SKRIPSI
ISOLASI Salmonella spp. PADA TIGA JENIS IKAN DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PENGARUH PROSES PENGUKUSAN
Oleh : IKHWAN AZIZ F24050595
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SKRIPSI
ISOLASI Salmonella spp. PADA TIGA JENIS IKAN DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PENGARUH PROSES PENGUKUSAN
Oleh : IKHWAN AZIZ F24050595
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SKRIPSI
ISOLASI Salmonella spp. PADA TIGA JENIS IKAN DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PENGARUH PROSES PENGUKUSAN
Oleh : IKHWAN AZIZ F24050595
Dilahirkan pada tanggal 29 November 1987 Di Serang
Tanggal lulus: _________ 2009
Disetujui, Bogor, _____________ 2009
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS
Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
IKHWAN AZIZ. F24050595. Isolasi Salmonella spp. Pada Tiga Jenis Ikan di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Pengaruh Proses Pengukusan. Di bawah bimbingan: Tien R. Muchtadi dan Harsi D. Kusumaningrum. 2009
RINGKASAN Aspek mikrobiologi merupakan salah satu indikator cemaran suatu bahan pangan yang menjadi perhatian khusus dewasa ini. Faktor utama yang menjadi perhatian khusus adalah adanya mikroba patogen. Mikroba patogen dapat menyebabkan penyakit tertentu sesuai dengan jenis mikroba patogen itu sendiri. Salah satu mikroba patogen yang menyebabkan penyakit salmonellosis adalah Salmonella. Berbagai bahan pangan rentan terhadap kontaminasi bakteri ini. Ikan merupakan salah satu komoditas yang cukup rentan terhadap cemaran bakteri Salmonella. Salah satu penyebab tercemarnya suatu bahan pangan terhadap bakteri ini adalah masalah buruknya sanitasi dan higienitas sehingga kontaminasi silang kerap kali terjadi. Selain itu, pengolahan terhadap bahan pangan biasanya tidak mendapatkan panas yang cukup (under cooked). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada ikan baik yang berasal dari pasar tradisional maupun modern di wilayah Bogor serta uji ketahanannya terhadap pengaruh proses pengukusan. Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. Tahap kedua dilakukan uji ketahanan Salmonellla spp. dan total mikroba terhadap pengaruh proses pengukusan dengan total lama waktu pengukusan 90 menit. Analisis total mikroba menunjukkan bahwa rata-rata total mikroba ikan bawal yang berasal dari pasar tradisional adalah sebesar 7,01 log cfu/gram dengan persentase jumlah pasar yang memenuhi SNI 01-2719-1992 adalah 28.57 %, sedangkan rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar modern sebesar 6,47 log cfu/gram dengan persentase jumlah pasar yang memenuhi SNI 01-2719-1992 adalah 0 %. Rata-rata total mikroba ikan kembung yang berasal dari pasar tradisional adalah sebesar 6.79 log cfu/gram dengan persentase jumlah pasar yang memenuhi SNI 01-2719-1992 adalah 42.86 %, sedangkan rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar modern sebesar 5.54 log cfu/gram dengan persentase jumlah pasar yang memenuhi SNI 01-2719-1992 adalah 0 %. Rata-rata total mikroba ikan gurami yang berasal dari pasar tradisional adalah sebesar 6.96 log cfu/gram dengan persentase jumlah pasar yang memenuhi SNI 01-2719-1992 adalah 42.86 %, sedangkan ratarata total mikroba yang berasal dari pasar modern sebesar 5.65 log cfu/gram dengan persentase jumlah pasar yang memenuhi SNI 01-2719-1992 adalah 0 %. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan berdasarkan hasil uji konfirmasi API 20E bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. dari 29 sampel yang dianalisis adalah sebesar 10.34%. Analisis uji ketahanan Salmonella spp. pada yang dikukus tanpa bumbu menunjukkan bahwa secara kuantitatif sel Salmonella spp. sudah tidak ada sejak 15 menit pengukusan namun setelah uji kualitatif menunjukkan persentase kemungkinan adanya Salmonella injury adalah sebesar 33.33%. Namun untuk pengukusan dengan bumbu analisis kualitatif tidak menunjukkan adanya Salmonella injury. Perbedaan ini diakibatkan faktor bumbu yang terdiri dari rempah-rempah mengandung zat-zat yang bersifat bakterisidal dan bakteristatik.
Aspek kualitas mikrobiologi secara umum diketahui dengan melihat total mikrobanya. Kualitas mikrobiologi terhadap ikan pepes tergolong kedalam kategori satisfactory menurut Center for Food Safety (CFS) kategori Satisfactory (<105 cfu/gram) untuk kualitas mikrobiologi ikan yang telah diolah (cooked) pada pengukusan ikan tanpa penambahan bumbu dicapai setelah ikan dikukus selama 30 menit yaitu sebesar 1.2 x 103 cfu/gram. Kualitas mikrobiologi pada 15 menit pertama pengukusan yang dicapai termasuk dalam kategori Acceptable (105 - <106 cfu/gram) yaitu sebanyak 1.7 x 105 cfu/gram. Sementara itu, untuk perlakuan dengan penambahan bumbu kualitas mikrobiologi ikan sudah mencapai kategori Satisfactory pada 15 menit pertama pengukusan yaitu sebesar 3.5 x 103 cfu/gram. Pengukusan hingga menit ke-90 pada kedua perlakuan mampu menurunkan jumlah total mikroba hingga mencapai <25 x 101 cfu/gram. Bahkan untuk perlakuan dengan penambahan bumbu nilai ini sudah dicapai pada 75 menit pertama pengukusan. Pengamatan terhadap media yang efektif untuk analisis Salmonella metode Bam (2007) berbeda untuk setiap tahapan. Pada tahapan pengayaan selektif, media yang memiliki daya selektivitas yang baik terhadap hasil positif dugaan Salmonella pada uji biokimia adalah RV. Sementara untuk tahapan isolasi Salmonella media yang paling baik dalam menyeleksi bakteri bukan Salmonella adalah XLDA.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 29 November 1987. Penulis adalah putra pertama dari pasangan Kusori dan Rokhayati. Pendidikan penulis dimulai dengan sekolah Taman kanak-kanak di TK Arta Kencana, Serang, Banten. Kemudian penulis melanjutkan ke pendidikan dasar pada tahun 1999 di SDN Widyatama, Merak, Banten. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 6 Cilegon, Banten, hingga tahun 2002. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Cipocok Jaya, Serang, Banten pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur USMI pada tahun 2005. Sejak masa SMA penulis aktif dalam berbagai kegiatan perlombaan seperti Lomba Cepat Tepat Biologi se-Banten, Lomba Cepat Tepat Kimia se-Banten, Olimpiade Sains Biologi, dan berbagai lomba lainnya. Ketika masuk ke perguruan tinggi, penulis juga aktif di beberapa kegiatan dan organisasi kemahasiswaan seperti, anggota HIMITEPA, koordinator humas Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB), anggota Food Processing Club Himitepa bidang Meat pada tahun 2008 serta berbagai kepanitiaan, seperti Hazzard Analitical Critical Control Point (HACCP) tahun 2007, Seminar HPMB “Entrepreunership Seminar and Training” Penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam pelaksanaan praktikum Penerapan Komputer pada tahun 2008 dan menjadi Administrator di Laboratorium Komputer Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Isolasi Salmonella spp. Pada Tiga Jenis Ikan di Wilayah Bogor Serta Uji Ketahanannya Terhadap Pengaruh Proses Pengukusan” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji syukur yang tak terbatas penulis doakan atas kehadirat Allah SWT dengan qodar baik dan karunia-Nya terhadap skripsi ini yang telah dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi, yang berjudul “ISOLASI Salmonella spp. PADA TIGA JENIS IKAN DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PENGARUH PROSES PENGUKUSAN (Simulasi Pepes)” ini didasarkan pada pelaksanaan penelitian sejak Desember 2008 sampai Juli 2009 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Ayah dan bunda yang sangat kucintai, yang tidak pernah lelah untuk selalu memberikan kasih sayang, do’a, nasihat, dukungan, dan ridhonya serta segalanya yang terbaik untuk penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing pertama atas saran, arahan, dan bimbingannya kepada penulis untuk selalu dapat berupaya dan berkarya yang terbaik. 3. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku dosen pembimbing yang tiada hentihentinya memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis. 4. Elvira Syamsir S.TP, M.Si sebagai dosen penguji atas kesediaan dan bimbingannya kepada penulis. 5. Dra. Suliantari, MS sebagai dosen sekaligus penanggung jawab terhadap Laboratorium Mikrobiologi Pangan atas saran dan bimbingannya kepada penulis. 6. Adik-adikku tersayang yang selalu mendukung dan menanti kedatangan kakaknya di rumah. 7. Keluarga keduaku di Bogor (Griya Mahasiswa Bogor). Griya putra : Mas Dawud, Gilang, Asylaha, Budi, Didik, Wildan, Dbhonk, Diku, Dani, Rozak, dan Ikhsan, Punto, Amin, Erdy, dan ikhlas atas segala sesuatunya.
8. Griya Mahasiswa Bogor Griya putri : Mba Ica, Tisa, Inonk, Wati, Yasmin, Irma, Lely, Yuli, Dini, Rida, Ina, Uun, Fatma, Arina, Sofie, Ayu, Vika, Eka, Jatu, Fatmi, Icha, Sari, Anggi, Hikma, Anggieta, dan Nisa. atas segala sesuatunya. 9. Komplek Marga Jaya (Keluarga Pa Bibit, Huri, Anthozu, dan semuanya) untuk bisa selalu berbagi. 10. Teman-teman Jokam 42 (Dipa, Alwin, Anindra, Gina, Wahyu, Ratih) atas dukungannya. 11. Semua saudara-saudaraku, ASAD’ers, GPBS4, Teman-teman SMA (SMANSA CJ) atas dukungannya. 12. Teman seperjuanganku: Deni, Marina, Arya, terima kasih atas persahabatan dan dukungannya. 13. Rekan-rekan Salmonella’ers (Nina SR, Khrisia, Olo, Tjan, dan Abigail) atas semangat, bantuan, dan kerja samanya selama penelitian. 14. Teman-teman ITP 42: Ardi, Juju, Nanda, Haris, Aji, Rizal, Achid, Fuad, Siyam, Fera, Hesti, Venty, Nina, Wiwi, Indri, Resna, Reni dan teman-teman ITP 42 lainnya yang tak bisa kusebutkan satu persatu. 15. Teman-teman PKM Es Krim Jagung dan Bihun Garut atas kerjasamanya. 16. Mba Ari, Bu Sari, Mas Edi, Mba Ida, Pak Rojak, Pak Sidik, dan teknisi lainnya. Terimakasih atas bantuannya. 17. Serta teman-temanku lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semuanya. Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK KATA PENGANTAR…………………………………………………………............
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...
iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………...
vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………. viii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………..
ix
I.
PENDAHULUAN………………………………………………………………..
1
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………….
1
B. TUJUAN PENELITIAN……...……………………………………………...
2
C. MANFAAT PENELITIAN…………………………………………………..
2
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………….
4
A. PRODUK PERIKANAN …………………………………………………….
4
B. KERUSAKAN IKAN ................................................................................
7
C. SALMONELLA ……..………………………………………………………..
13
D. BUMBU PEPES ….…………...…………………………………………….
17
E. PENGUKUSAN ..……………….…………………………………………..
19
III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………....
21
A. BAHAN DAN ALAT………………………………………………………... 21 1. Bahan Baku………………………………………………………………
21
2. Media…………………………………………………………………….. 21 3. Kultur…………………………………………………………………….
21
4. Bahan kimia……………………………………………………………… 21 5. Alat……………………………………………………………………….
22
B. METODE PENELITIAN…………………………………………………….
22
1. Penelitian Tahap I………………………………………………………...
23
1.1. Pengambilan Sampel………………………………………………...
23
1.2. Analisis Total Mikroba………………………………………….......
25
1.3. Analisis Salmonella………………………………………………..... 26
1.3.1. Pra pengayaan ……………………………………………….
26
1.3.2. Pengayaan selektif… ………………………………………..
26
1.3.3. Isolasi Salmonella ………………………………………….
27
1.3.4. Uji Biokomia Awal …………………………………………
28
1.3.5. Uji Biokimia Lanjutan..……………………………………… 29 1.4 Chromogenic Media…………………………………………………. 1.5 API
Test
29
20E 30
………………………………………………………... 2. Penelitian Tahap II……………………………………………………….
31
2.1. Penyegaran Kultur………………………….………………………
31
2.2. Analisis Kuantitatif Total Mikroba Bumbu Pepes ….…………….
31
2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp. ……….……………………
32
2.4. Uji Ketahanan Bakteri Salmonella spp. Terhadap Pengaruh Proses Pengukusan ………………...………………………………………. 2.5. Uji
Ketahanan
Total
Mikroba
Terhadap
Pengaruh
32
Proses
Pengukusan …………………………………………………………
33
2.6. Uji Kualitatif Bakteri Salmonella …………………………………..
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………..
34
A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella Pada ikan) ........................................................................................................
34
1. Kondisi Sampel …..……………………………………………………...
34
2. Total Mikroba Ikan ……………………………………………………...
36
3. Isolasi Salmonella spp. .............................................................................
41
4. Hasil Uji Konfirmasi API 20E ................................................................... 54 B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pengukusan Terhadap Salmonella spp. Dan Total Mikroba) ................................................................................
56
1. Total Mikroba Bumbu Pepes ...................................................................
56
2. Ketahanan Bakteri Salmonella Terhadap Proses Pengukusan ................
57
3. Pengaruh Proses Pengukusan Terhadap Kualitas Mikrobiologi Total V.
Mikroba Ikan .............................................................................................
64
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
71
A. KESIMPULAN................................................................................................
71
B. SARAN.............................................................................................................
72
VI. DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
73
VII. LAMPIRAN............................................................................................................
79
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Spesfikasi persyaratan mutu ikan segar……. ….…………………......
7
Tabel 2.
Perbedaan ikan segar dan ikan busuk..………………………………...
8
Tabel 3.
Nilai K pada beberapa jenis ikan … .....................................................
11
Tabel 4.
Karakteristik Biokimia Salmonella …………………………..……….
14
Tabel 5.
Jenis asam yang mempengaruhi pH minimum tumbuhnya Salmonella.
16
Tabel 6.
Batasan rentang pertumbuhan Salmonella........................................
16
Tabel 7.
Penyakit yang ditimbulkan Salmonella ………………………………
17
Tabel 8.
Koleksi Sampel Ikan Segar pada Berbagai Jenis Pasar di wilayah Bogor…………………………………………………………………..
Tabel 9.
24
Kondisi penyimpanan sampel ikan di pasar tradisional dan pasar modern …………………………………………………......................
35
Tabel 10. Persentase kesesuaian mutu total mikroba pada tiga jenis ikan terhadap persyaratan mutu total mikroba ikan segar SNI 01-27191992 pasar modern dan pasar tradisional di wilayah Bogor…………
42
Tabel 11. Jumlah sampel terhadap koloni tipikal yang tumbuh pada media isolasi Salmonella (HEA, XLDA, BSA) ...........................................
46
Tabel 12. Persentase koloni tipikal dan atipikal terhadap jumlah sampel yang tumbuh pada media isolasi serta persentase positif dugaan Salmonella setelah koloni tipikal diuji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA……………………………………………………………………..
49
Tabel 13. Hasil positif dugaan Salmonella isolat bakteri pada uji biokimia lanjutan (Urea Broth) terhadap isolat bakteri dugaan Salmonella uji biokimia awal (TSIA dan LIA)………………………………………
52
Tabel 14. Hasil uji chromegenic media terhadap isolat bekteri yang berasal dari sampel yang diduga positif Salmonella hingga tahap uji biokimia lanjutan………………………………………………………………...
53
Tabel 15. Kesimpulan hasil identifikasi API 20E terhadap sampel dugaan positif Salmonella…………………………………………………….
56
Tabel 16. Hasil pengujian total mikroba bumbu pepes..........................................
58
Tabel 17. Hasil analisis kuantitatif Salmonella sampel ikan tanpa bumbu pada setiap waktu pengukusan ……………………....................................
59
Tabel 18. Hasil goresan kuadran isolat bakteri sampel ikan tanpa bumbu pada media Agar selektif setelah dikukus selama 15 menit .........................
61
Tabel 19. Hasil uji biokimia koloni tipikal sampel ikan tanpa bumbu .................
61
Tabel 20. Hasil analisis kuantitatif Salmonella sampel ikan dengan bumbu pada setiap waktu pengukusan ………………………….............................
62
Tabel 21. Hasil goresan kuadran isolat bakteri sampel ikan dengan bumbu pada media Agar selektif setelah dikukus selama 15 menit ………………
63
Tabel 22. Hasil uji biokimia koloni tipikal sampel ikan tanpa dengan bumbu..
64
Tabel 23. Total mikroba awal ikan tanpa bumbu……………………………….
67
Tabel 24. Total mikroba ikan tanpa bumbu setelah proses pengukusan………
68
Tabel 25. Total mikroba awal ikan dengan bumbu………………………………
69
Tabel 26. Total mikroba ikan dengan bumbu setelah proses pengukusan………
70
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I……………………
22
Gambar 2.
Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II.............................
23
Gambar 3.
Total mikroba pada ikan bawal yang berasal dari pasar
tradisional dan modern............................................................ Gambar 4.
Total mikroba pada ikan kembung yang berasal dari pasar tradisional dan modern ...........................................................
Gambar 5.
38
Total mikroba pada ikan gurami yang berasal dari pasar tradisional dan modern............................................................
Gambar 6.
37
39
Hasil inkubasi sampel homogenat ikan segar A. Kembung. B. Gurami. C. Bawal. selama 24 ± 2 jam pada suhu 37oC pada media Lactose Broth. ………………………..................
Gambar 7.
Hasil Positif Inkubasi Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media LB pada Media TTB (kiri) dan RV (kanan).............
Gambar 8.
42 43
Hasil Goresan Kuadran pada Media XLDA Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A. Koloni Tipikal Salmonella (Pink) dan B. Koloni Atipikal Salmonella (Kuning).……………..............................................
Gambar 9.
44
Hasil Goresan Kuadran pada Media HEA Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A. Koloni Tipikal Salmonella (Hijau Muda) dan B. Koloni Atipikal Salmonella (Kuning).…...........................................................
Gambar 10.
44
Hasil Goresan Kuadran pada Media BSA Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A. Koloni Tipikal Salmonella (Hijau Muda).....................................
Gambar 11.
45
Hasil Positif Goresan Tusuk Koloni Tipikal yang Berasal dari Goresan Kuadran Media Isolasi pada Media TSIA A. (Disertai Pembentukan H2S (Hitam)) dan B. (Tanpa Disertai Pembentukan H2S)….……………………………….……….
Gambar 12.
Hasil Positif Goresan Tusuk Koloni Tipikal yang Berasal dari
46
Goresan Kuadran Media Isolasi pada Media LIA A. (Disertai Pembentukan H2S (Hitam)) dan B. (Tanpa Disertai Pembentukan H2S).…………….............................................. Gambar 13.
47
Persentase Hasil Positif Uji Biokimia Awal Berdasarkan Koloni Tipikal yang Berasal dari Media Isolasi (HEA, XLDA, dan BSA)...............................................................
Gambar 14.
49
Hasil Inkubasi Koloni Positif TSIA atau LIA pada Media Urea Broth A. Dugaan Positif Salmonella (Kuning) dan B. Dugaan Negatif Salmonella (Pink)……………………….......
Gambar 15.
50
Hasil Positif Goresan Kuadran Koloni Dugaan Positif Salmonella yang Berasal dari Media TSIA pada Media Kromogenik setelah Inkubasi pada Suhu 37oC Selama 24 ± 2 Jam……………………………………………………...........
Gambar 16.
52
Hasil Positif Goresan Kuadran Koloni Dugaan Negatif Salmonella yang Berasal dari Media TSIA pada Media Kromogenik setelah Inkubasi
pada
Suhu
37oC
Selama
24
±
2
Jam………………………………......................................... Gambar 17.
53
Hasil Positif Salmonella spp. Sampel Ikan Segar (Atas) dan Hasil Negatif
Salmonella spp. Sampel Ikan Segar (Bawah) setelah
Inkubasi pada Suhu 37oC Selama 24 ± 2 Jam dan Pemberian Reagen….…………............................................ Gambar 18.
Grafik penurunan total mikroba pada setiap waktu pengukusan tanpa bumbu ……….......................................
Gambar 19.
54 67
Grafik penurunan total mikroba setiap waktu pengukusan dengan bumbu……............................................................
69
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Blangko analisa API 20E Test……………………………………….. 80
Lampiran 2.
Hasil positif seluruh sampel uji hingga uji biokimia lanjutan ............. 81
Lampiran 3. Lampiran 4.
Hasil Identifikasi sampel yang diduga positif salmonella dengan API 85 20E …………………………………………………………………. Data produksi sub sektor perikanan (2002-2007) …….…………..... 86
Lampiran 5.
Volume produksi perikanan tangkap di laut (2002-2007) ………...... 87
Lampiran 6.
Volume produksi perikanan budidaya (2002-2007) ………………………
Lampiran 7.
Hasil uji isolasi Salmonella dari seluruh sampel ….……………....... 89
Lampiran 8.
