan Fakultas menerangkan bahwa Saudara ;

sriwijaya Palembang dengan ini

Nama

: dr. Abla Ghanie,SP.THT

NIP

: 195301121977102A02

Bagian

,

ffff

- KL'(K)

Fakultas Kedokteran Unsri

derrgan judul kepada Perpustakaan F'K'Unsri Penelitian llmiah Karya Telah menyrmbangkan

P

EL ERGI TERNN I ENATALAKSANAAN RHIN ITIS

(TemullmiahAkbarLustrumIXDiesNatalislrc.4|FK.Unsri)

mestinya' agar dapat dipergunakan sebagaimana Demikian surat keterangan ini dibuat

Palembang, 28 APril 2010

)

NIP. 19531112 19800310 1 9 TEMBUSAN: 1. Subag. KePegawaian

2. ArsiP

t

FK'UNSRI

:

IT (,l

-?

*tI

g

ol

t6

tlUllc

J6'g {l o

cn

IEI rL

l-

.;t

6 I\r u ltJ o

tt

o C\t

F

v I

IJ. ;

u IJJ a

=

2 -ts

o E. o tll (\l F g

l-m

:.s F XE + F $ =8 6Fu'.i

E EE s:f, TIE .lll

6*-

5l

o *4,

'0(

# sE ;a-'Grlt

NI.ltr

L z 3 .oo

g

x

o



rF

tsF (\l a<

\

x3

;6
:(

,c(

n

oE

dl

= =-

F_.=

€!

(t) <<

H

;i

s<{: =:> 'z=

I

cl o UJ z :c

fr

sl v

\k ,o rI]F (,d

1-

'-' .-F

EE

e> id E:M

-,9

III F J J 3 o.

6v)

\00 O\" t'- Kt

v o.{(

.rk "(, : .b

TL

U}

H-HH .dO 6^

vt

Eg sa
o rf, = UJ 2

a3 J

U'

t9,

J

od

F ul F 2o I

2\J

:f c

o UJ a

$

(l}

Y

I

tto d}

E

3 (&-8, !e"/E

r$>

ffi

-Jr16., * \F&t Nd FAKUY:v+9

v

ld $ IL rs

!

ao

iii li

BAB

I

PENDAHULUAN Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe I ( Gell & Coomb) y'ang diperantarai oleh

IgE pada mukosa hidung. Gejala klinik yang timbul

berupa bersin-bersin, hidung beringus ( rinore ), hidung tersumbat yang disertai

gatal pada hidung, mata, palatum sebagai akibat infitrasi sel-sel inflamasi dan dilieluarkannya mediator kimia seperti histamin, prostaglandin dan leukotrien.l Fenyakit ini merupakan penyakit atopi yang sering dijumpai sehari-hari dengan

l0 - 25 oh.1'2 Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang banyak ditemui

prevalensi

naenrpakan masalah kesehatan global. Penyakit

diderita sedikitnya

l0

-

lndonesia prevalensi 40 %

dan

ini ditemukan di seluruh dunia yang

25 7o populasi dan prevalensinya terus meningkat.l Di

anak-ffi*, 10-30 oh dewasa. Prevalensi

terbesar pada usia

15-30 tahun. Prevalensi pada usia sekolah dan produktif meningkat yang n'rengakibatkan penurunan kualitas hidup baik fisik, emosional, gangguan bekerja

dan sekolah, gangguan tidur, sakit kepala, lemah, malas, penurunan kewaspadaan dan penampilan. Pada anak berhubungan erat dengan gangguan belajar3

WHO

Initiatift Allergic Rhinitis and lts Impact on Asthma

tahun 2000

merekomendasikan bahwa rinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifftasi 1'aitu intermiten ( kadang-kadang ) bila gejala kurang dari 4 hari perminggu atau

kurang dart 4 minggu dan persisten ( menetap ) bila gejala ditemukan lebih dari 4 hari perminggu atau lebih dari 4 minggu.r Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dapat diklasifikasikan sebagai gejala ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas, bersantai dan atau olah raga, gangguan belajar atav bekerja dan gejala lain yang mengganggu, serta gejala sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut diatas. Pembagian klasifikasi dan rasional.

ini penting dalam penanganan rinitis alergi

secara tepat

Intervensi dini dan tepat dapat memperbaiki kualitas hidup dan produktifrtas pasien dengan

rinitis alergi dan juga dapat meningkatkan

kernampuan akademik penderita rinitis alergi anak serta dapat menurunkan terjadinya komplikasi pada saluran napas bawah.3 Tujuan terapi adalah menghambat proses patofisiologik yang menyebabkan

terjadinya inflamasi kronik alergik.3 Berdasarkan keadaan tersebut diatas maka diperlukan suatu tahapan penatalaksanaan yang bersifat holistik berupa edukasi, penghindaran terhadap alergen, farmakoterapi secara tepat dart rasional dan mungkin imunoterapi.2 Dalam hal pemberian terapi, diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai patogenesis, patofisiologi rinitis alergi sebagai landasan dalam

pemilihan obat yang tepat.

BAB

II

ISI 2. 1. Definisi

Menurut Von Pirquet, rinitis alergi merupakan Penyakit inflamasi disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi

dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut.

Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh

IgE.t

2.2.Patofisiologi Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri darl' 2 fase, yaitu

Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen

sampai satu berlangsung

jam

setelahnya, dan Reaksi

Alergi Fase Lambat (RAFL)

2 sampai 4 jarrt dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktiftas)

yang

setelah

pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Pada kontak pertama dengan

alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel

penyaji akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul

HLA kelas II membentuk peptida MHC (tr[ayor Histocompatibiliry

Complex) kelas

II,

yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper (Th 0).

Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin

I (IL-l)

yang akan

I dan Th 2. Kemudian Th 2 akarr menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4,IL,5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 mengakti{kan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th

dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B

menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah

f

akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau

basofil (sel mediator) sehingga kedua sel

ini menjadi aktif. proses ini disebut

sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.a

Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk, terutama histamin. selain histamin juga dikeluarkan prostaglandin leukotrin D4, leukotrin c4, brakinin, platelet activating factor dan berbagai sitokin' Inilah yang disebut reaksi alergi fase cepat. Histamin akan

merangsang reseptor

Hl

pada ujung vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada

hidung dan bersin-bersin. Histamin juga menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabiltas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore' Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. selain histamin merangsang ujung syaraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran inter ceiluler adhesion molecule l (rcAM t).4 Pada reaksi alergi fase lambat, ser mastosit akan melepaskan molekul kemotallik yang akan menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan tatget' Respon ini tidak berhenti disini saia, tapigejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam, seterah pemaparun. pada reaksi ini, ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3 , rL4 dan IL5, dan granulocyte macrophag corony stimurating factor (GMcsF) dan,,ICAM I p4da sekret hidung' Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperrensponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya. pada fase ini selain faktor spesifk (alergen), iritasi oleh faktor nonspesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok' bau yang merangsang, perubahan cuaca yang tinggi.a

dan kerembaban udara

S*:resi{i;mlinn

S !..yrtr1**xyfr.

ffi"

R*-exp*sure l-;rrr'trihaq'

[r*e?ll\Jlitlc

fnfJi*:r*utlilx'r

'!$nli;rrrq *tcEr?s:

m*l'T"**'

**lrrgt'n

lFh"r'n"rnrl

T *,,,{_@rr'ld**rr* Af ltrslhtlie a,L"!l Gambar

!'hJ i -!ilFrrli*

lrr

Eu*.iphrf

l. Patofisiologi Rinitis Atergi (dihtip dari ALERGI HrouNc

t;

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:

1.

Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya: debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang, sertajamur.

2-

Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang.

3.

Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin, dan sengatan lebah.

4.

Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak larlit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Faktor non-spesifik : asap rokok, bau yang merangsang, polutan, bau parfum, bau deodoran, perubah afl ctrac4 kelembaban tinggi

Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran sehingga

memberi gejala campuran, misalnya debu rumah yang memberi gejala asma bronkhiat dan rhinitis alergi. Dengan masuknya antigen asing di dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1.

Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen. Reaksi ini bersifat nonspesifik

dan dapat berakhir sampai disini. Bila antigen tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2.

Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai

3

kemungkinan ialah

sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila antigen

berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila antigen masih ada atau sudah ada defek dari sistem imunologi maka reaksi akan berlanjut menjadi respon tersier.

3.

Respon tersier

Reaksi imunologi yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat

bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi antigen oleh tubuh.

Gell dan Coomb mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe

l,

atav

reaksi anafilaksis (hipersensitifitas tipe cepat), tipe 2 atau reaksi sitotoksik /sitolitik,

tipe3 atau reaksi kompleks imun, dan tipe 4 atau reaksi tuberkulin (hipersensitifitas tipe

lambat).

,

Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai dibidang THT adalah tipe I yaitu rhinitis alergi.

2.3. Klasilikasil Rhinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rhinitis mnsiman (seasonal), sepanjang talnrn Qterennial) dan akibat keda. Pembagian ini ternyata tidak memuaskan. Maka disusunlah klasifikasi baru rhinitis alergi menurut

wHo-ARrA

r .

(2001):

Menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup

Berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam penyakit "intermiten" atau "persisten'o

r

Berdasarkan derajat berat penyakit, dan dibagi dalam "ringano' atau "sedang-

beraf'tergantung dari gejala dan kualitas hidup

!,::i3

Ringan ts,/ \ !" Tidur normal .Hil.

Aftivitas:,seh ari-.h ari; saat

',':olah raga & santai normall Tidak ada keluhan yg

,. ,:. nl€nggangEu

{{ atau > geiala}

,\

Tidur terganggu

lk

Aktivitas sehari-hari, olah raga,

Ys: Bekeda& sekolah normal

yr

Sedang-Berat

santaiterganggu

)L

Masalah saat kerja dan sekolah

Fr Ada keluhan yang mengganggu

Gambar 2. Klasifikasi rinitis alergi (dikstip

tari

ARIA)I

2.4. Gejala klinik Gejala klinis rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin yang

berulang. Bersin merupakan gejala normal, yang merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses pembersihan diri (self eleaning process). Bersin dianggap patologik, bila

uerjdinya lebih dari lima kali setiap serangan, terutama merupakan gejala pada r€aksi alergi fase cepat dan kadang-kadang pada reaksi alergi fase lambat sebagai akibat pelepasan histamin.

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersrmbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadangkadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala 1-ang diutarakan oleh pasien.

Red, rtthy,

fiBt*ry4rf5

roruptmn, iil.mny,fise

lfichy ur

thrcat,

mn

p$-

nfi5,4[ dri]p,

h

r3:, -fl

n

%%",

.d[Ah{

Gambar 3. Gejala rintis alergi

Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala

ini disebut allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok

hidung karena gatal dengan punggung hidung. Keadaan ini disebut sebagai allergic

salute. Keadaan menggosok hidung timbulnya garis melintang

ini

lama kelamaan akan mengakibatkan

di dorsum nasi bagian sepertiga bawah yang

disebut

allergic crease.

