SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PERTANIAN - RP2U UNSYIAH

Download 7 Mar 2011 ... Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul ku...

0 downloads 423 Views 294KB Size
MODUL KULIAH

SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PERTANIAN

Oleh :

Lukman Hakim, S.P, M.P

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM – BANDA ACEH

2011 Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul kuliah dengan judul Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Tujuan penulisan semata-mata untuk memberikan arahan utama bagi pembaca khususnya mahasiswa Fakultas Pertanian yang ingin mendalami Ilmu Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Modul ini dibuat berdasarkan kebutuhan belajar dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dan sebagai salah satu upaya untuk memperkaya khasanah pengetahuan dan bahan bacaan bagi mahasiswa, baik yang bersifat teoritis maupun yang mengarah kepada aplikatif. Penyusunan modul ini bersumber dari menggali dan menggabungkan beberapa referensi yang sudah ada serta menambah disana-sini. Diharapkan bahwa modul kuliah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Pertanian dan bagi pencinta Ilmu Sosiologi Pedesaan, termasuk penulis sendiri. Modul ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan perbaikan guna kemajuan kita bersama. Akhirnya, penulis mengucapkan selamat membaca dan mempelajari semoga dengan rahmat Allah SWT bisa dipahami dan ada manfaatnya.

Darussalam, 07 Maret 2011

Penulis

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

i

Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................................

i

Daftar Isi .....................................................................................................................

ii

BAB 1

Sosiologi, Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertanian ............................

1

BAB 2

Penelitian Sosiologi Pedesaan ...................................................................

4

BAB 3

Karakteristik Masyarakat Petani................................................................

9

BAB 4

Pemahaman Desa Umum dan Khusus (Indonesia)....................................

10

BAB 5

Pluralitas Masyarakat Indonesia................................................................

17

BAB 6

Aspek-Aspek Kultural Masyarakat Desa ..................................................

19

BAB 7

Aspek-Aspek Struktural Masyarakat Desa................................................

23

BAB 8

Desa dan Pertanian ....................................................................................

28

BAB 9

Kelembagaan di Desa ................................................................................

34

BAB 10

Pedesaan dan Kependudukan ....................................................................

39

BAB 11

Kemiskinan dan Perangkap Kemiskinan...................................................

40

BAB 12

Anatomi Kemiskinan dan Upaya Pengentasannya ....................................

42

BAB 13

Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia .......

44

BAB 14

Agenda Mempersempit Ketimpangan dan Kemiskinan............................

45

BAB 15

Petani, Kapitalisme, dan Konflik Agraria .................................................

48

BAB 16

Pembangunan dan Perubahan Sosial di Desa ............................................

50

BAB 17

Pembangunan, Kesejahteraan Rakyat dan Lingkungan ............................

52

BAB 18

Negara dan Peranannya Dalam Pembangunan Desa yang Mandiri ..........

53

Daftar Pustaka..............................................................................................................

55

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

ii

BAB 1 SOSIOLOGI, SOSIOLOGI PEDESAAN, DAN SOSIOLOGI PERTANIAN

Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertanian adalah merupakan dua dari sekian spesialisasi yang ada dalam sosiologi.

Sosiologi Industri Sosiologi Kebudayaan Spesialisasi Sosiologi

Sosiologi Agama Sosiologi Pembangunan Sosiologi Perkotaan, dll.

Bersifat umum dan luas Spesialisasi  Struktur Bersifat khusus dan mendalam

Sasaran studi utama sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat selalu berubah antara kelompok masyarakat yang satu dan yang lain, perubahannya berbeda-beda.

Pertambahan Perubahan Pengurangan

Pada masyarakat Terjadinya Perubahan Spesialisasi-spesialisasi sosiologi

Contoh spesialisasi-spesialisasi baru sosiologi seperti: Sosiologi Korupsi, Sosiologi Pertanian, Sosiologi Matematik. Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

1

Sosiologi Sosiologi  Bahasa latin Socius  “teman, bersama-sama“  Logos  “Omongan”. Sosiologi secara umum  ilmu tentang masyarakat (omongan tentang teman, tentang kebersamaan). Sosiologi lahir  Auguste Comte  buku berjudul “Positive Philosophy”  Tahun 1838  Bapak Sosiologi. Sosiologi menjadi lebih popular dan berkembang berkat buku “Principles of Sociology” yang ditulis oleh Herbert Spencer tahun 1876. Sebelum itu menurut Soerjono Soekanto 1986, yakni ketika filsafat masih dianggap sebagai induk dari segala macam ilmu pengetahuan (Mater Scientiarum), ilmu yang membahas masyarakat adalah filsafat sosial. Menurut Pitirim Sorokin (1928), Sosiologi mempelajari gejala sosial-kebudayaan dari sudut umum, mempelajari sifat esensial gejala tersebut serta hubungan antara gejala itu yang amat banyak. Menurut F.F. Cuber (1951), Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan timbalbalik antara manusia. Menurut R.M. Mac Iver dan C.H. Page (1955), Sosiologi adalah berkaitan dengan hubungan sosial dan dengan seluruh jaringan hubungan itu yang disebut masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964), Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Menurut E.R. Babbie (1983), Sosiologi adalah telaah tentang kehidupan sosial, terentang dari interaksi tatap-muka antara dua individu sampai pada hubungan global antara bangsabangsa. Dari kelima definisi tersebut dapat dirumuskan secara umum bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat, dalam berbagai aspeknya. Aspek Ekonomi Ilmu sosial selain sosiologi lebih menekankan kepada

Aspek Sejarah Aspek Ilmu Politik

Aspek ekonomi misalnya; lebih menekankan masalah distribusi dan konsumsi kekayaan. Aspek sejarah, lebih menekankan pada studi mengenai hal-hal yang sudah lampau. Aspek Ilmu Politik, dilain pihak lebih menekankan pada studi tentang distribusi kekuasaan dalam berbagai masyarakat. Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

2

Menurut P.B. Horton dan C.L. Hunt (1984). Ada empat perspektif yang perlu mendapat perhatian yaitu:  Perspektif Evolusionis  memusatkan perhatian kepada urut-urutan berlakunya perubahan masyarakat.  Perspektif Interaksionis  memusatkan perhatian pada hubungan sehari-hari dan perilaku individu serta kelompok menurut keadaan sebenarnya.  Perspektif Fungsionalis  memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan, dimana masing-masing kelompok memainkan suatu peranan dan setiap pelaksanaan membantu bekerjanya sistem tersebut.  Perspektif Konflik  memandang kesinambungan ketegangan dan perjuangan kelompok sebagai kondisi normal suatu masyarakat dimana stabilitas dan konsensus nilai merupakan ilusi yang disusun dengan hati-hati untuk melindungi kelompok yang mendapat hak-hak istimewa

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

3

BAB 2 PENELITIAN SOSIOLOGI PEDESAAN

Ilmu (science)  suatu sistem atau cara untuk memahami sesuatu yang didasarkan pada pengalaman empirik. Artinya, ilmu itu memerlukan bukti-bukti yang harus dapat dikonfirmasikan (dikuatkan) oleh panca indra kita. Lihat Dengar Bukti-bukti yang empirik harus bisa di

Rasakan Raba Cium bau/harumnya

Angka-angka statistik misalnya  bukti-bukti empirik dari suatu variabel atau karakteristik dari variabel. Biasanya seorang ilmuan sosial baru akan mengatakan bahwa ia mengetahui sesuatu itu apabila ia paling kurang bisa mengemukakan suatu jumlah tertentu (angka statistik) yang mendukung apa yang diketahuinya itu. Ilmu mempunyai dua tujuan utama: 1. untuk menerangkan secara jelas dan tepat tentang sesuatu fenomenon (gejala, peristiwa atau event). 2. untuk menjelaskan secara tuntas pula mengapa suatu fenomenon itu terjadi seperti itu, tidak seperti yang lain. Disamping itu, ilmu juga mampu menjelaskan kemana arahnya dan bagaimana akhir atau kelanjutan suatu fenomenon yang terjadi artinya, ilmu dapat memberikan suatu ramalan (prediksi, prediction) tentang kemungkinan terjadinya fenomenon yang sama dimasa depan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

4

Prosedur Penelitian Beberapa langkah prosedur penelitian sebagai berikut: 1. Menyatakan dengan lugas isu atau problema yang menarik perhatiannya untuk diteliti. Pengalaman pribadi Isu/problema dapat bersumber

Bacaan sehari-hari Pengamatan (observasi) sehari-hari tentang Suatu hal tertentu

Hipotesis  suatu pernyataan (bukan pertanyaan) tentang adanya hubungan secara empirik yang kita harapkan dapat terbukti (teramati) di dalam penelitian, terutama bila teori yang kita pakai dalam menurunkan hipotesis itu benar. 2. Melaksanakan penelitian atau mengumpulkan data yang bergayut dengan obyek penelitian. Variabel  karakteristik yang kita ukur dengan alat ukur tertentu yang umum atau khusus kita ciptakan untuk tujuan penelitian tersebut. Sampling mempunyai beberapa tahapan dan masing-masing tahapan tersebut mempunyai tingkat kemuskilan (keyakinan) yang berbeda. Sampling yang terbaik  sampling acak (random sampling) dimana tiap individu dari satu populasi yang ditentukan harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel (wakil) dari populasi bersangkutan untuk dijadikan subyek penelitian. 3. Pengumpulan data dengan instrumen yang dipersiapkan sesuai dengan definisi operasional yang diberikan dan data yang dihimpun tersebut menjadi bahan analisis dalam upaya menemukan pola perilaku para petani desa yang dimaksud. 4. Menjelaskan bagaimana dan mengapa temuan kita seperti itu. Variabel yang tak diketahui  error factor Di dalam analisis statistik faktor error tersebut mestinya bisa diperhitungkan. Sehingga bisa mengatakan berapa persen dari suatu korelasi yang tidak bisa dijelaskan karena alasan-alasan faktor error tersebut. Makin kecil koefisien faktor makin besar hal-hal yang dapat dijelaskan. Teori tetap masih memerlukan suatu verifikasi. Artinya, teori masih diuji lewat berbagai hipotesis dengan data empirik. Proses ini melahirkan penelitian baru, sehingga

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

5

proses penelitian itu berulang lagi dari teori ke data dan dari data ke teori dan seterusnya. Wallace (1966) menggambarkan proses penelitian itu sebagai roda yang lewat proses deduktif dan induktif. Dari teori kepada data (penelitian) merupakan proses deduktif dan dari data (penelitian) ke teori sebagai induktif.

MODEL-MODEL PENELITIAN

Model Eksperimen Model-model penelitian

Model Survei Model yang melibatkan peneliti sendiri di dalam Obyek yang ditelitinya (participant observation)

Model Eksperimen Eksperimen  salah satu model atau bentuk penelitian yang mempunyai beberapa unsur pokok. Unsur-unsur pokok tersebut: 1. Dalam tiap eksperimen kita harus mempunyai group atau kelompok (orang) eksperimen. Kelompok ini akan menerima/mendapat satu pengalaman baru, yang merupakan variabel bebas (peubah). 2. Kita menggunakan kelompok lain sebagai kelompok pembanding yang tidak diberi pengalaman baru (eksperimen) sebagaimana pada kelompok eksperimen tersebut diatas. Kelompok ini disebut kelompok pengontrol (control group) Kelemahan-kelemahan model eksperimen: 1. Pelaksanaan percobaan seperti ini mudah dan sering bertentangan dengan etika dan norma-norma sosial yang berlaku. 2. Menyangkut dengan kemungkinan bahwa mereka yang menjadi kelompok percobaan (eksperimen) mengetahui bahwa mereka dijadikan obyek eksperimen. Berarti model penelitian ini mempunyai efek kelinci percobaan yang sering disebut sebagai efek Howthorne. 3. Penelitian ini amat artifisial, karena banyak hal yang dikendalikan sehingga suasana yang tercipta tidak lagi sama dengan kondisi sebenarnya di dalam masyarakat.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

6

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, jarang sekali para peneliti ilmu sosial khususnya sosiologi, memakai model ini di dalam menguji hipotesis/membuat verifikasi teori.

Model Survei Keuntungan menggunakan Model Survei: 1. semua pertanyaan itu sama (sudah distandarisasi) dan akan ditanyakan kepada banyak orang. 2. dapat memperlihatkan suatu kecenderungan perilaku (dalam hal ini mengadopsi alat kontrasepsi tertentu) dari orang-orang yang kita teliti. 3. melibatkan orang yang relatif banyak, survei dapat dipakai untuk melihat perbedaan perilaku (adopsi kontrasepsi) para responden sesuai dengan latar belakang atau karakteristik sosial budaya mereka. Pada umumnya, Model Survei menggunakan rencana/rancangan penelitian yang disebut Cross-Sectional. Artinya, sampel yang diambil secara acak (random) terdiri dari orangorang yang secara lintas sektor mewakili satu kelompok (populasi). Salah satu kesukaran dalam menggunakan survei dengan sampel yang sektoral seperti ini ialah bahwa kita sukar menentukan hubungan kausal (sebab-akibat) diantara variabel yang terikat dan yang bebas.

