SKRIPSI OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI

Download 6 Jan 2010 ... Proses pembuatan tahu didasarkan pada koagulasi protein susu kedelai. Produksi kedelai dalam ... Hasil penelitian tahap pert...

0 downloads 768 Views 1MB Size
SKRIPSI

OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

Oleh ARDI RAMDHANI F24050572

2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh ARDI RAMDHANI F24050572

2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

ARDI RAMDHANI F24050572

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

(Dr. Ir. Sukarno, M.Sc) NIP: 19601027 198703 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814 199002 1 001

Tanggal Lulus : 6 Januari 2010

ARDI RAMDHANI. F24050572. Optimasi Pembuatan Tahu Berbahan Dasar Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) dan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Di bawah bimbingan: Sukarno. RINGKASAN Tahu merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan mahalnya harga sumber protein hewani. Proses pembuatan tahu didasarkan pada koagulasi protein susu kedelai. Produksi kedelai dalam negeri yang merupakan bahan baku pembuatan tahu pada tahun 2006 sebesar 0.8 juta ton jauh di bawah kebutuhan dalam negeri yang mencapai 2 juta ton, sehingga diperlukan upaya untuk mencari alternatif kedelai, salah satunya adalah dengan biji kecipir. Kecipir berpotensi karena produktivitasnya tinggi yaitu 2380 kg per hektar per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan kedelai yang hanya sekitar 900 kg per hektar per tahun serta harganya yang lebih terjangkau (Haryoto, 1995). Selain itu kandungan zat gizi kecipir tidak jauh berbeda dengan kedelai. Pembuatan tahu kecipir telah dilakukan sebelumnya namun teksturnya lunak, tidak kenyal, dan rasanya pahit, sehingga diperlukan suatu upaya untuk memperbaikinya, salah satunya adalah dengan penambahan kedelai. Penelitian ini bertujuan menghasilkan metode pembuatan tahu biji kecipirkedelai dengan karakteristik tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, serta rasa seperti tahu kedelai pada umumnya. Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian tahap pertama dan tahap kedua. Pada penelitian tahap pertama dilakukan penentuan perbandingan kecipir dan kedelai (70:30, 60:40, dan 50:50) serta jenis koagulan (CaSO4 dan CaCl2). Penelitian tahap kedua dilakukan dengan perlakuan perbandingan antara biji kecipir-kedelai dengan air pengekstrak (1:3 dan 1:4) dan konsentrasi koagulan terpilih. Produk tahu yang telah dibuat akan dianalisis secara obyektif meliputi rendemen, intensitas warna, dan tekstur, serta secara subyektif yaitu uji organoleptik rating hedonik. Analisis proksimat kemudian dilakukan terhadap produk tahu terbaik. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan semakin besar persentase kedelai yang digunakan akan memberikan karakteristik organoleptik yang lebih baik. Pembuatan tahu biji kecipir-kedelai yang paling baik yaitu pada perbandingan kecipir dan kedelai 50:50 dengan jenis koagulan kalsium sulfat. Karakteristik tahu yang dihasilkan yaitu warna putih keabuan, tekstur padat dan kompak, dan rasa yang dapat diterima. Penelitian tahap kedua menunjukkan perlakuan perbandingan antara biji kecipir-kedelai dengan air pengekstrak 1:4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% adalah yang paling baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai atribut aroma, warna, dan tekstur yaitu 5.43, 5.70, dan 6.27 yang mempunyai nilai agak suka - suka. Pembuatan tahu biji kecipir-kedelai yang dapat menghasilkan karakteristik paling baik dilakukan dengan menggunakan perbandingan biji kecipir dan kedelai 50:50, jenis koagulan kalsium sulfat dengan konsentrasi 2.0%, dan penggunaan perbandingan air pengekstrak sebesar 1:4. Tahu yang dihasilkan memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dibandingkan tahu kedelai pada umumnya baik tekstur, warna, aroma, maupun kandungan gizinya. Tahu yang dihasilkan memiliki kadar air 80.00% (bb), kadar abu 1.68% (bb), kadar lemak 6.71% (bb), kadar protein 9.30% (bb), dan kadar karbohidrat 2.32% (bb).

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 4 Mei 1987. Penulis merupakan anak kedua dari keluarga Bapak Tomi Tamzid dan Ibu Madiah Amalia. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Siti Khodijah Bandung pada tahun 1992-1993, dan menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Anjasmoro 02 Semarang pada tahun 1993-1999. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor pada tahun 19992002 dan melanjutkan sekolah lanjutan di SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 20022005. Penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Fateta, IPB). Selama perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan non akademik dan organisasi. Dalam kegiatan non akademik, penulis merupakan salah satu administrator laboratorium komputer di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan aktif dalam kegiatan alam bebas. Dalam bidang organisasi, penulis menjadi anggota HIMITEPA divisi departemen peduli pangan Indonesia periode 20062007, mengikuti kepanitiaan IFOODEX 2007, BAUR 2007, Bina Desa Galuga, Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah, dan Penyuluhan Keamanan Pangan Anak Sekolah. Penulis menyelesaikan tugas akhir berupa penelitian yang berjudul “ Optimasi Pembuatan Tahu Berbahan Dasar Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) dan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)“ di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan di bawah bimbingan Dr. Ir. Sukarno, MSc.

KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata`ala karena atas limpahan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Pembuatan Tahu Berbahan Dasar Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) dan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)”. Tulisan ini merupakan laporan penelitian yang telah dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua Orangtua (Bapak Tomi dan Ibu Lia) atas semua doa, kasih sayang, serta dukungan moril. Kepada kakak dan adik (Teguh Yudakusumah dan Aji Ardana) atas supportnya. 2. Dr. Ir. Sukarno, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan, bantuan, diskusi, serta nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir. 3. Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc dan Dian Herawati, STP, M.Si atas kesedian menjadi dosen penguji, serta atas kritik, masukan, dan sarannya sebagai bahan evaluasi diri. 4. Nina Nurmayanti yang telah memberi dukungan dan dorongan yang tak henti kepada penulis. 5. Teman-teman satu bimbingan Dita dan Ola, terima kasih telah menjadi tim yang saling mendukung. 6. Sahabat-sahabat selama di ITP 42 : Aji, Nanda, Haris, Umam, Beqi, Midun, Ikhwan, Hestiana, Wiwi, Caca, Ferawati, Wahyu, Tyu. Terima kasih atas semua ukiran pengalaman dan kebersamaannya. 7. Seluruh teman-teman ITP 42 tercinta yang telah melangkah bersama dalam menjalani kuliah dan praktikum di departemen ITP. 8. Seluruh laboran ITP: Ibu Antin, Ibu Rub, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Pak Edi, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama penulis melakukan penelitian.

i

9. Rekan-rekan di Himitepa yang selalu mendukung penulis selama kuliah dan penelitian di Departemen ITP. 10. Keluarga besar ITP angkatan 41, 43, 44 atas kebersamaannya selama ini. 11. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi amal bagi penulis serta menjadi awal sebuah perjalanan menuju kesuksesan penulis di kemudian hari.

Bogor, Januari 2010

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………….

i

DAFTAR ISI ………….………………………………………………..

iii

DAFTAR TABEL ……...........................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ……………….......................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ……...................................................................

viii

I.

II.

III.

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

A. LATAR BELAKANG .............................................................

1

B. TUJUAN ...................................................................................

2

C. MANFAAT ...............................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................

4

A. KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) ………………...

4

1. Protein ………………………………………………….…

6

2. Lemak ………………………………………………….…

8

3. Karbohidrat …………………………………………….…

9

4. Vitamin dan Mineral ………………………………….......

9

5. Zat Antinutrisi ………………………………………….…

10

B. KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ………………………….

11

C. TAHU ……………...................................................................

13

1. Pembuatan Tahu Kedelai …………………………………

15

2. Pembuatan Tahu Kecipir ………………………………....

16

D. KOAGULAN TAHU ..……………………………………….

17

METODOLOGI PENELITIAN…………………………………..

20

A. BAHAN DAN ALAT ...............................................................

20

B. METODE PENELITIAN .........................................................

20

1. Penelitian Tahap Pertama ...................................................

20

2. Penelitian Tahap Kedua .....................................................

23

C. PENGAMATAN.......................................................................

24

1. pH ……….……………………..........................................

24

iii

2. Kadar Air ………..…..........................................................

24

3. Kadar Abu ……………………………..............................

24

4. Kadar Protein ………..........................................................

25

5. Kadar Lemak ………………..............................................

26

6. Kadar Karbohidrat ….……….……………………………

27

7. Rendemen Tahu ……………………………………….….

27

8. Tekstur ……………………................................................

27

9. Warna ……………………. ………………………………

27

10. Analisis Organoleptik …………………………………….

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................

29

A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA …………………………

29

1. Proses Pembuatan Tahu ……………… ………………….

30

a. Pencucian dan Perendaman …………………………..

30

b. Penggilingan dan Pemasakan …………………………

31

c. Ekstraksi dan Koagulasi ………………………………

32

d. Pencetakan dan Pengepresan …………………………

33

2. Hasil Pengamatan ……..………………………….………

34

a. pH …………………………………………………….

34

b. Warna …………………………………………………

35

c. Aroma …………………………………………………

36

d. Tekstur …………………………………………….…

37

e. Rasa …..………………………………………………

38

3. Penentuan Perbandingan Biji Kecipir-Kedelai dan Jenis Koagulan ............................................................................

39

B. PENELITIAN TAHAP KEDUA …………………………….

40

1. Rendemen tahu …………………………………..…….…

41

2. Tekstur ……………………..……………………………..

42

3. Warna ………………………. ……………………………

43

4. Analisis Organoleptik …………………………………….

45

a. Aroma ………………………………………………..

46

b. Warna ………………………………………………..

47

c. Tekstur ……………………………………………..…

49

iv

5. Penentuan Perlakuan Terbaik …………….………………

50

a. Kadar Air …………………………………………….

51

b. Kadar Abu ………………………………………….…

51

c. Kadar Lemak …….……………………………………

52

d. Kadar Protein ……………………………………….…

52

e. Kadar Karbohidrat ….…………………………………

53

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….

54

A. KESIMPULAN ………………………………………………

54

B. SARAN ……………………………………………………….

55

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

56

LAMPIRAN ............................................................................................

58

V.

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.

Perbandingan produktivitas biji kecipir, kedelai, dan kacang tanah per hektar .................................................................. .........

5

Tabel 2.

Komposisi kimia bagian-bagian dari tanaman kecipir ................

6

Tabel 3.

Komposisi asam amino esensial pada biji kecipir ………….......

7

Tabel 4.

Nilai PER dan NPU biji kecipir, susu skim, dan beberapa jenis kacang-kacangan .................................................................

7

Tabel 5.

Komposisi asam lemak biji kecipir dan kedelai .........................

9

Tabel 6.

Komposisi vitamin dan mineral dari biji kecipir ........................

10

Tabel 7.

Komposisi kimia kedelai dan biji kecipir ...................................

13

Tabel 8.

Komposisi kimia tahu …………………...……………………..

14

Tabel 9.

Syarat mutu tahu menurut SNI ………......................................

14

Tabel 10. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu ..............................

18

Tabel 11. Persentase berat beberapa jenis koagulan yang digunakan untuk memproduksi beberapa macam tahu .................................

19

Tabel 12. Hasil analisis proksimat biji kecipir dan kedelai yang digunakan dalam penelitian ………………………....................

29

Tabel 13. Penilaian subyektif warna tahu biji kecipir-kedelai ……. ...........

36

Tabel 14. Penilaian subyektif aroma tahu biji kecipir-kedelai ....................

37

Tabel 15. Penilaian subyektif tekstur tahu biji kecipir-kedelai ...................

37

Tabel 16. Penilaian subyektif rasa tahu biji kecipir-kedelai .......................

39

Tabel 17. Rekapitulasi perlakuan yang dapat menghasilkan karakterisik tahu paling baik ...........................................................................

39

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Tanaman kecipir ………………………………………….…..

4

Gambar 2.

Biji kecipir ...............................................................................

5

Gambar 3.

Kedelai …………………………........................... ..................

12

Gambar 4.

Diagram alir perlakuan awal kacang kedelai …………..........

21

Gambar 5.

Diagram alir perlakuan awal biji kecipir ..................................

21

Gambar 6.

Diagram alir pembuatan tahu biji kecipir-kedelai pada penelitian tahap pertama ....................................................…..

Gambar 7.

22

Grafik hubungan antara nilai pH dengan perbandingan biji kecipir dan kedelai dalam pembuatan tahu biji kecipirkedelai........... ............................................................................

34

Gambar 8.

Grafik hasil rendemen tahu pada berbagai perlakuan ..............

41

Gambar 9.

Grafik nilai kekerasan tahu pada berbagai perlakuan …...…...

43

Gambar 10. Grafik nilai kecerahan (L) tahu pada berbagai perlakuan ……

44

Gambar 11. Grafik intensitas warna merah (a) tahu pada berbagai perlakuan ........................................................................... …...

44

Gambar 12. Grafik intensitas warna kuning (b) tahu pada berbagai perlakuan ........................................................................... …...

45

Gambar 13. Nilai sensori aroma rating hedonik pada tahu biji kecipirkedelai ………………………………………. ……………….

46

Gambar 14. Nilai sensori warna rating hedonik pada tahu biji kecipirkedelai ………………………………………. ……………….

48

Gambar 15. Nilai sensori tekstur rating hedonik pada tahu biji kecipirkedelai ………………………………………. ……………….

49

Gambar 16. Grafik spider web nilai sensori tahu biji kecipir-kedelai .……

50

Gambar 17. Produk tahu biji kecipir-kedelai dengan perlakuan terbaik ….

51

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1.

Hasil analisis kadar air biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai ……………………….…………..…………

Lampiran 2.

Hasil analisis kadar abu biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai ……………………….…………..…………

Lampiran 3.

60

Hasil analisis kadar protein biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai ……………………….……………..………

Lampiran 5.

59

Hasil analisis kadar lemak biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai ……………………….……………..………

Lampiran 4.

59

60

Hasil analisis kadar karbohidrat biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai ………………………. …………..……

61

Lampiran 6.

Rendemen tahu kecipir-kedelai ……………………………

62

Lampiran 7.

Hasil pengukuran tekstur tahu kecipir-kedelai ….………....

63

Lampiran 8.

Hasil pengukuran kecerahan (L) warna tahu kecipir-kedelai

64

Lampiran 9.

Hasil pengukuran intensitas warna merah (a) tahu kecipirkedelai ……………………………………………….……..

65

Lampiran 10. Hasil pengukuran intensitas warna kuning (b) tahu kecipirkedelai ……………. ..............................................................

66

Lampiran 11. Lembar kuesioner rating hedonik tahu kecipir-kedelai …....

67

Lampiran 12. Nilai sensori aroma rating hedonik tahu kecipir-kedelai …..

68

Lampiran 13. Nilai sensori warna rating hedonik tahu kecipir-kedelai …..

69

Lampiran 14. Nilai sensori tekstur rating hedonik tahu kecipir-kedelai .....

70

Lampiran 15. Hasil analisis keragaman rendemen tahu kecipir-kedelai ….

71

Lampiran 16. Hasil analisis keragaman kekerasan tahu kecipir-kedelai .....

72

Lampiran 17. Hasil analisis keragaman kecerahan (l) warna tahu kecipirkedelai ...................................................................................

73

Lampiran 18. Hasil analisis keragaman intensitas warna merah (a) warna tahu kecipir-kedelai ……………………………………... …

74

viii

Lampiran 19. Hasil analisis keragaman intensitas warna kuning (b) warna tahu kecipir-kedelai …………………………...……………

75

Lampiran 20. Hasil analisis keragaman nilai sensori aroma rating hedonik tahu kecipir-kedelai …… …………..……………………….