2.5. Diagnosis 2.5. 1. Anamnesis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior atau nasoendoskopi, dan pemeriksaan penunj ang.

Allergic R[rinifis

$

Gambar 4. rhinitis alergi

Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis saja. Hal

yang perlu ditanyakan adalah gejala utama yang menonjol, usia timbulnya gejala, frekuensi/ lama dan beratnya serangan, pengaruh terhadap aktifitas dan tidur, faktor pencetus apakah di dalam rumah, di sekolah, di tempat kerja, adakah hipereaktifitas

hidung, faktor penyakit atopi lain dan atopi dalam keluarga, serta riwayat pengobatan dan hasilnya. I'a

9

Gejala-gejala rinitis yang perlu ditanyakan adalah o Adanya bersin-bersin o

1'5'6

lebih dari 5 kali (setiap kali serangan)

Rinore (ingus bening, encer, dan banyak)

o Gatal

di hidung, tenggorokan, langit-langit atau telinga

o Gatal

di mata, berair dan kemerahan

o

Hidung tersumbat(menetap/berganti-ganti)

. Hiposmia/anosmia r

Sekret di belakang hidung/post nasal

o

Adanya variasi diurnal (memburuk pada pagi hari-siang dan membaik pada saat

drip

atau batuk

kronik

malam hari) o

Penyakit penyerta: sakit kepala berhubungan dengan tekanan hidung dan sinus

akibat sumbatan yang berat, kelelahan, penurunan konsentrasi, gejala radang tenggorokan, mendengkur, gejala sinusitis, gejala sesak nafas dan asma. o

Frekuensi serangan, lama sakit (intermiten/persisten), beratnya penyakit, efeknya pada kualitas hidupseperti adanya gangguan pada pekerjaan, sekolah, berolahraga, bersantai dan melakukan aktifitas sehari-hari.

Gambar 5. Mukosa hidung dengan rinitis alergi

10

Pada reaksi alergi fase cepat, gejala

klinik yang menonjol adalah bersin-

bersin. gatal, rinore dan kadang-kadang hidung tersumbat, sedang pada reaksi alergi

fase lambat gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, post nasal

drip

dan

hiposmia.6

Perlu ditanyakan riwayat atopi dalam keluarga, serta manifestasi penyakit alegi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis seperti asma bronkial, dermatitis atopi,urtikaria dan alergi terhadap makanan.6

Sumber penting alergen

di

lingkungan pasien juga ditanyakan seperti

bagaimana kualitas udara dan sistem ventilasi dirumah maupun di lingkungan kerja, adanya binatang peliharaan, tipe lantai, keadaan kamar mandi dan ruang bawah

tanah sebagai gudang (bila ada). Faktor pemicu timbulnya gejala juga perlu ditanyakan seperti lingkungan

di

rumah, kamar tidur, tempat kerja, sekolah,

kegemaran atau hobi yang dapat mimicu terjadinya gqala.

Bila pasien alergi

terhadap debu rumah, gejala memburuk di dalam rumah dan membaik di luar rumah. Gejala juga di picu bila pasien membersihkan rumah, biasanya memburuk 30 menit

sebelum tidur malam. Bila alergi terhadap jamur, gejala dapat terjadi sepanjang tahun, membwuk pada lingkungan dengan kelembaban tinggi, dan pada sore hari.

Adanya keadaan hipeneaktifitas hidung terhadap iritan non spesifik seperti asap rokok, udara dingin, bau merangsang seperti bau parfum, masakan, dan polutan juga dapat memicu serta memperberat gejala rinitis. Riwayat pengobatan yang pernah diiakukan dan hasil dari pengobatan serta kepatuhan berobat juga perlu ditanyakan.6

2.5.2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan

fisik ditemukan gambaran yang khas pada anak berupa

allergic shiner ( bayangan gelap dibawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah vena ), allergic salute karena anak sering menggosok-gosok hidung dengan

punggung tangan

ke arah atas karena gatal dan allergic crease berupa

garis

melintang di dorsum nasi sepertiga bawah karena sering menggosok hidung. Pada

1l

e-.ak dengan sumbatan hidung kronik dapat menimbulkan facies adenoid karena tdrmg bemafas lewat mulut. Hal ini menyebabkan lengkung palatum yang tinggi dan gangguan pertumbuhan

gigi sehingga terjadi penonjolan kedepan dari gigi seri

Pasien sering menggerak-gerakkan mulut dan r.:nn:k mengatasi gejala rasa penuh

atas.

gigi saat tidur terutama pada anak

di telinga akibat sumbatan tuba. Kadang-kadang

ditemukan adanyakrusta dan kulit yang kasar di daerah lubang hidung.6'7

Pada mata dapat ditemukan kemerahan, dengan hiperlakrimasi. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka inferior atau media edema, berwarna pucat atau

basah,

livid disertai adanya sekret encer bening dan banyak.l.s Perlu

iuga dilihat apakah terdapat kelainan septum (lurus, deviasi, spina, krista), dan polip hidung yang dapat memperberal gejala hidung tersumbat. Bila fasilitas tersedia dapat

dilakukan nasoendoskopi, apakah ada gambaran konka bulosa atau polip kecil di daerah meatus medius serta komplek osteomeatal.6'7 Pada pemeriksaan tenggorok, mungkin didapatkan bentuk geographic tongue

(permukaan lidah sebagian licin dan sebagian kasar) yang biasanya akibat alergi makanan, adenoid yang membesar, permukaan dinding laring posteriorkasar (cobble stane appearance), dan penebalan lateral pharyngeal bands akibat sekret mengalir ke tenggorokan yang kronik.T