Model-Model Penelitian yang lain Model-model penelitian yang dijelaskan diatas seluruhnya menggunakan data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan dari subyek atau obyek yang dipelajari di lapangan di dalam keadaan (setting) sebenarnya. Pada dasarnya, banyak sekali data yang sudah ada (sudah dihimpun) disekitar kita tetapi belum pernah dianalisis oleh orang yang mengumpulkannya. Bila seorang peneliti memanfaatkan data seperti ini di dalam kegiatan bersosiologi, sosiolog tersebut menggunakan model yang dikenal sebagai analisis sekunder (secondary analysis). Salah satu sumber data sekunder adalah: 1. Kantor Biro Pusat Statistik (BPS) dan cabang-cabangnya ditiap propinsi di Indonesia. 2. Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kantor Wilayah berbagai departemen di tingkat propinsi. Dinas-dinas merupakan organisasi yang banyak menghimpun dan menyimpan berbagai data sesuai dengan kepentingan masing-masing kantor bersangkutan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

7

3. Universitas, lembaga-lembaga pendidikan setara universitas, berbagai lembaga penelitian merupakan organisasi yang dapat merupakan sumber data yang kaya bagi berbagai tujuan penelitian sekunder. Model penelitian yang lain yang sering dipakai ialah analisis isi (content analysis) penelitian ini biasanya menjadikan barang cetakan dan produk media massa (cetak dan elektronik). Model ini dipakai untuk meneliti tentang bagaimana misalnya orang mengkomunikasikan suatu pesan tertentu kepada partisipan lain di dalam sistem komunikasi.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

8

BAB 3 KARAKTERISTIK MASYARAKAT PETANI

Sebagai antropologi, Redfield memperkenalkan secara lebih luas istilah peasant, antara lain dalam pencirian peasant culture, yang disebut juga “Tradisi Kecil” (rendah), dibedakan dari “Tradisi Agung” (tinggi), berdasarkan pendekatan kajian religi, ritual dan mitos. Scott kemudian mengkaitkannya dengan organisasi perekonomian (“perekonomian moral masyarakat petani”), pemerintahan negara dan pengaruh politik. Kesenjangan dua tipe tradisi itu bertepatan dengan perbedaan ciri-ciri sosial golongan “elit penguasa” dan “masyarakat petani”. Shanin menunjuk pada ciri-ciri masyarakat petani sebagai berikut: 1. Satuan keluarga (rumah tangga) petani adalah satuan dasar dalam masyarakat desa yang berdimensi ganda. 2. Petani hidup dari usahatani, dengan mengolah tanah (lahan). 3. Pola kebudayaan petani berciri tradisional dan khas. 4. Petani menduduki posisi rendah dalam masyarakat; mereka adalah “orang kecil” terhadap masyarakat diatas desa.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

9

BAB 4 PEMAHAMAN DESA, UMUM DAN KHUSUS (INDONESIA)

Desa (arti umum)  desa sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimanapun di dunia ini. Desa, Pengertian Umum Egon E. Bergel, mendefinisikan desa sebagai “Setiap pemukiman para petani (peasants). Ciri utama pada desa  fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Komunitas desa Dua kelompok komunitas Komunitas kota Koentjaraningrat (1977) membagi pengertian komunitas ke dalam dua jenis Besar Komunitas Kecil Komunitas besar misalnya kota, negara bagian, negara, dan lainnya. Komunitas kecil misalnya bond, desa, rukun tetangga, dan lainnya. Koentjaraningrat mendefinisikan “Desa” sebagai: “Komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat”. Paul H. Landis, seorang sarjana Sosiologi Pedesaan dari Amerika Serikat, mendefinisikan desa secara umum dapat dipilah menjadi tiga, tergantung pada tujuan analisa. Tujuan analisa Statistik “Desa”  Sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Tujuan analisa Sosial-Psikologik “Desa”  Sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal diantara sesama warganya. Tujuan analisa ekonomik “Desa”  Sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

10

Koentjaraningrat menyimpulkan ada 8 daerah pangkal penyebaran cocok tanam dari jenis tanaman yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut: 1. Daerah sungai-sungai besar di Asia Tenggara seperti: Mekong, Salwin, Irawadi, dan lainnya. 2. Daerah sungai-sungai di Asia Timur seperti: Yangtse, Hoangho, dan lainnya. 3. Asia Barat Daya, termasuk Tigris dan Eufrat di Iraq sekarang. 4. Daerah laut tengah, terutama Mesir dan Palestina. 5. Daerah Afrika Timur, terutama Abesinia. 6. Daerah Afrika Barat, sekitar hulu sungai Senegal. 7. Daerah Meksiko Selatan. 8. Daerah-daerah Peru di Amerika Selatan. Cocok tanam ladang Ada dua sistim cocok tanam Cocok tanam menetap Sistem ladang berpindah (shifting cultivation, slash and burn agriculture, atau swidden agriculture) menghendaki pencocok tanam untuk berpindah-pindah lahan pertaniannya, yakni tiap 1-2 tahun atau 1-3 kali panenan sesuai dengan tingkat kesuburan atau kondisi tanahnya.

Beberapa Konsep Pokok Beberapa konsep pokok dalam Sosiologi Pedesaan tidak sepenuhnya hanya mengenai desa/pedesaan melainkan juga pada konsep kota/perkotaan. Mengenai hal ini terdapat alasan teoritik maupun empirik. Alasan teoritik, terutama berkaitan dengan perspeksi evolusioner unilinear, dimana desa dilihat sebagai wakil dari suatu masyarakat yang masih bersahaja, terbelakang. Alasan empirik, berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam sejarah kehidupan peradaban manusia, sejak diketemukannya cocok tanam sekitar 10.000 tahun yang lalu, peradaban manusia meningkat dengan sangat pesat. Konsep-konsep yang perlu dibahas dalam rangka pemahaman desa  rural, urban, suburban atau rurban, village, town, dan city. Rural  Kamus lengkap Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris suntingan S. Wojowasito  “seperti desa, seperti di desa”  Urban  “dari kota, seperti di kota”. Suburban atau rurban  “pinggiran kota”. Lebih tepatnya suburban  merupakan bentuk antara (in-between) antara rural dan urban.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

11

Menurut Bergel, istilah desa diterapkan dua pengertian: 1. Desa  sebagai setiap pemukiman para petani, terlepas dari ukuran besar-kecilnya. 2. Desa perdagangan  tidaklah berarti bahwa seluruh penduduk desa terlibat dalam kegiatan perdagangan, melainkan hanya sejumlah orang saja dari desa itu yang memiliki mata pencaharian dalam bidang perdagangan. Kota kecil (town) menurut Bergel didefinisikan sebagai suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi lingkungan pedesaan dalam berbagai segi. Fungsi kota kecil  merupakan pasar bagi hasil-hasil pertanian maupun industri/kerajinan dari desa-desa sekitarnya. Ciri khas dari kota kecil  organisasi sosialnya yang ketat, ditandai dengan ketatnya sistem pengawasan sosial. Masalah pokok yang sering dihadapi kota kecil adalah: 1. Kurangnya kesempatan-kesempatan yang tersedia. 2. Konservatisme yang ekstrim, yang (salah satu) akibatnya adalah semakin melenyapnya golongan muda. Kota besar (city) menurut Bergel  suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi sebuah kawasan (region), baik pedesaan maupun perkotaan. Penduduk kota besar terdeferensiasikan berdasar atas daerah asal, agama, status, pendidikan dan pola-pola tingkah laku.

Karakteristik Desa Umum Menurut Roucek dan Warren (1962), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Besarnya peranan kelompok primer 2. Faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan kelompok/asosiasi 3. Hubungan lebih bersifat intim dan awet 4. Homogen 5. Mobilitas sosial rendah 6. Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi 7. Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar Sedangkan karakteristik masyarakat kota menurut mereka adalah: 1. Besarnya peranan kelompok sekunder 2. Anonimitas merupakan ciri kehidupan masyarakatnya 3. Heterogen 4. Mobilitas sosial tinggi 5. Tergantung pada spesialisasi 6. Hubungan antara orang satu dengan yang lain lebih didasarkan atas kepentingan daripada kedaerahan 7. Lebih banyak tersedia lembaga atau fasilitas untuk mendapatkan barang dan pelayanan 8. Lebih banyak mengubah lungkungan Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

12

Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman, mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik desa dan kota. Ia membedakan desa dengan kota berdasar atas: mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan, diferensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial dan solidaritas sosial. Pertanian dan usaha-usaha kolektif  merupakan ciri kehidupan ekonomi pedesaan. Istilah “Country man” yang sinonim dengan “Farmer”, “Cultivator”, atau “Agriculturist”, merupakan petunjuk betapa eratnya keterkaitan antara pertanian dan desa. Smith dan Zopf, membedakan lingkungan kepada 3 jenis yakni: 1. Lingkungan fisik atau unorganic 2. Lingkungan biologik atau organik 3. Lingkungan Sosio-kultural Physiosocial Lingkungan Sosio-kultural

Biosocial Psychosocial

Diferensiasi sosial  pengelompokan-pengelompokan (groupings) yang ada dalam suatu masyarakat baik dalam hal jumlah, variasi, maupun kompleksitasnya, tanpa menempatkannya dalam suatu susunan yang bersifat hierarkhis. Mengenai stratifikasi sosial (pelapisan sosial), dapat dilihat lewat empat perbedaan pokok yakni: 1. Pelapisan sosial pada masyarakat desa lebih sedikit (sederhana) dibanding dengan yang ada pada masyarakat kota. 2. Perbedaan (jarak sosial) antar lapisan sosial pada masyarakat desa tidak begitu besar (jauh) dibanding dengan masyarakat kota. 3. Lapisan masyarakat desa tidak sekedar lebih sederhana (sedikit) dibanding dengan masyarakat kota, tetapi disamping itu terdapat kecenderungan pada masyarakat desa untuk mengelompok pada lapisan menengahnya. 4. Dasar-dasar pembeda antar lapisan pada masyarakat kota tidak begitu kaku seperti halnya pada masyarakat desa. Bersifat horizontal  perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lainnya Mobilitas sosial Bersifat vertikal

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

 pergeseran status dari lapisan sosial yang satu ke yang lainnya

13

Mobilitas vertikal yang kurang intensif pada masyarakat pedesaan menurut Sorokin dan Zimmerman disebabkan oleh enam hal yakni: 1. Lembaga-lembaga yang memungkinkan terjadinya sirkulasi kelas atau menjadi tangga turun naiknya status umumnya terkonsentrasi diperkotaan. 2. Sehubungan dengan sedikitnya lapisan sosial yang ada pada masyarakat pedesaan, maka peristiwa mobilitas sosial juga menjadi kurang terlihat. 3. Peristiwa “defferential fertility” yang biasa terjadi di kota, yakni peristiwa “lenyapnya” lapisan atas yang secara demikian memberi peluang bagi kenaikan status dari lapisan bawahnya adalah merupakan gejala yang kurang terlihat di pedesaan. 4. Ketidaksamaan elemen biologik dan psikososial antara orang tua dan anak yang merupakan kondisi yang memungkinkan terjadi mobilitas vertikal cenderung terdapat diperkotaan yang penduduknya heterogen dibanding dengan dipedesaan yang penduduknya homogen. 5. Setiap perubahan terhadap lingkungan sosial dan kebudayaan akan meningkatkan terjadinya mobilitas vertikal. 6. “Prinsip Kekastaan” yakni mendasari jarak sosial antar lapisan pada masyarakat pedesaan lebih kaku dibanding dengan pada masyarakat kota. Kingsley Davis, memberikan ciri masyarakat kota berdasar faktor-faktor berikut: 1. Heteriginitas sosial  bahwa heteroginitas masyarakat kota adalah tinggi. 2. Asosiasi sekunder  bahwa masyarakat kota disebabkan oleh banyaknya penduduk tidak mungkin hidup dalam kelompok primer. Yang lebih mendominasi kehidupan masyarakat kota adalah asosiasi sekunder. 3. Toleransi sosial  bahwa masyarakat kota memiliki toleransi sosial yang tinggi. 4. Pengawasan sekunder  bahwa bagi masyarakat kota sistem pengawasan sosial yang efektif adalah sistem pengawasan sekunder. 5. Mobilitas sosial  bahwa mobilitas sosial masyarakat kota tinggi dan cenderung menekankan pentingnya prestasi (achievement). 6. Asosiasi sukarela  bahwa masyarakat kota lebih memiliki kebebasan untuk memutuskan berbagai hal secara perorangan, dan oleh karena itu cenderung kepada asosiasi sukarela, yakni asosiasi yang anggotanya bebas untuk masuk dan keluar. 7. Individuasi  bahwa masyarakat kota cenderung melepaskan diri dari kolektivitas. 8. Segregasi spasial  bahwa berbagai kelompok sosial yang berbeda cenderung memisahkan diri secara phisik. J.H. Boeke dalam bukunya “ The Interest of The Voiceless Far East, Introduction to Oriental Economics”, 1948, menggambarkan beberapa ciri pokok dari masyarakat desa prakapitalistik: 1. Penundukan kegiatan ekonomi dibawah kegiatan sosial 2. Keluarga dalam masyarakat desa era ini merupakan unit swasembada secara ekonomis 3. Tradisi dapat dipertahankan berkat swasembada ekonomi ini 4. Desa cenderung menatap ke belakang, tidak ke depan 5. Dalam masyarakat desa prakapitalis setiap orang merasa menjadi bagian dari keseluruhan, menerima tradisi dan moral kelompok sebagai pedomannya

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

14

Desa-Desa di Indonesia Desa  merupakan fenomena yang bersifat universal, tetapi disamping itu juga memiliki ciri-ciri khusus yang bersifat lokal, regional, maupun nasional. Desa-desa yang ada di Indonesia sangatlah beragam, seiring dengan kebhinekaan Indonesia, sehingga sangat sulit untuk membuat suatu generalisasi karakteristik desa di Indonesia yang khas dan membedakannya dengan desa-desa dari negara lain. Istilah desa semula hanya dikenal di Jawa, Madura, dan Bali. Desa dan Dusun  bahasa Sanskrit  tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Menurut beberapa ahli seperti Van den Berg dan Kern, desa-desa di Jawa menyerupai desadesa di India. Maka tidak mengherankan ada pihak yang berpendapat bahwa desa-desa di Jawa adalah buatan India.