Hasil Uji Statistik Total Mikroba Tiga Sampel Ikan (Kembung,
88
Bawal, Gurami)……………………………………………………… 99
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Penanganan pasca panen di Indonesia saat ini masih cukup memperihatinkan
dari segi keamanannya termasuk terhadap proses penanganan ikan pasca mortem. Akibatnya ikan yang sampai ke tangan penjual terakhir sebelum konsumen sudah banyak tercemar oleh cemaran kimia, fisik, maupun mikrobiologi. Diantara ketiga cemaran ini yang paling mengkhawatirkan adalah cemaran mikrobiologi. Cemaran mikrobiologi dapat menyebabkan berbagai potensi sakit, banyak faktor yang bisa menjadi penyebabnya seperti peralatan, kondisi penyimpanan, penanganan, kemasan, dan bahan lain (kontaminasi silang). Berbagai mikroflora banyak terdapat pada ikan seperti bakteri, kapang, dan khamir. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), jenis bakteri yang dibawa ikan air tawar menyerupai jenis bakteri yang terdapat pada ikan air laut ditambah jenis Aeromonas, Lactobacillus, Brevibacterium, Alkaligenes, dan Streptococcus. Selanjutnya dikemukakan bahwa beberapa bakteri seperti Salmonella, Shigella, Eschericia coli, coliform, Enterocooci, dan Clostridium sering mengkontaminasi ikan segar. Salah satu bakteri patogen yang sangat mengkhawatirkan adalah Salmonella. Dewasa ini kasus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sering menjadi pembicaraan yang kerap terjadi. Berbagai negara di belahan dunia saat ini sudah mulai memperhatikan akibat yang disebabkan oleh bakteri ini termasuk bahan pangan yang berasal dari produk perikanan baik segar maupun olahan. Banyak negara seperti Sri Lanka (Fonseka, 1990), Thailand (Rattagool et al, 1990), Taiwan (Chio dan Chen, 1981), Indonesia (Sunarya et al, 1990), dan India (Varma et al, 1985) dan berbagai negara Eropa dan Amerika yang produk perikanannya bermasalah dengan bakteri Salmonella ini. Penyebab terjadinya kasus salmonellosis yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella adalah karena kurangnya pengetahuan dan penanganan yang tepat terhadap bahan pangan. Bell dan Kyriakides (2003) menyebutkan hal-hal yang
1
umumnya menjadi penyebab timbulnya masalah ini adalah terjadinya kontaminasi bahan segar oleh kontaminasi fekal, baik secara langsung maupun tidak langsung atau kontaminasi silang dari bahan pangan yang telah terkontaminasi. Selain itu, terdapat juga faktor lain seperti proses produksi yang tidak melibatkan tahapan yang dapat menurunkan atau membunuh organisme tersebut seperti pemasakan, produk terkontaminasi oleh karyawan atau peralatan yang sangat tidak memperhatikan higienitas atau produk dikonsumsi tanpa proses yang dapat mengurangi atau menurunkan mikroba. Pengolahan terhadap ikan segar yang umum dilakukan oleh masyarakat Indonesia antara lain: digoreng, diberi tekanan tinggi (presto), difermentasi, dikeringkan, dibakar, dikukus (pepes), dan lain-lain. Beberapa proses pengolahan ikan tersebut yang mengkhawatirkan adalah pengukusan, proses pengukusan yang tidak sempurna menyebabkan daging yang berada dibagian dalam tidak memperoleh panas dan waktu yang cukup sehingga bakteri yang ada tidak sepenuhnya mati. Hal inilah yang menyebabkan ancaman salmonellosis di Indonesia cukup tinggi.
B.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas total mikroba pada tiga
jenis ikan segar (kembung como, bawal putih, dan gurami) di pasar tradisional dan modern di wilayah Bogor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengisolasi Salmonella dari tiga jenis ikan tersebut dan mengetahui media yang paling baik dari metode BAM 2007 untuk mengisolasi Salmonella dari sampel tiga jenis ikan tersebut serta mengetahui pengaruh pengukusan terhadap kualitas total mikroba dan Salmonella.
C.
MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memperoleh
informasi mengenai kualitas total mikroba tiga jenis ikan segar (kembung como, bawal putih, dan gurami) yang berasal dari pasar tradisional dan modern di
2
wilayah Bogor. Disamping itu, dengan adanya penelitian ini diperoleh informasi mengenai tingkat cemaran bakteri Salmonella terhadap tiga jenis ikan tersebut dan metode penanganan yang tepat untuk proses pengukusan ikan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PRODUK PERIKANAN Ikan merupakan salah satu pilihan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan tempat hidupnya ikan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu ikan air tawar, ikan air laut, dan ikan air payau. Berdasarkan cara memproduksinya ikan dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu ikan hasil perikanan tangkap dan ikan hasil budidaya. Badan Pusat Statistik (BPS) (2007) menjelaskan bahwa perikanan tangkap terdiri dari dua subsektor yaitu perikanan laut dan perikanan umum. Sementara untuk ikan budidaya, terbagi menjadi enam subsektor yaitu budidaya laut, kolam, tambak, karamba, jaring apung, dan sawah. Departemen Kelautan dan Perikanaan (DKP) (2007) membagi perikanan tangkap menjadi lima kelompok berdasarkan komoditnya yaitu ikan, binatang berkulit keras, binatang lunak, binatang air lainnya, dan tanaman air. Hasil perikanan tangkap yang termasuk kategori ikan antara lain: ikan manyung, ikan cendro, ikan sebelah, ikan kue, ikan layang, bawal hitam, bawal putih, kembung, tenggiri, berbagai kerapu, dan lain-lain; kategori binatang berkulit keras yaitu berbagai jenis udang, kepiting, rajungan, penyu; kategori binatang lunak yaitu kerang darah, kerang hijau, cumi-cumi, gurita, dan lain-lain; kategori binatang air lainnya yaitu teripang, bunga karang, ubur-ubur, dan lain-lain; kategori tanaman air adalah rumput laut. Sementara itu untuk perikanan umum berdasarkan komoditinya DKP (2007) mengelompokkan menjadi empat kategori yaitu ikan, binatang berkulit keras, binatang berkulit lunak, dan binatang air lainnya. Hasil perikanan umum yang tergolong ke dalam kategori ikan adalah ikan betok, sidat, baung, gurami, lele, nila, mujair, dan lain-lain; kategori binatang berkulit keras yaitu udang grago, udang galah, udang tawar, dan lain-lain; kategori binatang berkulit lunak yaitu remis, siput, dan lain-lain; kategori binatang air lainnya yaitu buaya, katak benggala, kodok, kura-kura, dan lain-lain. Jenis komoditi yang
4
termasuk ke dalam ikan budidaya adalah udang, kerapu, nila, ikan mas, bandeng, kakap, patin, lele, gurami, kepiting, kekerangan, dan rumput laut (DKP, 2007). Berbagai jenis ikan yang ada dan banyak diproduksi beberapa diantaranya adalah ikan bawal, gurami, dan kembung. Ikan bawal dan kembung merupakan ikan hasil perikanan tangkap sedangkan gurami merupakan jenis ikan yang dapat dikategorikan sebagai ikan hasil perikanan umum dan budidaya (DKP, 2007). Ikan bawal putih merupakan ikan yang kenaikan rata-rata volume produksinya sebesar 8.66 % (2002-2007) bahkan kenaikan ini mencapai 22.01 % pada tahun 2006-2007. Ikan kembung merupakan ikan dengan kenaikan rata-rata volume produksi sebesar 3.63 % (2002-2007). Sementara untuk ikan gurami, kenaikan rata-rata volume produksi adalah sebesar 17.53 % bahkan pada tahun 2006-2007 kenaikan ini mencapai 24.37 % (DKP, 2007). Genisa et al. (1998) menjelaskan bahwa ikan bawal yang terdapat di Indonesia terdiri dari tiga jenis yaitu Parastromateus niger, Pampus chinensis, dan Pampus argenteus. Parastromateus niger sering disebut sebagai bawal hitam, ciri-cirinya yaitu tubuhnya lebar berwarna coklat, sirip dadanya berbentuk falcate. Jenis ikan ini merupakan jenis ikan bawal yang hidup di perairan yang dasarnya berlumpur terutama di depan muara-muara sungai. Jenis ikan ini pada waktu tertentu hidup berkelompok dalam jumlah yang cukup besar, dan bergerak mengikuti arah arus. Pampus chinensis adalah ikan yang hidup pada perairan yang keadaan dasarnya terdiri dari lumpur atau berlumpur pada kedalaman 20-50 meter, jenis ikan ini merupakan hasil terpenting dari tangkapan jermal di muara sungai Rokan, jenis bawal ini memiliki ciri-ciri sirip punggung dan dubur melebar berbentuk segitiga, percabangan ekor tidak dalam dan seimbang. Sementara itu, Pampus argenteus atau sering disebut sebagai bawal putih merupakan ikan yang hidup di perairan pantai, perairan payau bahkan hidup di air tawar. Ikan ini memiliki sirip punggung dan sirip dubur melebar berbentuk sabit. Percabangan ekor dalam dan jelas, cabang-cabang yang bawah lebih panjang dari cabang yang atas. Ikan gurami (Osphronemus gouramy) alias giant gourami (gurami raksasa) merupakan ikan konsumsi sekaligus dapat dijadikan ikan hias (Sarwono dan Sitanggang, 2002). Gurami mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti
5
rawa-rawa, situ, dan danau. Gurami memiliki bentuk fisik khas antara lain: badannya pipih, agak panjang dan lebar, mulutnya kecil, letaknya miring, tidak tepat dibawah ujung moncong. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas. Varietas atau strain gurami berdasarkan daya produksi telur, kecepatan tumbuh, ukuran atau bobot maksimal gurami dewasa dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu angsa (soang, geese gourami), jepun (jepang, japonica), blausafir, paris, bastar (pedaging), dan porselen. Gurami angsa memiliki ciri-ciri bersisik lebar, berwarna putih abu-abu. Ukuran badan cukup besar dan panjang, pertumbuhan cepat, lekas bongsor, badan besar dan panjang. Panjang badan maksimal 65 cm. bobotnya bisa mencapai 6-12 kg. Gurami jepun bertubuh pendek, panjang maksimal 45 cm, dengan bobot maksimal 3.5 kg. tubuh bersisik dan berwarna putih abu-abu atau kemerah-merahan. Gurami blausafir berwarna merah muda cerah. Warna relatif sama dengan porselin, tapi ukuran tubuh lebih besar. Berat induk 2 kg dengan jumlah telur mencapai 5.0007.000 butir per sarang. Gurami paris berwarna merah muda cerah dan memiliki sisik agak halus. Kepalanya berwarna putih dan terdapat bintik-binti hitam. Ukuran tubuh lebih kecil dari porselin dengan bobot induk kurang dari 1.5 kg. Gurami porselin berwarna merah muda cerah dengan ukuran kepala relatif kecil. Porselin unggul dalam menghasilkan telur. Per sarang mampu menghasilkan 10.000 butir. Bobot induk antara 1.5-2 kg. Gurami bastar bersisik besar-besar, berwarna agak kehitam-hitaman. Kepal putih polos. Setiap satu keturunan gurami ini tumbuh lebih cepat dari varietas lainnya. Produksi telur hanya 2.000-3.000 butir persarang. Selain enam strain diatas, berdasarkan warna terdapat gurami hitam, albino (putih), dan belang (Sarwono dan Sitanggang, 2002). Ikan kembung adalah ikan yang umum yang digemari masyarakat, karena disamping harganya ekonomis, juga relatif sederhana dalam pengolahannya, yaitu cukup digoreng. Ada juga yang suka dibalado atau dipepes. Terdapat banyak macam ikan kembung, namun yang umum terdapat di pasar pelelangan ikan adalah ikan kembung banjar, ikan kembung puket, dan ikan kembung como (Decapterus russelli) (Bahar, 2004). Ikan kembung banjar memiliki fisik tubuh yang lebar dan agak bulat sedangkan ikan kembung puket memiliki fisik tubuh yang lebih gepeng
6
(ramping). Ikan kembung como memiliki fisik yang agak unik dimana pada bagian insang terdapat spot hitam (tompel). Perbedaan lainnya adalah ikan kembung como memiliki fisik yang lebih besar, lebih gemuk, dan dagingnya lebih kenyal dibandingkan jenis kembung lainnya.
B. KERUSAKAN IKAN Ikan merupakan komoditas yang rentan terhadap kerusakan baik kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Kerusakan ini terutama diakibatkan oleh buruknya penanganan terhadap ikan baik penanganan saat penangkapan, distribusi, dan penjualan. Selain itu, terdapat faktor internal dari ikan itu sendiri yang menyebabkan ikan mudah rusak. Ikan segar adalah ikan yang baru di panen dan belum mengalami perlakuan dan pengolahan. Ikan segar yang berkualitas adalah ikan yang memenuhi syarat kesegaran, kebersihan, dan kesehatan (SNI 01-2719-1992). Bentuk bahan baku ikan segar dapat berupa ikan segar utuh atau tanpa insang dan isi perut. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukkan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Berdasarkan SNI 01-2719-1992 spesifikasi persyaratan mutu ikan segar adalah sebagai berikut : Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu ikan segar Jenis Mutu
Satuan
a) Organoleptik (Nilai minimal)
Persyaratan Mutu 7
b) Cemaran Mikroba : 1. ALT/gram, maks
cfu/gram
5 x 105
2. Escherichia coli
APM/gram
<3
3. Vibrio cholerae
Per 25 gram
Negatif
Keterangan : Sumber
:
ALT : Angka Lempeng Total APM : Angka Paling Mungkin Badan Standarisasi Nasional (1992)
7
Ikan segar dan ikan busuk dapat dibedakan secara fisik yaitu dengan menilai bagian-bagian tubuh ikan seperti mata, insang, daging, sisik, dan lain-lain. Menurut Hardiwiyoto (1993) terdapat perbedaan ikan segar dan ikan busuk yaitu : Tabel 2. Perbedaan ikan segar dan ikan busuk Bagian ikan Mata
Ciri ikan segar Cerah, bening, cembung
Ciri ikan busuk Pudar, berkerut, cekung, tenggelam
menonjol Insang
Merah, berbau segar, tertutup
Coklat/kelabu, berbau asam,
lendir bening
tertutup lendir keruh
Warna
Terang, lendir bening
Pudar, lendir kelabu
Bau
Segar
Asam, busuk
Daging
Putih, padat/kenyal, bila
Kemerahan, terutama di sekitar
ditekan bekasnya segera
tulang punggung, bekas tekanan jari
lenyap
tidak hilang
Sisik
Menempel kuat pada kulit
Mulai lepas
Dinding Perut
Utuh, elastis
Menggelembung, pecah, isi perut keluar, lembek
Kondisi dalam
Tenggelam didalam air
Terapung (bila sudah sangat busuk)
air Sumber : Hardiwiyoto, 1993
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) secara kronologis, pembusukkan ikan berjalan melalui empat tahap, yaitu : a. Hiperaemia Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang tidak menyebangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh dapat sangat banyak hingga mencapai 1-
8
2.5 % dari berat tubuhnya. Lendir ini terdiri atas glukoprotein mucin yang merupakan substrat yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri. b. Rigor mortis Fase rigor mortis ditandai dengan keadaan otot yang kaku dan keras. Hilangnya kelenturan berhubungan dengan terbentuknya aktomiosin. Tingkat rigor ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Rigor mortis pada ikan terjadi mulai dari bagian ekor dan terus berlangsung serta merambat ke bagian kepala. c. Autolisis Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protease dan lipase) yang terdapat di dalam daging ikan. Karena daging ikan terdiri atas protein, maka proses ini dapat juga disebut proteolisis. Enzim-enzim ini sebetulnya sudah aktif sejak ikan masih hidup, akan tetapi ketika itu hasil aktivitasnya dimanfaatkan untuk menghasilkan energi dan pemeliharaan tubuh. Autolisis dimulai bersamaan dengan penurunan pH. Mula-mula, protein terpecah menjadi molekul-molekul makro, yang menyebabkan peningkatan dehidrasi lalu pecah lagi menjadi pepton, polipeptida, dan akhirnya menjadi asam amino. Disamping asam amino, autolisis menghasilkan pula sejumlah kecil pyrimidine dan purine yaitu basa yang dibebaskan pada waktu pemecahan asam nukleat. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Autolisis akan merubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun. d. Pembusukan oleh bakteri Pada tahapan ini jumlah bakteri sudah cukup tinggi akibat perkembangbiakan yang terjadi pada fase-fase sebelumnya. Kegiatan bakteri pembusuk semulai pada saat yang hamper bersamaan dengan autolisis dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh enzim. Sejumlah bakteri semula bersarang pada permukaan tubuh, insang, dan di dalam perutnya. Bakteri ini secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah
9
selesainya rigor mortis, yaitu setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya terisi cairan. Meskipun bakteri mampu menguraikan protein, tetapi substrat yang terbaik baginya adalah hasil-hasil hidrolisis yang terbentuk selama autolisis dab senyawa-senyawa nitrogen non protein (trimetilamin oksida, urea) yang terdapat dalam daging. Daging ikan laut lebih banyak mengandung senyawa non-protein daripada ikan air tawar, dengan demikian ikan laut lebih cepat diuraikan bakteri. Penurunan kesegaran ikan ini dapat ditentukan melalui beberapa cara. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) penentuan tingkat kesegaran ikan dapat dilakukan dengan cara : a. Pemeriksaan secara organoleptik atau sensorik Pengamatan yang dilakukan meliputi warna, bau, konsistensi, dan penampakkan
daging.
Perubahan
organoleptik
disebabkan
karena
melunaknya tekstur daging ikan. Pelunakan tekstur terjadi karena penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu polipepetida, asam amino, dan amoniak yang dapat meningkatkan pH ikan. Keadaan basa yang terbentuk akibat adanya hasil pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. b. Pemeriksaan dengan K-Value Analisis ini didasarkan pada katabolisme nukleotida, dan dapat dilakukan pada sejumlah ikan. Adapun nukleotida yang umum adalah berada dalam bentuk Adenosine triphosphate (ATP), dimana ATP akan berubah
melalui
Adenosine
diphosphate
(ADP),
Adenosine
monophosphate (AMP), Inosine monophosphate (IMP), dan inosin (HxR) sampai akhirnya terbentuk hypoxanthine (Hx). Hypoxanthine merupakan indikasi yang baik pada perubahan post mortem daging ikan. Perubahan nilai K selama penyimpanan bervariasi tergantung pada spesies dan jenis daging (daging merah/daging putih). Terdapat hubungan antara kesegaran
10
ikan dan K-Value. Analisis K-Value umumnya dilakukan dengan menggunakan HPLC. Rumus K-Value adalah sebagai berikut :
x 100%
%K Keterangan : ATP : Adenosine triphosphate ADP : Adenosine diphosphate IMP : Inosine monophosphate
Tabel 3. Nilai K beberapa jenis ikan Nilai K
Terdapat pada
< 5%
ikan yang baru mati
20%
Ikan untuk bahan sasimi dan sushi
22.50%
Rata-rata daging ikan di pusat pendaratan
40-60%
Rata-rata daging ikan untuk kamaboko dan surimi
c. TMAO (Trimethyl Amin Oxidase) Perubahan kimiawi TMAO dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : mikrobiologis dan autolysis. Perubahan TMAO menjadi DMA akan berlangsung secara bakteriologis yaitu karena aktivitas bakteri yang terdapat pada ikan yang disimpan pada suhu kamar atau pada suhu es (chilling). Tetapi perubahan TMAO menjadi DMA dan formaldehid akan dominan pada ikan yang disimpan pada suhu beku. Untuk menghambat perubahan TMAO maka ikan ditambah es atau dibekukan, tetapi dengan es aktivitas bekteri masih ada sehingga ikan umumnya hanya dapat disimpan dalam es maksimal 16 hari tergantung jenis ikannya. Senyawa ini terbentuk selam pembusukkan ikan oleh bakteri terhadap TMAO. Beberapa jenis ikan terutama ikan air tawar, memiliki sedikit TMAO. Ikan dikatakan busuk bila mempunyai kadar TMAO sebesar 2.7 mg nitrogen/100 gram.