76

Lampiran 21. Hasil analisis keragaman nilai sensori warna rating hedonik tahu kecipir-kedelai …… …………..…………………….…

77

Lampiran 22. Hasil analisis keragaman nilai sensori tekstur rating hedonik tahu kecipir-kedelai …………………… ……….…

78

ix

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Protein adalah zat gizi makro yang berfungsi sebagai blok-blok pembangun utama untuk perkembangan atau pertumbuhan, perawatan, dan pemulihan jaringan yang rusak (Soerawidjaja, 2005). Protein dapat bersumber dari protein hewani dan protein nabati. Namun masyarakat lebih memilih sumber protein yang berasal dari bahan nabati, karena sumber protein hewani harganya relatif mahal. Salah satu bahan pangan yang kaya akan kandungan protein nabati adalah tahu. Tahu umumnya diproduksi dari koagulasi protein susu kedelai. Kedelai sebagai bahan baku utama dalam produksi tahu adalah tanaman subtropik. Pada daerah tropik seperti Indonesia, kedelai memiliki produktivitas hanya sekitar 900 kg/hektar/tahun (Haryoto, 1995). Produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2006 sebesar 0,8 juta ton, jauh di bawah kebutuhan dalam negeri yang mencapai 2 juta ton, sehingga demi memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia melakukan impor kedelai. Oleh sebab itu, diperlukan upaya mencari alternatif kedelai dengan bahan lain yang dapat dibudidayakan secara produktif di Indonesia dan dapat terjangkau oleh masyarakat Indonesia, salah satunya adalah biji kecipir. Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti kedelai karena merupakan tanaman asli daerah tropik yang produktivitasnya tinggi yaitu 2380 kg/hektar/tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan kedelai (Haryoto, 1995). Biji kecipir juga memiliki kandungan zat gizi yang tidak jauh berbeda dibandingkan kedelai. Selain kandungan protein yang tinggi, biji kecipir juga memiliki skor asam amino pembatas sebesar 100, artinya pada biji kecipir terdapat asam amino esensial yang lengkap dengan jumlah yang cukup sama halnya dengan kedelai (Young dan Pellet, 1994). Namun, kecipir memiliki beberapa kekurangan dibandingkan kedelai, yaitu bijinya berwarna hitam dan berkulit keras. Kekurangan tersebut

menimbulkan kendala pada upaya penggunaan kecipir sebagai alternatif pengganti kedelai. Pada dasarnya, pembuatan tahu dengan berbahan baku biji kecipir menggunakan metode yang sama dengan proses pembuatan tahu kedelai. Usaha pembuatan tahu dari kecipir telah dilakukan oleh Felinia dan Murni (2008). Namun, tahu kecipir yang dihasilkan masih memiliki kekurangan dibandingkan dengan tahu kedelai karena teksturnya yang lunak, tidak kenyal, dan rasa pahit, sehingga diperlukan suatu upaya untuk memperbaikinya, salah satunya dengan menyampurkan biji kecipir dan kacang kedelai. Biji kecipir sebagai bahan alternatif pensubstitusi kedelai diharapkan dapat menjadi alternatif sumber kedelai sehingga diperlukan suatu optimasi proses pembuatan tahu berbahan dasar biji kecipir dan kedelai mulai dari perbandingan biji kecipir dan kedelai, jumlah air yang ditambahkan pada proses penggilingan dan perebusan, serta jenis koagulan dan konsentrasi koagulan yang dipakai. Optimasi ini akan menghasilkan metode pembuatan tahu kecipir-kedelai dengan karakteristik tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, berwarna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu. B. TUJUAN 1. Mengetahui

perbandingan

biji

kecipir

dan

kedelai

yang

dapat

menghasilkan tahu dengan mutu yang baik. 2. Mempelajari pengaruh perbedaan jenis dan konsentrasi koagulan terhadap curd yang dihasilkan. 3. Mempelajari pengaruh jumlah penambahan air pada proses penggilingan dan perebusan terhadap mutu tahu yang dihasilkan. 4. Menghasilkan metode pembuatan tahu biji kecipir-kedelai dengan karakteristik tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, berwarna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu.

2

C. MANFAAT Memberikan alternatif bahan baku pembuatan tahu yang lebih terjangkau serta dapat diaplikasikan untuk industri pangan khususnya UKM (Usaha Kecil Menengah).

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) atau yang dikenal dengan nama jaat (Jawa Barat), biraro (Manado), dan kacang embing (Palembang) adalah jenis kacang-kacangan yang tumbuh merambat pada ajir atau pada batang tanaman lain. Tanaman kecipir adalah tanaman setahun, berbentuk perdu, berakar tunggang, dan dari akar ini sering terjadi penjelmaan menjadi umbi akar. Tingginya dapat mencapai 2-3 meter atau lebih (Gambar 1). Tanaman kecipir dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah mulai dari tanah berpasir, tanah lempung, tanah berat sampai pada tanah-tanah gambut, tetapi agak peka terhadap tanah yang drainasenya kurang baik, terutama tanah tergenang. Kecipir juga dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang tidak subur karena adanya kemampuan tanaman tersebut di dalam pengikatan nitrogen udara (Soedarsono, 1979). Kecipir mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kacang kedelai dan kacang tanah. Perbandingan produktivitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 1. Tanaman kecipir

Tabel 1. Perbandingan produktivitas biji kecipir, kedelai, dan kacang tanah per hektar Jenis

Produksi (kg per hektar)

Biji kecipir

2.380

Kedelai

900

Kacang tanah

1.000

Sumber : Haryoto (1995) Terdapat dua tahap dalam perkembangan polong, yakni pada tahap pertama, berlangsung 20 hari sejak terbentuknya buah yakni ukuran maksimal untuk sebuah polong tercapai, sedangkan pada tahap kedua dibutuhkan waktu 44 hari yakni biji sudah mulai matang, kulit pinggir dari polong berkerut siap untuk mengeluarkan biji jika kulitnya merekah. Bentuk biji kecipir bulat dan keras dengan berat tiap biji sekitar 0.04-0.64 gram (National Academy of Science, 1981).

Gambar 2. Biji kecipir

Tanaman kecipir dapat menghasilkan daun, buah muda, biji, dan umbi yang mengandung nilai gizi yang baik, tetapi kandungan gizi yang terbaik terdapat pada bijinya. Kadar protein, lemak, dan jumlah energi yang terkandung dalam biji kecipir lebih tinggi dibanding dengan daun, buah maupun umbinya, seperti kadar proteinnya sekitar 29.8 – 39.0 % dan kadar lemaknya sekitar 15.0 – 20.4 %. Tabel 2 menunjukkan komposisi kimia dari bagian-bagian tanaman kecipir.

5

Tabel 2. Komposisi kimia bagian-bagian dari tanaman kecipir Daun Polong muda Biji muda Biji tua Air 64.2 – 85.0 76.0 – 93.0 35.8 – 88.1 8.7 – 24.6 c Energi (Kkal) 48 46 24 - 170 387 - 454 b Protein 5.0 – 7.7 1.9 – 4.3 4.6 – 10.7 29.8 – 39.0 b Lemak 0.5 – 2.5 0.1 – 3.4 0.7 – 10.4 15.0 – 20.4 b Karbohidrat (total) 3.0 – 8.5 1.1 – 7.9 5.6 – 42.1 23.9 – 42.0 b Serat 3.0 – 4.2 0.9 – 3.1 1.0 – 2.5 3.7 – 16.1 b Abu 1.0 – 2.9 0.4 – 1.9 1.0 3.3 – 4.9 b Keterangan : Nilai dinyatakan dalam gram per 100 gram berat segar c Kkal = Kilo kalori/100 gram berat segar d Nilai rata-rata Sumber : National Academy of Science (1981) b

Umbi 54.9 – 65.2 151d 3.0 – 15.0 0.4 – 1.1 27.2 – 30.5 1.6 – 17.0 0.9 – 1.7

1. Protein Penilaian gizi protein biji kecipir tidak hanya terletak pada kandungan proteinnya, tetapi juga tergantung dari komposisi asam amino yang terkandung di dalam protein tersebut. Kandungan asam amino biji kecipir hampir sama dengan kedelai dan lebih tinggi dari jenis kacangkacangan lainnya (Claydon, 1978). Protein kacang-kacangan pada umumnya kekurangan asam-asam amino yang mengandung sulfur seperti sistein, metionin, dan triptofan, tetapi kaya akan asam amino lisin (Winarno dan Rahman, 1974). Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi asam amino pada protein biji kecipir. Melihat kandungan asam amino biji kecipir, maka biji kecipir dapat digunakan sebagai sumber makanan berprotein atau dapat dipakai sebagai suplementasi bahan sereal yang kekurangan asam amino lisin. Mutu suatu protein kacang-kacangan umumnya dinyatakan dalam Protein Efficiency Ratio (PER) dan Net Protein Utilization (NPU) yang diuji pada beberapa hewan percobaan (National Academy of Science, 1981). Tabel 4 menunjukkan nilai PER dan NPU dari beberapa bahan pangan. Terlihat bahwa biji kecipir dan kacang kedelai memiliki nilai nutrisi protein yang hampir sama.

6

Tabel 3. Komposisi asam amino esensial pada biji kecipir Asam amino Jumlah (mg per g N) Isoleusin 242 - 350 Leusin 453 – 564 Lisin 413 – 600 Metionin 38 – 87 Sistein 73 – 162 Phenilalanin 214 – 419 Tirosin 195 – 431 Treonin 256 – 300 Tryptophan 47 – 69 Valin 242 – 344 Arginin 400 – 469 Histidin 169 – 183 Sumber : National Academy of Science (1981)

Tabel 4. Nilai PER dan NPU biji kecipir, susu skim, dan beberapa jenis kacang-kacangan Komponen Protein dalam Makanan 10 % protein PER NPU Biji kecipir 2.14 55.0 Kacang tanah 1.53 46.2 Susu skim 3.04 73.2 Kecipir + jagung (campuran) 2.70 65.7 Kacang tanah + jagung (campuran) 1.92 54.7 Kedelai 2.10 56.0 Sumber : National Academy of Science (1981)

Kualitas dari protein juga dapat dianalisis menggunakan metode Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS). Metode ini diperkenalkan oleh FAO untuk membandingkan kualitas protein berdasarkan pada kebutuhan asam amino dalam tubuh. Protein yang ideal adalah protein yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan akan asam amino esensial. PDCAAS dihitung dengan mengalikan daya cerna protein dengan skor asam amino pembatas. Skor asam amino dihitung dengan membandingkan konsentrasi asam amino pada bahan pangan dengan konsentrasi asam amino berdasarkan pola kebutuhan asam amino yang

7

direkomendasikan oleh FAO (1973). Nilai PDCAAS tidak dapat lebih dari 100%. Isolat protein kedelai, gandum, dan putih telur merupakan beberapa sumber protein yang memiliki nilai PDCAAS sebesar 100% (Schaafsma, 2000). Menurut Young dan Pellet (1994), biji kecipir dan kedelai memiliki skor asam amino pembatas sebesar 100, artinya baik pada biji kecipir maupun kedelai sama-sama memiliki asam amino esensial yang lengkap dengan jumlah yang cukup. Gillespie et al. (1981) telah menyelidiki protein biji kecipir dengan ultra centrifuge, dan didapatkan bahwa protein biji kecipir mempunyai dua sub unit yang penting yaitu 2S dan 7S. Pada proses elektroforesis dengan membran selulosa asetat diperoleh tiga komponen protein yang dinamakan psophocarpin A, psophocarpin B, dan psophocarpin C serta masingmasing mempunyai sifat yang berbeda-beda. Psophocarpin A mempunyai sub unit 8S pada buffer chloride asetat pH 4.5 dan merupakan protein tunggal yang kaya akan asam amino yang mengandung sulfur. Fraksi protein ini menyerupai conglupin yaitu protein yang kaya belerang yang terdapat pada lupin. Psophocarpin A mempunyai BM 40.000, bentuk polimer S kemungkinan tetramer yang tersusun atas dua ikatan disulfide polipeptida dengan BM 24.000 dan 16.000. Psophocarpin B mempunyai sub unit 2S dengan BM 15.000 – 80.000. fraksi tersebut menyerupai conglucinin pada kedelai (Gillespie et al., 1981).

2. Lemak Kandungan lemak biji kecipir relatif tinggi yaitu sekitar 15 – 20 %. Dalam jumlah tesebut, 71 % merupakan asam lemak tidak jenuh terutama asam linoleat (National Academy of Science, 1981). Komposisi asam lemak biji kecipir dapat dilihat pada Tabel 5. Dibandingkan dengan kedelai, asam lemak linoleat biji kecipir lebih rendah, sehingga mempunyai kestabilan yang lebih tinggi (Claydon, 1978). Asam parinarat yang terdapat dalam minyak biji kecipir sukar diisolasi, meskipun dapat diidentifikasi dengan spektrum ultra violet. Di

8

samping asam parinarat, ada pula asam lemak yang kurang penting dan banyak terdapat di dalam minyak biji kecipir yaitu asam lemak behenat. Asam lemak ini merupakan asam lemak yang tidak mengandung racun dan terdapat dalam fraksi tak tersabunkan, yang hilang selama pemurnian minyak kasar (Claydon, 1978).

Tabel 5. Komposisi asam lemak biji kecipir dan kedelai Asam lemak Biji kecipir (%) Kedelai (%) Miristat 0.1 – 0.4 0.1 – 0.3 Palmitat 7.4 – 9.8 6.8 – 11.5 Palmitoleat 0.1 – 0.8 0.1 – 1.0 Stearat 2.8 – 6.9 1.4 – 5.5 Oleat 24.5 – 41.6 22.0 – 55.0 Linoleat 27.2 – 31.3 49.8 – 60 Linolenat 1.0 – 2.0 2.0 – 10 Arachidat 1.3 – 2.2 0.3 – 0.4 Behenat 6.1 – 15.9 0.1 – 0.3 Sumber : National Academy of Science (1981)

3. Karbohidrat Sebagai sumber karbohidrat, kacang-kacangan kurang penting artinya karena hampir tidak mengandung pati. Sebagian besar terdiri dari polisakarida tinggi yang sukar dicerna oleh tubuh menusia, yaitu selulosa, dan hemiselulosa, sedangkan bagian yang dapat dicerna yaitu gula heksosa berupa sukrosa, stachyosa, rafinosa, arabinosa, dan glukosa terdapat dalam jumlah kecil pada kedelai (Smith dan Circle, 1972). Norman (1937) di dalam Praptiningsih (1979), menyebutkan bahwa di dalam biji kulit kecipir terdapat hemiselulosa dan selulosa yang menyebabkan kulit biji kecipir keras dan sukar dilepaskan.

4. Vitamin dan Mineral Biji kecipir kaya akan tokoferol (vitamin E), yang dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengkatalisis penggunaan vitamin A dalam tubuh. Hal ini sangat penting untuk mencegah defisiensi vitamin A

9

yang dapat menyebabkan kebutaan pada anak-anak. Komposisinya dapat dilihat pada pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi vitamin dan mineral dari biji kecipir Biji (mg per 100 g) Komposisi Vitamin Tokoferol 22.8 Thiamin 0.08 – 1.7 Riboflavin 0.2 – 0.5 Niacin 3.1 – 4.6 Asam folat 25.6 – 63.5 Mineral Calsium 80 – 370 Magnesium 110 – 255 Kalium 1110 – 1800 Natrium 14 – 64 Phosphor 200 – 610 Besi 2 – 18 Sumber : National Academy of Science (1981)

Kecipir mengandung beberapa jenis mineral antara lain Ca, Mg, K, Na, P, dan Fe. Pada kacang-kacangan, mineral yang terpenting adalah Fe karena terdapat dalam bentuk yang langsung dapat digunakan untuk pembentukan hemoglobin darah. Unsur K dan P kurang dapat digunakan sebagai sumber mineral bagi manusia, karena sebagian besar terdapat dalam jumlah ikatan asam phitat dan membentuk garam yang sukar dicerna dan diserap oleh usus (Smith dan Circle, 1972).