LATAR BELAKANG KEBERADAAN DESA-DESA DI INDONESIA Menurut Von Heine Geldern, pangkal kebudayaan kapak persegi adalah: di daerah Yunnan di Tiongkok Selatan, yakni daerah hulu sungai-sungai terbesar di Asia Tenggara (Yang-tsekiang, Mekhong, Menam, Salwin). Penelitian Von Heine Geldern, terhadap pendapat “bahwa desa-desa dijawa adalah buatan India” perlu ditanggapi dengan sikap yang kritis. Dengan melibat persamaannya dengan desa-desa di India. Maka Van den Berg dan Kern berkesimpulan bahwa desa-desa tersebut adalah buatan India. Tetapi diantara tokoh-tokoh Belanda sendiri seperti: Van Vollenhoven, De Louter, Brandes, Liefrinck, Lekkerkerker, berpendapat bahwa desa-desa tersebut adalah ciptaan asli Indonesia. Aceh  gampong dan meunasah  untuk daerah hukum yang paling bawah Batak  kuta, uta, atau huta  untuk daerah hukum setingkat desa Minang  Nagari  untuk daerah hukum Lampung  dusun atau tiuh  untuk daerah hukum Minahasa  wanua  untuk daerah hukum Makassar  daerah-gaukang  untuk daerah hukum Bugis  daerah-matowa  untuk daerah hukum

DESA SEBAGAI KESATUAN HUKUM (ADAT) & KESATUAN ADMINISTRATIF Desa sebagai kesatuan hukum (adat) menjadi kesatuan (teritorial) administratif terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, yang membedakan “desa” dan “kelurahan” dalam rumusan berikut: Pasal 1, huruf a: Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

15

mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam Ikatan Negara Republik Indonesia. Huruf b: Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Perbedaan yang terlihat antara desa dan kelurahan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tersebut adalah: 1. bahwa desa  wilayah yang ditempati oleh penduduk yang masih merupakan masyarakat hukum, sedangkan kelurahan tidak demikian. 2. desa berhak mengurus rumah tangganya sendiri (sekalipun dibatasi) sedangkan kelurahan tidak.

TIPOLOGI DESA DI INDONESIA Sumber Saparin menyebutkan beberapa jenis desa yang ada di Indonesia sebagai berikut: 1. a. Desa tambangan (kegiatan penyeberangan orang dan barang dimana terdapat sungai besar). b. Desa nelayan (dimana mata pencaharian warganya dengan usaha perikanan laut). c. Desa pelabuhan (hubungan dengan mancanegara, antar pulau, pertahanan/strategi perang dan sebagainya). 2. Desa perdikan (desa yang dibebaskan dari pungutan pajak, karena diwajibkan memelihara sebuah makam raja-raja atau karena jasa-jasanya terhadap raja). 3. Desa penghasil usaha pertanian, kegiatan perdagangan, industri/kerajinan, pertambangan dan sebagainya. 4. Desa-desa perintis (yang terjadinya karena kegiatan transmigrasi). 5. Desa pariwisata (adanya obyek pariwisata berupa peninggalan kuno, keistimewaan kebudayaan rakyat, keindahan alam dan sebagainya).

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

16

BAB 5 PLURALITAS MASYARAKAT INDONESIA Kemajemukan masyarakat Indonesia masa kolonial itu tercermin dalam pengelompokan secara vertikal. Dalam arti masing-masing kelompok masyarakat yang berdiri sendirisendiri itu sekaligus juga merefleksikan adanya stratifikasi sosial-ekonomi dan sosialpolitik, dan masing-masing lapisan berbeda pula dalam kategori rasnya. Menurut Furnivall, di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat konflik kepentingan antar berbagai kelompok dan dalam masyarakat majemuk seperti di Hindia-Belanda konflik kepentingan itu menemukan sifatnya yang lebih tajam, karena perbedaan kepentingan ekonomi jatuh bersamaan dengan perbedaan rasial.

Faktor-Faktor Pemicu Proses disintegrasi bukan disebabkan oleh faktor primordialisme yang merefleksikan perbedaan kebudayaan, melainkan karena akses, kontrol, dan distribusi sumberdaya ekonomi tidak merata serta kesempatan partisipasi politik bagi masing-masing kelompok tidak sama. Yang menjadi persoalan dalam proses integrasi masyarakat majemuk, bukan terletak pada kemajemukannya sendiri, bukan melulu pada perbedaan sektor kebudayaan, tetapi pada sektor ekonomi dan politik. Atau mungkin konsep yang lebih tepat, perbedaan kebudayaan merupakan sesuatu yang laten yang dapat mendestabilkan integrasi masyarakat, tetapi sifat laten itu tidak akan muncul kepermukaan bila sistem ekonomi dan sistem politik bersifat demokratis, dalam arti memberi peluang dan kesempatan yang sama bagi semua anggota masyarakat tak terkecuali.

Pemeringkatan Peradaban Kerangka prosesual perkembangan peradaban, kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Indonesia dapat diperingkatkan kedalam empat peringkat: 1. Masyarakat yang masih sangat sederhana (tribal society), yang dari segi komposisi demografi jumlahnya relatif kecil dan pada umumnya bermata pencaharian berburu dan meramu (hunting and food gathering), serta mencari ikan. Konsep Robert Redfield, karakteristik-karakteristik kelompok ini sebagai berikut: a. Distinctiveness  mempunyai identitas yang khas dan wilayah geografi yang masih terisolasi. b. Smallness  terdiri atas penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas, paling tidak hanya berjumlah 50 orang.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

17

c. Homogenity  atau bersifat seragam dengan diferensiasi sosial-ekonomi yang sangat terbatas, belum mengenal pembagian kerja yang terspesialisasi sehingga menunjukkan sifat masyarakat yang egaliter murni, dan belum ada perkembangan sistem hak milik individual dalam bidang penguasaan dan pemilikan sumbersumber daya ekonomi. d. All-providing self sufficiency  karena kebutuhan hidup mereka masih terbatas, maka semua dapat dipenuhi sendiri tanpa harus tergantung dari sistem perekonomian luar. 2. Kelompok masyarakat yang sudah dapat bercocok tanam (food producing), cara bercocok tanam mereka masih sangat sederhana, demikian juga teknologi yang digunakan masih belum banyak mengenal jenis teknologi khusus untuk pengolahan tanah, yang di Indonesia dikenal dengan pertanian perladangan berpindah (shifting cultivation), suatu cara produksi pertanian ekstensif (extensive agriculture). 3. Kelompok masyarakat yang telah bercocok tanam menetap (sedenter) yang dalam kepustakaan ilmu sosial dikenal sebagai masyarakat petani (peasant society) penggunaan teknologi telah cukup maju dan beragam, terutama untuk pengolahan tanah, dan kelompok masyarakat ini telah terintegrasi kedalam sistem sosio-ekonomi dan sosio-politik yang besar dan luas. 4. Kelompok masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang disebut sebagai kelompok elite ekonomi dan politik. Kelompok ini adalah orang-orang yang berlatar belakang pendidikan sekolah yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk Indonesia pada umumnya yang kemudian sebagian diantaranya masuk ke dalam sistem birokrasi pemerintahan kolonial atau menjadi politisi pejuang kemerdekaan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

18

BAB 6 ASPEK-ASPEK KULTURAL MASYARAKAT DESA

Y.B.A.F. Mayor Polak (1966), aspek kultural suatu masyarakat  analog dengan aspek rohani sedangkan aspek strukturalnya analog dengan aspek jasmani suatu makhluk.

Kebudayaan Menurut Horton dan Hunt masyarakat  suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan  sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat tersebut. Ralph Linton, mengemukakan bahwa kebudayaan secara umum  sebagai way of life suatu masyarakat. Dijabarkan secara rinci, way of life mencakup way of thinking (cara berpikir, bercipta), way of feeling (cara berasa, mengekspresikan rasa), dan way of doing (cara berbuat, berkarya). Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mendefinisikan kebudayaan  sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Kebudayaan  perangkat peraturan dan tata cara, bersama dengan seperangkat gagasan dan nilai yang mendukungnya.

KEBUDAYAAN TRADISIONAL MASYARAKAT DESA Pola kebudayaan tradisional  merupakan produk dari besarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya tergantung pada alam. Menurut Paul H. Landis, sejauh mana besar-kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat desa akan ditentukan oleh: 1. sejauhmana ketergantungan mereka terhadap pertanian 2. tingkat teknologi mereka 3. sistem produksi yang diterapkan Ketiga faktor tersebut secara bersama-sama menjadi faktor determinan bagi terciptanya kebudayaan tradisional, yakni kebudayaan tradisional akan tercipta apabila masyarakat amat tergantung kepada pertanian, tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

19

Menurut Paul H. Landis, ciri-ciri kebudayaan tradisional masyarakat desa adalah: 1. sebagai konsekuensi dari ketidakberdayaan mereka terhadap alam, maka masyarakat desa yang demikian ini mengembangkan adaptasi yang kuat terhadap lingkungan (alam)nya. 2. pola adaptasi yang pasif terhadap lingkungan alam berkaitan dengan rendahnya tingkat inovasi masyarakatnya. 3. faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian masyarakatnya. 4. pengaruh alam juga terlihat pada pola kebiasaan hidup yang lamban. 5. dominasi alam yang kuat terhadap masyarakat desa juga mengakibatkan tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhayul. 6. sikap yang pasif dan adaptatif masyarakat desa terhadap alam juga nampak dalam aspek kebudayaan material mereka yang relatif bersahaja. 7. ketundukan masyarakat desa terhadap alam juga menyebabkan rendahnya kesadaran mereka akan waktu. 8. besarnya pengaruh alam juga mengakibatkan orang desa cenderung bersifat praktis. 9. pengaruh alam juga mengakibatkan terciptanya standar moral yang kaku di kalangan masyarakat desa.

PEASAN DAN SUBSISTENSI Menurut Eric R. Wolf (1956), peasan  penghasil-penghasil pertanian yang mengerjakan tanah secara efektif, yang melakukan pekerjaan itu sebagai nafkah hidupnya, bukan sebagai bisnis yang bersifat mencari keuntungan. Menurut Raymond Firth (1956), istilah peasan memiliki referensi keekonomian. Ekonomi peasan adalah suatu sistem yang berskala kecil, dengan teknologi dan peralatan yang sederhana. Seringkali hanya memproduksi untuk mereka sendiri yang hidupnya subsisten. Menurut Belshaw (1965), masyarakat peasan  yang way of life-nya berorientasi pada tradisionalitas, terpisah dari pusat perkotaan tetapi memiliki keterkaitan dengannya yang mengkombinasikan kegiatan pasar dengan produksi subsisten. Menurut Kroeber (1948), peasan  golongan kelas dari suatu populasi yang lebih besar yang biasanya termasuk pula di dalamnya pusat-pusat perkotaan. Menurut Red field (1956), peasan  orang-orang dengan peradaban yang tua, penduduk pedesaan yang menguasai dan mengolah tanah mereka untuk kehidupannya yang subsisten dan sebagai bagian dari cara hidup yang tradisional yang dipengaruhi oleh orang perkotaan yang cara hidupnya menyerupai mereka tetapi lebih tinggi peradabannya. Menurut Foster (1962), komunitas peasan keberadaannya memiliki ikatan yang erat dengan kota-kota besar dan kecil.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

20

Mengacu pendapat E. Rogers, maka secara umum peasan memiliki ciri-ciri: 1. petani produsen yang subsisten, sekedar memenuhi kebutuhan sendiri (keluarga), tidak untuk mencari keuntungan. 2. orientasinya yang cenderung pedesaan dan tradisional tetapi memiliki keterkaitan erat (mengacu) ke kebudayaan kota atau pusat kekuasaan tertentu. 3. jarang yang sepenuhnya mencukupi kebutuhan diri sendiri (self sufficient). Subsistensi secara umum diartikan sebagai cara hidup yang cenderung minimalis. Menurut Wharton, pertanian subsisten  suatu unit yang dapat berdiri dan mencukupi diri sendiri dalam mana semua produksi dikonsumsi dan tidak ada yang dijual, dan disamping itu tidak ada pengguna atau penghasil barang-barang dan pelayanan-pelayanan dari luar yang masuk. Mengapa studi tentang peasan sejauh ini masih juga tetap menarik perhatian? 1. sampai saat ini jumlah peasan di dunia ini masih sangat besar dibanding dengan petanipetani modern (agricultural entrepreneurs). 2. pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dewasa ini menimbulkan berbagai masalah. 3. seringkali revolusi dan ketidakstabilan politis (dari suatu negara) berpangkal dari peranan atau pengaruh peasan. Menurut Everett M. Rogers, peasantry merupakan subkultur dengan ciri-ciri:  saling tidak mempercayai dalam hubungan antar satu dengan lainnya  pemahaman tentang terbatasnya segala sesuatu di dunia ini  sikap tergantung sekaligus bermusuhan terhadap kekuasaan pemerintah  familisme yang tebal  tingkat inovasi yang rendah  terlekati fatalisme  tingkat aspirasi yang rendah  kurangnya sikap penangguhan kepuasan (deferred gratification)  pandangan yang terbatas (sempit) mengenai dunia  derajat empati (empathy) yang rendah

