STRATEGI INOVASI DAN DAYA SAING INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM)

Download Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91. STRATEGI INOVASI DAN DAYA SAING INDUSTRI KECIL. MENENGAH (IKM) AGRO INDUSTRI DI KOT...

0 downloads 440 Views 376KB Size
78

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91

STRATEGI INOVASI DAN DAYA SAING INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) AGRO INDUSTRI DI KOTA BATU Zainul Muchlas Dosen STIE Asia MALANG Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengamati, memahami dan menjelaskan bagaimana keputusan bisnis yang berupa strategi inovasi dan kualitas daya saing usaha dapat mendorong kemajuan usaha para Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Kota Batu. Setidaknya terdapat 4 peran strategis IKM, yaitu: (1) jumlahnya besar dan tersebar di setiap sektor ekonomi, (2) potensi penyerapan tenaga kerja, (3) memanfaatkan bahan baku lokal, dan (4) produksi yang dihasilkan adalah produk dibutuhkan masyarakat dan harga terjangkau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum inovasi usaha adalah proses yang sangat penting dan jika dilakukan dengan berdasarkan pada visi ke depan tentang produk tersebut dan tepat sesuai dengan karakteristik produk dan usaha, maka terbukti dapat meningkatkan kinerja IKM. Adapun kesimpulan secara khusus menunjukkan bahwa: (1) IKM di Batu ada tiga kelompok yaitu IKM makanan, tanaman, dan kerajinan. (2) Sebaran Variasi karakteristik IKM sangat tinggi terutama jumlah modal dan jumlah tenaga kerja (3) Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa Sumber Inovasi, Orientasi Kepemimpinan, Tipe Inovasi dan Tingkat Inovasi terbukti berpengaruh signifikan terhadap kinerja IKM (4) Secara individual variabel Orientasi kepemimpinan dan tipe inovasi. berpengaruh signifikan terhadap kinerja IKM, sedangkan variabel sumber inovasi dan tingkat inovasi yang menunjukkan pengaruh tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa inovasi IKM tidak boleh meniru inovasi IKM lain dan tidak perlu menggunakan teknologi yang mahal. Inovasi dapat dilakukan atas dasar kreativitas pemilik sesuai dengan karakteristik produk dan dilakukan dengan teknologi yang murah dan sederhana, tidak perlu mahal. Kata Kunci: Sumber Inovasi, Orientasi Kepemimpinan; Tipe Inovasi dan Tingkat Inovasi. Abstract This study aims to observe, understand and explain how business decisions such as innovation strategy and the quality of business competitiveness can promote the progress of the efforts of the Small and Medium Industry (IKM) in Kota Batu.There are 4 strategic role of SMEs, namely: (1) The large number and scattered in every sector of the economy, (2) the potential for employment, (3) utilize local raw materials, and (4) production resulting product is needed by the community and affordable prices. The results showed that the overall innovation efforts is a very important process and if it is done based on a vision of the future of these products and appropriate to the characteristics of the product and the business, it is proven to improve the performance of SMEs. The conclusions specifically show that: (1) SMEs in Batu there are three groups, namely SME food, plants and crafts. (2) Distribution of Variation characteristics of SMEs is very high, especially the amount of capital and labor (3) Results of simultaneous testing showed that the source of innovation, Orientation Leadership, Type Innovation and level of innovation shown to have a significant effect on the performance of SMEs (4) Individual variable orientation of leadership and the type of innovation. significant effect on the performance of SMEs, while variable source of innovation and level of innovation that showed no significant effect. This means that innovation SMEs should not imitate other SME innovation and do not need to use costly technology. Innovation can be done on the basis of the creativity of the owner in accordance with the characteristics of the product and is done with a simple and inexpensive technology, do not need to be expensive. Keywords: Source of Innovation, Leadership Orientation; Innovation Type and Level of Innovation. PENDAHULUAN Latar Belakang Industri kecil, lazim di sebut Industri Kecil dan Menengah (IKM), mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Setidaknya terdapat 4 peran strategis IKM, yaitu: (1) Jumlahnya besar dan tersebar di setiap sektor ekonomi, (2) potensi besar dalam penyerapan tenaga kerja dan (3) memanfaatkan bahan baku lokal, dan (4) produksi yang dihasilkan adalah produk dibutuhkan masyarakat dan harga terjangkau (Bank Indonesia, 2001). Karakteristik ini menjadikan IKM sebagai unit usaha yang kuat terhadap krisis

ekonomi 1997 dan menjadi pilar penting penyangga perekonomian rakyat di masa krisis. IKM mampu mendiversifikasikan perekonomian, untuk melindungi ekonomi suatu negara dari fluktuasi dan krisis ekonomi. IKM juga mempunyai kemampuan adaptasi yang cepat dan tinggi pada keadaan ekonomi yang berubah-ubah (Kaballu dan Kameo, 2001). Kekuatan tersebut ditunjukkan oleh masih bertahan beberapa IKM, walaupun dengan susah payah, saat krisis ekonomi menghantam dan menghancurkan berbagai perusahaan besar. Berdasar pertimbangan tersebut, Maka pengembangan IKM harus segera diupayakan.

Zainul Muchlas: Strategi Inovasi dan daya saing industri....... Hal ini perlu dilakukan mengingat pada jaman Orde Baru (ORBA), pembangunan lebih dititikberatkan pada sektor industri berskala besar. Ironisnya, industri tersebut ternyata gagal dalam penyediaan lapangan kerja dan rapuh dari terpaan krisis ekonomi. (Revrisond Baswir dalam Kaballu dan Kameo, 2001). Di sektor pertanian dan di daerah pedesaan, IKM memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Wijono (2005) mencatat bahwa 85% kontribusi sektor pertanian terhadap PDB didominasi oleh unit usaha berskala kecil. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja juga sangat dominan. Tahun 2004, jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 70,92 juta, jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha menengah (8,15 juta) dan usaha besar (0,40 juta). Kementrian KUMK (2006) menyatakan bahwa tahun 2005 terdapat lebih dari 26 juta unit usaha kecil yang bergerak di sektor agroindustri (pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan). Sektor ini memiliki kemampuan bertahan hidup yang tinggi. Pakpahan et al., (2005) menyebutkan bahwa pada saat krisis ekonomi (1997/1998), sektor pertanian masih tumbuh positip 0,2 persen saat pertumbuhan ekonomi nasional mengalami kontraksi hingga –13,7%. Data diatas menunjukkan bahwa sektor pertanian, khususnya IKM agroindustri memiliki peran signifikan bagi perekonomian bangsa. Akan tetapi, pembangunan sektor agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan, baik yang dari dalam negeri maupun luar negeri. Problema tersebut antara lain ketersediaan bahan baku yang kurang dan tidak kontinyu, akses pasar yang rendah, modal terbatas, penelitian dan pengembangan (daya inovasi) yang lemah, dan kebijakan pemerintah yang kurang konsisten (Soekartawi, 2000). Hambatan ini telah mengakibatkan daya saing IKM lemah baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. IKM hanya mampu beroperasi pada pasar yang terbatas di lingkungan sekitarnya (Kementrian KUMK, 2006). Berbagai kebijakan pemberdayaan IKM telah dilakukan, bahkan saat ini sudah ada UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikrokecil-dan-menengah-umkm. Kebijakan tersebut baik berbentuk insentif kemudahan akses modal, fasilitas ekspor, akses bahan baku, dll. Akan tetapi hasil yang diperoleh kurang optimal. Hal ini disebabkan IKM memiliki berbagai kelemahan yang komplek, sedangkan penanganannya tidak berdasarkan karakteristik problem yang dihadapi oleh IKM tersebut. Beberapa kelemahan tersebut antara lain: (a) kegiatan yang dilakukan cenderung tidak formal dan jarang yang memiliki rencana usaha yang matang, (b) struktur organisasi bersifat sementara atau bahkan tidak jelas, (c) jumlah tenaga kerjanya terbatas dan mekanisme pembagian kerja yang longgar, (d) tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan harta perusahaan, (e) sistem akuntansinya

79

kurang baik, bahkan tidak melakukan pembukuan sama sekali, (f) skala ekonomi terlalu kecil, sehingga sulit untuk menekan biaya-biaya produksi dan operasi, (g) kemampuan memasarkan dan divesifikasi pasar yang cenderung terbatas, (h) margin keuntungan sangat tipis (Sutojo, dkk, 1994). Berbagai problema tersebut berujung pada kurangnya daya inovasi manajemen dalam mengembangkan usahanya. Inovasi mempunyai definisi yang sangat beragam. Namun secara umum, inovasi mengandung makna proses penciptaan, perbaikan, dan perluasan produk, proses, dan manajemen agar dapat meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan di pasar (Chase, et al., 1998; Roberts, 1999; Reed, 2000). Inovasi merupakan strategi dinamis (terhadap lingkungan bisnis) yang harus diterapkan oleh manajemen agar mampu bersaing dan memiliki kinerja tinggi. Inovasi dapat dilakukan berbagai tingkatan, antara lain pada level produk (kemasan, bentuk, warna, ornamen, dll), proses (efisiensi produksi, teknologi produksi, penambahan bahan, dll), dan pada level manajemen (pelayanan konsumen, strategi pemasaran, strategi kerjasama, dll). Strategi inovasi menuntut setiap manajer memiliki visi bisnis tajam, mengelola sumber daya organisasi, keahlian menganalisis pasar dan ambil peluang, dan mengelola akses informasi baik pasar maupun modal. Strategi inovasi mempunyai 2 dampak ekstrim, jika tepat akan menjadi kunci kesuksesan bisnis, dan sebaliknya jika salah berdampak buruk bagi kinerja. Akan tetapi, inovasi adalah tuntutan tak terelakkan agar perusahaan tetap dapat hidup dan bersaing. Inovasi menjadi faktor kunci bisnis karena berdampak pada daya saing (kinerja). Dan lebih jauh diungkapkan oleh Frans Hero ” Innovation Strategies most often translated as a new discovery. Aspect of "newness" is emphasized in innovation for innovation in the private sector or in industry. However, for innovation in the public sector, the real innovation does not emphasize the aspect of "novelty", but stressed the aspect of "improvements" that will be produced, such as public services become more qualified, cheap and affordable.”. Misalnya, gandum akan dihargai lebih mahal kalau sudah digiling menjadi tepung terigu. Lebih tinggi lagi ketika diolah menjadi roti dengan teknologi. Bahkan, harga roti akan lebih mahal kalau diberi layanan tambahan, misalnya pengiriman ke rumah konsumen dengan mobil roti atau ketika disajikan di coffee shop hotel berbintang lima (Kompas, 2 Okt 2001). Perusahaan yang mampu merumuskan dan mengimplementasikan strategi inovasi yang tepat antara kondisi internal dengan lingkungan bisnis, akan mampu meningkatkan daya saing. Sehingga, manajemen harus melakukan pilihan-pilihan bentuk dan model strategi inovasi yang tepat (Zahra & Das, 1993; Sharma dan Fisher, 1997; Zahra & George, 2000; dan Haiyang Li, 2001). Rahmawati (1998), menemukan bahwa strategi inovasi berpengaruh signifikan pada daya saing (kinerja) perusahaan di Indonesia.