2. 5. 3. pemeriksaan Penunjang

2.5,3.1. Pemeriksaan in vitro Pemeriksaan in vitro merupakan pemeriksaan diagnosis secara laboratorium

untuk mendeteksi dan mengidentifikasi penyebab. rKelebihan pemeriksaan ini dibandingkan tes

kulit adalah aman dan nyaman bagi penderita sehingga

dapat

dilakukan pada bayi dan anak kecil serta dapat dilakukakan pada pasien dimana tes

kulit tidak

dapat dilakukakan yaitu penderita yang tidak dapat bebas dari

antihistamin, antidepresan trisiklik, atau penderita dengan kelainan kulit

t2

(

derrratografisme dan dermatitis atopi berat).6'7

2. 5.3.2. Pemeriksaan Ig E total serum

Secara umum, kadar

Ig E total

serum rendah pada orang normal dan

meningkat pada penderita atopi, tetapi kadar adanya

Ig E normal tidak menyingkirkan

rinitis alergi. Pada orang normal, kadar Ig E meningkat dari lahir (0-1KU/L)

sampai pubertas dan menurun secara bertahap dan menetap setelah usia 20-30 tahun.

Pada orang dewasa kadar

>

100-150

KU/L dianggap lebih dari normal. Kadar

meningkat hanya dijumpai pada 60Yo penderita rinitis alaergi dan 75% penderita asma. Terdapat berbagai keadaan dimana kadar Ig E meningkat yaitu infeksi parasit,

penyakit kulit (dermatitis kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan kadar menunrn pada imunodefisiensi serta multipel mieloma. Kadar Ig E dipengaruhi juga oleh ras

dan umur, sehingga pelaporan hasil harus melampirkan nilai batas normal sesuai golongan usia. Pemeriksaan ini masih dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring, tetapi tidak digunakan lagi untuk menegakkan diagnosis.

2. 5. 3.3. Pemeriksaan Ig E Spesifik serum (metode RAST) Pemeriksaan

ini untuk membuktikan adanya Ig E spesifik

terhadap suatu

ini cukup sensitif dan spesifik (>85%), akurat, dapat diulang dan bersifat kuantitatif. Studi penelitian membuktikan adanya korelasi yang alergen. Pemeriksaan

baikantara Ig E spesifik dengan uji kulit, gejala klinik dan tes provokasi hidung bila menggunakan alergen yang terstandarisasi. Hasil baru bermakna bila ada korelasi dengan gejala

sistem

klinik, seperti

scoring.6'7

pada tes

kulit. Cara lain adalah Modified RAST dengan &

2. S. 4. Pemeriksaan Lain Pemeriksaan

ini bukan merupakan pemeriksaan pertama untuk menegakkan

diagnosis, tetapi dapat dipakai sebagai pemeriksaan penunjang atau untuk mencari penyebab lain yang mempengaruhi timbulnya gejala k1inik.6'7

l3

a5,4.

1.

Hitung jenis sel darah tepi

Pemeriksaan

hlah

ini dipergunakan bila fasilitas

pemeriksaan lain tidak tersedia.

sel eosinofil darah tepi kadang meningkat jumlahnya pada penderita rinitis

dtrgi, tetapi kurang bermakna

secara

klinik.

N n;rnl Surtp.ns. ffiertl $,remt'rh

Gambar

T*rt

6. Nasal smear and scratch test

2.5.4.2. Pemeriksaan sitologi sekret dan mukosa hidung Bahan pemeriksaan diperoleh dari sekret hidung secara langsung (usapan), kerokan, bilasan dan biopsi mukosa. Pengambilan sediaan untuk pemeriksaan ini sebaiknya dilalrukan pada puncak RAFL pasca pacuan alergen atau saat bergejala

kuat. Pemeriksaan

ini tidak rutin dilakukan dan biasanya hanya yntut keperluan

penelitian dan harus dikerjakan oleh tenaga

terlatih.

,,

2.5.4.3. Tes provokasi hidunglNcsal challenge test Pemeriksaan

ini dilakukan bila tidak terdapat

kesesuaian antara hasil

1,4

pemeriksaan diagnosis primer (tes kulit) dengan gejala klinik. Secara umum, tes ini

lebih sulit untuk diulang dibandingkan dengan tes kulit dan pemeriksaan Ig E spesifrk. Tes provokasi menempatkan penderita pada situasi beresiko untuk terj adinya reaksi anafi laksis.

H,n*nl Slncursa Provsr,Hrtil'e Te.rt trrrrcirrg, ir*}ing" crnrer?' r$iurrr:thtn, onm.sin w'olltlr, mnnrra *alur

Ir

r.,;,

Smur di*,r*rtpr $rrper dixNr {351}- gidiitkl Gambar 7. Tes provokasi hidung

2.5.4.4. Tes fungsi mukosilier Pemeriksaan ini untuk kepentingan penelitian

2.5.4.5. Pemeriksaan aliran udara hidung Derajat obstruksi hidung diukur secara kuantitatif dengan alat-rinomanometer

(anterior dan posterior) atau rinomanometer akustik, misalnya pasca tes provokasi hidung. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan.

