SKRIPSI 2017 KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI

Download Latar Belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah ...... Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nas...

0 downloads 408 Views 1MB Size
SKRIPSI 2017

KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JULI 2016 – JUNI 2017

OLEH: NURUL ANNISARI AL-MAIDIN C111 14 358

PEMBIMBING: Prof. Dr. dr. Eka Savitri, Sp.THT-KL (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JULI 2016 – JUNI 2017

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Nurul Annisari Al-Maidin C111 14 358

Pembimbing : Prof. Dr. dr. Eka Savitri, Sp.THT – KL (K)

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN MAKASSAR 2017

i

ii

iii

iv

HALAMAN PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian hasil karya orang lain baik berupa tulisan, data, gambar atau ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis. Saya

menyadari

plagiarisme

adalah

kejahatan

akademik,

dan

melakukannya akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik yang lain.

Makassar, 29 Desember 2017 Penulis

Nurul Annisari Al-Maidin C11114358

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala berkat dan rahmat-NYA, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juli 2016 – Juni 2017” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan, dorongan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. Eka Savitri, Sp.THT – KL (K) selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, dan sabar

dalam memberikan arahan,

bimbingan, petunjuk, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan berjalan dengan lancar. 2. dr. Asty Amalia selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dari awal semester hingga saat ini. 3. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ilmu dan motivasi untuk menjadi seorang dokter yang baik. 4. Kedua orang tua , Ayah Alimin Maidin. Dan Ibu Fatmawaty Tjambi, serta keluarga Mama Balli, Putri, Kakak Ririn, Kink, Nunu, Kamil, Gibran yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan selalu mendoakan penulis. 5. Teman-teman Dekat penulis “Ukhuwah Islamiyah” Rezky Fajrianti Umar, Tsabitha Hauro Narundana, A.Ika Sari Mutmainna, St.Dian Hardiyanti dan

v

Magfira Al Habsyi, yang senantiasa mendoakan, membantu dan memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, tidak lupa Rini Virliana yang selalu sabar dan tulus menolong penulis untuk menghadapi berbagai hambatan yang penulis hadapi dalam pembuatan skripsi ini. 6. Teman – teman D14re a.k.a Panitia Pubdok Baksos 2015 yang telah membantu dan memberikan motivasi penulis. 7. Teman - teman Neutrof14vine atas dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini. 8. Para staf rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Universitas Hasanuddin yang telah membantu penulis dalam mencari daftar rekam medis yang ingin diteliti. 9. Seluruh staf akademik, staf tata usaha, dan staf perpustakan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang diberikan oleh pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta bagi perkembangan ilmu kedepannya. Makassar, 12 Desember 2017

Penulis

vi

SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Desember 2017 Nurul Annisari Al-Maidin Prof. Dr. dr. Eka Savitri, Sp.THT – KL (K) Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juli 2016 – Juni 2017 ABSTRAK Latar Belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Otitis media akut dapat menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. OMSK dianggap sebagai penyebab tersering gangguan pendengaran persisten ringan hingga sedang diantara anak-anak dan orang muda pada negara berkembang. Survei yang dilakukan pada tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan prevalensi otitis media supuratif kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia. OMSK dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang mengganggu kualitas hidup bahkan menyebabkan kematian. Diagnosis dan penanganan yang cepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup bagi penderita. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan THTKL RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli 2016 sampai dengan Juni 2017. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan sampel sebanyak 107 pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hasil penelitian: Berdasarkan data yang didapatkan, didapatkan 107 sampel pasien otitis media supuratif kronik rawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017. proporsi tertinggi berdasarkan umur yaitu kelompok usia 25 – 44 tahun yaitu sebanyak 40 orang atau sebesar 37,4%, berdasarkan jenis kelamin yaitu pasien laki - laki sebanyak 72 orang atau sebesar 67,3%, berdasarkan tingkat pendidikan yaitu SMA sebanyak 52 orang atau sebesar 48,6%, berdasarkan status bekerja yaitu pasien yang tidak bekerja sebanyak 66 orang atau sebesar 61,7%, berdasarkan keluhan utama yaitu otorea sebanyak 58 orang atau sebesar 54,2%, berdasarkan lokasi perforasi yaitu perforasi sentral sebanyak 95 orang atau sebesar 86,4%, berdasarkan tipe yaitu tipe benigna berjumlah 59 orang atau sebesar 55,1%, berdasarkan ada tidaknya komplikasi yaitu pasien tanpa komplikasi berjumlah 83 orang atau sebesar 76,1%, dan berdasarkan terapi yaitu farmakoterapi sebanyak 46 orang atau 43,0% Kata Kunci:, karakteristik, otitis media supuratof kronik, rumah sakit umum pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, Kepustakaan: 24 Referensi

vii

THESIS FACULTY OF MEDICINE HASANUDDIN UNIVERSITY December 2017 Nurul Annisari Al-Maidin Prof. Dr. dr. Eka Savitri, Sp.THT – KL (K) The Characteristic of Chronic Suppurative Otitis Media Patients in Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital on July 2016 – June 2017 ABSTRACT Introduction: Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM) is a chronic infection of a mid-ear with tympanic membrane perforation and continuous or intermittent mucus secretion. Acute Medial Otitis can become Chronic Suppurative Otitis Media if the process had reached more than 2 months. CSOM is considered as the most frequent mild-to-moderate persistent hearing disturbance in children and young adults in developing countries. Survey which held in seven provinces in Indonesia, 1996 found that Chronic Suppurative Otitis Media prevalence is 3% of Indonesians. CSOM can lead to several complications which will disturb the quality of life or even causes death. Early diagnosis and prompt treatment is expected can improve patients’ quality of life. Therefore, author is interested to held a study about The Characteristic of Chronic Suppurative Otitis Media Patients in Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital on July 2016 – June 2017. Metode Penelitian: This is a retrospective descriptive study with 107 samples from Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital. Results: Based on the collected data, there are 107 Chronic Suppurative Otitis Media patients in Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital on July 2016 – June 2017. The highest age proportion is from group 25 – 44 years old by 40 samples (37.4%), and by gender proportion is from male group by 72 samples (67.3%). The highest proportion based on educational level is from Senior High School group by 52 samples (48.6%), and based on the profession is from Unemployment group by 66 samples (61.7%). Based on the major complaint, the highest proportion is from otorrhea complaint by 58 samples (54.2%), based on the perforated location is from central perforation by 95 samples (86.4%). Based on the type, the highest proportion is from benign type by 59 samples (55.1%), and the highest proportion based on the presence of complications is from patients with no complications, by 83 samples (76.1%). Lastly, the highest proportion based on the therapy is from the pharmacotherapy group by 46 samples (43.0%). Keyword: Characteristic, chronic suppurative otitis media, Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital, References: 24 References

DAFTAR ISI

viii

Halaman DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........…………………………….....………

i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………...........

ii

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK …………......…………

iv

KATA PENGANTAR....................................................................

v

ABSTRAK......................................................................................

vii

DAFTAR ISI ………………………………......…………………

ix

DAFTAR TABEL……………………......………………………

xiv

DAFTAR GAMBAR……………………………………….........

xvi

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................

xvii

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………...………………………

1

1.2 Rumusan Masalah.…………………………………..

3

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………

4

1.3.1 Tujuan Umum………………………………...

4

1.3.2 Tujuan Khusus………………………………..

4

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………..

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi…………..……………………………..……

6

2.2 Etiologi…………….………………………………...

6

2.3 Faktor Resiko………..……………………………….

7

2.4 Letak Perforasi………………………………………

7

ix

2.5 Klasifikasi…………………………………………....

8

2.5.1

OMSK Tipe Benigna……………………….

8

2.5.2

OMSK Tipe Maligna……………………….

9

2.6 Kolesteatoma…………………………………………

11

2.7 Gejala Klinis…………………………………………

11

2.8 Diagnosis…………………………………………….

12

2.9 Komplikasi…………………………………………...

13

2.10 Terapi………………………………………………..

14

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………………………..

