SAMPUL OKE

Download mengenai absorpsi, transportasi dan metabolisme vitamin A dalam tubuh, perannya terhadap imunitas dan pencegahan terhadap penyakit infeksi ...

0 downloads 351 Views 64KB Size
STUDI LITERATUR

VITAMIN A, IMUNITAS DAN KAITANNYA DENGAN PENYAKIT INFEKSI Azrimaidaliza*

Pendahuluan Vitamin A merupakan salah satu zat gizi mikro mempunyai manfaat yang sangat penting bagi tubuh manusia, terutama dalam penglihatan manusia. Seperti diketahui Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara umum, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A/ karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Secara kimia, vitamin A berupa kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Dalam makanan, vitamin A biasanya terdapat dalam bentuk ester retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk alcohol), retinal (aldehida) dan asam retinoat (bentuk asam). Retinol bila dioksidasi berubah menjadi retinal dan retinal dapat kembali direduksi menjadi retinol. Selanjutnya, retinal dapat dioksidasi menjadi asam retinoat. Vitamin A mempunyai sifat tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi. Dalam proses memasak biasa vitamin A tidak banyak yang hilang. Tapi pada suhu tinggi untuk menggoreng dapat merusak vitamin A, begitupun oksidasi yang terjadi pada minyak yang tengik. Pengeringan buah di matahari dan cara dehidrasi lain menyebabkan kehilangan sebagian dari vitamin A. Ketersediaan biologik vitamin A meningkat dengan kehadiran vitamin E dan antioksidan lain. Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat dalam pangan hewani. Pangan nabati mengandung karotenoid yang merupakan precursor (provitamin) vitamin A. Diantara ratusan karotenoid yang terdapat di alam, hanya bentuk alfa, beta dan gama serta * Staf Pengajar PSIKM FK UNAND

90

kriptosantin yang berperan sebagai provitamin A. Beta-karoten adalah bentuk provitamin A paling aktif, yang terdapat atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Karotenoid terdapat di dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator dalam fotosintesis yang dilakukan oleh klorofil. Karotenoid paling banyak terdapat dalam sayuran berwarna hijau tua. Beta-karoten mempunyai warna sangat kuning dan pada tahun 1954 dapat disintesis. Sekarang beta-karoten merupakan pigmen kuning yang boleh digunakan dalam pemberian warna makanan, antara lain untuk memberi warna kuning pada gelatin, margarine, minuman ringan, adonan kue dan produk serealia. Sehubungan dengan penjelasan yang dikemukakan di atas, maka berikut ini dibahas mengenai absorpsi, transportasi dan metabolisme vitamin A dalam tubuh, perannya terhadap imunitas dan pencegahan terhadap penyakit infeksi serta interaksinya dengan Zn. PEMBAHASAN Absorpsi, Transportasi dan Metabolisme Vitamin A Pencernaan dan absorpsi karoten dan retinoid membutuhkan empedu dan enzim pankreas seperti halnya lemak. Vitamin A yang di dalam makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk ester retinil, bersama karotenoid bercampur dengan lipida lain di dalam lambung. Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pankreas esterase menjadi retinol yang lebih efisien diabsorpsi dari pada ester retinil. Sebagian dari karotenoid, terutama beta-karoten di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol. Retinol di dalam mukosa usus halus bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester dan dengan bantuan cairan empedu menyeberangi sel-sel vili dinding usus halus untuk kemudian diangkut oleh kilomikron melalui sistem limfe ke dalam aliran darah

Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2)

menuju hati. Dengan konsumsi lemak yang cukup, sekitar 80-90% ester retinil dan hanya 40-60% karotenoid yang diabsorpsi. Hati berperan sebagai tempat menyimpan vitamin A utama di dalam tubuh. Dalam keadaan normal, cadangan vitamin A dalam hati dapat bertahan hingga enam bulan. Bila tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoat diabsorpsi tanpa perubahan. Asam retinoat merupakan sebagian kecil vitamin A dalam darah yang aktif dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan. Bila tubuh memerlukan, vitamin A dimobilasi dari hati dalam bentuk retinol yang diangkut oleh Retinol Binding-Protein (RBP) yang disintesis di dalam hati. Pengambilan retinol oleh berbagai sel tubuh bergantung pada reseptor pada permukaan membran yang spesifik untuk RBP. Retinol kemudian diangkut melalui membran sel untuk kemudian diikatkan pada Cellular Retinol Binding-Protein (CRBP) dan RBP kemudian dilepaskan. Di dalam sel mata retinol berfungsi sebagai retinal dan di dalam sel epitel sebagai asam retinoat. Alur transport vitamin A di dalam tubuh dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Kurang lebih sepertiga dari semua karotenoid dalam makanan diubah menjadi vitamin A. Sebagian dari karotenoid diabsorpsi tanpa mengalami perubahan dan masuk ke dalam peredaran darah dalam bentuk karoten. Sebanyak 15-30% karotenoid di dalam darah berupa beta-karoten, selebihnya adalah karotenoid nonvitamin. Karotenoid ini diangkut di dalam darah oleh berbagai bentuk lipoprotein. Karotenoid disimpan di dalam jaringan lemak dan kelenjar adrenal.Konsentrasi vitamin A di dalam hati yang merupakan 90% dari simpanan di dalam tubuh mencerminkan konsumsi vitamin tersebut dari makanan. Kurang lebih sepertiga dari semua karotenoid dalam makanan diubah menjadi vitamin A. Sebagian dari karotenoid diabsorpsi tanpa mengalami perubahan dan masuk ke dalam peredaran darah dalam bentuk karoten. Sebanyak 15-30% karotenoid di dalam darah berupa beta-karoten, selebihnya adalah karotenoid nonvitamin. Karotenoid ini diangkut di dalam darah oleh berbagai bentuk lipoprotein. Karotenoid disimpan di dalam jaringan lemak dan kelenjar adrenal.Konsentrasi vitamin A di dalam hati yang merupakan 90% dari simpanan di

Ester retinil (makanan) Retinol

Ester retinil (mukosa usus)

B-Karoten (makanan)

Retinal (usus halus) Kilomikron BLipoprotein (limfe)

Sel RBP Reseptor permukaan (sel sasaran)

Retinal (mata)

Retinol-Binding Protein (RBP) Prealbumin (darah)

Ester retinil (hati)

Asam retinoat (sel epitel)

Gambar 1. Alur transport vitamin A di dalam tubuh Sumber : Mahan, LK dan Mt Arlin, Krause’s Food, Nutrition & Diet Therapy, 1002, hlm 72 dalam Almatsier, 2002

91

Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2)

