STUDI KEMAMPUAN VAKSIN AKTIF ND-IB: PEMBENTUK

Download divaksin dengan vaksin hidup Newcastle Disease-Infectious Bronchitis (ND-IB) .... Pesatnya pertumbuhan peternakan unggas di Indonesia terut...

1 downloads 431 Views 1MB Size
STUDI KEMAMPUAN VAKSIN AKTIF ND-IB: PEMBENTUK KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN VIRUS IB PADA AYAM PEDAGING

FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB pada Ayam Pedaging adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Fitri Luthfianti Nur Annisaa NIM B04090154

ABSTRAK FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA. Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB pada Ayam Pedaging. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur respons kebal ayam yang divaksin dengan vaksin hidup Newcastle Disease-Infectious Bronchitis (ND-IB) (LaSota H-120), serta gejala klinis dan gambaran patologi-anatomi pada ayam yang ditantang dengan virus IB isolat lapang. Penelitian menggunakan 100 ekor ayam pedaging yang dibagi menjadi 4 kelompok. Dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus IB pada hari ke-1 dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Delapan puluh ekor sisanya dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 20 ekor (K1, K2, K3, dan K4). Kelompok K1 dan K2 tidak divaksinasi. Kelompok K3 dan K4 divaksinasi pada umur 2 hari. Penantangan dilakukan pada kelompok K1 dan K3 pada hari ke-14 (12 hari setelah vaksinasi). Sampel darah dari kelompok yang tidak divaksinasi dan divaksinasi diambil pada hari ke-7, 14, dan 22. Hasil penelitian menunjukkan ayam yang diamati memiliki titer antibodi asal induk yang tinggi. Vaksinasi secara tetes hidung dan mulut yang diberikan pada hari ke-2 tidak mampu menginduksi kekebalan antibodi pada batas nilai perlindungan. Vaksinasi pada kelompok yang ditantang dapat mengurangi munculnya gejala kelemahan dan kerusakan pada kantung udara. Kemunculan gejala klinis dan perubahan patologi-anatomi lebih parah terjadi pada kelompok yang tidak divaksinasi. Kata kunci: ayam pedaging, ELISA, Infectious Bronchitis, LaSota H-120, vaksin

ABSTRACT FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA. Study on Protection to Infectious Bronchitis Virus Provide by ND-IB Lived Vaccine on Broiler. Supervised by SRI MURTINI and RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO. Objective of the study is to measure the antibody titer, clinical sign, and post mortal lesion of broilers vaccinated with Newcastle Disease-Infectious Bronchitis (ND-IB) live vaccine (LaSota H-120) and challenge with Infectious Bronchitis virus (IBV) field isolates. As much as 100 DOCs were use in this study. The maternal antibody derivates were taken from 20 broilers on the 1st day of experiment. The rest of the broilers divided into 4 groups (K1, K2, K3, and K4). Each group consisted 20 broilers. Group K1 and K2 were unvaccinated. Group K3 and K4 were vaccinated on the 2nd day according to the manufacturer procedure. Blood samples from unvaccinated and vaccinated group were taken on 7th, 14th, and 22nd day. Antibody titer was measured by using enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Challenge was carried out on 14th day (12th day post vaccination) to group K2 and K4. The result showed that chickens have high maternal antibody titer. The combination of intranasal and oral vaccination was

not able to produced protective antibody against IB. Vaccination was able to reduced lethargy sign and cloudy airsacs. The clinical signs and post mortal lesions were more severe on K2 group than K4 group. K e y w o r ds: vaccine

broiler, ELISA, Infectious Bronchitis, LaSota H-120,

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN AKTIF ND-IB: PEMBENTUK KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN VIRUS IB PADA AYAM PEDAGING

FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Skripsi

Nama NRP

: Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB pada Ayam Pedaging. : Fitri Luthfianti Nur Annisaa : B04090154

Disetujui oleh

Dr drh Sri Murtini, MSi Pembimbing I

Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS Pembimbing II

Diketahui

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi

Nama NRP

Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB pada Ayam Pedaging. Fitri Luthfianti Nur Annisaa B04090154

Disetujui oleh

Dr drh Sri Murtini, MSi Pembimbing I

Tanggal Lulus:

tl 9 SEP lQU

Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS Pembimbing II

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang diangkat untuk skripsi ini adalah Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB pada Ayam Pedaging. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Sri Murtini, MSi selaku dosen pembimbing skripsi I dan Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS selaku dosen pembimbing skripsi II dan dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan, nasihat, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh Abdul Gani Amri Siregar, MS selaku dosen penilai dalam seminar, serta Dr drh Sus Derthi Widhyari, MSc dan drs Pudji Achmadi, MS selaku dosen penguji dalam UASKH. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada drh Okti Nadya Poetri, MSc, drh Ni Luh Putu Ika Mayasari, PhD, drh Linatul Musyafa’ah, drh Vivi Maryuni, Megasari Kusuma, SKH, Pak Nur, Mas Wahyu, dan Pak Lukman, atas bantuan, dorongan, masukan selama pengumpulan dan pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan adik atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini. Selanjutnya ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman sepenelitian (Jati, Yuliani, Wilyanti, Denny, Muhyar, Chiko), sahabat-sahabat terdekat (Alifiana, Anggina, Feni, Syifak, Febriani, Uzi, Yana), dan teman-teman seangkatan Geochelone 46 yang samasama berjuang dalam menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013 Fitri Luthfianti Nur Annisaa