80

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91

Penelitian tentang strategi inovasi dan dampaknya terhadap daya saing (kinerja), merupakan area yang selalu berkembang. Hal ini karena, pertama, lingkungan bisnis yang dinamis sehingga mengharuskan perusahaan untuk melakukan inovasi. Kedua, literatur dan hasil penelitian empiris membuktikan bahwa hanya pilihan dan ketepatan strategi inovasi yang dapat berdampak positif terhadap daya saing (kinerja) perusahaan. Ketiga, penelitian terhadap tema ini masih sangat jarang, terutama pada usaha kecil-menengah (IKM) (Zahra & Das, 1993; Rahmawati., 1998; Song et al., 1999; Roberts, 1999; Fernandez, 2001; Burgelman et al, 2001; Haiyang Li, 2001). Strategi inovasi adalah sebuah konstruk yang terdiri dari beberapa dimensi. Zahra dan Das (1993) mengklasifikasi dimensi strategi inovasi menjadi 4, yaitu dimensi visi dan orientasi kepemimpinan, tipe inovasi (produk dan proses), sumber inovasi (internal dan eksternal), dan investasi. Reed (2000) membagi strategi inovasi menjadi dimensi tipe inovasi, tahap inovasi, dan tingkat analisis. Fernandez (2001) membagi 2 dimensi inovasi yaitu teknikaladministratif dan rutin-radikal. Dari berbagai konstruk strategi inovasi tersebut, model Zahra dan Das (1993) paling sering digunakan untuk mengukur strategi inovasi dan dampaknya pada daya saing (Ittner & Larcker, 1997; Sharma & Fisher, 1997; Roberts, 1999; Murti, 2000; Powell, 2001; dan Rahmani, 2003). Sedangkan pengukuran terhadap daya saing (kinerja) masih sangat beragam. Pengukuran kinerja harus mampu merefleksikan secara komprehensif kondisi kinerja yang sesungguhnya dimiliki perusahaan, baik mencakup kinerja keuangan maupun non keuangan (Kumar et al., 2000). Kinerja keuangan adalah hasil-hasil aliran pendapatan dan keuangan sebagai akibat dari operasi perusahaan. Indikator kinerja keuangan yang umum digunakan adalah return on investment (ROI), pertumbuhan penjualan, laba, dan peningkatan pangsa pasar (Gibson et al., 1995; Donelly & Hoselid, 1996). Sedangkan, kinerja non keuangan yaitu kinerja operasional yang mengukur aspek-aspek hasil proses organisasi. Samson dan Terziovski (1999) mengukur dimensi kinerja operasional dengan tingkat produktivitas, tingkat kesalahan produk, biaya garansi/jaminan, biaya kualitas, serta ketepatan dan kecepatan produk ke konsumen. Sedangkan, Cavendar (2000) mengukur dengan peningkatan volume produksi, peningkatan laba, kualitas produk, penurunan biaya produksi, serta perbaikan tingkat keselamatan dan keamanan kerja. Pengukuran kedua kinerja diatas umumnya dengan data sekunder. Ketersediaan data tersebut pada UMK cukup sulit. Hal ini karena proses pembukuan yang dimungkinkan belum tertib dan andal. Penyikapan terhadap kesulitan tersebut, maka dalam pengukuran daya saing (kinerja) juga digunakan pendekatan subyektif (data primer).

Sharma dan Fisher (1997) menyatakan bahwa pendekatan subyektif merupakan pengukuran yang dilakukan melalui persepsi manajer (pemilik) mengenai strategi inovasi yang telah dilakukan perusahaan dan kinerja (daya saing) yang dicapai akibat implementasi strategi. Sedangkan, pendekatan obyektif yaitu pengukuran yang dilakukan dengan dokumentasi data-data perusahaan terhadap strategi inovasi dan kinerja. Perumusan Masalah: Sektor pertanian, dan khususnya IKM agroindustri mempunyai peran yang sangat strategis bagi perekonomian bangsa (Pakpahan et al., 2005). Tetapi, pengembangan sektor agroindustri dan IKM agroindustri menghadapi berbagai kendala diantaranya akses pasar yang rendah, modal terbatas, penelitian dan pengembangan (daya inovasi) yang lemah (Soekartawi, 2000). Hambatan tersebut telah mengakibatkan kinerja (daya saing) IKM menjadi lemah baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. IKM hanya mampu beroperasi pada pasar yang terbatas di lingkungan sekitarnya (Kementrian KUMK, 2006). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa strategi inovasi menjadi pemicu dalam meningkatkan kinerja (daya saing), baik di IKM maupun perusahaan besar (Zahra dan Das,1993; Sharma dan Fisher, 1997; Roberts, 1999; Kim dan Mauborgne, 1999; Zahra dan George, 2000; Fernandez, 2001; Powell, 2001; dan Haiyang Li, 2001). Sedangkan di Indonesia hasil penelitian Murti (2000) dan Rahmani (2003) memberikan hasil konsisten. Rerangka teoritis dan riset empiris diatas menunjukkan bahwa strategi inovasi berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap daya saing (kinerja) IKM. Berdasarkan rerangka pemikiran diatas, maka rumusan yang perlu diajukan adalah: 1. Bagaimana karakteristik strategi inovasi yang telah dilakukan oleh IKM agroindustri di Kota Batu? 2. Bagaimana hubungan strategi inovasi yang dilakukan oleh IKM agroindustri dengan daya saingnya (kinerjanya) di Kota Batu? 3. Bagaimana strategi terbaik yang cocok bagi masing-masing karakteristik IKM yang ada di Kota Batu? TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan karakteristik IKM agroindustri di Kota Batu, yang mencakup bentuk operasional, permodalan, tenaga kerja, dll. 2. Memetakan bentuk, pilihan, intensitas, dan karakteristik strategi inovasi yang dilakukan IKM agroindustri di Kota Batu. 3. Mengkaji hubungan antara strategi inovasi dan daya saing (kinerja) IKM agroindustri di Kota Batu. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada Dinas Koperasi dan Usaha Kecil-Menegah, serta Dinas

Zainul Muchlas: Strategi Inovasi dan daya saing industri.......

2.

3.

4.

5.

Perindustrian dan Perdagangan mengenai peta bentuk dan intensitas strategi inovasi yang dilakukan IKM agroindustri di Kota Batu sebagai dasar dalam mengembangkan dan melakukan program pembinaan, Memberikan informasi kepada pihak bank terhadap potensi dan daya saing IKM agroindustri di Kota Batu sebagai dasar bagi pengambilan keputusan kredit, Memberikan referensi bagi entrepreneur tentang bentuk dan strategi inovasi apa saja yang terbukti berhubungan dengan daya saing IKM agroindustri di Kota Batu, Memberikan informasi bagi lembaga pendamping, pemberdaya, dan inkubator IKM sebagai dasar pemberian konsultansi, pendampingan, dan bantuan pengembangan IKM agroindustri binaannya terkait dengan strategi inovasi, Memberikan referensi bagi kalangan akademis dan masyarakat ilmiah umumnya yang berminat dan concern terhadap strategi dan pengembangan inovasi dan daya IKM di Indonesia.

Rerangka Penelitian Inovasi didefinisi sebagai proses penciptaan, perbaikan, dan perluasan produk, proses, dan manajemen agar dapat meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan di pasar (Chase, et al., 1998; Roberts, 1999; Reed, 2000). Inovasi merupakan strategi dinamis (terhadap lingkungan bisnis) yang harus diterapkan oleh manajemen agar mampu bersaing dan memiliki kinerja tinggi. Inovasi dapat dilakukan berbagai tingkatan, antara lain pada level produk (kemasan, bentuk, warna, ornamen, dll), proses (efisiensi produksi, teknologi produksi, penambahan bahan, dll), dan pada level manajemen (pelayanan konsumen, strategi pemasaran, strategi kerjasama, dll). Strategi inovasi mempunyai 2 dampak ekstrim, jika tepat akan menjadi kunci kesuksesan bisnis, dan sebaliknya jika salah berdampak buruk bagi kinerja. Akan tetapi, inovasi adalah tuntutan tak terelakkan agar perusahaan tetap dapat hidup dan bersaing. Sehingga, perusahaan harus melakukan pilihan-pilihan bentuk dan model strategi inovasi yang tepat (Zahra & Das, 1993; Sharma dan Fisher, 1997; Zahra & George, 2000; dan Haiyang Li, 2001). Rahmawati (1998), menemukan bahwa strategi inovasi berpengaruh signifikan pada daya saing perusahaan di Indonesia. Strategi inovasi adalah sebuah konstruk yang terdiri dari beberapa dimensi. Zahra dan Das (1993) mengklasifikasi dimensi strategi inovasi menjadi 4, yaitu dimensi visi dan orientasi kepemimpinan, tipe inovasi (produk dan proses), sumber inovasi (internal dan eksternal), dan investasi. Sementara itu, pengukuran terhadap kinerja(daya saing) sangat beragam. Pengukuran kinerja harus mampu merefleksikan secara komprehensif kondisi kinerja yang sesungguhnya dimiliki perusahaan, baik