dalam tubuh mencerminkan konsumsi vitamin tersebut dari makanan. Fungsi Vitamin A Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faali tubuh, yaitu : 1. Penglihatan Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam mata, retinol, bentuk vitamin A yang didapat dari darah, dioksidasi menjadi retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk pigmen visual merah-ungu (visual purple) atau rodopsin. Rodopsin ada di dalam sel khusus di dalam retina mata yang dinamakan rod. Bila cahaya mengenai retina, pigmen visual merahungu ini berubah menjadi kuning dan retinal dipisahkan dari opsin. Pada saat itu terjadi rangsangan elektrokimia yang merambat sepanjang saraf mata ke otak yang menyebabkan terjadinya suatu bayangan visual. Selama proses ini, sebagian dari vitamin A dipisahkan dari protein dan diubah menjadi retinol. Sebagian besar retinol ini diubah kembali menjadi retinal, yang kemudian mengikat opsin lagi untuk membentuk rodopsin. Sebagian kecil retinol hilang selama proses ini dan harus diganti oleh darah. Jumlah retinol yang tersedia di dalam darah menentukan kecepatan pembentukan kembali rodopsin yang kemudian bertindak kembali sebagai bahan reseptor di dalam retina. Penglihatan dengan cahaya samar-samar/buram baru bisa terjadi bila seluruh siklus ini selesai. 2. Diferensiasi Sel Diferensiasi sel terjadi bila sel-sel tubuh mengalami perubahan dalam sifat atau fungsi semulanya. Perubahan sifat dan fungsi sel ini adalah salah satu karakteristik dari kekurangan vitamin A yang terjadi pada tiap tahap perkembangan tubuh, seperti tahap pembentukan sperma dan sel telur, pembuahan, pembentukan struktur dan organ tubuh, pertumbuhan dan perkembangan janin, masa bayi, anak-anak, dewasa dan masa tua. Vitamin A dalam bentuk asam retinoat diduga memegang peranan aktif dalam kegiatan inti sel yaitu dalam pengaturan faktor penentu keturunan/gen yang berpengaruh terhadap sintesis protein. Pada diferensiasi sel terjadi perubahan dalam bentuk dan fungsi sel yang dapat dikaitkan dengan perubahan perwujudan gen-gen tertentu. Sel-sel yang paling nyata mengalami diferensiasi adalah sel-sel epitel khusus, terutama sel-sel goblet, yaitu sel kelenjar

92

yang mensintesis dan mengeluarkan mukus atau lendir. Mukus melindungi sel-sel epitel dari serbuan mikroorganisme dan partikel lain yang berbahaya. Bila terjadi infeksi, sel-sel goblet akan mengeluarkan lebih banyak mucus yang akan mempercepat pengeluaran mikroorganisme tersebut. Kekurangan vitamin A menghalangi fungsi sel-sel kelenjar yang mengeluarkan mucus dan digantikan oleh sel-sel epitel bersisik dan kering (keratinized). Kulit menjadi kasar dan luka sukar sembuh. Membran mukosa tidak dapat mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna sehingga mudah terserang bakteri (infeksi). 3. Fungsi kekebalan Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia dimana mekanismenya belum diketahui secara pasti. Retinol tampaknya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral. Kekurangan vitamin A menurunkan respon antibodi yang bergantung sel-T (limfosit yang berperan pada kekebalan selular). Penjelasan lebih lanjut mengenai vitamin A dan imunitas dapat dilihat pada bagian berikutnya. 4. Pertumbuhan dan perkembangan Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, yaitu terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anakanak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat. 5. Reproduksi Vitamin A dalam bentuk retinol dan retinal berperan dalam reproduksi pada tikus, yaitu pembentukan sperma dan sel telur serta perkembangan janin dalam kandungan. 6. Pencegahan kanker dan penyakit jantung Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas system kekebalan diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker, terutama kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan kantung kemih. Di samping itu beta karoten yang bersama vitamin E dan C berperan sebagai antioksidan diduga dapat mencegah kanker paru-paru (Almatsier, 2002).

Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2)