PEASAN DAN POLA KEBUDAYAAN MASYARAKAT DESA DI INDONESIA 1. Aspek Kultural Peasan Indonesia Menurut Koentjaraningrat (1964), sistem pertanian sawah sebenarnya hanya ada di Jawa (minus sebagian Jawa Barat), Bali dan Lombok Barat. Sedangkan diluar itu hanya merupakan enclave, seperti ditanah Batak, dataran Agam di Minangkabau, daerahdaerah pantai di Kalimantan Selatan, Makasar dan Menado (Sulawesi), dan beberapa pantai di pulau Nusa Tenggara. Secara umum Indonesia mengenal dua macam perkebunan, yakni yang tradisional di kenal sebagai perkebunan rakyat dan modern, tidak terlepas dari keberadaan onderneming pada jaman Belanda.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

21

2. Aspek-Aspek Kultural Lainnya W.F. Wertheim (1959) membedakan adanya tiga daerah peradaban di Indonesia yakni:  Sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah sekian lamanya memiliki teknik dan sistem pertanian sawah.  Sepanjang pantai Jawa, Sumatera dan Malaya, Kalimantan (dimuara-muara sungai) yang merupakan daerah-daerah tempat berkembangnya kota-kota pelabuhan.  Daerah-daerah pedalaman dari kota-kota pantai Sumatera dan Kalimantan yang mengenal pertanian ladang. Menurut Van Vollenhoven, di Indonesia terdapat 19 daerah lingkaran hukum adat (adat rechtkringen), yakni: (1) Aceh, (2) Gayo-Alas dan Batak, (2a) Nias dan Batu, (3) Minangkabau, (4) Mentawai, (4a) Enggano, (5) Melayu, (6) Bangka dan Belitung, (7) Kalimantan, (8) Minahasa, (8a) Sangir-Ta laud, (9) Gorontalo, (10) Toraja, (11) Sulawesi Selatan, (12) Ternate, (13) Ambon Maluku, (13a) Kepulauan Barat Daya, (14) Irian, (15) Timor, (16) Bali dan Lombok, (17) Jawa Tengah dan Timur, (18) Surakarta dan Yogyakarta, (19) Jawa Barat.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

22

BAB 7 ASPEK-ASPEK STRUKTURAL MASYARAKAT DESA

STRUKTUR Secara umum struktur  “Susunan”. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Struktur  Susunan atau “cara sesuatu disusun atau dibangun”. Sedangkan struktur sosial  “konsep perumusan asas-asas hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu”. Dalam Dictionary of sociology and Related Sciences (H.P. Fair Child, 1975), misalnya, struktur sosial diartikan sebagai “pola yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial” (The established pattern of internal organization of any social group). Struktur sosial sangat erat berkaitan dengan kebudayaan. Eratnya dua fenomena ini digambarkan J.B.A.F. Mayor Polak lewat pendapat bahwa antara kebudayaan dan struktur terdapat korelasi fungsional. Artinya, antara kebudayaan dan struktur dalam suatu masyarakat terjadi keadaan saling mendukung dan membenarkan. Sedangkan Jon M. Shepard menggambarkan eratnya dua fenomena tersebut dalam bagan berikut: Culture Via Roles Attached to Social statuses Guides Role behavior Through Social interaction Which may be observable as Patterned relationships Which constitute Social structure

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

23

Struktur sosial vertikal Struktur sosial Struktur sosial horisontal Struktur sosial vertikal atau stratifikasi sosial atau pelapisan sosial, menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang bersifat hierarkhis, berjenjang. Sehingga dalam dimensi struktur ini kita melihat adanya kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi (lapisan atas), sedang (lapisan menengah), dan rendah (lapisan bawah). Struktur sosial horisontal atau diferensiasi sosial, dilain pihak menggambarkan kelompokkelompok sosial tidak dilihat dari tinggi-rendahnya kedudukan kelompok itu satu sama lain, melainkan lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan pengelompokan yang ada dalam suatu masyarakat.

Struktur Phisik Desa Struktur phisik desa secara khusus berkaitan dengan lingkungan geografis dengan ciri-ciri seperti: iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah, ketinggian tanah, tingkat kelembaban udara, topografi, dan lainnya. Pola pemukiman (type of settlement, form of settlement, atau settlement pattern) menurut Smith dan Zopf adalah berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan (spatial) antara pemukiman (petani) yang satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka. Dalam bentuknya yang paling umum terdapat dua pola pemukiman yakni: 1. yang pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman. 2. yang pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama lain, dan masingmasing berada di dalam atau ditengah lahan pertanian mereka. Paul H. Landis, membedakan empat pola pemukiman yang umum terdapat di dunia yakni: 1. the farm village type (FVT) FVT adalah pola pemukiman dalam mana penduduk (petani) tinggal bersama-sama dan berdekatan disuatu tempat dengan lahan pertanian berada diluar lokasi pemukiman. 2. the nebulous farm type (NFT) NFT hampir sama dengan pola (FVT) diatas. Bedanya, disamping yang tinggal bersama-sama disuatu tempat, terdapat penduduk yang tinggal tersebar diluar pemukiman itu. 3. the arranged isolated farm type (AIFT) AIFT adalah pola pemukiman dalam mana penduduk tinggal disekitar jalan dan masing-masing berada dilahan pertanian mereka dengan suatu trade center di antara mereka. 4. the pure isolated farm type (PIFT) PIFT adalah pola pemukiman yang penduduknya tinggal dalam lahan pertanian mereka masing-masing, terpisah dan berjauhan satu sama lain dengan suatu trade center. Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

24

STRATIFIKASI SOSIAL 1. Struktur Biososial Sejumlah faktor yang menciptakan stratifikasi sosial adalah faktor biologis. Struktur vertikal Faktor biologis berkaitan Struktur sosial horisontal Struktur biososial  Struktur sosial (vertikal maupun horisontal) yang berkaitan dengan faktor-faktor biologis seperti: jenis kelamin, usia, perkawinan, suku bangsa, dan lainnya. 2. Desa Satu Kelas dan Dua Kelas Smith dan Zopf (1970) mengemukakan adanya dua tipe desa yakni: One-class system (tipe satu-kelas) dan two-class system (tipe dua-kelas). Tipe satu-kelas digambarkan sebagai tipe desa yang pemilikan lahan pertanian warganya rata-rata sama. Tipe dua-kelas digambarkan sebagai desa yang didalamnya terdapat sejumlah kecil warga yang memiliki lahan yang amat luas, dan selebihnya dalam jumlah besar merupakan warga yang tidak memiliki lahan pertanian. Terdapat dua macam desa tipe satu-kelas yang memiliki karakteristik yang berbeda: 1. desa tipe satu-kelas yang pemilikan lahan warganya rata-rata luas. Contohnya di Eropah Barat Laut, Amerika Serikat, dan Kanada. 2. desa tipe satu-kelas yang pemilikan lahan warganya rata-rata sempit contohnya di Haiti. 3. Dimensi-Dimensi Pelapisan Sosial Stratifikasi sosial sebagai suatu piramida sosial akan lebih terlihat dalam desa tipe satukelas bila memenuhi dua syarat, yakni: 1. apabila kesamaan dalam pemilikan tanah warganya tidak bersifat mutlak (sepenuhnya sama) 2. apabila tidak ada okupasi-okupasi lain diluar sektor pertanian yang dapat menjadi alternatif bebas bagi warganya Smith dan Zopf mengetengahkan ada lima faktor yang determinan terhadap sistem pelapisan sosial masyarakat desa yakni: 1. luas pemilikan tanah dan sejauh mana pemilikan itu terkonsentrasi di tangan sejumlah kecil orang atau sebaliknya terbagi merata pada warga desa 2. pertautan antara sektor pertanian dan industri 3. bentuk-bentuk pemilikan atau penguasaan tanah 4. frekuensi perpindahan petani dari lahan pertanian satu ke lainnya 5. komposisi rasial penduduk

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

25

Sutardjo Kartohadikoesoemo, memberikan gambaran tentang penggolongan masyarakat desa di Jawa yang berlandaskan pemilikan tanah sebagai berikut: 1. warga baku, ialah warga desa yang memiliki tanah pertanian, rumah, dan tanah pekarangan (orang baku, Sikep, gogol kenceng, kuli/wong kenceng) 2. a. warga desa yang mempunyai rumah dan tanah pekarangan (lindung, angguran kampung, kuli, sikep buri/sikep nomor dua, wong setengah kenceng) b. warga desa yang mempunyai rumah diatas pekarangan orang lain (wong dempel, menumpang, numpang karang) 3. a. warga desa yang kawin dan mondok di rumah orang lain, orang-orang tua, penganten baru, orang baru (rangkepan, kumpulan, nusup, kempitan) b. pemuda yang belum kawin (joko, sinoman) M. Jaspan, menggambarkan adanya empat pelapisan sosial yang terdapat dikalangan masyarakat desa di daerah Yogyakarta yakni: 1. kuli kenceng, yakni mereka yang memiliki tanah pekarangan dan sawah 2. kuli gundul, yakni mereka yang hanya memiliki sawah 3. kuli karang kopek, yakni mereka yang memiliki pekarangan saja, dan 4. indung tlosor, yakni mereka yang memiliki rumah saja diatas tanah orang lain Menurut Ter Haar (1960), pelapisan sosial masyarakat desa itu dibedakan atas: 1. golongan pribumi pemilik tanah (sikep, kuli, baku atau gogol) 2. golongan yang hanya memiliki rumah dan pekarangan saja atau tanah pertanian saja (indung atau lindung) 3. golongan yang hanya memiliki rumah saja diatas tanah pekarangan orang lain, dan mencari nafkah sendiri (numpang) Menurut Koentjaraningrat (1964) pelapisan sosial masyarakat desa digambarkan sebagai berikut: 1. keturunan cikal bakal desa atau pemilik tanah (kentol) 2. pemilik tanah diluar golongan kentol (kuli) 3. yang tidak memiliki tanah

DIFERENSIASI SOSIAL Menurut Smith dan Zopf, pengertian kelompok sosial harus mencakup tiga elemen: 1. pluralitas subyek 2. interaksi antara subyek-subyek itu dan 3. solidaritas atau kohesi sosial mereka Emile Durkheim mengetengahkan dua tipe kohesi sosial, yakni: 1. kohesi yang didasarkan atas kesamaan-kesamaan di antara para anggota kelompok 2. kohesi yang didasarkan atas hubungan saling tergantung dalam divisi kerja (division of labor)

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

26

Sorokin, Zimmerman, dan Galpin mengadakan inventarisasi 14 (variabel) kesamaan yang membentuk solidaritas mekanik, yakni: 1. kekerabatan dan hubungan darah 2. perkawinan 3. kesamaan dalam agama atau kepercayaan 4. kesamaan dalam bahasa dan adat setempat 5. pemilikan dan penggunaan tanah bersama 6. proksimitas atau kedekatan dalam suatu daerah 7. adanya tanggung jawab bersama 8. kebersamaan dalam kepentingan okupasi 9. kebersamaan dalam kepentingan ekonomi 10. sama-sama menjadi bawahan dari seorang tuan (tanah) 11. kesamaan dalam akses terhadap suatu lembaga atau keagenan (agency) 12. pertahanan atau keamanan bersama 13. saling tolong menolong dan 14. hidup dan pengalaman bersama Dimensi lokalotas dapat dibedakan adanya tiga kelompok sosial yaitu keluarga, ketetanggaan dan komunitas. Keluarga Konjugal (conjugal family) Satuan Keluarga Keluarga Meluas (extended family) Keluarga Konjugal  satuan keluarga yang mandiri/otonom yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak yang belum berumah tangga. Keluarga Meluas  satuan keluarga yang besar yang terdiri dari keluarga-keluarga kecil (nuclear family), semacam keluarga konjugal tetapi tidak otonom di bawah/dibawah seorang kepala keluarga besar yang diatur berdasar sistem kekerabatan tertentu. Menurut Smith dan Zopf, ketetanggaan adalah lokalitas kecil yang orang-orangnya (dalam satuan keluarga) sering berhubungan secara akrab satu sama lain. Menurut Mac Iver, komunitas adalah setiap lingkungan orang-orang yang hidup bersama dan menyadari adanya kebersamaan itu, sehingga mereka bersama-sama berbagi kepentingan yang lebih luas dari sekedar kepentingan mereka masing-masing yang mencakup kehidupan mereka bersama. Beberapa karakteristik komunitas menurut Smith dan Zopf adalah: 1. adanya pertanda phisik (physical expression) tertentu yang dikenal bersama yang menunjukkan batas tempat komunitas tersebut 2. suatu kelompok sosial yang dilandasi interaksi sosial antara anggota-anggotanya 3. sekalipun sama-sama memiliki basis teritorial, namun komunitas berbeda dengan penduduk kota (kecil) atau kota-kota besar Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