11
d. TVB (Total Volatile Base) Komponen utama total volatil basa adalah NH3, TMA, dan DMA. Beberapa spesies ikan ditemukan mempunyai korelasi antara kandungan TVB dan penilain organoleptik. Dimana perubahan kandungan TVB selama pembusukkan mirip dengan TMA, namun kandungan awalnya lebih tinggi. TVB dapat dijadikan indeks kesegaran ikan semenjak basa volatil terakumulasi dalam daging ikan sampai dengan tahap akhir pembusukkan. Kesegaran pada ikan tidak mungkin dijaga tetap sejak ikan mulai dipanen atau ditangkap. Penurunan kesegaran pada ikan hanya dapat dipertahankan agar penurunan kesegaran ikan tidak terjadi terlalu cepat. Nasran (1972) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi mutu ikan segar yaitu cara penangkapan, faktor biologis, dan pengaruh selama penanganan. Faktor cara penangkapan meliputi : (a) cara kematian, ikan yang mati dengan segera atau tanpa perlawanan akan mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan ikan yang matinya perlahan-lahan dan banyak melakukan perlawanan, (b) lama ikan di dalam jaring, ikan yang masuk dan mati di dalam jaring dalam waktu lama mempunya mutu yang kurang baik dibandingkan dengan ikan yang diangkat hidup, (c) suhu air laut 23.9oC-29.3oC akan menambah kemunduran mutu ikan, (d) selektivitas alat tangkap. Faktor biologis meliputi: (a) banyaknya makanan dalam perut ikan, ikan yang ditangkap penuh dengan makanan lebih cepat mundur mutunya dibandingkan dengan ikan lapar, (b) kedewasaan seksual, ikan yang bertelur kerja enzimnya lebih cepat sehingga ikan lebih cepat menurun mutunya. Pengaruh selama penangana meliputi: (a) spesies, (b) waktu, semakin lama dalam menangani ikan semakin menurun mutunya, (c) suhu selama bekerja, dan (d) kebersihan dalam bekerja (Nasran, 1972). Berbagai jenis bakteri terdapat pada ikan, mulai dari bakteri patogen hingga bakteri pembusuk. Menurut Frazier dan Westhoff (1981) ikan yang hidup di Laut Utara membawa banyak bakteri psikrofilik dan ikan yang berada di Laut Tropika membawa lebih banyak bakteri mesofilik. Sementara itu, jenis bakteri yang dibawa ikan air tawar menyerupai jenis bakteri yang terdapat pada ikan air laut ditambah jenis Aeromonas, Lactobacillus, Brevibacterium, Alkaligenes, dan 12
Streptococcus. Lendir yang menutupi ikan mengandung genus Pseudomnonas, Alcaligenes, Micrococcus, Flavobacterium, Corynebacterium, Sarcina, Seratia, Vibrio, dan Bacillus. Selanjutnya dikemukakan bahwa beberapa bakteri seperti Salmonella, Shigella, Eschericia coli, koliform, Enterocooci, dan Clostridium sering mengkontaminasi ikan segar. Bakteri patogen seperti Salmonella pada ikan saat ini menjadi perhatian yang serius di banyak negara di dunia. Sebenarnya Salmonella merupakan bakteri patogen yang berhabitat di dalam gastrointestinal hewan, termasuk burung dan manusia (Pelzer 1989). Bakteri ini dapat mencapai air melaui kontaminasi fecal terhadap air. Ketahanan Salmonella dalam air sangat tinggi (DiRita, 2001). Bahkan bakteri ini dapat bertahan saat terjadi peningkatan salinitas yang terjadi secara cepat dan strees tekanan osmotik yang berkepanjangan dengan cara bergabung dengan cairan limbah dalam air payau (Mezrioui et al, 1995). Beberapa hal inilah yang dapat menjelaskan terdapatnya bakteri Salmonella pada ikan (seafood). Selain itu, terdapat pula faktor lain termasuk kurangnya suplai air bersih, ketidakcukupan proses sanitasi, buruknya higienitas, dan masalah keamanan pangan yang menyebabkan tingginya kasus salmonellosis akibat bakteri Salmonella dari ikan (seafood). Insiden Salmonella dalam makanan laut (seafood) terjadi di banyak Negara di dunia. Varma et al, (1985) mengemukakan bahwa kejadian adanya kehadiran Salmonella adalah sebesar 7.46 % yang berasal dari makanan laut potong beku dan udang kupas. Iyer dan Shrivastava (1989) menjelaskan bahwa kehadiran Salmonella terjadi sebesar 12 % pada makanan laut (seafood) potong dan udang kupas, 10 % pada udang tanpa kepala (dengan kulit), 14 % pada udang utuh, 17 % pada lobster, dan lain-lain. Kehadiran Salmonella juga banyak terjadi di negaranegara Asia seperti Sri Lanka (Fonseka, 1990), Thailand (Rattagool et al, 1990), Taiwan (Chio dan Chen, 1981), dan Indonesia (Sunarya et al, 1990). C. SALMONELLA Salmonella merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerobik, tidak membentuk spora, dan bakteri berbentuk batang. Jenis Salmonella yang hidupnya bergerak (motil) memiliki flagella peritrikus. Bakteri ini memproduksi asam dan
13
kadang-kadang yang memproduksi gas dari glukosa biasanya menghasilkan hasil uji katalase positif dan oksidase negatif serta merubah nitrat menjadi nitrit. (ICMSF, 1996). Umumnya
strain Salmonella, kecuali S. typhi, tergolong ke dalam
aerogenik, menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, lisin dekarboksilat, arginin dan ornitin, dan memproduksi hidrogen sulfida. Hasil reaksi metil red adalah positif, uji Voges-Proskauer dan indol adalah negatif. Salmonella tidak mendeaminasi fenilalanin dan tidak menghidrolisis urea, gelatin tidak di-liquified secara cepat dalam nutrisi pada media begitu pula dengan DNAase dan produksi lipase (ICMSF, 1996). Tabel 4. Karakteristik Biokimia Salmonella Karakteristik
Reaksi
Katalase
+
Oksidase
-
Produksi asam dari laktosa
-
Produksi gas dari glukosaa
+
Indol
-
Produksi urease
-
Produksi H2S dari TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
+
Sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon a
+
Metil Merah
+
Voges-Proskauer
-
Lisin dekarboksilase
+
Ornitin dekarboksilase
+
Keterangan :
+=reaksi positif; - = reaksi negatif a = pengecualian bagi S. Typhi *Sumber : Bell dan Kyriakides (2002) di dalam Bell dan Kyriakides (2003)
Salmonella terdiri dari beberapa Subgenus. Salmonella yang berasal dari Subgenus I yang terdiri dari Salmonella patogenik tipikal diisolasi dari saluran pencernaan hewan berdarah panas. Subgenus II dan III yang dikenal sebagai Arizona seringkali diisolasi dari hewan berdarah dingin. Subgenus IV dan V yang umumnya ditemukan dilingkungan tidak tegolong sebagai bakteri patogen 14
terhadap manusia (ICMSF, 1996). Strain Salmonella secara antigen dapat dibedakan berdasarkan reaksi aglutinasinya (pembentukan agregat) dengan antisera homolog dan kombinasi dari masuknya antigen pada setiap strain Salmonella, berdasarkan pada formula antigenik, yang unik pada masing-masing serotip Salmonella (Bell dan Kyriakides, 2003). Salmonella tumbuh optimal pada suhu 35oC-37oC, mengkatabolisme berbagai macam karbohidrat menjadi asam dan gas, menggunakan sitrat sebagai sumber karbon tunggal, memproduksi H2S, dan mendekarboksilasi lysine dan ornithine menjadi cadaverine dan putrescine. Mikroorganisme ini termasuk oksidase negatif dan katalase positif memiliki 50-53 mol % guanin dan sitosin (G + C) dalam kandungan DNA-nya (D’Aoust, 2000). Jay (2000) menjelaskan bahwa secara umum Salmonella tidak mampu memfermentasi laktosa, sukrosa, atau salisin, namun glukosa dan beberapa jenis monosakarida tertentu dapat difermentasi dengan disertai produksi gas. Selain itu, Salmonella umumnya memanfaatkan asam amino sebagai sumber N, namun beberapa strain Salmonella seperti S. Typhimurium memanfaatkan nitrat, nitrit, dan NH3 sebagai sumber nitrogen. Walaupun fermentasi laktosa umumnya tidak dapat dilakukan oleh mikroorganisme ini, beberapa serovars dapat memanfaatkan gula ini sebagai sumber karbon. Derajat keasaman (pH) optimum untuk bakteri ini adalah sekitar pH netral, bila pH lebih dari 9 atau kurang dari 4 maka sifatnya menjadi bakterisidal (membunuh bakteri). Beberapa penelitian mencatat bahwa beberapa serovars mampu tumbuh pada pH minimum 4.05 (dengan HCl dan asam sitrat), namun pH minimum Salmonella juga tergantung pada jenis asam yang digunakan, penggunaan jenis asam lain membuat pH minimum tumbuhnya Salmonella menjadi lebih tinggi. Selain itu, meningkatnya aerasi juga diternyata mampu mempengaruhi pertumbuhan Salmonella pada pH yang lebih rendah (Jay, 2000).
15
Tabel 5. Jenis asam yang mempengaruhi pH minimum tumbuhnya Salmonella Jenis Asam pH Hydrocloric 4.05 Citric 4.05 Tartaric 4.10 Gluconic 4.20 Fumaric 4.30 Malic 4.30 Lactic 4.40 Succinic 4.60 Glutaric 4.70 Adipic 5.10 Pimelic 5.10 Acetic 5.40 Propionic 5.50 Sumber : Bell dan Kyriakides (2003)
Bell dan Kyriakides (2003) menjelaskan bahwa Salmonella umumnya cepat dibunuh dengan panas dalam bahan pangan dengan aktivitas air (aw) yang tinggi, aw ≥ 0.98 namun jika bahan pangan dengan aktivitas air yang rendah, butuh suhu yang lebih tinggi untuk membunuhnya. Salmonella memiliki rentang kondisi lingkungan yang cukup jauh, seperti pada suhu, pH, dan aktifias air. Tabel 6 menunjukkan rentang untuk pertumbuhan Salmonella. Tabel 6. Batasan rentang pertumbuhan Salmonella Parameter Minimum o
Temperatur ( C)
Maksimum
a
46.2
b
5.2
pH
3.8
9.5
Aktivitas Air
0.94
>0.99
Keterangan : a kebanyakan serotip tidak tumbuh pada suhu <7.0 oC. b kebanyak serotip tidak tumbuh pada pH dibawah 4.5. Sumber : Bell dan Kyriakides (2002), dari ICMSF (1996)
Salmonella banyak tersebar di alam terutama pada udara yang tercemar. Namun habitat utamanya adalah saluran usus binatang dan manusia. bakteri ini dapat diisolasi dari sampel feses, makanan, dan sampel dari lingkungan. Salmonella pada makanan terdapat pada kacang-kacangan, salad, mayonaise, susu, dan lain-lain (Jay, 2000).
16
Penyakit yang timbul akibat bakteri ini adalah adanya gejala gastroenteritis, demam enteritika, bakteraemia, focal infection, dan sequelae. Gastroenteritis memiliki periode inkubasi antara 5 jam-5 hari, namun gejala ini sudah mulai nampak sekitar 12-36 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Singkatnya masa inkubasi biasanya berhubungan dengan tingginya jumlah bakteri yang terkonsumsi atau orang yang lemah yang rentan terhadap penyakit. Gejala penyakit ini antaralain adalah diarhea, nausea, nyeri pada perut (abdominal), demam ringan, dan menggigil. Demam enteritika memiliki periode inkubasi antara 7-28 hari (tergantung banyaknya bakteri yang menginfeksi), namun ratarata periode inkubasi adalah selama 14 hari. Gejala yang umumnya timbul adalah malaise, sakit kepala, demam tinggi, nyeri pada perut (abdominal), dan lain-lain. Bakteraemia adalah penyakit dimana Salmonella ada di dalam darah (ICMSF, 1996). Tabel 7. Penyakit yang ditimbulkan Salmonella Penyakit Gastroenteritis
Serotypes Salmonella Umumnya anggota dari S. enterica subsp. enterica (serotypes utama yang menyebabkan ini adalah Agona, Dublin, Hadar, Enteridis, poona, Typhi, Thypimurium, Virchow) selain itu juga anggota S. enterica subsp. arizonae
Demam Enteritika
S. Typhi dan S. Paratyphi
Bakteraemia atau septicaemia
Anggota S. enterica subsp. enterica
Sequelae
Anggota S. enterica subsp. enterica
Sumber : ICMSF (1996)
D. BUMBU PEPES Bumbu pepes merupakan bahan penyedap yang ditambahkan ke dalam bahan untuk meningkatkan citarasa. Bumbu pepes terdiri dari berbagai macam
17
rempah yang masing-masing memiliki citarasa tersendiri. Disamping itu, rempahrempah juga dapat dimanfaatkan sebagai obat baik secara modern maupun tradisional karena kandungan zat bioaktif yang terkandung didalamnya. Bahanbahan yang digunakan sebagai bumbu pepes diantaranya tomat, daun bawang, daun salam, daun serai, daun kemangai, garam, gula pasir, minyak goring, bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, cabai merah, kemiri, asam jawa, dan air. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rempah-rempah mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan mikroba, baik kapang, khamir maupun bakteri. Aktivitas antimikroba ini diduga terjadi karena adanya kandungan senyawa kimia pada rempah-rempah yang bersifat racun terhadap mikroba tertentu (Fardiaz et al, 1987). Bumbu pepes terdiri dari rempah-rempah yang memiliki senyawa antimikroba dan bersifat fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan sebagainya (Fardiaz et al, 1987). Kunyit (Curcuma domestica Val) telah diketahui bersifat menghambat bakteri gram positif yang berbentuk batang karena kandungan kurkuminnya. Wikipedia (2009) menjelaskan bahwa curcumin memiliki efek antibiotic, senyawa-senyawa antibacterial yang terdapat dalam curcumin adalah cefixime, cefotaxime, vancomycin, dan tetracycline. Daun salam mempunyai daya hambat tersendiri terhadap bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus. Senyawasenyawa seperti di-n-propil, n-propil alil, metil alil, metal-n-propil, dan dialil sulfide merupakan senyawa yang terdapat dalam bawang merah dan bawang putih. Senyawa ini memiliki daya kemampuan bakterisidal pada konsentrasi tertentu (Johnson dan Vaughn, 1969). Capcaisin merupakan senyawa yang terdapat pada tumbuhan yang memiliki genus Capsicum, senyawa ini adalah senyawa yang memiliki efek spice atau burning sensation. Selian itu, senyawa ini juga memiliki aktivitas anti-fungal (Wikipedia, 2009) ketika dikonsumsi Senyawa metabolit sekunder seperti flvanoid, fenol, terpenoid, dan minyak atsiri yang terdapat dalam jahe juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen yang merugikan manusia (Wulandari dan Juwita, 2006).
18
Selain itu, terdapat pula penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan senyawa-senyawa menghambat
bioaktif
pertumbuhan
yang bakteri
terdapat patogen
pada
rempah-rempah
bahkan
bersifat
mampu
bakterisidal
(membunuh bakteri). Penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayu (2000) terhadap beberapa bumbu-bumbu yang umumnya digunakan oleh masyarakat seperti bumbu opor, gulai, rendang, ayam goring, rawon, dank are ternyata mempunyai efek positif terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri. Bumbubumbu yang diuji oleh Rahayu (2000), beberapa bahan dasarnya memiliki kesamaan dengan bahan yang digunakan untuk membuat bumbu pepes seperti cabai, jahe, kunyit, daun salam, kemiri, dan lain-lain. Rahayu (2000) menjelaskan bahwa. Bumbu-bumbu tersebut mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup besar terhadap pertumbuhan bakteri patogen dan perusak makanan. B. cereus merupakan bakteri yang paling peka terhadap aktivitas antimikroba dari keenam jenis bumbu tersebut. Karena dengan konsentrasi 5 % mampu dihambat dalam jumlah besar. Bakteri gram negatif yang diteliti umumnya lebih tahan daripada bakteri gram positif. Bumbu dapat menghambat bakteri gram negatif pada konsentrasi 10 % dan 15 %. E. PENGUKUSAN Pengukusan merupakan salah satu pengolahan pangan tradisional yang sering dilakukan oleh masyarakat. Pengukusan juga merupakan salah satu metode sterilisasi yang bisa digunakan. Pengukusan tergolong perebusan yang menggunakan uap air mendidih pada suhu 100oC selama beberapa menit. Karena menggunakan uap air, maka pengukusan tergolong ke dalam pemanasan basah. Pemanasan basah dapat membunuh jasad renik atau mikroorganisme terutama karena panas basah dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim didialam sel (Fardiaz, 1992). Berbeda dengan pemanasan basah, pemanasan kering kurang efisien dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi serta waktu lama untuk sterilisasi. Rahman et al, (2004) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan suhu antara dry heating (convection air-drying) dan moist heating (heating in closed chambercooking) yang digunakan untuk menurunkan total mikroba pada ikan tuna. Untuk
19
membunuh bakteri yang terdapat pada ikan tuna, dry-heating membutuhkan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan moist-heating. Rahman et al, (2004) menerangkan bahwa suhu tinggi dengan diserta kelembaban yang tinggi dapat merusak sel lebih baik. Hadioetomo (1985) menerangkan bahwa panas basah dapat menghancurkan sel lebih baik karena terdapat panas laten di dalamnya. Selain itu Rahman et al, (2004) menjelaskan bahwa sel vegetatif lebih tahan terhadap panas dibandingkan dengan spora. Hal ini dikarenakan cairan dalam sel vegetatif akan mengalami evaporasi sedangkan spora tidak. Selain itu, panas basah (moist-heating) dapat merusak sel lebih baik karena sifat penetrasi panas oleh panas basah lebih cepat dan lebih baik dibandingkan dengan dry-heating. Hal ini disebabkan oleh medium pembawa panas (kalor) yang digunakan, penetrasi panas oleh medium cairan (air) lebih baik dibandingkan dengan gas (udara). Pengukusan sebagai salah satu proses pengolahan pangan dengan tingkat humiditas yang tinggi dapat membunuh bakteri-bakteri tertentu termasuk Salmonella. Pengukusan (steam cooking) dapat menghancurkan sel-sel mikroba pada bahan pangan tergantung pada karakteristik bahan pangan itu sendiri (resistenti mikroba terhadap panas) yaitu : aktivitas air (aw), kandungan lemak, pH, garam terlarut, dan zat antimikroba (NaCl, nitrat dan nitrit, fosfat, laktat dan asam organik lainnya).
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah 29 sampel ikan yang terdiri dari 10 ikan bawal putih (Pampus argentus), 10 ikan kembung como (Decapterus russelli), dan 9 ikan gurami (Osphronemus gourami). Ketiga jenis ikan ini diperoleh dari berbagai pasar tradisional dan pasar modern (supermarket) di wilayah Bogor. Bumbu pepes ikan yang digunakan adalah sebanyak 25 gram/150 gram ikan kembung. 2. Media Media-media yang digunakan untuk analisis Salmonella adalah Lactose Broth (LB) (Pre-enrichment media), Tetrathionate Broth (TTB) dan Rappaport Vassiliadis (RV) Broth (Pengayaan selektif media), Hectoen Enteric Agar (HEA), Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLDA) dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) (Agar selektif), Triple Sugar Iron (TSI) dan Lysine Iron Agar (LIA) media konfirmasi biokimia, Nutrien Agar (NA), dan Urea Broth. 3. Kultur Kultur yang digunakan untuk mengkontaminasi adalah Salmonella spp. ATCC 14028. 4. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu larutan pengencer KH2PO4 (buffer fosfat), NaOH, paraffin cair (mineral oil) steril, bahan tambahan media TTB yaitu larutan I2KI, desinfektan yaitu alkohol 70 %, akuades, spiritus, Kovac's reagent serta pereaksi API 20E (Bio-Merieux).
21
5. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, oven, inkubator 35 °C dan 42 °C, refrigerator dan freezer, cool bag, stomacher, vorteks, mikropipet dan tipnya, gelas ukur, pipet Mohr, gelas piala, batang pengaduk, bunsen, erlenmeyer, plastik HDPE, ose mata bulat dan lurus, bulb, neraca analitik, tabung reaksi dan raknya, cawan petri, steril, pisau, botol semprot, tutup kapas, dan aluminium foil. B. METODE PENELITIAN Secara garis besar penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Penelitian tahap I meliputi persiapan sampel, analisis total mikroba (AOAC, 1990), analisis Salmonella (BAM, 2007), dan identifikasi Salmonella (BAM, 2008). Sedangkan penelitian tahap II merupakan uji evaluasi ketahanan Salmonella terhadap proses pengukusan dengan dan tanpa bumbu setelah sampel dikontaminasi dalam jumlah tinggi 105 cfu/gram dan pengaruhnya terhadap kualitas mikrobiologi total mikroba secara umum. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Pengambilan sampel
Persiapan sampel
Analisis Total Mikroba
Analisis Salmonella Chromogenic Media Identifikasi dengan API 20E
Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I
22
Sampel
Inokulasi dengan kultur murni Salmonella spp. sebanyak 105 cfu (kontaminasi tinggi)
Didiamkan selama ±30 menit
Tanpa Bumbu
Dengan Bumbu (25 gram/150 gram ikan)
Kukus selama 90 menit
Analisis Kuantitatif Total Mikroba pada t-0’, t-15’, t-30’, t-45’, t-60’, t-75’, t-90’ waktu pengukusan
Analisis Kuantitatif Total Salmonella pada t-0’, t-15’, t-30’ waktu pengukusan
Analisis Kualitatif Salmonella pada t-15’ waktu pengukusan
Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II 1. Penelitian Tahap I 1.1. Pengambilan Sampel Sampel yang diambil terdiri dari ikan bawal, kembung, dan gurami. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah metode purposive sampling technique dimana hasil yang diperoleh merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Metode pemilihan sampel tidak dilakukan secara random tetapi dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti dimana 23
diasumsikan bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003). Sampel yang dianalisis berasal dari 7 pasar modern (supermarket) dan 3 pasar tradisional, dimana dari masing-masing pasar jenis sampel yang di ambil terdiri dari tiga jenis ikan yaitu ikan bawal, kembung, dan gurami. Salah satu pasar tradisional, ketersediaan terhadap salah satu jenis sampel uji tidak ada yaitu sampel ikan gurami sehingga jumlah total sampel yang dianalisis berkurang satu menjadi 29 sampel. Tempat yang menjadi lokasi pengambilan sampel di pasar modern meliputi : Giant Botani Square (GBS), Giant Taman Yasmin (GTY), Giant Sindang Barang (GSB), Giant Pangrango (GPR), Giant Padjajaran (GPJ), Yogya Mall (YGM), dan Bogor Trade Mall (BTM). Sementara itu, tempat yang menjadi lokasi pengambilan sampel di pasar tradisional meliputi : Pasar Anyar (PSA), Pasar Bogor (PSB), dan Pasar Induk (PSI). Tabel 8. Koleksi Sampel Ikan Segar pada Berbagai Jenis Pasar di wilayah Bogor Sumber
Jenis ikan
Kondisi Sampel
Jumlah sampel
Pasar Modern
Bawal
Segar
7
Pasar Modern
Kembung
Segar
7
Pasar Modern
Gurami
Segar
7
Pasar Tradisional
Bawal
Segar
3
Pasar Tradisional
Kembung
Segar
3
Pasar Tradisional
Gurami
Segar
2
Total sampel
29
Waktu pengambilan sampel adalah pada pagi hari yaitu sekitar pukul 06.00 WIB untuk pasar tradisional dan pukul 09.00 WIB untuk pasar modern yaitu pada saat supermarket dibuka. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan cara membeli sampel sebanyak ± 350 gram. Umur sampel yang dianalisis adalah 4 ± 2 jam sejak ikan sampai dari agen sampai ke pasar tradisional dan 2 ± 1 jam sejak ikan sampai dari agen ke pasar modern. 24
Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam plastik steril yang sebelumnya telah dipersiapkan terlebih dahulu. Setelah dimasukkan ke dalam plastik steril sampel dimasukkan ke dalam cool bag yang telah berisi es, tujuannya agar suhu menjadi rendah seperti dalam refrigerator sehingga pertumbuhan mikroba menjadi terhambat dan kondisi mikroba awal tetap terjaga. Selanjutnya sampel uji segera dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Selain itu, penggunaan plastik steril bertujuan menjaga sampel agar tetap berada pada kondisi awal yaitu tidak terjadi kontaminasi silang yang mungkin saja terjadi selama sampel dibawa ke laboratorium. Selain itu suhu rendah cool bag juga bertujuan untuk menghambat pembusukkan yang terjadi pada ikan yang diakibatkan oleh mikroba pembusuk. Pengambilan bagian ikan untuk analisis dilakukan dengan cara mengambil dari tiga tempat yaitu kepala, perut, dan ekor. Hal ini untuk mewakili dari keseluruhan bagian ikan, dimana massa setiap bagian ikan dibagi sama rata. Jumlah total keseluruhan adalah 25 gram. 1.2. Analisis Total Mikroba (AOAC, 1990) Analisis total mikroba dilakukan berdasarkan pada metode Association of Official Analitycal Chemists (AOAC, 1990). Prinsipnya, sebanyak 1 ml sampel diambil dari pengenceran yang diprediksi kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri lalu diaduk dengan cara menggerakkan cawan dengan arah memutar membentuk lingkaran searah atau berlawanan arah jarum jam atau memutar cawan membentuk seperti angka delapan tujuannya agar mikroba yang berasal dari lauran pengencer tadi tersebar merata pada media kemudian diamkan pada suhu ruang hingga membeku. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35°C selama 48±2 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan ketentuan sebagai berikut : a. Cawan normal (25-250) koloni. Hitung semua koloni (cfu) termasuk koloni
yang berukuran sangat kecil. Catat pengenceran yang
digunakan dan semua koloni yang terhitung.