5. Zat Antinutrisi Pada umumnya jenis kacang-kacangan mengandung senyawasenyawa antinutrisi yang menyebabkan jenis kacang-kacangan mentah mempunyai nilai gizi rendah bila dibandingkan dengan kacang-kacangan yang telah mengalami pengolahan. Senyawa-senyawa antinutrisi yang ditemukan pada biji kecipir antara lain tripsin inhibitor, hemaglutinin atau phytohemaglutinin serta khemotripsin inhibitor (National Academy of

10

Science, 1981). Senyawa-senyawa antinutrisi tersebut diketahui dapat menurunkan aktivitas protein dalam tubuh. Gillepsie et al. (1981) menemukan tripsin inhibitor masing-masing sebesar 3.0 dan 1.5 % dari protein biji kecipir, sedangkan hemaglutinin mencapai 20 – 24 % dari protein biji kecipir. Biji kecipir mengandung tannin sebesar 40.88 – 51.25 mg per g. Senyawa ini diketahui dapat bersifat sebagai antinutrisi. Penghilangan kulit biji setelah biji kecipir direndam dalam air selama 24 jam dapat mengurangi kandungan tannin sebanyak 66.76 – 80.68 %. Biji kecipir mengandung tripsin inhibitor yang bersifat labil terhadap panas dan dapat dihilangkan dengan panas (Narayana dan Rao, 1982). Bau langu pada kacang-kacangan disebabkan aktivitas lipoksigenase yang terdapat secara alamiah. Enzim lipoksigenase akan memecah mata rantai asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan sejumlah senyawa yang lebih kecil bobot molekulnya terutama senyawa-senyawa aldehid, keton, atau alkohol. Perlakuan perendaman di dalam air selama 4 jam diikuti dengan pemanasan uap air pada suhu 1000C selama 10 menit cukup memadai untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dan memperbaiki aroma atau flavor-flavor hasil olahannya (Narayana dan Rao, 1982).

B. KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) telah lama dikenal masyarakat Asia, yang secara tradisional mengonsumsinya dalam berbagai bentuk olahan. Kedelai dapat langsung dikonsumsi (tanpa olahan), misalnya maotou dan toufen di Cina. Kedelai dapat juga diolah, baik dengan fermentasi, misalnya natto dan miso di Jepang, serta tempe di Indonesia, atau tanpa fermentasi, misalnya touchang dan toufu di Cina, serta tahu di Indonesia. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering.

11

Gambar 3. Kedelai

Adapun komposisi kimia kacang kedelai yaitu protein, energi, karbohidrat, lemak, serat, abu dan air dapat dilihat pada Tabel 7 dengan perbandingan komposisi kimia pada kecipir. Lemak yang terkandung dalam kedelai, sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh dan mengandung 15% asam lemak jenuh. Kedelai merupakan sumber asam amino esensial kecuali metionin dan triptofan.

Berdasarkan

analisis

ultra

sentrifuge,

protein

kedelai

diklasifikasikan menjadi empat fraksi dengan laju sedimentasi 2S, 7S, 11S, dan 15S. Angka-angka tersebut menggambarkan koefisien sedimentasi protein, semakin besar angka koefisien maka kecenderungan protein untuk bersedimentasi semakin besar. Pada protein kedelai fraksi yang paling banyak terdapat adalah fraksi 7S dan 11S. Fraksi 7S merupakan glikoprotein trimerik, tersusun atas enam kombinasi dari tiga subunit yang berasosiasi melalui interaksi hidrofobik. Sedangkan Fraksi 11S mengandung subunit basa dan dua cincin heksagonal yang saling berhadapan, masing masing mengandung tiga bagian dari mata rantai asam disulfida yang berasosiasi secara hidrofobik. Sebagian besar dari faksi 11S adalah globulin (Wolf dan Cowan, 1971). Protein kedelai yang sebagian besar adalah globulin, mempunyai titik isoelektrik 6.4 (Wijaya dan Rohman, 2001). Protein lainnya seperti proteosa, prolamin dan albumin bersifat larut dalam air sehingga diperkirakan penurunan kadar protein dalam perebusan disebabkan terlepasnya ikatan

12

struktur protein karena panas yang menyebabkan terlarutnya komponen protein dalam air.

Tabel 7. Komposisi kimia kedelai dan biji kecipir Nutrien Biji kecipir Protein (gr) 29,8 – 37,4 Energi (kal) 375 – 410 Karbohidrat (gr) 25,2 – 38,4 Lemak (gr) 15 – 18,3 Serat (gr) 3,7 – 9,4 Abu (gr) 3,3 – 4,3 Air (gr) 8,7 – 24,6 Sumber : Haryoto (1995)

Kedelai 35,1 400 32 17,7 4,2 5 4

C. TAHU

Tahu merupakan produk kedelai non fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, tauco, dan kecap. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan cina. Menurut SNI (1990) tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tidak ditambahakan bahan lain yang diizinkan, sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984) tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai sesudah dipisahkan dari air tahu (whey) dengan cara pengepresan. Tahu terdiri dari berbagai jenis yaitu firm tofu, soft tofu, dan silken tofu. Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut terletak pada proses pengolahan dan jenis penggumpal yang digunakan. Komposisi zat gizi tahu yaitu kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya dinyatakan sebagai NPU sebesar 65%. Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95% tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua kalangan (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

13

Rendemen dan kualitas pada pembuatan tahu dipengaruhi oleh varietas kedelai, kualitas kedelai, kondisi selama proses, dan koagulan yang dipakai. Koagulasi susu kedelai dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks antara tipe kedelai, suhu pemasakan susu kedelai, volume, kandungan padatan, pH, tipe koagulan, serta waktu koagulasi (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Komposisi kimia tahu dapat dilihat pada Tabel 8. Sementara itu, syarat mutu tahu berdasarkan Stándar Nasional Indonesia No. 0270-1990 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Komposisi kimia tahu Komposisi (%)

Tahu Jepang

Tahu Cina

Protein

7.8

10.6

Lemak

4.3

5.3

Karbohidrat

2.3

2.9

Abu

0.7

0.9

Kadar Air

84.9

79.3

Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984)

Tabel 9. Syarat mutu tahu menurut SNI No 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Jenis Uji Kedaan Bau Rasa Warna Penampakan

Satuan

Abu % (b/b) Protein % (b/b) Lemak % (b/b) Serat Kasar % (b/b) Bahan Tambahan Pangan % (b/b) Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Koloni/g E.Coli APM/25 g Sumber : Standar Nasional Indonesia (1990)

Persyaratan Normal Normal Putih normal atau kuning Normal tidak berlendir dan tidak berjamur Maks 1.0 Min 9.0 Min 0.5 Maks 0.1 Sesuai SNI 01-0222-M Maks. 1.0 x 106 Negatif/ 25 g

14

1. Pembuatan Tahu Kedelai Pembuatan tahu dibagi menjadi dua bagian utama yaitu (1) pembuatan susu kedelai dan (2) koagulasi atau penggumpalan protein susu kedelai sehingga dihasilkan curd yang kemudian dipres dan dicetak menjadi tahu (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Tahapan pertama kedelai dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan debu dan kotoran. Selanjutnya dilakukan perendaman yang bertujuan untuk melunakkan struktur

selulernya

sehingga

mempermudah

dan

mempercepat

penggilingan. Perendaman dalam air dilakukan dengan perbandingan kedelai : air yaitu 1:3 selama 8 - 10 jam (Koswara, 1992). Kedelai yang telah bersih ditiriskan kemudian digiling dengan penambahan air 1-1.5 kali berat kedelai basah. Tujuan penggilingan adalah untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan memberikan fasilitas untuk melakukan ekstraksi susu kedelai (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Kedelai yang telah digiling kemudian dimasak. Tujuan dari pemasakan

ini

adalah

untuk

menginaktivasi

tripsin

inhibitor,

meningkatkan nilai gizi, mengurangi rasa mentah dan beany flavor pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir, dan mengubah sifat protein kedelai sehingga mudah dikoagulasikan (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Pemasakan dilakukan pada suhu 100 0C selama 10 - 15 menit. Pada saat pemasakan bubur kedelai ditambahkan sejumlah air untuk mendapatkan rendemen yang baik. Penggunaan air ini perlu diperhatikan yakni jika jumlah air terlalu sedikit akan mengakibatkan sari kedelai yang terekstrak terlalu sedikit sedangkan jika air yang ditambahkan terlalu banyak maka akan memerlukan lebih banyak waktu dan energi untuk mengekstrak kedelai. Perbandingan yang baik antara kedelai dan air adalah 1:10 (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Selama pemasakan untuk mencegah proses gosong maka perlu dilakukan pengadukan. Tahap selanjutnya adalah penyaringan bubur kedelai dengan menggunakan kain blacu bersih berwarna putih yang sering digunakan oleh para produsen tahu. Hasil penyaringannya merupakan ekstrak susu

15

kedelai sedangkan ampas akan tertinggal dalam kain saring. Untuk mendapatkan sari kedelai lebih lanjut maka ampas dicuci kemudian disaring kembali. Susu kedelai kemudian memasuki tahap pengendapan yaitu tahapan yang paling penting dalam pembuatan tahu. Hal ini dikarenakan pengendapan menentukan sifat fisik dan organoleptik tahu yaitu jenis dan jumlah penggumpal serta suhu pada saat penggumpalan (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Penggumpalan dilakukan pada saat suhu susu kedelai sekitar 70-90 0C. Berbagai jenis penggumpal sering digunakan, dan masing-masing penggumpal ini akan menghasilkan tahu dengan karakteristik yang berbeda. Penggumpalan yang telah terjadi akan menghasilkan whey (cairan) yang harus dipisahkan dari endapan agar proses pencetakan dapat dilakukan dengan mudah dan tahu yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang lebih baik. Gumpalan yang terbentuk kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan yang dialasi oleh kain blacu begitu pula dengan bagian atasnya. Pada bagian atas juga diberi papan agar air menetes sehingga terbentuk tahu cetak.

2. Pembuatan Tahu Kecipir Pada dasarnya, pembuatan tahu dengan berbahan baku biji kecipir menggunakan metode yang sama dengan proses pembuatan tahu kedelai. Akan tetapi, modifikasi metode tersebut perlu dilakukan karena adanya perbedaan sifat biji kecipir dan kedelai. Agar biji kecipir dapat diolah, diperlukan perlakuan awal terlebih dahulu. Usaha pembuatan tahu dari kecipir telah dilakukan oleh Felinia dan Murni (2008) dengan melakukan metode perlakuan awal pada biji kecipir yaitu perebusan dalam larutan 1 % NaHCO3

selama 3 menit, dilanjutkan dengan perendaman dalam

larutan bekas perebusan awal selama 7 jam dan perendaman dalam air mendidih

selama

beberapa

detik.

Perlakuan

awal

seperti

ini

mempermudah pengupasan biji kecipir dengan warna tetap kekuningan setelah dikupas.

16

Selain perlakuan awal yang berbeda dari pembuatan tahu kedelai, perbedaan pada pembuatan tahu kecipir juga terletak pada pembuatan susu. Kantha (1983) melaporkan bahwa pembuatan susu biji kecipir dengan perbandingan air dan biji kecipir sebesar 3 : 1 dan perebusan selama 7 menit

dapat

menghasilkan tahu kecipir

yang dapat

dikoagulasikan dan dicetak. Namun, tahu kecipir yang dihasilkan memiliki tekstur lunak, tidak kenyal, dan rasa pahit (Felinia dan Murni, 2008).

D. KOAGULAN TAHU

Salah satu tahapan penting dalam pembuatan produk tahu adalah tahap koagulasi atau penggumpalan protein. Pada tahap ini terjadi perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan yang berbentuk gel. Koagulasi protein dilakukan dengan bantuan koagulan atau bahan penggumpal protein. Koagulasi protein akan mempengaruhi struktur curd yang dihasilkan, sehingga secara tidak langsung proses ini akan menentukan mutu tekstur produk akhir. Proses penggumpalan merupakan tahapan proses paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik dalam pembuatan tahu. Koagulasi susu kedelai merupakan tahap paling penting dalam pembuatan tahu, dan paling sulit untuk distandarisasi karena tergantung pada hubungan kompleks dari sekitar 13 macam variabel yaitu: jenis dan persentase protein, suhu pemasakan susu, volume susu, konsentrasi padatan, suhu koagulasi, pH susu, jenis koagulan, konsentrasi koagulan, kesegaran susu, cara penambahan dan pencampuran koagulan, serta waktu koagulasi. Pengaturan yang tepat dari faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi baik rendemen maupun mutu tahu yang dihasilkan (Muchtadi, 1989). Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), koagulan tahu dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu: golongan garam klorida atau nigari, golongan garam sulfat, golongan lakton, dan golongan asam. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu yang umum digunakan terdapat pada Tabel 10.

17

Tabel 10. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu Golongan

Jenis yang umum digunakan

Garam klorida

nigari alami, MgCl2.6H2O, air laut, CaCl2,

(nigari)

CaCl2.2H2O

Garam sulfat

CaSO4 dan MgSO4.7H2O

Lakton

C6H10O6 (glukono-δ-lakton)/GDL

Asam

Asam laktat, sari buah jeruk, asam asetat, cuka Larutan asam asetat 4%

Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984)

Koagulasi protein susu kedelai berlangsung pada pH 4.1-4.6. Melalui koagulasi tersebut, akan diperoleh curd yang mengandung protein yang sebagian besar terdiri dari globulin. Whey ekstrak kedelai yang merupakan hasil samping dari koagulasi mengandung albumin, protease, pepton, nitrogen non protein, gula, antitripsin, urease, lipoksidase, serta enzim-enzim lain dan bahan lain yang larut dalam air (Smith, 1958). Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), penambahan bahan penggumpal sebaiknya dilakukan setelah susu kedelai mencapai suhu 70-90 oC tergantung dari jenis bahan penggumpal yang digunakan. Jenis, jumlah koagulan, dan suhu koagulasi pada pembuatan tahu berbahan baku kedelai dapat dilihat pada Tabel 11. Pada koagulan golongan garam, kation logam yang terdapat dalam garam seperti Mg2+ atau Ca2+, akan bereaksi dengan protein susu kedelai dan mengendapkannya bersama dengan lemak untuk menghasilkan curd. Menurut Muchtadi (1989), penggunaan koagulan garam menyebabkan terjadinya koagulasi pada pH di atas titik isoelektrik protein globulin kedelai, sedangkan pada penggunaan asam, pengendapan protein terjadi karena tercapainya titik isoelektrik. Nigari alami diekstrak dari air laut dengan menghilangkan sebagian besar (NaCl) dan air. Koagulan jenis ini mengandung komponen mineral air laut alami terutama magnesium klorida. Penggunaan koagulan nigari akan menghasilkan tahu dengan tekstur yang cenderung kurang lembut. Garam

18

sulfat merupakan golongan koagulan yang paling umum digunakan dalam pembuatan tahu terutama jenis kalsium sulfat (garam gypsum). Koagulan ini akan terdispersi perlahan di dalam susu kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Tabel 11. Persentase berat beberapa jenis koagulan yang digunakan untuk memproduksi beberapa macam tahu % berat kedelai % berat susu Suhu koagulasi 1 kering kedelai (oC) Tahu biasa Nigari type 2 3.0 0.3 75 – 85 (keras) Ca-sulfat 2.2 0.27 70 – 75 Lakton (GDL) 3.0 0.60 90 Saribuah jeruk 21.0 2.1 80 – 90 Asam cuka 16.3 1.6 80 – 90 Silken tofu Nigari type 3.1 0.8 65 – 68 (lunak) Ca-sulfat 2.7 0.6 70 Packaged Lakton (GDL) 1.1 0.27 85 3 silken Ca-sulfat 1.8 0.4 90 3 Keterangan : 1 Susu kedelai untuk tahu biasa mengandung 6% padatan, sedangkan untuk silken tofu 11% padatan. 2 Termasuk nigari alami, Mg-khlorida dan Ca-khlorida 3 Koagulan ditambahkan ke dalam susu kedelai dingin yang kemudian dipanaskan pada suhu 85 oC atau 90 oC Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984) Jenis tahu

Koagulan

Koagulan golongan lakton berbeda dengan nigari maupun garam sulfat. Lakton atau lebih dikenal sebagai glukono delta-lakton (GDL), merupakan koagulan yang digunakan untuk memperoleh tahu dengan tekstur sangat lembut seperti tahu sutra (silken tofu). Ketika koagulan dicampur dengan susu kedelai dan dipanaskan, lakton akan menghasilkan asam glukonat yang mengkoagulasikan protein susu kedelai menjadi curd tahu sutra. Koagulan asam yang dapat digunakan untuk mengkoagulasikan protein kedelai antara lain asam laktat, asam asetat dan sari buah jeruk. Asam laktat akan menurunkan pH susu kedelai menjadi 4.00−4.50 yang merupakan titik isoelektrik bagi protein globulin susu kedelai sehingga terjadi koagulasi protein kedelai (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Di Indonesia, koagulan asam diperoleh melalui fermentasi whey hasil pengolahan tahu sebelumnya. 19

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kecipir yang berasal dari daerah Purbalingga dan kacang kedelai yang berasal dari Pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah CaCl2, CaSO4, dan NaHCO3. Serta bahan kimia lainnya yang digunakan dalam analisis kadar protein dan kadar lemak. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca, baskom plastik, blender, panci, kompor gas, kain penyaring, gelas kimia, alat cetak tahu, gelas ukur, pipet tetes, neraca analitik,

chromameter,

termometer,

texture analyzer, refraktometer, pH meter, peralatan analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.

