SKRIPSI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

Download Diabetes mellitus (DM) kini menjadi salah satu penyakit tidak menular. (PTM) yang ...... ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan m...

1 downloads 414 Views 387KB Size
SKRIPSI

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS DI RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO DAN RS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR TAHUN 2017

MUSYAYADAH RAMADHAN K111 10 366

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

RINGKASAN Universitas Hasanuddin Fakultas kesehatan Masyarakat Epidemiologi Musyayadah Ramadhan “Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas” (xiii + 96 Halaman + 16 Tabel + 2 Gambar + 3 Lampiran) Diabetes mellitus (DM) kini menjadi salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang paling umum di seluruh dunia. DM juga termasuk penyebab utama kematian di sebagian besar negara maju dan negara berkembang. Komplikasi dari DM, seperti arteri koroner dan penyakit pembuluh darah perifer, stroke, neuropati diabetes, amputasi, gagal ginjal, dan kebutaan yang mengakibatkan peningkatan kecacatan, harapan hidup berkurang dan biaya kesehatan yang sangat besar untuk semua lapisan masyarakat. DM telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling banyak berpengaruh pada abad ke-21. Prevalensi DM tahun 2013 sebesar 1,5 juta jiwa untuk total populasi di Indonesia. Prevalensi penderita DM di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 21,3 juta jiwa. Salah satu upaya untuk menekan angka prevalensi tersebut yaitu dengan mencari tahu faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM tersebut agar dapat dicegah dan dideteksi lebih awal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional study menggunakan data sekunder. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas yang berjumlah 1500 pasien. Sampel penelitian sejumlah 306 pasien yang dipilih dari populasi secara purposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji statistik chi square dan uji phi dengan tingkat kemaknaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 306 pasien terdapat 187 (61,1%) yang terkena diabetes mellitus. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin (p-value=0,027), tingkat pendidikan (pvalue=0,003), dan aktivitas fisik (p-value=0,000) dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas. Diharapkan pihak pemerintah yang terkait semakin gencar melakukan upaya promosi dan edukasi kepada masyarakat mengenai deteksi dan tindak lanjut dini faktor risiko DM. Tidak ketinggalan juga perlu adanya penyediaan lahan terbuka hijau bagi masyarakat perkotaan. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga bertanggung jawab atas usaha mengendalikan laju DM yang semakin meningkat tiap tahunnya. Masyarakat harus mempunyai kesadaran untuk selalu melakukan aktivitas yang cukup dalam keseharian. Kata Kunci : Kejadian DM, pendidikan, aktivitas fisik Daftar Pustaka: 36 (1998-2017)

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas Tahun 2017”. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Kupersembahkan skripsi ini terkhusus untuk kedua orang tua tercinta ayahanda Ramadhan Ilyas Anto dan ibunda Taty Hafsah. Terima kasih atas pengorbanan, kesabaran, dukungan, semangat dan doa restu hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, kepada saudaraku tercinta Miftahullah Ramadhan yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis, serta segala doa dan bantuan dari keluarga besar alm. kakek Muhammad Alie dan alm. kakek Ismail Abu. Tidak lupa penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Prof.Dr. Ridwan A, SKM., M.Kes., M.Sc.PH selaku pembimbing I dan Ibu Jumriani Ansar, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, serta petunjuk yang sangat berguna sehingga tersusunlah skripsi ini. Terima kasih pula kepada tim penguji Pak Indra Dwinata, SKM, MPH, Pak Muhammad Rachmat, SKM, M.Kes, ibu dr. Devintha Virani, M.Kes, Sp.GK dan Pak Andi Imam Arundhana S.Gz., MPH yang telah banyak memberikan masukan serta arahan guna penyempurnaan

penulisan skripsi ini. Melalui kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2. Bapak Ansariadi SKM, MSc.PH, Ph.D selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 3. Segenap dosen dan staf Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah banyak mencurahkan tenaga dan pikirannya semasa perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini. 4. Bapak Dr. Muhammad Awal, SKM., M.Kes yang telah memberikan sumbangsih besar terhadap penyelesaian tugas akhir ini. 5. Seluruh sahabat karib Eka Fatmawati, Lisdawanti Adwan, Maya J C Moka, Anita Ulandari, Astriana, Uswatul Hasanah, Reski Nur Wahyuningsih dan Nurani Wulandari atas segala doa, bantuan, dorongan, motivasi serta saran-saran yang diberikan kepada penulis. 6. Seluruh sahabat Magfirah Amir, Dewisnawati Jukir, Mardhatillah dan kak Andi Anita Rahman yang selalu menyemangati dan membantu hingga akhir. 7. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan khususnya Ijha, mbak Awal, Stesia, Umma, Fiqah, Ririn, Inha, Panca, Intan, Ali, Ela, Mario, Muly, Kamal, Karmiah, Rara dan Agus.

8. Teman-teman PBL “Rappokalling”, KKN Tematik Pulau Miangas, serta Magang Dinkes Prov. Sulawesi Tengah yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. 9. Keluarga besar KSR PMI UNHAS yang telah menjadi keluarga kedua yang selalu mendoakan penulis. 10. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih banyak. Penulis menyadari bahwa apa yang penulis paparkan dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu besar harapan penulis kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa saran maupun kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis hanya bisa berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Agustus 2017

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................

i

PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................

ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI.....................................................................

iii

RINGKASAN .................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................

v

DAFTAR ISI ...................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.........................................................................................

1

B. Rumusan Masalah Penelitian...................................................................

7

C. Tujuan Penelitian .....................................................................................

8

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus ...........................................

11

B. Tinjauan Umum Tentang Umur ..............................................................

56

C. Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin .................................................

57

D. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan ......................................................

58

E.

Tinjauan Umum Tentang Pekerjaan ........................................................

60

F.

Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik ................................................

61

G. Kerangka Teori ........................................................................................

65

BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti...................................................

66

B. Pola Pikir Variabel yang Diteliti .............................................................

69

C. Defini Operasional dan Kriteria Objektif ................................................

70

D. Hipotesis Penelitian .................................................................................

72

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ........................................................................................

75

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................

75

C. Populasi dan Sampel................................................................................

75

D. Jenis dan Metode Pengumpulan Data......................................................

77

E.

Pengolahan Data ......................................................................................

77

F.

Analisis Data............................................................................................

79

G. Penyajian Data .........................................................................................

81

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .......................................................................................

82

B. Pembahasan ............................................................................................

89

C. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................

95

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................

100

B. Saran .......................................................................................................

101

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2. 1

Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2

Tabel 2. 2

Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Kadar Glukosa Darah Puasa 33

Tabel 2. 3

Perbedaan Gejala Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2 Umur

44

Tabel 4. 1

Tabel Kontingensi

77

Tabel 5. 1

Distribusi Pasien Berdasarkan Kejadian DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5.2

82

Distribusi Pasien Berdasarkan Aktivitas Fisik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 8

82

Distribusi Pasien Berdasarkan Pekerjaan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 7

81

Distribusi Pasien Berdasarkan Status Bekerja di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 6

80

Distribusi Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 5

80

Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 4

79

Distribusi Pasien Berdasarkan Kelompok Umur di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 3

25

83

Hubungan Kelompok Umur dengan Kejadian DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

84

Tabel 5. 9

Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 10

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 11

86

Hubungan Status Bekerja dengan Kejadian DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

Tabel 5. 12

85

87

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017

88

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1

Kerangka Teori

64

Gambar 3.1

Skema Pola Pikir Penelitian

67

DAFTAR LAMPIRAN 1. Master Tabel 2. Hasil Analisis Data 3. Daftar Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) atau di Indonesia lebih dikenal dengan kencing manis telah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius dan merupakan penyakit endokrin yang paling banyak dijumpai. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM di berbagai penjuru dunia, saat ini DM menjadi epidemik global. Diabetes mellitus sendiri menduduki peringkat ke-2 di dunia dengan penderita terbanyak. Estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 orang. Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, 2014). International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM.