25
b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni (cfu) hasilnya dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Namun, untuk cawan yang tidak terdapat koloni (cfu) yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah. c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah: N = ∑ C / [(1*n1) + (0.1*n2) + …] * (d) Keterangan :
N = jumlah koloni per ml/ per gram produk Σ C = jumlah seluruh koloni yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang terhitung n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang terhitung d = pengenceran pertama yang dihitung
1.3. Analisa Salmonella (BAM, 2007) 1.3.1. Pra pengayaan (BAM, 2007) Pra pengayaan merupakan tahap awal analisis yang bertujuan untuk memperkaya serta mengembalikan kondisi bakteri Salmonella injury ke kondisi sehat. Tahapan ini diawali dengan cara mengambil sampel sebanyak 25 gram yang ditimbang langsung menggunakan plastik steril dengan cara aseptis untuk mencegah kontaminasi kemudian ke dalam plastik steril tersebut dimasukkan Lactose Broth steril sebanyak 225 ml dan dihancurkan dengan menggunakan stomacher selama 2 menit. Sampel yang telah hancur dipindahkan ke dalam erlenmeyer steril dan dibiarkan selama 60 ± 5 menit pada suhu ruang dalam keadaan tertutup kemudian diinkubasi selama 24 ± 2 jam pada suhu 35 ± 2°C. 1.3.2. Pengayaan selektif (BAM, 2007) Cairan yang berasal dari Lactose broth (LB) diambil sebanyak 1 ml ke dalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB) dan divorteks dan 0.1 ml ke dalam 10 ml Rappaport Vassiliadis (RV) Broth dan divorteks, selanjutnya Tetrathionate Broth (TTB) dan Rappaport Vassiliadis (RV) diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam.
26
1.3.3. Isolasi Salmonella (BAM, 2007) Cairan yang berasal dari masing-masing media pengaya selektif selanjutnya dihomogenan menggunakan vorteks dan diambil sebanyak satu ose lalu digoreskan secara kuadran pada media Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) untuk mendapatkan koloni tipikal terpisah. Ketiga agar selektif tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam. Setelah diinkubasi lalu dilakukan pengamatan terhadap koloni tipikal dan atipikal yang tumbuh dengan ciri-ciri yang berbeda pada masingmasing media dimana koloni terpilih yang diduga positif Salmonella adalah koloni tipikal. Adapun ciri-ciri koloni tipikal Salmonella pada masing-masing agar sebagai berikut: a. Media HEA, koloni positif berwarna biru kehijauan sampai biru dengan atau tanpa warna hitam di bagian tengahnya. Sebagian besar kultur Salmonella mungkin menghasilkan koloni berukuran besar, bagian tengah hitam mengkilap atau hampir seluruh koloni nampak berwarna hitam. b. Media XLDA, koloni positif berwarna pink dengan atau tanpa warna hitam di bagian tengahnya. Sebagian besar kultur Salmonella mungkin menghasilkan koloni berukuran besar, bagian tengah hitam mengkilap atau hampir seluruh koloni nampak berwarna hitam. c. Media BSA, koloni positif berwarna coklat, abu-abu, atau hitam, kadang-kadang koloni punya warna metalik yang berkilau. Sekeliling medium biasanya berwarna coklat pada awalnya, tetapi kemudian akan menjadi hitam dengan meningkatnya waktu inkubasi, menghasilkan sesuatu yang disebut halo effect. Jika terdapat koloni tipikal maka analisis dilanjutkan dengan uji biokimia awal dengan menggunakan TSI agar miring dan LIA miring. Jika tidak ada koloni tipikal maka dicari koloni yang tidak tipikal sebagai berikut:
27
a. Media HEA dan XLDA beberapa kultur Salmonella yang tidak tipikal memproduksi koloni kuning dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya. Jika koloni yang tipikal tidak muncul setelah inkubasi 24 ± 2 jam, diambil 2 atau lebih koloni yang tidak tipikal tersebut. b. Media BSA, beberapa galur yang tidak tipikal memproduksi koloni hijau dengan sedikit atau tanpa dikelilingi warna gelap pada media. Jika tidak terdapat koloni yang tipikal maka tidak diambil koloninya, tetapi diinkubasi lagi selama 24 ± 2 jam. Jika koloni yang tipikal belum muncul juga maka koloni yang tidak tipikal diambil setelah inkubasi 48 ± 2 jam. 1.3.4. Uji Biokimia Awal (BAM, 2007) Koloni tipikal atau non tipikal yang telah ditumbuhi pada ketiga media tersebut selanjutnya diinokulasikan pada agar miring TSI dengan menggores dan menusukkannya menggunakan jarum ose steril. Tanpa pembakaran lagi, jarum ose tersebut langsung digoreskan pada LIA miring dengan cara ditusuk dua kali dan digoreskan. Karena reaksi lysine decarboxylation harus benar-benar anaerob, maka tusukan pada media LIA harus mempunyai ke dalaman minimal 4 cm. Kemudian, media TSIA dan LIA miring diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam. Tabung ditutup secara longgar untuk memelihara kondisi aerobik pada waktu inkubasi dan mencegah produksi H2S berlebih. Reaksi spesifik Salmonella yang timbul setelah inkubasi pada TSI agar miring adalah bagian permukaan berwarna merah (reaksi basa), bagian dasar agar atau agar tusuk berwarna kuning (reaksi asam), dengan atau tanpa memproduksi H2S (kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna dasar agar) dan gas. Reaksi spesifik Salmonella yang timbul setelah inkubasi pada LIA miring adalah bagian dasar agar berwarna ungu (reaksi basa) dan berwarna ungu pula pada dasar tabung (reaksi basa). Sebagian besar kultur Salmonella memproduksi H2S pada LIA miring sedangkan beberapa yang
28
bukan kultur Salmonella menghasilkan reaksi warna merah bata pada media tersebut. 1.3.5. Uji Biokimia Lanjutan (BAM, 2007) Hasil positif koloni spesifik Salmonella yang berasal dari TSI agar miring, diambil satu ose lalu gores pada media Nutrien Agar (NA) miring sebagai media penyimpanan dan satu ose lagi untuk diinokulasikan ke dalam tabung yang berisi Urea Broth 2 ml sebagai uji biokimia lanjutan. Keduanya diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 ± 2 jam. Pengamatan setelah inkubasi adalah melihat reaksi pada tabung Urea Broth. Salmonella tidak mengubah warna Urea Broth (reaksi negatif, warna tetap kuning), sehingga apabila Urea Broth berubah menjadi warna merah muda maka koloni tersebut bukan Salmonella. Koloni yang diduga Salmonella analisisnya dilanjutkan dengan API test 20E dengan menggunakan inokulan yang tumbuh pada NA miring. 1.4 Chromogenic Media (Oxoid, 2008) Kromogenik merupakan media yang dikeluarkan oleh Oxoid (2008) sebagai media analisis cepat terhadap bakteri Salmonella. Pada Prinsipnya proses seleksi terhadap bakteri bukan Salmonella adalah ada tidaknya enzim Caprylate esterase yang berfungsi memetabolisme senyawa inhibigen yang terdapat pada media menjadi senyawa tertentu yang berwarna khas untuk setiap jenis bakteri. Jika bakteri tersebut memiliki enzim ini maka ada kemungkinan bakteri tersebut adalah Salmonella. Perbedaannya adalah hasil metabolisme bakteri Salmonella menghasilkan warna ungu sementara bakteri bukan Salmonella menghasilkan warna selain ungu. Prosedurnya adalah dengan cara menggores secara kuadran koloni yang diduga positif Salmonella pada media kromogenik. Dugaan paling positif terhadap bakteri Salmonella adalah koloni yang telah diuji hingga tahap uji biokimia lanjutan. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 35oC selama 24-48 jam. Waktu inkubasi dipertimbangkan atas dasar ciri fisik
29
koloni yang tumbuh, jika koloni sudah terlihat dengan jelas warna dan bentuknya maka waktu inkubasi sudah cukup. 1.5 API Test 20E (BAM, 2008) Uji ini memerlukan kultur segar (24 ± 2 jam inkubasi) yang berasal dari koloni tunggal yang terpisah dengan cara menggores secara kuadran kultur dari media NA miring yang berasal dari TSIA dan LIA positif Salmonella yang telah diuji positif pula pada media kromogenik pada media NA cawan lalu diinkubasi pada suhu 37°C. Koloni terpisah yang tumbuh diambil sebanyak ± 3 koloni kemudian dilarutkan ke dalam 5 ml garam fisiologis dan divorteks. Suspensi kultur tersebut dipipet dan masukkan ke dalam mikrotube (tabung-tabung mikro) dengan jumlah pengisian sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada kode tulisan mikrotube yaitu mikrotube dengan kode CIT, VP, dan GEL yang ditandai dengan kotak di sekelilingnya seperti huruf U diisi penuh hingga bagian atas tube, untuk mikrotube dengan kode LDC, ODC, ADH, H2S dan URE dengan tanda garis bawah diisi dengan suspensi sampai bagian leher tube lalu ditambah dengan mineral oil sampai bagian atas tube, tujuan pemberian mineral oil ini adalah untuk menghasilkan kondisi anaerob. Sedangkan untuk mikrotube lainnya (tanpa kode khusus), suspensi diisikan sampai bagian leher tube. Seluruh mikrotube yang telah berisi suspensi bakteri selanjutnya diinkubasi 18-24 jam pada suhu 37°C atau 48 jam pada suhu yang sama jika mikrotube-mikrotube pada satu strip API 20E menunjukkan hasil positif kurang dari 3 mikrotube. Setelah inkubasi, amati dan catat perubahan warna yang terjadi namun untuk sebagian mikrotube (TDA, IND, dan VP) pengamatan dilakukan setelah diberi mikrotube tersebut reagen terlebih dahulu (sesuai dengan standar API 20E) dan hasil reaksi ditulis menjadi 7 digit kode. Tujuh digit kode ini kemudian diterjemahkan dengan menggunakan Analytical Profile Index menggunakan software untuk identifikasi.
30
2. Penelitian Tahap II 2.1. Penyegaran Kultur Penyegaran dilakukan agar viabilitas bakteri kultur tetap dalam keadaan baik. Prinsipn penyegaran kultur adalah dengan menggores kembali kultur pada media Nutrient Agar (NA) miring. Kultur Salmonella disegarkan setiap 2 minggu sekali. Penyegaran dilakukan dengan cara mengambil 1 ose kultur kemudian digoreskan pada NA miring yang baru, dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 ± 2 jam. Setelah diinkubasi, kultur disimpan pada suhu rendah (refrigerator). 2.2. Analisis Kuantitatif Total Mikroba Bumbu Pepes Bumbu pepes merupakan bumbu yang terdiri dari rempah-rempah. Komposisi bumbu pepes yaitu: tomat, daun bawang, daun serai, daun salam, daun kemangi, bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, cabai merah, kemiri, asam jawa, dan garam. Bumbu pepes selanjutnya dianalisis kuantitatif total mikrobanya (AOAC, 1990). Bumbu diambil sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam 225 ml pengencer steril sebagai pengenceran pertama. Selanjutnya,
pengenceran
dilakukan
hingga
kepengenceran
yang
dikehendaki. Sebanyak 1 ml pengencer diambil lalu di masukkan ke dalam cawan petri steril dan diberi media Plate Count Agar (PCA) lalu dihomogenisasi dengan menggerakkan searah atau berlawanan arah jarum jam atau digerakkan memutar seperti angka delapan. Sampel diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 ± 2 jam. 2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp. Persiapan kultur dilakukan untuk memperbanyak jumlah Salmonella yang kemudian diencerkan untuk memperoleh total Salmonella yang diperlukan untuk tingkat kontaminasi. Persiapan kultur dilakukan dengan cara mengambil kultur murni Salmonella spp. sebanyak 1-2 ose dari media NA miring ke media NB 10 ml dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah diinkubasi, total Salmonella yang tumbuh sekitar 8 log cfu.
31
Kultur ini kemudian diambil sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer buffer fosfat, pengenceran terus dilanjutkan hingga memperoleh konsentrasi kultur yang dikehendaki. Setelah itu kultur uji siap digunakan. 2.4. Uji Ketahanan Pengukusan
Bakteri
Salmonella
spp.
terhadap
Proses
Kultur yang telah disiapkan pada persiapan kultur Salmonella spp. selanjutnya dikontaminasikan ke sampel yang akan digunakan untuk uji ketahanan dan dibiarkan selama 30 menit untuk memberi kesempatan kepada bakteri agar menempel pada sampel (Sylviana, 2008). Oleh karena perlakuan terdiri dari dua yaitu dengan dan tanpa bumbu maka untuk perlakuan dengan bumbu ikan yang telah dikontaminasi selanjutnya diberi bumbu sebanyak ± 25 gram bumbu/150 gram ikan dan dikukus, sementara untuk sampel tanpa perlakuan penambahan bumbu langsung dikukus. Ikan yang digunakan adalah ikan kembung como dengan massa ± 150 gram. Pengukusan dilakukan dengan cara memanaskan air dalam dandang hingga mendidih ± 100oC. Setelah mendidih 8 ikan yang mewakili setiap waktu pengukusan dimasukkan kedalam dandang dan sekaligus terhitung sebagai waktu 0 menit pengukusan. Setelah dikukus, ikan pepes masing-masing untuk yang mewakili waktu setiap pengukusan ini diambil sebanyak 25 gram untuk dianalisis
total
Salmonellanya
secara
kuantitatif
dengan
cara
menumbuhkannya pada media Hectoen Enteric Agar (HEA). Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu tertentu yaitu pada menit ke-0, ke-15, dan ke-30. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam 225 ml pengencer steril kemudian diencerkan hingga pengenceran yang dikehendaki. Selanjutnya, sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan HEA dituangkan ke dalamnya. Cawan petri selanjutnya dihomogenisasi dengan cara menggerakan cawan petri searah atau berlawanan arah jarum jam atau dengan cara menggerakan cawan petri membentuk seperti angka delapan.
32
2.5. Uji Ketahanan Total Mikroba terhadap Proses Pengukusan Prosedur pengerjaan yang sama seperti pada uji ketahanan bakteri Salmonella spp. juga dilakukan pada uji ini, bedanya pada uji ini analisis yang dilakukan bukan analisis kuantitatif Salmonella melainkan analisis kuantitatif total mikroba yaitu dengan cara menumbuhkan bakteri yang telah diencerkan hingga kepengenceran yang dikehendaki pada media Plate Count Agar (PCA). Analisis kuantitatif total mikroba dilakukan setiap interval waktu tertentu yaitu pada menit ke-0, ke-15, ke-30, ke-45, ke-60, ke-75, dan ke-90. Analisis ini dilakukan pada dua perlakuan yaitu dengan dan tanpa penambahan bumbu. 2.6. Uji Kualitatif Bakteri Salmonella Uji kualitatif bakteri Salmonella dilakukan untuk melihat secara kualitatif apakah bakteri Salmonella masih ada atau tidak dalam sampel jika ternyata secara kuantititaf bakteri Salmonella tidak ditemukan. Uji kualitatif ini terdiri dari tahapan Pra pengayaan, pengaya selektif, isolasi Salmonella, dan uji biokimia (BAM, 2007).
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba dan Isolasi Salmonella spp. pada Ikan) 1. Kondisi Sampel Sampel diambil dari sepuluh pasar yang tersebar di Wilayah Bogor yang meliputi pasar tradisional dan pasar modern (supermarket). Masing-masing pasar, sampel yang diambil terdiri dari tiga jenis ikan yaitu ikan bawal, kembung, dan gurami. Ketiga jenis ikan ini adalah ikan yang termasuk diproduksi dalam jumlah tinggi di Indonesia (DKP, 2007). Jumlah seluruh ikan bawal sebanyak 10 ekor, ikan kembung, 10 ekor, sedangkan ikan gurami 9 ekor. Total seluruh ikan adalah 29 ekor. Jumlah ikan gurami tidak 10 ekor disebabkan oleh tidak adanya ketersedian ikan gurami pada salah satu pasar tradisional yaitu Pasar Induk. Tabel 9 menunjukkan kondisi penyimpanan ikan di berbagai pasar pada saat dilakukan pengambilan sampel. Tabel 9. Kondisi penyimpanan sampel ikan di pasar tradisional dan pasar modern Tempat Pasar Modern Pasar Modern Pasar Modern Pasar Tradisional Pasar Tradisional Pasar Tradisional
Jenis ikan
Jumlah sampel (n)
Kondisi sampel
Suhu penyimpanan Suhu refrigerator Suhu refrigerator Suhu refrigerator
Bawal
7
Segar
Kembung
7
Segar
Gurami
7
Segar
Bawal
3
Segar
Suhu ruang
Kembung
3
Segar
Suhu ruang
Gurami
2
Segar
Suhu ruang
Wadah penyimpanan Es Es Es Daun pisang/keramik Daun pisang/keramik Daun pisang/keramik
Skala usaha dari setiap jenis pasar berbeda yaitu pasar tradisional dan modern. Namun untuk jenis pasar yang sama skala usahanya seragam. Berbeda
34
dengan pasar modern, pasar tradisional memiliki skala usaha yang kecil. Sistem penjualan di pasar tradisional adalah stand-stand kecil kira-kira berukuran 3 x 3 meter. Pasokan ikan yang diperoleh para penjual di pasar tradisional umumnya berasal dari satu agen yang sama. Hal ini menunjukkan kualitas ikan berasal dari sumber yang sama. Begitu juga dengan metode penanganan oleh setiap penjual ikan, secara umum penanganan terhadap ikan juga sama. Ikan diletakkan diatas alas yang datar dengan lapisan daun pisang atau keramik. Selain itu, hal ini juga menunjukkan umur ikan pada setiap jenis pedagang adalah sama yaitu sejak ikan datang pada agen. Keseluruhan hal ini menjadi rutinitas setiap hari yang dilakukan oleh para pedagang ikan. Setiap jenis pasar, baik pasar tradisional maupun pasar modern memiliki kondisi penyimpanan dan penanganan yang berbeda-beda terhadap sampel. Kondisi penyimpanan menyangkut hal-hal antara lain: suhu penyimpanan, wadah penyimpanan, dan tata ruang penyimpanan. Kondisi penanganan merupakan kondisi penanganan ikan setelah sampai di tingkat penjual terakhir serta penanganan ikan selama masa penjajakan. Faktor ini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan ikan menjadi cepat busuk jika tidak ditangani dengan baik. Sampel yang telah dipilih dan dibeli selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik steril yang telah disiapkan sebelumnya. Sampel yang telah dimasukkan ke dalam plastik steril selanjutnya dimasukkan ke dalam cool bag. Sampel yang dibeli dari pasar modern, es batu diperoleh dengan cara meminta kepada penjual namun bila sampel dibeli dari pasar tradisional maka es batu dipersiapkan terlebih dahulu. Pemberian es batu dalam cool bag bertujuan untuk mengkondisikan sampel tetap berada dalam suhu rendah sehingga kesegaran ikan tetap terjaga serta pertumbuhan mikroba menjadi terhambat. Selain itu, pemberian es batu ke dalam cool bag juga bertujuan untuk menjaga lot mikroba awal tetap pada keadaan semula yaitu saat sampel dijual sehingga hasil analisis dapat menunjukkan jumlah mikroba awal saat penjualan. Setelah pengambilan sampel selesai dilakukan maka sampel segera di bawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis dalam laboratorium berupa analisis total mikroba dan analisis Salmonella. Analisis Salmonella hingga ke
35
tahap uji biokimia lanjutan kira-kira membutuhkan waktu enam hari sedangkan untuk analisis total mikroba waktu yang dibutuhkan adalah selama dua hari sejak hari pembelian sampel. 2. Total Mikroba Ikan Analisis total mikroba menunjukkan mutu mikrobiologi suatu bahan pangan. Mutu mikrobiologi perlu diketahui untuk melihat tingkat cemaran mikroba pada produk pangan tersebut. Hal ini menggambarkan total seluruh mikroba dalam bahan pangan tersebut sehingga dapat diketahui tingkat keamanannya untuk dikonsumsi selanjutnya. Jumlah total mikroba merupakan indikator kualitas bahan pangan yang mencerminkan mutu dan sebagai indikator daya simpan bahan pangan. Setiap bahan pangan memiliki syarat mutu tersendiri terhadap jumlah total mikroba termasuk ikan. Batas maksimum cemaran total mikroba pada ikan segar berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-2719-1992 adalah 5 x 105 cfu/gram atau sebesar 5.70 log cfu/gram. Rata-rata total mikroba ikan bawal yang berasal dari pasar modern adalah sebesar 6.47 log cfu/gram dimana total mikroba tertinggi sebesar 7.36 log cfu/gram dan yang terendah sebesar 5.41 log cfu/gram. Sementara itu ratarata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional adalah sebesar 7.01 log cfu/gram dimana total mikroba tertinggi sebesar 7.58 log cfu/gram dan yang terendah sebesar 6.10 log cfu/gram. Berdasarkan hasil uji statistik, rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional tidak berbeda signifikan dengan rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar modern untuk taraf 0.05. Berdasarkan hasil ini maka dari ketujuh pasar modern total mikroba ikan bawal segar yang sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar SNI 01-27191992 (≤ 5.70 log cfu/gram) adalah sebanyak dua supermarket (28.57 %) sedangkan lima supermarket lainnya tidak sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram). Berbeda dengan pasar modern, pada pasar tradisional jumlah total mikroba ikan bawal segar dari ketiga pasar tradisional seluruhnya tidak memenuhi standar mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram).