2. 5. 4. 6. Pemeriksaan radiologr Pemeriksaan foto polos sinus paranasal, CT Scan maupun MRI (bila fasilitas

l5

tersedia) tidak dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis rhinitis alergi, tetapi untuk

menyingkirkan adanya kelainan patologi atau komplikasi rhinitis alergi terutama bila respon pengobatan tidak memuaskan. Pada pemeriksaan foto polos dapat ditemukan

penebalan mukosa sinus (gambaran khas sinus akibat alergi), perselubungan homogen serta gambaran batas udara cairan di sinus maksila. 2. 5. 4. 7. Tes cukit/tusuk @rick test)

Tes kulit digunakan secara luas sebagai salah satu alat untuk menegakkan

diagnosis alergi terhadap alergen dan merupakan indikator yang aman, mudah dilakukan, hasil cepat didapat, biaya yang relatif murah dengan sensitifitas tinggi serta dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring. Tes cukit dapat mendiagnosis

rhinitis alergi akibat allergen inhalasi berderajat sedang sampai berat, tetapi pada penderita dengan sensitifitas rendah, kemungkinan tidak terdeteksi walaupun tedapat

korelasi dengan gejala klinik. Bila pada anamnesis terdapat kecurigaan adanya alergi, sedangkan tes kulit negative, tindakan yang perlu dilakukan adalah: 1. periksa obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil tes. 2. periksa adakah penyebabhasil

negative palsu.3. observasi pasien selama adanya paparan allergen yang tinggi. 4. lakukan tes provokasi atau tes inhadermal (bila fasilitas tersedia).r'6

Gambar 8. Tes cukit/tusttkQrick

tesf

16

2. 5, 4. 8. Tes intradermal Tes

ini memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes cukit,

walaupun reaksi positif palsu atau reaksi anafilaksis lebih sering terjadi. Sebaiknya yang dilakukan tes intradermal hanya yang memberikan hasil negatif pada tes cukit.

SET (Shrn End Point Titration) merupakan pengembangan tes intradermal

larutan tunggal (disebut juga pengenceran larutan berganda), dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, dapat juga menentukan derajat alergi serta dosis

awal untuk imunoterapi.

l'6'7

Intrn-illf rnilnl'$,lte rgen Text I

#.#

7r SF

L

r

f

Gambar 9. Tes intradermal

2.6. Penatalaksanaan Secara garis besar, penatalaksaruuill rinitis

A"r[i terdiri dari 3 cara

yaitu

menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi dan imunoterapi, sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis dan polip hidung.

17

2.6.1. Menghindari atau eliminasi alergen Pada dasamya penyakit alergi dapat dieegah dan dibagi menjadi

3

tahap,

yaitu: 1) Pencegahan primer untuk meneegah sensitisasi atau proses pengenalan

dini

terhadap allergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai

risiko atopi' Pada ibu hamil diberikan diet retriksi ( tanpa susu, telur, ikan laut dan kacang ) mulai trimester III dan selama menyusui. dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5 - 6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilalarkan untuk mencegah pajanan

terhadap allergen dan polutan.

2) Pencegahan sekunder untuk meneegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap

awal berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan

dengan

penghindaran terhadap pajanan allergen inhalan dan makanan yangdapat diketahui dengan uji kulit.

3) Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit alergi dengan penghindaran allergen dan pengob atan.r,, 1. Penghindaran alergen. Cara

ini berfujuan

mencegah terjadinya kontak antara alergen dengan IgE

spesifik yang terdapat dipermukaan sel mast atau basofil sehingga degranulasi tidak terjadi dan gejala dapat dihindarkan. Perjalanan dan beratnya penyakit berhubungan dengan konsentrasi alergen di lingkungan.s walaupun konsep pengobatan ini sangat

rasional, namun dalam praktek adalah sangat sulit dilakukan. alergen utamanya adalah debu rumah dan serpihan

Di

negara tropis,

kulit serangga/ tungau antara lain

Dermatophagoides pteronysinus dan farinae yang _hidup pada debu rumah., karpet, kasur, kapuk, selimut, tumpukan pakaian dan buku lama. Disarnping ifu terdapat partikel alergen lain yang menempel pada debu rumah misalnya kotoran kecoa, selpihan bulu kucing dan anjing yang juga berperan aktif 1,2,3,8,e Jamur yang terdapat dalam rumah sepelti jenis Aspergillus den Penicillium seing ditemukan

t8

pada daerah yang lembab seperti kamar mandi, daprr, gudang, serta atap yang bocor.2

Pencegahan kontak dengan alergen dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah. menghindari pengguna^an karpet, memperbaiki ventilasi dan

kelembaban udara. Edukasi terhadap penderita perlu diberikan secara teratur mengenai penyakit, penatalaksarraan, kepatuhan dalam berobat baik secara lisan maupun pertanyaan.s

Untuk mengurangi populasi tungau dan paparan terhadap alergen, terdapat beberapa cara yang harus dilakukan yaitu

1. Tidak menggunakan karpet. kapuk dan menyingkirkan mainan berbulu dari kamar tidur.

2. mencuci selimut, bed cover, sprei, sanmg bantal dan guling serta kain kordin pada suhu 600 C. 3 Melapisi kasur, bantal dan guling dari bahan yang impermeabel/anti tembus

tungau

4. Menggunakan perabot yang mudah dibersihkan seperti dari kayu, plastik atau logam dan hindari sofa dari kain.

5. Pembersihan yang sering dan teratur dengan penghisap debu atau dengan lap basah. 6. Hindari binatang peliharaan t'2'8'e

l9

r::;. ".: .';*r

'.t .:

:

t

'".,'rj#

-**' *, .;j1,,,i

r1111

;:* "ar;* .':.,

:rr.i

:4e

-l ,

.i.ii]

Gambar 10. Alergen yang menyebabkan RA

2.6.2. Farmakoterapi Perlu ditekankan bahwa penderita rinitis alergi harus menggunakan obat secara teratur dan tidak pada saat diperlukan saja , karena penggunaan yang teratur

dan konsisten dapat mengontrol inflamasi mukosa dan mengurangi terjadinya komplikasi pada saluran napas lainnya'3 Hal penting'lain adalah dalam memilih

terapi harus diperhatikan terapi secara individual berdasarkan berat ringannya penyakit .10

20

2. 6.2.1.