17

3.2 Definisi Operasional Variabel………..……………..

18

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian………………………………………

23

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………..

23

4.2.1 Lokasi Penelitian……………………………..

23

4.2.2 Waktu Penelitian………………………………

23

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……………………..

24

4.3.1 Populasi Penelitian……………………………

24

4.3.2 Sampel Penelitian……………………………..

24

4.4 Metode Pengumpulan Data………………………….

24

4.5 Pengolahan dan Penyajian Data……………………..

24

4.5.1 Pengolahan Data………………………………

24

4.5.2 Penyajian Data………………………………...

24

4.6 Etika Penelitian………………………………………

25

x

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Umur..................................................................................... 26 5.2 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin........................................................................ 27 5.3 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................................................... 28 5.4 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Pekerjaan ........................................................................... 29 5.5 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Keluhan Utama ................................................................... 30 5.6 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Lokasi Perforasi .................................................................

31

5.7 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tipe OMSK.........................................................................

32

5.8 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Komplikasi............................................................................ 32 5.9 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan

xi

Terapi.................................................................................... 33 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Umur..................................................................................... 35 6.2 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin........................................................................ 36 6.3 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................................................... 37 6.4 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Pekerjaan ........................................................................... 38 6.5 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Keluhan Utama ................................................................... 39 6.6 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Lokasi Perforasi .................................................................

40

6.7 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tipe OMSK............................................................................ 41 6.8 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Komplikasi............................................................................. 42

xii

6.9 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Terapi.................................................................................... 43 BAB VII KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 7.1 Kesimpulan.................................................................... 46 7.2 Saran............................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA…………..…………..………......…….... 47 LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1

Perbedaan OMSK Tipe Benigna dan Maligna

Tabel 5.1

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Umur yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017T

Tabel 5.2

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Tabel 5.3

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Tabel 5.4

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Pekerjaan yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Tabel 5.5

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Keluhan Utama yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

xiv

Tabel 5.6

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Lokasi Perforasi yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Tabel 5.7

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tipe OMSK yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Tabel 5.8

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Komplikasi yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Tabel 5.9

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Terapi yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Tabel 6.1

Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik

Berdasarkan Tipe dan Terapi

yang

diperoleh yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

xv

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1

Skema variabel dependen dan variabel independen

xvi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4. Hasil Rekam Medik Lampiran 5. Biodata Peneliti

xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul yang prosesnya sudah lebih dari dua bulan. Ini adalah penyebab penting dari hilangnya pendengaran yang dapat dicegah, utamanya di negara berkembang. 1,2 OMSK dianggap sebagai penyebab tersering dari gangguan pendengaran persisten ringan hingga sedang diantara anak-anak dan orang muda pada negara berkembang. Sekitar 164 juta kasus gangguan pendengaran diakibatkan oleh OMSK dan 90% diantaranya terjadi di negara berkembang. Data dari WHO menunjukkan, prevalensi terjadinya OMSK pada Negara berkembang seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan lain - lain masih tergolong tinggi yaitu 2-4% dibandingkan Negara maju di Eropa seperti Australia, Inggris, Denmark , Finlandia dan lain-lain yang berkisar 0,4 % yang tergolong rendah.2 Pada 1990, sekitar 28.000 kematian dari seluruh dunia dan kebanyakan pada negara

berkembang

diakibatkan

oleh

otitis

media.

Mortalitas

dan

ketidakmampuan karena otitis media berhubungan dengan komplikasi OMSK, utamanya abses otak. Namun, pada negara berkembang, mastoiditis dan komplikasi lainnya adalah penyebab umum kematian dari OMSK.2,3,4 Asia Tenggara dan Regio Pasifik Barat, dimana India, China dan pulau-pulau Asia lainnya, dikelompokkan oleh WHO sebagai region dengan prevalensi OMSK tertinggi dan jumlah kematian tertinggi dari otitis media. 2

1

Browning dalam Aboet mengemukakan kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang bulruk merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.5 Aboet dalam Harry mengatakan, survei yang dilakukan pada tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan prevalensi otitis media supuratif kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia.6 Asroel dkk melakukan penelitian dari tahun 2006 – 2010 Pada RSUP H. Adam Malik Medan dan menemukan tiap tahunnya terjadi peningkatan kasus OMSK tipe bahaya. Pada tahun 2006, dari 119 penderita OMSK tipe bahaya, ditemukan 9,24% mengalami OMSK tipe bahaya dan terjadi peningkatan pada tahun 2010 yakni 28,57%. Lubis dkk pada Rumah Sakit H.Adam Malik Medan Indonesia juga melaporkan tipe OMSK yang dominan terjadi adalah tipe attikoantral. OMSK juga paling sering terjadi pada kelompok usia anak-anak dan dewasa muda. Bayi dan anak-anak lebih mudah terkena OMSK karena tuba Eustachius yang pendek, horizontal dan lentur.6,7 Profil pasien OMSK dengan komplikasi pada Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari – Desember 2011 menunjukkan ada 36,75 % pasien dengan komplikasi dengan otorrhea sebagai keluhan paling sering (95,3%) dan hilang pendengaran adalah gejala yang paling sering muncul dengan OMSK, Infeksi Saluran Napas Atas adalah faktor resiko yang paling umum. Kebanyakan kasus memiliki komplikasi unilateral (93%) dan intratemporal (72%). Jaringan granulasi adalah komplikasi intratemporal yang paling sering (32,5%).8

2

OMSK bisa menyebabkan adanya keterbatasan fungsional pendengaran pada seseorang. Hal ini mengakibatkan masalah dalam komunikasi yang dapat menghambat interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari baik dalam bekerja ataupun beraktivitas. Seringkali ,dapat ditemukan pasien dengan kehilangan pendengaran yang berat akan menarik diri dari aktivitas sosial.9 Kasus otitis media supuratif kronik yang sejak dahulu diketahui merupakan penyakit dengan prevalensi yang tinggi bahkan jika tidak ditangani dengan baik dapat mengarah ke berbagai komplikasi yang mengakibatkan penurunan kualitas hidup hingga kematian. Namun, sampai sekarang insiden OMSK di berbagai daerah di Indonesia masih cukup tinggi. Diagnosis dan penanganan yang cepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup bagi penderita dan dapat meningkatkan kemampuan linguistik dan perkembangan akademik bagi anak yang menderita OMSK. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar selama periode Juli 2016 sampai dengan Juni 2017.10 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik pasien otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Makassar periode Juli 2016 sampai dengan Juni 2017 ?

3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juli 2016 sampai dengan Juni 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan umur.

2. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan jenis kelamin.

3. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan pendidikan.

4. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan pekerjaan.

5. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan keluhan utama.

6. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan lokasi perforasi.

4

7. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan tipe otitis media supuratif kronik.

8. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan komplikasi.

9. Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan terapi.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi mengenai karakteristik pasien otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar b. Sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan ilmu yang di peroleh selama pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran. c. Menjadi rujukan untuk penelitian yang lebih lanjut.