B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Tahap pertama bertujuan untuk mencari perbandingan terbaik antara biji kecipir dan kedelai, serta penentuan jenis koagulan yang digunakan dalam proses pembuatan tahu. Sedangkan tahap kedua bertujuan untuk mengetahui jumlah air pengekstrak dan konsentrasi koagulan terpilih untuk membentuk tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, warna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu. 1. Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mengetahui perbandingan biji kecipir dan kedelai serta jenis koagulan yang dapat menghasilkan tahu dengan karakteristik paling baik. Selain itu, dilakukan juga analisis proksimat terhadap bahan baku yang digunakan yaitu biji kecipir dan kedelai. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Pada tahap awal dilakukan percobaan pembuatan tahu menggunakan 100% biji kecipir dan perbandingan biji kecipir dan kedelai 80:20, namun tahu yang dihasilkan

memiliki tekstur lembek dan aroma kecipir yang kuat, sehingga pada penelitian ini dilakukan pembuatan tahu dengan perbandingan biji kecipir dan kedelai 70:30, 60:40, dan 50:50. Tahap awal pembuatan tahu adalah pembuatan susu. Namun sebelum dilakukan pembuatan susu, diperlukan perlakuan awal pada kacang kedelai dan biji kecipir yang dibutuhkan untuk melunakkan struktur seluler dan mempermudah proses pengupasan kulit seperti terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kedelai dibersihkan dan dicuci

Perendaman dalam air dengan rasio kedelai : air = 1 : 3 selama 10 jam

Gambar 4. Diagram alir perlakuan awal kacang kedelai

Biji kecipir dibersihkan dan dicuci

Perebusan dalam larutan NaHCO3 1 % selama 3 menit dengan rasio biji kecipir : larutan = 1 : 5

Perendaman dalam larutan bekas perebusan selama 7 jam

Pencucian

Perendaman dalam air mendidih selama 20 detik dengan rasio biji kecipir : air = 1 : 3

Pengupasan

Gambar 5. Diagram alir perlakuan awal biji kecipir (Felinia dan Murni, 2008)

21

Perbandingan kecipir dan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tahu biji kecipir-kedelai ini adalah 70:30, 60:40, dan 50:50. Koagulan yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu kalsium sulfat (CaSO 4) dan kalsium klorida (CaCl2). Koagulan yang akan ditambahkan sebesar 1.5 % dari berat kering bahan untuk CaSO4 dan 1.0 % dari berat kering bahan untuk CaCl2. Persentase koagulan ditentukan dengan melihat pembentukan curd yang paling optimum. Penggunaan perlakuan dua jenis koagulan adalah untuk mengetahui jenis koagulan mana yang menyebabkan pembentukan curd biji kecipir-kedelai paling baik. Proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 6. Biji kecipir dan kedelai dengan perbandingan 70 : 30, 60 : 40, dan 50 : 50 Penggilingan menggunakan air panas (90 oC) dengan perbandingan biji kecipir-kedelai dan air = 1 : 4 selama 5 menit

Perebusan hingga mendidih selama 10 menit

Penyaringan

Pemanasan (70 oC untuk koagulan CaSO4; 80 oC untuk koagulan CaCl2)

Penambahan koagulan (CaSO4 1.5 %; CaCl2 1.0 %) Pemisahan whey

Pengepresan pada cetakan (7cm x 7cm x 4 cm)

Tahu biji kecipir-kedelai Gambar 6. Diagram alir pembuatan tahu biji kecipir-kedelai pada penelitian tahap pertama 22

Selanjutnya penilaian subyektif dilakukan untuk mengetahui perbandingan biji kecipir-kedelai dan jenis koagulan yang dapat menghasilkan tahu dengan mutu paling baik. 2. Penelitian Tahap Kedua Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengetahui jumlah air pengekstrak dan konsentrasi koagulan terpilih untuk membentuk tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, warna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu. Pada tahapan ini pembuatan tahu menggunakan perbandingan biji kecipir-kedelai dan koagulan terpilih dari penelitian tahap pertama. Perlakuan pada tahap kedua terdiri dari perbandingan jumlah pengekstrak pada pembuatan susu dan konsentrasi koagulan terpilih. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : A1

: Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO4 1.5 %

A2

: Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO4 2.0 %

A3

: Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO4 2.5 %

B1

: Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO4 1.5 %

B2

: Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO4 2.0 %

B3

: Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO4 2.5 %

Produk tahu yang dihasilkan akan dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Secara obyektif akan dilakukan pengamatan yaitu analisis kimia, meliputi nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat; serta analisis fisik meliputi rendemen, intensitas warna, dan tekstur. Penilaian subyektif akan dilakukan dengan uji organoleptik yaitu uji rating hedonik. 23

C. PENGAMATAN 1. pH (Apriyantono et al., 1989) Nilai pH pada saat penggumpalan curd ditentukan dengan menggunakan pH-meter. Sebelum dilakukan pengukuran, pH-meter perlu dikalibrasi terlebih dahulu dengan mencelupkan elektroda pH-meter ke dalam buffer pH 4 dan pH 7. Kemudian nilai pH yang ditunjukkan pada pH-meter disamakan dengan nilai pH buffer. Setelah itu dilakukan pengukuran terhadap larutan sampel dengan mencelupkan elektrodanya ke dalam larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil.

2. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Kadar air diukur dengan menggunakan metode oven biasa. Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 6 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven selama 15-30 menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih bobot

0.0003 gram).

Perhitungan :

3. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989) Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai bobotnya konstan.

24

Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400oC dan kedua pada suhu 5500C. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Sebelum dimasukkan ke dalam tanur, sampel pada cawan dibakar terlebih dahulu pada pembakar hingga tidak keluar asap. Perhitungan :

4. Kadar Protein (Apriyantono et al., 1989) Kadar protein diukur dengan metode Kjeldahl. Sejumlah kecil sampel (kira-kira akan dibutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjedahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1.9 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 ke dalam labu Kjedahl yang berisi sampel. Jika sampel lebih dari 150 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Setelah itu, beberapa butir batu didih dimasukkan labu Kjedahl yang berisi sampel kemudian labu Kjedahl yang berisi sampel dan telah dimasukkan batu didih didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan ke dalamnya, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjedahl yang isinya sudah dipindahkan ke dalam alat destilasi dicuci dan bilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3 BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan satu bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H 3BO3 kemudian di tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Selanjutnya isi erlenmeyer diencerkan 25

sampai kira-kira 50 ml dan kemudian ditritasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan protein pun dilakukan untuk blanko. Perhitungan :

5. Kadar Lemak (Apriyantono et al., 1989) Kadar lemak diukur dengan metode soxhlet. Labu lemak yang akan digunakan dalam alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang. Ditimbang 2 g sampel di dalam gelas piala, ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa batu didih. Ditutup gelas piala yang dengan gelas arloji dan dididihkan selama 15 menit (larutan sampel). Disaring larutan sampel dengan kertas saring dalam keadaan panas dan didicuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi. Kertas saring yang digunakan untuk menyaring larutan sampel dikeringkan berikut isinya pada suhu 100-105oC (kertas saring sampel). Kertas saring sampel dimasukkan ke dalam kertas pembungkus sampel yang telah dilengkapi kapas dibagian ujungnya kemudian dibentuk menjadi bentuk tabung (timbel). Timbel tersebut diekstrak dengan heksana selama 2-3 jam pada suhu kurang lebih 80 oC. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 100-105°C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang. Perhitungan :

26

6. Kadar Karbohidrat (by difference) Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference, yaitu dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (% protein + % lemak + % air + % abu)

7. Rendemen Tahu Pengukuran rendemen tahu dilakukan dengan menimbang berat tahu yang dihasilkan, kemudian dibandingkan dengan berat kering bahan yang digunakan. Rendemen tahu (yield) dinyatakan dalam persen (%) terhadap bahan kering bahan yang digunakan. Adapun perhitungan dari rendemen tahu adalah sebagai berikut : Rendemen (%) =

berat basah tahu x 100 % berat bahan

8. Tekstur Tekstur diukur dengan Rheoner untuk mengetahui bagaimana karakteristik produk tahu putih dari segi gaya maksimal untuk memecah tahu. Tahu disimpan pada bidang pengukuran tepat di tengah probe. Jarak probe diatur hingga probe menyentuh permukaan tahu. Probe menekan tahu sedalam 1 cm hingga tahu pecah. Grafik yang dihasilkan akan menunjukkan tingkat kekerasan tahu. Pengukuran pada tiap sampel dilakukan sebanyak 3 kali.

9. Warna (Pomeranz et al., 1978) Warna tahu diukur dengan menggunakan chromameter CR-200 merek “Minolta”. Pada chromameter ini digunakan sistem pengukuran warna Y, x, dan y yang disebut sebagai notasi warna CIE xyY. Sebelum dilakukan pengukuran terhadap sampel tahu, chromameter CR-200 dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan Calibration Plate warna putih dengan nilai Y = 94.10, x = 0.3139, dan y = 0.3211. Penggunaan

27

Calibration Plate berwarna putih dikarenakan sampel berwarna putih. Pengukuran tiap sampel dilakukan sebanyak 3 kali. Nilai Yxy yang diperoleh dari pengukuran, kemudian dikonversi menjadi nilai L, a, dan b. Namun, sebelumnya harus dikenversi terlebih dahulu menjadi nilai XYZ. Rumus untuk memperoleh nilai L, a, dan b adalah sebagai berikut: Y = Y (Luminan) X = Y (x/y) Z = Y (I1-(x+y)I/y)

L = 10 (Y0.5) a = 17.5 (1.02X - Y)/Y0.5 b = 7.0 (Y - 0.847Z)/Y0.5

10. Analisis Organoleptik (Soekarto, 1985) Pengujian organoleptik terhadap tahu mentah terdiri 3 parameter, yaitu pengujian terhadap aroma, tekstur, dan warna. Uji yang dilakukan adalah uji rating hedonik. Pengujian ini dilakukan terhadap 30 orang panelis. Skala hedonik yang digunakan terdiri dari 7 titik dengan urutan menaik menurut tingkat kesukaan sebagai berikut : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral 5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka Data yang diperoleh berupa skala hedonik yang diolah menjadi skala numerik menggunakan program komputer SPSS 13.0, untuk uji keragaman (ANOVA/ Analysis of Variance) yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji menunjukkan sampel yang disukai atau tidak disukai panelis. Sampel yang paling disukai adalah yang mempunyai nilai skor tertinggi dan begitu pula sebaliknya skor terendah menunjukkan sampel yang paling tidak disukai.

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA Penelitian tahap pertama dilakukan terlebih dahulu dengan analisis proksimat terhadap bahan baku pembuatan tahu yaitu biji kecipir dan kedelai. Analisis ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi yang terkandung dalam biji kecipir dan kedelai yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 12. Hasil analisis proksimat biji kecipir dan kedelai yang digunakan dalam penelitian Jenis analisis

Biji kecipir

Kedelai

Kadar air (%bb)

11.05

9.95

Kadar abu (%bb)

3.61

4.66

Kadar protein (%bb)

28.69

32.05

Kadar lemak (%bb)

16.67

19.92

Kadar karbohidrat (%bb)

39.98

33.42

Berdasarkan tabel terlihat bahwa kandungan gizi biji kecipir tidak jauh berbeda dengan kandungan gizi kedelai, terutama pada kandungan protein biji kecipir yang cukup tinggi. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai sesudah dipisahkan dari air tahu (whey) dengan cara pengepresan. Sehingga protein merupakan komponen yang sangat penting dalam pembuatan tahu. Tingginya kandungan protein inilah yang mendasari dijadikannya biji kecipir sebagai bahan pengganti kedelai dalam pembuatan tahu. Penelitian tahap pertama juga dilakukan untuk penentuan perbandingan biji kecipir dan kedelai serta penentuan jenis koagulan yang digunakan. Pada penelitian ini perbandingan biji kecipir dan kedelai yang dilakukan adalah 70 : 30, 60 : 40, dan 50 : 50, dengan dua jenis koagulan yaitu kalsium sulfat

(CaSO4) dan kalsium klorida (CaCl2). Menurut Kantha (1983), kalsium sulfat dapat membentuk tekstur tahu kecipir yang cukup baik. Sedangkan menurut Felinia dan Murni (2008), kalsium klorida merupakan koagulan terbaik dalam pembuatan tahu kecipir, karena dapat menghilangkan rasa pahit. Sehingga penelitian ini menggunakan kedua jenis koagulan tesebut untuk mengetahui koagulan mana yang dapat menghasilkan karakteristik tahu biji kecipir-kedelai paling baik. Pembuatan tahu pada awalnya dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan 100% biji kecipir, namun hasil yang diperoleh memiliki karakteristik yang kurang baik seperti aroma kecipir yang kuat serta tekstur tidak kompak. Oleh karena itu, untuk memperbaiki karakteristik tahu dilakukan penambahan kedelai dengan perbandingan yang telah ditentukan.

1. Proses Pembuatan Tahu Pada prinsipnya, cara pembuatan tahu adalah mengekstrak protein dari biji kecipir dan kedelai kemudian menggumpalkannya menggunakan garam tertentu. Proses pembuatan tahu dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pencucian dan perendaman, penggilingan dan pemasakan, ekstraksi dan koagulasi, serta pencetakan dan pengepresan tahu.

a. Pencucian dan perendaman biji kecipir dan kedelai Sebelum dilakukan perendaman, biji kecipir dan kedelai dicuci terlebih dahulu sampai benar-benar bersih. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang terdapat pada bahan mentah. Selain itu, kedelai yang kurang bersih akan menghasilkan tahu yang berasa pahit, warnanya gelap, dan daya tahan simpan yang rendah (Muchtadi, 1989). Perendaman kemudian dilakukan terhadap biji kecipir dan kedelai

bersih.