81

mencakup kinerja keuangan maupun non keuangan (Kumar et al., 2000). Kinerja keuangan adalah hasilhasil aliran pendapatan dan keuangan sebagai akibat dari operasi perusahaan. Indikator kinerja keuangan yang umum digunakan adalah return on investment (ROI), pertumbuhan penjualan, laba, dan peningkatan pangsa pasar (Gibson et al., 1995; Donelly & Hoselid, 1996). Sedangkan, kinerja non keuangan adalah pengukuran kinerja operasional yang mencakup aspek-aspek hasil proses organisasi. Pengukuran kedua kinerja diatas umumnya dengan data sekunder. Akan tetapi, ketersediaan data tersebut pada UMK cukup sulit. Hal ini karena proses pembukuan yang dimunngkinkan belum tertib dan andal. Penyikapan terhadap kesulitan tersebut, maka dalam pengukuran daya saing (kinerja) juga digunakan pendekatan subyektif (data primer). Sharma dan Fisher (1997) menyatakan bahwa pendekatan subyektif merupakan pengukuran yang dilakukan melalui persepsi manajer (pemilik) mengenai strategi inovasi yang telah dilakukan perusahaan dan kinerja (daya saing) yang dicapai akibat implementasi strategi. Sedangkan, pendekatan obyektif yaitu pengukuran yang dilakukan dengan dokumentasi data perusahaan terhadap strategi inovasi dan kinerja. Berdasar rerangka pemikiran di atas, maka rerangka penelitian yang diajukan adalah: Gambar 1: Rerangka penelitian

Sumber: Zahra & Das (1993), Samson dan Terziovski (1999). TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Sebelumnya Dalam memenangkan persaingan bisnis yang semakin kompetitif saat ini, maka IKM dituntut untuk melakukan berbagai strategi inovasi. Secara empiris, inovasi terbukti menjadi salah satu faktor pemicu penting dalam meningkatkan kinerja (daya saing) usaha. Salah satu tujuan strategi, termasuk strategi inovasi, adalah mengeliminasi kerugian, memotong biaya-biaya, dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan (Jatmiko, 2003). CEMSED FE-UKSW Salatiga (1998) melakukan pemetaan tentang strategi-strategi apa saja yang dilakukan pengusaha kayu ukir jepara dalam menghadapi krisis ekonomi. Hasil penelitian berhasil mengidentifikasi beberapa strategi yang dilakukan, antara lain: pembelian bahan baku yang lebih banyak sehingga biaya pembelian lebih efisien, lebih selektif dalam memilih pemasok bahan baku, mencari bahan

82

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91

baku yang lebih murah, dan melakukan kontrak dengan pemasok bahan baku, mengurangi jumlah tenaga kerja dengan menggantikannya dengan mesinmesin. Indarti (2001) melakukan penelitian tentang strategi-strategi inovasi yang dilakukan pengusaha mebel kayu di Jepara dalam menghadapi krisis ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan terdiri dari strategi individu dan kelompok. Strategi individu yang dilakukan mencakup efisiensi biaya produksi baik pada tahap pengelolaan bahan baku, proses, maupun penambahan nilai (value) produk melalui pernik dan hiasan produk yang ditambahkan. Tujuannya adalah mengurangi biaya produksi dan sekaligus menaikkan nilai jual produk melalui penambahan value bagi pembeli. Untuk strategi kelompok lebih baik koalisi dan sinergi pengembangan pasar baik untuk tujuan perluasan pasar dalam negeri maupun ekspor. Strategi kelompok penting, sebab dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang lebih efisien. Perry, dkk (2002) melakukan penelitian tentang variabel-variabel yang menjadi determinan terhadap peningkatan kinerja SME di Thailand. Kinerja SME diukur dengan volume penjualan SME, sementara itu variabel determinan yang digunakan antara lain entrepreneurial disposition, strategies, dan pengendalian. Entrepreneurial disposition meliputi usia, jenis kelamin, pengalaman bisnis, jumlah kepemilikan, dan pendidikan para wiraswasta. Variabel strategies meliputi orientasi efisiensi, diferensiasi kualitas, fokus peningkatan penjualan, inovasi, pengurangan biaya, dan membangun citra perusahaan atau bisnis. Hasil penelitian bahwa pengurangan biaya-biaya dan efisiensi justru memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja (volume penjualan), dan sebaliknya fokus pada peningkatan penjualan dan membangun citra berpengaruh positif terhadap kinerja SME. Potensi dan Tantangan IKM Agroindustri IKM agroindustri adalah IKM yang mengacu pada konsep agroindustri yang merupakan bagian dari sistem agribisnis. Posisi IKM agrondustri dapat pada subsistem input (backward linkage) maupun output (forward linkage). Kaitan ke depan terjadi karena hasil produksi pertanian memerlukan kegiatan pengolahan hasil-hasil pertanian untuk menghasilkan barang jadi dan bahan baku bagi industri-industri lainnya. Sedang, kaitan ke belakang terjadi karena pertanian memerlukan input produksi, berupa obat, pupuk, dan alat pertanian. Namun demikian mengingat luasnya jalur hubungan dengan sektor produksi primer (farm) maka perlu kejelasan batas dengan lingkup industri. Sebab, makin panjang proses pengolahan berlangsung, makin jauh kedudukan sektor tersebut dari pengertian agroindustri. Maka batas tersebut penting dalam kaitannya dengan penelitian, pembinaan, maupun kedinasan (Sutrisno, 1993).

Menurut Soeharjo (1991) dalam Yudi & Relawati (2004), agroindustri merupakan industri dibidang pertanian yang dilakukan oleh subsistem kedua dalam agribisnis dengan industri berkaitan ke depan dan ke belakang. Keterkaitan ke belakang berlangsung karena produksi pertanian memerlukan sarana produksi yang langsung dapat dipakai, sedangkan kaitan ke depan karena produksi pertanian bersifat musiman, volumeus, dan mudah rusak maka memerlukan ruangan penyimpanan dan pengolahan. Ketiga subsistem tersebut (farm, industri terkait ke depan dan ke belakang) bekerja seperti mata rantai panjang yang satu sama lain saling berkaitan. Istilah IKM agroindustri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah IKM yang berkaitan ke depan (forward linkage). IKM agroindustri adalah IKM yang bergerak dalam pengolahan hasil-hasil pertanian. Misalnya, agroidustri yang mengolah hasil pertanian singkong, adalah keripik singkong, tepung singkong, dll. Sehingga, populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh IKM agroindustri (pengolahan hasil pertanian secara langsung dari sumber primer) di Kota Batu. IKM, terutama IKM agrobisnis, terbukti memiliki daya tahan yang kuat terhadap krisis dan fluktuasi ekonomi lainnya. Pakpahan et al., (2005) menyebutkan bahwa pada saat krisis ekonomi tahun 1997/1998, sektor pertanian masih tumbuh positip 0,2 persen saat ekonomi nasional mengalami kontraksi hingga –13,7%. IKM agrobisnis dengan basis hasil pertanian perannya makin penting karena data BPS tahun 2004 menyatakan bahwa 21,3 juta (58,8% dari 36,1 juta) keluarga miskin berada di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian (Ashari, 2006). Sehingga, hasil produksi dari bahan baku lokal mampu diolah menjadi produk dengan harga terjangkau bagi penduduk miskin. Kondisi sebaran IKM agroindustri yang merata di desa dan kota menjadikannya sebagai penggerak ekoonomi lokal dan pemerataan konsumsi dan pendapatan masyarakat. Tak heran apabila kemudian dikatakan bahwa IKM agroindustri memiliki peran penting dalam turut serta mengembangkan keaneragaman pangan di Indonesia. IKM agroindustri menjadi motor penggerak pemerataan konsumsi pangan berbasis pertanian, yang akhirnya mampu menjadi proses produksi mediasi dalam peningkatan gizi dan kesejahteraan masyarakat. Kondisi diatas menunjukkan bahwa meskipun IKM agroindustri memiliki potensi yang sangat besar, tetapi perkembangannya masih sangat lamban. Salah satu kendala yang vital adalah strategi penelitian dan pengembangan produk dan proses, serta kapabilitas manajerial IKM. Strategi Inovasi dan Kinerja Klasifikasi strategi inovasi yang lengkap dikembangkan Zahra & Das (1993). Inovasi klasifikasi menjadi 4 multidimensi, yaitu inovasi dalam orientasi kepemimpinan, tipe-tipe inovasi, sumber-sumber inovasi, dan tingkat investasi. Keempat hal tersebut kemudian menjadi dimensi-