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut.1 2.2 Etiologi Telinga tengah dapat menjadi terinfeksi bila bakteri masuk dari saluran eksterna atau nasofaring melalui tuba eustachii.11 Pada otitis media supuratif kronik, bakteri penyebab OMSK yaitu bakteri aerob (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species) atau bakteri anaerob (Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri ini cukup jarang ditemukan pada kulit dari kanal eksternal, namun dapat berproliferasi dengan adanya trauma, inflamasi, luka robek atau kelembaban yang tinggi. Bakteri ini bisa masuk ke telinga tengah melalui perforasi kronik. Di antara bakteri ini, P.aeruginosa sering disebut sebagai penyebab destruksi progresif telinga tengah dan struktur mastoid melalui toksin dan enzim.2

6

2.3 Faktor Resiko Faktor resiko untuk perkembangan OMSK belum jelas. Penyakit ini lebih jarang dibanding otitis media akut. Otitis media akut yang rekuren merupakan predisposisi terjadinya otitis media supuratif kronik. Terapi yang terlambat diberikan, terapi antibiotik yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, infeksi saluran napas ulang yang sering, penyakit pada nasal, daya tahan tubuh pasien rendah dan kondisi hidup yang buruk serta akses yang buruk pada pelayanan kesehatan juga berhubungan dengan perkembangan OMSK.1,2 Selain itu, multifaktorial lainnya juga berkontribusi terhadap terjadinya OMSK antara lain : 

Inflamasi kronik sekunder yang mengakibatkan disfungsi tuba eustachii



faktor genetik atau sekitar yang mempengaruhi kemampuan penyembuhan dan ketahanan mukosa



Karakteristik anatomi yang specia pada telinga tengah seperti pneumonisasi dan ukuran yang relatif



Ketahanan, virulensi , patogenisitas dari organisme yang menginfeksi.12

2.4 Letak Perforasi Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe / jenis OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal dan atik. Oleh karena itu disebut perforasi sentral, marginal dan atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi

7

marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.1 2.5 Klasifikasi OMSK terbagi dua yaitu OMSK tipe tenang/benigna dan tipe bahaya/maligna. Perbedaan ini ditandai dengan melihat proses peradangan, ada tidaknya kolesteatom dan letak perforasi membran timpani.16, 17 Tabel 2.1 Perbedaan OMSK Tipe Benigna dan Maligna Karakteristik OMSK Benigna OMSK Maligna Sifat

Aman , Tubotimpani

Bahaya , Attikoantral

Otorea 

Bau

Tidak berbau

Berbau busuk (tengik)



Banyak cairan

Umumnya banyak

Umumnya sedikit



Tipe

Umumnya mukoid

Umumnya purulent



Periodisitas

Umumnya hilang timbul

Umumnya terus menerus

Perforasi

Sentral

Atik atau marginal

Polip

Pucat

Merah, seperti daging

Kolesteatoma

Tidak ada

Ada

Komplikasi Intrakranial

Tidak pernah

tidak jarang

2.5.1

OMSK tipe benigna OMSK tipe benigna (tipe aman) atau biasa disebut tipe tubotimpani . OMSK tipe ini melibatkan bagian anteroinferior dari celah telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi sentral

8

yang permanen. Karena tidak ada resiko komplikasi yang serius, maka OMSK tipe ini disebut juga OMSK aman atau benigna. • Aktif (perforasi basah) : Adanya inflamasi mukosa dan discharge mukopurulen • Inaktif (perforasi kering) : tidak adanya inflamasi mukosa dan discharge mukopurulen • Perforasi permanen : perforasi sentral kering yang tidak sembuh dalam waktu yang lama mengindikasikan epitel squamosal eksterna menyatu dengan mukosa interna pada pinggir perforasi. • Otitis media kronik yang sembuh : Penyembuhan perforasi akan mengarah kepada penutupan membran tipis (hilangnya lapisan fibrosa). Hal ini berhubungan dengan timpanosklerosis atau gangguan pendengaran konduktif. Penderita OMSK tipe benigna lebih beresiko 3,88 kali mengalami malfungsi ventilasi tuba esutachii daripada subjek non-otitis media . Proses peradangan pada OMSK tipe benigna atau aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Pada OMSK jenis ini, tidak ada kolesteatoma.1, 13, 19 Pada OMSK tipe aman masih mungkin dapat diatasi dengan pengobatan antibiotik.16,17 2.5.2

OMSK tipe maligna OMSK tipe maligna disebut juga tipe attikoantral atau tipe bahaya. Tipe maligna adalah tipe atiko-antral karena biasanya proses dimulai di daerah tersebut. OMSK tipe ini melibatkan daerah atik

9

dan posterosuperior pada celah telinga tengah. Ada perforasi atik atau marginal pada kuadran posterosuperior pars tensa. Pada OMSK tipe maligna terdapat kolesteatoma. Karena tipe ini sering berhubungan dengan resiko komplikasi yang serius dan bisa menyebabkan erosi tulang akibat kolesteatoma, maka tipe ini disebut juga tipe bahaya atau tidak aman. Kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Granulasi dan osteitis ditemukan pada banyak kasus. • Inaktif : kantong retraksi self-cleaning pada pars tensa posterosuperior

atau

daerah

atik

dengan

potensi

adanya

kolesteatoma • Aktif : Kolesteatoma aktif mengerosi tulang, membentuk granulasi dan ada discharge yang berbau. OMSK tipe ini disebut juga tipe tulang karena penyakit ini menyebabkan erosi tulang. Komplikasi yang muncul dari OMSK tipe maligna cukup berbahaya. Pada kasus yang sudah lanjut, dapat terlihat abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah yang dapat ditandai dengan discharge berupa darah , terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan kolesteatoma pada rontgent mastoid. 1,14,15,19,20

10

salah satu komplikasi OMSK maligna adalah paresis saraf fasialis , disebabkan tumbuhnya kolesteatom timpani yang progresif, destruktif dan merupakan ciri khas OMSK maligna.18 OMSK tipe bahaya diperlukan tindakan operatif untuk eradikasi kolesteatoma selain penggunaan antibiotik.16, 17 2.6 Kolesteatoma Pada proses penyembuhan perforasi, epitel skuamosa, dapat tumbuh ke dalam telinga tengah membentuk struktur seperti kantong karena epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac yang mengumpulkan debris epitel yang lepas. Kista ini disebut kolesteatoma. Setiap perforasi membran timpani (MT) dapat disertai dengan kolesteatoma, yang merupakan kantung yang dilapisi kulit yang menampung debris skuamosa yang meluas, dan dengan infeksi ringan kronik. Ketika kolesteatoma meluas, struktur telinga tengah hancur dan meluas ke dalam sistem sel udara mastoid. Kolesteatoma juga meluas sepanjang dasar fossa kranialis media di bawah lobus temporalis. Penghancuran tulang telinga tengah dan mastoid paling mungkin dibantu oleh enzim osteolitik yang dilepaskan oleh degradasi selular pada kolesteatoma.11 2.7 Gejala Klinis gejala awal OMSK yaitu otorea kronik dengan sekret mukopurulen melalui membran timpani non intak. Setelah infeksi bersih, pasien hanya memiliki beberapa atau tidak ada gejala kecuali gangguan pendengaran. Rekurensi dari infeksi tersebut dapat menyebabkan nyeri, tapi tidak sering. Sekret telinga bisa muncul kembali dan berbusa atau mukopurulen pada adanya infeksi akut.

11

Sekretnya bisa tidak berbau, mukus berserabut atau berbau busuk karena infeksi kronik dengan Pseudomonas atau anaerob. Perforasi membran timpani bisa saja kering selama bertahun-tahun atau pada kasus lain perforasi tersebut disertai otorea persisten atau berulang. Hal ini

bergantung

pada

ketekunan

pasien

dalam

melindungi

telinga

mempraktekkan higenitas telinga.12 2.8 Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat dan temuan otoskopi. Otitis media kronis menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, tetapi keluhan utama yang membuat pasien untuk berobat adalah otorea yang berbau busuk. Kelainan ini dapat dengan mudah didiagnosis dengan otoskopi, dan perforasi biasanya mudah terlihat. Biasanya hal ini ditemukan pada telinga yang kering. Perhatian khusus harus dilakukan saat memvisualisasi pars flaksida, karena perforasi kecil dapat sukar dilihat. Membran timpani dan telinga tengah mungkin menunjukkan gejala lain seperti inflamasi kronik, kalsifikasi, area atrofi, retraksi atau destruksi osikular.11,12 Patensi tuba eustachius harus selalu diuji dan didokumentasikan (Manuver Valsava). Pada telinga yang berair, kanal telinga eksternal mengandung sekret dan bisa terjadi inflamasi dan pembengkakan. Kadang-kadang, perforasinya sulit dilihat karena adanya cairan sekret atau perubahan inflamasi yang memepengaruhi kanal telinga dan telinga tengah. Manuver valsava dapat menyebabkan munculnya gelembung udara pada sekret. Smear bisa diambil untuk pemeriksaan bakteriologi.Tuli konduktif akan lebih sering terjadi pada telinga yang berair.12

12

Selain itu, debris skuamosa kolesteatoma dapat dilihat sebagai bahan putih berlapis-lapis pada tepi perforasi atau massa halus putih di belakang gendang telinga yang tembus cahaya. 11,12 Batas-batas kolesteatoma di dalam mastoid dapat dipastikan dapat dipastikan dengan pemindaian CT. Kadang-kadang kolesteatoma tidak mempunyai

hubungan

dengan

perforasi

pada

membrane

timpani.