36
Gambar 3. Total mikroba pada ikan bawal yang berasal dari pasar tradisional dan modern
Rata-rata total mikroba ikan kembung yang berasal dari pasar modern adalah sebesar 5.54 log cfu/gram dimana jumlah total mikroba tertinggi adalah sebesar 6.23 log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 4.54 log cfu/gram. Sampel yang berasal dari pasar tradisional memiliki rata-rata total mikroba sebesar 6.79 log cfu/gram dimana jumlah total mikroba tertinggi adalah sebesar 7.39 log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 6.49 log cfu/gram. Berdasarkan hasil uji statistik, rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional berbeda signifikan dengan rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar modern untuk taraf 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa dari ketujuh pasar modern total mikroba ikan kembung segar yang sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar SNI 012719-1992 adalah sebanyak tiga supermarket (42.86 %) sedangkan empat supermarket lainnya tidak sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram). Pada pasar tradisional jumlah total mikroba ikan kembung segar dari ketiga pasar tradisional seluruhnya tidak memenuhi standar mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram). 37
Gambar 4. Total mikroba pada ikan kembung yang berasal dari pasar tradisional dan modern
Rata-rata total mikroba ikan gurami yang berasal dari pasar modern adalah sebesar 5.65 log cfu/gram dimana total mikroba tertinggi adalah sebesar 6.55 log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 4.51 log cfu/gram. Sementara rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional adalah sebesar 6.96 log cfu/gram dimana total mikroba tertinggi adalah sebesar 7.35 log cfu/gram dan yang terendah adalah sebesar 6.58 log cfu/gram. Berdasarkan hasil uji statistik, rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar tradisional tidak berbeda signifikan dengan rata-rata total mikroba yang berasal dari pasar modern untuk taraf 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa total mikroba ikan gurami segar yang sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar SNI 01-2719-1992 adalah sebanyak tiga supermarket (42,86 %) sedangkan empat supermarket lainnya tidak sesuai dengan persyaratan mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram). Sementara itu, jumlah total mikroba ikan gurami segar dari dua pasar tradisional seluruhnya tidak memenuhi standar mutu ikan segar (> 5.70 log cfu/gram). 38
Gambar 5. Total mikroba pada ikan gurami yang berasal dari pasar tradisional dan modern
Hasil analisis kuantitatif total mikroba dari setiap jenis ikan diatas menunjukkan bahwa berdasarkan persyaratan mutu ikan segar SNI 01-2729.11992 masih terdapat ikan yang jumlah total mikrobanya lebih dari 5 x 105 cfu/gram (> 5.70 log cfu/gram). Tidak hanya ikan yang berasal dari pasar tradisional, ikan yang berasal dari pasar modern, beberapa diantaranya masih tidak sesuai dengan SNI 01-2729-1992. Secara umum, sanitasi dan prosedur penanganan di pasar modern lebih baik dan terstandar. Hal yang diduga menjadi penyebabnya adalah adanya faktor lain yang menyebabkan kualitas ikan sebelum sampai di pasar modern sudah menurun. Nasran (1972) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan turunnya mutu ikan segar, yaitu cara penangkapan, faktor biologis, dan cara penanganan. Upaya yang dilakukan oleh setiap pasar modern untuk menjaga mutu ikan segar, hanya terbatas pada satu faktor saja yaitu cara penanganan dan hanya selama penjajakan saja. Selain itu, faktor lain adalah es batu yang digunakan sebagai alas ikan. Es batu yang digunakan menjadi faktor penyebab
39
kontaminasi silang terhadap ikan. Ikan yang telah lama/rusak akan meninggalkan cemaran bakteri pada alas es batu yang digunakan kembali sebagai alas ikan segar berikutnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartini, U. S. (2005) terhadap lima sampel es batu, diperoleh bahwa total mikroba yang terdapat pada es batu berkisar antara 6.1 x 102 sampai 9.8 x 103 cfu/ml, selain itu analisis yang lebih spesifik lagi terhadap spesies bakteri yang terdapat pada es batu menggunakan perangkat API 20E antara lain diperoleh E.coli (10 %), Enterobacter sp (10 %), Enterobacter cloacae (20 %), Pseudomonas sp (10 %), Citrobacter (10 %), dan Klebsiella (20 %), hasil penelitian ini menjadi dasar terhadap adanya dugaan kontaminasi yang berasal dari es batu terhadap ikan yang dijual. Dua faktor lain yaitu (cara penangkapan dan faktor biologis) inilah yang diduga menjadi penyebab rendahnya mutu ikan sebelum ikan sampai ke tangan penjual. Sementara itu, untuk pasar tradisional rendahnya mutu ikan diduga akibat dari buruknya penanganan dan cara penangkapan serta faktor biologis yang berasal dari ikan itu sendiri. Cara penanganan yang teramati pada pasar tradisional saat pengambilan sampel adalah ikan diletakkan di atas alas yang terbuat dari keramik atau daun pisang dan datar. Keadaan yang demikian membuat air yang digunakan untuk mencuci ikan tidak mengalir terbuang sepenuhnya melainkan sebagian menumpuk tergenang di atas alas disamping itu, air yang digunakan untuk mencuci ikan menggunakan air yang selama proses pengambilannya tidak memperhatikan higienitas yaitu menggunakan air rendaman ikan stock sehingga membuat kontaminasi silang sangat mungkin terjadi.
40
Tabel 10. Persentase kesesuaian mutu total mikroba pada tiga jenis ikan terhadap persyaratan mutu total mikroba ikan segar SNI 012719-1992 pasar modern dan pasar tradisional di wilayah Bogor. Jenis ikan Segar Ikan Bawal Ikan Kembung Ikan Gurami Keterengan :
Pasar Modern PK SNI ikan PT SNI ikan segar (%) segar (%)
Pasar Tradisional PK SNI ikan PT SNI ikan segar (%) segar (%)
28.57
71.43
0
100
42.86
57.14
0
100
42.86
57.14
0
100
PK SNI = Persentase kesesuaian PT SNI = Persentase ketidaksesuaian
3. Isolasi Salmonella spp. Salmonella merupakan bakteri umumnya berada dalam jumlah kecil dalam bahan pangan namun jumlah tersebut cukup untuk menimbulkan gejala sakit (Jenie dan Fardiaz, 1989). Salmonella merupakan salah satu bakteri patogen yang sering mengkontaminasi ikan segar (Frazier dan Westhoff, 1981). Salmonella merupakan bakteri yang dapat menyebabkan keracunan pangan. Analisis Salmonella dilakukan terhadap seluruh sampel. Analisis ini untuk mengisolasi dan meneliti terhadap keberadaan Salmonella. Analisis ini mengacu kepada metode BAM tahun 2007. Tahapan analisis Salmonella terdiri dari lima tahapan yaitu Pra pengayaan, Pengayaan selektif, isolasi Salmonella, uji biokimia awal, dan uji biokimia lanjutan. Tahap Pra pengayaan merupakan tahapan pengayaan Salmonella yang bertujuan untuk mengembalikan Salmonella yang berada dalam keadaan injury agar kembali dalam keadaan sehat serta memperkayanya. Media yang digunakan dalam tahap ini adalah Lactose Broth (LB), dimana sebanyak 25 gram sampel dimasukkan ke dalam 225 ml Lactose Broth steril. Hasil tahap Pra pengayaan yaitu dengan menginkubasi 25 gram ikan segar selama 24 ± 2 jam pada suhu 37oC pada media Lactose broth membuat media tersebut menjadi keruh. Kekeruhan ini menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme yang tumbuh pada media.
41
A
B
C
Gambar 6. Hasil inkubasi sampel homogenat ikan segar A. Kembung. B. Gurami. C. Bawal. selama 24 ± 2 jam pada suhu 37oC pada media Lactose Broth.
Tahapan kedua dalam analisis Salmonella adalah Pengayaan selektif dimana sebanyak 1 ml hasil inkubasi Lactose Broth (LB) dimasukkan ke dalam Tetrathionate Broth (TTB) dan 0,1 ml ke dalam Rappaport Vassiliadis (RV). Masing-masing media baik Rappaport Vassiliadis (RV) maupun Tetrathionate Broth (TTB) berfungsi sebagai media penyeleksi terhadap bakteri bukan Salmonella serta sekaligus memperkaya bakteri Salmonella itu sendiri. Dalam media Rappaport Vassiliadis (RV) terdapat senyawa magnesium klorida dan malachite green dengan pH rendah (5,2 ± 2) yang berfungsi menghambat pertumbuhan mikroba alami (selective media) yang berasal dari saluran pencernaan selain Salmonella (D’Aoust, 1989). Disamping itu, Rappaport Vassiliadis (RV) mengandung soy peptone yang berfungsi sebagai sumber nitrogen, karbon, dan asam amino bagi Salmonella (Oxoid Manual, 1995) (enrichment media). Dalam media Tetrathionate Broth (TTB), terdapat senyawa garam empedu yang berfungsi sebagai senyawa selektif yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Selain garam empedu, senyawa selektif lain yang terkandung dalam TTB adalah natrium tiosulfat dan tetrationat yang terbentuk akibat penambahan iodin dan kalium iodida (I2KI), dimana skedua senyawa ini berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri koliform. Enzim tetrationat reduktase pada media TTB dapat membuat Salmonella dapat tetap
42
tumbuh yaitu denga cara meningkatkan daya tahan Salmonella terhadap efek toksik dari tetrationat (Oxoid Manual, 1995). Keseluruhan sampel yang diuji ke tahap kedua yaitu inkubasi sampel ikan segar pada media RV dan TTB dari media LB yang telah diinkubasi membuat media menjadi keruh. Kekeruhan menunjukkan adanya aktivias mikroorganisme yang tumbuh pada media. Berdasarkan Oxoid Manual (1995) maka bakteri yang mampu tumbuh pada media RV dan TTB memiliki dugaan yang semakin kuat terhadap Salmonella.
Gambar 7. Hasil Positif Inkubasi Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media LB pada Media TTB (kiri) dan RV (kanan)
Tahap ketiga analisis Salmonella adalah isolasi Salmonella yaitu dengan menggoreskan hasil positif uji tahap dua secara kuadran ke tiga media spesifik yaitu Hektoen Enteric Agar (HEA), Xylose Desoxycholate Agar (XLDA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 24±2 jam. Setelah inkubasi hasil positif akan menunjukkan tumbuhnya koloni tipikal. Koloni tipikal pada masing-masing media memiliki ciri-ciri tersendiri. Media HEA, koloni tipikal berwarna biru kehijauan dengan atau tanpa titik hitam di bagian tengahnya. Pada media XLDA, koloni tipikal berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam di bagian tengahnya. Sedangkan pada media BSA, koloni tipikal berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna coklat pada
43
awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi, yang dinamakan halo effect (BAM, 2007).
B A
Gambar 8. Hasil Goresan Kuadran pada Media XLDA Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A. Koloni Tipikal Salmonella (Pink) dan B. Koloni Atipikal Salmonella (Kuning).
B A
Gambar 9. Hasil Goresan Kuadran pada Media HEA Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A. Koloni Tipikal Salmonella (Hijau Muda) dan B. Koloni Atipikal Salmonella (Kuning).
44
A
Gambar 10. Hasil Goresan Kuadran pada Media BSA Sampel Ikan Segar yang Berasal dari Media Pengaya Selektif yang Telah Diinkubasi A. Koloni Tipikal Salmonella (Hijau Muda).
Berdasarkan hasil isolasi pada ketiga media, ternyata diperoleh hasil koloni tipikal terbanyak adalah sampel yang berasal dari RV yang digoreskan pada media BSA dan XLDA. Dari 29 sampel yang digores kuadran, koloni tipikal yang terbentuk sebanyak 27. Jumlah koloni tipikal yang tumbuh paling paling sedikit adalah sampel yang berasal dari RV yang digorekan pada media XLDA. Tabel 11. Jumlah sampel terhadap koloni tipikal yang tumbuh pada media isolasi Salmonella (HEA, XLDA, BSA)
Media
XLDA
BSA
HEA
RV
4 Sampel
22 Sampel
5 Sampel
TTB
27 Sampel
27 Sampel
26 Sampel
Koloni terpilih selanjutnya diinokulasikan pada media agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) sebagai uji biokimia awal. Pengamatan pada TSIA dan LIA diamati setelah sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 ± 2°C. Ciri-ciri hasil positif pada TSIA ditandai dengan adanya reaksi basa pada permukaan yaitu dengan terbentuknya warna merah pada permukaan dan warna kuning pada bagian dasar dengan atau tanpa warna hitam di bagian dasar tabung dan gas pada agar (BAM, 2007). Reaksi basa merupakan hasil fermentasi Salmonella terhadap glukosa yang jumlahnya
45
terbatas dalam media. Keterbatasan ini membuat Salmonella akhirnya menggunakan pepton sebagai sumber energi yang mengakibatkan hasil sampingan
berupa
basa (warna
merah).
Warna hitam pada
media
mengindikasikan bahwa bakteri membentuk H2S. Hal ini disebabkan kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi. Sementara itu hasil positif dari uji biokimia pada LIA memiliki ciri-ciri yaitu adanya reaksi basa pada bagian permukaan (berwarna ungu) dengan atau tanpa warna hitam pada bagian dasar tabung (menghasilkan H2S) dan gas pada agar (BAM, 2007). Reaksi basa terjadi akibat dekarboksilasi lisin menjadi amin kadaverin oleh Salmonella yang hasilnya ditunjukkan dengan berubahnya pH bromkresol ungu menjadi warna ungu.
A Gambar 11.
B
A
Hasil Positif Goresan Tusuk Koloni Tipikal yang Berasal dari Goresan Kuadran Media Isolasi pada Media TSIA A. (Disertai Pembentukan H2S (Hitam)) dan B. (Tanpa Disertai Pembentukan H2S).
46
A Gambar 12.
B
A
Hasil Positif Goresan Tusuk Koloni Tipikal yang Berasal dari Goresan Kuadran Media Isolasi pada Media LIA A. (Disertai Pembentukan H2S (Hitam)) dan B. (Tanpa Disertai Pembentukan H2S).
Setelah TSIA dan LIA diinkubasi, tumbuh berbagai koloni yang menghasilkan hasil uji biokimia yang berbeda-beda. Tabel 12 menunjukkan persentase koloni yang diduga positif Salmonella terhadap hasil positif uji biokimia awal pada media TSIA dan LIA. Tabel 12 memperlihatkan bahwa media selektif (RV dan TTB) yang paling banyak menghasilkan hasil positif uji biokimia adalah sampel yang ditumbuhkan pada media RV. Walaupun jumlah koloni tipikal pada media HEA, XLDA, dan BSA yang tumbuh pada media RV relatif lebih sedikit dibandingkan TTB, namun persentase hasil positif pada uji biokimia awal (TSIA dan LIA) ternyata lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa selektifitas pada media RV terhadap bakteri bukan Salmonella lebih baik dibandingkan TTB. Bahkan hasil uji biokimia awal pada koloni tipikal yang berasal dari XLDA semuanya menghasilkan hasil positif (100%). Sementara dari HEA (60%), dan BSA (36.36%).
47
Tabel 12. Persentase koloni tipikal dan atipikal terhadap jumlah sampel yang tumbuh pada media isolasi serta persentase positif dugaan Salmonella setelah koloni tipikal diuji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA. %Positif
%Positif
TSIA LIA
TSIA LIA
100
4
100
75.86
24.14
8
36.36
29
17.24
100
3
60
27
29
93.10
100
5
18.52
BSA
27
2
93.10
6.90
3
11.11
HEA
26
29
89.65
100
3
11.54
Media
RV
TTB
Tipikal
Atipikal
%Tipikal
%Atipikal
XLDA
4
29
13.79
BSA
22
7
HEA
5
XLDA
Berbeda dengan RV, TTB merupakan Pengayaan selektif media dengan kemampuan daya tumbuh yang sangat baik untuk Salmonella. Hal ini terbukti dengan banyaknya koloni tipikal yang tumbuh pada media isolasi (XLDA, BSA, dan HEA) dari 29 sampel yang dianalisis hampir seluruhnya tumbuh koloni tipikal pada media isolasi (XLDA, BSA, dan HEA). Namun bila melihat dari hasil uji biokimia awal pada TSIA dan LIA ternyata sedikit sekali yang menunjukkan hasil positif, tidak lebih dari 20%. Hal ini menunjukkan selektifitas terhadap bakteri bukan Salmonella oleh media TTB sangat rendah namun mempunyai daya tumbuh yang sangat baik, lebih baik dibandingkan RV. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh Sylviana (2008) yang menerangkan bahwa untuk mendeteksi Salmonella pada 40 sampel karkas ayam, diketahui bahwa media RV (68,52%) lebih efektif dibandingkan dengan media TTB (23,33%). Pada media isolasi, persentase tertinggi terhadap hasil positif uji biokimia awal adalah media Xylose Desoxycholate Agar (XLDA) baik yang berasal dari RV maupun TTB. Persentase pada XLDA yang berasal dari RV bahkan mencapai 100% sedangkan dari TTB persentasenya hanya 18.52%, walaupun demikian nilai ini adalah yang tertinggi dibandingkan yang berasal dari BSA dan HEA yang hanya bernilai 11.11% dan 11.54%. Hasil ini sesuai dengan ISO 6579 : 2002 yang menerangkan bahwa XLDA merupakan media 48
agar selektif paling utama dalam mendeteksi Salmonella. Dalam media XLDA terdapat senyawa sodium desoksikolat dan natrium tiosulfat sebagai senyawa selektif yang menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Selain itu hasil ini juga menunjukkan bahwa media Pengayaan selektif yang paling baik dalam memperkaya bakteri Salmonella dan menyeleksi bakteri bukan Salmonella adalah Rappaport Vassiliadis (RV).
Gambar 13. Persentase Hasil Positif Uji Biokimia Awal Berdasarkan Koloni Tipikal yang Berasal dari Media Isolasi (HEA, XLDA, dan BSA)
Setelah uji biokimia dilakukan, tahap selanjutnya adalah uji biokimia lanjutan yaitu dengan melihat hasil uji terhadap Urea Broth, uji biokimia lanjutan berfungsi untuk melihat bakteri yang terpilih apakah menghasilkan urease atau tidak. Bakteri Salmonella tidak menghasilkan urease (urease negatif) (Bell dan Kyriakides, 2003). Urease positif ditunjukkan dengan berubahnya warna Urea Broth dari kuning (pH 6,8) menjadi merah atau merah muda (pH 8,1), sementara urease negatif ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna pada media (tetap kuning). Gambar 14 adalah contoh hasil
49
positif dan negarif Urea Broth setelah diinkubasi selama 24 ± 2 jam pada suhu 35oC.
A
B
B
Gambar 14. Hasil Inkubasi Koloni Positif TSIA atau LIA pada Media Urea Broth A. Dugaan Positif Salmonella (Kuning) dan B. Dugaan Negatif Salmonella (Pink).
Hasil uji biokimia lanjutan menunjukkan bahwa dari 26 tabung yang positif pada uji biokimia awal terdapat 20 tabung yang positif pada uji biokimia lanjutan. Hasil positif uji biokimia awal sebanyak 26 tabung berasal dari 14 sampel. Selanjutnya seluruh 26 tabung ini diuji ke tahap uji biokimia lanjutan. Hasilnya, dari 26 tabung yang diuji terdapat 20 tabung yang negatif urease sehingga disimpulkan sebagai dugaan positif Salmonella. Seluruh dugaan positif sebanyak 20 tabung ini berasal dari 9 sampel.
50
Tabel 13. Hasil positif dugaan Salmonella isolat bakteri pada uji biokimia lanjutan (Urea Broth) terhadap isolat bakteri dugaan Salmonella uji biokimia awal (TSIA dan LIA). Jumlah Tabung
Jumlah Tabung
Positif TSIA LIA
Positif Urea Broth
XLDA
4
4
BSA
8
4
HEA
3
3
XLDA
5
4
BSA
3
2
HEA
3
3
26
20
Media
RV
TTB
Jumlah Total Tabung
Hasil dari 20 tabung positif uji biokimia lanjutan yang berasal dari 9 sampel menunjukkan bahwa terdapat beberapa sampel yang memiliki hasil tabung positif lebih dari satu setelah diuji pada uji biokimia lanjutan. Setelah uji biokimia lanjutan, selanjutnya dilakukan uji konfirmasi spesifik terhadap bakteri Salmonella menggunakan perangkat API 20E. Namun dari 20 tabung yang positif pada uji biokimia lanjutan, dipilih 9 tabung yang mewakili masingmasing sampel. Sylviana (2008) menerangkan bahwa probabilitas tertinggi terhadap dugaan positif bakteri Salmonella adalah koloni tipikal yang berasal dari media HEA. Pembatasan mengenai jumlah sampel yang akan diuji konfirmasi API 20E adalah karena keterbatasan alat dan media yang ada. Sehingga penentuan uji konfirmasi API 20E didasarkan atas probabilitas tertingga dugaan positif bakteri Salmonella. Selain itu, disamping didasarkan atas penelitian yang dilakukan Sylviana (2008), penentuan sampel uji yang akan dilakukan uji konfirmasi API 20E dilakukan satu uji tambahan yaitu dengan Chromogenic media, hasilnya dari 9 sampel yang diananalisis terdapat 5 sampel yang negatif dugaan Salmonella sehingga sampel yang diuji konfirmasi API 20E adalah sebanyak 4 sampel.