Zainul Muchlas: Strategi Inovasi dan daya saing industri....... dimensi yang harus diukur pada sebuah perusahaan sebagai dasar untuk menentukan tingkat inovasinya. Pertama, dimensi orientasi kepemimpinan menunjukkan bagaimana perusahaan memposisikan diri di pasar. Kedua, dimensi tipe-tipe inovasi, yaitu menunjukkan kombinasi dari inovasi-inovasi yang dilakukan perusahaan manufaktur. Tipe inovasi dibagi menjadi 2 yaitu proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan. Ketiga, dimensi sumber-sumber inovasi, yaitu menunjukkan apakah tempat kegiatan inovasi di suatu perusahaan internal, eksternal, atau keduanya. Dan Keempat, dimensi tingkat investasi yaitu pengeluaran keuangan, teknologi, dan modal SDM yang dihubungkan dengan kegiatan inovasi. Keempat dimensi strategi inovasi tersebut merupakan satu-kesatuan. Pengukuran atas tingkat strategi inovasi harus dilakukan secara komprehensif, integratif, dan simultan. Keempat multidimensi tersebut dipakai secara luas oleh peneliti lain untuk mengukur tingkat inovasi perusahaan (Makdok, 1998; Fernandez, 2001; Lee et al., 2001). Maka, dalam penelitian ini juga akan menggunakan keempat multidimensi tersebut untuk mengukur tingkat daya inovasi IKM agroindustri di Kota Batu. Kinerja merupakan hasil perilaku organisasi dan individu yang ada di dalamnya. Pengukuran kinerja harus mampu merefleksikan secara komprehensif kondisi kinerja yang sesungguhnya dimiliki perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan harus diukur secara multidimensi yang mencakup baik kinerja keuangan maupun non keuangan (Kumar et al., 2000). Kinerja keuangan adalah hasil-hasil aliran pendapatan dan keuangan sebagai akibat dari operasi perusahaan. Indikator kinerja keuangan yang umum digunakan adalah return on investment (ROI), pertumbuhan penjualan, laba, dan peningkatan pangsa pasar (Gibson et al., 1995; Donelly & Hoselid, 1996). Sedangkan, kinerja non keuangan yaitu kinerja operasional yang mengukur aspek-aspek hasil proses organisasi. Samson dan Terziovski (1999) mengukur dimensi kinerja operasional dengan tingkat produktivitas, tingkat kesalahan produk, biaya garansi/jaminan, biaya kualitas, serta ketepatan dan kecepatan produk ke konsumen. Sedangkan, Cavendar (2000) mengukur dengan peningkatan volume produksi, peningkatan laba, kualitas produk, penurunan biaya produksi, serta perbaikan tingkat keselamatan dan keamanan kerja. Strategi inovasi merupakan faktor pemicu daya saing. Swa (2005) menyatakan bahwa dalam lingkungan bisnis yang cepat berubah dan kompetitif saat ini, strategi inovasi merupakan faktor kunci untuk mendongkrak daya saing dan nilai tambah pada organisasi. Strategi inovasi akan mampu memecah kebuntuan dan kebekuan pasar yang sulit ditembus oleh perusahaan. Strategi inovasi tersebut mancakup inovasi proses, produk, kepemimpinan, dan pasar. Berbagai penelitian empiris menunjukkan adanya

83

hubungan antara strategi inovasi dan daya saing oleh perusahaan. Zahra dan Das (1993) menguji hubungan sekuensial dan simultan terhadap strategi inovasi dengan daya saing (kinerja) keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi inovasi adalah faktor yang menentukan kinerja keuangan perusahaan. Ward, Duray, Leong, dan Sum (1995) meneliti hubungan antara lingkungan bisnis, strategi inovasi, dan kinerja di 319 perusahaan manufaktur di Singapura. Hasil penelitian berhasil memvalidasi bahwa kesesuaian antara lingkungan dan strategi inovasi berhubungan erat dengan kinerja perusahaan. Haiyang Li (2001) meneliti peran inovasi terhadap hubungan antara lingkungan dan kinerja perusahaan di 184 perusahaan negara Cina. Hasilnya menemukan bahwa inovasi berperan sebagai dual effect strategy (mediator) pada hubungan antara lingkungan dan kinerja. Penelitian hubungan antara strategi inovasi dan daya saing (kinerja) perusahaan di Indonesia dilakukan oleh Murti (2000) dan Rahmani (2003) pada berbagai sektor industri yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, baik dengan model simultan maupun sekuensial, strategi inovasi berpengaruh terhadap daya saing. Konsep strategi inovasi yang digunakan adalah model Zahra dan Das (1993). Sedangkan, daya saing (kinerja) dengan model kinerja keuangan Gibson et al., (1995) & Donelly dan Hoselid (1996). Strategi Inovasi dan Kinerja IKM Agroindustri IKM agroindustri memiliki setidaknya 4 peran penting sebagai pilar ekonomi bangsa, pertama, bahan baku produksi adalah bahan lokal, sehingga harga produk jadi terjangkau oleh masyarakat yang rata-rata berpenghasilan rendah. Kedua, tingkat serapan tenaga kerja yang tinggi dan tidak memerlukan pendidikan tinggi. Ketiga, berperan penting dalam pengembangan berbagai alternatif keanekagaraman bahan pangan berbasis pertanian, sehingga menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan dan pengembangan pangan bagi masyarakat. Keempat, sebaran IKM yang luas dan merata di desa dan kota, sehingga dapat meningkatkan pemerataan tingkat pendapatan masyarakat. IKM agroindustri memiliki peran penting bagi perekonomian bangsa. Akan tetapi, pembangunan sektor agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan, baik yang dari dalam negeri maupun luar negeri. Problema tersebut antara lain ketersediaan bahan baku yang kurang dan tidak kontinyu, akses pasar yang rendah, modal terbatas, penelitian dan pengembangan (daya inovasi) yang lemah, dan kebijakan pemerintah yang kurang konsisten (Soekartawi, 2000). Hambatan ini telah mengakibatkan daya saing IKM lemah baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. IKM hanya mampu beroperasi pada pasar yang terbatas di lingkungan sekitarnya (Kementerian KUMK, 2006).

84

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91

Tantangan terhadap IKM agroindustri makin ketat saat ini. Selain liberalisasi pertanian akibat globalisasi perdagangan ASEAN (AFTA) dan dunia, juga karena kendala internal perusahaan. Lingkungan bisnis yang dinamis, persaingan ketat, dan cepat berubah saat ini, menuntut IKM memiliki daya saing tinggi agar tetap hidup. Inovasi menjadi salah satu kunci penting IKM agar berdaya saing (kompetitif). Swa (2005) menyatakan bahwa dalam lingkungan bisnis yang cepat berubah dan kompetitif saat ini, strategi inovasi akan mampu mendongkrak kinerja dan memberi nilai tambah pada organisasi. Strategi inovasi mencakup inovasi proses, produk, pasar, dan manajemen. IKM agrobisnis masih banyak menghadapi kendala pengembangan. Selain kendala keterbatasan modal, juga karena akses yang rendah dan keberanian melakukan inovasi (AgroEkonomi, 2002). Namun, menurut Kompas (03 Agustus 2006) menyatakan bahwa faktor paling penting adalah inovasi. IKM yang mampu tepat berinovasi akan mampu mendongkrak kinerjanya. IKM tersebut akan memiliki daya saing tinggi dengan produk dan IKM lain. Bank dan lembaga permodalan pun akan membuka diri untuk membantu pengembangan modal. Sehingga, akses permodalan sulit karena IKM memiliki daya saing yang masih rendah. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang ditekankan pada jenis deskriptif kualitatif. Menurut Strauss & Corbin (1997:11) menyatakan Qualitative Research adalah jenis penelitian menghasilkan penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau dengan cara lain dari pengukuran. Sedangkan menurut Sugiono (1994:16) metode kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang dialami (natural), dimana peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan “makna” daripada “generalisasi”. Sementara menurut Stake (1995) penelitian kualitatif lebih menekankan pada pemahaman (understanding) hubungan kompleks diantara temuan yang ada dan mencoba membangun pemahaman yang tegas melalui deskripsi. Sehingga, metode kualitatif dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi di balik fenomena (Strauss dan Corbin,1997). Berdasar rerangka di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu mengeksplorasi pemahaman dan pemetaan secara mendalam tentang karakteristik dan intesitas strategi inovasi yang dilakukan oleh IKM agroindustri di Kota Batu, serta kaitannya dengan kinerja yang dapat dicapai dengan inovasi yang dilakukan pada setting alamiah. Hasil itu kemudian dideskripsikan guna menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena inovasi dan kinerja, menjadi sebuah simpulan yang komprehensif.

Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Batu Propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pemikiran, pada 1) IKM agrobisnis adalah salah satu sektor unggulan, selain pariwisata. Hal ini juga didukung dengan kondisi georgrafis yang menghasilkan beragam jenis hasil agrobisnis. 2) populasi IKM agrobisnis cukup banyak di Kota Batu, hal ini mempermudah pengambilan sampel dan meningkatkan reliabilitas pemilihan sampel, dan 3) Kota Batu memiliki pertanian yang cukup maju dan pangsa pasar hasil agrobisnis maupun industri agrobinisnya yang sangat luas, yaitu daerah-daerah sekitar, yaitu Kota Batu, Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri. Hal ini tentu memberi daya dorong perkembangan industri agrobisnis di sana. Belum lagi, ketersediaan tenaga kerja terampil yang melimpah karena dukungan perguruan tinggi. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah IKM agroindustri yang menjadi sektor unggulan di Kota Batu, yaitu air minum sari apel, kripik apel, dan jamu tradisional. Industri-industri hasil olahan ini sangat banyak terdapat di Kota Batu. Sampel diambil berdasarkan tujuannya (purposive), yaitu 1) IKM yang memiliki kejelasan (formal) badan usaha, 2) IKM yang telah beberapa kali melakukan inovasi, dan 3) IKM yang pemiliknya cukup perhatian terhadap kinerja yang diukur dari adanya informasi peningkatan produksi, laba, pangsa pasar, dan lain-lain. Fokus Penelitian Fokus penelitian dapat membatasi studi dan bidang inkuiri, agar tidak terjebak pada melimpahnya data dari lapangan, fokus penelitian membimbing dan mengarahkan secara tepat, data mana yang perlu dikumpulkan, data mana yang tidak relevan, tidak perlu dimasukkan ke dalam data yang sedang dikumpulkan (Moleong,2000:7). Perumusan masalah dan fokus penelitian sangat terkait sehingga dijadikan acuan dalam fokus penelitian, walaupun dapat berubah dan berkembang di lapangan, fokus penelitian ditinjau adalah macam dan intensitas strategi inovasi yang dilakukan IKM dan dampak kinerja dari strategi inovasi tersebut. Maka fokus penelitian seperti dibawah ini: a. Bagaimana karakteristik operasi IKM agroindustri di Kota Batu. b. Bagaimana bentuk dan intensitas strategi inovasi yang dilakukan IKM agroindustri di Kota Batu. c. Bagaimana hubungan antara strategi inovasi dan daya saing (kinerja) IKM agrobisnis di Kota Batu. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah primer dan sebisa mungkin sekunder. a. Data Primer Data ini berupa informasi tentang bentuk, karakteristik, dan intensitas strategi inovasi yang