Kolesteatoma ini diduga dibentuk oleh sisa epitel skuamosa dan merupakan kolesteatoma kongenital. Selain itu, bisa juga dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga.1,11 2.9 Komplikasi Otitis media kronik mengakibatkan defisit pendengaran konduktif yang disebabkan

oleh

gangguan

kompleks

timpani-okular.

OMSK

dapat

menyebabkan mastoiditis kronik walaupun jarang. Erosi dinding telinga tengah dan cavitas mastoid ,yang jarang, dapat menyebabkan terkenanya saraf wajah, bulbi jugular, sinus lateral, labirin membranosa dan dura lobus temporal. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti paralisis nervus fasial, thrombosis sinus lateral, labirinits, meningitis dan abses otak. Penyebaran melalui hematogen atau daerah sekitar infeksi ke otak dapat menyebabkan cacat permanen komplikasi fatal lainnya.2,11,12 Selain itu, ada pembagian komplikasi otitis media yang dikemukakan oleh Souza dkk (1999) yaitu : 

Komplikasi Intratemporal -

Komplikasi di telinga tengah : paresis nervus fasialis, kerusakan tulang pendengaran, perforasi membran timpani

13



-

Komplikasi ke rongga mastoid : petrositis , mastoiditis koalesen

-

Komplikasi ke telinga dalam : labirinitis, tuli saraf/ sensorineural

Komplikasi ekstratemporal -

Komplikasi intrakranial : abses ekstradura, abses subdural, abses otak , meningitis, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalus otikus

-

Komplikasi ekstrakranial : abses retroaurikuler, abses Bezold’s. abses zigomatikus

Selain komplikasi-komplikasi tersebut, dapat juga terjadi komplikasi pada perubahan tingkah laku.1 2.10 Terapi Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.1 Otitis media kronis dengan infeksi paling efektif diobati dengan tetes telinga yang mengandung garamisin, polimiksin, atau neomisin. Tetesan yang mengandung

antibiotik

yang

efektif

melawan

Pseudomonas

dan

Staphylococcus aureus. Tetes telinga yang mengandung zat ototosik (antibiotik

aminoglikosida),

hanya

untuk

digunakan

menangani

pembengkakan akut dan hanya boleh digunakan dalam waktu singkat (tidak lebih dari 3 hari). Obat tetes mengandung asam asetat 0,5% - 2% juga efektif tapi biasanya nyeri.1,11,12

14

Pengobatan

medis

otitis

media

supuratif

konik

diarahkan

pada

pemberantasan infeksi tetapi tidak mengubah keadaan anatomik perforasi atau kolesteatoma. Manfaat antibiotik sistemik terbatas kecuali bila infeksi menginvasi jaringan periaura dan menyebabkan selulitis. Antibiotik oral yang diberikan dari golongan ampisilin atau eritromisin jika pasien alergi terhadap penisilin, sebelum hasil tes resistensi diterima.1,11 Penting untuk menyediakan perlindungan yang adekuat untuk melindungi telinga saat mandi misalnya melindungi telinga dari sabun dan air saat mandi. Hal ini bisa dilakukan dengan memasukkan gumpalan kapas yang dioles petrolatum atau penutup telinga. Kemudian saluran telinga harus tetap bersih dari sisa-sisa kapas. Perlindungan telinga yang adekuat penting untuk mencegah reinfeksi.12 Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadi infeksi berulang, maka sumber infeksi harus diobati terlebih dahulu. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi 2 bulan, maka bisa dilakukan miringioplasti atau timpanoplasti. Pengobatan membran timpani perforasi memerlukan pencangkokan bedah (timpanoplasti). Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ini adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.Selain rekonstruksi membran timpani, sering kali juga dilakukan rekonstruksi tulang pendengaran. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau

15

tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula, operasi ini dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 – 12 bulan.1 Kolesteatoma harus dieksisi secara sempurna atau dikeluarkan untuk mengentikan infeksi secara permanen, mencegah perluasan berlanjut dan destruksi progresif bangunan telinga tengah dan os temporale, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran. Sesudah kolesteatoma dieksisi seluruhnya, rekonstruksi bedah membran timpani dan osikula kadang-kadang dapat memperbaiki keadaan. Supurasi yang sulit dan kronik membutuhkan operasi pada telinga tengah yang terdiri dari mastoidektomi atau operasi radikal yang dimodifikasi. Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Mastoidektomi radikal dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas, pada operasi ini dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Mastoidektomi radikal dengan modikasi dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. 1,11,12

16

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Umur

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan

Pekerjaan

Otitis Media Supuratif Kronik

Keluhan Utama

Lokasi Perforasi

Tipe OMSK

Komplikasi

Terapi

Gambar 3.1 Skema variabel dependen dan variabel independen

Keterangan: = Variabel Dependen

17

= Variabel Independen 3.2 Definisi Operasional Variabel 1.

Umur Definisi

: Lamanya penderita hidup, sejak dilahirkan sampai sekarang yang dinyatakan dalam satuan tahun. Umur dalam penelitian ini adalah umur berdasarkan WHO 1982 yang tercatat dalam rekam medis pasien.

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. < 1 tahun (usia bayi) 2. 1 – 14 tahun (usia muda) 3. 15 - 24 tahun (dewasa muda) 4. 25 – 44 tahun (dewasa pertengahan) 5. 45 - 64 tahun (dewasa akhir) 6. ≥ 65 tahun (lanjut usia )

2.

Jenis kelamin Definisi

: Perbedaan jenis kelamin dari pasien sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis.

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. Laki-laki

18

2. Perempuan 3.

Tingkat Pendidikan Definisi

: kondisi jenjang pedidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan oleh departemen pendidikan.

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. Belum / Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA/sederajat 5. Perguruan Tinggi/ sederajat.

4.

Pekerjaan Definisi

: pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. Bekerja 2. Tidak Bekerja

19

5.

Keluhan Utama Definisi

: Keluhan yang dirasakan pasien, sehingga menjadi alasan pasien datang ke rumah sakit. Keluhan utama dalam penelitian ini adalah keluhan utama sesuai dengan yang tertera pada rekam medis.

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. Otorea 2. Otalgia 3. Telinga gatal 4. Gangguan pendengaran 5. Rasa penuh di telinga 6. Sakit kepala 7. Vertigo 8. Tinnitus 9. Telinga berbau 10. Telinga keluar darah 11. Lain - lain

6.

Lokasi Perforasi Definisi

: daerah terjadinya lubang/kebocoran pada membran timpani.

Alat Ukur

: Rekam medis 20

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1.Sentral 2. Marginal 3. Atik 4. Total

7.

Tipe OMSK Definisi

: Klasifikasi penyakit OMSK yang dilihat berdasarkan letak perforasi pada membran timpani dan ada tidaknya kolesteatoma

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. Tipe benigna 2. Tipe maligna

8.

Komplikasi Definisi

: penyakit yang baru timbul kemudian akibat penyakit yang sudah ada sebelumnya.

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. Tanpa komplikasi

21

2. Komplikasi intratemporal 3. Komplikasi intrakranial

9.