ANTIHISTAMIN

Histamin merupakan mediator utama timbulnya gejala rinitis alergi pada fase cepat dan dibentuk di dalam sel mast dan basofil ( preformed mediatoy', Histamin dapat dikeluarkan dalam berapa menit, mempunyai efek vasoaktif yang poten dan

kontraksi otot polos melalui

Hl

reseptor pada target organ. Secara klinis, histamin

dapat menyebabkan vasodilatasi, peninqkatan permeabilitas vaskuler, menurunkan

viskositas mukus, bronkokonstriksi dan stimulasi saraf sensoris. Hal inilah yang menyebabkan gejalabersin, rinore dan gatal pada hidung, mata dan palatum.tl

Antihistamin adalah antagonis histamiin reseptor Hl yang bekerja secara inhibisi kompetitif pada reseptor Hl , dan merupakan preparat farmakologik yang

paling sering dipakai sebagai terapi pertama dalam pengobatan rinitis alergi.lr Antihistamin dapat mengurangi gejalabersin, rinore, gatal tetapi hanya mempgnyai efek yang minimal atau tidak efektif untuk mengatasi sumbatan hidung.l,2,3,s

Antihistamin yang ideal harus tidak mempunyai efek antikolinergik, anti serotonin, anti adrenergik dan tidak melewati sawar darah otak, tidak menyebabkan mengantuk dan mengganggu penampilan psikomotor, serta dalam dosis tinggi tidak mempengaruhi jalur ion kalium pada otot jantung yang menyebabkan perpanjangan

interval QT pada EKG atau menyebabkan aritmia jantung.l2 Karakteristik optimat secara farmakokinetik dan farmakodinamik termasuk absorpsi cepat secara intra oral, tidak ada interaksi dengan obat lain, mula kerja cepat, lama kerja 12 - 24jam setelah pemberian dosis tunggal, dan tidak terdapat takifilaksis.12 Antihistamin generasi pertama bersifat lipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak danplasenta dan mempunyai efek anti kolinergik. Efek samping yang terjadi pada ssP adalah rasa mengantuk, lemah, dizzines, gangguan koqnitif dan penampilan serta efek anti kolinergik seperti mulut kering, kontipasi, hambatan

miksi dan

glaukoma.Yang termasuk kelompok ini adalah difenhidramin, klorfeniramin, hidroksisin, klemastin, prometasin dan siproheptadin.tl,l3 Antihistamin generasi

II

lebih bersifat lipofobik sehingga sulit menembus

2l

sawar darah otak dan plasenta, bersifat selektif mengikat reseptor

Hl,

tidak

mempunyai efek anti kolinergik, anti adrenergik dan efek pada SSP sangat minimal sehingga tidak mempengaruhi penampilan Qterformance).Yangtermasuk kelompok

ini adalah loratadin, astemisol, azelastin, terfenadin dan cetirisin. Terfenadin

dan

astemisol menyebabkan penghambatan pada jalur ion Kalium yang menyebabkan perpanjangan interval QT pada EKG. Bila dikombinasikan dengan obat lain yang

dimetabolisme di hati melalui enzim sitokrom P450 misalnya antibiotik golongan

malaolid dan antijamur golongan azol, ke dua obat

ini

dapat menyebabkan

timbulnya torsades de pointes serta aritmia ventrikel, sehingga kedua obat ini sudah

tidak di rekomendasikan lagi.l'2'3'8 Feksofenadin yang merupakan metabolit aktif dari terfenadin dan desloratadin dapat digolongkan sebagai antihistamin generasi III karena tidak dimetabolisme di hati dan tidak menyebabkan kelainan pada jantung.2

Obat antihistamin generasi ke

II

dan

III ini mempunyai

efek antiinfiamasi,

menurunkan akumulasi eosinofil, pelepasan sel mediator dari mostosit dan basofil,

menurunkan migrasi sel eoslnofil dan ekspresi ICAM

Molecull )

I ( Intracellular Adhesion

r'3'8'e

Saat

ini

terdapat

2

sediaan antihistamin topikal untuk rinitis alergi yaitu

azelastin dan levocabastin. Kedua jenis obat ini secara efektif dan spesifik bekerja sebagai H1 reseplor antagonis untuk mengatasi gejala bersin dan gatal pada hidung

dan mata (rinokonjungtivitis alergi). Bila digunakan mencegah timbulnya gejala.