sekitar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2011, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di Asia Tenggara, jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59 tahun (International Diabetes Federation, 2011). Berdasarkan data IDF (International Diabetes Federation) (2014), saat ini diperkirakan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis sebagai penyandang DM. dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM. Menurut American Diabetes Association (ADA) (2014) prevalensi penderita DM di Amerika adalah sebesar 9,3% meningkat dari tahun 2010 yaitu sebanyak 25,8 juta jiwa, dimana 8,1 juta orang penderita tersebut tidak terdiagnosa. Insidens DM pada tahun 2012 adalah sebanyak 1,7 juta jiwa. Penyakit ini menduduki peringkat

ke tujuh penyebab utama

kematian di Amerika pada tahun 2010. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 diperoleh proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 4554 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7% dan untuk di daerah perdesaan menduduki rangking ke-6 yaitu 5,8%. Data Riskesdas terbaru tahun 2013 menunjukkan prevalensi DM sebesar 1,5 juta jiwa untuk total populasi di seluruh Indonesia. Prevalensi penderita

DM di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 21,3 juta jiwa (Riskesdas, 2013). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Provinsi Papua sebesar 1,7% dan terbesar di Provinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT) berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10,2%. Datadata diatas menunjukkan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat

besar.

Dengan

kemungkinan

terjadi

peningkatan

jumlah

penyandang DM di masa mendatang akan menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Data Riskesdas 2013, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan dapat diketahui bahwa di Sulawesi Selatan ada 91.823 jiwa yang pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter dan 103.301 jiwa yang belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sering lapar, sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan turun. Jumlah penderita diabetes mellitus di Sulawesi Selatan lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Jumlah penderita diabetes mellitus

berbasis puskesmas tahun 2010 sebesar 9,61%, 2011 sebesar 9,32%, meningkat pada tahun 2012 sebesar 12,6%. Jumlah penderita diabetes mellitus berbasis rumah sakit lima tahun terakhir mengalami peningkatan, tahun 2010 sebesar 14,24%, 2011 sebesar 29,38%, tahun 2012 sebesar 27,64%. Seiring dengan meningkatnya penderita diabetes mellitus, jumlah kematian akibat diabetes mellitus juga mengalami peningkatan. Jumlah kematian diabetes mellitus di puskesmas tahun 2010 sebesar 10,30%, tahun 2011 sebesar 11,26%, tahun 2012 sebanyak 232 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2013). Diabetes mellitus juga termasuk dalam 20 penyakit terbanyak di LIAD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juli – September 2012 dengan persentase 15% (Sudirohusodo, 2012). Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis / subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada (PDSPDI, 2006). Perkiraan biaya kesehatan DM di seluruh dunia menunjukkan bahwa setidaknya dibutuhkan dana sebesar US $129 miliar sampai US $241 miliar, atau 2,5% - 15,0% dari total anggaran kesehatan tahunan. Diperkirakan juga bahwa akan terjadi peningkatan pembiayaan kesehatan sebesar 50% yang berhubungan dengan penyakit DM dari US $286 miliar pada tahun 2003 menjadi US $396 miliar pada tahun 2025. Mahalnya biaya pengobatan DM tipe 2 dan meningkatnya prevalensi akan mengakibatkan beban ekonomi yang berat, dan tantangan utama bagi

pembuat kebijakan kesehatan di negara berkembang dalam mengelola penyakit kronis ini (Ibrahim, 2010). DM dan komplikasi yang terkait menimbulkan beban ekonomi yang signifikan pada anggaran kesehatan di Kanada, yang diperkirakan 1,6 miliar pada tahun 1998 (Canada, 1998). Besarnya biaya perawatan yang ditanggung oleh pasien DM rawat inap di satu rumah sakit (RS) di Makassar pada tahun 2013 yaitu rata-rata sebesar Rp. 9.800.000/pasien, dan pasien rawat jalan rata-rata sebesar Rp. 300.000/pasien. Komponen biaya langsung yang dikeluarkan oleh pasien DM untuk pengobatan DM, yakni biaya dokter dan rumah sakit, biaya obat-obatan, biaya laboratorium dan pemantauan gula darah, serta biaya perawatan jangka panjang. Selain itu, terdapat biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh pasien DM, yakni hilangnya produktivitas karena morbiditas

jangka

pendek,

hilangnya

produktivitas

karena

ketidakmampuan yang permanen (cacat) bahkan kematian, serta menurunnya kualitas hidup (Media, 2012). Hasil penelitian Bohari (2014) menunjukkan bahwa pada 22 tahun yang akan datang (2013 – 2035) diestimasikan jumlah kejadian DM pada penduduk usia 45 tahun di Sulawesi Selatan meningkat sebesar 10,2x lipat dari 692 orang (5,47) pada tahun 2013 meningkat menjadi 7056 orang (14,93%) pada tahun 2035 dengan rata-rata peningkatan tiap tahun sebesar 0.46x lipat apabila tidak ada kontrol terhadap variabel/faktor yang mempengaruhi kejadian DM.

Prevalensi DM meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian yang dilakukan Ratnaningsih (2009) di Kota Yogyakarta bahwa responden dengan usia 40-59 tahun adalah responden terbanyak yang ditemui, yaitu 52,4% disusul responden dewasa akhir sebesar 43,5%, data yang didapatkan meunjukkan bahwa diabetes mellitus lebih banyak dialami oleh orang yang berusia dewasa tengah dan dewasa akhir (40 tahun ke atas) (Ratnaningsih, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahman (2013) didapatkan kelompok umur yang paling banyak menderita DM berada pada kelompok umur 55-59 tahun sebanyak 27,67% (Rahman, 2013). Penelitian yang dilakukan Rahman (2013) di Kabupaten Wajo juga menunjukkan bahwa responden perempuan merupakan penderita diabetes mellitus terbanyak yaitu 56,33% dan berdasarkan tingkat pendidikan, SLTA yang paling banyak menderita DM yaitu 32,33% dan paling sedikit responden tidak pernah sekolah yaitu sebanyak 2,00%. Distribusi berdasarkan pekerjaan responden yang paling banyak ibu rumah tangga sebesar 36,67% dan paling sedikit pada responden yang memiliki pekerjaan sebagai buruh 1,67%. Penelitian yang dilakukan Mona et al (2012) di RS Tugurejo Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar (73,5%) penderita diabetes mellitus berjenis kelamin perempuan. Umur responden menunjukkan sebagian besar (44,1%) pada kisaran 50-59 tahun, sebagian besar (38,2%)

responden berpendidikan lulusan SMA/SMK dan kebanyakan (70,6%) pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga. Prevalensi DM juga lebih tinggi pada individu yang mempunyai berat badan lebih dan obesitas, pada kelompok hipertensi dan pada kelompok yang mempunyai aktifitas kurang (Direktorat P2PTM, 2008). Kasus DM di Indonesia semakin meningkat sesuai dengan pola hidup yang cenderung mengadopsi pola hidup negara barat yaitu mengkonsumsi makanan cepat saji yang tinggi akan kandungan karbohidrat dan lemak namun rendah serat. DM juga dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan asupan makanan, baik sebagai faktor penyebab maupun pengobatan. Asupan makanan yang berlebihan merupakan faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. Asupan

makanan tersebut

yaitu asupan karbohidrat, protein, lemak dan energi (Yustini, 2013). Diabetes mellitus dapat disebut juga dengan the silent killer sebab penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan berbagai macam keluhan. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi

glukosa

darah

dapat

dikendalikan

melalui

empat

pilar

penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olah raga dan obat-obatan. Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Oleh karenanya, semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta secara aktif dalam usaha penanggulangan kejadian DM, khususnya dalam upaya pencegahan.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 di Sulawesi Selatan terjadi peningkatan diabetes mellitus, hipertensi dan perilaku merokok dari tahun 2007 hingga tahun 2013. Untuk mendapatkan representasi kasus berdasarkan profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan maka dipilih RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan Rumah Sakit Unhas. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar? 2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar? 3. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar? 4. Apakah ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar? 5. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan faktor risiko kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko umur terhadap kejadian

diabetes

mellitus

di

RSUP

Dr.