Terapi Definisi

: Terapi yang diberikan kepada pasien untuk mengatasi atau mencegah komplikasi dari otitis media supuratif kronik.

Alat Ukur

: Rekam medis

Cara Ukur

: Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.

Hasil Ukur

: Berupa data kategorik yaitu: 1. Farmakoterapi 2. Timpanoplasti 3. Timpanomastoidektomi

22

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara studi deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medis atau data sekunder penderita otitis media supuratif kronik yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu: Kriteria inklusi : 1. Semua pasien yang datang ke poliklinik dan terdiagnosis primer menderita otitis media supuratif kronik di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juli 2016 – Juni 2017 2. Semua pasien yang data rekam medisnya lengkap sesuai variabel yang ingin diteliti.

Kriteria eksklusi

:

Pasien yang data rekam medisnya tidak lengkap sesuai variabel yang ingin diteliti

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Oktober 2017.

23

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah semua data pasien otitis media supuratif kronik di di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo.. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah semua data pasien - pasien otitis media supuratif kronik yang lengkap di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juli 2016 – Juni 2017.

4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan pada rekam medis pasien Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar. Rekam medis pasien dengan otitis media supuratif kronik yang dipilih sebagai sampel, dikumpul dan dilakukan pencatatan tabulasi sesuai dengan variabel yang akan diteliti. 4.5 Pengolahan dan Penyajian Data 4.5.1 Pengolahan Data Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer dan dianalisa secara statistik deskriptif dengan menggunakan program SPSS dan Microsoft Excel. 4.5.2 Penyajian Data Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi proporsi, diagram pie dan diagram batang yang disertai dengan penjelasan yang disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

24

4.6 Etika Penelitian 1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian. 2. Menjaga kerahasiaan identitas pribadi pasien yang terdapat pada data rekam medis, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan. 3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

25

BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada bulan November 2017. Data yang didapatkan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah sebanyak 107 kasus. Data diperoleh dari data sekunder melalui rekam medik pasien dengan diagnosis primer penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017 untuk mengetahui

karakteristiknya

berdasarkan

variabel

umur,

jenis

kelamin,

pendidikan, pekerjaan, keluhan utama, lokasi perforasi, tipe OMSK, komplikasi dan terapi. Adapun hasil penelitian, disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: 5.1 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Umur Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan umur sebagai berikut: Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Umur yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Umur <1 tahun (usia bayi ) 1 – 14 tahun (usia muda) 15 -24 tahun (dewasa muda) 25 - 44 tahun (dewasa pertengahan ) 45 – 64 tahun (dewasa akhir) ≥ 65 tahun (lanjut usia ) Total

F 0 9 31 40 22 5 107

Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

26

(%) 0 8,4 29,0 37,4 20,6 4,7 100,0

Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan umur ada pada kelompok usia 25 – 44 tahun yaitu sebanyak 40 orang atau sebesar 37,4% dan proporsi terendah ada pada kelompok usia < 1 tahun yaitu sebanyak 0 orang. Penderita otitis media supuratif kronik termuda adalah umur 2 tahun dan yang tertua adalah umur 79 tahun. 5.2 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut: Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Total

F 72 35 107

(%) 67,3 32,7 100,0

Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan jenis kelamin adalah pasien laki - laki yaitu sebanyak 72 orang atau sebesar 67,3% sedangkan pasien perempuan sebanyak 35 orang atau sebesar 32,7%.

27

5.3 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut: Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Tingkat F (%) Pendidikan Belum / Tidak 3 2,8 Sekolah SD 12 11,2 SMP 12 11,2 SMA 52 48,6 Perguruan Tinggi/ 28 26,2 Sederajat Total 107 100,0 Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017 Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan tingkat pendidikan adalah SMA yaitu sebanyak 52 orang atau sebesar 48,6% dan proporsi terendah adalah pasien belum/tidak sekolah yaitu 3 orang atau sebesar 2,8%.

28

5.4 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan pekerjaan sebagai berikut:

Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Pekerjaan yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Pekerjaan Bekerja  Wiraswasta  PNS  Swasta  Honorer  Petani Tidak Bekerja Total

F 41 18 11 10 1 1 66 107

(%) 38,3 16,8 10,3 9,3 0,9 0,9 61,7 100,0

Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi terdapat pada kelompok pasien yang tidak bekerja sebanyak 66 orang atau sebesar 61,7% sedangkan jumlah pasien yang bekerja sebanyak 41 orang atau sebesar 38,3%. Dari 41 orang yang bekerja, proporsi tertinggi berdasarkan jenis pekerjaan adalah wiraswasta yaitu sebanyak 18 orang atau sebesar 16,8% dan proporsi terendah adalah petani dan honorer yaitu sebanyak 1 orang atau sebesar 0,9%.

29

5.5 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Keluhan Utama Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan keluhan utama sebagai berikut: Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Keluhan Utama yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Keluhan Utama Otorea Otalgia Telinga Gatal Pendengaran Menurun Rasa Penuh di Telinga/ Rasa Tersumbat Sakit Kepala Vertigo Tinnitus Keluar darah dari telinga Lain – lain Total

F 58 3 1 29 4

(%) 54,2 2,8 0,9 27,1 3,7

2 1 6 2 1 107

1,9 0.9 5,6 1,9 0,9 100,0

Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan keluhan utama adalah pasien dengan keluhan otorea yaitu sebanyak 58 orang atau sebesar 54,2% dan proporsi terendah adalah pasien dengan keluhan telinga gatal, vertigo dan lain-lain yaitu masing-masing 1 orang atau sebesar 0,9%.

30

5.6 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Lokasi Perforasi Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan lokasi perforasi sebagai berikut: Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Lokasi Perforasi yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017

Lokasi Perforasi F (%) Sentral 95 86,4 Marginal 3 2,7 Atik 6 5,5 Total 6 5,6 Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan lokasi perforasi adalah perforasi sentral yaitu sebanyak 95 orang atau sebesar 86,4% dan proporsi terendah adalah perforasi marginal yaitu 3 orang atau sebesar 2,7%. Pada beberapa pasien terjadi perforasi di lebih dari satu lokasi yaitu pasien yang mengalami perforasi sentral disertai marginal sebanyak 2 orang, dan pasien yang mengalami perforasi sentral disertai atik sebanyak 1 orang.

31

5.7 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tipe OMSK Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan tipe OMSK sebagai berikut: Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tipe OMSK yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Tipe OMSK Benigna Maligna Total

F 59 48 107

(%) 55,1 44,9 100,0

Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan tipe adalah pasien OMSK tipe benigna berjumlah 59 orang atau sebesar 55,1% sedangkan pasien OMSK tipe maligna berjumlah 48 orang atau sebesar 44,9%. 5.8 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Komplikasi Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan komplikasi sebagai berikut:

32

Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Komplikasi yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Komplikasi Tanpa Komplikasi Komplikasi Intratemporal  Parese N.VII (Fasialis)  Mastoiditis  Fistel retroaurikula Komplikasi Intrakranial

F 83 26 6 19 1 0

(%) 76,1 23,8 5,5 17,4 0,9 0

Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

Berdasarkan tabel 5.8, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan ada tidaknya komplikasi adalah pasien tanpa komplikasi berjumlah 83 orang atau sebesar 76,1% dan proporsi terendah adalah pasien dengan komplikasi intrakranial yaitu tidak ada kasus atau 0 %. Komplikasi yang paling banyak terjadi adalah mastoiditis sebesar 19 orang atau 17,4%. Ada satu pasien yang mengalami 3 komplikasi sekaligus yaitu fistula retroaurikula, mastoiditis dan parese N.VII. 5.9 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Terapi Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan terapi sebagai berikut:

33

Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Terapi yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Terapi Farmakoterapi Timpanoplasti Timpanomastoidektomi Total

F 46 12 49 107

(%) 43,0 11,2 45,8 100,0

Sumber : Data Sekunder Juli 2016-Juni 2017

Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan terapi adalah pasien dengan terapi farmakoterapi sebanyak 46 orang atau 43,0% dan proporsi terendah adalah pasien dengan terapi hanya timpanoplasti sebanyak 12 orang atau 11,2%.