51
Tabel 14. Hasil uji chromegenic media terhadap isolat bekteri yang berasal dari sampel yang diduga positif Salmonella hingga tahap uji biokimia lanjutan.
Ket :
Sampel
Kode
Kesimpulan
Kembung GTY
6
Negatif
Gurami GTY
27
Positif
Kembung PSA
J
Negatif
Bawal PSB
110
Negatif
Gurami PSB
100
Positif
Kembung PSI
121
Negatif
Kembung GPJ
149
Positif
Gurami GPJ
166
Positif
Bawal GSB
137
Negatif
GTY : Giant Taman Yasmin GPJ : Giant Padjajaran GSB : Giant Sindang Barang PSA : Pasar Anyar PSB : Pasar Bogor
Gambar 15. Hasil Positif Goresan Kuadran Koloni Dugaan Positif Salmonella yang Berasal dari Media TSIA pada Media Kromogenik setelah Inkubasi pada Suhu 37oC Selama 24 ± 2 Jam.
52
Gambar 16. Hasil Positif Goresan Kuadran Koloni Dugaan Negatif Salmonella yang Berasal dari Media TSIA pada Media Kromogenik setelah Inkubasi pada Suhu 37oC Selama 24 ± 2 Jam.
Chromogenic media (Oxoid Salmonella Chromogenic Media II (OSCM II)) merupakan media selektif terhadap kebanyakan bakteri non-Enterobacter. Beberapa spesies bakteri Enterobacter sendiri dan sedikit bakteri lain yang mampu tumbuh pada media ini yaitu spesies yang memiliki enzim Caprylate esterase (Oxoid, 2008). Enzym Caprylate esterase hanya dimiliki oleh Klebsiella, Enterobacter, dan Proteus. Prinsipnya, OSCM II merupakan media yang mengandung senyawa inhibigen yang terdiri dari dua komponen yaitu magenta-caprylate dan X-βglucopyranoside. Senyawa inhibigen ini tidak toksik terhadap bakteri dan hanya dapat dipecah oleh enzim spesifik (Caprylate esterase). Ketika masuk ke dalam sel, senyawa inhibigen ini dipecah dan molekul pecahannya akan dikeluarkan dari sel (free inhibitor). Senyawa pecahan ini akan menghambat replikasi sel bakteri tersebut namun tidak membunuhnya. Selain itu, senyawa pecahan ini tidak dapat diambil oleh bakteri lain (Oxoid, 2008). Perbedaan Salmonella dengan bakteri lain yang mampu tumbuh pada media OSCM II adalah metabolisme dari senyawa inhibigen tersebut (magentacaprylate
dan
X-β-glucopyranoside).
Enzim
Caprylate
esterase
pada
Salmonella akan memecah senyawa inhibigen dan melepaskannya sebagai purple chromophore sehingga sel Salmonella yang tumbuh akan berwarna ungu. Berbeda dengan bakteri bukan Salmonella, bakteri ini akan memecah Xβ-glucopyranoside sebagai β-glucosidase yang menyebabkan warna biru atau
53
biru tua. Sehingga koloni bukan Salmonella yang tumbuh akan berwarna biru atau biru tua (Oxoid, 2008). Sampel yang telah ditentukan sebagai dugaan terbesar terhadap bakteri Salmonella selanjutnya disimpan dalam media Nutrient Agar (NA) miring sebagai kultur yang siap dianalisis. Penyimpanan kultur dilakukan pada suhu rendah, yaitu disimpan dalam refrigerator. Selama uji konfirmasi belum dilakukan, kultur disegarkan kembali ke dalam media Nutrient Agar (NA) miring setiap dua minggu. 4. Hasil Uji Konfirmasi API 20E Uji API 20E merupakan metode uji konfirmasi lanjutan untuk menentukan secara spesifik spesies suatu bakteri. Uji API 20E merupakan uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri enterik batang gram negatif. Setiap strip terdiri dari 20 kompartemen yang harus diisi dengan suspensi bakteri (BAM, 2008). Setelah inkubasi, setiap kompartemen/tabung akan mengalami perubahan warna akibat adanya perubahan pH. Beberapa tabung membutuhkan reagen tertentu untuk mengidentifikasinya (BAM, 2008). Sampel uji sebanyak empat tabung, masing-masing digores ke dalam media Nutrient Agar (NA) cawan terlebih dahulu untuk mendapat koloni terpisah. Setelah itu sebanyak ± 3 koloni diambil dan dimasukkan ke dalam 5 ml larutan fisiologis. Selanjutnya pengencer tersebut dimasukkan ke dalam setiap tabung pada strip API 20E dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 ± 2 jam. Beberapa tabung tertentu diberi reagen tersendiri setelah inkubasi sebelum pengamatan dan dibiarkan selama 10 menit. Gambar 17 menunjukkan hasil uji API 20E setelah inkubasi dan pemberian reagen.
Gambar 17. Hasil Positif Salmonella spp. Sampel Ikan Segar (Atas) dan Hasil Negatif Salmonella spp. Sampel Ikan Segar (Bawah) setelah Inkubasi pada Suhu 37oC Selama 24 ± 2 Jam dan Pemberian Reagen.
54
Berdasarkan hasil pengujian menggunakan software terhadap hasil pengamatan sampel setelah uji API 20E. Pengujian terhadap empat sampel, tiga diantaranya positif Salmonella dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sampel dengan kode 100, 149, dan 166 positif Salmonella spp. dengan tingkat kemurnian masing-masing sebesar 88.8%, 89.4%, dan 95.1%. Dari keempat sampel yang diuji seluruhnya termasuk ke dalam excellent identification karena persentase kemurnian yang diperoleh sangat tinggi walaupun satu diantaranya bukan Salmonella spp. Berikut tabel 15 menunjukkan persentase hasil uji konfirmasi API 20E. Tabel 15. Kesimpulan hasil identifikasi API 20E terhadap sampel dugaan positif Salmonella. Persentase
Sumber
Kode Sampel
Hasil Identifikasi
Gurami GTY
27
Pseudomonas aeruginosa
96.6
Gurami PSB
100
Salmonella spp.
88.8
Kembung GPJ
149
Salmonella spp.
89.4
Gurami GPJ
166
Salmonella spp.
95.1
Ket :
Identifikasi (%)
GTY : Giant Taman Yasmin GPJ : Giant Padjajaran PSB : Pasar Bogor
Hasil isolasi Salmonella spp. dari keempat sampel yang diuji ternyata hasil positif Salmonella lebih banyak berasal dari pasar modern (supermarket), padahal bila dilihat dari segi sanitasi dan higienitas pasar tradisional jauh lebih buruk dibandingkan dengan pasar modern (supermarket). Kemungkinan ini didasarkan atas beberapa faktor yaitu bahwa kondisi yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri Salmonella spp. oleh bakteri lain sangat rendah seperti adanya bakteri-bakteri pembusuk dan bakteri asam laktat yang merupakan salah satu faktor penghambat pertumbuhan Salmonella. Ray (2001) menjelaskan bahwa bakteri Salmonella tidak dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri yang umum terdapat di dalam makanan. Pada pasar tradisional cemaran bakteri
55
lain sangat tinggi dibandingkan dengan pasar modern. Hal ini terbukti dalam penelitian sebelumnya mengenai total mikroba dimana dari keseluruhan sampel yang diuji rata-rata total mikroba pada sampel yang berasal dari pasar tradisional semuanya lebih tinggi dari pasar modern (supermarket). B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pengukusan Terhadap Salmonella dan Total Mikroba) 1. Total Mikroba Bumbu Pepes Bumbu pepes merupakan bahan yang ditambahkan untuk meningkatkan citarasa. Bumbu pepes terdiri dari rempah-rempah yang memiliki senyawa antimikroba
dan
bersifat
fungisidal
(membunuh
kapang),
fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan sebagainya (Fardiaz et al, 1987). Bumbu pepes yang diambil sebagai sampel adalah bumbu pepes curah yang umum dijual di pasar tradisional. Sampel diuji sebanyak tiga kali ulangan dimana setiap ulangan dilakukan pengenceran sebanyak dua kali (duplo). Analisis yang dilakukan adalah analisis kuantitatif total mikroba (AOAC, 1990). Hasil pengujian menunjukkan rata-rata total mikroba bumbu pepes adalah sebesar 6.75 log cfu/gram. Pada ulangan pertama diperoleh total mikroba sebesar 6.81 log cfu/gram, pada ulangan kedua sebesar 6.04 log cfu/gram, dan pada ulangan ketiga sebesar 6.97 log cfu/gram. Tabel 16 menunjukkan hasil pengujian total mikroba bumbu pepes. Tabel 16. Hasil pengujian total mikroba bumbu pepes Sampel
Bumbu
Ulangan
Total Mikroba (cfu/gram)
I
6.4 x 106
II
1.1 x 106
III
9.4 x 106
Rata-rata
5.6 x 106
Log Rata-rata
6.75 56
2. Ketahanan Bakteri Salmonella terhadap Proses Pengukusan Sampel yang digunakan sebagai uji ketahanan Salmonella terhadap proses pengukusan adalah ikan kembung. Ikan kembung merupakan ikan yang umum dijadikan ikan pepes dibandingkan gurami dan bawal. Selain itu, ikan kembung juga hanya merupakan sampel indikator uji terhadap perlakuan. Perlakuan yang diujikan terhadap uji ketahanan bakteri Salmonella adalah dengan penambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu pepes setelah sebelumnya ikan dikontaminsi terlebih dahulu dengan kultur murni bakteri Salmonella dengan tingkat kontaminsi tinggi 105 cfu/gram. Kontaminasi dilakukan dengan cara melumuri ikan dengan cairan bakteri pengkontaminasi lalu dibiarkan selama 30 menit untuk memberi kesempatan kepada bakteri agar menempel pada sampel (Sylviana, 2008). Perlakuan terhadap proses pengukusan dilakukan selama 30 menit dimulai pada menit ke-0 selanjutnya pengujian dilakukan setiap interval 15 menit yaitu dari menit ke-0, hingga menit ke-30. Pengukusan dilakukan setelah suhu air kukusan sudah mendidih dan mengeluarkan uap sehingga ikan yang di masukkan adalah ikan yang masuk ke dalam sistem pengolahan yang sudah bersuhu 100oC. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dan masingmasing analisis adalah duplo. Analisis kuantitatif Salmonella dilakukan dengan menumbuhkannya pada media agar Hektoen Enteric Agar (HEA). HEA merupakan media tumbuh bakteri Salmonella yang paling baik dalam menumbuhkan Salmonella (Sylviana, 2008). Salmonella yang tumbuh pada media agar Hektoen Enteric Agar (HEA) adalah Salmonella dengan ciri-ciri koloni tipikal yang tumbuh sesuai dengan ciri-ciri koloni tipikal kultur murni pengkontaminasi. Kesesuaian ini menunjukkan Salmonella yang tumbuh merupakan Salmonella yang berasal dari
kultur
pengkontaminasi
sehingga
penurunan
jumlah
Salmonella
pengkontaminasi dapat dihitung. Selain itu, pada dasarnya Salmonella tidak dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri yang umum terdapat di dalam makanan (Ray, 2001). Oleh karena itu bakteri Salmonella yang berasal dari dalam bahan pangan untuk pengujiannya membutuhkan media pengaya terlebih dahulu. Bakteri koloni tipikal yang tumbuh pada media dapat 57
dipastikan
merupakan
bakteri
Salmonella
yang
berasal
dari
kultur
pengkontaminasi. Adapun ciri-ciri koloni tipikal kultur pengkontaminasi adalah berwarna hijau muda dengan titik hitam dibagian tengahnya. Pada perlakuan tanpa bumbu, jumlah Salmonella setelah kontaminasi (menit ke-0) rata-rata berjumlah 4.62 log cfu/gram. Namun setelah dikukus dan dianalisis secara kuantitatif Salmonella sudah tidak ada hingga pengenceran terendah. Pada menit ke-15 dan ke-30 tidak terdapat satupun koloni tipikal yang tumbuh. Tabel 17 menunjukkan hasil pengujian terhadap jumlah Salmonella setelah pengukusan. Tabel 17. Hasil analisis kuantitatif Salmonella sampel ikan tanpa bumbu pada setiap waktu pengukusan. Waktu Pengukusan
Total Salmonella (cfu/gram)
Rata-rata
(menit)
Ulangan I
0'
3.1 x 104
< 1 x 104
5.2 x 104
4.2 x 104
15'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
30'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
Ulangan II Ulangan III
(cfu/gram)
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa pengukusan sejak 15 menit pertama sudah tidak ada lagi koloni tipikal yang tumbuh padahal jumlah total Salmonella awal setelah kontaminasi mencapai 4.2 x 104 cfu/gram. Suhu pengukusan yang dilakukan mencapai 100oC, suhu ini cukup untuk membunuh Salmonella. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay et al, 2005) melaporkan bahwa Salmonella sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Data ini menunjukkan bahwa penurunan Salmonella secara kuantitatif dapat terlihat sejak 15 menit pertama pengukusan. Menit ke-15 dan ke-30 sudah tidak ada lagi satupun koloni tipikal yang tumbuh. Terlebih lagi bila pengukusan dilakukan lebih lama. Secara kuantitatif, tidak terdapatnya bakteri Salmonella yang tumbuh diduga karena limit deteksi terhadap metode analisis kuantitatif yang digunakan. Kemungkinan ini didasarkan atas tidak terambilnya sel Salmonella dalam pengencer saat akan diplating atau diambil untuk pengenceran
58
berikutnya. Hal ini karena Salmonella yang ada jumlah sudah sangat sedikit akibat proses perlakuan pengukusan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Trivedi et al, (2008) bahwa proses steam yang umum dilakukan di rumah tangga mampu menurunkan total bakteri Listeria monocytogenes sebanyak 7.61-3.23 log cfu/cm2 dengan lama waktu steam yang dilakukan adalah 30-180 detik. Penelitian Trivedi et al, (2008) adalah dengan cara melakukan mengkontaminasi kulit pada daging babi dengan kultur bakteri Listeria monocytogenes sebanyak 7.61-5.75 log cfu/cm2. Selain itu, dugaan lain adalah bahwa baketri Salmonella belum sepenuhnya mati melainkan dalam keadaan injury sehingga analisis kualitatif perlu dilakukan. Uji kualitatif yang dilakukan adalah uji terhadap sampel yang memiliki dugaan tertinggi terhadap masih adanya Salmonella injury. Sampel yang ambil untuk uji kualitatif adalah sampel yang mengalami perlakuan pengukusan untuk waktu yang paling singkat yaitu pada 15 menit pertama pengukusan. Analisis kualitatif yang dilakukan meliputi tahap Pra pengayaan, Pengayaan selektif, Agar selektif, dan uji biokimia sebanyak tiga kali ulangan. Tabel 18. Hasil goresan kuadran isolat bakteri sampel ikan tanpa bumbu pada media Agar selektif setelah dikukus selama 15 menit. Ulangan I
II
III
Media
RV
TTB
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Tipikal (Pink tanpa titik hitam); kode (1)
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Steril
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Atipikal
Steril
XLDA
Atipikal dan Tipikal (Pink tanpa titik hitam); kode (2)
Steril
Analisis kualitatif hingga tahap Agar selektif hampir tidak menunjukkan adanya bakteri. Bahkan goresan pada Agar selektif yang berasal dari media TTB tidak ada satupun koloni yang tumbuh baik tipikal maupun atipikal. Sementara goresan yang berasal dari media RV pada dua kali ulangan tumbuh 59
koloni tipikal. Hasil ini masih perlu diuji lagi pada tahap uji biokimia pada media TSIA dan LIA miring. Tabel 19 menunjukkan hasil uji biokimia. Tabel 19. Hasil uji biokimia koloni tipikal sampel ikan tanpa bumbu. TSIA Sampel
LIA
Kode
Dugaan Atas
Bawah
Gas
H2S
Atas
Bawag
Gas
H2S
UI
1
B
A
-
-
B
B
-
-
+
U III
2
A
A
-
-
B
A
-
-
-
Ket :
A : Asam (Kuning pada TSIA; Merah pada LIA) B : Basa (Merah pada TSIA; Ungu pada LIA)
Hasil uji biokimia menunjukkan adanya hasil positif pada satu sampel yaitu pada ulangan pertama. Dari tiga kali ulangan yang dilakukan terdapat satu ulangan yang positif. Persentase keberadaan Salmonella hingga 15 menit waktu pengukusan adalah sebesar 33.33%, sehingga untuk 15 menit selanjutnya sudah dapat dipastikan bahwa ikan pepes aman terhadap bakteri patogen Salmonella. Uji kualitatif ini juga menunjukkan bahwa media Pengayaan selektif yang paling baik dalam memperkaya bakteri Salmonella dan menyeleksi bakteri bukan Salmonella adalah Rappaport Vassiliadis (RV). Sementara itu, media selektif yang baik dalam menumbuhkan bakteri Salmonella adalah Xylose Desoxycholate Agar (XLDA). Hal ini terbukti dengan tumbuhnya bakteri baik tipikal maupun atipikal hanya pada XLDA. Perlakuan yang kedua adalah dengan penambahan bumbu. Bumbu ditambahkan ke ikan setelah ikan dikontaminasi dengan kultur murni Salmonella sebanyak ± 105 cfu/gram dan dibiarkan selama 30 menit untuk memberi kesempatan kepada bakteri untuk menempel pada sampel (Sylviana, 2008). Penambahan bumbu terhitung sebagai menit ke-0 pengukusan selanjutnya sampel dianalisis total Salmonella-nya setiap interval 15 menit hingga menit ke-30. Pada perlakuan dengan bumbu, jumlah Salmonella setelah kontaminasi (menit ke-0) rata-rata berjumlah 2.72 log cfu/gram. Namun setelah dikukus dan dianalisis secara kuantitatif Salmonella tidak ada hingga pengenceran terendah. Pada menit ke-15 dan ke-30 tidak terdapat satupun koloni tipikal yang tumbuh. 60
Tabel 20 menunjukkan hasil pengujian terhadap jumlah Salmonella setelah pengukusan. Tabel 20. Hasil analisis kuantitatif Salmonella sampel ikan dengan bumbu pada setiap waktu pengukusan. Waktu Pengukusan
Total Salmonella (cfu/gram)
Rata-rata
(menit)
Ulangan I
0'
3.4 x 102
5.7 x 102
6.5 x 102
5.2 x 102
15'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
30'
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
< 1 x 101
Ulangan II Ulangan III
(cfu/gram)
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa pada perlakuan dengan bumbu ini pun, pengukusan sejak 15 menit pertama sudah tidak terdapat koloni tipikal yang tumbuh padahal jumlah total Salmonella awal setelah kontaminasi mencapai 5.2 x 102 cfu/gram. Suhu pengukusan yang dilakukan mencapai 100oC, suhu ini cukup untuk membunuh Salmonella. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay et al, 2005) melaporkan bahwa Salmonella sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Data ini menunjukkan bahwa penurunan Salmonella secara kuantitatif dapat terlihat sejak 15 menit pertama pengukusan. Menit ke-15 dan ke-30 sudah tidak ada lagi satupun koloni tipikal yang tumbuh. Terlebih lagi bila pengukusan dilakukan lebih lama. Sama seperti analisis sebelumnya, tidak adanya bakteri Salmonella yang tumbuh tidak berarti Salmonella sepenuhnya mati, dugaan terhadap adanya bakteri Salmonella injury dan faktor limit deteksi menjadi bahan pertimbangan. Uji kualitatif dilakukan pada sampel yang diduga paling tinggi probabilitasnya terhadap keberadaan Salmonella injury yaitu pada menit ke-15 pengukusan. Analisis kualitatif yang dilakukan meliputi tahap Pra pengayaan, Pengayaan selektif, Agar selektif, dan uji biokimia sebanyak tiga kali ulangan.