Wahidin

Sudirohusodo dan RSP Unhas Makassar b. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko jenis kelamin terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar c. Untuk

mengetahui

hubungan

faktor

risiko

tingkat

pendidikan terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar d. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko pekerjaan terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar e. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko aktivitas fisik yang rendah terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang nanti akan diperoleh diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu dan dapat memberikan sumbangsih kepada para peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus. 2. Manfaat bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi pendidikan, kesehatan dan institusi terkait dalam menentukan kebijakan. 3. Manfaat bagi Peneliti Merupakan suatu pengalaman berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan keilmuan, khususnya tentang faktor risiko kejadian diabetes mellitus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani diabainein, “’tembus’ atau “pancuran air”, dan kata Latin mellitus, “rasa manis” yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi

pada

tingkat

lanjut.

Hiperglisemia

sendiri

dapat

menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialysis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan

kebutaan,

serta

kerusakan

saraf

yang

dapat

menyebabkan impotensi dan gangrene dengan risiko amputasi.

Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol gula darah buruk. Diabetes

mellitus

(DM)

merupakan

penyakit

kelainan

metabolism yang disebabkan kurangnya hormone insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolism glukosa dalam sel tubuh. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolism dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energy sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang berlebih tersebut dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urine. Gula memiliki sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan urine dan selalu merasa haus. Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolism yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal atau hiperglikemia (lebih dari 120mg/dl atau 120mg%). Karena itu DM sering disebut juga dengan penyakit gula. Sekarang, penyakit gula tidak hanya dianggap sebagai gangguan metabolism karbohidrat, tetapi juga menyangkut metabolism protein dan lemak. Akibatnya DM sering menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun (kronis), terutama pada struktur dan fungsi pembuluh darah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, akan timbul komplikasi lain yang cukup fatal,

seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi. Diabetes mellitus adalah suatu kondisi di mana kadar gula di dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal (Normal: 60 mg/dl sampai dengan 145 mg/dl), karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan hormon insulin secara cukup. Perlu diketahui bahwa hormon insulin dihasilkan oleh pankreas dalam tubuh kita untuk mempertahankan kadar gula agar tetap normal. Hal ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki sel-sel yang terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten terhadap insulin. Diabetes adalah suatu penyakit di mana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Sedangkan insulin sendiri adalah hormon yang dilepaskan oleh pancreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Karena itu, jumlah glukosa pada tubuh sebaiknnya sejak dini harus selalu dikontrol dengan cermat. Tubuh biasanya mendapatkan glukosa dari makanan yang dikonsumsi baik secara langsung dari makanan yana manis atau karbohidrat, maupun secara tidak langsung dari jenis makanan lain. Glukosa diserap ke dalam aliran darah dan bergerak dari aliran darah ke seluruh sel-sel dalam tubuh di mana ia dapat digunakan sebagai energi. Bila

jumlah glukosa dalam darah terlalu banyak dan tidak segera dibutuhkan untuk membentuk energi, maka ia dapat diubah dan kemudian disimpan dengan dua cara, yaitu sebagai tepung dalam hati dan sebagai lemak. Untuk mengubah glukosa menjadi energi atau menyimpan glukosa, tubuh memerlukan insulin. Insulin dihasilkan oleh sekelompok sel pada pancreas yang dinamakan pulau-pulau Langerhans. Pada orang yang sehat, karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah menjadi glukosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang menderita diabetes, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan. Secara normal, glukosa masuk ke dalam sel-sel dan kelebihannya dibersihkan dari darah dalam waktu dua jam. Jika tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau insulin yang tersedia tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka sel-sel tidak dapat terbuka, dan ini akan menyebabkan glukosa terkumpul dalam darah sehingga terjadilah diabetes mellitus. Penyakit diabetes mellitus jika tidak segera diobati akan meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer, dapat juga sebagai penyebab utama dari kebutaan pada orang dewasa.

Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan demikian air seni penderita diabetes akan mengandung gula sehingga sering dilebung atau dikerubuti semut. Selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi/tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar, sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal dan sebagainya. Kandungan atau kadar gula penderita diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200 mg/dl. Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangrene, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh sebab itu, sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta melaksanakan/menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang sudah sakit. Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahanlahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan seperti minum menjadi lebih banyak, buang air kecil menjadi lebih sering, dan berat badan yang terus menurun, berlangsung cukup lama dan biasanya cenderung tidak diperhatikan,

hingga seseorang pergi ke dokter dan memeriksa kadar glukosa darahnya. Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, yang disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam darah. Diabetes dapat dikontrol. Kadar gula dalam darah akan kembali seperti biasa atau normal dengan mengubah beberapa kebiasaan hidup seseorang. Kebiasaan tersebut adalah: a. Mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan secara teratur. b. Mengawasi/menjaga berat badan. c. Memakan obat resep dokter d. Olahraga secara teratur. Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes memang pembunuh yang jahat. Dia tak punya cukup nyali untuk membunuh dengan sendirian. Dia akan meminta bantuan teman-teman lainnya. Berdasarkan penelitian Murray tahun 2000, disebutkan : a. Tiap 19 menit ada satu orang di dunia yang terkena stroke akibat komplikasi diabetes.

b. Tiap 90 menit ada satu orang di dunia yang buta akibat komplikasi diabetes. c. Tiap 12 menit ada satu orang di dunia yang terkena serangan jantung akibat komplikasi diabetes. d. Tiap 90 menit ada satu orang di dunia yang harus cuci darah akibat komplikasi diabetes. e. Tiap 19 menit ada satu orang di dunia yang diamputasi akibat komplikasi diabetes. Kejadian serangan jantung dialami 20%-24% penderita diabetes di Indonesia. Jika disertai kebiasaan merokok, maka kemungkinan meninggal akibat serangan jantung naik hingga 3 kali lipat. Satu lagi komplikasi yang kerap diidap diabetes adalah peripheral vascular atau penyumbatan di nadi kaki yang dapat berpindah ke paru-paru sehingga berisiko kematian. Diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2006 meningkat tajam menjadi 14 juta orang, di mana baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur. Sangat disayangkan bahwa banyak penderidisebabkan faktor keturunan. Tetapi, faktor keturunan saja tidak cukup untuk menyebabkan seseorang terkena diabetes, karena risikonya hanya sebesar 5%. Ternyata, diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang

yang mengalami obesitas alias kegemukan akibat gaya hidup yang dijalaninya. Menurut

kriteria

diagnostik

Perkeni

(Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia), seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi di mana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa (atau belum makan) adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan, tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Ada cara lain untuk menurunkan kadar gula darah, yaitu dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga, karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan energi.