34

BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian tentang karakteristik pasien rawat inap dan jalan dengan diagnosis primer otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017 telah dilaksanakan pada bulan November 2017. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif yang melihat berdasarkan data sekunder melalui rekam medik pasien. Penelitian ini ingin mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, keluhan utama, lokasi perforasi, tipe OMSK, komplikasi dan terapi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pasien rawat inap dan jalan dengan diagnosis primer otitis media supuratif kronik yang memenuhi kriteria di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017 yaitu sebanyak 107 pasien.

6.1 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Umur Hasil penelitian) menunjukkan bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan umur ada pada kelompok usia 25 – 44 tahun yaitu sebanyak 40 orang atau sebesar 37,4% dan proporsi terendah ada pada kelompok usia < 1 tahun yaitu sebanyak 0 orang. Penderita otitis media supuratif kronik termuda adalah umur 2 tahun dan yang tertua adalah umur 79 tahun. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harry Agustaf Asroel yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan bahwa dari 119

35

pasien sekitar 31,93% terjadi pada usia 11 - 20 tahun.7 Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuliani Mardiati Lubis dkk.yang juga dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan, ia menemukan dari 75 pasien, angka kejadian tertinggi terjadi pada kelompok usia 22 – 31 tahun(38,7%).4 OMSK umumnya ditemukan pada usia anak hingga dewasa muda. Kejadian OMSK tersebut hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Hal ini berhubungan dengan ukuran dan letak tuba eustachius yang lebih pendek dan lebih datar serta fungsi imunologi yang masih rendah sehingga lebih mudah mendapatkan infeksi telinga tengah.7,21 Hasil ini bisa saja terjadi karena ada beberapa pasien yang sebenarnya memiliki riwayat keluar cairan dari telinga (otore) sejak kecil dan datang saat sudah beranjak dewasa dengan keluhan tersebut dan terdiagnosis OMSK yang bisa jadi merupakan kelanjutan dari keluhan yang terjadi saat kecil. 6.2 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Juli 2016 – Juni 2017, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik, proporsi tertinggi berdasarkan jenis kelamin adalah pasien laki - laki yaitu sebanyak 72 orang atau sebesar 67,3% sedangkan pasien perempuan sebanyak 35 orang atau sebesar 32,7%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Meis Malirmasele dkk. di RSUD dr. M. Haulussy Ambon, dari 54 orang, pasien laki-

36

laki lebih banyak yaitu 28 orang atau 51,9%. Hal ini dapat terjadi karena anak laki-laki lebih sering berinteraksi dengan lingkungannya sehingga lebih rentan terkena agen infeksi.21 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitrie Desbassarie W dkk. dimana dari 43 pasien OMSK dengan komplikasi, 24 diantaranya adalah laki-laki (55,8%) dan 19 perempuan (44,2%), yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih dominan daripada perempuan.3 Selain itu, Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2006 – 2010 , penderita OMSK tipe bahaya terbanyak adalah laki-laki dengan perbandingan penderita laki-laki dan perempuan 1,17 : 1. Sementara itu, di Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta melaporkan kasus OMSK tipe bahaya, 61,59% laki-laki dan 38,40% perempuan.7

6.3 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan tingkat pendidikan adalah SMA yaitu sebanyak 52 orang atau sebesar 48,6% dan proporsi terendah adalah pasien belum/tidak sekolah yaitu 3 orang atau sebesar 2,8%. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dimana mayoritas pasien OMSK hanya mengikuti pendidikan dasar 9 tahun yang mencakup SD & SMP dan penelitian di RSUD dr. M. Haulussy Ambon tercantum bahwa tingkat pendidikan penderita OMSK dengan frekuensi dan presentase

37

terbanyak yaitu tidak sekolah sebanyak 20 orang (37,0%). Ia menyimpulkan bahwa OMSK cenderung terjadi pada orang-orang dengan tingkat pendidikan atau pengetahuan yang rendah.3 Hasil ini bisa saja terjadi karena ada beberapa pasien yang sebenarnya memiliki riwayat keluar cairan dari telinga (otore) sejak kecil dan datang saat sudah beranjak dewasa dengan keluhan tersebut dan terdiagnosis OMSK yang bisa jadi merupakan kelanjutan dari keluhan yang terjadi saat kecil. Saat kecil anak dalam bimbingan dan tanggung jawab orang tua maka bisa jadi ada pengaruh dari tingkat pengetahuan orang tua terhadap penyakit OMSK. Namun, dalam penelitian ini tingkat pengetahuan orang tua terhadap terjadinya penyakit tidak dapat dibuktikan karena penelitian ini tidak mengambil tingkat pendidikan orang tua sebagai variabel.

Otitis media akut yang rekuren merupakan predisposisi terjadinya otitis media supuratif kronik. Otitis media akut dapat mengalami rekurensi jika terapi antibiotik tidak adekuat. Selain itu, jika terapi yang terlambat diberikan, virulensi kuman yang tinggi, infeksi saluran napas ulang yang sering, penyakit pada nasal, daya tahan tubuh pasien rendah dan kondisi hidup yang buruk serta akses yang buruk pada pelayanan kesehatan juga berhubungan dengan perkembangan OMSK. 6.4 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik berdasarkan Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi terdapat pada kelompok pasien yang tidak bekerja sebanyak 66 orang atau sebesar 61,7% sedangkan jumlah pasien yang bekerja sebanyak 41 orang atau sebesar 38,3%. Dari 41 orang yang bekerja,

38

proporsi tertinggi berdasarkan jenis pekerjaan adalah wiraswasta yaitu sebanyak 18 orang atau sebesar 16,8%. 66 orang yang tidak bekerja, Hasil ini sejalan dengan penelitian Meis Malirmasele dkk. di RSUD dr. M. Haulussy Ambon yaitu 85,2% atau sebanyak 46 dari 54 orang yang tidak bekerja.21 OMSK memunculkan gejala keluar cairan dari telinga yang seringkali berupa nanah dengan adanya pendengaran yang berkurang. Hal tersebut dapat berpengaruh pada pribadi penderita. Penderita merasa rendah diri, kurang percaya diri atau bahkan menarik diri dari pergaulan. Apabila otitis media sudah diderita sejak kecil, akan terjadi hambatan dalam perkembangan kepribadian anak. Di sekolah, anak cenderung menyendiri dan sulit bergaul.Hal ini berhubungan dengan gangguan pendengaran yang dideritanya mengakibatkan anak sulit berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan pendengaran ini juga menyebabkan anak sulit menerima pelajaran, akibatnya prestasi belajar anak tidak dapat berkembang secara maksimal. Pada orang dewasa, keadaan ini menghambat seseorang dalam mencari pekerjaann misalnya sebagai pegawai negeri, ABRI, pelaut dan lain-lain.22 6.5 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Keluhan Utama Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan keluhan utama adalah pasien dengan keluhan otorea yaitu sebanyak 58 orang atau sebesar 54,2% dan

39

proporsi terendah adalah pasien dengan keluhan telinga gatal, vertigo dan lain-lain yaitu masing-masing 1 orang atau sebesar 0,9%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (2015) dimana sebanyak 41 pasien penderita OMSK (95,3%) memiliki keluhan utama keluar cairan dari telinga (otorea).3

Hasil penelitian ini sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan otitis media supuratif kronik yaitu infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Otorrhea atau telinga berair merupakan gejala awal yang sering timbul dan sangat mengganggu penampilan seseorang, terutama pada penderita yang mengalami otorrhea secara terus menerus, sehingga mendorong mereka untuk segera memeriksakan diri ke dokter.21 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Meis Malirmasele dkk. di RSUD dr. M. Haulussy Ambon yaitu terlihat bahwa keluhan utama terbanyak penderita OMSK adalah keluhanotorrhea sebanyak 44 orang (81,5%).