Vitamin A, Imunitas dan Penyakit Infeksi 1. Vitamin A dan Imunitas Kaitan vitamin A dalam fungsi sistem imun dapat dilihat dari asosiasi defisiensi vitamin A dengan penyakit infeksi. Dari eksperimen diketahui retinoat dapat menstimulasi respon imun (McLaren, 2001). Studi pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa kekurangan vitamin A mempengaruhi imunitas humoral, dimana imunitas sel-mediated rusak. Produksi dan maturasi limphosit menurun dengan kurangnya vitamin A. Studi di Indonesia menemukan bahwa rasio sel T hubungan dengan antigen CD4+ dan CD8+ rendah dalam limphosit darah peripheral pada anak yang menderita xerophthalmia dibandingkan dengan kontrol non xerophthalmia (Semba, Muhilal, Ward et al, 1993). Setelah suplementasi vitamin A, proporsi CD4+ sampai CD8+ sel T dan persentase CD4+ limphosit T meningkat. Mekanisme vitamin A terhadap fungsi respon imun masih belum jelas. Bentuk aktif level seluler adalah asam retinoat, dan bisa jadi metabolit retinol lain juga aktif (McLaren, 2001). Vitamin A dalam bentuk retinol dan retinoat memelihara integritas permukaan epithelial (seperti paru-paru, kulit dan kulit) dan produksi sekresi mukosa. Defisiensi vitamin A menyebabkan menurunnya jumlah leukosit, sirkulasi komplemen dan antibody, rusaknya fungsi sel T dan menurunnya resisten immunogenik tumor. Beta-karoten secara langsung melindungi sel dari oksidasi dan meningkatkan limphosit proliferasi, fungsi sel T, produksi sitokin dan toksik sel mediated, contohnya sitotoksiksiti sel Natural Killer (NK). Karotenoid dapat menghambat proksidan seperti aktivitas antioksidan (Wahlqvist, 2002). Vitamin A merupakan faktor esensial untuk perkembangan sistem limpoid dan perkembangan permukaan mukosa saluran pencernaan, pernapasan dan genitourinary (Clausen, 1934; Robertson, 1934 dalam Semba, 2002) dan tingginya morbiditas serta mortalitas pada anak di Eropa dan Amerika pada awal abad 20 dan sekarang ditemukan di negara sedang berkembang. Vitamin A mempunyai peran mengatur berbagai aspek dari fungsi imun, termasuk komponen imunitas non spesifik (seperti phagositosis, pemeliharaan permukaan mucosal) dan imunitas spesifik (seperti perubahan respon antibodi). Ross & Hammerling (1994) dalam Olson (2004), menyebutkan bahwa pada defisiensi vitamin A, mekanisme protektif spesifik dan non spesifik rusak, yaitu respon humoral terhadap bakteri,

imunitas mucosal, aktivitas sel NK dan phagositosis. Respon imun terhadap antigen pada deplesi vitamin A anak ditingkatkan dengan suplementasi vitamin A. Sel T-helper merupakan tempat utama peran vitamin A dalam respon imun. Retinol, melalui 14hydroksiretroretinol (HRR) juga terlibat dalam proliferasi sel B normal dan sel T. Berbagai jenis Sitokin dapat mempengaruhi proses, tapi tidak dapat menggantikan HRR dalam proses tersebut. Efek kekurangan vitamin A terhadap pertahanan tubuh sebagai berikut (Semba, 2002) : 1. Keratin yang abnormal pada saluran pernapasan, saluran genitourinary dan permukaan mata 2. Kehilangan silia dari respiratori epithelium 3. Kehilangan mikrofili dari usus kecil 4. Penurunan sel goblets dan produksi mucin dalam mucosal epitel 5. Rusaknya fungsi neutropil 6. Rusaknya fungsi sel Natural Killer (NK) dan penurunan jumlah sel NK 7. Rusaknya aspek hematopoisis 8. Perubahan T helper tipe 1 dalam respon imun 9. Penurunan jumlah dan fungsi limfosit B 10. Rusaknya respon antibodi terhadap T-cell dependen dan antigen independen a. Imunitas mukosal Defisiensi vitamin A merusak fungsi mucosal sebagai salah satu aspek dari fungsi imun melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui kehilangan silia pada saluran pernapasan, kehilangan mikrofili pada saluran genitourinary, hilangnya mucin dan goblets pada saluran pernapasan, gastrointestinal dan genitourinary, metaplasia dengan keratinisasi abnormal pada saluran pernapasan dan genitourinary, alterasi antigen spesifik sekretori konsentrasi immunoglobulin A (IgA), rusaknya mucosal yang berkaitan dengan fungsi sel imun dan penurunan fungsi usus. b. Sel Natural Killer (NK) Defisiensi vitamin A menurunkan jumlah sirkulasi sel NK dan rusaknya aktifitas sitolitik sel NK. Sel ini berperan dalam imunitas anti-viral dan anti-tumor serta terkait dalam regulasi respon imun. Dari penelitian pada anak yang menderita AIDS yang menerima 2 dosis vitamin A secara oral (60 mg Retinol Equivalent/RE) diketahui meningkatkan jumlah sirkulasi sel NK dibandingkan dengan yang menerima placebo (Hussey et al, 1996 dalam Semba, 2002).