Zainul Muchlas: Strategi Inovasi dan daya saing industri....... dilakukan oleh IKM. Adapun variabel strategi inovasi yang akan ditanyakan untuk memperoleh data mengacu pada model karakteristik strategi inovasi yang dikembangkan oleh Zahra dan Das (1993), yaitu orientasi kepemimpinan (komitmen pemimpin dalam mengembangkan IKM), tipe inovasi, sumber inovasi, dan tingkat inovasi yang dilakukan oleh IKM agroindustri selama ini. b. Dokumen Data ini berupa data sekunder baik yang telah didokumentasikan oleh pemilik IKM maupun yang telah dialami tetapi tidak dibukukan dengan alasan informasi tersebut dianggap kurang berguna bagi pengembangan IKM. Adapun variabel kinerja yang akan digunakan adalah kinerja keuangan dan kinerja operasional yang dikembangkan oleh Samson dan Terziovski (1999). Kinerja keuangan antara lain diukur dengan laba, pertumbuhan penjualan, ROI, efisiensi biaya produksi. Sedangkan kinerja operasional yaitu kualitas produk, pelayanan, kepuasan konsumen, perputaran produk. Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dengan melalui tahap-tahap seperti berikut: a. Wawancara mendalam (indepth Interview) dilakukan untuk memperoleh informasi dan mengungkap deskripsi tentang bagaimana karakteristik operasi IKM, strategi inovasi apa saja yang dilakukan, dan bagaimana dampak inovasi tersebut pada kinerja keuangan dan operasional, b. Pengamatan (Observation), untuk mengungkap dan memperoleh gambaran utuh dan sistematis tentang suasana dan stimulasi yang memotivasi dan mendorong berbagai strategi inovasi yang dilakukan oleh IKM. Demikian juga bagaimana kondisi dan situasi dinamis IKM kinerja yang nampak dari inovasi-inovasi tersebut, baik pada tataran operasi maupun sumber daya manusianya, c. Dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data sekunder, dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan inovasi dan kinerja IKM. Definisi dan Pengukuran Variabel 1. Orientasi kepemimpinan, Adalah indikasi orientasi kepemimpinan perusahaan dalam melakukan proses inovasi, apakah agresif atau tidak untuk merespon pasar. Salah satu pertanyaan misalnya tentang apakah IKM anda komitmen untuk terus melakukan inovasi, apakah karyawan anda siap dan mendukung, apakah inovasi dilakukan berdasarkan analisis yang matang, dan apakah IKM anda ingin menjadi terdepan dalam inovasi produk yang dihasilkan. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang diadaptasi dari Zahra dan Das (1993) yang terdiri dari 6 item pertanyaan dengan 5 skala likert. 2. Tipe inovasi proses dan produk,

3.

4.

5.

85

Inovasi proses adalah bentuk inovasi yang menekankan pada metode-metode baru dalam produksi dan operasi, intensif melakukan pengembangan teknologi yang sudah ada, dan melakukan pengembangan, mengembangkan proses-proses pananganan pasar yang ada. Sedangkan inovasi produk adalah hasil penciptaan dan pengenalan produk yang baru secara radikal atau modifikasi produk yang telah ada. Dalam tipe inovasi ini lebih menenkankan pada pengembanan produk untuk menarik konsumen, baik kemasan, rasa, maupun manfaat. Sehingga, produk yang dihasilkan mampu meningkatkan nilai (value) yang diterima oleh konsumen. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang diadaptasi dari Zahra dan Das (1993) yang terdiri dari 5 item pertanyaan dengan 5 skala likert. Sumber inovasi internal, Merupakan pemetaan sumber-sumber inovasi yang ada, apakah dilakukan berbasis pada kekuatan sumberdaya sendiri atau karena kaitannya dengan mitra bisnis dan pihak ketiga yang mampu mendorong munculnya inovasi. Sumber inovasi pertama diperoleh dari internal, antara lain diversifikasi rasa dan produk baru, sedangkan yang kedua bersumber pada eksternal, antara lain teknologi dan lisensi pihak ketiga. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang diadaptasi dari Zahra dan Das (1993) yang terdiri dari 6 item pertanyaan dengan 5 skala likert. Tingkat inovasi Merupakan ukuran intensitas inovasi dan karakteristik stadium inovasi. Intensitas inovasi diukur dengan seberapa sering IKM melakukan inovasi produk dan proses. Sedangkan, stadium inovasi diukur dari seberapa banyak sumbersumber daya yang digunakan, termasuk modalnya, untuk melakukan inovasi. Inovasi dengan sumber daya yang banyak dan mahal dikategorikan sebagai inovasi stadium tinggi dan jika hanya kecil maka dikelompokkan dalam stadium rendah. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang diadaptasi dari Zahra dan Das (1993) yang terdiri dari 6 item pertanyaan dengan 5 skala likert. Kinerja Adalah tingkat capaian hasil yang diperoleh IKM. Kinerja dikelompokkan menjadi 2 yaitu keuangan dan operasional. Kinerja operasional mencakup tingkat produktivitas, kualitas produk, pelayanan, kepuasan konsumen, perputaran produk, dan ketepatan produk sampai konsumen (ketepatan waktu dalam pengiriman barang). Sedangkan, kinerja keuangan diukur dengan perolehan laba, pertumbuhan penjualan, Return on Investment (ROI), efisiensi biaya produksi, dll. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang diadaptasi dari Zahra dan Das

86

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91 (1993) yang terdiri dari 4 item pertanyaan dengan 5 skala likert.

Hipotesis Penelitian H1 : Strategi inovasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja (daya saing) Usaha IKM di Kota Batu. H1a : Orientasi kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja (daya saing) IKM di Kota Batu. H1b : Tipe inovasi produk berpengaruh signifikan terhadap kinerja (daya saing) IKM di Kota Batu. H1c : Sumber inovasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja (daya saing) IKM di Kota Batu. H1d : Tingkat inovasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja (daya saing) IKM di Kota Batu. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik merupakan proses pengujian data hasil penelitian yang merupakan syarat kualitas sebelum dilakukan pengujian statistik parametrik. Uji parametrik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda (multiple regression analysis) berbasis pada program SPSS. Gujarati (1995) menyatakan bahwa suatu model regresi akan bisa dipakai apabila data-data yang akan diolah memenuhi syarat asumsi klasik. Asumsi klasik yang umum digunakan antara lain normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Akan tetapi, karena data penelitian ini merupakan data cross section dengan metode pengambilan data one shoot study, maka uji asumsi klasik yang digunakan hanya 3 uji, yaitu normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji autokorelasi tidak dipakai karena observasi hanya dilakukan sekali, sehingga tidak datanya tidak terjadi korelasi serial antara error term (variabel penganggu) rangkaian observasi dipengaruhi oleh faktor pengganggu antara satu pengamatan dengan pengamatan lainya. Pengujian Normalitas Asumsi tentang normalitas menyatakan bahwa faktor penganggu (residual) memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol, tidak berkorelasi, dan memiliki variasi yang konstan. Dalam literatur statistika, ada beberapa uji normalitas yang dapat digunakan, antara lain analisis terhadap kurtosis dan skewness, analisis one sample kolmogorov-smirnov test, dan menggunakan probability plot (p-plot). Suatu residual dikatakan tidak berdistribusi normal apabila nilai p-value atau asymp. Sig (2 tailed) < 0,05. Analisis regresi dapat dilakukan jika data residual tersebut memiliki distribusi normal. Multikolinearitas Model regresi dikatakan terkena multikolinearitas jika terjadi hubungan (korelasi) liniear sempurna atau pasti di antara beberapa atau

semua variabel independen. Analisis terhadap adatidaknya problema (masalah) multikolinearitas dapat dilakukan menggunakan ukuran nilai tolerance (TOL) atau nilai lawannya, yaitu variance inflation factor (VIF). Suatu variabel dikatakan apabila nilai TOL < 0,01 atau apabila nilai VIF lebih dari 10, sebab VIF diperoleh rumus 1/TOL. Apabila VIF dari suatu variabel melebihi nilai 10, maka dikatakan berkorelasi sangat tinggi atau terjadi gelaja multikolinearitas. Analisis regresi dapat dilakukan apabila antar variabel independen tidak terjadi multikolinearitas. Heteroskedastisitas Dalam ekonometrika, situasi dimana variansi (2) dari faktor pengganggu, V1 (erros term) adalah sama untuk semua observasi atas variabel independen (Xi) disebut dengan homoskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas disebabkan oleh karena variansi tiap-tiap unsur gangguan Ui tidak sama/konstan untuk semua variabel independen. Salah satu cara deteksi adalah dengan metoda Park (uji Glejser), bila dari hasil uji Glejser dibuktikan bahwa nilai t hitung regresi antara residual dengan masing-masing variabel independen lebih kecil dari t tabel, maka dalam model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastis. Analisis regresi dapat dilakukan apabila tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Teknik Analisis Data Model statistik yang diajukan untuk menjawab hipotesis yang diajukan adalah: Kinerja= α + 0 + 1OK + 2Tipe + 3Sumber + 4Tingkat + . Keterangan: Kinerja = Kinerja Usaha OK = Inovasi: Orientasi Kepemimpinan Tipe = Inovasi: Tipe Inovasi Sumber = Inovasi: Sumber Inovasi Tingkat = Inovasi: Tingkat Inovasi 0 = Konstan 1..4 = Koefisien regresi  = Error term Analisis dan Interpretasi Data Analisis data dilakukan dengan 3 metode, yaitu deskriptif kualitatif, kuantitatif, dan analisis interaktif (Miles dan Huberman, 1984) yang menggunakan perpaduan analisis data kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis pertama, deskriptif statistik, bertujuan untuk memetakan dan mendeskripsikan bagaimana karakteristik dan kondisi IKM sampel yang berada di Kota Batu. Analisis ini terdiri dari analisis sebaran IKM menurut informasi dan karakteristik tertentu, misalnya menurut kelompok dan jenis usaha, jenis kepemilikan, jumlah tenaga kerja, dan jumlah aset (modal) yang dimiliki. Hasil analisis ini menunjukkan bagaimana peta karakteristik IKM sampel tersebut. Analisis kedua yaitu menggunakan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan uji regresi berganda dengan menggunakan Statistical Package for Social