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat

4

Alat dan Bahan

4

Metode Penelitian

4

Analisis Statistik

6

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

6

Pembahasan

8

Titer Antibodi

8

Gejala Klinis

10

Patologi Anatomi

11

PENUTUP Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6

Interpretasi hasil uji ELISA 6 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus IB 7 Gejala klinis ayam divaksin dan ditantang virus IB 7 Pengamatan perubahan patologi anatomi ayam yang ditantang virus IB 8 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan divaksin, namun ditantang virus IB 10 Evaluasi perbandingan antara kelompok K2 dan K4 terhadap kondisi titer antibodi, gejala klinis, dan patologi anatomi 12

DAFTAR GAMBAR 1 2

Diagram alir Rataan titer antibodi setiap kelompok

5 7

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Titer antibodi asal induk (hari ke-1) Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi (hari ke-7) Titer antibodi kelompok divaksinasi (hari ke-7) Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi (hari ke-14) Titer antibodi kelompok divaksinasi (hari ke-14) Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan tidak ditantang (hari ke-22) Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan ditantang (hari ke-22) Titer antibodi kelompok divaksinasi dan tidak ditantang (hari ke-22) Titer antibodi kelompok divaksinasi dan ditantang (hari ke-22) Rataan titer antibodi setiap kelompok

15 15 16 16 17 17 18 18 19 19

PENDAHULUAN Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan peternakan unggas di Indonesia terutama ayam tidak terlepas dari penyakit-penyakit yang menyerangnya. Penyakit-penyakit ini menimbulkan kendala dan kerugian bagi para peternak. Infectious Bronchitis (IB) merupakan salah satu penyakit yang menyerang sistem pernapasan (Tarmudji 2005). Penyakit IB disebabkan oleh virus Infectious Bronchitis yang termasuk genus Coronavirus dan famili Coronaviridae. Partikel virus IB berbentuk pleomorphic dan memiliki envelop (selaput luar) dengan diameter 90–200 nm. Virus IB merupakan virus RNA rantai tunggal, sehingga virus mudah mengalami mutasi dan perubahan antigenik (Untari et al. 2003). Serotipe virus IB yang ditemukan di Indonesia adalah Massachussets dan Connecticut, serta virus IB varian yang tidak termasuk dalam salah satu dari kedua serotipe yang disebutkan sebelumnya (Darminto 1999). Variasi serotipe dan varian virus IB terbentuk melalui mutasi titik, insersi, delesi dan rekombinasi RNA (Dharmayanti et al. 2003). Terdapat tiga macam protein struktural pada virus IB, yaitu protein nucleocapsid (N), glikoprotein membran (M), dan glikoprotein spike (S). Glikoprotein spike terletak pada permukaan virion dan terdapat dalam dua subunit, yaitu S1 dan S2. Protein S1, S2 , M, dan N merupakan protein yang dapat menimbulkan respon antibodi pada tubuh ayam yang terinfeksi virus IB (Indriani dan Darminto 2000a). Protein S1 merupakan bagian dari virus IB yang menentukan serotipe. Serotipe baru virus IB terbentuk karena perubahan komposisi asam amino pada protein spike namun sebagian besar genom virus tidak berubah (Cavanagh et al. 1992). Virus IB bertahan lebih lama pada pH 11. Selain itu, virus juga bersifat sangat labil dan sensitif terhadap bahan-bahan yang bersifat lipolitik, panas, serta berbagai jenis desinfektan. Pada umumnya virus IB akan inaktif pada suhu 56°C selama 15 menit dan 45°C selama 90 menit (King dan Cavanagh 1991). Ayam merupakan unggas yang rentan dengan virus IB dan dapat terserang pada setiap tingkatan umur (Butcher et al. 2002). Penyakit yang ditimbulkan virus IB bersifat akut, sangat menular, dan penyebarannya sangat cepat. Virus IB memiliki masa inkubasi pendek yaitu 18–36 jam dan cepat menyebar melalui saluran pernapasan (inhalasi) dan pencernaan (kontaminasi pakan, air, atau feses) (Indriani dan Darminto 2000a). Selain menyerang saluran respirasi, virus IB juga ditemukan menginfeksi oviduk dan ginjal (nephropathogenic) (Licata 2007). Strain virus IB nephropathogenic dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi telur mencapai 60% dalam 6–7 minggu, serta menyebabkan kematian pada ayam petelur dan ayam pedaging umur muda (Indriani dan Darminto 2000a). Pada ayam dewasa, morbiditas biasanya tinggi dan mortalitas rendah. Kematian akibat penyakit IB mencapai 10–30% pada anak ayam berumur kurang dari tiga minggu (Indriani dan Darminto 2000b). Penularan penyakit IB sangat cepat pada ayam muda dan menimbulkan gejala klinis yaitu bersin-bersin, sesak nafas, ngorok (Damayanti dan Darminto