93

Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2)

c. Neutrophil Fungsi neutropil akan rusak bila terjadi defisiensi vitamin A. Neutropil berperan sebagai imunitas non spesifik karena pagositosis kemudian membunuh bakteri, parasit, sel yang terinfeksi virus dan sel tumor. Asam retinoat sendiri berperan dalam maturasi normal neutropil. d. Haematopoiesis Defisiensi vitamin A merusak hematopoisis dari beberapa lineages, seperti CD4 + limposit, sel NK dan eritrosit. Pada manusia, defisiensi vitamin A ini ditandai dengan penurunan jumlah total limposit dan CD4 + limposit pada darah peripheral. Retinoid diimplikasikan dalam maturasi sel pluripoten menjadi sel lineages yang menghasilkan sel hematoputik, seperti limposit, granulosit dan megakariosit. Retinoid juga berperan dalam maturasi diferensiasi sel pluripoten menjadi koloni multipoten-bentuk sel unit gabungan granulosit-eritroid-makropag (CFUGEMM) dan diferensiasi dan CFU-GEMM menjadi eritroid-bentuk unit dan kemudian menjadi koloni eritroid bentuk unit. e. Limphosit T dan B Vitamin A menjaga keseimbangan T-helper tipe-1 dan T-helper tipe-2. Defisiensi vitamin A merusak pertumbuhan, aktivasi dan fungsi limphosit B. Limphosit B untuk penggunaan metabolit retinol, 14-hidroksi-4, 14-retro-retinol, termasuk asam retinoat sebagai mediator pertumbuhan (Buck et al, 1991 dalam Semba, 2002). Antigen sel dependen-T digunakan untuk diferensiasi dari sensitisasi limphosit B menjadi immunoglobulin-sekresi sel dan semua trans asam retinoat meningkatkan sintesis IgM dan IgG. Tingginya limphosit T inkubasi dengan asam retinoat meningkatkan sintesis IgM oleh limphosit B, menunjukkan bahwa asam retinoat mempengaruhi sel T melalui produksi sitokin (Ballow et al, 1996 dalam Semba, 2002). f. Monosit/makropage Retinoat berperan dalam diferensiasi dan aktifitas sel monosit/makropage. Dari banyak studi diketahui efek all-trans-asam retinoat terhadap fungsi murine macrophage (Dillehay et al, 1988 dalam Semba, 2002) atau sel myeloid. g. Respon antibodi Tanda defisiensi vitamin A dapat diketahui dengan rusaknya kapasitas untuk menghasilkan

94

antibodi respon terhadap antigen sel T-dependen (Smith and Hayes, 1987; Semba et al, 1992, 1994; Wiederman et al, 1993) dan antigen sel T-independen tipe 2, seperti polysaccharide pneumococcal (Pasatiempo et al, 1989). Respon antibodi dikaitkan dengan proteksi immunitas terhadap banyak tipe infeksi dan merupakan basis utama untuk proteksi immunological untuk banyak tipe vaksin. Turunnya respon antibodi terhadap tetanus toxoid diobservasi pada anak yang mengalami defisien vitamin A (Semba et al, 1992) dan pada hewan (Lavasa et al, 1988; Pasatiempo et al, 1990 dalam Semba, 2002). Peran Vitamin A Terhadap Penyakit Infeksi Defisiensi vitamin A adalah salah satu masalah gizi utama yang dihadapi oleh penduduk di dunia, menyebabkan kebutaan melalui xerophthalmia, tapi juga meningkatkan resiko penyakit infeksi (Wahlqvist, 2002). Ross (1996) dalam McLaren (2001) menyebutkan 2 hipotesis untuk menjelaskan proteksi vitamin A melawan infeksi, sebagai berikut : Tabel 1. Dua Hipotesis Kontras dari Peran Protektif Vitamin A melawan Infeksi Hipotesis Epithelial Barrier - Reaksi dasar adalah serangan - Melindungi dari invasi infeksi