2. Epidemiologi Diabetes di Indonesia Menurut survei yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization), Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangkan dari data Departemen Kesehatan, jumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Menurut Menteri Kesehatan, secara global WHO memperkirakan PTM (Penyakit Tidak Menular) telah menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah penderita diabetes pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang. Apabila masalah ini tidak di intervensi secara serius, permasalahan diabetes

akan

bertambah

besar

sehingga

akan

sulit

untuk

menanggulanginya. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja tetapi harus oleh semua pihak termasuk

organisasi

profesi

(PERKENI)

dan

organisasi

kemasyarakatan (PERSADIA dan PEDI). PERKENI bertujuan untuk mengurangi risiko kematian dan mengurangi biaya pengobatan diabetes mellitus, diperlukan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan secara primer maupun sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes mellitus pada individu yang berisiko melalui modofikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan. Kendati program ini tidak mudah, tetapi sangat menghemat biaya. Oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya terbatas. Sedangkan pencegahan sekunder, merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Programnya meliputi pemeriksaan dan pengobatan tekanan darah, perawatan kaki diabetes, pemeriksaan mata secara rutin, pemeriksaan protein dalam urine program menurunkan atau menghentikan kebiasaan merokok. Program pencegahan primer telah dilaksanakan di Indonesia oleh PT.Merck Indonesia Tbk bekerja sama dengan DEPKES RI dan organisasi profesi (PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan (PERSADIA dan PENI). Program yang bertajuk Pandu Diabetes dengan simbol Titik Oranye, melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memberikan informasi dan edukasi mengenai diabetes mellitus dan pemeriksaan kadar gula darah secara gratis bagi sejuta orang yang telah diluncurkan oleh Menkes pada 15 Maret 2003.

Program ini dipandang luar biasa karena membri layanan pemeriksaan kadar gula secara gratis bagi sejuta orang yang tersebar di seluruh tanah air selama 2 tahun (2003-2005). Hasil pemeriksaan kadar gula darah tersebut menunjukkan sebanyak 81.696 orang (8,29%) memiliki kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg/dl sudah dapat didiagnosis sebagai diabetes mellitus. Sebanyak 260.361 orang (26,42%) memiliki glukosa darah rendah (<110 mg/dl), 489.385 orang (49,66%) memiliki kadar glukosa darah normal (110-139%), dan 154.029 orang (15,63%) memiliki kadar glukosa darah borderline (140-199 mg/dl). Banyaknya orang yang memiliki kadar gula darah terganggu ini memerlukan perhatian khusus dari pihak-pihak terkait karena kelompok ini berpeluang untuk menjadi diabetes di masa yang akan datang. Sesuai dengan konsensus pengelolaan DM di Indonesia, DM di tetapkan pada pemeriksaan kadar gula sewaktu mencapai 200 mg/dl atau lebih pada pemeriksaan sewaktu atau kadar glukosa darah puasa mencapai 126 mg/dl. Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 (insulin-dependent diabetes mellitus) yaitu kondisi defisiensi produksi insulin oleh pankreas. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin. Diabetes mellitus tipe 2 (non insulin-dependent

diabetes

mellitus)

yang

terjadi

akibat

ketidakmampuan tubuh untuk berespons dengan wajar terhadap

aktivitas insulin yang dihasilkan pancreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe 2 ini lebih banyak ditemukan dan diperkirakan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia. Berkaitan dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah tersebut, ditegaskan agar kelompok dengan kadar glukosa darah terganggu segera diintervensi. Intervensi yang disarankan PERKENI adalah menjalankan gaya hidup sehat (olah raga, diet yang baik dan tidak merokok dan apabila diperlukan dapat diberikan obat yang sesuai). 3. Macam-Macam Diabetes Diabetes sendiri terdiri dari dua jenis yang masing-masing dapat diobati dengan cara tersendiri, yaitu: a. Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau Diabetes Tipe 1) Diabetes mellitus tipe 1 atau diabetes anak-anak dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini, diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai

dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pancreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap palinh awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic betoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan

kematian.

Penekanan

juga

diberikan

pada

penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta memungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui “inhaled powder”.

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanju terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat glukosa fata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7,5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti “frequent hypoglycemic events”. Angka di atas 200 mg/dl (10 mm0l/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300mg/dl

(15

mmol/l)

biasanya

membutuhkan

perawatan

secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglikemia dapat menyebabkan kejang atau seringnya kehilangan kesadaran. b. Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe 2) Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin” atau berkurangnya sensitifitas tehadap insulin” (adanya defekasi respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membrane sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap

insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, mungkin dalam kaitan dengan pengeluran dari adipokines (suatu kelompok hormon)-nya itu merusak toleransi glukosa. Kegemukan yang ditemukan kira-kira 90% dari pasien dunia didiagnosis mengembangkan diabetes tipe 2 ini. Faktor lainnya bisa jadi karena faktor sejarah keluarga dan kehamilan, walaupun pada dekade terakhirnya hal itu terus meningkat dan mulai memengaruhi remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk

kekebalan

terhadap

efeknya,

sehingga

terjadi

kekurangan insulin relative. Biasanya terdapat pada orang yang berusia >40 tahun, gemuk, dan tidak aktif. Gejala pada tipe kedua ini terjadi secara perlahan-lahan. Dengan pola hidup sehat, yaitu

mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olahraga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga harus dapat mempertahankan berat badan normal. Namun, bagi penderita stadium akhir, kemungkinan akan diberikan suntikan insulin. Tabel 2.1 Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2 Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus Tipe 2

Penderita menghasilkan sedikit insulin

Pankreas tetap menghasilkan insulin,

atau sama sekali tidak menghasilkan

kadang

kadarnya

lebih

insulin

normal.

Tetapi

tubuh

tinggi

dari

membentuk

kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, yaitu anak-anak dan remaja

tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun

Para ilmuwan percaya bahwa faktor Faktor risiko untuk diabetes tipe 2 lingkungan (berupa infeksi virus atau adalah obesitas di mana sekitar 80-90% faktor gizi pada masa kanak-kanak atau penderita mengalami obesitas dewasa

awal)

menyebabkan

ssstem

kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini, diperlukan kecenderungan genetik. 90% sel penghasil insulin (sel beta) Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung mengalami kerusakan permanen. Terjadi diturunkan kekurangan insulin yang berat dan keluarga penderita harus mendapatkan suntikan

secara

genetik

dalam

insulin secara teratur Sumber : Maulana Mirza, 2012 Selain dua diabetes di atas, ada juga diabetes tipe 3 yang memang baru ditemukan. Para ahli di Amerika Serikat percaya bahwa mereka telah menemukan tipe baru diabetes setelah menemukan bahwa insulin juga diproduksi di otak dan dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit Alzheimers. Penelitian yang dilakukan oleh Suzanne de la Monde bersama rekannya yang seorang professor di bidang patologi di Brown Medical Schoolini menemukan hubungan antara penyakit diabetes dan Alzheimer. Suzanne mengemukakan bahwa insulin yang diproduksi dalam otak, dibutuhkan tubuh untuk kelangsungan hidup sel-sel otak. Bila jumlahnya kurang, maka sel-sel otak pun akan mengalami degenerasi dan akhirnya memicu timbulnya penyakit Alzheimer. Hasil penelitian ini diperkuat lagi dengan dilakukannya penelitian pada jaringan otak dari mayat yang sebelumnya telah didiagnosa menderita penyakit Alzheimer. Hasilnya jumlah insulin dan IGF I berkurang di daerah korteks, hippocampus dan hipotalamus. Ada juga jenis diabetes lain yang disebut diabetes mellitus gestasional. Diabetes mellitus gestasional (gestational Diabetes Mellitus) juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru diabetes tipe 2. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa jadi

merusak kesehatan janin dan ibu, dan sekitar 20%-40% wanita yang mengidap diabetes tipe 2 yang kemudian menjalani kehamilan. Gestational Diabetes Mellitus (GDM) terjadi di sekitar 2%-5% dari semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada system saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan bahwa hiperbilirubinemia juha diakibatkan oleh binasanya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang parah, hal ini bisa mengakibatkan kematian. Karena itulah, hal ini harus mendapatkan pengawasan medis yang seksama selama kehamilan. Selain jenis diabetes di atas, ada juga varian lain, yaitu diabetes insipidus dan diabetes insipidus nefrogenik. c. Diabetes Insipidus Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan di mana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air bersih yang sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini

unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik). Penyebab terjadinya diabetes insipidus ini adalah: 1. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormon antidiuretik 2. Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah 3. Kerusakan

hipotalamus

atau

kelenjar

hipofisa

akibat

pembedahan 4. Cedera otak (terutama patah tulang didasar tengkorak) 5. Tumor 6. Sarkoidosis atau tuberculosis 7. Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak 8. Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis 9. Histiositosis X (penyakit Hand-Schuller-Chirstian). Sedangkan diabetes insipidus ini bisa timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Sering kali satu-satunya gejala dalah rasa haus dan pengeluaran air kemih uang berlebihan.

Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak terutama di malam hari. Sedangkan diagnosanya dilakukan berdasarkan gejalanya. Untuk menyingkirkan diabetes mellitus (kencing manis) dilakukan pemeriksaan gula pada air kemih. Pemeriksaan darah menunjukkan kadar berbagai elektrolit yang abnormal. Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes insipidus adalah water deprivation test. Selama menjalani pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi dehidrasi berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau tempat praktek dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan di ukur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun atau denyut jantung meningkat atau terjadi penurunan berat badan lebih dari 5% maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon antidiuretik. Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormone antidiuretik : 1. Pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti 2. Tekanan darah naik

3. Denyut jantug kembali normal Diabetes insipidus bisa diobati dengan mengatasi penyebabnya. Vasopresin

atau

desmopresin

asetat

(dimodifikasi

dari

hormone

antidiuretik) bisa diberikan sebagai obat semprot hidung beberapa kali sehari untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Terlalu banyak mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan dan gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri. Kadang diabetes insipidus bisa dikendalikan oleh obat-obatan yang merangsang pembentukan hormon antidiuretik, seperti karbamazepin, klofibrat dan berbagai diuretik. d. Diabetes Insipidus Nefrogenik Diabetes Insipidus Nefrogenik adalah suatu kelainan di mana ginjal menghasilkan sejumlah besar air kemih yang encer karena ginjal gagal memberikan respons terhadap hormon antidiuretik dan tidak mampu memekatkan air kemih. Terdapat 2 jenis diabetes insipidus. Pada diabetes insipidus nefrogenik, ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretrik.

Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yng menyebabkan penyakit ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, karena itu hanya pria yang terserang penyakit ini. Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu yang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal: 1. Antibiotik aminoglikosid 2. Demeklosiklin dan antibiotik lainnya 3. Lithium (untuk mengobati penyakit manik-depresif) Gejala dari diabetes jenis insipidus nefrogenik ini bisa dilihat dari berikut ini : Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya mulai timbul segera setekah lahir, gejalanya berupa rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang encer (poliuri). Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Sedangkan diagnosis bisa dilakukan dengan berdasarkan pada gejala-gejalanya.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah dan air kemih yang sangat encer. Fungsi ginjal lainnya tampak normal. Untuk memperkuat diagnosis , dilakukan penilaian dari respon ginjal terhadap hormon antidiuretik melalui tes deprivasi air. Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Penderita bayi dan anak-anak harus sering diberi minum. Jika asupan cairan mencukupi, jarang terjadi dehidrasi. Obat-obatan tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid (misalnya hidrochlorothiazid/HCT) dan obat-obat anti peradangan nonsteroid (misalnya indomethacin atau tolmetin). 4. Penyebab Diabetes Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis DM yang juga disebabkan oleh resistensi insulin yang tejadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. DM pada kehamilan pada umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.

Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting, karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah : berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolestrol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olahraga teratur. Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Kadar Glukosa Darah Puasa Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) Kadar glukosa darah

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Plasma vena

<110

110 - 199

>200

Darah kapiler

<90

90 - 199

>200

<110

110 - 125

>126

sewaktu:

Kadar glukosa darah puasa : Plasma vena

Darah kapiler

<90

90 - 109

>110

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe-2, 2006 Diabetes mellitus disebabkan karena berkurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya berjumlah cukup. Kekurangan insulin disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta pulau Langerhans dalam kelenjar pancreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Namun, jika dirunut lebih lanjut, beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai berikut : a. Genetik atau Faktor Keturunan. Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya. b. Virus dan bakteri. Virus penyebab DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel

beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belumbisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM. c. Bahan Toksik atau Beracun. Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsungadalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong. d. Nutrisi. Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit DM. e. Kadar kortikosteroid yang tinggi. f. Kehamilan diabetes gestasional, yang akan hilang setelah melahirkan. g. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas. h. Racun yang memengaruhi pembentukan atau efek dari insulin. Jika tak terkontrol dengan baik, diabetes dapat menyebabkan masalah-masalah dalam beberapa bagian anggota badan. Dengan kata lain, diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus-menerus,

sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini, aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam

darah meningkat,

sehingga

mempercepat

terjadinya

aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) besa melukai otak, jantung dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan

stroke.

Kerusakan

pada

pembuluh

darah mata

bisa

menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa

menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa). Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk.

Jika

satu

saraf

mengalami

kelainan

fungsi

(mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera, karena penderita tidak dapat meredakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit

juga

bisa

menyebabkan

ulkus

(borok)

dan

semua

penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi. Bila disimpulkan, tingginya kadar glukosa darah secara terusmenerus atau berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi diabetes sebagai berikut : a. Penyakit jantung b. Serangan otak, biasanya diikuti dengan kelumpuhan atau stroke c. Kerusakan pembuluh-pembuluh darah peripheral (biasanya memengaruhi bagian badan sebelah bawah dan kaki)

d. Penyakit mata (retinopati); ini dapat menyebabkan buta ayam atau buta total e. Kerusakan ginjal (neporpati) f. Kerusakan saraf (neuropati). Kerusakan saraf dapat terjadi pada beberapa bagian dari tubuh kita, termasuk jantung, kaki, dan dapat menyebabkan impoten dan kelumpuhan (paralisis) dari perut g. Terjadinya borok akibat berkurangnya aliran darah ke kulit sehingga penyembuhan luka tersebut terhambat. Dan inilah yang kemudian bisa menyebabkan amputasi pada bagian tersebut. Tekanan darah tinggi, kadar kolestrol yang tinggi, kurang olahraga, dan merokok memperbesar kemungkinan cepat timbulnya komplikasikomplikasi, terutama dengan berkurangnya dan terhambatnya persediaan darah. Untuk mencegah atau memperlambat timbulnya komplikasi ini, sangatlah penting melakukan perawatan non-farmakologis berikut ini : a. Menjaga agar kadar glukosa (gula) dalam darah tetap normal. b. Tidak merokok c. Memakan makanan yang seimbang, kadar lemak yang rendah, dan kadar garam yang rendah dan kadar serat yang tinggi (komplek karbohidrat)

d. Agar tekanan darah dan kadar kolestrol, maka harus diperiksa secara teratur oleh dokter. e. Berolahraga secara teratur, yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengelolaan (manajemen) diabetes. Ini akan membantu dalam usaha untuk : menurunkan kadar glukosa dalam darah

dengan

terpakainya

energi

(olahraga

mungkin

akan

merendahkan kadar glukosa dalam darah selama 12-24 jam kemudian); menurunkan tekanan darah dan kadar kolestrol dalam darah, jika sekiranya tinggi; memperbaiki peredaran darah dalam tubuh; mengurangi stress; dan mengontrol berat badan. Olahraga ringan hendaknya dilakukan sekurang-kurangnya tiga sampai empat kali seminggu. Jenis olahraga yang dipilih tergantung pada umur, minat dan kemampuan masing-masing. Beberapa olahraga yang disarankan adalah: jalan kaki gerak cepat, berenang, bersepeda, atau menari. 5. Gejala-Gejala Diabetes Tiga serangkai klasik mengenai gejala kencing manis adalah poliuri

(urinasi

yang sering),

polidipsi

(banyak

minum

akibat

meningkatnya tingkat kehausan), dan polifagi (meningkatnya hasrat untuk makan). Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan

sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Pada dasarnya gejala awal diabetes ini berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai di atas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Poliuri atau sering kencing terjadi karena pada orang dengan DM akan terjadi penumpukan cairan dalam tubuhnya akibat gangguan osmolaritas darah yang mana cairan tersebut harus dibuang melalui kencing. Karena banyak cairan yang keluar maka orang dengan DM akan merasa kehausan sehingga mereka jadi ingin sering minum. Akibat dari menurunnya kemampuan insulin mengelola kadar gula dalam darah maka sering terjadi walau kadar gulanya sedang dalam keadaan normal namun tubuh merespon lain sehingga tubuh dipaksa untuk makan untuk mencukupi kadar gula darah yang bisa direspon oleh insulin. Apabila kita terlambat makan maka tubuh akan memecah cadangan energi lain dalam tubuh seperti lemak sehingga badan menjadi tambah kurus.

Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olahraga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe 1 hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Namun, sebagian besar penderita diabetes tipe 2 tidak mengalami penurunan berat badan. Penderita diabetes tipe 1, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis. Kadar gula di dalam darah tinggi, tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat, karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,

kadang dalam hanya waktu beberapa jam. Bahkan setelah menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stress akibat infeksi, kecelakaan, atau penyakit serius. Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mh/dl, biasanya terjadi akibat stress misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,kejang, dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik. Lebih jelasnya, tanda-tanda seseorang terkena atau mengidap diabetes adalah sebagai berikut : Gejala diabetes tipe 1 muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-anak sebagai akibat dari kelainan genetika, sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejala-gejalanya antara lain adalah : a. Sering buang air kecil b. Terus-menerus lapar dan haus c. Berat badan menurun d. Kelelahan e. Penglihatan kabur f. Infeksi pada kulit yang berulang g. Meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni

h. Cenderung terjadi pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun Sedangkan gejala diabetes tipe 2 muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala diabetes tipe 1, yaitu : a. Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit b. Sering buang air kecil c. Terus menerus lapar dan haus d. Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya e. Mudah sakit yang berkepanjangan f. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urin dan urin tersebut tidak disiram, maka akan dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula. Gejala lain yang biasanya muncul adalah : a. Penglihatan kabur b. Luka yang lama sembuh c. Kaki kerasa kebas, geli, atau merasa terbakar d. Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita e. Impotensi pada pria

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun, tetapi prevalensinya makin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Riset juga menemukan bahwa yang mengalami gejala pre-diabetes yaitu suatu kondisi yang merupakan pendahuluan dari munculnya diabetes tipe 2, tidak menyadari bahwa ia sedang diincar oleh diabetes yang berbahaya. Walaupun gejalanya tidak muncul, tetapi dari pemeriksaan gula darah menunjukkan bahwa kadar gula darah puasa berada di atas normal, meskipun belum cukup tinggi untuk di kategorikan sebagai kasus diabetes. Tetapi kasus pre-diabetes itu sendiri dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sampai 50%.

Dibawah ini adalah perbedaan

gejala diabetes mellitus tipe 1 dan gejala diabetes mellitus tipe 2. Tabel 2.3 Perbedaan Gejala Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2 Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus Tipe 2

Timbul tiba-tiba

Tidak ada gejala selama beberapa tahun. Jika insulin berkurang semakin parah maka sering berkemih dan sering merasa haus.

Berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis

Jarang terjadi ketoasidosis.

diabetikum. Sumber : Maulana Mirza, 2012 6. Patofisiologi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas. Pada DM terjadi defek sekresi insulin, resistensi insulin di perifer dan gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar (Dinamika, 2012).

7. Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu : a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi 1) Umur Menurut Goldberg (2006) menyatakan bahwa umur sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi setelah usia di atas 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia di atas 30 tahun dan semakin terjadi setelah usia 40 tahun serta akan terus meningkat pada usia lanjut.

Hal ini dikarenakan proses menua yang mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. WHO menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan meningkat 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5, 6-13 mg/dl/tahun pada 2 jam setelah makan. 2) Jenis Kelamin Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al. (2006) tentang Gambaran pola penyakit diabetes mellitus di bagian rawat inap RSUD Jakarta tahun 2000-2004 menyatakan bahwa perempuan lebih banyak menderita diabetes mellitus dibandingkan dengan laki-laki dengan kadar glukosa darah saat masuk rata-rata 201-500 mg/dl. Hal ini dikarenakan adanya persentase timbunan lemak badan pada wanita yang lebih besar sehingga dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati. 3) Faktor Keturunan Diabetes mellitus tipe 2 bukan penyakit menular tetapi diturunkan. Namun bukan berarti anak dari kedua orang tua yang diabetes pasti akan mengidap diabetes juga, sepanjang bisa menjaga dan menghindari faktor risiko yang lain. Sebagai faktor risiko secara genetik yang periu di perhatikan apabila kedua atau salah seorang dari orang tua, saudara kandung, anggota keluarga dekat mengidap diabetes. Pola genetik yang kuat pada diabetes mellitus tipe 2 seseorang yang memiliki saudara kandung

mengidap diabetes tipe 2 memiliki risiko yang jauh lebih tinggi menjadi pengidap diabetes (Suiraoka, 2012). 4) Riwayat menderita diabetes gestasional Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5% pada ibu hamil. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian hari. Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak (Perkeni,2006). 5) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000gram (Perkeni,2006). 6) Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (<2500gram) bayi yang lahir dengan BBLR mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal (Perkeni,2006). b. Faktor yang dapat dimodifikasi 1) Obesitas Berdasarkan

beberapa

teori

menyebutkan

bahwa

obesitas

merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga

glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas (Suiraoka, 2012). 2) Aktivitas fisik yang kurang Berdasarkan

penelitian

bahwa

aktivitas

fisik

yang

dilakukan secara teratur dapat menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin kurang aktivitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga dapat melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus (Suiraoka, 2012). 3) Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistol 140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama peningkatan kadar glukosa darah (Perkeni, 2006). 4) Stress Reaksi setiap orang ketika stress berbeda-beda. Beberapa orang mungkin kehilangan nafsu makan sedangkan orang lainnya cenderung makan lebih banyak. Stress mengarah pada kenaikan berat badan terutama karena kartisol, hormone stress yang utama kartisol yang tinggi menyebabkan peningkatan pemecahan protein tubuh, peningkatan trigliserida daran dan penurunan penggunaan gula tubuh, manifestasinya meningkatkan trigliserida dan gula darah atau dikenal dengan istilah hiperglikemia (Suiraoka, 2012). 5) Pola makan Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat badan. Kedua hal tesebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat mengganggu fungui pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (Suiraoka, 2012). 6) Alkohol

Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus (Suiraoka, 2012). Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 adalah sebagai berikut : a) Faktor genetik akan menentukan individu yang susceptible atau rentan terkena DM mempunyai orang tua atau keluarga dengan DM tipe 2. b) Faktor lingkungan berkaitan dengan dua faktor utama yaitu kegemukan (obesitas sentral) dan kurng aktivitas fisik. c) Pengalaman dengan diabetik intrauterin. d) Riwayat minum susu formula (cow milk) sewaktu bayi. e) Low Birth Weight (LBW). Dalam masyarakat, mereka yang kelompok risiko tinggi (high risk group) DM tipe 2 adalah berikut : a) Usia >45 tahun b) Berat badan lebih (BBR >110% atau IMT >25kg/m). c) Hipertensi (>140/90 mmHg). d) Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram. e) Pernah diabetes sewaktu hamil. f) Riwayat keturunan DM. g) Kolestrol HDL < 35 mg/dl atau trigliserida > 250 mg/dl. h) Kurang aktivitas fisik.