Kedelai

direndam

dalam

air

bersih

dengan

perbandingan kedelai dan air sebesar 1 : 3 selama 10 jam pada suhu ruang. Berbeda dengan kedelai, pada biji kecipir sebelum perendaman dilakukan perebusan dalam larutan NaHCO3 1 % selama 3 menit

30

dengan rasio biji kecipir dan larutan sebesar 1 : 5, baru kemudian direndam dalam larutan perebusan selama 7 jam pada suhu ruang. Biji kecipir yang telah direndam kemudian direndam kembali dalam air mendidih selama 20 detik dengan rasio biji kecipir dan air sebesar 1 : 3 untuk menghilangkan larutan yang menempel pada permukaan biji sehingga mempermudah proses pengupasan (Felinia dan Murni, 2008). Perendaman ini dilakukan untuk melunakkan struktur seluler, mengurangi jumlah energi yang diperlukan untuk menggiling, dan meningkatkan kecepatan ekstraksi. Lamanya perendaman juga dipengaruhi oleh suhu air dan varietas yang digunakan. Setelah direndam, berat kedelai akan meningkat sebesar 2.2 kali dari berat keringnya (Muchtadi, 1989). Perebusan dan penggunaan NaHCO3 pada biji kecipir dilakukan untuk dapat lebih membantu dalam melunakkan tekstur dan kulit sehingga mempermudah proses pengupasan, karena biji kecipir memiliki kulit dan tekstur yang sangat keras (National Academy of Science, 1981). Pengupasan kulit pada biji kecipir perlu dilakukan karena kulit biji kecipir banyak mengandung zat antinutrisi tannin, dapat mengubah warna tahu yang dihasilkan menjadi kecoklatan.

b. Penggilingan dan pemasakan bubur biji kecipir-kedelai Proses penggilingan menggunakan air panas 90 oC dengan tujuan menginaktivasi enzim lipoksigenase yang dapat menghasilkan bau langu pada tahu yang dihasilkan. Menurut Kantha (1983), pembuatan tahu kecipir dengan tekstur yang paling baik dihasilkan dengan menggunakan perbandingan biji kecipir dan air sebesar 1 : 3 – 1 : 5. Oleh karena itu, pada penelitian tahap pertama ini digunakan perbandingan biji kecipir-kedelai dan air sebesar 1 : 4 dengan harapan tahu yang dihasilkan memiliki tekstur yang baik. Pada penilitian ini digunakan tiga perbandingan biji kecipir dan kedelai yaitu 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50.

31

Setelah penggilingan, bubur yang dihasilkan segera dimasak hingga mendidih (95oC – 105oC) selama 10 menit. Pemasakan dilakukan sambil terus menerus mengaduk bubur secara merata untuk menghindari bagian bawah bubur menjadi gosong dan mengerak. Tujuan dari pemasakan ini adalah untuk menginaktivasi tripsin inhibitor yang terkandung dalam biji kecipir dan kedelai serta mendenaturasi protein sehingga meningkatkan nilai gizi protein tahu; mengurangi bau langu, meningkatkan daya tahan simpan dengan cara inaktivasi bakteri, mempermudah ekstraksi protein, dan mengubah sifat kimia protein sehingga pada saat dikoagulasikan menghasilkan tahu yang kompak (Muchtadi, 1989).

c. Ekstraksi dan koagulasi susu biji kecipir-kedelai Pemisahan

susu

biji

kecipir-kedelai

dilakukan

dengan

menggunakan kain saring (kain blacu). Bubur biji kecipir-kedelai disaring semaksimal mungkin agar susu biji kecipir-kedelai benarbenar terekstrak dengan maksimal. Bagian yang tidak terekstrak merupakan ampas tahu yang umumnya digunakan untuk campuran makan ternak atau bahan baku dalam pembuatan oncom. Susu yang dihasilkan kemudian dipanaskan kembali untuk selanjutnya ditambahkan koagulan. Koagulan pada penelitian tahap pertama ini menggunakan dua jenis yaitu CaSO4 dan CaCl2. Pada penggunaan CaSO4 sebagai koagulan, susu dipanaskan kembali hingga suhu mencapai 70 oC yang merupakan suhu koagulasi untuk koagulan tersebut. Jumlah yang ditambahkan sebesar 1.5 % dari berat kering bahan baku. Sedangkan pada penggunaan CaCl2 sebagai koagulan, susu dipanaskan kembali hingga suhu mencapai 80 oC yang merupakan suhu koagulasi untuk koagulan tersebut. Jumlah yang ditambahkan sebesar 1.0 % dari berat kering bahan baku. Jenis koagulan kalsium sulfat merupakan koagulan yang paling populer di Indonesia. Penggunaan asam sebagai koagulan tidak dilakukan dalam penelitian

32

ini, karena menurut Kantha (1983), asam tidak dapat membentuk tekstur kompak pada pembuatan tahu kecipir. Sebelum ditambahkan, kedua kogulan tersebut dilarutkan terlebih dahulu dalam air bersih sebanyak 100 ml. Larutan koagulan ditambahkan secara perlahan sambil dilakukan pengadukan secara merata.

Kemudian

susu

didiamkan selama

15

menit

untuk

menyempurnakan proses penggumpalan protein. Koagulan kalsium sulfat mengkoagulasi susu lebih lambat daripada kalsium klorida. Selain itu, kalsium sulfat mampu menyerap air lebih banyak sehingga rendemen dapat

lebih tinggi. Mekanisme yang terjadi pada

penggumpalan protein oleh penggunaan garam kalsium sulfat dan kalsium klorida sama yaitu ion-ion Ca2+ akan bereaksi dengan protein biji kecipir dan kedelai dan kemudian mengendap bersama-sama dengan lemak yang terkandung membentuk endapan (curd) (Muchtadi, 1989). Setelah pengendapan sempurna, bagian atas yang berupa air bening (whey) dipisahkan sebelum dimasukkan dalam cetakan. d. Pencetakan dan pengepresan tahu biji kecipir-kedelai Cetakan tahu terbuat dari bahan kayu dengan ukuran 7 cm x 7 cm x 4 cm dan pada bagian bawahnya terdapat lubang-lubang kecil sebagai tempat keluarnya air yang tersaring (whey). Sebelum endapan protein (curd) dimasukkan, cetakan terlebih dahulu diberi alas kain saring agar tahu tidak ikut larut terbawa air saat ditekan dan mempermudah saat dilepas dari cetakan. Kemudian curd dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam cetakan. Setelah curd dimasukkan dalam cetakan, kemudian dilakukan pengepresan menggunakan kayu yang diberi tekanan sebesar 5 g/cm2. Pengepresan tahu ini berlangsung selama 20 menit. Selama proses ini air yang tersisa dalam curd akan keluar melalui lubang-lubang kecil di bawah cetakan. Setelah itu tahu yang telah terbentuk ditiriskan terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa-sisa air yang masih terdapat pada tahu.

33

2. Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan untuk menentukan perbandingan biji kecipir dan kedelai serta jenis koagulan yang dapat menghasilkan karakteristik tahu paling baik. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian tahap pertama terdiri dari pengamatan nilai pH saat terjadi koagulasi serta pengamatan organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa.

a. pH Pengukuran nilai pH ini dilakukan untuk mengetahui nilai pH pada saat terjadi koagulasi dalam pembuatan tahu biji kecipir-kedelai dan kaitannya dengan perbedaan perbandingan biji kecipir dan kedelai. Nilai pH tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

7,20 6,75

Nilai pH

6,80

6,62 6,47

6,40

6,26

6,15 6,00

6,35 6,17

CaSO4

6,00

CaCl2

5,60 100 : 0

70 : 30

60 : 40

50 : 50

Perbandingan biji kecipir dan kedelai

Gambar 7. Grafik hubungan antara nilai pH dengan perbandingan biji kecipir dan kedelai dalam pembuatan tahu biji kecipirkedelai Koagulasi protein pada proses pembuatan tahu dapat terjadi karena tercapainya pH isoelektrik yakni pH saat kelarutan protein paling rendah. Berdasarkan grafik, dapat diketahui bahwa secara umum penambahan persentase kedelai akan meningkatkan nilai pH.

34

Menurut

Saio

et

al.

(1969),

berdasarkan

koefisien

sedimentasinya, terdapat empat jenis fraksi protein yang disebut 2s, 7s, 11s, dan 15s. Protein pada kedelai lebih banyak mengandung fraksi 11s, yaitu sekitar 17.9 – 28.20 % yang memiliki pH isoelektrik berkisar 6.40 (Wijaya dan Rohman, 2001). Sedangkan dua komponen mayor dari protein biji kecipir adalah fraksi protein 2s dan 7s dengan pH isoelektrik berkisar 4.80 (Gillespie et al.1981). Semakin banyak persentase kedelai yang ditambahkan maka pH saat terjadi koagulasi akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya fraksi protein 11s yang terkandung. Nilai pH saat koagulasi juga berbeda terhadap kedua jenis koagulan yang digunakan. Penggunaan koagulan kalsium klorida memberikan nilai pH koagulasi yang lebih rendah dibandingkan koagulan kalsium sulfat. Hal ini akan berpengaruh terhadap proses pengendapan protein. Penggunaan koagulan kalsium klorida akan menyebabkan proses pengendapan berjalan lebih cepat karena pH koagulasi lebih mendekati pH isoelektrik, sedangkan pada penggunaan kalsium klorida proses pengendapan protein berlangsung lebih lambat karena pH koagulasi lebih tinggi.

b. Warna Biji kecipir yang telah dikupas memiliki warna coklat muda. Warna ini disebabkan oleh adanya kandungan tannin pada kulit bagian dalam biji kecipir, sehingga dapat mempengaruhi warna dari produk akhir tahu yang dihsilkan. Warna sendiri merupakan salah satu parameter penting pada produk tahu. Oleh karena itu, diperlukan penilaian subyektif terhadap tingkat warna akhir tahu. Penilaian subyektif tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tahu yang dihasilkan dari seratus persen kecipir memiliki warna yang paling gelap, sehingga secara organoleptik kurang dapat diterima karena warna tahu yang beredar di pasaran umumnya berwarna putih. Penambahan persentase kedelai pada tahu substitusi dapat menurunkan

35

intensitas warna gelap dari kecipir. Perbedaaan jenis koagulan memberikan perbedaan warna yang secara visual dapat dibedakan. Pada perbandingan yang sama antara biji kecipir dan kedelai sebesar 70 : 30, koagulan kalsium klorida memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan kalsium sulfat, dengan demikian koagulan kalsium sulfat dapat memberikan warna yang lebih diterima konsumen.

Tabel 13. Penilaian subyektif warna tahu biji kecipir-kedelai

Koagulan

K

CaSO4

e

CaCl2

K

Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : 30 60 : 40 50 : 50 putih putih putih putih keabuan keabuan keabuan keabuan +++ + + + putih putih putih putih keabuan keabuan keabuan keabuan +++ ++ ++ +

et. : (+++) gelap, (++) sedikit gelap, (+) agak gelap

c. Aroma Kecipir memiliki aroma khas yang cukup kuat. Menurut Nelson et al. 1971, pemanasan pada suhu 100 oC selama 10 menit cukup memadai untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dan mengurangi bau langu pada hasil olahan kacang-kacangan. Pada penelitian ini, penghilangan aroma kecipir dilakukan saat proses penggilingan dengan air panas dan pemasakan bubur biji kecipir dan kedelai, tetapi aroma kecipir tetap ada. Penilaian subyektif aroma tahu dapat dilihat pada Tabel 14. Aroma ini dapat diminimalisasi dengan adanya penambahan kedelai. Pada perbandingan biji kecipir dan kedelai sebesar 60 : 40 dan 50 : 50 aroma kecipir hanya sedikit atau hampir tidak ada. Sedangkan perbedaan koagulan tidak memberikan perbedaan terhadap aroma tahu yang dihasilkan.

36

Tabel 14. Penilaian subyektif aroma tahu biji kecipir-kedelai

Koagulan CaSO4

CaCl2

Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : 30 60 : 40 50 : 50 aroma sedikit aroma sedikit aroma sedikit aroma kecipir kuat kecipir kecipir kecipir +++ + + + aroma sedikit aroma sedikit aroma sedikit aroma kecipir kuat kecipir kecipir kecipir ++ ++ + +

K Ket. : (+++) aroma kecipir sangat kuat, (++) aroma kecipir kuat, (+) sedikit aroma kecipir d. Tekstur

Parameter tekstur tahu yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh perbedaan jenis koagulan dan perbandingan biji kecipir dan kedelai yang digunakan. Penilaian subyektif terhadap tekstur tahu biji kecipirkedelai dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Penilaian subyektif tekstur tahu biji kecipir-kedelai Koagulan CaSO4

CaCl2

Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : 30 60 : 40 50 : 50 padat, tidak padat, sedikit padat, sedikit padat, kompak kompak,lunak kompak,lunak kompak,lunak + + ++ padat, tidak padat, padat, padat, kompak kompak,keras kompak,keras kompak,keras ++ ++ ++

Ket. : (++) kompak, (+) sedikit kompak, (-) tidak kompak Jenis koagulan secara visual sangat berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Koagulan kalsium sulfat memberikan tekstur yang lebih lembut, lunak, dan dapat memerangkap air lebih banyak. Sedangkan koagulan kalsium klorida memberikan tekstur yang lebih keras, berpasir, dan sedikit memerangkap air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shurtleff dan Aoyagi (1984), yang menyatakan bahwa 37

penggunaan kalsium sulfat menghasilkan tahu yang memiliki tekstur yang lembut, halus, dan lunak, sedangkan koagulan kalsium klorida menghasilkan tahu dengan tekstur lebih keras dan padat. Perbedaan tekstur

yang

dihasilkan

disebabkan

oleh

perbedaan

proses

pengendapan protein pada kedua jenis koagulan. Koagulan kalsium sulfat menyebabkan proses pengendapan berlangsung lambat, sehingga fraksi protein yang mengendap lebih halus dan penumpukan protein bertahap. Sedangkan koagulan kalsium klorida menyebabkan proses pengendapan berlangsung cepat, sehingga fraksi protein yang terbentuk lebih besar dan kasar. Namun demikian, penggunaan kalsium sulfat dapat memberikan karakteristik tekstur yang lebih baik dibandingkan dengan kalsium klorida. Sama halnya dengan jenis koagulan, perbedaan perbandingan biji kecipir dan kedelai juga dapat mempengaruhi tekstur tahu yang dihasilkan. Menurut Saio et al. (1969), fraksi protein 11s dapat menghasilkan tekstur curd bersifat keras (kompak) sedangkan fraksi protein 7s menghasilkan tekstur curd yang bersifat lunak, sehingga semakin besar persentase kedelai yang digunakan maka tekstur tahu yang dihasilkan akan semakin padat dan kompak. e. Rasa Selain memiliki aroma khas yang kuat, biji kecipir juga memiliki rasa khas yang cukup kuat. Rasa kecipir ini tidak dapat dengan mudah dihilangkan dengan proses pengolahan yang dilakukan. Dengan penambahan kedelai diharapkan dapat mengurangi rasa khas dari biji kecipir. Penilaian subyektif terhadap rasa tahu biji kecipir-kedelai dapat dilihat pada Tabel 16. Produk tahu dengan penambahan koagulan kalsium klorida memberikan efek rasa pahit pada setiap perbandingan biji kecipir dan kedelai. Sedangkan koagulan kalsium sulfat dapat menghasilkan produk tahu dengan rasa yang lebih dapat diterima. Penambahan persentase kedelai terbukti dapat mengurangi rasa khas yang kuat dari

38

biji kecipir. Pada perbandingan biji kecipir dan kedelai sebesar 50 : 50 dan penggunaan kalsium sulfat sebagai koagulan rasa khas dari kecipir sudah dapat dikurangi. Tabel 16. Penilaian subyektif rasa tahu biji kecipir-kedelai Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : 30 60 : 40 50 : 50 tidak pahit, tidak pahit, tidak pahit, kecipir tidak rasa kecipir sedikit rasa sedikit rasa CaSO4 terasa kuat kecipir kecipir +++ + + pahit , rasa sedikit pahit, sedikit pahit, pahit, sedikit kecipir sedikit rasa kecipir tidak CaCl2 rasa kecipir kuat kecipir terasa +++ ++ + + Ket. : (+++) sangat terasa, (++) sedikit terasa, (+) agak terasa, (-) netral

Koagulan

3. Penentuan Perbandingan Biji Kecipir-Kedelai dan Jenis Koagulan Penentuan perbandingan biji kecipir dan kedelai serta jenis koagulan dilakukan berdasarkan pada perbandingan dan jenis koagulan mana yang dapat menghasilkan produk tahu dengan karakteristik sensori warna, aroma, tekstur, dan rasa paling baik. Rekapitulasi hasil ini dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rekapitulasi perlakuan yang dapat menghasilkan karakterisik tahu paling baik Koagulan dan Perbandingan biji kecipir-kedelai Parameter CaSO4 CaCl2 70 : 30 60 : 40 50 : 50 70 : 30 60 : 40 50 : 50 Warna √ √ √ √ Aroma √ √ √ √ √ Tekstur √ √ √ √ Rasa √ Ket. : ( √ ) karakteristik paling baik

39

Berdasarkan tabel rekapitulasi di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan perbandingan biji kecipir dan kedelai sebesar 50 : 50 dengan koagulan kalsium sulfat dapat memberikan karakteristik produk tahu paling baik dari semua parameter. Untuk itu, hasil inilah yang kemudian akan digunakan dalam penelitian tahap kedua.