2 2001), batuk, kekerdilan pada ayam pedaging (Indriani dan Darminto 2000a), kelemahan (Cavanagh 2003), adanya leleran yang keluar dari hidung, kebengkakan sinus (sinus infraorbitalis dan supraorbitalis), lakrimasi, dan konjunktivitis (Tarmudji 2005). Selain itu, sudut mata medial melebar dan membran niktitan menjadi berwarna merah. Pada ayam umur 6 minggu dan dewasa juga terdengar suara ngorok pada saat bernapas, namun tidak ditemukan adanya leleran dari hidung. Ayam pedaging yang terinfeksi oleh salah satu virus nephropathic menunjukkan gejala depresi, bulu kusam, feses basah, dan meningkatnya konsumsi air minum (King dan Cavanagh 1991). Target organ virus IB adalah trakea, paru-paru, hati, limpa, ginjal, bursa, dan seka tonsil (Damayanti dan Darminto 2001). Perubahan patologi anatomi yang terjadi diantaranya ditemukannya eksudat di dalam trakhea, saluran hidung dan sinus hidung. Selain itu, juga ditemukan kantung udara berwarna keruh atau mengandung eksudat berwarna kuning dan sedikit peradangan di sekitar bronki. Virus pada vaksin ND-IB tidak menyebabkan gangguan pernapasan yang parah pada anak ayam jika tidak terjadi infeksi sekunder oleh bakteri (Licata 2007, Cavanagh 2003) E. coli dan mikoplasma (Murphy et al. 1999). Kematian ayam yang terinfeksi virus IB tergantung pada virulensi serotipe virus yang menyerang, status kekebalan, antibodi asal induk, umur, stres, dan adanya infeksi sekunder (Indriani dan Darminto 2000a). Ayam yang pernah menderita penyakit IB akan resisten jika terpapar virus dengan strain yang sama (daya perlindungan homolog), namun tidak resisten pada paparan virus IB dengan strain berbeda. Daya perlindungan yang dihasilkan akan rendah pada ayam yang divaksin heterolog dengan virus IB tantang (De Wit 2000). Daya perlindungan pada saluran respirasi akan ditemukan mencapai level antibodi tertinggi setelah 3–4 minggu terinfeksi. Induk ayam yang telah sembuh dari infeksi IB akan ditemukan antibodi IB pada kuning telur yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh anak ayam. Antibodi terhadap IB pada anak ayam ditemukan sampai umur 3 minggu, namun antibodi tidak sepenuhnya dapat melindungi anak ayam terhadap infeksi alami virus IB (Hofstad 1952). Pencegahan penyakit infeksius pada ayam pedaging secara umum meliputi tindakan biosekuriti, vaksinasi, dan pengobatan berbasis laboratorium (Ardana 2011). Vaksinasi merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit viral, sehingga hewan menjadi kebal sebelum terinfeksi virus (Malole 1987). Vaksinasi IB menggunakan vaksin aktif atau vaksin virus hidup dan vaksin inaktif atau vaksin virus dimatikan. Vaksin aktif digunakan pada ayam pedaging. Vaksin aktif yang berisi kombinasi virus IB dan ND sering diaplikasikan pada peternakan. Pemberian vaksin aktif pada individu dilakukan dengan cara tetes mata, intratrakea, dan intranasal. Vaksin inaktif dapat diberikan dengan cara dikombinasikan dengan vaksin inaktif lainnya (King dan Cavanagh 1991). Virus vaksin aktif akan berkembang di dalam tubuh hewan dan merangsang pembentukan antibodi secara aktif. Vaksin aktif memiliki sifat yaitu menimbulkan kekebalan dalam waktu singkat, sehingga perlu dilakukan vaksinasi ulang (booster). Pemberian booster menimbulkan pembentukan antibodi yang cepat karena sel-sel memori telah mengenal antigen yang sama (Dewi 2011). Pemberian vaksin yang diberikan secara injeksi berulang dapat menyebabkan stres, sehingga lebih disukai pemberian vaksin kombinasi. Pada vaksin monovalen hanya bekerja satu jenis virus. Pada vaksin kombinasi (bivalen,

3 trivalen, atau polivalen) terdapat lebih dari satu jenis virus, sehingga memiliki keuntungan antara lain ayam menjadi tidak stres. Keuntungan lain penggunaan vaksin kombinasi diantaranya menghemat biaya, tenaga, dan waktu (Dewi 2011). Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan serologis dan isolasi agen penyakit yang ada pada tubuh ayam. Keberhasilan vaksinasi tergantung dari keadaan titer antibodi dan ada tidaknya agen penyakit dalam tubuh (Ardana 2011). Uji-uji yang dapat digunakan dalam diagnosa virus IB antara lain isolasi virus, reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR), immunofluorescence assay (IFA), dan immunoperoxidase assay (IPA). Uji serologis yang biasa digunakan berupa uji hemaglutinasi inhibisi (HI), uji netralisasi, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan agar gel precipitation test (AGPT) (De Wit 2000). Uji HI bersifat sensitif terhadap strain. Uji netralisasi bersifat sensitif terhadap serotipe. Sensitivitas yang tinggi pada ELISA terhadap berbagai macam serotipe dapat mendeteksi sejumlah kecil antibodi dari infeksi virus strain lain (Untari 2004). Keuntungan dari ELISA diantaranya cepat dalam pengerjaan dan mendapatkan hasil, dapat menguji sampel dalam jumlah banyak, serta hasil perhitungan antibodi berupa kuantitatif (Dewi 2011). Uji HI dan ELISA cocok digunakan sebagai uji serologi secara rutin. Imunoglobulin G (IgG) dapat dideteksi lebih sensitif dengan ELISA dibanding uji netralisasi dan HI (Mockett dan Darbyshire 1981). Uji RT-PCR dapat lebih cepat membedakan serotipe virus IB dibandingkan uji HI dan netralisasi (Untari 2003). Sensitivitas IFA akan sama atau dibawah dari hasil uji isolasi virus tergantung pada perbedaan stadium infeksi. Uji imunoperoksidase atau IPA dapat mengevaluasi sel pembawa antigen, namun tidak sensitif jika terdapat peroksidase yang tertinggal selama proses persiapan. Uji agar gel presipitasi atau AGPT bersifat ekonomis dan cepat, namun memerlukan beberapa konsentrasi antiserum dalam pengujian untuk mengindari didapatkannya hasil negatif palsu dan memiliki sensitivitas rendah (De Wit 2000).

Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengukur respons kebal ayam yang divaksin dengan vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120), serta gejala klinis dan perubahan patologi-anatomi pada ayam yang ditantang oleh virus IB isolat lapang.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai respons kebal ayam yang divaksin dengan vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120), gejala klinis, perubahan patologi-anatomi, dan kemampuan ayam menghadapi efek tantang oleh virus IB isolat lapang.

4

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung pada bulan Mei–Juni 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet dan Kandang UPT Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah syringe 1 ml dan 3 ml, laminar flow cabinet tipe 1, kulkas, mikropipet, tip, tabung mikro (eppendorf), kapas, rak, ice pack, cooler box, alat sentrifugasi, ELISA reader, kandang litter, dan alat-alat nekropsi. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 100 ekor anak ayam pedaging, alkohol 70%, virus IB isolat lapang yang diperoleh dari Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH), vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120), dan ELISA kit (BioChek).

Metode Penelitian Persiapan kandang dilakukan 1 minggu sebelum ayam datang yaitu dengan pembersihan kandang, pemberian kapur, dan penyemprotan desinfektan yang dicampurkan dengan formalin. Tiga hari kemudian, dilakukan fumigasi dengan menggunakan KMnO4 yang dicampur formalin dan pemberian sekam pada lantai kandang. Air minum dan pakan diberikan secara ad libitum. Pemeliharaan dilakukan selama 22 hari. Pada hari ke-1 dilakukan pengambilan darah dari 20 ekor ayam dengan syringe 1 ml melalui jantung. Vaksinasi dilakukan pada hari ke-2 secara intranasal dan tetes mulut masing-masing sebanyak 1 tetes pada 40 ekor ayam (kelompok K3 dan K4), sedangkan 40 ekor sisanya tidak divaksinasi (kelompok K1 dan K2). Pada hari ke-7 sampel darah diambil sebanyak 10 ekor masing-masing dari kelompok yang divaksinasi dan tidak divaksinasi dengan menggunakan syringe 3 ml melalui vena brachialis. Pada hari ke-14 juga dilakukan pengambilan darah. Sampel darah disimpan dalam kulkas (4°C) selama 24 jam untuk diambil serumnya. Selanjutnya serum digunakan dalam pengukuran titer antibodi. Uji tantang dilakukan dengan pemberian virus IB isolat lapang dosis 106 EID50/ekor sebanyak 0.5 ml. Penantangan dilakukan hari ke-14 pada 10 ekor masing-masing dari kelompok yang divaksinasi dan tidak divaksinasi dengan pemberian secara oral. Kelompok K1 merupakan kelompok yang tidak divaksin dan tidak ditantang. Kelompok K2 merupakan kelompok yang tidak divaksin dan ditantang. Kelompok K3 merupakan kelompok divaksin dan tidak ditantang. Kelompok K4 merupakan kelompok divaksin dan ditantang. Ayam-ayam yang sudah ditantang dengan virus lapang diamati gejala klinis yang tampak dimulai hari ke-15 sampai dengan hari ke-21. Jumlah ayam yang

5 menunjukkan gejala klinis dihitung dan dibandingkan dengan total jumlah ayam yang diamati masing-masing kelompok. Pada hari ke-22 dilakukan pengambilan darah dan ayam dimatikan untuk diamati perubahan patologi anatomi yang terjadi.

Gambar 1 Diagram alir Titer antibodi terhadap virus IB diukur dengan uji ELISA (BioChek). Sampel serum sebanyak 0.5 µl diencerkan dengan diluent buffer 250 µl. Selanjutnya sebanyak 100 µl kontrol positif dimasukkan dalam well A1 dan B1, 100 µl kontrol negatif pada well C1 dan D1, serta 100 µl sampel yang sudah diencerkan sesuai pola pada plate. Plate ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi pada suhu ruang 22–27°C selama 30 menit. Setelah itu, cairan di dalam plate dibuang dan dicuci dengan wash buffer 350 µl sebanyak 4 kali. Plate dikeringkan dengan cara diketukkan pada tisu agar cairan dapat terbuang secara sempurna. Selanjutnya conjugate (anti-chicken IgG dengan label enzim alkalin fosfatase) sebanyak 100 µl dimasukkan ke tiap well. Plate ditutup dan diinkubasi pada suhu ruang 22–27°C selama 30 menit. Cairan di dalam plate dibuang dan dikeringkan dengan cara diketukkan pada tisu. Selanjutnya substrat ditambahkan pada tiap well sebanyak 100 µl. Plate kemudian ditutup dan diinkubasi pada suhu

6 ruang 22–27°C selama 15 menit. Stop solution sebanyak 100 µl ditambahkan pada tiap well dan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Perhitungan sample value related to positive value (S/P) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut.