27

BAB 8 DESA DAN PERTANIAN Perspeksi ekologisme Sosiologi terdapat dua perspeksi teori Perspeksi teknologisme Perspeksi ekologisme lebih menekankan pentingnya peranan ekologi bukannya teknologi dalam menentukan corak kehidupan manusia. Perspeksi teknologisme, sebaliknya dari itu, justru lebih menekankan teknologi sebagai faktor determinan bagi terciptanya suatu corak kehidupan manusia. JENIS DAN SISTEM PERTANIAN Smith dan Zopf memberikan cakupan pengertian yang luas terhadap sistem pertanian, yakni mencakup seperangkat gagasan, elemen-elemen kebudayaan, ketrampilan teknik, praktek, prasangka dan kebiasaan yang terintegrasi secara fungsional dalam suatu masyarakat, berkaitan dengan hubungan mereka dengan tanah (pertanian)nya. D. Whittlesey, mengemukakan adanya sembilan corak sistem pertanian yakni: 1. bercocok tanam di ladang (shifting cultivation) 2. bercocok tanam tanpa irigasi yang menetap (rudimentary sedentary cultivation) 3. bercocok tanam yang menetap dan intensif dengan irigasi sederhana berdasarkan tanaman pokok padi (intensive subsistence tillage, rice dominant) 4. bercocok tanam yang menetap dan intensif dengan irigasi sederhana tanpa padi (intensive subsistence tillage, without rice) 5. bercocok tanam sekitar Lautan Tengah (mediterranian agriculture) 6. pertanian buah-buahan (specialized horticulture) 7. pertanian komersial dengan mekanisasi berdasarkan tanaman gandum (commercial grain farming) 8. pertanian komersiil dengan mekanisasi (commercial livestock and crop farming) 9. pertanian perkebunan dengan mekanisasi (commercial plantation crop tillage) Frithjof Kuhren, mengemukakan ada sembilan tipe struktur pertanian, yaitu: 1. penggembalaan berpindah 2. perladangan berpindah 3. pertanian feodalistik 4. feodalisme persewaan 5. latifundia (hacienda) 6. pertanian keluarga 7. pertanian kapitalistik 8. pertanian sosialistik 9. pertanian komunistik Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

28

Smith dan Zopf, mengemukakan ada enam sistem pertanian, yakni: 1. cocok tanam di tepian sungai (riverbank plantings) 2. sistem bakar (fire agriculture) 3. sistem tajak (hoe culture) 4. sistem bajak yang bersahaja (rudimentary plow culture) 5. sistem bajak yang telah maju (advanced plow culture) 6. pertanian mekanik (mechanized farming)

HUBUNGAN MASYARAKAT DESA DENGAN TANAH Konsep pemilikan dan penguasaan tanah (land tenure = LT). LT menurut Smith dan Zopf adalah hak-hak yang dimiliki seseorang atas tanah, yakni hak sah untuk menggunakannya, mengolahnya, menjualnya, dan memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari permukaan tanahnya itu. Pokok pembicaraan LT menurut Smith dan Zopf (1970) terutama berpangkal pada dua hal, yakni: 1. sifat dari hak-hak atas kekayaan tanah beserta cara dalam mana sifat itu tercipta. 2. klasifikasi dari mereka yang terlibat dalam proses pertanian berdasar sistem LT yang ada. Menurut Smith dan Zopf, jenis-jenis LT didunia ini bervariasi, secara garis besar dibedakan menjadi dua, yakni: 1. sistem yang dikembangkan di negara-negara komunis atau yang serupa, dalam mana pemilikan dan pengendalian hak atas tanah berada di tangan negara. 2. sistem yang dalam berbagai variasinya menempatkan hak atas tanah di bawah kepemilikan orang-perorang.

SOSIOLOGI PEDESAAN Lama (klasik) Dua versi sosiologi pedesaan Baru (modern) Yang baru (modern)  merupakan tuntutan perkembangan dari sosiologi pedesaan di negara-negara kapitalis-industri modern. Menurut John M. Gillette, sosiologi pedesaan adalah cabang sosiologi yang secara sistematik mempelajari komunitas-komunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisikondisi serta kecenderungan-kecenderungannya, dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan (…branch of sociology which systematically studies rural communities to discover their conditions and tendencies, and to formulate principles of progress).

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

29

Menurut N.L. Sims, Sosiologi Pedesaan adalah studi tentang asosiasi antara orang-orang yang hidupnya banyak tergantung pada pertanian (…the study of association among people living by or immediately dependent upon agriculture). Menurut Dwight Sanderson, Sosiologi Pedesaan adalah sosiologi tentang kehidupan dalam lingkungan pedesaan (…the sociology of life in the rural environment). Menurut T. Lynn Smith dan Paul E. Zopf, Sosiologi Pedesaan adalah kumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi yang dihasilkan lewat penerapan metode ilmiah ke dalam studi tentang masyarakat pedesaan; organisasi dan strukturnya, proses-prosesnya, sistem sosialnya yang pokok, dan perubahan-perubahannya. (…the systematized body of knowledge that has resulted from the application of the scientific method to the study of rural society, its organization and structure, its processes, its basic social systems, and its changes). Definisi-definisi tentang sosiologi pedesaan diatas adalah merupakan definisi sosiologi pedesaan lama (klasik), yakni tatkala keadaan di Barat secara umum masih memperlihatkan perbedaan yang jelas dan bahkan dikotomik antara kawasan desa dan kotanya. Sosiologi pedesaan pada era kapitalisme global ini memang harus berbeda dari pendekatan sosiologi pedesaan lama, sebagaimana dikemukakan oleh Howard Newby: …a “new” rural sociology have much to learn from a reading of Karl Kautsky’s “The Agrarian Question”, Kautsky’s plea that “we should look for all the changes which agriculture experiences under the domination of capitalist production”. (…sosiologi pedesaan ‘baru” harus banyak belajar dari sebuah tulisan Karl Kautsky “The Agrarian Question”. Himbauan Kautsky adalah bahwa kita harus mencari perubahan-perubahan yang dialami pertanian dibawah dominasi produksi kapitalis). Pengertian Newby tersebut jelas diperuntukkan bagi desa-desa pertanian. Maka untuk lebih memperluas daya cakupannya dapatlah dirumuskan bahwa: sosiologi pedesaan yang baru hendaknya merupakan studi tentang bagaimana masyarakat desa (bukan hanya desa pertanian) menyesuaikan diri terhadap merasuknya sistem kapitalisme modern di tengah kehidupan mereka.

SOSIOLOGI PEDESAAN DAN SOSIOLOGI PERKOTAAN Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara desa dan kota adalah: Faktor isolasi fisik. Ditambah belum hadirnya surat kabar, majalah, radio, televisi dan berbagai media komunikasi lainnya. Isolasi sosial Akibat isolasi fisik Isolasi kultural

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

30

Artinya, bahwa pada situasi atau kondisi semacam ini kontak sosial dan kebudayaan antara masyarakat desa dan kota tidak terjadi. Kalaupun terjadi sehingga tidak mengakibatkan terjadinya perubahan yang berarti pada komunitas-komunitas tersebut.

LATAR BELAKANG SOSIOLOGI PEDESAAN Sejarah sosiologi pedesaan tidak terlepas dari peranan Amerika Serikat yang berawal dari munculnya mata kuliah sosiologi di berbagai perguruan tinggi di Amerika Serikat pada dua dekade terakhir abad ke-19. Smith dan Zopf membedakan status-status LT ke dalam pemilahan berikut:

A. Farm Operators

Owners Managers of administrators Renters (cash, standing, share)

A. Farm Laborers

Wage lands Share croppers Coloni

Persewaan  suatu bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dan penyewa (pemilik uang), dalam mana si pemilik tanah menyerahkan hak-guna tanahnya kepada penyewa, sedangkan si penyewa menyerahkan sejumlah uang (sesuai kelajiman setempat) untuk jangka waktu tertentu (setengah atau beberapa tahun, atau satu atau beberapa panenan). Pergadaian  suatu bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dengan pihak lain, dalam mana si pemilik tanah menyerahkan hak-guna tanahnya kepada pihak lain itu. Penyakapan atau sistem bagi hasil  suatu bentuk ikatan ekonomi-sosial, dalam mana si pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk digarap orang lain (penyakap) dengan persyaratan-persyaratan yang disetujui bersama. Tebasan  suatu bentuk transaksi pengalihan hak-guna, dalam mana tanaman yang telah siap panen dijual kepada pihak lain. Ijon  suatu bentuk transaksi, dalam mana pemilik tanaman menjual tanamannya kepada pihak lain tatkala tanaman itu masih jauh dari usia panen (awal proses pembuahan). Berdasarkan atas pola pemilikan dan penguasaan tanah, kaum petani dapat digolongkan menjadi: 1. pemilik-penggarap-murni, yakni petani yang hanya menggarap tanah miliknya sendiri 2. penyewa dan penyakap-murni, yakni mereka yang tidak memiliki tanah tetapi menguasai tanah garapan melalui sewa atau bagi hasil

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

31

3. pemilik-penyewa dan/atau pemilik-penyakap, yakni petani yang disamping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah milik orang lain lewat persewaan atau bagi hasil 4. pemilik-bukan-penggarap, yakni bila tanah miliknya disewakan atau disakapkan kepada orang lain (penyakap, penggarap atau buruh tani) 5. petani tunakisma atau buruh tani.

FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN DALAM SISTEM EKONOMI DESA 1. Faktor Keluarga Dalam bukunya “ Pra kapitalisme di Asia”, 1948, J.H. Boeke mengemukakan bahwa keluarga merupakan unit swasembada, artinya keluarga mewujudkan suatu unit yang mandiri yang dapat menghidupi keluarga itu sendiri lewat kegiatan pertanian. Menurut dia: kerja harus menyesuaikan diri dengan keluarga beserta susunan keluarga, bukan sebaliknya. 2. Faktor Tanah Bagaimana pengaruhnya luas-sempitnya pemilikan lahan terhadap sistem pertanian/ekonomi? 1. pemilikan lahan yang sempit akan cenderung pada sistem pertanian yang intensif, terlebih bila ditunjang oleh tingkat kesuburan tanah yang tinggi. 2. pengaruh perbedaan dalam luas pemilikan lahan para petani dalam suatu lingkungan desa. Kondisi phisik lahan pertanian juga sangat besar pengaruhnya terhadap sistem pertanian: 1. pengaruh tinggi-rendahnya keletakan lahan terhadap sistem pertanian 2. pengaruh morfologi tanah terhadap sistem pertanian 3. Faktor Pasar Eric. R. Wolf, dalam bukunya “Petani Suatu Tinjauan Antropologis”, mengemukakan pentingnya pasar dalam kehidupan masyarakat desa, yang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. masyarakat desa cenderung membentuk dan mempertahankan cirinya sebagai suatu komunitas. 2. ciri-ciri pembedanya bisa berkait dengan jenis tanaman khusus atau produk tertentu yang dihasilkan (sebagian atau seluruh) komunitas itu. 3. terjadi pertukaran di pasar berdasar atas kekhususan yang dimiliki masing-masing komunitas tersebut. Menurut Eric R. Wolf, jenis pasar semacam ini disebut pasar seksional (sectional market). Jenis pasar lainnya adalah pasar jaringan (network market), yakni jenis pasar yang pelaku-pelaku pertukarannya tidak berlandas pada monopoli kelompok-kelompok komunitas seperti di pasar seksional.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

32

SALING MEMPENGARUHI ANTARA SISTEM EKONOMI & SISTEM SOSIAL Pengaruh sistem ekonomi terhadap sistem sosial Sistem ekonomi dan sosial Pengaruh sistem sosial terhadap sistem ekonomi 1. Pengaruh sistem ekonomi/pertanian terhadap sistem sosial Pengaruh sistem ekonomi/pertanian terhadap sistem sosial berkaitan erat dengan faktor teknologi dan sistem ekonomi uang/kapitalisme. Tipe pertanian kapitalistik cenderung menciptakan kesenjangan (polarisasi) dalam masyarakat petani. Hubungan masyarakat desa cenderung mengutamakan rasionalitas ekonomi (economic rationality) daripada rasionalitas sosial (social rationality). Rasionalitas ekonomi  logika yang lebih dilandasi oleh pertimbangan untung-rugi material. Rasionalitas sosial  logika yang lebih dilandasi oleh pertimbangan kepantasan/keharusan sosial setempat. 2. Pengaruh sistem sosial terhadap sistem ekonomi/pertanian Menurut Ralph Linton, way of life, itu berarti kebudayaan, berarti bahwa mereka menggeluti pertanian bukan sekedar sebagai mata pencaharian melainkan menyangkut totalitas kehidupan mereka. Subsistensi serta tradisionalisme sering dituding sebagai faktor penghambat terlaksananya proses modernisasi pertanian dikalangan masyarakat desa. Komersialisasi sulit dikembangkan pada masyarakat desa, karena mereka dalam hubungan antara satu dengan lainnya terbiasa menggunakan rasionalitas sosial yang berlandaskan norma-norma sosial, termasuk adat-istiadat dan tradisi.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

33

BAB 9 KELEMBAGAAN DI DESA

PENGERTIAN LEMBAGA SOSIAL Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat di pandang penting. Menurut Soerjono Soekanto, Lembaga Kemasyarakatan adalah merupakan himpunan daripada norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, Pranata Sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Lembaga sosial memiliki beberapa karakteristik, yakni: tiap lembaga memiliki tujuan utama, relatif permanen, memiliki nilai-nilai pokok yang bersumber dari para anggotanya, dan berbagai lembaga dalam suatu masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain.