B. PENELITIAN TAHAP KEDUA Penelitian tahap kedua menggunakan dua perlakuan pada proses pembuatan tahu. Perlakuan pertama adalah perbedaan jumlah pengekstrak air yang digunakan yaitu perbandingan air pengekstrak sebesar 1 : 3 dan 1 : 4. Perlakuan kedua berupa konsentrasi koagulan kalsium sulfat yaitu 1.5 %, 2.0 %, dan 2.5 %. Penggunaan bahan baku biji kecipir-kedelai 50 : 50 dan jenis koagulan kalsium sulfat didasarkan pada hasil penelitian tahap pertama. Untuk mempermudah pemahaman, setiap perlakuan diberi kode sebagai berikut : A1 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO4 1.5 % A2 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO4 2.0 % A3 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO4 2.5 % B1 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO4 1.5 % B2 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO4 2.0 % B3 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO4 2.5 %

40

1. Rendemen Tahu Rendemen tahu dihitung dengan membandingkan bobot tahu (dalam g) dengan bobot bahan mentah yaitu biji kecipir-kedelai (dalam g). Rendemen tahu dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 A1, A2, dan A3 adalah sebesar 109.15%, 125.10%, dan 144.15%. Sedangkan pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 B1, B2, dan B3 adalah sebesar 78.40%, 94.30%, dan 111.30% (Lampiran 6). Perbandingan rendemen tahu antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. 160,00

144,15

Rendemen (%)

125,10 120,00

111,30

109,15

94,30 78,40

80,00

40,00

0,00

A1

A2

A3

B1

B2

B3

Perlakuan

Gambar 8. Grafik hasil rendemen tahu pada berbagai perlakuan

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa penggunaan perbandingan air pengekstrak sebesar 1 : 4 secara umum terlihat dapat menghasilkan tahu dengan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan perbandingan 1 : 3. Hal ini dikarenakan pada perbandingan 1 : 4 proses pengekstrakan lebih maksimal, sehingga jumlah protein yang terekstrak lebih banyak. Dengan banyaknya protein yang terekstrak maka jumlah protein yang diendapkan dapat lebih banyak. Selain itu, pada perbandingan 1 : 4 jumlah air yang dapat diperangkap lebih banyak dibandingkan pada perbandingan air pengekstrak 1 : 3 sehingga rendemennya lebih tinggi. Bourne et al. (1976) menyatakan bahwa komposisi kandungan susu hasil pengekstrakan sangat

41

bervariasi bergantung pada jumlah air yang digunakan pada proses ekstraksi. Hal ini mempengaruhi rendemen tahu yang dihasilkan pada perbedaan jumlah air pengekstrak. Secara umum rendemen basah tahu biji kecipir-kedelai ini lebih besar dibandingkan rendemen basah tahu kecipir yaitu sebesar 80.56% (Felinia dan Murni, 2008), akan tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan rendemen basah tahu kedelai yaitu sekitar 180%. Perbedaan konsentrasi koagulan juga mempengaruhi rendemen tahu yang dihasilkan secara signifikan pada taraf nyata 5% (Lampiran 15). Pada grafik terlihat bahwa peningkatan konsentrasi kalsium sulfat menyebabkan peningkatan rendemen tahu baik pada perbandingan air pengekstrak 1 : 4 maupun pada perbandingan air pengekstrak 1 : 3. Hal ini dipengaruhi oleh sifat koagulan kalsium sulfat yang dapat menyebabkan protein lebih mudah memerangkap air pada proses koagulasi sehingga dapat meningkatkan rendemen tahu. Penggunaan konsentrasi koagulan kalsium sulfat yang lebih tinggi lagi justru akan menurunkan rendemen tahu karena curd yang terbentuk lebih padat (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

2. Tekstur Penerimaan konsumen terhadap bahan pangan berbasis curd sangat bergantung pada sifat fisik produk tersebut. Tekstur merupakan salah satu sifat fisik penting dalam menilai suatu bahan pangan terutama untuk pangan semi padat seperti tahu. Parameter tekstur yang akan diukur dalam penelitian ini adalah gaya maksimal untuk memecah tahu. Nilai tekstur dinyatakan sebagai gram gaya yang diperlukan untuk memecah tahu. Pengujian terhadap tekstur tahu dilakukan menggunakan Rheoner dengan tiga kali pengukuran (Lampiran 7). Adapun hasil pengukuran tekstur tahu dapat dilihat pada Gambar 9.

42

Kekerasan (g/cm)

6,00

5,22

4,50

3,00

4,01 3,55

3,75

B2

B3

3,08

2,88

1,50

0,00 A1

A2

A3

B1

Perlakuan

Gambar 9. Grafik nilai kekerasan tahu pada berbagai perlakuan

Peningkatan

konsentrasi

koagulan

akan

meningkatkan

gaya

maksimal dalam memecah tahu yang dihasilkan. Nilai gaya maksimal untuk memecah tahu tertinggi terdapat pada tahu dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.5% (A3) yaitu sebesar 5.22 g/cm. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), semakin tinggi konsentrasi koagulan yang digunakan maka tahu yang dihasilkan akan semakin keras. Sifat-sifat struktural dari curd protein cukup bervariasi yang dipengaruhi oleh kondisi koagulasi antara lain suhu, pH, jenis dan konsentrasi koagulan, serta derajat denaturasi protein. Analisis keragaman pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 (A1, A2, dan A3) menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi koagulan akan berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5% terhadap gaya maksimal untuk memecah tahu. Sedangkan pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 (B1, B2, dan B3) tidak terdapat perbedaan signifikan (Lampiran 16).

3. Warna Warna merupakan parameter penting dalam penilaian visual terhadap produk sehingga dapat diterima oleh konsumen. Intensitas warna diukur

43

dengan menggunakan Chromameter sehingga dapat diketahui tingkat kecerahan (L), intensitas warna merah (a), dan intensitas warna kuning (b). Adapun nilai dari kecerahan tahu, intensitas warna merah, dan intensitas warna kuning dapa dilihat pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12.

Kecerahan (L)

100,00 75,39

75,92

75,73

75,18

75,29

75,32

A1

A2

A3

B1

B2

B3

75,00

50,00

25,00

0,00

Perlakuan

Intensitas warna merah (a)

Gambar 10. Grafik nilai kecerahan (L) tahu pada berbagai perlakuan

1,60

1,20

1,48

1,06

1,11

1,13

A1

A2

A3

1,30

1,34

B1

B2

0,80

0,40

0,00 B3

Perlakuan

Gambar 11. Grafik intensitas warna merah (a) tahu pada berbagai perlakuan

44

Intensitas warna kuning (b)

11,00 10,00

9,87

9,67

9,58

9,72

9,79

9,88

A1

A2

A3

B1

B2

B3

9,00 8,00 7,00 6,00 5,00

Perlakuan

Gambar 12. Grafik intensitas warna kuning (b) tahu pada berbagai perlakuan Nilai kecerahan (L), intensitas warna merah (a), dan intensitas warna kuning (b) paling tinggi berturut-turut yaitu pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) sebesar 75.92, perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.5% (B3) sebesar 1.48, dan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.5% (B3) sebesar 9.88 (Lampiran 8, Lampiran 9,

dan

lampiran

10).

Meskipun

demikian,

analisis

keragaman

menunjukkan bahwa kedua perlakuan tidak berpengaruh secara nyata baik terhadap nilai kecerahan (L), intensitas warna merah (a), maupun intensitas warna kuning (b) (Lampiran 17, Lampiran 18, dan lampiran 19).

4. Analisis Organoleptik Uji organoleptik merupakan salah satu metode untuk mengukur kualitas dari suatu produk. Pengukuran kualitas ini didasarkan pada indera manusia yang secara langsung menilai satu atau beberapa atribut dari bahan pengan sesuai dengan karakteristik yang diminta. Pada penelitian ini, digunakan uji rating hedonik dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang. Uji rating hedonik ini merupakan alat untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Sehingga pada

45

penelitian ini dapat diketahui daya terima konsumen terhadap produk tahu biji kecipir-kedelai. Skala yang digunakan dalam uji ini terdiri dari tujuh skala yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Beberapa atribut yang dinilai pada uji rating hedonik ini adalah aroma, warna, dan tekstur. Pemilihan atribut ini didasarkan pada atribut penting yang biasa dinilai konsumen terhadap produk tahu mentah. Terdapat enam jenis sampel yang akan dinilai oleh panelis yaitu perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 1.5% (A1), 2.0% (A2),dan 2.5% (A3), serta perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 1.5% (B1), 2.0% (B2),dan 2.5% (B3).

a. Aroma Peranan aroma dalam suatu produk pangan sangat penting karena turut menentukan daya terima konsumen terhadap produk tersebut. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan ratarata panelis terhadap nilai aroma tahu biji kecipir-kedelai berkisar antara netral sampai agak suka (4.47 – 5.43). Adapun respon panelis terhadap aroma tahu biji kecipir-kedelai dapat dilihat pada Gambar 13.

6,00

Nilai sensori aroma

5,13

5,43

5,37

4,53

4,63

4,47

B1

B2

B3

4,00

2,00

0,00 A1

A2

A3

Perlakuan

Gambar 13. Nilai sensori aroma rating hedonik pada tahu biji kecipir-kedelai

46

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa tahu biji kecipir-kedelai yang paling disukai yaitu tahu dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 2.0% (A2) dengan nilai sensori aroma rata-rata sebesar 5.43 (agak suka – suka). Sedangkan nilai sensori aroma terendah terdapat pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 1.5% (B1) dengan nilai rata-rata 4.53 (netral – agak suka). Selain itu, dapat diketahui juga bahwa perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 memiliki aroma yang lebih tidak disukai dibandingkan dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis keragaman (Lampiran 20), yang menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan perbandingan air pengekstrak berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5% terhadap nilai sensori aroma. Sedangkan perlakuan konsentrasi koagulan tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai sensori aroma. Secara umum hasil uji rating hedonik pada atribut aroma menunjukkan bahwa aroma tahu biji kecipir-kedelai dapat diterima oleh panelis. b. Warna Suatu bahan pangan yang bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1997). Oleh karena itu, warna merupakan salah satu sifat penting yang perlu dipertimbangkan. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rata-rata panelis terhadap nilai aroma tahu biji kecipir-kedelai berkisar antara agak tidak suka sampai agak suka (3.30 – 5.70). Adapun respon panelis terhadap warna tahu biji kecipir-kedelai dapat dilihat pada Gambar 14.

47

5,70

6,00

Nilai sensori warna

4,77

4,70

4,30

4,00

3,30

3,53

2,00

0,00 A1

A2

A3

B1

B2

B3

Perlakuan

Gambar 14. Nilai sensori warna rating hedonik pada tahu biji kecipir-kedelai Berdasarkan

grafik,

dapat

diketahui

bahwa

perlakuan

perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) dengan nilai sensori warna rata-rata sebesar 5.70 (agak suka – suka) dapat menghasilkan nilai sensori warna yang paling disukai. Sedangkan nilai sensori warna dengan rata-rata terendah yaitu perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 1.5% (B1) dengan nilai 3.30 (agak tidak suka – netral). Hal ini diperkuat oleh analisis keragaman (Lampiran 21), yang menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 2.0% (A2) memiliki nilai sensori warna tertinggi dan berbeda secara signifikan pada taraf nyata 5% dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Tahu biji kecipir-kedelai dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 secara umum memiliki nilai sensori warna yang kurang disukai dibandingkan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4. Perlakuan konsentrasi tidak berpengaruh nyata pada nilai sensori warna.

48

c. Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat menentukan dalam produk tahu. Tekstur tahu yang baik yaitu tahu yang memiliki struktur kompak, halus, dan tidak rapuh. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rata-rata panelis terhadap nilai tekstur tahu biji kecipir-kedelai berkisar antara sangat tidak suka sampai suka (1.67 – 6.27). Adapun respon panelis terhadap tekstur tahu biji kecipirkedelai dapat dilihat pada Gambar 15.

Nilai sensori tekstur

8,00 6,00

5,73

6,27

5,50

4,00 1,67

2,00

2,20

2,03

B2

B3

0,00 A1

A2

A3

B1

Perlakuan

Gambar 15. Nilai sensori tekstur rating hedonik pada tahu biji kecipir-kedelai Berdasarkan grafik, diketahui bahwa nilai sensori tekstur tertinggi

atau

paling

disukai

dengan

rata-rata

sebesar

6.27

(suka – sangat suka) yaitu pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 2.0% (A2). Nilai sensori tekstur perlakuan tersebut berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya (Lampiran 22). Sedangkan nilai sensori tekstur terendah terdapat pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 1.5% (B1) dengan nilai rata-rata 1.67 (sangat tidak suka – agak tidak suka). Perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 memiliki tekstur yang lebih tidak disukai dibandingkan dengan perlakuan perbandingan

49

air pengekstrak 1 : 4. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis keragaman (Lampiran 22), yang menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan perbandingan air pengekstrak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai sensori aroma, dimana perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 memberikan hasil tekstur yang jauh lebih baik. Sedangkan perlakuan konsentrasi koagulan tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai sensori tekstur. 5. Penentuan Perlakuan Terbaik Penentuan perlakuan terbaik pada penelitian tahap kedua didasarkan pada hasil uji organoleptik. Hasil uji organoleptik ini menunjukkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tahu biji kecipir-kedelai yang dihasilkan. Untuk mempermudah dalam menyimpulkan, profil uji organoleptik disajikan dalam bentuk spider web seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Terlihat bahwa dari semua atribut yang diujikan, perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) mempunyai nilai sensori yang paling tinggi yaitu 5.43 (aroma), 5.70 (warna), dan 6.27 (tekstur). Hal ini menunjukkan tahu biji kecipir-kedelai hasil perlakuan

tersebut paling disukai oleh panelis dengan tingkat

penerimaan yang tinggi (agak suka – sangat suka).