S/P =

Log10 titer = 1.0 x (Log10 S/P) + 3.62 Titer = antilog (Log10 titer) Tabel 1 Interpretasi hasil uji ELISA S/P Value Titer IB Status Antibodi IB < 0.199 < 833 Negatif > 0.200 > 834 Positif

Analisis Statistik Data titer antibodi yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan metode analysis of variance (Anova) dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membuktikan adanya perbedaan yang nyata antarperlakuan. Pengamatan gejala klinis dianalisis dengan menggunakan metode Anova dan perubahan patologi anatomi dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil rataan titer antibodi setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 2. Pada hari ke-1 titer antibodi bernilai 4 143.36±2 234.15. Pada hari ke-7 kelompok yang tidak divaksin memiliki nilai titer antibodi 663.26±544.74 dan kelompok yang divaksin memiliki nilai titer antibodi 395.95±152.09. Pada hari ke-14 kelompok yang tidak divaksin memiliki nilai titer antibodi 236.67±194.63 dan kelompok yang divaksin memiliki nilai titer antibodi 314.15±213.76. Pada hari ke-22 hanya kelompok yang divaksin dan tidak ditantang mengalami kenaikan titer antibodi. Kelompok K1 (tidak divaksin dan tidak ditantang) memiliki nilai titer antibodi 92.31±76.15, kelompok K2 (tidak divaksin dan ditantang) memiliki nilai titer antibodi 127.34±222.10, kelompok K3 (divaksin dan tidak ditantang) memiliki nilai titer antibodi 403.89±485.42, kelompok K4 (divaksin dan ditantang) memiliki nilai titer antibodi 223.06±214.32.

7

Gambar 2 Rataan titer antibodi setiap kelompok Gejala klinis kelompok yang mendapat perlakuan tantang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Gejala klinis memperlihatkan ayam yang ditantang mengalami gejala lemah, diare, ngorok, dan anoreksia. Tabel 2 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus IB (Kelompok K2) Gejala klinis Hari ke- (setelah tantang) 1 2 3 4 5 6 7 Lemah 6/10 9/10 9/10 9/10 9/10 10/10 8/10 Bulu kusam 0/10 0/10 0/10 1/10 3/10 1/10 1/10 Anoreksia 0/10 0/10 0/10 3/10 5/10 4/10 2/10 Diare 0/10 2/10 2/10 5/10 0/10 2/10 6/10 Ngorok 0/10 1/10 1/10 3/10 6/10 3/10 1/10 Tak ada kelainan 4/10 1/10 1/10 1/10 1/10 0/10 2/10 Tabel 3 Gejala klinis ayam divaksin dan ditantang virus IB (Kelompok K4) Gejala klinis Hari ke- (setelah tantang) 1 2 3 4 5 6 7 Lemah 1/10 1/10 2/10 2/10 5/10 7/10 4/10 Bulu kusam 0/10 0/10 0/10 0/10 1/10 2/10 1/10 Anoreksia 0/10 0/10 0/10 0/10 2/10 2/10 0/10 Diare 0/10 0/10 0/10 0/10 3/10 2/10 3/10 Ngorok 0/10 0/10 0/10 0/10 0/10 0/10 1/10 Tak ada kelainan 9/10 9/10 8/10 8/10 1/10 2/10 5/10 Pengamatan patologi anatomi pada kelompok yang ditantang dapat dilihat pada Tabel 4. Pada umumnya penantangan menyebabkan adanya hemoragi dan kelainan pada organ-organ pernapasan, pencernaan, dan hati, serta pembengkakan ginjal.

8 Tabel 4 Pengamatan perubahan patologi anatomi ayam yang ditantang virus IB Perubahan patologi anatomi (PA) K2 (tidak divaksinasi) K4 (divaksinasi) Ginjal bengkak 10/10 8/10 Hemoragi usus 8/10 8/10 Kantung udara keruh 4/10 0/10 Hemoragi trakea 3/10 4/10 Hemoragi proventrikulus 0/10 2/10 Hemoragi paru-paru 2/10 2/10 Hemoragi ginjal 2/10 0/10 Hemoragi seka tonsil 3/10 0/10