LEMBAGA PEMERINTAHAN DAN /ATAU PIMPINAN DESA Untuk desa-desa yang didasarkan atas ikatan genealogis (hubungan darah) keadaannya berbeda dengan yang didasarkan atas ikatan daerah. Untuk tipe desa pertama, yang umumnya terdapat di berbagai daerah di luar Jawa, peranan pimpinan desa sebenarnya tidak terlalu besar dibanding desa-desa tipe kedua, dimana sistem kekerabatan dengan aturan-aturan adat istiadat yang berkaitan dengan itu sangat besar peranannya sehingga peranan pimpinan desa sebenarnya hanya merupakan bagian/instrumen saja dari sistem kekerabatan dan adat istiadat tersebut. Sedangkan tipe desa kedua umumnya terdapat di Jawa. Adat istiadat di desa-desa di Jawa umumnya berlandaskan kepada kepentingan yang sama atas daerah tertentu, bukan terutama didasarkan atas hubungan darah.

STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA Pemerintahan Desa  penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terendah di bawah kecamatan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

34

Secara skematis struktur pemerintahan desa dapat digambarkan sebagai berikut:

Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa

Kepala Desa

Pemerintahan Kelurahan

Lembaga Musyawarah

Desa Lurah

Sekretariat Desa

Sekretariat Kelurahan

Kepala-Kepala Dusun

Kepala-Kepala Lingkungan

LEMBAGA-LEMBAGA LAMA DAN BARU Lembaga-lembaga lama/lembaga adat di desa-desa di Indonesia, kecuali berkaitan erat dengan sistem kekerabatan (ikatan genealogis) serta ikatan daerah (kepentingan atau keterikatan bersama atas suatu satuan teritorial) juga sangat dipengaruhi oleh agama atau kepercayaan setempat. Sehingga masih memiliki adat yang kuat dengan kehidupan bermasyarakat yang saling bergotong royong, demikian sebaliknya untuk desa-desa yang telah maju. Mobilisasi  keikutsertaan (dalam suatu kegiatan bersama) yang digerakkan oleh faktor/kekuatan eksternal. Partisipasi  keikutsertaan yang digerakkan oleh kekuatan internal, bersifat sukarela.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

35

LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA (LKMD) LKMD berfungsi sebagai wadah dari segala bentuk partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. Pengurus LKMD terdiri-dari pemuka-pemuka masyarakat dan pimpinan-pimpinan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat, baik di desa maupun kelurahan. Susunan keanggotaan LKMD  ketua umum, yang dijabat oleh kepala desa/lurah, ketua I, ketua II, Sekretaris, Bendahara dan anggota-anggota pengurus lainnya yang terbagi dalam 10 seksi, yakni: a. Seksi agama b. Seksi pembudayaan penghayatan dan pengamalan pancasila c. Seksi keamanan, ketentuan dan ketertiban d. Seksi pendidikan dan penerangan e. Seksi lingkungan hidup f. Seksi pembangunan, perekonomian dan koperasi g. Seksi kesehatan, kependudukan dan keluarga berencana h. Seksi pemuda, olah raga dan kesehatan i. Seksi kesejahteraan sosial j. Seksi pembinaan keluarga sejahtera (PKK) Fungsi LKMD, antara lain: a. Sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan b. Menggali dan menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat untuk pembangunan c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat d. Membina dan menggerakkan potensi pemuda untuk pembangunan Beberapa perbedaan yang penting antara LKMD dan LMD (Lembaga Musyawarah Desa) sebagai berikut: NO 1 2 3 4

LKMD Organisasi kemasyarakatan Non-struktural Sebagai perencana pembangunan desa Membantu kepala desa dalam bidang pembangunan

LMD Lembaga pemerintahan desa Struktural Sebagai penetapan keputusan desa Memusyawarahkan hal-hal yang bersifat mengatur dan membebani masyarakat

PEMBINAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (PKK) Fungsi dan program utama LKMD  meningkatkan peranan wanita dalam mewujudkan keluarga sejahtera melalui gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

36

PKK  gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai motor penggeraknya untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat guna menumbuhkan, menghimpun, mengarahkan, dan membina keluarga guna mewujudkan keluarga sejahtera. Keluarga Sejahtera  keluarga yang mampu menciptakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tugas PKK antara lain: 1. menggerakkan dan membina pelaksanaan program PKK 2. mengkoordinasikan gerakan masyarakat dari bawah dalam pelaksanaan program PKK Fungsi PKK adalah: 1. merencanakan, melaksanakan dan membina program PKK 2. menghimpun, menggerakkan dan membina potensi masyarakat khususnya keluarga untuk terlaksananya program PKK 3. memberikan bimbingan, motivasi dan petunjuk kepada Penggerak PKK setingkat dibawahnya 4. menyampaikan laporan tentang pelaksanaan tugas kepada pembina PKK pada tingkat yang sama dan kepada Tim Penggerak PKK setingkat lebih atas PKK terkenal dengan 10 program pokok, yaitu: a. penghayatan dan pengamalan pancasila b. gotong royong c. sandang d. pangan e. perumahan dan tata laksana rumah tangga f. pendidikan dan ketrampilan g. kesehatan h. mengembangkan kehidupan berkoperasi i. kelestarian lingkungan hidup j. perencanaan sehat

UNIT DAERAH KERJA PEMBANGUNAN (UDKP) UDKP  usaha pengkoordinasian pelaksanaan pembangunan di daerah pedesaan. Alasan dibentuknya UDKP ada dua, yakni: 1. alasan yang berkaitan dengan akselerasi pembangunan masyarakat desa 2. seiring dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat Indonesia, dalam mana mobilitas penduduk semakin meningkat, jaringan transportasi dan komunikasi semakin meluas sehingga melenyapkan isolasi fisik dan sosial, maka desa tidak lagi sebagai suatu kesatuan sosial-ekonomis yang bulat dan utuh Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

37

Fungsi UDKP adalah sebagai berikut: 1. mempertemukan aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa dengan berbagai program atau kegiatan pembangunan pemerintah 2. menginformasikan data dan masalah-masalah desa-desa dalam suatu wilayah kecamatan yang akan mendapatkan penanganan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang 3. mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembangunan sektoral dan regional, inpres dan swadaya masyarakat 4. mengadakan diversifikasi usaha dan kegiatan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa 5. mengupayakan percepatan pembangunan seraya memeratakan hasil-hasilnya bagi seluruh masyarakat desa.

BADAN USAHA UNIT DESA (BUUD) DAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) Tujuan pokok dari unit desa adalah: 1. menjamin terlaksananya program peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan 2. memberikan kepastian kepada masyarakat desa bahwa mereka dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) LSM istilah Indonesia untuk  non-government organization (NGO) Tujuan LSM  untuk membangun keswadayaan yang tidak tergantung kepada pemerintah

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

38

BAB 10 PEDESAAN DAN KEPENDUDUKAN

Jumlah penduduk pedesaan yang besar pada negara berkembang menjadi masalah berat, karena berbagai hal: 1. tingkat kelahiran hidup di daerah pedesaan, umumnya lebih tinggi dari daerah perkotaan 2. pengembangan sumber mata pencaharian hidup tidak dapat mengimbangi tingkat kenaikan jumlah penduduk (termasuk penyediaan lapangan pekerjaan), karena kebutuhan hidup yang semakin meningkat 3. pengembangan usahatani menjadi terbatas, karena kekurangan lahan dan tenaga kerja yang semakin mahal Masalah kependudukan  semua hal yang menyangkut lelaki, perempuan dan lingkungannya, termasuk kelahiran (natality), kematian (mortality) dan migrasi. Distribusi Penduduk Pengendalian pertumbuhan penduduk menekan agar tingkat pertumbuhan penduduk tiap negara tetap berada pada titik nol, artinya jumlah orang yang meninggal pada suatu masa setahun berbanding sama dengan jumlah orang yang dilahirkan hidup. Yang diberbagai negara dikenal sebagai gerakan Zero Population Growth.

TENDENSI PENDUDUK PEDESAAN Faktor-faktor tertentu yang mendorong (pushing factors) dan hal-hal yang menarik (pulling factors) interaksi kedua faktor inilah yang melahirkan proses pindahnya orang bermukim ke kota. Tetapi, urbanisasi tidak hanya merupakan proses berpindahnya orang (adanya gerakan berpindah tempat) ke kota. Karena letak suatu pusat (pemukiman) desa yang strategis dari sudut komunikasi dan potensi daerah belakangnya (hinterland), mungkin bisa saja tiba-tiba berfungsi sebagai (mendapat status) kota.

TRANSMIGRASI Kalau urbanisasi merupakan suatu proses migrasi dengan tujuan daerah perkotaan (urban), transmigrasi adalah suatu proses migrasi ke “tanah seberang”. Tujuan utama transmigrasi adalah: 1. tujuan demografis 2. bahwa transmigrasi mempunyai tujuan ekonomi dan pembangunan 3. transmigrasi mempunyai tujuan pertahanan keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa. Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

39

BAB 11 KEMISKINAN DAN PERANGKAP KEMISKINAN

Menurut Sar A. Levitan, kemiskinan  sebagai kekurangan barang-barang dan pelayananpelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Menurut Bradley R. Schiller, kemiskinan  ketidaksanggupan untuk mendapatkan barangbarang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Menurut Emil Salim, kemiskinan  sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Menurut jenisnya, kemiskinan dibedakan menjadi dua kategori, yakni: 1. kemiskinan relatif  yang dinyatakan dengan berapa persen dari pendapatan nasional yang diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas pendapatan tertentu dibanding dengan proporsi pendapatan nasional yang diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas pendapatan lainnya. 2. kemiskinan absolut  suatu keadaan dimana tingkat pendapatan absolut dari satu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti: sandang, pangan, pemukiman dan pendidikan. Menurut kriteria Biro Pusat Statistik (BPS) dengan menghitung pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi berdasarkan data survei sosial-ekonomi nasional (SUSENAS) ditetapkan batas garis kemiskinan absolut adalah setara dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 2100 kalori per orang plus beberapa kebutuhan nonmakanan lain, seperti sandang, papan, jasa dan lain-lain. Menurut Sajogyo dari IPB, kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi. Menurut Sajogyo, seseorang dikategorikan miskin apabila tidak mampu memperoleh penghasilan per kapita setara 320 kilogram beras untuk daerah pedesaan atau 480 kg beras untuk penduduk diperkotaan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

40

Kemiskinan Alamiah dan Buatan Menurut akar penyebab yang melatarbelakanginya, kemiskinan dibedakan menjadi dua kategori: 1. kemiskinan alamiah  kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber-sumber daya yang langka dan/atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah. 2. kemiskinan buatan  kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dalam perbincangan dikalangan ilmuan sosial, pengertian kemiskinan buatan acapkali diidentikkan dengan pengertian kemiskinan struktural Menurut Selo Soemardjan (1980). Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Secara sederhana, kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural dapat diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Ciri utama dari kemiskinan struktural ialah tidak terjadinya (-) kalaupun terjadi sifatnya lamban sekali (-) apa yang disebut sebagai mobilitas sosial vertikal. Menurut Robert Chambers, unsur-unsur yang terkandung dalam perangkap kemiskinan adalah kerentanan, kelemahan jasmani, ketidakberdayaan dan isolasi.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

41

BAB 12 ANATOMI KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA

John Friedmann (1979), mendefinisikan pengertian kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial itu menurut Friedmann meliputi: 1. Modal yang produktif atas aset misalnya tanah perumahan, peralatan, kesehatan 2. Sumber keuangan, seperti income dan kredit yang memadai 3. Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama, seperti partai politik, atau koperasi 4. Network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan ketrampilan memadai, dan 5. Informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan

Anatomi Kemiskinan di Indonesia Menurut Soetjipto Wirosardjono (1993), dari data Susenas yang ada di BPS, keluargakeluarga miskin umumnya bertempat tinggal di kantong-kantong pemukiman atau daerah yang kecil kemungkinannya disentuh kebijaksanaan. Ditambah situasi bahwa mayoritas dari mereka berpendidikan begitu rendah, maka bisa disimpulkan bahwa kemiskinan yang dialami keluarga miskin di Indonesia termasuk apa yang disebut Selo Soemardjan sebagai “Kemiskinan Struktural”. Jenis kemiskinan seperti ini biasanya cenderung diwariskan dari generasi ke generasi.

Tiga Kesalahan Ada tiga kesalahan mendasar dari strategi pembangunan selama lima pelita terakhir ini, yaitu: 1. Kesalahan menganggap kemiskinan sebagai fenomena Single Dimension, yakni masalah kekurangan pendapatan saja, padahal kemiskinan pada hakikatnya adalah fenomena multi dimension. kerentanan kelemahan jasmani 4 dimensi kemiskinan tingkat isolasi ketidakberdayaan

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

42

2. Kesalahan menganggap fenomena “lingkaran kemiskinan” (vicious circle of poverty) sebagai satu kawasan tersendiri yang tidak berkaitan dengan fenomena “lingkaran berlebihan” atau “lingkaran kemewahan” (vicious circle of affluence). Menurut Adi Sasono (1987), proses eksploitasi yang dilakukan kelompok tidak miskin kepada kelompok masyarakat miskin umumnya mengambil bentuk-bentuk berikut: 1. pertukaran yang tidak adil dalam perdagangan barang-barang 2. pembayaran yang tidak adil atas jasa-jasa pekerja 3. pengenaan pungutan yang relatif memberatkan dari penguasa terhadap rakyat kecil 3. Kesalahan menganggap prioritas pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan berpola konsentrik sebagai jalan utama bagi terciptanya pemerataan, termasuk pemerataan kesempatan kerja di kemudian hari.