2.

r'1

2 kali sehari dapat

I

6.2.2. Dekongestan

Berbagai jenis cr, adrenergik agonis dapat d.iberikan secara per oral seperti pseudoefedrin, fenilpropanolamin dan fenilefrin. Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal dalam mengatasi rinore

dan tidak mempunyai efek terhadap bersin, gatal di hidung maupqn di mata. Pseudoefedrin merupakan stereoisomer efedrin dan mempunyai kerja yang sama

22

dengan efedrin, tetapi memiliki efek minimal terhadap tekanan darah atau

jantung dan SSP. Pemberian pseudoefedrin dapat mengatasi hiperemi jaringan, edem mukosa dan meningkatkan patensi jalan napas hidung. Obat

ini berguna

untuk mengatasi rinitis alergi bila dikombinasikan dengan antihistamin.l'2'3

Efek samping dekongestan oral terhadap SSP yaitu gelisah, insomnia, iritabel, sakit kepala dan terhadap kardiovaskuler seperti palpitasi, takikardi, meningkatkan tekanan darah, dapat menghambat aliran air seni. Penggunaan obat ini harus hati-hati pada orang tua karena dapat meningkatkan tekanan darah dan jangan diberikan pada pasien

rinitis alergi dengan kelainan jantung koroner

dan glaukoma.l2

Preparat dekongestan topikal seperti oxymetazolin, fenilefrin, xylometazolin, nafazolin dapat mengatasi gejala sumbatan hidung lebih cepat dibandingkan preparat oral karena efek vasokontriksi dapat menurunkan aliran

darah

ke sinusoid dan dapat mengurangi udem mukosa hidung. Namun

pemberian secara topikal hanya beberapa hari saja ( 3 - 5 hari ) untuk mencegah

terjadinya rebound fenomena ( sumbatan hidung tetap terjadi ) setelah penghentian obat dan rinitis medikamentosa.t'2'3 Penggunaan obat ini tidak dianjurkan untuk mengatasi gejala sumbatan hidung yang timbul pada fase lambat rinitis alergi.3

2. 6.2. 3. Kombinasi antihistamin dan dekongestan

Kombinasi antihistarnin dengan dekongestan banyak digunakan. Tuj uan pemberian ke dua obat ini dalam satu sediaan seperti loratadin, feksofenadin dan

cetirizin dengan pseudoefedrin 120 mg. Obat ini dapat mengatasi semua gejala

rinitis alergi termasuk sumbatan hidung yang tidak dapat diatasi bila hanya menggunakan antihistamin saja.l'2 Pada penderita rinitis alergi yang disertai

asma bonkial, kombinasi loratadin dengan pseudoefedrin lebih efektif untuk mengatasi gejala hidung dan asma, fungsi paru dan kualitas hidup dibandingkan

z)

la

hanya dengan antihistamin saja.

2. 6. 2. 4. Ipratropium bromida

Ipratropium bromida topikal merupakan salah satu preparat pilihan dalam mengatasi rinitis alergi. Obat

ini

merupakan preparat antikolinergik yang dapat

mengurangi sekresi (rinore) dengan cara menghambat reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor, tetapi tidak ada efek untuk mengatasi gejala lainnya. Preparat

ini

berguna pada penderita rinitis alergi dengan rinore yang tidak dapat diatasi

dengan kortikosteroid intranasat maupun dengan antihistamin.l'2

Efek samping yang sering ditemukan adalah iritasi hidung, pembentukkan krusta dan kadang epistaksi ringan.l2

2. 6. 2. 5. Sodium kromoglikat intranasal

Obat

ini

mempunyai efek untuk mengatasi bersin, rinore dan gatal pada

hidung hidung dan mata, bila digrrnakan 4 kali sehari. Preparat ini bekeda dengan

cara menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator ti{dak terjadi.2'8 Selain itu, obat ini juga bekerja pada

respon fase lambat rinitis alergi dengan menghambat proses inflamasi terhadap

aktivasi sel eosinofil. Dengan dosis pemberian

4 kali sehari, kemungkinan

kepatuhan penderita berkurang. Obat ini baik digunakan sebagai preventif sebelum

gejala alergi muncul seperti pada rinitis alergi musiman sebelum musim polen terjadi, dan dapat diberikan dengan aman pada anak, wanita hamil dan penderita usia lanjut.3

2.6.2.6. Kortikosteroid topikal dan sistemik Kortikosteroid topikal diberikan sebagai terapi pilihan pertama urrtrft penderita rinitis alergi dengan gejala sedang sampai berat dan gejala yang persisten

(menetap), karena mempunyai

efek anti inflamasi jangka panjang.s Studi

24

p

metaanalisis membuktikan, kcrtikosteroid topikal efektif untuk mengatasi gejala rinitis aletgr terutama sumbatan hidung yang timbul pada fase lambat.l saat mulai kerjanya lambat (12 iarri dan efek maksimum dicapai dalam beberapa hari sampai minggu.s

Bila hidung sangat tersumbat, kortikosteroid topikal tidak mudah mencapai mukosa hidung, sehingga kadang diperlukan pemakaian dekongestan topikal misalnya oxymetazolin atau kortikosteroid oral selama kurang dari seminggu sebelum pemakaian kortikosteroid topikal.s

Efek spesifik kortikosteroid topikal artara lain mengh artbatfase cepat dan lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin TM, sel mast dan basofil, mencegah switching dan sintesis IgE oleh sel B, menekan pengerahan lokal lokal dan migrasi transepitel dari sel mast, basofil dan eosinofil, menekan ekspresi GMcsF, IL-6, lL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurangi jumlah eosinofil di mukosa hidung dan juga menghambat pembentukan, apoptosis eosinofi I.