Zainul Muchlas: Strategi Inovasi dan daya saing industri....... Science (SPSS). Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi bagaimana hubungan antara berbagai bentuk dan tingkat inovasi yang dilakukan oleh IKM berpengaruh terhadap daya saing (kinerja) nya. Juga untuk mengetahui bagaimana bentuk hubungan dan tingkat hubungan antara tipologi inovasi tersebut dengan kinerja IKM. Interpretasi data dan keputusan yang diambil dari data statistik dilakukan baik secara individual (uji t) maupun secara simultan (uji F). Keputusan adanya pengaruh signifikan variabel independen (jadi prediktor) terhadap variabel dependen dilihat melalui analisis p-value (sig). Apabila nilai sig di bawah 0,05 (tingkat signifikansi ditetapkan), maka Ha diterima atau memang benarbenar terjadi hubungan pengaruh signifikan variabel strategi inovasi terhadap kinerja (daya saing) IKM. Hasil analisis ini memberi dukungan informasi kepada para pengambil kebijakan tentang bagaimana mengembangkan faktor-faktor prediktor tersebut dalam terus mendorong inovasi dan akhirnya meningkatkan kinerja IKM. Analisis ketiga dilakukan dengan menggunakan metode interaktif yang dikenalkan oleh oleh Miles dan Huberman (1984:23). Model ini menyatakan bahwa analisis penelitian terdiri dari 4 alur kegiatan yaitu : data collection/pengumpulan data, data reduction/reduksi data, data display/ penyajian data, dan penarikan simpulan, yang mencakup penggambaran atau versifikasi. Berdasarkan pengertian di atas bahwa data yang terkumpul direduksi berupa pokok temuan penelitian yang relevan dengan permasalahan. Selanjutnya disajikan data baik dalam bentuk teks, grafik, dan bagan kemudian ditarik keseimpulan sementara. Hasil kesimpulan sementara untuk selanjutnya dilakukan verifikasi. Kegiatan analisis interaktif tersebut terus menerus berinteraksi dan berputar selama proses penelitian berlangsung sampai peneliti memperoleh makna dari masalah yang dikaji atau dibahas dalam penelitian. Sistim kerja teknik analisis model interaktif adalah sebagai berikut: Gambar 2. Sistem kerja teknik analisis interaktif

Sumber: Miles & Hubermann, “Analisa Data Kualitatif”, 1992. Analisis data penelitian ini menggunakan Interactive Model of Analysis, bergerak pada tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman,1992:20) analisis dilakukan dalam bentuk interaktif kegiatan pengumpulan data sebelum, selama

87

proses berlangsung, sesudah pengumpulan data selesai dengan waktu yang tersisa, penelitian ini konsisten dengan teknik analisis jika terdapat kekurangan data untuk kemantapan kesimpulan peneliti kembali ke lokasi guna pengumpulan data pendukung. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data „kasar‟ catatan tertulis di lapangan merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan dapat ditarik dijelaskan, dengan reduksi data dapat menyederhanakan data kualitatif, mentranformasikannya melalui seleksi ketat, melalui ringkasan, menggolongkannya dalam pola yang lebih luas. Dalam penelitian ini segala sesuatu ditentukan hasil akhir pengumpulan data yang mencerminkan keadaan sebenarnya di lapangan, pola pemikiran kualitatif bersifat empirical induktif. HASIL PEMBAHASAN PENELITIAN Gambaran Umum Kota Batu Kota Batu adalah kota administratif kedua di Propinsi Jawa Timur setelah Kota Jember. Kelahiran kota baru ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 1993 tentang peningkatan status kecamatan Batu menjadi Kotatif Batu yang terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Batu (wilayah pusat), Kecamatan Bumiaji (wilayah utara), dan Kecamatan Junrejo (wilayah selatan). Pada Tanggal 8 Mei 2002, Batu resmi berubah status menjadi Pemerintah Kota Batu, setelah hampir 8 tahun menjadi Kota Administratif. Bersemboyan BERAMAL (Bersih, Elok, Rapi, Aman, Manusiawi, Agroindustri, dan Lestasi), Kota Batu memiliki visi sebagai kota pertanian, pariwisata, dan pendidikan yang dikenal dengan tri asa Kota Batu. Ketiga visi tersebut saling mendukung, dimana sektor pertanian mendukung pariwisata baik sebagai agrowisata maupun sebagai daya dukung wisata melalui produk-produk khas batu. Sedangkan, pendidikan diarahkan pada pengembangan pertanian yang menjadi daya dukung jangka panjang terhadap pengembangan sektor pariwisata.

Kebijakan industri pertanian (agro-industri) juga dilakukan secara intensif. Data yang diperoleh dari Disperindag menunjukkan bahwa pembangunan sentra-sentra industri yang berbasis pada hasil produk-produk lokal Kota Batu juga gencar dilakukan. Salah satunya adalah pengembangan jumlah sentra industri yang saat ini mulai tersebar ke 2 kecamatan yang lain, yaitu Batu dan Bumiaji. Sebelumnya, sentra industri ini masih terpusat di Kecamatan Junrejo yang mencapai 9 sentra industri kecil dengan 135 unit usaha. Sentra industri ini mampu menyerap 371 tenaga kerja masyarakat sekitar Batu. Pada 2 kecamatan yang lain memang masih cukup baru, sehingga masih hanya ada 1 sentra industri kecil dengan sebaran 21 unit usaha di Kecamatan Batu dan 13 usaha di Kecamatan Bumiaji. Total jumlah sentra IKM di Kecamatan Batu adalah sebesar 11 sentra IKM dengan jumlah unit usaha sebesar 169 buah dan daya serap tenaga kerja sebanyak 439 orang. Jumlah ini memang tergolong

88

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91

masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan penduduk Kota Batu yang berjumlah 172.015 jiwa terdiri tersebar di Kecamatan Batu 80.528 jiwa, Kecamatan Bumiaji 51.054 jiwa dan Kecamatan Junrejo 172.015 jiwa. Namun demikian, jumlah IKM di Kota Batu tergolong cukup tinggi apabila dibandingkan dengan jumlah industri secara keseluruhan yang berjumlah 194 buah. Jumlah industri non formal mencapai 169 (87,1%) dan industri formal hanya berjumlah 25 buah atau sekitar 12,9%. Sektor industri non formal (IKM) juga menyerap tenaga kerja yang jauh lebih banyak, yaitu sekitar 439 orang dibandingkan dengan industri formal yang hanya 183 orang. Dilihat dari nilai produksi, industri formal dan non formal hampir sama, yaitu 14.235 juta untuk industri formal dan 14.577 untuk industri non formal. Dari data tersebut dapat ditafsirkan bahwa sektor IKM di Kota Batu memiliki peran yang sangat besar dan tinggi bagi pengembangan ekonomi daerah/lokal. Kontribusi sektor IKM yang tinggi menunjukkan bahwa sektor ini sangat potensial menjadi pilar penyangga ekonomi bagi sektor-sektor yang lain yaitu pariwisata dan pertanian. Gambaran Umum Obyek Penelitian Jumlah sampel IKM akhir (data final) yang berhasil dikumpulkan sebanyak 58 IKM. Sampel awal yang berhasil diperoleh oleh tim lapangan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi UMM adalah sebanyak 78 buah. Setelah dilakukan evaluasi dan sortir diperoleh 8 responden yang data identitasnya tidak lengkap dan 12 responden yang jawabannya tidak lengkap. Deskripsi selengkapnya dari responden yang berhasil menjadi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut: Sebaran IKM sampel secara merata secara proporsinal untuk setiap Kecamatan. Di Kecamatan Junrejo IKM sampel yang berhasil dikumpulkan sebanyak 29 buah yang terdiri dari 21 IKM makanan dan 8 IKM kerajinan. Sedangkan di Kecamatan Bumi-aji sebanyak 12 IKM yang terdiri dari 8 makanan dan 4 tanaman. Untuk Kecamatan Batu terkumpul responden sebanyak 17 sampel yang terdiri dari 14 IKM tanaman dan 3 IKM kerajinan. Sedangkan untuk kepemilikan IKM berdasarkan jenis kelamin, maka untuk Kecamatan Junrejo responden laki-laki pengelola IKM sebanyak 20 orang dan yang dikelola perempuan 8 buah. Kemudian, di Kecamatan Bumiaji sebanyak 9 IKM dikelola dan dimiliki laki-laki dan 4 IKM yang dikelola oleh perempuan, dan terakhir Kecamatan Batu sebanyak 10 buah IKM dikelola oleh kaum perempuan dan sisanya, yaitu 7 IKM yang dikelola oleh kaum laki-laki.