Pembahasan Titer Antibodi Sistem imunitas (kekebalan) terdiri atas kekebalan humoral (humoral immunity) dan kekebalan berperantara sel (cell mediated immunity). Kekebalan humoral akan memproduksi antibodi untuk menetralkan antigen. Antibodi diproduksi oleh limfosit yang disebut sel B. Sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma dan secara aktif mensekresikan antibodi (Raj dan Jones 1997). Antibodi terdapat pada cairan ekstraseluler dan permukaan sel B. Kekebalan berperantara sel melibatkan limfosit berupa sel T yang melawan antigen intraseluler. Sel T terdiri atas sel T pembantu (helper T cells) yang menstimulasi pembentukan antibodi, sel T sitotoksik (cytotoxic T cells) menyebabkan lisisnya sel yang terinfeksi, sel T hipersensitifitas tertunda (delayed hypersensitivity T cells) dalam reaksi alergi dan penolakan transplantasi organ, serta sel T supresor (suppressor T cells). Hasil pemeriksaan terhadap titer antibodi setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 2. Rataan titer antibodi pada hari ke-1 menunjukkan nilai titer antibodi asal induk (maternal antibody). Antibodi asal induk terhadap virus IB diturunkan dari induk ke anak ayam melalui kuning telur (Shane 1998). Penurunan titer antibodi terjadi pada kelompok divaksinasi dan kelompok tidak divaksinasi. Penurunan titer antibodi yang terjadi pada kelompok yang tidak divaksinasi disebabkan oleh menurunnya titer antibodi asal induk di dalam tubuh ayam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriani dan Darminto (2000a) yaitu antibodi asal induk akan turun secara linier seiring bertambahnya umur dan akan mencapai titer setengah dari titer baru menetas setelah 5–6 hari. Pada kelompok yang divaksinasi, penurunan titer antibodi selain disebabkan oleh menurunnya titer antibodi asal induk, diduga terjadi netralisasi virus vaksin oleh antibodi asal induk. Netralisasi antibodi merupakan respons kebal yang dapat menetralkan virus atau antigen baik yang hidup maupun mati. Puspitasari (2009) menyatakan antibodi asal induk akan menutup determinan antigen sehingga sel B tidak dapat mengikat antigen vaksin. Selanjutnya sel B tidak bisa berproliferasi menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi. Pada penelitian ini, vaksinasi diberikan pada DOC berumur 2 hari menggunakan vaksin aktif. Hofstad (1978) menyatakan ayam komersial memiliki antibodi asal induk sehingga prosedur vaksinasi IB dilakukan pada umur 4–5 hari setelah titer antibodi menurun dan diulangi pada umur 4 minggu. Bains (1979)

9 menyatakan ayam pedaging divaksinasi IB antara umur 7–10 hari, seperti yang dinyatakan oleh Shane (1998) yaitu vaksinasi pertama dapat diundur sampai umur 7–14 hari pada kandang yang memiliki tingkat biosekuriti yang tinggi. Kahn (2005) menyatakan vaksin aktif IB diberikan pada ayam umur 1–14 hari dengan cara disemprot (spray), air minum, dan tetes mata. Pada daerah endemik penyakit IB, vaksinasi diberikan pada ayam umur 1 hari secara semprot (Cavanagh 2003, Shane 1998). Pada hari ke-14, titer antibodi pada kelompok tidak divaksinasi (K1 dan K2) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok divaksinasi (K3 dan K4). Hal ini menunjukkan titer antibodi asal induk pada tubuh ayam yang semakin menurun. Pada kelompok tidak divaksinasi dengan kelompok divaksinasi menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (Lampiran 10) berdasarkan analisis statistika. Hal ini disebabkan vaksinasi yang diberikan belum mampu menimbulkan respons humoral. Vaksin aktif mampu menginduksi baik respons humoral maupun respons seluler. Pada umumnya, vaksin berisi virus hidup lebih mampu merangsang kekebalan berperantara sel dibandingkan dengan vaksin berisi virus dimatikan (Malole 1987). Hawkes et al. (1983) menyatakan replikasi virus IB utamanya terjadi di trakea dan memungkinkan munculnya imunitas lokal pada saluran pernapasan. Pada hari ke-22 kelompok K1, K2, dan K4 mengalami penurunan titer antibodi. Antibodi pada kelompok K1 menunjukkan titer paling rendah karena antibodi asal induk yang sudah habis. Hal ini sama seperti yang dinyatakan Hofstad (1987) bahwa antibodi asal induk memiliki level tertinggi setelah ayam menetas dan menurun hingga habis dalam 4 minggu. Pada kelompok K2 titer antibodi terus menurun karena tidak mendapatkan vaksinasi untuk menggertak antibodi, namun ditantang virus IB. Tantang virus merupakan paparan pertama bagi K2. King dan Cavanagh (1991) menyatakan antibodi asal induk hanya dapat melindungi ayam terhadap tantang virus IB sampai umur 1–2 minggu. Kelompok K3 mengalami kenaikan titer antibodi 20 hari setelah vaksinasi. Hal ini berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) pada ayam petelur dengan pemberian vaksin aktif ND-IB menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi 2 minggu setelah vaksinasi. Titer antibodi kelompok K4 mengalami penurunan titer antibodi lebih rendah dibandingkan dengan K3 karena saat titer antibodi akan naik setelah vaksin, ditantang oleh virus IB. Vaksinasi dapat mempertahankan titer antibodi lebih tinggi dibandingkan dengan hewan yang tidak divaksin, namun tantang akan menurunkan titer antibodi sebelum akhirnya akan menaikkan titernya kembali. Penurunan titer antibodi setelah tantang diduga akibat netralisasi virus dengan antibodi hasil vaksinasi sehingga titer antibodi yang bersirkulasi dalam darah menurun (Puspitasari 2009). Antibodi dapat terdeteksi pada serum darah ayam dengan konsentrasi tertinggi setelah 10 hari infeksi dan turun setelah beberapa bulan (Indirani dan Darminto 2000a). Hofstad (1978) menyatakan titer antibodi bernilai negatif setelah ditantang, namun akan meningkat 2–3 minggu setelah tantang. Pada penelitan yang dilakukan oleh Mockett dan Darbyshire (1981) didapatkan hasil titer antibodi tertinggi pada hari ke-21 setelah tantang dan terus menurun sampai hari ke-63. Pada Lampiran 10, nilai yang dihasilkan berdasarkan analisis statistika kelompok K1 dan K3 tidak berbeda nyata walaupun titer antibodi yang dihasilkan kelompok K3 jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok K1. Pada kelompok K2 dan K4, nilai yang dihasilkan berdasarkan