6.6 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Lokasi Perforasi Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan lokasi perforasi adalah perforasi sentral yaitu sebanyak 95 orang atau sebesar 86,4% dan proporsi terendah adalah perforasi marginal yaitu 3 orang atau sebesar 2,7%.

40

Hasil ini sejalan dengan penelitian Meis Malirmasele dkk. di RSUD dr. M. Haulussy Ambon yaitu perforasi sentral dengan frekuensi 44 penderita (81,5%). Hal ini juga sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan perforasi sentral ialah perforasi yang terletak pada pars tensa membran timpani, sedangkan di seluruh tepinya masih ada sisa membran timpani. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa perforasi sentral memiliki presentase yang tinggi, hal ini dapat dihubungkan dengan proses sebelum terjadinya perforasi membran timpani yakni edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan tekanan yang tinggi dalam ruang telinga tengah, sehingga mendorong pars tensa membran timpani kearah meatus acusticus eksterna (MAE). Apabila tekanan eksudat tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Hal inilah yang mengakibatkan rupturnya membran timpani sehingga eksudat keluar ke MAE.21 6.7 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tipe OMSK Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan tipe adalah pasien OMSK tipe benigna berjumlah 59 orang atau sebesar 55,1% sedangkan pasien OMSK tipe maligna berjumlah 48 orang atau sebesar 44,9%.

41

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Meis Malirmasele dkk. di RSUD dr. M. Haulussy Ambon dimana tipe benigna sebanyak 44 orang (81,5%) sedangkan tipe maligna 10 orang (18,5%). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Penelitian Wankar et al pada tahun 2014 yang menyatakan dari 63 siswa yang menderita OMSK, 56 diantaranya termasuk tipe tubotimpani (aman) atau benigna dan 7 diantaranya termasuk tipe attikoantral.21,23 Hasil penelitian ini dapat menunjukkan bahwa masyarakat lebih waspada dan perhatian terhadap penyakit yang diderita, karena walaupun derajat penyakit OMSK masih dikatakan ringan, namun pasien tetap memeriksakan diri ke dokter. Hal ini dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan oleh OMSK.21 6.8 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Komplikasi Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan ada tidaknya komplikasi adalah pasien tanpa komplikasi berjumlah 83 orang atau sebesar 76,1% dan proporsi terendah adalah pasien dengan komplikasi intrakranial yaitu tidak ada kasus atau 0 %. Komplikasi yang paling banyak terjadi adalah mastoiditis sebesar 19 orang atau 17,4% Ada satu pasien yang mengalami 3 komplikasi sekaligus yaitu fistula retroaurikula, mastoiditis dan parese N.VII. Dari 48 pasien OMSK tipe maligna, 24 diantaranya tidak memiliki komplikasi. Hal ini karena pasien-pasien tersebut memiliki keluhan vertigo, lokasi perforasi marginal atau atik , discharge berupa darah, jaringan granulasi, dan

42

kolesteatoma. Berdasarkan kepustakaan, gejala atau tanda tersebut merupakan bagian dari OMSK tipe maligna. Untuk pasien yang mengalami komplikasi, hasil ini sejalan dengan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (2015) yang menemukan komplikasi intratemporal yang lebih banyak dengan mastoiditis pada 35 pasien (97,7%).3 Hasil ini juga sejalan dengan hasil penelitian di Rumah Sakit Adam Malik Medan, yang menunjukkan 25,4% pasien OMSK dengan komplikasi adalah mastoiditis.7 Hasil dimana proporsi tertinggi adalah pasien tanpa komplikasi menunjukkan bahwa gejala dari penderita otitis media supuratif kronik walau belum menimbulkan komplikasi, ternyata telah membuat pasien mencari pertolongan ke dokter, sehingga bisa dikatakan bahwa gejala dari penderita OMSK mudah dikenali. Sehingga diharapkan, masyarakat yang mengalami gejala OMSK untuk segera memeriksakan diri

karena

perilaku masyarakat untuk berobat ke dokter segera dapat mengurangi komplikasi OMSK yang berbahaya, dimana jika terlambat ditangani, maka bisa terjadi komplikasi intratemporal atau intrakranial seperti meningitis, abses otak dan lain-lain.

6.9 Distribusi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Terapi Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita Otitis Media Supuratif Kronik, diketahui bahwa dari 107 pasien penderita otitis media supuratif kronik yang dirawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, proporsi tertinggi berdasarkan terapi adalah pasien dengan terapi farmakoterapi sebanyak 46 orang atau 41,4% dan proporsi terendah adalah pasien dengan terapi hanya timpanoplasti sebanyak 12 orang atau 11,2%. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian di Rumah Sakit Adam Malik Medan dimana terapi yang paling banyak diberikan adalah mastoidektomi, sedangkan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung terapi yang paling banyak adalah mastoidektomi tanpa komplikasi . Hal ini karena pada penelitian di Rumah Sakit Adam Malik Medan, 43

sampelnya adalah pasien OMSK dengan komplikasi sehingga tidak cukup ditangani dengan farmakoterapi. Sedangkan, pada penelitian di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, cukup banyak pasien tanpa komplikasi sehingga pada beberapa pasien masih memungkinkan untuk ditangani dengan farmakoterapi.

Tabel 6.1 Distribusi Proporsi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Berdasarkan Tipe dan Terapi yang diperoleh yang Dirawat Inap dan Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Juli 2016 – Juni 2017 Tipe OMSK Benigna Maligna Total 33 13 46 Terapi Farmakoterapi Timpanoplasti 10 2 12 Timpanomastoidektomi 16 33 49 Total 59 48 107 Sumber : Data Sekunder Juli 2016 – Juni 2017 Berdasarkan tipe dan terapi yang diberikan, dari 59 pasien OMSK tipe benigna, 33 diantaranya menjalani terapi farmakoterapi, 10 orang dengan terapi timpanoplasti dan 16 orang mendapat terapi timpanomastoidektomi. Sedangkan, dari 48 pasien OMSK tipe maligna, 13 diantaranya hanya menjalani pengobatan farmakoterapi, 2 orang diantaranya dengan timpanoplasti dan 33 orang menjalani operasi timpanomastoidektomi. Seharusnya, pasien OMSK dengan tipe benigna dapat ditangani dengan farmakoterapi,

namun

ternyata

ada

16

diantaranya

menjalani

timpanomastoidektomi. Hasil ini bisa terjadi karena beberapa hal. Sebuah kepustakaan mengatakan, pada OMSK tipe aman dapat dilakukan operasi mastoidektomi sederhana apabila dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Kemudian, bisa ada kesalahan pengkategorian tipe dari peneliti ataupun data rekam medis yang tidak lengkap, sehingga membuat peneliti menarik kesimpulan bahwa pasien tergolong tipe benigna. Untuk pasien benigna yang menjalani tipe timpanoplasti, hal ini bisa dilakukan karena bila sekret telah kering namun 44

perforasi masih ada, idealnya dilakukan timpanoplasti atau miringioplasti. Hal ini bertujuan mengurangi infeksi secara permanen, memperbaiki mebran timpani yang perforasi, mencegah kerusakan yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran.1 Kemudian, untuk pasien OMSK tipe maligna, prinsip terapinya ialah pembedahan. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Namun, dari 48 pasien OMSK tipe maligna, hanya 33 orang yang menjalani operasi timpanomastoidektomi sedangkan sisanya 2 orang menjalani timpanoplasti dan 13 diantaranya hanya menjalani pengobatan farmakoterapi. Hal ini juga bisa terjadi karena berbagai hal. Adanya pasien yang menolak menjalani operasi bisa karena masalah persetujuan dari keluarga ataupun biaya yang tidak mencukupi, ataupun tidak adanya ruang perawatan yang memadai setelah operasi. Selain itu, bisa saja ada pasien dengan OMSK tipe maligna yang memiliki penyakit lain yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi. Ada juga pasien yang pada rekam medisnya sebenarnya sudah direncanakan untuk operasi, namun, dalam rekam medisnya tidak ada berkas ataupun data yang menyatakan bahwa pasien telah menjalani operasi sehingga peneliti menetapkan terapi yang didapatkan pasien adalah terapi terakhir yang tercantum di rekam medis.