61
Tabel 21. Hasil goresan kuadran isolat bakteri sampel ikan dengan bumbu pada media Agar selektif setelah dikukus selama 15 menit. Ulangan
I
II
III
Media
RV
TTB
BSA
Steril
Steril
HEA
Atipikal dan Tipikal (Hijau muda tanpa titik hitam); kode (3)
Steril
XLDA
Atipikal dan Tipikal (Pink tanpa titik hitam); kode (4)
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Atipikal
Steril
BSA
Steril
Steril
HEA
Steril
Steril
XLDA
Steril
Steril
Pada perlakuan dengan bumbu juga menunjukkan hasil yang serupa, analisis kualitatif hingga tahap Agar selektif, hampir tidak menunjukkan adanya bakteri. Bahkan goresan pada Agar selektif yang berasal dari media TTB tidak ada satupun koloni yang tumbuh baik tipikal maupun atipikal. Sementara goresan yang berasal dari media RV pada dua kali ulangan masih terdapat bakteri yang tumbuh namun salah satunya hanya berupa koloni atipikal. Hasil ini masih perlu diuji lagi pada tahap uji biokimia dengan media TSIA dan LIA miring. Tabel 22. Hasil uji biokimia koloni tipikal sampel ikan tanpa dengan bumbu. TSIA Sampel
LIA
Kode
Dugaan Atas
Bawah
Gas
H2S
Atas
Bawah
Gas
H2S
UI
3
A
A
-
-
B
A
-
-
-
UI
4
A
A
-
-
B
B
-
-
-
Ket :
A : Asam (Kuning pada TSIA; Merah pada LIA) B : Basa (Merah pada TSIA; Ungu pada LIA)
62
Berbeda dengan perlakuan tanpa bumbu, perlakuan dengan bumbu ternyata tidak ada satupun hasil uji yang menunjukkan hasil positif terhadap uji biokimia. Dari dua koloni tipikal yang tumbuh baik pada media HEA maupun XLDA, keduanya menghasilkan hasil negatif pada TSIA. Hal ini menunjukkan bahwa bumbu memiliki pengaruh tersendiri dalam menghambat bakteri Salmonella. Bumbu pepes terdiri dari rempah-rempah yang memiliki senyawa antimikroba
dan
bersifat
fungisidal
(membunuh
kapang),
fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan sebagainya (Fardiaz et al, 1987). Senyawa-senyawa bakterisidal dan bakteristatik inilah yang membunuh dan menghambat pertumbahan bakteri Salmonella. Pada perlakuan ini juga menunjukkan bahwa media RV dan XLDA memiliki kemampuan daya tumbuh dan selektifitas yang lebih baik dibandingkan media lainnya. Berbeda dengan Sylviana (2008) yang menyatakan bahwa media yang paling baik dalam menumbuhkan Salmonella adalah HEA. Untuk kedua perlakuan diatas terdapat kesamaan mengenai perhitungan tingkat kematian Salmonella. Sanchez dan Thippareddi (2003) mengemukakan bahwa letalitas standar yang dibutuhkan dalam destruksi Salmonella pada produk daging adalah sebesar 6.5 log. Selain itu, disebutkan juga parameter destruksi termal berupa nilai D60oC dan nilai Z untuk produk daging. Dimana untuk daging yang kaya akan lemak, maka nilai D60oC adalah sebesar 1.58 menit dan nilai Z sebesar 5.56oC. sehingga dari data ini dapat diperoleh nilai D100oC sebesar 6.5 melalui persamaan : D = Do 10{((Tref-T)/Z)} Keterangan :
D
= Nilai D pada suhu tertentu (menit)
Do = Nilai D pada suhu standar (referensi) Tref = Suhu standar yang digunakan untuk niai Do (oF atau oC) T
= Suhu pemanasan tertentu (oF atau oC)
63
Dari persamaan diatas dapat diperoleh nilai D100oC sebesar : D100oC = D60oC 10{((60-T)/Z)} D100oC = 1.58 10{((60-100)/5.56)} D100oC = 1.58 10-7.194 D100oC = 1.01 10-7 menit Hasil ini menunjukkan bahwa untuk menurunkan Salmonella sebanyak 90% (1 Log) membutuhkan waktu 1.01 10-7 menit. Namun Sanchez dan Thippareddi (2003) mengemukakan bahwa letalitas standar yang dibutuhkan dalam destruksi Salmonella pada produk daging adalah sebesar 6.5 log, itu artinya perlakuan terhadap bahan produk daging yang dilakukan harus mampu menurunkan Salmonella hingga 6.5 Log. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan Salmonella sebanyak 6.5 adalah : t100 = D100 x log = 1.01 10-7 x 6.5 = 6.56 10-7 menit Hasil ini menggambarkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan Salmonella sebanyak 6.5 log pada suhu 100oC adalah 6.56 10-7 menit yaitu untuk proses pengukusan. Nilai yang diperoleh diasumsikan bakteri Salmonella yang ada pada sampel menempel hanya pada permukaan karena proses kontaminasi yang dilakukan adalah pelumuran cairan kontaminasi. Selain itu, asumsi lain yang digunakan adalah ikan yang dimasukkan ke dalam proses pengukusan sudah mencapai 100oC, karena suhu sistem dalam pengolahan kukus diatur terlebih dahulu hingga mencapai 100oC. 3. Pengaruh Pengukusan Terhadap Kualitas Mikrobiologi Total Mikroba Ikan Kualitas mikrobiologi suatu bahan pangan secara umum dapat diketahui dengan menganalisis total mikrobanya. Setiap bahan pangan memiliki batas maksimal yang berbeda terhadap nilai batas amannya, baik bahan mentah
64
maupun olahan. Center for Food Safety (CFS) (2007) menjelaskan dalam Guidelines for the microbiological quality of various ready-to-eat foods bahwa hasil olahan ikan (cooked) digolongkan sebagai kategori 3 dimana hasil olahan ikan (cooked) untuk hasil yang sangat baik (Satisfactory) jika jumlah total mikrobanya adalah sebanyak ≤105 cfu, dan untuk nilai yang masih dapat diterima (Acceptable) jika total mikrobanya berjumlah 105 - <106 cfu. Uji total mikroba dihitung dengan menggunakan metode AOAC tahun 1990. Perlakuan terdiri dari dua yaitu tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu. Pertama ikan dipersiapkan terlebih dahulu sebanyak delapan ekor yang dibeli dari tempat dan waktu yang sama sehingga dapat diasumsikan total mikroba yang ada pada sampel kurang lebih sama. Delapan sampel ini mewakili setiap menit pengukusan termasuk menit ke-0 dan tanpa kontaminasi. Selanjutnya, pada masing-masing perlakuan, setiap sampel dikukus selama 90 menit dimana pengujian total mikroba dilakukan setiap interval 15 menit sejak menit ke-0 setelah kontaminasi hingga menit ke-90. Untuk perlakuan tanpa penambahan bumbu, sebelum dikukus ikan terlebih dahulu dianalisis total mikroba awalnya. Setelah itu ikan dikontaminasi dengan kultur murni bakteri Salmonella, dibiarkan 30 menit dan dikukus selama 90 menit. Analisis total mikroba terhadap suatu sampel adalah tertentu dan spesifik. Dari tiga kali ulangan terhadap analisis total mikroba ikan tanpa bumbu yang dilakukan, rata-rata total mikroba ikan yang diperoleh adalah sebanyak 3.2 x 107 cfu/gram atau sebanyak 7.51 log cfu/gram. Jumlah ulangan analisis total mikroba terhadap ikan juga sama pada setiap waktu pengukusan yang dilakukan.
65
Tabel 23. Total mikroba awal ikan tanpa bumbu Sampel
Ulangan
Total Mikroba (cfu/gram)
I
9.4 x 107
II
6.2 x 105
III
1.6 x 106
Ikan kembung
Rata-rata
3.2 x 107
Log rata-rata
7.51
Pengukusan menyebabkan penurunan sejumlah mikroba. Pengukusan yang dilakukan berkisar antara suhu 99-101 oC. Panas ini dapat menyebabkan sejumlah mikroba mati. Tabel 24 menunjukkan hasil analisis total mikroba terhadap proses pengukusan. Tabel 24. Total mikroba ikan tanpa bumbu setelah proses pengukusan Total Mikroba (cfu/gram)
Waktu Pengukusan (menit)
Ulangan I
Ulangan II
Rata-rata (cfu/gram)
0'
6.0 x 108
1.7 x 106
3.0 x 107
15'
< 2.5 x 102
1.7 x 105
1.7 x 105
30'
5.1 x 102
1.8 x 103
1.2 x 103
45'
4.5 x 103
6.6 x 102
2.6 x 103
60'
2.9 x 102
< 2.5 x 102
2.9 x 102
75'
8.8 x 102
6.4 x 102
7.6 x 102
90'
< 2.5 x 103
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pengukusan maka semakin rendah total mikrobanya. Pemanasan pada 30 menit pertama, penurunan total mikroba sangat signifikan, yaitu mencapai 2 log koloni selanjutnya penurunun total mikroba relatif stabil dan perlahan hingga menit ke-90. Terjadi sedikit kenaikan pada beberapa analisis, hal ini mungkin
66
karena ikan yang digunakan untuk analisis pada menit ke-45 dan menit ke-75 jumlah mikroba awalnya sedikit lebih banyak.
Gambar 18. Grafik penurunan total mikroba sampel ikan tanpa bumbu pada setiap waktu pengukusan.
Berdasarkan CFS (2007) maka hasil pengukusan selama 15 menit ikan tanpa bumbu, kualitas ikan tersebut adalah Acceptable. Hal ini didasarkan atas total mikroba yang terkandung pada ikan yaitu sebanyak 1.7 x 105 cfu/gram (105 - <106 cfu/gram). Berbeda dengan waktu pengukusan mulai 30 menit dan selanjutnya dimana total mikroba ikan < 105 cfu/gram. Jumlah ini jika mengacu pada CFS (2007) maka kualitas ikan tersebut adalah Satisfactory. Pada perlakuan dengan penambahan bumbu, rata-rata total mikroba awal sampel ikan juga sama yaitu tertentu dan spesifik. Analisis terhadap total mikroba yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan yang dilakukan rata-rata total mikrobanya adalah sebesar 2.4 x 105 cfu/gram atau 5.38 log cfu/gram. Setelah itu sampel dikontaminasi dan dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya ikan diberi bumbu masing-masing sebanyak 25 gram dan dikukus hingga 90 menit. Jumlah ulangan analisis total mikroba terhadap sampel ikan juga sama untuk setiap perlakuan selanjutnya.
67
Tabel 25. Total mikroba awal ikan dengan bumbu
Sampel
Total Miroba
Ulangan
Ikan kembung
(cfu/gram)
I
1.22 x 105
II
4.7 x 105
III
1.3 x 105
Rata-rata
2.4 x 105
Log rata-rata
5.38
Selama masa pengukusan, sampel dianalisis total mikrobanya setiap interval 15 menit. Analisis dilakukan dengan cara mengambil sampel yang mewakili waktu pengkusan masing-masing. Hasilnya, penurunan total mikroba terjadi dengan semakin lamanya waktu pengukusan. Tabel 26 menunjukkan hasil analisis total mikroba pada setiap waktu pengukusan. Tabel 26. Total mikroba ikan dengan bumbu setelah proses pengukusan Waktu pengukusan
Total mikroba (cfu/gram)
Rata-rata
(menit)
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
(cfu/gram)
0'
3.5 x 106
8.5 x 105
3.5 x 106
2.6 x 106
15'
4.3 x 102
< 2.5 x 102
6.6 x 103
3.5 x 103
< 2.5 x 102 < 2.5 x 102
2.8 x 103
2.8 x 103
30' 45'
8.2 x 102
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
8.2 x 102
60'
2.9 x 102
5.2 x 102
4.2 x 102
4.1 x 102
75'
< 2.5 x 102 < 2.5 x 102
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
90'
< 2.5 x 102 < 2.5 x 102
< 2.5 x 102
< 2.5 x 102
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pengukusan maka semakin rendah total mikrobanya. Bahkan Pada 15 menit pertama penurunan total mikroba sudah sangat signifikan, hingga mencapai 3
68
log koloni selanjutnya penurunan mikroba relatif stabil dan perlahan hingga menit ke-90. Pada menit ke-75 dan ke-90 menit pengukusan, total mikrobanya sudah mencapai kurang dari 25 x 101 cfu. Jumlah ini sangat baik sebagai jumlah total mikroba. Gambar 19 menunjukkan grafik penurunan total mikroba.
Gambar 19. Grafik penurunan total mikroba sampel ikan dengan bumbu setiap waktu pengukusan.
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa sampel dengan penambahan bumbu secara mikrobiologis sudah baik pada menit ke-15 pengukusan dengan jumlah total mikroba sebesar 3.5 x 103 cfu/gram. Penurunan total mikroba dari menit ke-0 hingga menit ke-15 pengukusan mencapai 3 log koloni. Jumlah ini sangat besar bila dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya yang hanya menurunkan 2 log koloni. Hal ini menunjukkan bahwa bumbu memiliki pengaruh yang baik dalam menurunkan total mikroba. Rempah-rempah memiliki senyawa antimikroba dan bersifat fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang),
bakterisidal
(membunuh
bakteri),
bakteristatik
(menghambat
pertumbuhan bakteri) dan sebagainya (Fardiaz et al, 1987). Pada
kedua
perlakuan
diatas,
masing-masing
memiliki
waktu
pengukusan tersendiri untuk menrunkan sejumlah log mikroba tertentu. Dimana untuk perlakuan tanpa bumbu ternyata setiap 15 menit pengukusan mampu menurunkan total mikroba sebanyak 2 log koloni hingga 30 menit pengukusan. Sehingga pada penelitian ini dimana total mikroba rata-ratanya setelah tiga kali ulangan adalah sebesar 4.2 x 107 cfu/gram maka untuk 69
mencapa kategori Satisfactory berdasarkan CFS (2007) dibutuhkan waktu pengukusan selama 30 menit (≤ 5 x 105 atau 5.70 log cfu/gram).
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Ikan bawal yang berasal dari pasar tradisional tidak ada yang memenuhi syarat mutu total mikroba SNI 01-2719-1992 dengan rata-rata 7.01 log cfu/gram. Total mikroba ikan bawal dari pasar modern sebesar 6,47 log cfu/gram, dengan persentase sampel ikan yang memenuhi syarat mutu total mikroba SNI 01-2719-1992 adalah 28.57 %, rata-rata total mikroba ikan bawal antara kedua jenis pasar ini tidak berbeda secara signifikan. Sementra itu, total mikroba ikan kembung dari pasar tradisional juga tidak ada yang memenuhi syarat mutu total mikroba dengan rata-rata 6.79 log cfu/gram. Total mikroba ikan kembung dari pasar modern adalah 5.54 log cfu/gram dengan persentase sampel ikan yang memenuhi syarat mutu adalah 42.86 %, rata-rata total mikroba ikan kembung antara kedua jenis pasar ini berbeda secara signifikan. Total mikroba ikan gurami dari pasar tradisional juga tidak ada yang memenuhi syarat mutu total mikroba dengan rata-rata 6.96 log cfu/gram. Sedangkan, total mikroba ikan gurami dari pasar modern sebesar 5.65 log cfu/gram, dengan persentase jumlah sampel ikan yang memenuhi syarat mutu total mikroba adalah 42.86 %, ratarata total mikroba ikan gurami antara kedua jenis pasar ini tidak berbeda secara signifikan. Analisis terhadap 29 sampel, diperoleh empat sampel yang diduga positif Salmonella hingga tahap uji Chromogenic media. Hasil uji konfirmasi identifikasi API 20E menunjukkan bahwa dari empat sampel yang dianalisis terdapat tiga sampel yang positif Salmonella spp. sehingga tingkat isolasi Salmonella spp. dari 29 sampel yang dianalisis adalah sebesar 10,34%. Tiga isolat sampel teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 88.8%, 89.4%, dan 95.1% (excellent identification). Pada uji ketahanan Salmonella spp. terhadap proses pengukusan diperoleh hasil bahwa setelah 15 menit pertama pengukusan tidak ditemukan lagi Salmonella secara kuantitatif baik dengan atau tanpa penambahan bumbu. Namun secara kualitatif 71
pengukusan yang dilakukan tanpa penambahan bumbu masih mungkin terdapat Salmonella yang bertahan. Prediksi perhitungan terhadap waktu kematian bakteri Salmonella pada kedua perlakuan adalah 6.56 10-7 menit dengan asumsi bakteri Salmonella berada pada permukaan ikan dan suhu awal sejak pemasukkan ikan adalah 100oC. Pada penelitian ini, berdasarkan CFS (2007) kategori Satisfactory (<105 cfu/gram) untuk kualitas mikrobiologi ikan yang telah diolah (cooked) pada pengukusan ikan tanpa penambahan bumbu dicapai setelah ikan dikukus selama 30 menit yaitu sebesar 1.2 x 103 cfu/gram. Kualitas mikrobiologi pada 15 menit pertama pengukusan yang dicapai termasuk dalam kategori Acceptable (105 - <106 cfu/gram) yaitu sebanyak 1.7 x 105 cfu/gram. Sementara itu, untuk perlakuan dengan penambahan bumbu kualitas mikrobiologi ikan sudah mencapai kategori Satisfactory pada 15 menit pertama pengukusan yaitu sebesar 3.5 x 103 cfu/gram. Pengukusan hingga menit ke-90 pada kedua perlakuan mampu menurunkan jumlah total mikroba hingga mencapai <25 x 101 cfu/gram. Bahkan untuk perlakuan dengan penambahan bumbu nilai ini sudah dicapai pada 75 menit pertama pengukusan. Pada tahapan pengayaan selektif, media yang memiliki daya selektivitas yang baik terhadap hasil positif dugaan Salmonella pada uji biokimia adalah RV. Sementara untuk tahapan isolasi Salmonella media yang paling baik dalam menyeleksi bakteri bukan Salmonella adalah XLDA.
B. SARAN Ditemukannya cemaran bakteri Salmonella spp. pada ikan baik yang berasal dari pasar tradisional maupun pasar modern menunjukkan perlunya upaya pemerintah daerah Bogor untuk lebih memperhatikan lagi terhadap sanitasi dan higienitas pada kedua jenis pasar tersebut dengan menerapkan standar-standar sanitasi dan higienitas tertentu demi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat bogor. Dari segi kualitas mikrobiologis pengolahan ikan oleh masyarakat dengan cara pengukusan (ikan pepes) minimal dilakukan selama 30 menit. Namun perlu 72
dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap lama waktu pengukusan untuk mencapai kualitas organoleptik yang baik. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian lebih luas cemaran bakteri Salmonella terhadap jenis-jenis ikan lain terutama yang umum dikonsumsi masyarakat.
73
DAFTAR PUSTAKA AOAC International. 1990. FDA Bacteriological Analytical Manual. Di dalam. BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2001. Aerobic Plate Count. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-3.html [12 September 2008]. Bahar, D. 2004. Panduan Praktis Memilih Dan Menangani Produk Perikanan. PT Gramedia Pustaka. Utama. Jakarta. BAM Bacteriological Analytical Manual Online. 2008. The API-20E® Enteric Identification System. http: //www.jlindquist.net [17 November 2008]. BAM
Bacteriological Analytical Manual Online. 2008. API 20E. http://www.rlc.dcccd.edu/mathsci/reynolds/ micro/lab_manual/API.html [17 November 2008].
BAM (Bacteriological Analytical Manual). 2003. Food Sampling and Preparation of Sample Homogenate. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-1.html [12 September 2008]. BAM
(Bacteriological Analytical Manual). 2007. Salmonella. .cfsan.fda.gov/bam-5.html [12 September 2008].
http://www
Bell, C. dan A. Kyriakides. 2003. Salmonella. Di dalam: Blackburn, C. dan P. J. McClure. (eds.). 2003. Foodborne pathogens: Hazard, risk analysis and control. Woodhead Publishing Limited. Cambrige, England. BPS. 2007. Jumlah Perahu/Kapal, Luas Usaha Budidaya dan Produksi menurut Sub Sektor Perikanan, 2003-2007. http://www.bps.produksiikan.html [14 Juli 2009]. CFS. 2007. Microbiological Guidelines for Ready-to-eat-food. Center for food safety. Food and Environtmental Hygiene Department. Hongkong. Chio, T.D., dan Chen, S.C., 1981. Studies on decomposition and Salmonella isolated from clams and marine waters of Kuwait. Water, Air, Soil Pollut. 26, 59– 63. Di dalam Kumar, H. S., Sunil, R., Venugopal, M. N., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2003. Detection of Salmonella spp. in tropical seafood
73
by polymerase chain reaction. International Journal of Food Microbiology 88, 91– 95. D’Aoust, J.Y., 1989. Salmonella. Di dalam : Doyle, M.P. (eds.). Foodborne Bacterial Pathogens. Marcel Dekker, Inc. New York. DiRita, V.J., 2001. Molecular basis of Vibrio cholerae pathogenesis. In: Groisman, E.A. (Ed.), Principles of bacterial pathogenesis. Academic Press, San Diego, Calif, pp. 457–508. Di dalam Shabarinath, S., Kumar, H. S., Khushiramani, R., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2007. Detection and characterization of Salmonella associated with tropical seafood. International Journal of Food Microbiology. 114, 227–233. DKP. 2007. Volume Produksi Perikanan Tangkap di Laut Menurut Jenis Ikan, 2002 – 2007. http://www.dkp.com.info.html [14 Juli 2009]. DKP. 2007. Volume Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama, 2002 - 2007. http://www.dkp.com.info.html [14 Juli 2009]. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S., Dewanti, R., Suliantari, dan Rahaju, W. P. 1987. Pengaruh RempahRempah Terhadap Pertumbuhan Berbagai Mikroorganisme Perusak Makanan. PAU. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Frazier, W. C. dan Westhoff, W. C. 1978. Food Microbiology. Third Edition. Tata McGraw-Hill Publ. Co. Ltd., Tokyo. Fonseka, T.S.G., 1990. Microbial flora of pond cultured prawn (Peenaeus monodon). FAO Fish. Rep. 401, 24–31 (Supplement). Di dalam Kumar, H. S., Sunil, R., Venugopal, M. N., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2003. Detection of Salmonella spp. in tropical seafood by polymerase chain reaction. International Journal of Food Microbiology. 88, 91– 95. Gaenisa, A. Burhanuddin, S., Djamali, A., dan Hutomo, M. 1998. Sumber Daya Ikan Bawal Di Indonesia. Lembaga Oseanografi Nasional. Jakarta.
74
Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. PT.Gramedia.Jakarta. Jakarta. Hadiwiyoto D. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta: Jilid I. Liberty 275. Di dalam Nugroho A. S. 2004. Analisis Bahaya dan Identifikasi Titik Kendali Kritis roses Penanganan Pada Rantai Transportasi Ikan Kembung (Rastrelliger sp) Segar di PT Hero Supermarket Tbk. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartini, U. S. 2005. Analisis Kandungan dan Kemampuan Bertahan Salmonella pada Es Batu dalam Rangka Evaluasi Keamanan Pangan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. ICMSF. 1996. Microorgnism in Foods. 5th Edition. Microbiological Spesification of Food Pathogens. London, Blackie Academic & Professional. Iyer, T. S. G., dan Shrivastava, K.P., 1989. Incidence and low temperature survival of Salmonella in fishery products. Fishery Technology 26, 39–42. Di dalam Shabarinath, S., Kumar, H. S., Khushiramani, R., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2007. Detection and characterization of Salmonella associated with tropical seafood. International Journal of Food Microbiology. 114, 227–233. Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology, 6th Edition. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland. Jenie, B. S. L. dan Fardiaz, S. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Johnson, M. G., dan Vaughn, R. H. 1969. Death of Salmonella typhimurium and Escherichia coli in the Presence of Freshly Reconstituted Dehydrated Garlic and Onion. Applied and Environtmental Microbiology. 17, 903-905. Matches, J. R. dan Liston, J. 1968. Low Temperature Growth of Salmonella. Journal of Food Science. 33, 641-645. Mezrioui, N., Baleux, B., dan Trousselier, M., 1995. A microcosm study of the survival of Escherichia coli and Salmonella typhimurium in brackish water. Water Research 29, 459–465. Di dalam Shabarinath, S., Kumar, H. S., Khushiramani, R., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2007. Detection and
75
characterization of Salmonella associated with tropical International Journal of Food Microbiology. 114, 227–233.
seafood.