10 analisis statistika juga tidak berbeda nyata. Beda nyata terlihat pada kelompok K1 dan K4. Variasi tanggap kebal tiap individu yang berbeda akan mempengaruhi kekebalan yang dihasilkan. Individu yang menanggapi vaksinasi dengan baik akan menunjukkan kekebalan yang dapat melindungi dan individu dengan tanggap kebal lemah kurang mampu membentuk titer yang dapat melindungi. Antigen yang berada lama di dalam tubuh akan menghasilkan tanggap kebal lebih lama. Sel peka antigen akan menanggapi dengan memproduksi antibodi jika titer antigen dan cara infeksi yang sesuai (Siregar 2009). Vaksin IB yang beredar di Indonesia pada umumnya berisi virus IB serotipe Massachusetts dan sebagian kecil berisi serotipe Connecticut. Vaksin ini kurang cukup memiliki proteksi silang melawan virus IB strain lapang yang serotipenya berbeda dengan virus vaksin. Pencegahan terhadap infeksi IB dapat dilakukan dengan melakukan program vaksinasi yang efektif, yaitu virus vaksin IB memiliki kesamaan dengan virus IB penyebab wabah di lapang (Darminto 1999). Daya perlindungan antarserotipe yang rendah sering menyebabkan ayam tetap terinfeksi IB walaupun sudah divaksinasi (Indriani dan Darminto 2000b). Vaksin ayam pedaging menggunakan virus hidup (King dan Cavanagh 1991) dari strain yang patogenitasnya rendah dan cepat menimbulkan kekebalan (Hofstad 1978). Gejala Klinis Gejala klinis yang tampak pada kelompok K2 setelah tantang (Tabel 2) memperlihatkan kelemahan lebih dari 50% pada ayam sejak hari ke-1. Pada hari ke-2 mulai muncul diare dan ngorok. Pada hari ke-4 mulai terlihat adanya ketidakseragaman dari ukuran ayam dan diduga beberapa ekor ayam mengalami anoreksia. Kelompok K4 (Tabel 3) menunjukkan gejala kelemahan pada hari ke-1 sebesar 10%. Pada hari ke-5 mulai terlihat ketidakseragaman dari ukuran ayam dan diare. Ngorok tampak pada hari ke-7 sebesar 10%. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Bains (1979), yaitu strain virus yang menyebabkan gangguan ginjal akan memperlihatkan gejala klinis ayam berkerumun, bulu tampak kusam, sianosis pada jengger dan pial, dehidrasi, dan kondisi fisik lemah. Selain itu terjadi peningkatan asupan minum sehingga litter menjadi basah dan jumlah asam urat yang dihasilkan berlebih. Vaksinasi dapat menghilangkan gejala klinis kelemahan seperti dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan divaksin, namun ditantang virus IB Gejala klinis Tidak divaksinasi (persen) Divaksinasi (persen) Lemah 84.8a 24.7b a Bulu kusam 13.1 12.6a Anoreksia 33.1a 20.0a a Diare 29.9 26.2a Ngorok 19.4a 10.0a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf p<0.05

11 Patologi Anatomi Manifestasi klinik akibat replikasi virus berupa lesi setelah vaksinasi diharapkan hanya menimbulkan perubahan patologi ringan pada ayam sehat yang dipelihara pada lingkungan optimal (Tarmudji 2005). Virus IB melakukan replikasi pada sel epitel saluran respirasi dan saluran pencernaan. Virus IB menyukai sel-sel epitel pada jaringan dan organ tertentu seperti turbinat rongga hidung, kelenjar Harderian, trakea, paru-paru, kantung udara, ginjal, ovarium, testikel, esofagus, proventrikulus, duodenum, jejunum, seka tonsil, rektum, kloaka, dan bursa Fabricius. Virus juga melakukan replikasi pada sel penghasil mukus. Viremia dapat terjadi karena virus IB mampu mencapai propria mukosa saluran pernapasan dan menyebabkan virus menyerang saluran reproduksi, urinari, dan saluran cerna (Raj dan Jones 1997). Hasil nekropsi dapat dilihat pada Tabel 4. Pada kelompok K2, sebagian besar hasil nekropsi menunjukkan kebengkakan pada ginjal, kekeruhan kantung hawa, serta pendarahan pada trakea dan usus. Pada kelompok K4, terlihat kebengkakan ginjal serta pendarahan pada trakea dan usus, namun dapat menghilangkan perubahan berupa kekeruhan pada kantung udara. Perubahan patologi anatomi pada kelompok yang tidak divaksinasi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok divaksinasi. Adanya gejala patologi-anatomi yang muncul atau presentase lesi lebih tinggi pada kelompok divaksinasi diduga karena titer antibodi pada kelompok divaksinasi yang tidak mencapai batas nilai perlindungan. Indriani dan Darminto (2000a) menyatakan bahwa pada ayam yang terserang virus IB bersifat nephropathic akan terlihat ginjal berwarna pucat dan bengkak dengan tubulus dan ureter berisi asam urat. Lesi pada sistem pernapasan yang banyak muncul adalah hemoragi pada trakea dan pada sistem pencernaan ditemukan hemoragi pada usus. Shane (2008) menyatakan gejala patologi anatomi yang muncul berupa hiperemia pada trakea dan adanya penimbunan mukus pada rongga hidung. Hal ini berbeda dengan Kahn (2005) yang menyatakan lesi pada sistem pernapasan berupa eksudat mukus pada trakea dan bronkus tanpa hemoragi. Raj dan Jones (1997) juga menyatakan beberapa strain virus IB bereplikasi di saluran pencernaan, namun tidak menyebabkan perubahan patologi. Kahn (2005) menyatakan penyebaran penyakit IB cepat dan morbiditas mencapai 100%. Hal ini dapat dilihat dari seluruh ayam yang ditantang menunjukkan kelainan secara patologi-anatomi. Infeksi alami dan keganasan penyakit dipengaruhi umur dan status imun ayam, serta virulensi strain penyebab infeksi. Strain nephropathogenic menyebabkan nefritis dengan mortalitas mencapai 60% pada ayam muda, namun pada penelitian virus tantang tidak menyebabkan kematian.