Tekstur 7 6 5 4 3 2 1 0

Warna

A1 A2 A3 B1 B2 B3 Aroma

Gambar 16. Grafik spider web nilai sensori tahu biji kecipir-kedelai

50

Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian tahap kedua ini perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) merupakan metode terbaik dalam pembuatan tahu biji kecipirkedelai. Selanjutnya, terhadap tahu biji kecipir-kedelai ini akan dilakukan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat untuk dapat diketahui kandungan gizinya.

Gambar 17. Produk tahu biji kecipir-kedelai dengan perlakuan terbaik

a. Kadar air Kadar air pada tahu biji kecipir-kedelai yang dihasilkan dengan metode terbaik adalah sebesar 80.00% (bb). Nilai ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar air pada tahu kedelai umumnya yaitu 84.49% (bb) pada tahu Jepang dan 79.30% (bb) pada tahu Cina (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Kandungan air yang sangat tinggi ini merupakan air yang terperangkap pada saat pembentukan curd. Tingginya kadar air pada tahu juga menyebabkan tahu menjadi tidak tahan lama dan cepat busuk (high perishable food).

b. Kadar abu Kadar abu tahu biji kecipir-kedelai dengan menggunakan metode pembuatan terbaik adalah sebesar 1.68% (bb). Kadar abu ini lebih

51

tinggi dibandingkan dengan kadar abu tahu kedelai pada umumnya yaitu sebesar 0.70% (bb) pada tahu Jepang dan 0.90% (bb) pada tahu Cina (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Kantha (1983) menyatakan bahwa kandungan mineral curd biji kecipir lebih besar dibandingkan curd kedelai, sehingga penggunaan biji kecipir dapat meningkatkan kadar abu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam memerangkap mineral saat proses koagulasi.

c. Kadar lemak Komponen kimia selain protein yang terdapat dalam jumlah banyak pada tahu adalah lemak. Kadar lemak pada tahu biji kecipirkedelai dengan menggunakan metode terbaik yaitu sebesar 6.71% (bb). Kadar lemak ini bahkan lebih tinggi dibandingkan tahu kedelai pada umumnya yaitu 4.30% (bb) pada tahu Jepang dan 5.30% (bb) pada tahu Cina (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Sebagai pembanding, menurut SNI (1990), syarat mutu tahu kandungan lemak adalah minimal 5.00% (bb).

d. Kadar protein Sama halnya dengan kedelai, biji kecipir memiliki kandungan asam amino yang penting di antaranya adalah isoleusin, leusin, lisin, methionin, sistin, phenylalanine, tyrosin, threonin, tryptofan, dan lain-lain. Protein pada kedelai dan biji kecipir dapat berperan sebagai pelengkap bagi serealia yang umumnya mempunyai keterbatasan pada asam amino lisin. Berdasarkan analisis proksimat (Lampiran 4), dihasilkan kadar protein pada tahu biji kecipir-kedelai yaitu sebesar 9.30% (bb). Nilai ini tidak jauh berbeda dengan kadar protein pada tahu kedelai Jepang 7.80% (bb) dan tahu Cina (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Menurut SNI (1990), syarat mutu tahu kadar protein yaitu minimal 9.00% (bb).

52

e. Kadar karbohidrat Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan pengurangan berat basah terhadap total kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Diperoleh hasil kadar karbohidrat dari tahu biji kecipir-kedelai dengan metode pembuatan terbaik sebesar 2.32% (bb). Kadar karbohidrat ini tidak jauh berbeda dengan tahu kedelai pada umumnya yaitu 2.30% (bb) pada tahu Jepang dan 2.90% (bb) pada tahu Cina (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

53

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Peningkatan

persentase

kacang

kedelai

yang

digunakan

dapat

meningkatkan kualitas tahu biji kecipir-kedelai karena menghasilkan tahu dengan tekstur yang kompak serta berkurangnya aroma khas dari biji kecipir. Penggunaan kalsium sulfat sebagai koagulan pada pembuatan tahu biji kecipir-kedelai dapat menghasilkan tahu dengan tekstur yang lembut dan halus, sedangkan penggunaan kalsium klorida menghasilkan tahu dengan tekstur yang kasar dan rapuh. Hasil uji rating hedonik menunjukkan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% menghasilkan tahu yang paling baik pada atribut aroma, warna, maupun tekstur. Pembuatan tahu menggunakan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 kurang efektif, karena susu yang dihasilkan terlalu kental dan sulit untuk diekstrak. Selain itu, tahu memiliki tekstur yang lembek. Penambahan kalsium sulfat sebesar 2.5% menyebabkan chalky-flavor pada tahu, sedangkan penambahan kalsium sulfat sebesar 1.5% menyebabkan pembentukan curd kurang optimum dan tahu yang dihasilkan kurang kompak. Dapat disimpulkan bahwa pembuatan tahu biji kecipir-kedelai yang memiliki

karakteristik

paling

baik

dilakukan

dengan

menggunakan

perbandingan biji kecipir dan kedelai 50 : 50, jenis koagulan kalsium sulfat dengan konsentrasi 2.0% dari bahan mentah, serta penggunaan perbandingan biji kecipir-kedelai dan air pengekstrak sebesar 1 : 4. Tahu biji kecipir-kedelai yang dihasilkan memiliki karakteristik tekstur, warna, aroma dan rasa yang dapat diterima secara organoleptik. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan gizi tahu biji kecipir-kedelai ini tidak kalah dibandingkan dengan tahu kedelai pada umumnya.

B. SARAN Masalah utama yang dihadapi dalam pembuatan tahu biji kecipir-kedelai adalah aroma khas biji kecipir yang cukup kuat sehingga diperlukan adanya proses tertentu untuk dapat mengurangi atau bahkan menghilangkannya. Selain itu, perlu adanya pengembangan lebih lanjut terutama mengenai cara yang lebih efisien dalam proses pengupasan kulit biji kecipir yang cukup keras pada produksi tahu dengan skala yang lebih besar, sehingga dapat diterapkan pada industri tahu kecil menengah.

55

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Bourne, M. C., Clemente, M. G., and Banzon, J. 1976. Survey of Suitability of Thirty Cultivars of Soybeans for Soymilk Manufacture. J. Food Sci. 41: 1204-1209. Claydon, A. 1978. The Role of Wing Bean in Human Nutrition. Workshop on The Development of The Wing Bean, Los Banos, Laguna, Philipina. Felinia dan Murni, A. 2008. Uji Coba Pembuatan Tahu dari Biji Kecipir. Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Gillespie, J. M., Blagrove, R. J., and Kortt, A. A. 1981. Characterization of winged bean seeds proteins. Presented at the 2nd International Winged Bean Seminar, Colombo, Sri Lanka, 19 – 23 Januari. Haryoto. 1995. Tempe dan Kecap Kecipir. Kanisius, Yogyakarta. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Muchtadi, D. 1989. Protein : Sumber dan Teknologi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Narayana, K. and Narasinga Rao, M. S. 1982. Functional Properties of Raw and Heat Processed Winged Bean (Psophocarpus tetragonolobus) flour. J. Food Sci. 47:1534-1539. Nelson, J. A., and Trout, G. M. 1971. Judging Dairy Products 3rd Edition. Edward Bros. Ann Arbor, Michigan. National Academy of Science. 1981. The Winged Bean : A High Protein Crop for The Tropics. National Academy Press, Washington DC. Praptiningsih, G. A. dan Ciptadi, W. 1979. Mempelajari Cara Pengupasan Kulit Biji Kecipir dengan Cara Perendaman dan Pemanasan, Masalah Khusus. Fateta, IPB, Bogor. Pomeranz, Y. and Meloan, C. E. 1994. Food Analysis : Theory and Practice 3rd Edition. Chapman & Hall, New York.

56

Saio, K., Kamiya, M., and Watanabe, T. 1969. Food Processing Characteristic of Soybean 11S and 7S Proteins. Part 1. Effect of difference of protein components among soybean varieties on formation of tofu-gel”, J. Agric. Biol. Chem. 33:1301-1306. Schaafsma, G. 2000. The Protein Digestibility - Corrected Amino Acid Score. J. Nutr. 130:1865S-1867S. Shurtleff, W. and Aoyagi, A. 1984. Tofu and Soymilk Production, The Book of Tofu Vol II. New Age Food Study, Lafayete. Smith, A. K. 1958. Vegetable Protein Isolates in Processed Plant Protein Foodstuff. Academic Press Inc. Publ., New York. Smith, A. K. and Circle, S. J. 1972. Soybean: Chemistry and Technology. The AVI Publ. Co. Inc., Westport. Soedarsono, J. 1979. Kecipir Tanaman Baru Penghasil Protein dan Minyak. Yayasan Pembina Faperta, UGM, Yogyakarta. Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Jarya Aksara. Jakarta. Soerawidjaja. 2005. Kecipir Kekayaan Hayati Potensial yang Hampir Tak Tersumberdayakan. Teknik kimia, ITB, Bandung. Sri Kantha, S., Hettiarachchy, N. S., and Erdman Jr., J. W. 1983. Laboratory Scale Production Of Winged Bean Curd. J. Food Sci. 48: 441-447. Standar Nasional Indonesia. 1990. Tahu. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Wijaya, S. dan Rohman, L. 2001. Fraksinasi dan Karakterisasi Protein Utama Biji Kedelai. J. Ilmu Dasar. 2(1):49-54. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F. G. dan Rahman, A. 1974. Protein: Sumber dan Peranannya. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB, Bogor. Wolf, W. J. and Cowan, J. C. 1971. Soybeans as a Food Source. CRC Press The Chemical Rubber Co., Ohio. Young, V. R. and Pellet, P. L. 1994. Plant Proteins in Relation to Human Protein and Amino Acid Nutrition. Am. J. Clin. Nutr. 59:1203S-1207S.

57

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil analisis kadar air biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai

Sampel

Ulangan

Berat Cawan (g)

Tahu KecipirKedelai

1 2 1 2 1 2

4.7511 4.5133 4.8642 4.6417 4.9273 4.3768

Kedelai Biji Kecipir

Berat Cawan + Sampel (g)

Berat Cawan + Sampel Kering (g)

Kadar Air (%bb)

13.3247 10.2966 6.7684 6.5932 6.8275 6.2389

6.4690 5.6682 6.5835 6.3943 6.6137 6.0370

79.96 80.03 9.71 10.19 11.25 10.84

Rata-rata

SD

80.00

0.0477

9.95

0.3394

11.05

0.2899

Kadar Air (%bk)

399.07 400.76 10.75 11.35 12.68 12.16

Rata-rata

SD

399.92

1.1933

11.05

0.4186

12.42

0.3664

Lampiran 2. Hasil analisis kadar abu biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai

Sampel

Ulangan

Berat Cawan (g)

Tahu KecipirKedelai

1 2 1 2 1 2

18.7482 21.0029 19.4178 20.1231 18.3967 19.8531

Kedelai Biji Kecipir

Berat Cawan + Sampel (g)

Berat Cawan + Abu (g)

Kadar Abu (%bb)

25.0122 29.9014 22.3862 23.0849 21.3564 22.7822

18.8482 21.1592 19.5526 20.2647 18.4914 19.9708

1.60 1.76 4.54 4.78 3.20 4.02

Rata-rata

SD

1.68

0.1132

4.66

0.1697

3.61

0.5798

Kadar Abu (%bk)

7.97 8.80 5.03 5.32 3.61 4.51

Rata-rata

SD

8.38

0.5865

5.18

0.2080

4.06

0.6386

59

Lampiran 3. Hasil analisis kadar lemak biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai Sampel

Ulangan

Berat Sampel (g)

Berat Labu (g)

Berat Labu + Lemak (g)

Kadar Lemak (%bb)

Tahu KecipirKedelai

1 2 1 2 1 2

4.7657 4.6097 2.0221 2.0735 2.0245 2.0398

101.8306 96.5711 105.6073 102.7341 101.8308 98.2783

102.1385 96.8919 106.0073 103.1498 102.1652 98.6214

6.46 6.96 19.78 20.05 16.52 16.82

Kedelai Biji Kecipir

Ratarata

SD

Kadar Lemak (%bk)

6.71

0.3525

19.92

0.1909

16.67

0.2121

32.24 34.85 21.91 22.32 18.61 18.86

Ratarata

SD

33.54

1.8450

22.12

0.2954

18.74

0.1774

Lampiran 4. Hasil analisis kadar protein biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai Sampel

Ulangan

Berat Sampel (g)

Titrasi HCl (ml)

%N

Kadar Protein (%bb)

Tahu KecipirKedelai

1 2 1 2 1 2

0.1406 0.0942 0.0573 0.0530 0.0546 0.0552

4.9 3.5 7.5 7.3 5.9 6.2

1.446335 1.529118 5.471296 5.755323 4.500372 4.681703

9.04 9.56 31.24 32.86 28.13 29.26

Kedelai Biji Kecipir

Rata-rata

SD

9.30

0.3659

32.05

1.1468

28.69

0.8014

Kadar Protein (%bk)

45.11 47.86 34.60 36.59 31.69 32.82

Rata-rata

SD

46.48

1.9438

35.60

1.4077

32.26

0.7958

60

Lampiran 5. Hasil analisis kadar karbohidrat biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai

Sampel

Ulangan

Kadar Air (%bb)

Tahu KecipirKedelai

1 2 1 2 1 2

79.96 80.03 9.71 10.19 11.25 10.84

Kedelai Biji Kecipir

Kadar Abu (%bb)

Kadar Lemak (%bb)

Kadar Protein (%bb)

Kadar Karbohidrat (%bb)

1.60 1.76 4.54 4.78 3.20 4.02

6.46 6.96 19.78 20.05 16.52 16.82

9.04 9.56 31.24 32.86 28.13 29.26

2.94 1.69 34.73 32.12 40.90 39.06

Ratarata

SD

2.32

0.8792

33.42

1.8468

39.98

1.3034

Kadar Karbohidrat (%bk)

14.65 8.48 38.46 35.76 46.09 43.81

Ratarata

SD

11.57

4.3664

37.11

1.9110

44.95

1.6117

61

Lampiran 6. Rendemen tahu kecipir-kedelai Berat Awal (g) Perlakuan

1.5%

1:4

2% 2.5% 1.5%

1:3

2% 2.5%

Ulangan

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Kecipir

Kedelai

50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Berat Akhir (g) Kecipir (Rendam Kedelai + Kupas) (Rendam)

70.40 71.30 71.00 70.80 69.20 70.70 72.40 72.00 72.90 73.20 72.10 70.60

113.80 114.90 114.40 117.00 114.30 114.90 113.30 114.00 112.40 113.40 112.70 114.40

Volume Susu (ml)

Berat Tahu (g)

Rendemen (%)

290 300 290 300 290 300 170 180 190 190 190 190

111.20 107.10 121.60 128.60 140.90 147.40 78.30 78.50 95.00 93.60 112.10 110.50

111.20 107.10 121.60 128.60 140.90 147.40 78.30 78.50 95.00 93.60 112.10 110.50

Ratarata (%)

SD

109.15

2.8991

125.10

4.9497

144.15

4.5962

78.40

0.1414

94.30

0.9899

111.30

1.1314

62

Lampiran 7. Hasil pengukuran tekstur tahu kecipir-kedelai Perlakuan

Ulangan

1 1.5% 2 1 1:4

2% 2 1 2.5% 2 1 1.5% 2 1

1:3

2% 2 1 2.5% 2

Duplo

Kekerasan (g/cm)

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

2.70 3.05 2.90 2.85 4.40 3.70 3.90 4.05 5.60 5.60 4.70 5.00 3.00 3.20 3.00 3.10 3.70 3.40 3.60 3.50 3.60 4.00 3.60 3.80