Tabel 1: Data Responden Menurut Jenis Usaha dan Pengelola

Sumber diolah: Disperinddag Kota Batu

Dari informasi responden tersebut di atas, maka dapat diperoleh simpulan bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik IKM unggulan dan potensial. Keunggulan ini tentu sangat terkait dengan posisi wilayahnya dalam menopang sektor pariwisata di Kota Batu. Di Kecamatan Batu misalnya, posisi strategis yang ada di tengah kota, IKM yang ada didominasi oleh kelompok tanaman terutama tanaman hias. Hal ini sangat masuk akal, sebab selain mendukung kota pariwisata secara langsung, kondisi geografis memungkinkan penduduk Kecamatan Batu mengembangbiakkan tanaman hias tertentu yang sulit untuk dikembangkan di daerah lain. Sedangkan di Kecamatan Junrejo, IKM lebih didominasi oleh kelompok makanan yang berbasis pada produkproduk lokal, antara lain singkong dan pisang. Sedangkan di Kecamatan Bumiaji yang letaknya lebih tinggi dan pegunungan, maka IKM makanan yang berkembang lebih ke jamur dan kripik apel. Sedangkan karakteristik responden yang terkait dengan jumlah tenaga kerja dan modal menunjukkan bahwa 1) jumlah tenaga kerja rata-rata setiap IKM adalah 7,7 orang dengan standar deviasi sebesar 16,71. Nilai ini berasal dari jumlah maksimum tenaga kerja perusahaan sebanyak 125 orang dan jumlah minimum 1 orang. Data ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja dari 58 responden memiliki sebaran yang tinggi atau dengan kata lain variasi jumlah tenaga kerja antar IKM sangat tinggi dan cukup jauh perbedaannya. Ada IKM yang memiliki banyak tenaga kerja banyak, sampai 125 orang dan sebaliknya juga banyak IKM yang memiliki tenaga kerja hanya 1 orang. Tabel 2: Data Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja dan Modal

Sumber diolah: Disperinddag Kota Batu Hal yang sama juga ditunjukkan oleh jumlah modal yang dimiliki oleh IKM. Nilai rata-rata modal responden sebesar Rp. 112.382.759,- dengan standar deviasi sebesar Rp.230.334.164,-. Apabila dilihat dari nilai maksimum modal IKM yaitu sebesar Rp.1.000.000.000 dan nilai minimum modalnya Rp.1.000.000,-, maka nampak sekali jika sebaran dan variasi posisi dan kepemilikan modal antar IKM sangat besar dan tinggi. Banyak IKM yang memiliki akumulasi modal yang tinggi dan sebaliknya tidak sedikit IKM yang hanya memiliki modal beberapa puluh juta. Data ini menunjukkan bahwa telah terjadi ketimpangan kepemilikan modal antar IKM, sehingga perlu diambil suatu kebijakan yang kondusif bagi pemerataan akses modal. Kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah Kota Batu dengan data tersebut yaitu 1) harus

Zainul Muchlas: Strategi Inovasi dan daya saing industri....... dilakukan pembinaan yang intensif ke beberapa IKM yang masih sangat kecil dan menggunakan tenaga kerja yang subsisten. Pembinaan ini dilakukan agar IKM dapat meningkatkan omset produksi dan akhirnya mampu meningkatkan daya serap tenaga kerja masyarakat sekitarnya. Kebijakan 2) adalah harus adanya regulasi/kebijakan yang mengatur pemerataan akses modal kepada IKM tersebut. IKM yang masih bermodal sangat kecil sebaiknya diberikan skim kredit tertentu dengan bunga rendah agar mampu mening-katkan produksinya, sehingga dapat meningkatkan kapitalisasi modal dan usahanya. Hal lain yang perlu dibenahi adalah 3) harus adanya kebijakan pembentukan kluster-kluster IKM atas produk yang memiliki kaitan ke depan dan ke belakang, sehingga mampu untuk meminimalisasikan biaya transaksi dan produksi karena membeli secara kolektif. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk menguji bagaimana karakteristik jawaban respoden berkaitan dengan berbagai jawaban terhadap pertanyaan hubungan inovasi dan kinerja (daya saing) IKM di Kota Batu. Analisis statistik deskriptif yang dilakukan yaitu analisis terhadap rata-rata jawaban responden untuk nilai minimum, maksimum, mean dan median. Data lengkap hasil olah data statistik deskriptif dapat disimpulkan berikut ini: Analisis statistik deskriptif terhadap jawaban responden menunjukkan bahwa nilai rata-rata jawaban responden di atas 2,5 (setengah dari 5 poin). Hal ini berarti jawaban responden adalah di atas nilai cukup atau responden memilih jawaban yang cukup setuju dengan berbagai pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Adapun rata-rata dari masing-masing jawaban variabel tersebut adalah, variabel kepemimpinan 3,42 dengan standar deviasi adalah 0,85. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai standar deviasi masih di bawah 30% dari rata-rata, sehingga dapat disimpulkan bahwa jawaban responden mengelompok di antara nilai rata-rata. Dengan kata lain kecenderungan jawaban responden tentang suatu variabel adalah sama, begitu juga ke emapat variabel lainnya. Pengujian Asumsi Klasik Berdasarkan hasil uji analisis statistik untuk asumsi klasik, maka dapat diperoleh kesimpulan 1) Uji kolmogorov-smirnov menunjukkan bahwa residual data hasil penelitian memiliki distribusi normal, 2) uji multikolinearitas dengan VIF dan tolerance menunjukkan bahwa antara variabel yang independen tidak memiliki hubungan (korelasi) yang sempurna, 3) Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan bahwa tidak ada korelasi serial diantara disturbance terms, sehingga data variabel antar hasil observasi terjadi independen (tidak terjadi autokorelasi), dan 4) pengujian terhadap heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser yang menunjukkan terjadi kesamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Maka, simpulan yang dapat

89

diambil adalah bahwa data penelitian dapat diolah lebih lanjut dengan alat statistik regresi linier berganda. Pengujian Hipotesis Hipotesis pertama (H1) menyatakan bahwa strategi inovasu berpengaruh signifikan terhadap kinerja (daya saing) IKM di Kota Batu. Hasil pengujian statistik regresi linier berganda secara simultan pada lampiran 6 menunjukkan nilai t hitung sebesar 22,948 dan nilai p-value (sign) sebesar 0,000. Nilai ini berada jauh di bawah tingkat signifikansi yang ditetapkan peneliti dalam ilmu sosial yaitu 5%. Hasil ini berarti Ha diterima atau dengan kata lain strategi inovasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja IKM di Kota Batu. Inovasi terbukti menjadi salah satu variabel prediktor bagi IKM untuk meningkatkan kinerja dan daya saing IKM agroindustri. Melihat hasil ini, maka pemerintah Kota Batu harus terus dan selalu memberikan stimulasi kebijakan kepada IKM agar dapat terus melakukan pengembangan strategi inovasi dalam mencapai kinerja yang tinggi. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap masing-masing strategi terhadap kinerja IKM (uji individual) terhadapo ke-4 variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Hipotesis H1a menunjukkan bahwa orientasi kepemimpinan berpengaruh signi-fikan terhadap kinerja (daya saing) IKM di Kota Batu. Pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 2,537 atau nilai p-value (sig) sebesar 0,014. Hasil nilai sig ini berada di bawah taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa orientasi kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja IKM. Selanjutnya, melalui analisis terhadap nilai beta maka dapat dilihat bahwa nilai tersebut adalah positif. Hal ini berarti bahwa hubungan antara variabel independen dan dependen adalah positif. Simpulan manajemen yang dapat diambil adalah bahwa orientasi kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja IKM di Kota Batu. Melihat hasil ini maka dapat dipastikan bahwa kepemimpinan merupakan prediktor determinan bagi kinerja IKM di Kota Batu. Berbagai pelatihan bagi IKM dengan demikian harus terus ditumbuhkembangkan dan dilakukan agar pemilik/pengelola IKM dapat memiliki motivasi dan pandangan luas dalam mengembangkan usaha.

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Variabel dependen : Kinerja IKM Hipotesis alternatif kedua (H1b) yaitu bahwa tipe inovasi berpengaruh terhadap kinerja IKM. Pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 4,750 atau nilai p-value (sig) sebesar 0,000. Hasil nilai sig ini berada di bawah taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tipe inovasi berpengaruh terhadap kinerja IKM. Selanjutnya, melalui analisis

90

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2 Agustus 2015: 78 - 91

terhadap nilai beta maka dapat dilihat bahwa nilai tersebut adalah positif. Hal ini berarti bahwa hubungan antara variabel independen dan dependen adalah positif. Simpulan manajemen yang dapat diambil adalah bahwa tipe inovasi yang dipilih oleh IKM berpengaruh positif terhadap kinerja IKM di Kota Batu. Melihat hasil ini maka dapat dipastikan bahwa pilihan yang tepat terhadap tipe inovasi merupakan prediktor determinan bagi kinerja IKM di Kota Batu. Berbagai pelatihan bagi IKM dengan demikian harus terus dilakukan, terutama strategi dan teknik inovasi bagi IKM, sebab hal ini akan mampu memberikan inspirasi dan kemampuan IKM untuk tepat dan efisien dalam memilih strategi inovasi IKM nya. Hipotesis alternatif kedua (H1c) yaitu bahwa sumber inovasi berpengaruh terhadap kinerja IKM. Pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 1,575 atau nilai p-value (sig) sebesar 0,121. Hasil nilai sig ini berada di atas taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotesis alternatif (H1c) ditolak atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sumber inovasi tidak berpengaruh terhadap kinerja IKM. Hasil ini memberikan masukan bagi perusahaan untuk selalu kreatif melakukan inovasi berdasarkan apa kekuatan dan keunggulan yang dimiliki dirinya dan tidak hanya meniru model inovasi dari IKM yang lain.