-

- Integritas struktural adalah yang paling penting

-

- Resisten terhadap infeksi turun apabila defisiensi vitamin A

-

- Efek utama intervensi vitamin A akan menurunkan insiden infeksi

-

Hipotesis Respon Immunologic Reaksi dasar adalah pertahanan Meningkatkan pertahanan tubuh terhadap pathogen Integritas fungsional adalah paling penting, sebagai differensiasi sel Resisten terhadap proliferasi infeksi menurun apabila defisiensi vitamin A Efek utama intervensi vitamin A akan menurunkan durasi/severitas infeksi

Sel epitel organ dan jaringan mempunyai fungsi pertahanan. Ross (1996) menyatakan bahwa disamping peran menyerang (offensif) juga respon immunologic yaitu respon pertahanan (defensif) melawan infeksi. Proteksi offensif akan menurunkan insidens infeksi sedangkan mekanisme defensif akan menurunkan durasi/severitas infeksi (McLaren, 2001). Defisiensi vitamin A meningkatkan susceptibilitas beberapa tipe infeksi. Oomen et al (1964) dalam Semba (2002) mengatakan bahwa defisiensi vitamin A berperan terhadap rendahnya resisten terhadap infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi berpengaruh terhadap terjadinya xerophthalmia. Lebih dari 100 penelitian klinis tentang vitamin A yang dilakukan pada manusia.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2)

Beberapa studi ini menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas karena penyakit campak dan diare, morbiditas malaria Plasmodium falciparum dan morbiditas dan mortalitas ibu saat hamil. Suplementasi vitamin A tidak menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi saluran pernapasan bawah akut atau menurunkan transmisi HIV tipe 1 ibu ke anak. a. Penyakit Campak Suplementasi vitamin A menurunkan morbiditas dan mortalitas campak akut pada bayi dan anak di negara berkembang. Suplementasi vitamin A mengatur respon antibodi terhadap campak dan meningkatkan total limposit. Anak dengan infeksi campak akut dan menerima suplementasi vitamin A dosis tinggi (60 mg RE) secara signifikan tinggi IgG dan merespon virus campak dan tingginya sirkulasi limposit selama follow-up, dibandingkan dengan anak yang menerima placebo (Coutsoudis et al, 1992 dalam Semba, 2002). Suplementasi vitamin A yang diberikan secara simultan dengan vaksin campak, menimbulkan efek antibodi terhadap campak bila antibodi ibu juga ada. Pada bayi umur 6 bulan di Indonesia, pemberian vitamin A (30 mg RE) pada saat imunisasi dengan standar titre Schwarz vaksin campak mengganggu serokonversi terhadap campak pada bayi yang memperoleh antibodi ibunya, dan secara signifikan menurunkan insiden campak (Semba et al, 1995). Pada uji klinik lain menunjukkan bahwa vitamin A (30 mg RE) menurunkan respon antibodi terhadap virus campak pada bayi umur 9 bulan yang memperoleh antibodi dari ibunya, tapi tidak mengganggu serokonversi campak. (Semba et al, 1997) b. Penyakit Diare Di negara berkembang, penyakit diare diantara anak yang disebabkan oleh patogen, termasuk rotavirus, Escherichia coli, Shigela, Vibrio cholerae, Salmonella dan Entamoeba histolytica. Dari segi epidemiologi, klinik, immunologi dan patogenesis diare mungkin berbeda tergantung karakteristik patogen, seperti produksi toksin, invasi jaringan, kehilangan cairan dan elektrolit dan lokasi infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A atau fortifikasi menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit diare pada anak (Beato et al, 1993; Barreto et al, 1994 dalam Semba, 2002). Defisiensi vitamin A diasosiasikan dengan