Rata-rata Duplo

Rata-rata Ulangan

SD

2.88

0.0000

4.01

0.0530

5.23

0.5303

3.08

0.0354

3.55

0.0000

3.75

0.0707

2.88 2.88 4.05 3.98 5.60 4.85 3.10 3.05 3.55 3.55 3.80 3.70

63

Lampiran 8. Hasil pengukuran kecerahan (L) warna tahu kecipir-kedelai Perlakuan

Ulangan

1 1.5% 2 1 1:4

2% 2 1 2.5% 2 1 1.5% 2 1

1:3

2% 2 1 2.5% 2

Duplo

L

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

75.87 75.67 75.02 75.02 76.07 75.87 75.83 75.90 75.62 75.91 75.75 75.65 75.09 75.20 75.28 75.17 75.35 75.39 75.25 75.19 75.31 75.39 75.29 75.31

Rata-rata Duplo

Rata-rata Ulangan

SD

75.39

0.5299

75.92

0.0721

75.73

0.0466

75.18

0.0541

75.29

0.1033

75.32

0.0305

75.77 75.02 75.97 75.87 75.77 75.70 75.15 75.22 75.37 75.22 75.35 75.30

64

Lampiran 9. Hasil pengukuran intensitas warna merah (a) tahu kecipir-kedelai Perlakuan

Ulangan

1 1.5% 2 1 1:4

2% 2 1 2.5% 2 1 1.5% 2 1

1:3

2% 2 1 2.5% 2

Duplo

a

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1.27 0.63 1.04 1.28 0.94 1.02 1.25 1.21 0.93 0.94 1.25 1.41 1.32 1.36 1.29 1.25 1.33 1.41 1.32 1.28 1.37 1.33 1.60 1.60

Rata-rata Duplo

Rata-rata Ulangan

SD

1.06

0.1477

1.11

0.1796

1.13

0.2790

1.30

0.0530

1.34

0.0447

1.48

0.1747

0.95 1.16 0.98 1.23 0.94 1.33 1.34 1.27 1.37 1.30 1.35 1.60

65

Lampiran 10. Hasil pengukuran intensitas warna kuning (b) tahu kecipir-kedelai Perlakuan

Ulangan

1 1.5% 2 1 1:4

2% 2 1 2.5% 2 1 1.5% 2 1

1:3

2% 2 1 2.5% 2

Duplo

b

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

9.93 10.58 9.47 9.51 9.88 9.80 9.48 9.51 9.66 9.74 9.43 9.51 9.57 9.60 9.89 9.83 9.80 9.95 9.67 9.76 10.43 10.39 9.26 9.45

Rata-rata Duplo

Rata-rata Ulangan

SD

9.87

0.5416

9.67

0.2409

9.58

0.1627

9.72

0.1952

9.79

0.1102

9.88

0.7432

10.25 9.49 9.84 9.50 9.70 9.47 9.58 9.86 9.87 9.72 10.41 9.35

66

Lampiran 11. Lembar kuesioner rating hedonik tahu kecipir-kedelai

UJI RATING HEDONIK Nama

:

Tanggal :

Produk : Tahu

Instruksi : 1. Terdapat 6 macam tahu di hadapan anda. 2. Anda diminta menilai tingkat kesukaan berdasarkan atribut tekstur, aroma, dan warna terhadap masing-masing sampel. 3. Lakukan uji dari sampel yang paling kiri, tuliskan kode sampel pada kolom masingmasing atribut, dan berikan penilaian tingkat kesukaan anda dengan memberi tanda √ pada kotak di bawah kode sampel. 4. Setelah selesai menilai, pindahlah ke contoh di sebelah kanannya dan lakukan hal yang sama hingga contoh yang terakhir. 5. Jangan membandingkan antar sampel.

Penilaian

Tekstur

Aroma

Warna

Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka

67

Lampiran 12. Nilai sensori aroma rating hedonik tahu kecipir-kedelai Perlakuan Panelis

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1.5% 5 5 6 6 4 6 5 6 4 4 4 6 6 4 6 6 4 5 6 5 5 5 6 6 5 4 4 6 4 6

1:4 2.0% 5 5 6 6 5 6 6 6 4 6 3 7 6 5 6 6 5 3 4 6 5 6 4 6 6 6 5 7 6 6

2.5% 5 6 6 6 5 6 6 5 4 6 4 6 5 6 6 5 6 6 5 6 5 5 4 6 5 6 4 6 6 4

1.5% 4 5 6 6 5 6 5 5 4 3 2 6 2 3 5 4 6 5 2 5 6 4 2 6 5 6 3 3 6 6

1:3 2.0% 5 4 6 6 4 6 5 5 4 3 4 6 2 5 4 6 6 5 3 6 4 5 6 2 4 5 3 5 6 4

2.5% 5 5 6 6 4 5 5 5 4 3 2 6 2 5 6 5 2 5 6 4 3 5 4 4 6 5 6 3 2 5

68

Lampiran 13. Nilai sensori warna rating hedonik tahu kecipir-kedelai Perlakuan Panelis

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1.5% 5 7 4 5 2 5 6 6 4 7 2 4 5 7 4 5 4 6 2 5 5 4 7 6 6 4 2 5 6 3

1:4 2.0% 3 7 6 6 6 7 3 6 7 7 4 6 6 7 6 6 3 6 7 7 4 6 3 6 7 6 5 7 6 5

2.5% 3 6 4 5 2 5 3 6 6 7 3 5 6 6 6 3 7 3 4 5 6 3 5 3 5 2 7 4 5 6

1.5% 3 6 4 4 1 3 1 5 5 2 2 3 4 4 3 2 5 1 3 4 6 3 5 4 2 3 4 2 4 1

1:3 2.0% 3 6 5 4 1 3 1 5 3 4 3 3 5 6 3 4 5 1 3 4 5 3 5 1 3 5 3 4 3 2

2.5% 3 6 6 4 1 3 6 5 6 3 3 4 6 1 3 6 4 5 3 3 6 4 4 6 3 3 6 6 4 6

69

Lampiran 14. Nilai sensori tekstur rating hedonik tahu kecipir-kedelai Perlakuan Panelis

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1.5% 6 7 6 5 5 6 6 6 5 7 5 4 6 6 5 7 4 5 6 6 6 5 5 7 6 6 7 6 5 6

1:4 2.0% 3 7 7 7 6 7 7 6 6 7 7 6 7 7 6 6 7 6 7 5 7 4 6 6 6 7 7 6 7 5

2.5% 3 6 5 6 3 7 7 5 7 6 5 5 7 5 6 4 6 5 7 5 6 7 6 6 5 4 6 4 5 6

1.5% 1 2 2 3 1 2 2 1 1 1 3 2 1 1 1 1 2 1 3 2 2 1 3 1 2 1 1 1 3 2

1:3 2.0% 1 2 3 3 1 2 3 3 2 3 1 3 2 2 2 2 3 1 3 2 1 2 3 2 2 3 3 3 1 2

2.5% 1 2 3 2 1 2 2 2 2 2 4 2 1 1 2 2 2 3 1 1 4 2 4 2 1 2 2 2 3 1

70

Lampiran 15. Hasil analisis keragaman rendemen tahu kecipir-kedelai

Descriptives Rendemen

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

Mean 109.150 125.100 144.150 78.400 94.300 111.300 110.400

2 2 2 2 2 2 12

Std. Deviation 2.8991 4.9497 4.5962 .1414 .9899 1.1314 22.0285

Std. Error 2.0500 3.5000 3.2500 .1000 .7000 .8000 6.3591

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 83.102 135.198 80.628 169.572 102.855 185.445 77.129 79.671 85.406 103.194 101.135 121.465 96.404 124.396

Minimum 107.1 121.6 140.9 78.3 93.6 110.5 78.3

Maximum 111.2 128.6 147.4 78.5 95.0 112.1 147.4

ANOVA Rendemen Sum of Squares 5281.470 56.310 5337.780

Between Groups Within Groups Total

df 5 6 11

Mean Square 1056.294 9.385

F 112.551

Sig. .000

Rendemen a

Duncan

Perlakuan B1 B2 A1 B3 A2 A3 Sig.

N 2 2 2 2 2 2

1 78.400

2

Subs et for alpha = .05 3 4

5

94.300 109.150 111.300 125.100 1.000

1.000

.509

1.000

144.150 1.000

Means for groups in homogeneous s ubs ets are dis played. a. Us es Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

71

Lampiran 16. Hasil analisis keragaman kekerasan tahu kecipir-kedelai

Descriptives Kekerasan

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

2 2 2 2 2 2 12

Mean 2.8800 4.0150 5.2250 3.0750 3.5500 3.7500 3.7492

Std. Deviation .00000 .04950 .53033 .03536 .00000 .07071 .81390

Std. Error .00000 .03500 .37500 .02500 .00000 .05000 .23495

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 2.8800 2.8800 3.5703 4.4597 .4602 9.9898 2.7573 3.3927 3.5500 3.5500 3.1147 4.3853 3.2320 4.2663

Minimum 2.88 3.98 4.85 3.05 3.55 3.70 2.88

Maximum 2.88 4.05 5.60 3.10 3.55 3.80 5.60

ANOVA Kekerasan Sum of Squares 6.997 .290 7.287

Between Groups Within Groups Total

df 5 6 11

Mean Square 1.399 .048

F 28.957

Sig. .000

Kekerasan a

Duncan

Perlakuan A1 B1 B2 B3 A2 A3 Sig.

N 2 2 2 2 2 2

1 2.8800 3.0750

.409

Subs et for alpha = .05 2 3 3.0750 3.5500

.074

4

3.5500 3.7500 4.0150 .087

5.2250 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are dis played. a. Us es Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

72

Lampiran 17. Hasil analisis keragaman kecerahan (l) warna tahu kecipir-kedelai

Descriptives Nilai_L

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

2 2 2 2 2 2 12

Mean 75.3950 75.9200 75.7350 75.1850 75.2950 75.3250 75.4758

Std. Deviation .53033 .07071 .04950 .04950 .10607 .03536 .31990

Std. Error .37500 .05000 .03500 .03500 .07500 .02500 .09235

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 70.6302 80.1598 75.2847 76.5553 75.2903 76.1797 74.7403 75.6297 74.3420 76.2480 75.0073 75.6427 75.2726 75.6791

Minimum 75.02 75.87 75.70 75.15 75.22 75.30 75.02

Maximum 75.77 75.97 75.77 75.22 75.37 75.35 75.97

ANOVA Nilai_L

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares .822 .304 1.126

df 5 6 11

Mean Square .164 .051

F 3.249

Sig. .092

73

Lampiran 18. Hasil analisis keragaman intensitas warna merah (a) warna tahu kecipirkedelai

Descriptives Nilai_a

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

2 2 2 2 2 2 12

Mean 1.0550 1.1050 1.1350 1.3050 1.3350 1.4750 1.2350

Std. Deviation .14849 .17678 .27577 .04950 .04950 .17678 .19751

Std. Error .10500 .12500 .19500 .03500 .03500 .12500 .05702

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound -.2792 2.3892 -.4833 2.6933 -1.3427 3.6127 .8603 1.7497 .8903 1.7797 -.1133 3.0633 1.1095 1.3605

Minimum .95 .98 .94 1.27 1.30 1.35 .94

Maximum 1.16 1.23 1.33 1.34 1.37 1.60 1.60

ANOVA Nilai_a

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares .264 .166 .429

df 5 6 11

Mean Square .053 .028

F 1.911

Sig. .227

74

Lampiran 19. Hasil analisis keragaman intensitas warna kuning (b) warna tahu kecipirkedelai

Descriptives Kekerasan

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

2 2 2 2 2 2 12

Mean 9.8700 9.6700 9.5850 9.7200 9.7950 9.8800 9.7533

Std. Deviation .53740 .24042 .16263 .19799 .10607 .74953 .31921

Std. Error .38000 .17000 .11500 .14000 .07500 .53000 .09215

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 5.0416 14.6984 7.5099 11.8301 8.1238 11.0462 7.9411 11.4989 8.8420 10.7480 3.1457 16.6143 9.5505 9.9562

Minimum 9.49 9.50 9.47 9.58 9.72 9.35 9.35

Maximum 10.25 9.84 9.70 9.86 9.87 10.41 10.41

ANOVA Kekerasan

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares .136 .985 1.121

df 5 6 11

Mean Square .027 .164

F .165

Sig. .967

75

Lampiran 20. Hasil analisis keragaman nilai sensori aroma rating hedonik tahu kecipirkedelai

Descriptives Organoleptik_aroma

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

Mean 5.13 5.43 5.37 4.53 4.63 4.47 4.93

30 30 30 30 30 30 180

Std. Deviation .860 1.006 .765 1.432 1.217 1.332 1.182

Std. Error .157 .184 .140 .261 .222 .243 .088

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 4.81 5.45 5.06 5.81 5.08 5.65 4.00 5.07 4.18 5.09 3.97 4.96 4.75 5.10

Minimum 4 3 4 2 2 2 2

Maximum 6 7 6 6 6 6 7

ANOVA Organoleptik_aroma Sum of Squares 28.361 221.700 250.061

Between Groups Within Groups Total

df 5 174 179

Mean Square 5.672 1.274

F 4.452

Sig. .001

Organoleptik_aroma a

Duncan

Perlakuan B3 B1 B2 A1 A3 A2 Sig.

N 30 30 30 30 30 30

Subs et for alpha = .05 1 2 3 4.47 4.53 4.53 4.63 4.63 5.13 5.13 5.37 5.43 .594 .052 .336

Means for groups in homogeneous s ubs ets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

76

Lampiran 21. Hasil analisis keragaman nilai sensori warna rating hedonik tahu kecipirkedelai

Descriptives Organoleptik_warna

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

Mean 4.77 5.70 4.70 3.30 3.53 4.30 4.38

30 30 30 30 30 30 180

Std. Deviation 1.524 1.343 1.512 1.442 1.432 1.557 1.659

Std. Error .278 .245 .276 .263 .261 .284 .124

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 4.20 5.34 5.20 6.20 4.14 5.26 2.76 3.84 3.00 4.07 3.72 4.88 4.14 4.63

Minimum 2 3 2 1 1 1 1

Maximum 7 7 7 6 6 6 7

ANOVA Organoleptik_warna Sum of Squares 116.517 376.033 492.550

Between Groups Within Groups Total

df 5 174 179

Mean Square 23.303 2.161

F 10.783

Sig. .000

Organoleptik_warna a

Duncan

Perlakuan B1 B2 B3 A3 A1 A2 Sig.

N 30 30 30 30 30 30

Subs et for alpha = .05 1 2 3 3.30 3.53 4.30 4.70 4.77 5.70 .540 .250 1.000

Means for groups in homogeneous s ubs ets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

77

Lampiran 22. Hasil analisis keragaman nilai sensori tekstur rating hedonik tahu kecipir-kedelai

Descriptives Organoleptik_tekstur

N A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total

Mean 5.73 6.27 5.50 1.67 2.20 2.03 3.90

30 30 30 30 30 30 180

Std. Deviation .828 .980 1.137 .758 .761 .890 2.151

Std. Error .151 .179 .208 .138 .139 .162 .160

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 5.42 6.04 5.90 6.63 5.08 5.92 1.38 1.95 1.92 2.48 1.70 2.37 3.58 4.22

Minimum 4 3 3 1 1 1 1

Maximum 7 7 7 3 3 4 7

ANOVA Organoleptik_tekstur Sum of Squares 686.533 141.667 828.200

Between Groups Within Groups Total

df 5 174 179

Mean Square 137.307 .814

F 168.645

Sig. .000

Organoleptik_tekstur a

Duncan

Perlakuan B1 B3 B2 A3 A1 A2 Sig.

N 30 30 30 30 30 30

1 1.67 2.03

Subs et for alpha = .05 2 3

4

2.03 2.20 5.50 5.73

.117

.475

.318

6.27 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are dis played. a. Us es Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

78