45

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Pada penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juli 2016 – Juni 2017, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan umur ada pada kelompok usia dewasa pertengahan yaitu 25 – 44 tahun. 2. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan jenis kelamin adalah laki – laki. 3. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan tingkat pendidikan terakhir adalah SMA. 4. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan bekerja atau tidak adalah pada kelompok pasien yang tidak bekerja. 5. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan keluhan utama adalah keluar cairan dari telinga atau otorea. 6. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan lokasi perforasi adalah perforasi sentral. 7. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan tipe adalah tipe benigna. 8. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan ada tidaknya komplikasi adalah pasien tanpa komplikasi.

46

9. proporsi tertinggi pasien otitis media supuratif kronik berdasarkan terapi yang diberikan adalah farmakoterapi.

7.2 Saran 1. Bagi Instansi Kesehatan Instansi kesehatan dalam hal ini khususnya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo beserta para tenaga kesehatan di dalamnya hendaknya meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan, Selain itu juga instansi kesehatan diharapkan bisa melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya dari komplikasi otitis media supuratif kronik dan pentingnya untuk segera memeriksakan diri jika memiliki gejala otitis media supuratif kronik. Kemudian, perlu kiranya pihak rumah sakit meningkatkan manajemen pencatatan dan penyimpanan rekam medik. Format rekam medik yang dimiliki Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo memudahkan para peneliti yang ingin melakukan penelitian menggunakan rekam medis, sehingga instansi rumah sakit, puskesmas lain bisa menjadikan format rekam medis tersebut sebagai contoh di instansi masing-masing.

2. Bagi Masyarakat Masyarakat hendaknya menjaga kesehatan anggota tubuh contohnya telinga dengan mengenali gejala penyakit telinga, serta menjaga hiegene dan lingkungan. Untuk penderita otitis media supuratif kronik untuk segera

47

menjalani pengobatan secara tuntas agar tidak terjadi infeksi berulang dan komplikasi yang berbahaya. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya hendaknya melanjutkan penelitian ini dengan metode dan variabel yang berbeda sehingga dapat diketahui faktor lain yang berperan dalam penyakit otitis media supuratif kronik.

48

DAFTAR PUSTAKA 1. Soepardi EA, Iskandar N, Baahiruddin J, Restuti RD (Ed.). 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Acuin J. 2004. Chronic suppurative otitis media: burden of illness and management options. Geneva, Switzerland: WHO Library Cataloguing in Publication Data. 3. Investing in Health Research and Development. 1996. Report of the Ad Hoc Committee on Health Research Funding Relating to Future Intervention Options. Geneva, World Health Organization. 4. Murray CJL, Lopez AD. 1996. Deaths by age, sex and cause (thousands), 1990. In: Murray CJL, Lopez AD. Global Burden of Disease. Geneva,World Health Organization. pp : 433-468

5. Aboet A. 2007. Radang telinga tengah menahun. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 6. Asroel HA, Siregar DR, Aboet A. 2013. Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 12, Juli 2013 hal. 567-571. 7. Lubis YM, Dharma A, Chaidir Z, Refilda, Fachrial E. 2016, . Profile of chronic suppurative otitis media patients with positive fungal culture in Medan, Indonesia. J. Chem. Pharm. Res., 8(1):23-26.

49

8. Desbassarie F, Dermawan A, Hadi S. 2015. Profile of Patients with Complicated Chronic Suppurative Otitis Media in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung, Indonesia January–December 2011. Althea Medical Journal. 2(1) : 108 – 113. 9. Baumann et al. 2011. General and disease-specific quality of life in patients with chronic suppurative otitis media - a prospective study. Baumann et al. Health and Quality of Life Outcomes 9:48 10. Taipale A et al. 2011. Chronic suppurative otitis media in children of Luanda, Angola. Acta Paediatrica. 100:84-88. 11. Rudolph AM Hoffman JIE, Rudolph CD. 2007. Buku Ajar Pediatri Rudolph. dr.Natalia Susi dkk (editor). Vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 12. Probst R, Grevers G, Iro H. 2006. Basic Otorhinolaryngology A Step-ByStep Learning Guide. Germany : Thieme. pp. 241 – 242. 13. Ikhwan M, Hafil AF, Bramanthyo B. 2017. Determination of eustachius tube ventilation functioning among benign type chronic suppurative otitis media and nonotitis media subjects using sonotubometry. Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series. 884 012144 14. Alkatiri FBA. Kriteria Diagnosis dan Penatalaksanaan Otitis Media

Supuratif Kronis. ISM Vol.5 No.1, Januari – April, Hal. 100 – 105. 15. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. 2005. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 16. Edward Y, Mulyani S. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL). Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

50

17.Yusra, Helmi, Sosrosumiharjo R. Perbandingan Jenis Kuman dan Kepekaan Antibiotik dan Secret Telinga Tengah Penderita Otitis Media Supuratif

Kronik

Tipe

Benigna

dan

Tipe

Maligna.

2005.

Otorhinolaryngologica Indonesia. 35: 1-9

18. Widuri A. Paresis Nervus Fasialis pada Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Unsafe. 2005. Mutiara Medika Vol.5, No.2, Juli 2005. Hal. 133 – 137.

19.Bansal M. Essentials of Ear, Nose & Throat. 2016. First Edition. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. Pp. 109.

20. Swain SK. Snapshots in Ear, Nose & Throat Head and Neck Surgery. 2016. First Edition. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. Pp.26. 21. Malirmasele M dkk. 2014. Karakteristik Penderita Otitis media Supuratif Kronik di Klinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon Tahun 2012. Molucca Medica, Volume 4, Nomor 2, Maret 2014, hlm. 142–149. 22. Herawati S & Rukmini S.Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. 2003. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran Hal 59. 23. AD Wankar; S Golhar. 2014. Global Journal of Medical Research: J Dentistry And Otolaryngology. 2014, 14 (1), 1-12 24. Departement of International Economic and Social Affairs. Provisional Guidelines on Standard International Age Classifications. 1982. New York : United Nation. Series M No.74.

51

Lampiran 1. Jadwal Penelitian Jadwal Penelitian "Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juli 2016 - Juni 2017

No.

KEGIATAN

1.

Mendapatkan Topik

2.

Penyusunan Proposal

3.

Seminar Proposal

4.

Pengumpulan Data

5.

Pengolahan dan Analisis Data

6.

Penyusunan Laporan

7.

Seminar Hasil

8.

Ujian Akhir Skripsi

Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Lampiran 2. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 5. Biodata Peneliti BIODATA PENELITI

Data Pribadi: Nama Lengkap : Nurul Annisari Al-Maidin Nama Panggilan : Iis Tempat/Tanggal Lahir

: Ujung Pandang, 5 September 1996

Pekerjaan

: Mahasiswa

Agama

: Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Gol. Darah

:B

Nama Orang Tua 

Ayah

: Alimin Maidin



Ibu

: Fatmawaty Tjambi

Pekerjaan Orang Tua 

Ayah

: Dosen



Ibu

: IRT

Anak ke

:4

Alamat saat ini : Jl. Korban 40.000 Jiwa No.125

No. Telp

: 085399178158

Email

: [email protected]

Riwayat Pendidikan Formal Sekolah/Institusi/Unive Periode

Jurusan rsitas

2002 - 2007

SD

Inpres

Baraya

I

-

Makassar 2008 - 2011

SMP Negeri 6 Makassar

2011 - 2014

SMA

Negeri

-

17

IPA

Makassar 2014 sekarang

Fakultas

Kedokteran

Universitas Hasanuddin

Pendidika n Dokter

Riwayat Organisasi Perio

Organisasi

Jabatan

de 2014 2017

Medical Club

Youth

Research

Anggota Administrasi