8. Pencegahan Diabetes Menurut Bustan (2007) pencegahan penyakit DM adalah sebagai berikut : a) Pencegahan primordial kepada masyarakat yang sehat untuk berperilaku positif mendukung kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM. misalnya, berperilaku hidup sehat, tidak merokok, makan makanan yang bergizi dan seimbang, ataupun biasa diet, membatasi diri terhadap makanan tertentu atau kegiatan jasmani yang memadai. b) Promosi

kesehatan,

ditujukan

kepada

kelompok

berisiko,

untuk

mengurangi atau menghilangkan risiko yang ada. Dapat dilakukan penyuluhan dan penambahan ilmu terhadap masyarakat. c) Pencegahan khusus, ditujukan kepada mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk melakukan pemeriksaan atau upaya sehingga tidak jatuh ke DM. upaya ini dapat dibentuk konsultasi gizi/diet etik. d) Diagnosa awal, dapat dilakukan dengan penyaringan (screening) yakni pemeriksaan kadar gula darah kelompok berisiko. Pada dasarnya DM mudah didiagnosis, dengan bantuan pemeriksaan sederhana, terlebih dengan teknologi canggih. Hanya saja keinginan masyarakat untuk memeriksa diri dan aksebilitas yang rendah (pelayanan yang tersedia masih kurang dan belum mudah didapatkan oleh masyarakat). e) Pengobtan yang tepat, dikenal berbagai macam upaya dan pendekatan pengobatan terhadap penderita untuk tidak jatuh ke DM yang lebih berat atau komplikasi.

f) Disability limitation, pembatasan kecacatan yang ditujukan kepada upaya maksimal mengatasi dampak komplikasi DM sehingga tidak menjadi lebih berat. g) Rehabillitasi, sosial maupun medis. Memperbaiki keadaan yang terjadi akibat komplikasi atau kecacatan yang terjadi karena DM, upaya rehabilitasi fisik berkaitan dengan akibat lanjut DM yang telah menyebabkan adanya amputasi. 9. Pengobatan Diabetes Mellitus Perencanaan makan, olahraga serta usaha menurunkan berat badan adalah dasar dari bagaimana penderita diabetes mellitus menghadapi penyakitnya. Tanpa perencanaan makan dan kedisiplinan menjalani misalnya, mustahil kiranya penderita dapat mengatasi penyakitnya. Bahkan diabetes mellitus yang masih dalam tahap ringan dapat ditanggulangi/disembuhkan hanya dengan pola makan saja. Bila seluruh usaha di atas telah dijalankan dengan baik tetapi kadar gula darah masih belum berada pada batas normal, barulah penderita memerlukan obat. Obat untuk penderita diabetes mellitus dikenal sebagai obat hipoglikemik atau obat penurun kadar glukosa dalam darah. Walaupun efektif dan mudah dipakai, penggunaan obat ini harus sesuai dosis atau berdasarkan petunjuk dokter. Bila dosis terlalu rendah komplikasi kronis akan muncul lebih dini. Sedang dosis yang berlebih atau cara pemakaian yang salah dapat menimbulkan hipoglikemia. Pengobatan dapat dilakukan

dengan cara pengobatan medis yaitu pengobatan dengan disiplin kedokteran. Obat medis dapat dibagi dalam beberapa golongan : a) Sulfonilurea Golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel b pankreas. Dengan demikian bila pankreas sudah rusak dan tidak dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat digunakan. Karena itu obat ini tidak berguna bagi penderita diabetes militus tipe 1. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada pasien diabetes militus tipe 2 yang mempunyai berat badan normal. Penggunaan obat golongan sulfonylurea pada yang gemuk dan obesitas harus hati-hati. Karena mungkin kadar insulin dalam darah sudah tinggi (hiperinsulinemia). Hanya saja insulin yang ada tidak dapat bekerja secara efektif. Pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas, pemberian obat golongan ini akan memacu pancreas mengeluarkan insulin lebih banyak lagi. Akibatnya keadaan hiperinsulinemia menjadi lebih tinggi. Ini berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. b) Biguanid Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia.

Obat golongan biguanid dianjurkan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas (BBR>120%). Untuk penderita diabetes mellitus yang gemuk

(BBR >110%)

pemakaiannya dapat dikombinasikan dengan obat golongan sullfonilunea. Efek samping yang sering terjadi dari pemakaian obat golongan biguanid adalah gangguan saluran cerna pada harihari pertama pengobatan. Untuk menghindarinya, disarankan dengan dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat sebelum makan. Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan memakai obat golongan ini.

c) Acarbose Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses pencernaan karbohidrat menjadi glukosa. Dengan demikian kadar glukosa darah setelah makan tidak meningkat tajam. Sisa karbohidrat yang tidak tercernakan dimanfaatkan oleh bakteri di usus besar, dan ini menyebabkan perut menjadi kembung, sering buang angin, diare, dan sakit perut. Pemakaian obat ini bisa dikombinasi dengan golongan silfonilurea atau insulin, tetapi bila terjadi efek hipoglikemia hanya dapat diatasi dengan gula murni yaitu glukosa atau dextrose. Gula pasir tidak bermanfaat. Acarbose hanya mempengaruhi kadar gula

darah sewaltu makan dan tidak mempengaruhi setelah itu. Obat ini tidak diberikan pada penderita dengan usia kurang dari 18 tahun, gangguan pencernaan kronis, maupun wanita hamil dan menyusui. Acarbose efektif pada pasien yang banyak makan karbohidrat dan kadar gula puasa dari 180 mg/dl. d) Insulin Insulin diinjeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan insulin tubuh (endogen) karena kelenjar sel b pancreas tidak dapat mencukupi kebutuhan yang ada. Pengobatan dengan insulin berdasarkan kondisi masing-masing penderita dan hanya dokter yang berkompeten memilih jenis serta dosisnya. Untuk itu insulin digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 1. Penderita golongan ini harus mampu menyuntik insulin sendiri. Untuk sebagian penderita diabetes mellitus tipe 2, juga membutuhkan pemakaian insulin. Indikasi berikut menunjukkan bahwa penderita perlu menggunakan insulin. 1) Kencing manis dengan komplikasi akut seperti misalnya ganggren. Ketoasidosis dan koma lain pada penderita. 2) Kencing manis pada kehamilan yang tidak terkendali dengan perencanaan makan. 3) Berat badan penderita menurun cepat. 4) Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelola dengan tablet hipoglemik dosis maksimal.

5) Penyakit disertai gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat. Ada berbagai jenis insuli, yaitu: a) Insulin Kerja Cepat (Short acting insulin) b) Insulin Kerja Sedang (Intermediate acting insuline) c) Insulin Premiks (Premixing insuline) yang merupakan campuran Shortacting insuline

dan intermediate acting

insuline. d) Insulin yang memiliki daya kerja 24 jam (Long acting insulline) (Natur Indonesia, 2014) B. Tinjauan Umum Tentang Umur Hampir setengah dari semua orang dewasa yang menderita DM tipe 2 berusia 40-59 tahun. Lebih dari 80% dari 184 juta orang yang menderita diabetes di usia tersebut berada di negara berpendapatan sedang dan rendah (IDF, 2013) DM tipe 2 terjadi lebih umum pada usia > 30 tahun, dan obesitas (Smeltzer & Bare, 2008). Kelompok umur terbanyak yang mengalami DM tipe 2 adalah lansia awal yaitu pada rentang umur 46-55 tahun (Tamara, 2014). Terdapat hubungan antara umur dengan kejadian DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mataram dimana sebagian besar responden memiliki umur ≥ 40 tahun (Jelantik dan Haryati, 2014). Disampaikan oleh Sustrani, Alam & Hadibroto (2010) salah satu faktor risiko DM adalah faktor usia. Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. DM tipe 2 sering muncul setelah usia lanjut terutama setelah berusia 45 tahun pada

mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuh tidak peka terhadap insulin. Berdasarkan data tahun 2011-2013 yang diperoleh dari rekam medik RSUD Labuang Baji pasien DM paling banyak berusia 45-64 tahun. C. Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin Menurut Hungu (2007, dalam Simanjuntak 2009) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan di antara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Jumlah penderita DM secara global berdasarkan jenis kelamin untuk tahun 2013, yaitu 198 juta pria yang menderita DM dan 184 juta wanita menderita DM (IDF, 2013). Berdasarkan data tahun 2011-2013 yang diperoleh dari rekam medik RSUD Labuang Baji pasien DM paling banyak berjenis kelamin perempuan. Padda dan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan/hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Ryff & Singer mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan

tidak jauh beda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan yang lebih baik. Wanita mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan penderita laki-laki secara bermakna (Gutam, 2009). D. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2000) disebutkan, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Soekidjo (2003), pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat, pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku dan tingkat pengetahuan lebih meningkat. Pendidikan merupakan landasan bagi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan, kemajuan dan kemakmuran, karena dengan pendidikan seseorang dapat

menangkap

dan

menyampaikan

informasi

yang

diperlukan guna melangsungkan kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur yang paling bermanfaat untuk menentukan sosial ekonomi dan mempunyai tingkat ketepatan yang cukup baik. Variabel ini bisa ditentukan dalam kategori luas, yaitu tidak berpendidikan, SD, SMP, SMU, Perguruan Tinggi. Jenjang pendidikan formal menurut Depdikbud (2000) yaitu;

1. Sekolah dasar (SD/MI) dan pendidikan yang sederajat 2. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP/MTs) dan pendidikan yang sederajat 3. Sekolah Menengah Umum (SMU/MA) dan pendidikan yang sederajat 4. Perguruan tinggi; yaitu Diploma (D1, D2, D3), Sarjana (S1), Magister (S2), Spesialisasi (S3) Pendidikan merupakan sebuah sistem yang memastikan hampir seluruh anak bisa masuk ke dalamnya. Sehingga dapat digunakan sebagai media untuk menyebarkan informasi yang komprehensif tentang bahaya dan pencegahan penyakit diabetes mellitus. Pendidikan itu bisa menjadi vaksin baik untuk daya fisik maupun sosial. Tingkat pendidikan pada umunya akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengolah informasi. Menurut Stipanovic (2002), pendidikan merupakan faktor yang pada pasien DM untuk dapat memahami dan mengatur dirinya sendiri. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang baik akan lebih matang dalam proses perubahan dirinya sehingga akan lebih mudah menerima pengaruh dari luar yang positif, objektif dan terbuka terhadap berbagai informasi terkait kesehatan tentunya akan memudahkan pasien DM tipe 2 dalam melaksanakan manajemen perawatan DM tipe 2 yang akan meningkatkan kualitas hidupnya (Tamara, 2014). E. Tinjauan Umum Tentang Pekerjaan

Pekerjaan adalah tugas atau rutinitas yang dilakukan setiap hari di mana tugas yang dilakukan juga dijadikan sebagai penghidupan dan dilakukan

untuk

mendapatkan

nafkah.

Jenis

lapangan

pekerjaan

mempunyai hubungan erat dengan status ekonomi individu, keluarga dan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003). Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi manusia antara lain adalah upah yang sama dan adil disebutkan dalam Hak Atas Kesejahteraan Pasal 38 (3): Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama, dan pasal 38 (4): setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya. Menurut Suyono (2005) bahwa DM banyak terjadi pada wanita terutama kelompok ibu rumah tangga karena sedikit memerlukan tenaga dan sedikit melakukan aktivitas fisik sehingga dapat menimbulkan penimbunan lemak dalam tubuh yang dapat mengakibatkan resistensi insulin dan terjadi peningkatan kadar gula darah penderita DM tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian Adnan di RS Tugurejo Semarang tentang penderita DM tipe 2 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 22 orang (59,5%).

F. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas fisik diantaranya menurut Almatsier (2003) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Aktivitas fisik merupakan kerja fisik yang menyangkut sistem lokomotor tubuh yang ditujukan dalam menjalankan aktifitas hidup sehari-harinya, jika suatu aktifitas fisik memiliki tujuan tertentu dan dilakukan dengan aturan-aturan tertentu secara sistematis seperti adanya aturan waktu, target denyut nadi, jumlah pengulangan gerakan dan lainlain disebut latihan. Sedangkan yang dimaksud dengan olahraga adalah latihan yang dilakukan dengan mengandung unsur rekreasi (Lesmana, 2002). Dalam pengelolaan DM yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilr tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes sebagai kegiatan seharihari, seperti bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa

disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari. Aktivitas fisik dapat memperbaiki kendali glukosa pada DM tipe 2 secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan kematian. Selain mengurangi risiko, aktivitas fisik akan memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteri, sensitivitas

barorefleks,

vasodilatasi

pembuluh

yang

endotheliumdependent, aliran darah pada kulit, hasil perbandingan antara denyut jantung dan tekanan darah (baik saat istirahat maupun aktif), hipertrigliseridemi dan fibrinolisis. Angka kesakitan dan kematian pada diabetis yang aktif, 50% lebih rendah dibanding mereka yang santai (Raka Novadlu, 2016). Penelitian Madsen dan rekan tahun 2015 yang dilakukan selama 8 minggu menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 dengan melakukan high intensity interval training memberikan manfaat yang baik dalam menurunkan kadar glikemik dan peningkatan fungsi sel beta pankreas dalam pengambilan insulin perifer serta mengurangi massa lemak perut. Pada 1 tahun sebelumnya juga dilakukan penelitian oleh Tabari dan rekan yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh latihan fisik dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 dengan cara melakukan peregangan dan latihan fleksibilitas selama 10 menit, lalu berjalan kaki selama 30 menit dengan kenaikan intensitas maksimum denyut jantung 60%, kemudian peregangan dalam posisi duduk selama 10

menit, yang semua itu dilakukan 3 kali seminggu selama 8 minggu. Penelitian Iaindi Indonesia yang dilakukan oleh Larasati pada tahun 2013 didapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kadar HbA1c. Kesimpulan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan bila ingin mendapatkan hasil yang baik harus memenuhi syarat yaitu dilaksanakan minimal 3 sampai 4 kali dalam seminggu serta dalam kurun waktu minimal 30 menit dalam sekali beraktivitas. Aktivitas fisik tidak harus aktivitas berat, cukup dengan berjalan kaki di pagi hari sambil menikmati pemandangan selama 30 menit atau lebih sudah termasuk dalam kriteria aktivitas yang baik. Namun, apabila setelah melakukan aktivitas fisik dilanjutkan dengan beristirahat dalam jangka waktu yang cukup lama maka aktivitas fisik yang dilakukan tidak akan banyak mempengaruhi kadar HbA1c-nya karena pasien diabetes tidak dianjurkan untuk banyak beristirahat.

G. Kerangka Teori

Produksi insulin tidak adekuat

Reseptor insulin tidak berespon terhadap insulin

Gangguan metabolisme: hiperglikemi

Polidipsi, polifagi,

Pemeriksaan glukosa darah:

poliuri, penurunan BB, kelemahan, penglihatan kabur gangguan kulit

Komplikasi : 1. Komplikasi akut (ketoasidosis diabetik & hipoglikemi)

Faktor risiko: Faktor usia, genetik, obesitas, kurang aktivitas, pola makan dan kurang gizi

Gula darah puasa >126mg/dl, glukosa plasma sewaktu >200mg/dl & TGOT >200 mg/dl

DIABETES MELLITUS Pencegahan primer Kepatuhan :