Alternatif Pengentasan Ada 4 upaya prioritas yang harus dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin: 1. memperkuat posisi tawar dan memperkecil ketergantungan masyarakat miskin dari kelas sosial diatasnya dengan cara memperbesar kemungkinan mereka melakukan diversifikasi usaha. 2. memberikan bantuan permodalan kepada masyarakat miskin dengan bunga yang rendah dan berkelanjutan. 3. memberi kesempatan kepada masyarakat miskin untuk bisa ikut terlibat menikmati hasil keuntungan dari produknya dengan cara menetapkan kebijakan harga yang adil. 4. mengembangkan kemampuan masyarakat miskin agar memiliki keterampilan dan keahlian untuk memberi “nilai tambah” pada produk dan hasil usahanya.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

43

BAB 13 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DAN KESENJANGAN DI INDONESIA Ada berbagai ukuran yang sudah baku untuk menggambarkan dimensi kemiskinan, dua diantaranya yang paling umum digunakan: 1. tingkat kemiskinan (headcount index) dihitung sebagai proporsi penduduk miskin yang hidup dibawah garis kemiskinan. 2. jurang kemiskinan, menggambarkan “kedalaman” kemiskinan dari penduduk miskin. Potret dan Penyebab Kemiskinan dan Kesenjangan Perbedaan perkembangan penduduk miskin diakibatkan oleh berbagai faktor seperti: 1. perbaikan produktivitas maupun harga hasil-hasil pertanian 2. kebijakan harga/tarif serta pengaruh pengeluaran dan subsidi pemerintah dalam bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, harga energi (listrik pedesaan dan minyak tanah) Persyaratan yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan optimum adalah: 1. jumlah dan komposisi komoditas yang dihasilkan sesuai dengan yang dibutuhkan 2. cara menghasilkan jumlah dan komposisi komoditas tersebut sesuai dengan jumlah dan komposisi sumberdaya yang tersedia. Pada awalnya (1984) tingkat kemiskinan masih lebih tinggi di Jawa+Bali, tetapi pada tahun 1990 keadaan menjadi terbalik. Kenyataan ini tentu bersangkut paut dengan alokasi pengeluaran pemerintah, baik dalam pembangunan irigasi maupun infrastruktur secara umum. Peran Pengeluaran Pemerintah Dengan menggunakan model CGE dilakukan simulasi berbagai skenario yang didasarkan pada informasi SAM 1980, selama periode 1980-1990: Skenario 1, Pengeluaran pembangunan pemerintah diturunkan sedangkan pengeluaran rutin tetap laju pertumbuhan ekonomi mengecil, demikian pula kesempatan kerja, disamping itu distribusi pendapatan memburuk dan pendapatan setiap kelompok pekerja maupun penduduk menjadi lebih rendah. Skenario 2, Pengeluaran pembangunan diturunkan tetapi pengeluaran rutin dinaikkan. Pertumbuhan ekonomi tetap, distribusi pendapatan memburuk dimana penduduk pedesaan menjadi lebih buruk tetapi penduduk perkotaan lebih baik. Skenario 3, Pengeluaran pembangunan dinaikkan dan pengeluaran rutin diturunkan. Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi praktis tidak berubah (karena periode simulasi 10 tahun), pendapatan operator pertanian memburuk, demikian pula kelompok pendapatan tinggi di pedesaan dan kelompok penduduk miskin di perkotaan. Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

44

BAB 14 AGENDA MEMPERSEMPIT KETIMPANGAN DAN KEMISKINAN Beberapa Fakta Ketimpangan 

Ketimpangan kesempatan kerja dan nilai tukar Sektor primer, seperti pertanian, kehutanan ataupun perkebunan dalam banyak kasus masih dipandang sebagai sektor yang bersifat rural-traditional, dalam investasi, teknologi maupun manajemennya. Sementara produk yang dihasilkan dari sektor ini mempunyai nilai tukar yang rendah dibandingkan dengan produk dari sektor industri yang berorientasi urban-modern. Sementara sektor sekunder (pengolahan) dan tersier (distribusi) yang relatif mampu menciptakan surplus lebih tinggi dibanding sektor sekunder, sangat kecil dalam penyerapan tenaga kerja maupun share-nya kedalam ekonomi rumah tangga. Struktur demikian merupakan salah satu fakta ketimpangan.



Ketimpangan pertumbuhan antar sektor Sumodiningrat (1990) mencatat ada 3 indikator yang dapat digunakan dalam melihat ketimpangan pertumbuhan antar sektor, yaitu: 1. proporsi investasi dalam orientasi pembangunan 2. alokasi kredit dalam kegiatan ekonomi 3. alokasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan PMA (Penanaman Modal Asing) dalam masing-masing sektor



Ketimpangan pertumbuhan regional Ketimpangan regional dalam hal ini akan disoroti dalam dua dimensi, yaitu: 1. kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa 2. ketimpangan desa-kota Ketimpangan Jawa vs luar Jawa dan ketimpangan Desa-Kota Konsentrasi penduduk miskin diantara intensifnya pelaksanaan program pembangunan di Jawa, semakin nyata. Intensifikasi kapitalisasi pembangunan di Jawa telah menjadikan pulau ini daya tarik yang luar biasa dalam menyedot migran dari luar Jawa. Bentuk lain dari ketimpangan regional adalah ketimpangan antara kota-desa, secara absolut penurunan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan lebih cepat terjadi di kota jika dibandingkan dengan di desa.



Ketimpangan penguasaan aset produksi Bentuk ketimpangan yang keempat mempunyai hubungan langsung dan sumbersumber permintaan, yakni tingkat pendapatan atau penghasilan masyarakat luas antara lain berupa tingkat penguasaan tanah sebagai salah satu alat produksi penting dipedesaan dan upah bagi yang terlibat dalam hubungan kerja upahan diperkotaan dan dipedesaan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

45



Ketimpangan penguasaan tanah Penguasaan tanah di Indonesia (terutama di Jawa) tidak merata. Untuk diluar Jawa, dimana penguasaan tanah yang tidak terlalu pincang jika dibandingkan dengan penguasaan tanah di Jawa, akan tetapi kualitas tanahnya kurang subur. Macamnya terdiri dari tanah gambut, rawa ataupun tanah yang kurang mendukung dikembangkannya pertanian cash crop yang bernilai ekonomis dan dalam siklus yang relatif singkat. Hal ini merupakan salah satu kendala penyebab kegagalan proyek transmigrasi dan pertanian pangan diluar Jawa.



Ketimpangan pengupahan Pengupahan di Sektor Pertanian Diferensiasi dalam pengupahan dan berpendapatan bagi golongan pekerja di Sektor Pertanian, menurut white (1989), setidaknya melahirkan 3 strategi pokok yaitu: 1. bagi rumah tangga yang menguasai lahan yang luas, yang mempunyai surplus produk pertanian di atas kebutuhan hidup mereka cenderung mengembangkan strategi akumulasi yakni menginvestasikan kembali surplus tersebut dalam sektor produktif lainnya, termasuk sektor pertanian sendiri. 2. rumah tangga usahatani sedang, yang dapat memenuhi kebutuhan subsistensinya, cenderung melakukan aktifitas ekonomi dalam strategi konsolidasi. 3. sedangkan bagi golongan petani gurem maupun buruh tani yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokoknya, dan mengalokasikan sebagian dari tenaga kerjanya, tanpa modal dan karenanya imbalan yang sangat rendah melakukan strategi bertahan hidup, suvival strategy dengan berbagai cara. Pengupahan di Sektor Industri Di sektor industri manufaktur, kondisi pengupahan buruh juga mengalami kesenjangan yang cukup kronis. Sebagai contoh ratio perbandingan upah seorang buruh (perempuan) operator di pabrik sepatu olahraga untuk ekspor dengan seorang direktur utama (laki-laki) adalah sebesar 1: 150-220. dengan demikian upah buruh yang terjadi semakin timpang jika dibandingkan dengan upah yang diterima oleh hirarkhi tertinggi dalam unit usaha yang sama.



Ketimpangan aset nasional Secara nyata ketimpangan dalam pemilikan unit usaha ekonomi sangat terasa saat ini. Dalam industri manufaktur pemilikan unit usaha yang berupa pabrik dan sarana distribusinya menjadi semakin kuat, jika dibandingkan dengan milik pemerintah.

Penyebab Ketimpangan Secara garis besar ketimpangan disebabkan oleh 2 hal utama, yaitu: 1. market failure 2. political failure Market failure terjadi karena: 1. kemampuan daya beli penduduk dipedesaan sangat rendah 2. sempitnya kesempatan dan peluang berusaha dipedesaan 3. infrastruktur pedesaan yang tidak memadai untuk pengembangan produksi 4. pola penguasaan tanah sebagai alat produksi vital di desa timpang 5. berbagai sebab dimana penciptaan output ekonomi pedesaan serta distribusinya mengalami hambatan pemasaran akibat terdesak oleh produk industri Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

46

Political failure terjadi apabila struktur dan institusi ekonomi politik yang ada pada arus supra lokal telah menyebabkan distorsi dalam merepresentasikan kepentingan masyarakat desa. Pemikiran ke Usaha Mempersempit Ketimpangan Keterkaitan Fungsional Ada 3 dimensi fungsional yaitu: 1. output produk pertanian hendaknya dapat digunakan sebagai input bagi industri pengolahan, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti bola subcontracting. 2. kelebihan suplai tenaga kerja dipedesaan dapat dialihkan dan dimanfaatkan dalam sektor non pertanian dan industri. 3. surplus yang dihasilkan dari sektor sekunder dan tersier sebagian harus di reinvestasikan untuk membangun sektor primer dan sarana penunjangnya, sebagai penyedia bahan baku, tenaga kerja sekaligus pasar baik produk industri dipedesaan. Keinginan Politik Sebenarnya keinginan politik (political will) pemerintah telah ada, dengan konsep Bapak Anak Angkat, akan tetapi yang diperlukan kemudian adalah low enforcement dan partisipasi masyarakat. Menegakkan Demokratisasi Demokrasi agar dapat berjalan dengan sempurna setidaknya harus ada 5 tolok ukur, yaitu: 1. kebebasan seperti bebas memilih dan dipilih, kebebasan untuk mengekspresikan diri, berbicara, mengeluarkan pendapat, bebas berorganisasi dan sebagainya. 2. keadilan, yaitu akses yang sama setiap orang untuk dilindungi dan diayom. 3. representasi politik, yakni seberapa jauh institusi politik benar-benar merupakan representasi dari rakyat. 4. artikulasi politik 5. mekanisme kontrol Intervensi Strategis Yang Memihak Kelompok Miskin Secara umum ada 4 sisi strategis yang perlu terus menerus diisi secara simultan dan terencana jika ingin mengembangkan peranannya dalam upaya melawan kemiskinan. Keempat sisi tersebut adalah: 1. memperkuat sisi supply dengan aktifitas yang mampu mengangkat dan merangsang pusat-pusat pertumbuhan produksi rakyat kecil yang secara umum telah banyak dilakukan oleh berbagai LSM/LPSM. 2. meningkatkan kemampuan dan ketrampilan policy advocacy bagi kelompok pendamping golongan marginal (dalam hal ini LPSM/Ornop), agar pemerintah sungguh-sungguh melindungi produk usaha kecil (sisi demand), dengan target mendapat tempat dalam sirkuit ekonomi nasional. 3. membangun kekuatan institusi milik masyarakat 4. membangun jaringan-jaringan kerjasama (net working) antar aktor yang mempunyai kepedulian perbaikan nasib kelompok marginal, baik secara regional, nasional maupun internasional, untuk memperkuat posisi tawar dalam rangka policy advocacy. Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

47

BAB 15 PETANI, KAPITALISME, DAN KONFLIK AGRARIA Petani : Antara Moral dan Rasional Popkin (1986) mengakui adanya rasionalitas petani. Petani adalah “homo oekonomicos” yang akan terus berusaha memaksimalkan sumberdaya dan kemakmuran sendiri tanpa memedulikan moral pedesaan seperti yang dikatakan scott dimana scott memberikan sebuah model normatif yang menggambarkan kehidupan ekonomi petani yang dekat dengan pola hubungan sosial yang pantas, wajar dan adil. Sementara itu Hayami dan Kikuchi walaupun cenderung lebih banyak mendukung adanya moralitas dan rasionalitas petani. Menurut mereka, pada masyarakat petani berlaku prinsip moral dan rasional ketika akan mencari keuntungan. Petani cenderung mempekerjakan tetangganya atas dasar tolong menolong daripada mengambil tenaga kerja dari luar sekalipun dengan biaya yang sama atau bahkan lebih murah. Cara ini dinilai tepat untuk menghindari kerugian akibat kecurangan pekerja. Ada 3 indikator yang dipakai untuk memahami pola subsistensi petani yaitu: 1. sikap atau cara petani memperlakukan faktor-faktor produksi yakni tanah dan sumberdaya agraria. 2. besar kecilnya skala usaha petani 3. jenis komoditas yang dibudidayakan petani

Petani dan Kapitalisme Agraria Perkembangan Mode Produksi dan Konflik Agraria Status tanah di pulau Jawa, menurut Kano pada awalnya secara umum menggambarkan pola penguasaan tanah secara adat, berupa tanah yasan, gogolan, titisara dan bengkok. Tanah Yasan  tanah yang diperoleh berkat usaha seseorang membuka hutan untuk dijadikan tanah garapan. Tanah Gogolan  tanah pertanian milik desa yang pemanfaatannya biasanya dibagibagikan kepada sejumlah petani secara tetap atau bergilir. Tanah Titisara  tanah pertanian milik desa yang secara berkala disewakan dan hasilnya digunakan untuk kepentingan desa. Tanah Bengkok  tanah pertanian desa yang diperuntukkan bagi para pamong desa sebagai gaji. Ciri khas kapitalisme adalah penguasaan modal oleh kapitalis, sementara tanah dan tenaga kerja sebagai faktor produksi terpisah satu sama lain.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

48

Kapitalisme yang mengutamakan proses akumulasi kapital dan eksploitasi untuk kepentingan penguasa kapital ini ada 2 jenis, yakni kapitalisme yang berkembang berdasarkan modal swasta dan kapitalisme negara. Kapitalisme berdasarkan modal swasta berkembang atas dasar suasana kebebasan produksi konsumsi, perdagangan, dan persaingan melalui kekuatan mekanisme pasar. Kapitalisme negara adalah pemilikan kapital terbesar ditangan negara dan rakyat menjadi buruh dari negara tanpa imbalan apapun.