penyakit diare pada anak (Sommer et al, 1984; Briliant et al, 1985; DeSole et al, 1987; Gujral et al, 1993; Schaumberg et al, 1996 dalam Semba, 2002). Keluarnya vitamin A lewat urin selama infeksi Shigella pada beberapa anak (Mitra et al, 1998) dan suplementasi vitamin A (60 mg RE) menurunkan morbiditas pada anak dengan shigellosis akut (Hossain el, 1998 dalam Semba, 2002). Walaupun perbaikan terhadap status vitamin A dapat mencegah penyakit diare, tapi masih belum jelas apakah dapat memberikan efek pada semua pathogen diare atau hanya pada beberapa tipe pathogen saja. c. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) ISPA merupakan penyebab utama kematian anak di negara berkembang dan penyebab utama dari ISPA termasuk infeksi pernapasan virus syncytial, parainfluenza, Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan Bordetella pertussis. Studi di rumah sakit menunjukkan bahwa tinggi dosis suplementasi vitamin A tidak memberikan efek teraputik terhadap morbiditas ISPA pada anak (Kjolhede et al, 1995; Nacul et al, 1997; Fawzi et al, 1998 dalam Semba, 2002). Di Chile dan Amerika, uji di rumah sakit menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A memberikan dampak kecil terhadap infeksi pernapasan virus syncytical pada bayi dan anak (Bresee et al, 1996; Dowell et al, 1996; Quinlan dan Hayani, 1996 dalam Semba, 2002). ‘Clinical trial controlled’ terbaru di Quito, Ecuador menunjukkan suplementasi vitamin A pada anak umur 6-36 bulan, secara signifikan menirukan insiden ISPA pada anak yang underweight (berat badan per umur Z score < 2), tapi signifikan meningkatkan insiden ISPA pada anak dengan berat badan normal (berat badan per umur Z score > -1), dibandingkan dengan placebo (Sempertegui et al, 1999 dalam Semba, 2002). Walaupun status vitamin A berkaitan dengan severitas ISPA pada anak (Dudley et al, 1997), tapi masih belum jelas mengapa terapi vitamin A tidak memberikan efek pada beberapa penelitian morbiditas ISPA pada anak. Usia yang muda mungkin salah satu faktor berkurangnya efek, seperti studi pada komunitas yang besar menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A mempunyai efek kecil terhadap morbiditas dan mortalitas pada bayi (West et al, 1995; WHO/CHD studi grup imunisasisuplementasi vitamin A, 1998 dalam Semba, 2002). d. Malaria Adanya bukti bahwa suplementasi vitamin A menurunkan morbiditas P. falciparum malaria.

95

Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2)

Penelitian klinik ‘randomized placebo-controlled dilakukan pada anak-anak Papua New Guinea umur 6-60 bulan yang menderita penyakit malaria dengan memberikan suplementasi vitamin A (60 mg RE setiap 3 bulan). Setelah diikuti selama 1 tahun, vitamin A menurunkan insidens malaria 20-50% kecuali level parasetemia tinggi. Suplementasi vitamin A memberikan efek yang sedikit pada anak umur dibawah 12 bulan dan efek yang besar dari umur 13 sampai 36 bulan. (Shankar, et al, 1999 dalam Semba, 2002)

g. Infeksi pada ibu hamil dan ibu menyusui Data dari Nepal menunjukkan bahwa ibu hamil dengan defisiensi vitamin a secara klinik (seperti buta senja) merupakan resiko tinggi morbiditas penyakit infeksi (Christian et al, 1998 dalam Semba, 2002) dan mortalitas (Christian et al, 2000 dalam Semba, 2002). Suplementasi vitamin A atau B karoten setiap minggunya menurunkan resiko morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada wanita, hal ini karena status vitamin A penting bagi kehamilan.