1,2'3'8'e

frrngsi ,adhesi, kemotaksis dan

Preparat yang termasuk kortikosteroid topikal adalah budesonide, beklometason, flunisolide, flutikason, mometason furoat dan

triamcinolon acetonide' Preparat kortikosteroid topikal yang baru tidak diabsorpsi secara bermakna oleh mukosa hidung sehingga dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan efek samping sistemik seperti

supresi adrenal, gangguan

perfumbuhan pada anak, dan gangguan densitas tulang serta mata.2,3.8,e

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada penderita rinitis alergi berat yang refralter terhadap terapi pilihan perfama. 8

2,6.3.Imunoterapi

Imunoterapi hanya diberikan pada penderita rinitis alergi yang tidak ada respons terhadap farmakoterapi bila penghindaran , terhadap alergen tidak dapat

25

dilatcukan atau bila terdapat efek samping dari pemakaian obat.l'2

Imunoterapi akan meningkatkan sel sehingga aktifitas sel

B

Thl dalam memproduksi IFN Y,

akan terhambat dan selanjutnya pembentukan IgE akan

tertahan.l6. Selain itu imunoterapi akan meilrunkan produksi molekul inflamasi seperti \L-4,IL-5,PAF, ICAM

I

dan akumulasi sel eosinofil'e

2.6.4. Terapi masa depan

IL-5 reseptor antagonis dan

1L-5

monoklonal antibodi sudah dapat digunakan

untuk penderita asma dan mungkin dapat berperan juga dalam mengatasi rinitis alergi.rp Kombinasi antihistamin dengan anti leukofiien lebih efektif untuk mengatasi rhinitis alergr dibandingkan hanya menggunakan satu obat saja.l'e Anti

IgE terapi berupa recombinant humanized monoelonal IgG antibodi bekerja langsung pada Fc dari IgE sehingga terjadi penurunan IgE di sirkulasi.2

\

26

KESIMPULAN

1.

Dalam memberikan terapi, perlu mematuhi patogenesis penyakit sebagai landasan pemilihan terapi, memperhatikan frekuensi dan beratnya gejala penyakit atau bagan penatalaksandarl rinitis alergi.

)

penggunaan obat sebaiknya secara teratur karena dapat mengontrot proses

inflamasi dan mengurangi terjadinya komplikasi dengan tetap memperhatikan efektifitas, keamanan dan kenyamanan penderita. 3.

AntihistaffIin merupakan preparat farmakologik yang paling sering digunakan sebagai terapi

lini pertama pengobatan rinitis alergi.

4. 1is6$inasi antihistamin

dengan dekongestan dapat mengatasi semrra gejala

rinitis alergr termasuk hidung tersumbat.

5.

Terapi baru yang berkembang akan membantu penderita rinitis alergi derajat berat untuk dapat menikmati hidup.

27

DAFTAR PUSTAKA 1.

Bousquet J. cauwenberge P. Khaltaev N, Bachert

Mygind N dkk.

c,

Durham sR, Lund

v,

wHo Initiative Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (

ARLA) 2000: t-132 2. carren J.

Allergic Rhinitis : Treating The Adult J. Allergy clin. Immunol.

2000:105;S 610-5.

PV, Bachert C, Passlacqua GJ, Durham SR, Mygind N, Scadding GK, wang DY. The Impact of Allergic Rhinitis. Executive

J. Cauwenberge

Summary. Allergy 1998:53;7 -31. 4.

sumarman

I.

Patofisiologi dan Prosedrn Diagnostik Rinitis Alergi.

Disampaikan pada simposium current &. Future Approach in The Treatmer.t

of Allergic R-initjs, Jakarta 2001: l-24.

5. :rawati

f,;,

Iskandar

KasakeYctn E, Rusnlono N. Alerai Hidung. Dalam : Soepardi EA,

N ( Editor ). Buku Ajar IImu Penyakit THT Edisi Ke v

Jakarta.

Balai Pene(bit FKUI 2001 : - 01 -6. 6. Fireman P. H:erapeutis Arproach to

Allergic Rhinitis: Treating The child.

J.

Allergy Clin.Immuno!. 2000 :1 05;S Gt6-21. 7.

Akib MP. Perjalanan alamiah Penyakit Alergi dan Up2ya pencegahannya. Dalam : Akib MP, Tumbelaka AR, Matondang

Imunologis Berbagai Penyakit Alergi

cs. ( Editor ). pendekatan

- Infeksi. Naskah

Lengkap pKB

IKA XLIV Jakarta. Balai Penerbit FKUI 2001 :t t7 - 29. Cauwenberge PV, Bachert C, Passalaqua GJ, Durham SR, Mygind N,

scadding GK. consensus statement en The Treatment Rhinitis. Allergy 2000:55;1t6-34. &

of Allergic

9. sumarman I. strategi Rasional pengelolaan Rinitis Alergi perenial. Ditinjau dari Aspek Mediator Sitokin dan Molekul Adhesi. symposium Allergi and Quality of Life, Their clinical Implication in The 2l st

\?'1 ti-

{!,

/

28

I

Cenhrry. Jakarta 2000: l-21.

Dykewicz M. emerging treatments in Seasonal Allergic Rhinitis. A comprehensive Approach for The Different Facets of Allergy. Symposium EAACI. Lisbon 2000 : 2 - g. ll.Kunkel G. The Role of Antihistamine in Allergic Rhinitis preferable 10.

Perenial Rhinitis. Symposium Allergic Rhinitis at the tum of the century. APCACI Manila 1998; 4-5.

E. Are the AntiAllergic property of Hl Antihistamine of any Clinical Relevance. New Controversies in Allergy: An Interactive euiz the Experts Symposium EAACI, Brussels 1999;4 t3.Gonzalez MAo Estes KS. pharmacokinetic overview of oral Second Generation Hl Antihistamines. Int. J of clin. pharmacolory & 12. Simons

Therapeutics I 998:3 6;2924A0. 14. Corren J, Harris

AG, Aaronson D. Efficacy and safety of Loratadine and pseudoephedrine in patients with Seasonal Allergic Rhinitis and Mild Asthma. J. Allergy Clin. Immunol. 1997:100;781-8.

e-

$

oo** iiiit! i[",t9

:=

29