Hipotesis yang terakhir adalah hipotesis alternatif untuk variabel keempat (H1d) yaitu bahwa tingkat inovasi berpengaruh terhadap kinerja IKM. Pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar -1,768 atau nilai p-value (sig) sebesar 0,083. Hasil nilai sig ini berada di atas taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (H1d) ditolak atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tingkat inovasi tidak berpengaruh terhadap kinerja IKM. Hasil ini memberikan masukan bagi IKM bahwa kategori dan level inovasi tidak penting bagi IKM. Inovasi IKM tidak harus dilaku-kan dengan teknologi yang mahal dan tinggi, karena hasil empiris menunjukkan bahwa hal tersebut tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja IKM. Hasil ini sekaligus juga menyakinkan IKM bahwa inovasi bukanlah tergantung pada mahal dan tidaknya teknologi yang digunakan, tetapi tergantung pada ketetpatan pilihan inovasi yang dilakukan oleh IKM. Oleh karena itu IKM harus mampu terus menggali potensi-potensi lokal dan kapasitas-kapasitas produknya agar dapat terus melakukan inovasi yang sesuai dengan karakteristik produknya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini memberi 2 kesimpulan, yaitu umum dan khusus. Kesimpulan umum menunjukkan bahwa inovasi adalah proses yang sangat penting dan jika dilakukan dengan berdasarkan pada visi ke depan tentang produk tersebut dan tepat sesuai dengan karakteristik produk dan usaha, maka terbukti dapat meningkatkan kinerja IKM. Adapun kesimpulan khusus dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

1.

2.

3.

4.

IKM di Batu secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu IKM makanan, tanaman, dan kerajinan. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa pilihan usaha IKM sangat mendukung posisi Kota Batu sebagai Kota Pertanian, Pariwisata, dan Pendidikan khususnya pendidikan agrowisata. Simpulan ini didukung dengan sebaran usaha yang mengikuti posisi geografis Kota Batu, yaitu untuk Kecamatan Kota Batu (tengah kota) lebih didominasi oleh IKM tanaman, sedangkan untuk Kecamatan Junrejo (yang relatif jauh dari kota) didominasi oleh usaha kerajinan. Karakteristik ini sudah mengacu pada model sistem kluster industri, sehingga diharapkan akan menjadi lingkungan industri kecil yang produknya efisien dan efektif. Variasi karakteristik IKM sangat tinggi yang ditunjukkan dengan sebaran data dari berbagai sumber-sumber daya IKM yang ada, antara lain jumlah tenaga kerja dan jumlah permodalan. Banyak IKM yang modalnya sudah sampai 1 milyar, sebaliknya banyak juga yang baru 1 juta. Data menunjukkan bahwa rata-rata aset IKM adalah Rp. 112.382.759,- dengan standar deviasi Rp. 230.334.164. Data ini menunjukkan bahwa IKM sebaran data jumlah modal IKM sangat tinggi dan adanya perbedaan yang tinggi (tajam) antara kekuatan modal IKM. Hasil pengujian secara simultan (uji F) terhadap 4 variabel menunjukkan bahwa ke-4 variabel tersebut terbukti berpengaruh signifikan terhadap kinerja IKM. Apabila ke-4 variabel tersebut bersama-sama diuji, maka akan saling mempengaruhi untuk menjadi prediktor yang signifikan pada taraf 1%. Akan tetapi, secara individual (uji t) dari ke-4 variabel prediktor, terbukti hanya 2 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja IKM, yaitu variabel inovasi berdimensi kepemimpinan dan tipe inovasi. Kedua variabel ini membuktikan bahwa inovasi akan dapat mendukung kinerja apabila pemimpin memiliki visi dan didukung penuh oleh seluruh karyawan organisasi, serta jika inovasi dilakukan sesuai dengan karakteristik produk yang dimiliki. Temuan ini didukung oleh 2 variabel lainnya yaitu sumber inovasi dan tingkat inovasi yang menunjukkan tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa inovasi IKM tidak boleh meniru inovasi IKM yang lain dan tidak perlu menggunakan teknologi yang mahal. Inovasi dapat dilakukan atas dasar kreativitas pemilik sesuai dengan karakteristik produk dan dilakukan dengan teknologi yang murah dan sederhana, tidak perlu mahal.

Saran 1.

Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan obyek baru dan penambahan variabel baru, sehingga hasilnya akan memiliki tingkat generalisasi yang tinggi untuk seluruh IKM.

Zainul Muchlas: Strategi Inovasi dan daya saing industri....... 2.

Adanya kebijakan dari pemerintah daerah untuk terus melakukan pelatihan dan pendidi-kan bagi IKM terutama menyangkit strategi inovasi. Lebih khusus, pemerintah harus mampu menstimulasi agar IKM memiliki keyakinan diri bahwa kepemimpinan adalah pilar dari kesuksesan inovasi dan inovasi dapat dilakukan dengan teknologi yang serderhana dan tidak usah terlalu mahal.

Daftar Pustaka 1. AgroEkonomi. 2006. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 2, pp.146-164. 2. Ambrosio, E.M. 1991. Guidelines for the design of an innovation strategy, Internasional Journal of Technology Management, 5: 113-122. 3. Brill, P.L., and Richard, W. 1997. The Four Level of Corporate Charge. Amacom. New York. 4. Cooper, R.D., dan Emory, W.C. 1995. Business Research Method. Fifth Edition. Irwin USA. 5. Deshpande, R., Farley, and Webster, F.E. 1993.

6. 7. 8.

9. 10.

11. 12.

13.

14.

15.

16.

Corporate Culture, Consumer Orientation, and Innovativeness, European Journal of Innovation Management, 5, pp. 4-17. Fernandez, M.A., 2001. Innovation Processes in an Accident and Emmergency Department, European Journal of Innovation Management, 4, pp.664-687. Flaherty, M. 1996. Global Operations Management, McGraw-Hill Companies, USA. Fras Hero, 2010, Inovasi Bisnis dalam Peluang Pengembangan Usaha , http://heropurba.blogspot.com/2010/09/inovasi-bisnisdalam-peluang.html diakses 14 Juni 2012. Friedman, John, 1992. Empowerment; The Politic and Alternative Development, Black Well Publisher, Cambridge, Massachusetts, 02142 USA. Hamel, Gary at al, 1998, Strategic Flexibility, Managing in a Turbulent Environment.John Wiley & Sons, Ltd, Chischester, England Website: http://www.wiley.co.uk ; http://www.wiley.com Kementerian KUMK.2006. http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_cont ent& task= view&id= 25&item=43 [16/08/06]. Kaballu, Obed Umbu, dan Kameo, Daniel. (2000). ”Strategi Bertahan Usaha Kecil dalam menghadapi krisis ekonomi: Studi pada Industri Kecil Konveksi di Salatiga”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Dian Ekonomi, Volume VII Nomor 2, September 2001, FE-UKSW, Salatiga. Kumar, V., Simon, A., & Kimberley, N. 2000. Strategic Capabilities Which Lead to Management Consulting Success in Australia. Management Decision, 38, pp.24-35., Lawless, M.W., and Anderson, P.C. 1996. Generating Techonogical Change: Effect of Innovation and Loyal Rivarly on Performance. Academy Menegement Journal 39, pp. 1185-1217. Lee, C., Lee, K., and Pennings, M.J. 2001. Internal Capabilities, External Networks, and Performance: A Study on Tecnology Based Ventures. Strategic Management Journal, 22, pp.615-640. Li, Haiyang, 2001. How Does New Ventures Straegy Matter In The Environemnt-Performance Relationship. Journal of High Technology Management Research, 12. pp. 183-204.

91

17. Makadok, R. 1998. Can First Mover and Early Mover

18. 19. 20. 21. 22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

Advantages Be Sustained In an Industry With Low Barriers To Entry/Imitation. Strategic Management Journal, 19, pp.883-696. Miles, Mattew B and Michael Huberman, 1985. Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia Press. Jakarta. Moleong, Lexy, J, 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosda Karya, Jakarta. Murni, T., 2000. Pengaruh Strategi Inovasi Terhadap Kinerja Keuangan Pada Industri Kecil dan Menengah (IKM) di DIY. Tesis UGM tidak dipublikasikan. Nagi, R, 1994. Pengembangan Produksi dan SDM, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Pakpahan, A., H. Kartodihardjo, R. Wibowo, H. Nataatmadja, S. Sadjad, E. Haris, dan H. Wijaya. 2005. Membangun Pertanian Indonesia: Bekerja Bermartabat dan Sejahtera. Cetakan Kedua. Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor. 207 hlm. Perry, Geoff, and Polsarum, Pussadee. 2002. The Determinants of Retail Small and Medium Enterprises (SME) Success in Thailand, International Seminar Paper, PPs-Universitas Muhammadiyah Batu. Ravichandran, T. 2000. Redefining Organizational Innovation: Toward Theoritical Advancement, Journal of High Technolgical Management Research 10, pp.243-274. Roberts, P.W. 1999. Product Innovation, Product Market Competition and Persistent Profitability in US Phamacetical Industry, Startegic Management Jorunal 20, pp. 655-670. Samson, dan Terziovski, M. 1999. The Relationship Between Total Quality Management Practices and Operational Performance. Journal of Operation Management, 17, pp. 393-409. Sharma, B, dan Fisher, T. 1997. Functional Strategies and Competitiveness: An Empirical Analysis Using Data From Autralian Manufacturing, Benchmarking of Quality Management and Technology, 4, pp.286296. Strauss, Anselen dan Juliet Corbin 1990. Basis of Quality Research Grounded Theory Procedure and Techniques, diterjemahkan, Dasar-Dasar dan Prosedur Penelitian Kualitatif, Teknik dan Teori Grounded, Newbury Park London, NewDelhi.

29. Zahra, S.A. and Das, S.R. 1993. Innovation Strategy and Financial Performance In Manufactruing Companies: An Emprirical Study, Production and Operation Management 2, pp.15-37. 30. Rahmani, Eny (2003) Pengaruh Strategi Inovasi Terhadap Kinerja Organisasional Perusahaan Manufaktur Di Indonesia, Tesis UGM tidak dipublikasikan. 31. Wijono, W. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro sebaga Salah Satu Pilar Ekonomi Bangsa, Jurnal Ekonomi Kerakyatan. SWA Volume 4 No 3