Murniyati, A. S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisus. Yogyakarta. Nasran, S. 1972. Handling Ikan Basah. Petunjuk Praktis Dalam Handling. Di dalam Lembaga Teknologi Perikanan (eds.). Ikan Basah: Mutu, Cara-cara Handling dan Sarana yang Diperlukan. LTP, Jakarta. Nasution, R. 2003. Teknik Sampling. Bahan Internet. http:/www.usu.ac.id/.[20 November 2009]. Oxoid Manual. 1995. 7th ed. Foodborne Pathogens. Monograph No. 1 Salmonella. Oxoid Manual. 2008. Chromogenic media. Campbridge. England. Pelzer, K. D., 1989. Salmonellosis. J. Vet. Med. Assoc. 195, 456– 463. Di dalam Kumar, H. S., Sunil, R., Venugopal, M. N., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2003. Detection of Salmonella spp. in tropical seafood by polymerase chain reaction. International Journal of Food Microbiology 88, 91– 95. Rahayu., W. P. 2000. Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. Jurnal Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 7, 42-48. Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton. Rahman, M. S., Guizani, N., dan Al-Ruzeiki, M. H. 2004. D- and Z-values of Microflora in tuna mince during moist- and dry-heating. Journal of Food Science. 37, 93–98. Rattagool, P., Wongchinda, N., dan Sanghtong, N., 1990. Salmonella contamination in Thai shrimp. FAO Fish. Rep. 401, 18– 23 (Supplement). Di dalam Kumar, H. S., Sunil, R., Venugopal, M. N., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2003. Detection of Salmonella spp. in tropical seafood by
76
polymerase chain reaction. International Journal of Food Microbiology 88, 91– 95. Sanchez, M. dan Thippareddi, H. 2003. Thermal Processing of Meat Product. Di dalam Sun, D. (eds.). Thermal Food Processing. Taylor and Francis. Sarwono, B. dan Sitanggang, M. Budi Daya Gurami. 2002. Penebar Swadaya. Jakarta. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2729.1-1992. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Ikan Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Sunarya, Retnowati, E., Susilawati, B., Murtiningsih, Herawaiti, N., Hariyani, E., dan Subagio, D., 1990. FAO Fish. Rep. 401, 99– 102 (Supplement). Di dalam Kumar, H. S., Sunil, R., Venugopal, M. N., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2003. Detection of Salmonella spp. in tropical seafood by polymerase chain reaction. International Journal of Food Microbiology. 88, 91– 95. Sylviana. 2008. Prevalensi Cemaran Salmonella Typhimurium Pada Potongan Karkas Ayam dan Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle, Linn.) Sebagai Larutan Sanitaiser Alami. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Trivedi, S., Reynolds, A. E., dan Chen, J. 2008. Effectiveness of commercial household steam cleaning systems in reducing the populations of Listeria monocytogenes and spoilage bacteria on inoculated pork skin surfaces. Lebensmittel-Wissenscahaft und Technologie. 41, 295–302. Varma, P. R. G., Mathen, C., dan Mathew, A., 1985. Bacteriological quality of frozen seafoods for export with special references to Salmonella. In: Ravindran, K., Nair, N. U., Perigreen, P. A., Madhavan, P., Pillai, A. G. G., Panicker, P. A., dan Thomas, M. (Eds.), Harvest and Post-Harvest Technology of Fish. Society of Fisheries Technologists (India), Cochin, pp. 483– 484. Di dalam Kumar, H. S., Sunil, R., Venugopal, M. N., Karunasagar, I., dan Karunasagar, I. 2003. Detection of Salmonella spp. in tropical seafood by polymerase chain reaction. International Journal of Food Microbiology 88, 91– 95.
77
Wulandari., S, dan Juwita, W. S. 2006. Bioaktivitas ekstrak jahe (Zingiber officinale Roxb.) dalam menghambat pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis. 2, 64-66.
78
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Blangko Analisa API 20E Test
80
Lampiran 2. Hasil positif seluruh sampel uji hingga uji biokimia lanjutan TSIA No
Sampel
LIA
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
Positif Uji Biokimia Awal
Kode
Urea
Hasil Uji Biokimia Lanjutan
Media
Media
1
Kembung Giant Taman Yasmin
6
B
A
+
-
B
B
+
-
+
-
+
BSA
RV
2
Gurame Giant Taman Yasmin
27
B
A
-
-
B
B
-
+
+
-
+
XLDA
TTB
3
Kembung Giant Botani Square
130
B
A
-
-
B
B
-
-
+
BSA
RV
4
+
-
135
B
A
-
-
B
B
-
-
+
-
+
XLDA
RV
137
B
A
-
-
B
B
-
-
+
-
+
HEA
RV
Bawal Giant Laladon
81
5
6
7
8
9
Gurame Yogya Mall
126
B
A
+
-
B
B
-
-
+ +
-
BSA
RV
15
B
A
+
+
B
B
+
+
+
+
-
BSA
TTB
19
B
B
-
+
B
B
-
-
+
+
-
XLDA
TTB
140
B
A
+
-
B
B
-
-
+
+
-
BSA
RV
G
B
A
-
-
B
B
-
-
+
-
+
BSA
TTB
H
B
B
-
+
B
B
-
-
+
-
+
XLDA
TTB
J
B
A
-
+
B
B
-
+
+
-
+
HEA
TTB
110
B
B
-
+
B
B
-
+
+
XLDA
TTB
Kembung Bogor Trade Mall
Gurame bogor Trade Mall
Kembung Pasar Anyar
Bawal Pasar Bogor
-
+ 82
10
Gurame Pasar Bogor
100
B
B
+
+
B
B
-
+
+
11
Kembung Pasar Induk
121
B
B
-
+
B
B
-
-
+
-
12
13
14
Bawal Pasar Induk
Kembung Giant Padjajaran
115
B
B
+
+
B
B
-
-
+
BSA
RV
HEA
TTB
BSA
RV
+
+ +
-
148
B
B
-
+
B
B
-
+
+
-
+
XLDA
RV
149
B
B
+
+
B
B
-
+
+
-
+
HEA
RV
150
B
B
+
+
B
B
-
+
+
-
+
BSA
RV
159
B
B
-
+
B
B
-
+
+
-
+
XLDA
RV
160
B
B
+
+
B
B
-
+
+
-
+
XLDA
RV
Gurame Giant Padjajaran
83
161
B
B
-
+
B
B
-
+
+
-
+
HEA
RV
162
B
B
+
+
B
B
-
+
+
-
+
BSA
RV
163
B
B
-
+
B
B
-
+
+
-
+
XLDA
TTB
165
B
B
+
+
B
B
-
-
+
-
+
HEA
TTB
166
B
A
-
+
B
B
-
-
+
-
+
BSA
TTB
84
Lampiran 3. Hasil Identifikasi sampel yang diduga positif salmonella dengan API 20E
Sampel
Kode ONPG ADH LDC ODC CIT H2S URE TDA IND VP GEL GLU MAN INO SOR RHA SAC MEL AMY ARA
Gurame Giant Taman Yasmin
27
-
+
-
-
+
-
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gurame Pasar Bogor
100
-
+
+
+
+
-
-
+
-
+
-
+
+
-
-
+
-
-
-
+
Kembung Giant Padjajaran
149
-
+
+
+
+
+
-
+
-
+
-
+
+
-
+
+
-
+
-
+
Gurame Giant Padjajaran
166
-
+
+
+
+
+
-
-
-
+
-
+
+
-
-
+
-
+
-
+
85
Lampiran 4. Data produksi sub sektor perikanan (2002-2007) Perikanan Tangkap Rincian
1
Produksi (000 Ton)
Tahun
Perikanan Budidaya
Perikanan Laut
Perairan Umum
Sub Jumlah
Budidaya Laut
Jaring Apung
Sawah
Sub Jumlah
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2002
4,073.50
305
4,378.50
234.9
473.1
254.6
40.7
47.2
86.6
1,137.10
2003
4,383.10
308.7
4,691.80
249.2
502
281.3
40.3
57.6
93.8
1,224.20
2004
4,320.20
330.9
4,651.10
420.9
559.6
286.2
53.7
62.4
85.8
1,468.60
2005
4,408.50
297.4
4,705.90
890.1
644
332
67.9
109.4
120.4
2,163.80
2006
4,512.20
293.9
4,806.10
1,365.90
629.6
381.9
56.2
143.2
105.7
2,682.50
2007
4,734.30
310.4
5,044.70
1,509.50
933.8
410.4
63.9
190.9
85
3,193.50
Tambak Kolam Karamba
86
Lampiran 5. Volume produksi perikanan tangkap di laut (2002-2007)
Jenis Ikan
Tahun 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Manyung
70627
74803
74772
69136
78118
82291
Ikan sebelah
12838
16244
14809
14857
15308
13049
Ekor kuning
36593
41248
39406
45180
42809
58835
Selar
149193
154866
138923
143105
145210
142706
Kuwe
40235
41170
41351
46781
47310
51254
301115
297937
325187
290609
304739
305485
Bawal hitam
48153
44706
45076
49966
61031
57008
Bawal putih
31574
30090
36059
33468
37941
46291
Japuh
18674
19199
20618
27145
24880
24263
Tembang
182026
153771
145428
177302
170522
169823
Kembung
221634
194427
201882
222032
254960
259458
Layang
87
Lampiran 6. Volume produksi perikanan budidaya (2002-2007) Tahun Jenis Ikan 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Udang
159997
192912
238857
280629
327610
360096
Kerapu
7057
8637
6552
6493
4021
8035
Nila
60437
71947
98102
151363
179934
206904
Ikan mas
199632
219385
192461
216924
247633
264349
Bandeng
222317
227854
241438
254067
212883
263139
Kakap
30984
5508
4663
2935
2182
4418
Patin
10264
12904
23962
32575
31489
36755
Lele
39193
58614
55691
69386
77332
91735
Gurami
16438
22666
25948
25442
28711
35708
Kepiting
9039
3172
2241
4379
5525
6631
88
Lampiran 7. Hasil uji isolasi Salmonella dari seluruh sampel Sampel
Kembung Giant Taman Yasmin
Bawal Giant Taman Yasmin
Gurame Giant Taman Yasmin
Kode
TSIA
LIA
Dugaan
Urea
Kesimpulan
Media
Media
-
+
+
-
XLDA
TTB
-
-
+
+
-
HEA
TTB
A
+
-
-
BSA
TTB
B
A
+
-
+
+
-
BSA
TTB
+
B
A
+
+
+
-
+
HEA
RV
+
-
B
B
+
-
+
-
+
BSA
RV
A
-
+
B
A
-
-
+
+
-
BSA
TTB
B
A
-
+
B
A
-
+
+
-
+
HEA
TTB
114
B
B
-
+
B
B
-
+
-
XLDA
TTB
111
A
A
+
-
B
B
-
-
-
BSA
RV
21
B
A
-
-
A
A
-
-
+
BSA
TTB
22
A
A
+
-
B
B
+
-
-
BSA
TTB
23
A
A
-
-
B
B
-
-
-
BSA
RV
24
A
A
+
-
B
B
-
-
-
BSA
RV
25
B
A
-
-
A
B
-
-
+
HEA
TTB
26
B
B
-
-
B
B
-
-
-
HEA
TTB
27
B
A
-
-
B
B
-
+
+
XLDA
TTB
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
1
B
A
-
+
B
A
-
2
B
A
-
+
B
A
3
A
A
+
-
B
4
B
A
-
+
5
B
A
+
6
B
A
112
B
113
+
-
-
+ +
89
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Giant Botani Square
Bawal Giant Botani Square
Gurame Giant Botani Square
Kode
TSIA
LIA
Dugaan
Urea
Kesimpulan
Media
Media
-
+
+
-
XLDA
TTB
-
-
+
-
+
BSA
TTB
B
-
-
+
+
-
HEA
TTB
B
B
-
-
+
+
-
BSA
RV
-
B
A
-
-
+
+
-
HEA
TTB
-
+
B
A
-
-
+
-
+
XLDA
RV
B
-
-
B
B
-
+
-
HEA
RV
A
A
+
-
B
A
-
-
-
HEA
TTB
11
A
A
+
-
B
A
+
-
-
BSA
TTB
12
B
A
+
-
B
A
-
-
+
BSA
TTB
13
A
A
+
-
B
B
-
-
-
BSA
RV
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
127
B
B
+
-
B
B
-
128
B
B
-
-
B
B
129
B
B
-
-
B
130
B
A
-
-
7
B
A
+
8
B
A
9
B
10
-
+
90
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Giant Laladon
Bawal Giant Laladon
Gurame Giant Laladon
Kode
TSIA
LIA
Dugaan
Urea
Kesimpulan
Media
Media
-
+
+
-
BSA
TTB
+
+
-
BSA
TTB
A
-
-
+
HEA
TTB
B
A
-
-
-
XLDA
TTB
-
B
B
-
-
+
XLDA
RV
+
-
B
B
-
-
-
BSA
RV
A
-
-
B
B
-
-
+
-
+
HEA
RV
B
A
+
+
A
A
-
-
+
+
-
XLDA
TTB
139
A
A
+
+
A
A
+
-
BSA
TTB
35
B
A
+
+
B
A
-
-
+
BSA
TTB
36
A
A
+
+
B
A
-
-
-
HEA
TTB
37
B
A
-
-
B
A
+
-
+
+
-
HEA
TTB
38
B
A
-
-
B
A
+
-
+
+
-
XLDA
TTB
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
31
B
A
-
+
B
A
+
32
A
A
+
+
B
A
33
B
A
+
-
B
34
B
B
+
+
135
B
A
-
136
A
A
137
B
138
+
-
+
-
+
-
91
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Yogya Mall
Bawal Yogya Mall
Gurame Yogya Mall
Kode
TSIA
LIA
Dugaan
Urea
Kesimpulan
Media
Media
-
+
+
-
BSA
TTB
+
-
+
+
-
HEA
TTB
A
+
+
+
+
-
HEA
TTB
B
A
+
+
-
XLDA
TTB
+
B
A
-
-
-
XLDA
TTB
+
-
B
A
+
+
+
+
-
BSA
TTB
B
-
-
B
B
-
-
+
-
+
HEA
TTB
B
B
-
-
B
B
-
-
+
-
+
XLDA
TTB
123
B
A
+
-
B
A
-
-
+
+
-
XLDA
TTB
124
B
A
+
+
B
A
+
-
+
+
-
BSA
TTB
125
B
A
+
+
B
A
-
-
+
+
-
HEA
TTB
126
B
A
+
-
B
B
-
-
+
+
-
BSA
RV
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
43
B
A
+
-
B
A
+
44
B
A
+
-
B
A
45
B
A
+
+
B
46
A
A
+
+
47
A
A
+
48
B
A
49
B
50
92
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Giant Pangrango
Bawal Giant Pangrango
Gurame Giant Pangrango
Kode
TSIA
LIA
Dugaan
Urea
Kesimpulan
Media
Media
-
+
-
+
XLDA
TTB
-
-
-
BSA
TTB
B
-
-
+
HEA
TTB
B
B
-
+
-
BSA
RV
-
B
B
-
-
-
BSA
RV
+
-
B
B
-
-
+
XLDA
TTB
A
+
-
B
B
+
-
-
BSA
TTB
B
A
-
+
A
A
-
-
+
HEA
TTB
39
A
A
+
-
B
A
+
-
-
BSA
TTB
40
B
A
+
-
B
A
+
-
+
+
-
BSA
TTB
41
B
A
+
-
B
A
+
-
+
+
-
HEA
TTB
42
B
A
+
+
B
A
+
-
+
+
-
XLDA
TTB
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
131
B
B
+
-
B
B
-
132
A
A
-
+
B
B
133
B
B
-
-
B
134
A
A
-
+
144
A
A
+
145
B
B
146
A
147
+
-
-
-
+
+
93
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Ramayana Bogor Trade Mall
Bawal Ramayana Bogor Trade Mall Gurame Ramayana Bogor Trade Mall
Kode
TSIA
LIA
Dugaan
Media
Media
BSA
TTB
BSA
TTB
-
BSA
RV
-
-
HEA
TTB
-
-
-
HEA
TTB
B
-
-
+
XLDA
TTB
B
A
+
-
-
XLDA
TTB
-
B
B
+
-
-
BSA
TTB
-
-
B
A
-
-
-
HEA
TTB
B
-
-
B
A
-
-
-
XLDA
TTB
B
A
+
-
B
B
-
-
+
BSA
RV
141
A
A
+
+
B
B
-
+
-
BSA
TTB
142
B
A
+
+
A
A
-
-
+
+
-
HEA
TTB
143
B
A
+
+
A
A
-
-
+
+
-
XLDA
TTB
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
14
B
B
-
-
B
B
-
-
-
15
B
A
+
+
B
B
+
+
+
16
A
A
+
-
B
B
+
+
17
B
B
+
-
B
B
+
18
B
B
-
-
B
B
19
B
B
-
+
B
20
A
A
-
+
28
A
A
+
29
B
B
30
B
140
Urea
+
+
+
Kesimpulan
-
-
-
94
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Pasar Anyar
Bawal Pasar Anyar
Gurame Pasar Anyar
Kode
TSIA
LIA
Dugaan
Urea
Media
Media
BSA
RV
+
BSA
TTB
+
XLDA
TTB
XLDA
TTB
+
HEA
TTB
-
+
HEA
TTB
+
-
+
BSA
RV
-
+
-
+
BSA
RV
-
-
+
-
+
XLDA
TTB
B
-
+
+
-
+
XLDA
TTB
B
A
-
-
-
HEA
TTB
-
B
B
-
-
+
BSA
RV
-
-
B
B
-
-
-
BSA
TTB
B
+
-
B
B
-
-
-
XLDA
TTB
B
B
+
-
B
B
-
-
+
HEA
TTB
B
B
+
+
B
A
+
-
-
HEA
TTB
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
F
A
A
+
-
B
A
+
-
-
G
B
A
-
-
B
B
-
-
+
-
H
B
B
-
+
B
B
-
-
+
-
I
B
B
-
+
B
B
-
-
-
J
B
A
-
+
B
B
-
+
+
-
K
B
B
-
-
B
B
-
-
+
L
A
A
-
+
B
B
-
+
M
A
A
-
-
B
B
-
N
B
A
-
-
B
A
O
A
A
-
-
B
P
A
A
-
-
A
A
A
+
B
B
B
C
B
D E
+
+
Kesimpulan
-
-
95
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Pasar Bogor
Bawal Pasar Bogor
Gurame Pasar Bogor
Kode
TSIA
LIA
Media
Media
-
BSA
RV
+
-
BSA
TTB
-
-
-
HEA
TTB
A
-
-
+
-
+
XLDA
TTB
B
B
+
-
+
+
-
BSA
RV
-
B
A
-
+
-
BSA
TTB
-
+
B
B
-
+
+
-
+
XLDA
TTB
B
+
+
B
B
-
+
+
-
+
BSA
RV
A
A
+
-
B
B
+
-
-
BSA
TTB
102
B
A
+
-
B
A
+
-
+
XLDA
TTB
103
A
A
+
+
B
B
-
+
-
XLDA
TTB
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
104
A
A
+
-
B
B
-
-
105
A
A
+
+
B
B
-
106
B
B
-
-
B
A
107
A
A
-
-
B
108
A
A
+
-
109
A
A
+
110
B
B
100
B
101
Dugaan
Urea
+
Kesimpulan
-
96
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Pasar Induk
Bawal Pasar Induk
Gurame Pasar Induk
Kode
TSIA
LIA
Media
Media
-
BSA
RV
-
-
BSA
TTB
-
-
+
HEA
TTB
B
-
+
-
XLDA
TTB
B
B
-
-
+
BSA
RV
-
B
B
-
-
-
BSA
TTB
-
+
B
A
-
+
+
HEA
TTB
-
+
B
B
-
-
-
XLDA
TTB
A
B
Gas
H2S
A
B
Gas
H2S
119
A
A
+
-
B
B
-
-
120
A
A
+
-
B
B
-
121
B
B
-
+
B
B
122
B
B
-
+
B
115
B
B
+
+
116
A
A
-
117
B
A
118
A
A
Dugaan
Urea
-
+
-
Kesimpulan
+
-
+
NA
97
Lampiran 7. (lanjutan) Hasil uji isolasi Salmonella
Sampel
Kembung Giant Padjajaran
Bawal Giant Padjajaran
Gurame Giant Padjajaran
Kode 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166
A B B B B B B B A B B B B B B B B B B B
B B B B A B A B A A A A B B B B B A B A
TSIA Gas + + + + + + + + + + -
H2S + + + + + + + + + + + + + + +
A B B B B B B B B B B B B B B B B B B B
B B B B A A B A A A A A B B B B B A B B
LIA Gas + -
H2S + + + + + + + + + + + -
Dugaan
Urea
Kesimpulan
Media
Media
+ + + + + + + + + + + + + +
-
+ + +
-
+
-
+
+ +
-
-
+ + + + +
-
+ +
XLDA HEA BSA XLDA HEA HEA BSA BSA XLDA HEA BSA XLDA XLDA HEA BSA XLDA XLDA HEA BSA
RV RV RV TTB TTB TTB TTB RV TTB TTB TTB RV RV RV RV TTB TTB TTB TTB 98
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Total Mikroba Tiga Sampel Ikan (Kembung, Bawal, Gurami). Mann-Whitney Test and CI: Kembung Tradisional, Kembung Modern N Median Kembung Tradisional 3 6.500 Kembung Modern 7 5.730 Point estimate for ETA1-ETA2 is 1.160 96.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.270,2.820) W = 27.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0227 Mann-Whitney Test and CI: Bawal Tradisional, Bawal Modern N Median Bawal Tradisional 3 7.350 Bawal Bawal Modern 7 6.430 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.430 96.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-1.140,1.939) W = 22.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.2545 Mann-Whitney Test and CI: Gurame Tradisional, Gurame Modern N Median Gurame Tradisional 2 6.965 Gurame Modern 7 6.200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 1.090 94.3 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.030,2.840) W = 17.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0570
99