e. Infeksi HIV Suplementasi vitamin A memberikan beberapa manfaat pada anak terinfeksi HIV dan ibu hamil di negara sedang berkembang. Rendahnya konsentrasi plasma/serum vitamin A atau intake vitamin A diasosiasikan dengan peningkatan penyakit infeksi dan mortalitas dan tingginya transmisi HIV dari ibu ke anak (Kennedy et al, 2000 dalam Semba, 2002). Periodik suplementasi vitamin A dosis tinggi menurunkan morbiditas anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV (Coutsoudis et al 1995) dan morbiditas penyakit diare pada anak yang terinfeksi HIV dirawat di rumah sakit karena ISPA (Fawzi et al, 1999). Suplementasi vitamin A tidak menurunkan transmisi HIV ibu ke anak (Coutsoudis et al, 1999; Fawzi et al, 2000 dalam Semba, 2002).

Interaksi Vitamin A dan Zink terhadap Penyakit Infeksi Banyak enzim yaitu zink-dependen dan diantaranya adalah retinol dehydrogenase yang berperan dalam fungsi rod. Di beberapa kasus buta senja yang kekurangan vitamin A juga mengalami kekurangan zink. Kekurangan ini terkait dengan sintesis retinol-binding protein. Sejumlah studi menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A dengan Zink mempunyai efek yang bermanfaat terhadap diare dan beberapa penyakit infeksi lainnya. Respon limphosit dapat meningkat dengan vitamin A dan zink (Kramer, Udomkesmalee, Dhanamitta et al, 1993 dalam McLaren, 2001).

f. Tuberculosis Walaupun malnutrisi dan defisiensi vitamin A merupakan faktor resiko utama peningkatan tuberculosis, manajemen klinis biasanya melibatkan kemoprophylaxis dan kemoterapi daripada status gizi host. Minyak ‘cod-liver’, sumber kaya vitamin A dan D, digunakan sebagai strategi pengobatan terhadap tuberculosis selama lebih 100 tahun (Williams dan Williams, 1871 dalam Semba, 2002). Dari penelitian klinik menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A dosis tinggi mempengaruhi morbiditas tuberculosis pada anak. (Hanekom et al, 1997 dalam Semba, 2002)

Penutup Vitamin A berperan terhadap fungsi kekebalan tubuh (imunitas) manusia. Terjadinya defisiensi vitamin A menyebabkan mekanisme protektif spesifik dan non spesifik rusak, yaitu respon humoral terhadap bakteri, imunitas mukosal, aktivitas sel NK dan phagositosis. Selanjutnya defisiensi vitamin ini berakibat pada meningkatnya resiko penyakit infeksi, seperti campak, diare, ISPA dan malaria. Dengan suplementasi vitamin A dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas karena penyakit campak dan diare, begitu juga menurunnya morbiditas malaria Plasmodium falciparum dan morbiditas serta mortalitas ibu saat hamil.

Daftar Pustaka 1. 2.

3.

96

Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT Gramedia McLaren, Donald S, and Frigg, Martin. 2001. Sight and Life Manual on Vitamin A Deficiency Disorders (VADD) Second Edition. Switzerland. Task Force Sight and Life Olson, JA, et al, Fat-soluble Vitamins dalam Garrow, et al. 2004. Human Nutrition and Dietetics. Tenth Edition.

4.

5.

Churchil Livingstone. London Semba, Richard D. 2002. Vitamin A, Infection and Immune Function dalam Nutrition and Immune Function. USA. CABI Publising Wahlqvist, Mark L and Wattanapenpaiboon, Naiyana, 2002, Food and Nutrition, 2nd Edition, Allen & Unwin Pty Ltd. Australia