Kondisi Petani Akibat Merasuknya Kapitalisme Agraria di Pedesaan Terjadinya ketimpangan struktur penguasaan tanah yang semakin melebar, menurunnya income opportunities petani tunakisma dan petani kecil, maupun gejala konsolidasi lahan yang semakin meningkat oleh penduduk yang justru tidak bekerja di Sektor Pertanian merupakan beberapa contoh dari semakin merasuknya sistem komersialisasi di pedesaan.

Konflik Agraria dan Reaksi Petani Menurut Landsberger dan Alexandrov, ada lima sebab umum munculnya gerakan petani, yaitu: 1. inkonsistensi status 2. kemerosotan relatif 3. kemerosotan status masa lalu yang diharapkan sekarang dan ancaman di masa depan 4. kesadaran bersama tentang nasib yang dialami 5. reaksi kolektif terhadap kedudukan yang rendah. Reaksi spontan petani mempertahankan diri dari kekuatan yang mendominasi disebut sebagai gerakan defensif.

Reaksi Petani: Defensif atau Reformatifkah? Apabila dilihat dari reaksi-reaksi petani terhadap dominasi kolonial, manifestasi yang muncul cenderung sebagai upaya defensif untuk mengambil kembali tanah-tanah yang dikuasai pemerintah kolonial. Pada masa kolonial dan orde baru, reaksi petani cenderung defensif karena posisi petani tidak cukup kuat sebagai pihak yang menguasai tanah.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

49

BAB 16 PEBANGUNAN DAN PERUBAHAN SOSIAL DI DESA 1. Pembangunan Pertanian dan Masyarakat Desa Pada dasarnya program BIMAS  usaha pelembagaan penggunaan agroteknologi baru dikalangan para petani untuk menaikkan produk pangan, khususnya padi. Pembangunan pertanian melalui Revolusi Hijau juga membawa permasalahan baru bagi masyarakat desa, yaitu: 1. menyangkut dijadikannya pertanian dan petani sebagai ajang penjualan berbagai produk agroteknologi, khususnya insektisida dan pestisida. 2. Revolusi Hijau dan pembangunan pertanian pada umumnya memaksa petani untuk hidup dalam budaya kredit. 2. Pembangunan dan Kehidupan Politik di Pedesaan Pembangunan juga membawa perubahan di bidang pemerintahan desa dalam arti negatif, yaitu menjadikan pemerintah desa lebih bersifat penguasa rakyat desa daripada pengayom rakyat desa. Undang-undang No. 5/1979, misalnya, membuat kekuasaan Kepala Desa demikian besar, sehingga lebih terlihat sebagai penguasa dan aparat pemerintah daripada seorang pemimpin masyarakat desa. Kepala Desa dan pemerintah desa cenderung menjadi aparat pemerintah yang setia melaksanakan kebijaksanaan yang ditentukan dari atas daripada penyalur dan pembela aspirasi rakyatnya. 3. Pembangunan dan Kemandirian Rakyat Desa Ada 2 sebab utama yang berkaitan dengan permasalahan kemandirian rakyat desa, yaitu: 1. kemampuan pemerintah yang cukup tinggi dalam menyediakan dana pembangunan, paling sedikit sampai dengan pelita III 2. hilangnya kemandirian rakyat desa dalam proses pembangunan adalah proses pembangunan yang bersifat sentralistik. Hilangnya kemauan untuk mandiri dalam pembangunan di kalangan rakyat desa menimbulkan permasalahan baru, yaitu masalah kelestarian yang membuat proses pembangunan pedesaan di negara kita menjadi sangat lambat mencapai tujuannya, karena kita harus mengulang-ulang proyek lama yang hasilnya hilang karena tidak dikembangkan oleh rakyat pedesaan. 4. Pembangunan dan Proses “Deintelektualisasi” Desa Banyaknya penduduk desa yang pindah ke kota, khususnya mereka yang masih berusia muda dan berpendidikan relatif cukup muda, sebenarnya menimbulkan permasalahan sendiri di desa. Permasalahan itu adalah terkurasnya sumber manusia di daerah pedesaan yang memiliki potensi intelektual yang dibutuhkan untuk mendorong proses lajunya dan pelestarian pembangunan pedesaan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

50

5. Pembangunan dan Kontrol Masyarakat Desa Terhadap Sumber Alam Permasalahan yang dihadapi oleh rakyat pedesaan Indonesia dalam zaman pembangunan ini adalah semakin tipisnya hak untuk mengontrol penggunaan sumber alam yang ada di desa mereka. Hilangnya kekuasaan rakyat desa untuk mengontrol sumber alam yang mereka miliki mengakibatkan pembangunan cenderung melestarikan keterbelakangan di daerah pedesaan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

51

BAB 17 PEBANGUNAN, KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN LINGKUNGAN 1. Pembangunan Pertanian, Kesejahteraan Rakyat dan Pelestarian Lingkungan di Indonesia. Sebelum modernisasi pertanian yang didasari pada pemakaian teknologi modern, petani kita memakai berbagai teknologi tradisional seperti: shifting cultivation following, serta recycling sisa-sisa tanaman dan residue binatang. Setelah tahun 1968, terjadi perubahan dimana para petani mulai meninggalkan teknologi tradisional dan lebih tergantung pada pupuk dan obat-obat kimia untuk menaikkan produksi mereka, dan dengan demikian memperoleh gelar “petani progresif”. 2. Beberapa Usul Pemecahan 1. dinegara agraris seperti Indonesia, pemilikan tanah mempunyai fungsi ganda. Berfungsi sebagai kekuatan ekonomi, tanah juga menjadi sumber kekuatan politik pemiliknya. 2. pertanian di negara tropis merupakan usahatani yang rawan karena adanya berbagai jenis tanah, banyaknya hama serta iklim yang tidak menentu. 3. khusus dalam persoalan penghijauan sebagai sarana pengawetan sumber air dan mencegah erosi tanah, perlu diusulkan perubahan dalam cara pelaksanaan program ini.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

52

BAB 18 NEGARA DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN DESA YANG MANDIRI

1. Pendahuluan Unsur-unsur yang terlibat dalam proses pembangunan  negara dan masyarakat. Proses pembangunan yang berfungsi sebagai konsumen pembangunan mempunyai segi positif dan negatif. Segi positifnya, proses pembangunan dapat berjalan dengan cepat, dalam arti target yang ditetapkan oleh negara dapat dicapai tepat pada waktunya. Akan tetapi, kelancaran pembangunan sangat tergantung pada kemampuan negara dalam menyediakan dana pembangunan dan kemampuan aparatnya untuk bertindak kreatif, yang biasanya sulit diharapkan, karena mereka bisa terikat oleh peraturan-peraturan dan target ketat yang telah ditentukan dari pusat. Kata “negara” atau “state” mempunyai 2 arti: 1. negara  masyarakat atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis 2. negara  lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis, yang menata, dan dengan demikian menguasai wilayah itu. 2. Negara dan Peranannya Dalam Pembangunan: Masa Kolonial Kapitalis perkebunan membutuhkan dua faktor produksi yaitu tanah dan buruh yang murah. Akibat lain dari aliansi antara kapitalis perkebunan dan negara pada masyarakat pedesaan adalah menyangkut kepemimpinan desa, yang menimbulkan perbedaan tegas antara pimpinan desa yang formal dan informal. Dualisme kepemimpinan juga menyebabkan masyarakat desa terpecah dalam kelompok-kelompok karena masing-masing pemimpin memiliki pengikut. Akibatnya, masyarakat desa sulit muncul sebagai suatu unit sosial yang efisien dan kohesif untuk secara kolektif dapat mengarahkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. 3. Negara dan Pembangunan Desa: Masa Pasca-Kolonial Sentralisasi dan birokratisasi proses modernisasi menciptakan problema baru yang mendasar, yaitu: 1. negara akan sering mengalami kesulitan untuk menciptakan “resources” tambahan baru yang dibutuhkan oleh negara untuk melestarikan program-program modernisasi yang mereka lakukan. 2. proses modernisasi yang sentralistis dan birokratis itu menyebabkan negara dan aparatnya sering menjadi obyek dari kritik apabila terjadi kesalahan atau tidak berhasilnya program modernisasi yang direncanakan.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

53

4. Menuju Pembangunan Desa Yang Mandiri Konsep mandiri dalam konteks pembangunan pedesaan diberi arti yang sempit, yaitu kemauan rakyat pedesaan untuk menggali dana sendiri dalam membiayai pembangunan yang diciptakan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah. Untuk mengoperasionalisasikan konsep kemandirian, yang harus dilakukan pertama kali adalah mengubah persepsi yang saat ini dimiliki oleh negara dan aparaturnya, yang menjadi dasar hubungan mereka dengan rakyat pedesaan. Adapun kelima unsur dari etika pembangunan pedesaan di negara kita pada masa yang akan datang sebagai berikut: 1. perubahan menyangkut persepsi negara dan aparaturnya terhadap kedudukan rakyat pedesaan dalam proses pembangunan. 2. perubahan pada diri aparat negara terhadap makna dan fungsi kekuasaan 3. persepsi yang saat ini ada dikalangan negara dan aparatnya bahwa sistem panutan adalah ciri khas masyarakat pedesaan harus ditinggalkan 4. perlu adanya persepsi baru dikalangan negara dan aparatnya bahwa desa-desa di Indonesia sangat pluralistis sifatnya. Baik dari segi ekologis dan adat istiadatnya. 5. karena dalam membangun pedesaan, negara dan aparatnya akan bertemu dan melayani kelompok miskin di daerah pedesaan, persepsi mereka terhadap kelompok ini seharusnya berubah juga. Untuk membuat LKMD berfungsi sebagai forum partisipasi rakyat desa dalam proses pembangunan, ada beberapa pembenahan yang perlu dilakukan: 1. LKMD harus dipisahkan dari struktur pemerintah desa. 2. kepala desa dan aparatnya tidak diizinkan merangkap sebagai pengurus LKMD 3. fungsi LKMD harus diubah dari fungsi badan penasehat pembangunan kepala desa menjadi badan perencana dan pelaksana pembangunan pedesaan pada tingkat pedesaan. 4. dengan bantuan lembaga pengembangan swadaya masyarakat, Departemen Dalam Negeri dapat mengadakan pendidikan dan latihan bagi anggota pengurus LKMD dalam hal teknik-teknik perencanaan dan metoda evaluasi yang sederhana. 5. dana bantuan desa seyogianya disalurkan pada LKMD, bukan pada pemerintah desa. 6. Bappeda Tingkat II adalah instansi terakhir yang berwenang untuk mengarahkan usulan-usulan proyek dari LKMD.

*** Selamat Belajar ***

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

54

Daftar Pustaka

Bauer, P.T. 1973. Dissent On Development: Studies and Debates in Development Economics, London. Monadle, George et.al. 1980, Integrated Rural Development: Making It Work, Washington. Kompas, 12 Agustus. 1987. Kolf, G.H. van der. 1953 ”An Economic Case Study”, dalam Phillips Ruopp (ed), Approaches to Community Development, S. Gravenhage. Loekman Soetrisno. 1987. “Kapitalisme Perkebunan dan Modernisasi Indonesia”, Istoria. 3. Nordholt, Nico Schulte, 1987. Ojo Dumeh: Kepemimpinan Lokal Dalam Pembangunan, Jakarta. Rahardjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Robison, Richard. 1986. Indonesia: The Rise of Capital. Canberra. Magnis-Soeseno, Frans. 1987, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta. Tempo. No. 24 Tahun XVIII. 15 Agustus 1987 Verhagen, Koenraad. 1987, Self-Helf Promotion: A Challenge to the NGO Community, Amsterdam.

Modul Sosiologi Pedesaan & Pertanian Dosen : Lukman Hakim, S.P, M.P

55