12 Tabel 6 Evaluasi perbandingan antara kelompok K2 dan K4 terhadap kondisi titer antibodi, gejala klinis, dan patologi anatomi Kelompok Titer antibodi Gejala klinis Patologi anatomi Ayam Titer antibodi rendah Muncul gejala klinis Adanya kekeruhan tidak karena tidak berupa kelemahan, pada kantung udara, divaksinasi divaksinasi bulu kusam, hemoragi ginjal dan (K2) anoreksia, diare, dan seka tonsil ngorok Ayam Titer antibodi lebih Vaksinasi dapat Tidak munculnya divaksinasi tinggi dibandingkan mengurangi gejala kekeruhan pada (K4) dengan kelompok kelemahan pada kantung udara K2, namun titer ayam antibodi belum mampu mencapai nilai batas perlindungan Pada kelompok K2, nilai titer antibodi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok K4. Terdapat korelasi antara nilai titer antibodi dengan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang muncul yaitu pada kelompok K2 lebih tinggi dibanding dengan K4. Beda nyata pada kelompok tidak divaksinasi dengan kelompok divaksinasi berdasarkan analisis statistika terdapat pada gejala kelemahan (Tabel 5). Selain itu, pada perubahan patologi anatomi yang muncul juga lebih tinggi pada kelompok K2. Vaksinasi yang dilakukan masih belum mampu menurunkan terjadinya kerusakan pada organ, walaupun mampu menghilangkan terjadinya kekeruhan pada kantung udara.

PENUTUP Simpulan Pemberian vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120) pada penelitian tidak mampu menginduksi titer antibodi mencapai nilai batas perlindungan karena adanya netralisasi antibodi saat pemberian vaksinasi pada hari ke-2. Vaksinasi dapat mengurangi munculnya gejala kelemahan dan kerusakan pada kantung udara.

Saran Pemberian vaksinasi dapat diberikan pada hari ke-4 atau ke-5 ketika titer antibodi asal induk sudah menurun untuk menghindari terjadinya netralisasi antibodi. Selain itu, revaksinasi dilakukan jika diketahui tidak terjadi kenaikan titer antibodi dan muncul gejala penyakit setelah divaksinasi. Perlu diperhatikan vaksin yang digunakan dengan serotipe virus di lapang.

13

DAFTAR PUSTAKA Ardana IBK. 2011. Strategi pencegahan penyakit inefeksius pada peternakan broiler berbasis laboratorium. Bul Vet Udayana. 3(1):51-59. Bains BS. 1979. A Manual of Poultry Disease. Basle (CH): F Hoffman-La Roche. Butcher GD, Shapiro DP, Miles RD. 2002. Infectious Bronchitis Virus: classical and variant strains 1 [internet]. Florida (US): Univ Florida. [diunduh 2012 Des 23]. Tersedia pada: http://www.edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/PS/PS03900.PDF Cavanagh D. 2003. Severe acute respiratory syndrome vaccine development: experiences of vaccination against avian infectious bronchitis coronavirus. Avian Pathol.32(6):567-582. Cavanagh D, Davis C. 1992. Infectious Bronchitis Virus: evidence for recombination within the Massachusets serotype. Avian Pathol. 21:401-408. Damayanti R, Darminto. 2001. Deteksi antigen virus Infectious Bronchitis dengan teknik imunohistokimiawi pada ayam pedaging yang diinfeksi dengan isolat IB I-269 atau disuntik dengan vaksin hidup H-120. JITV. 6(4):239-246. Darminto. 1999. Pengembangan vaksin Infectious Bronchitis inaktif isolat lokal. JITV. 4(2):113-120. De Wit JJ. 2000. Detection of infectious bronchitis virus. Avian Pathol. 29(2):7193. Dewi MK. 2011. Perbedaan nilai optical density 405 nm antibodi pada ayam layer yang divaksin Infectious Bronchitis aktif monovalen dengan vaksin Infectious Bronchitis aktif bivalen (IB-ND) menggunakan indirect ELISA [artikel ilmiah]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. Dharmayanti NLPI, Indriani R, Darminto. 2003. Perbandingan sekuen daerah hipervariabel (HVR) subunit gen S-1 virus Infectious Bronchitis isolat lapang I-37 dengan serotipe Connecticut 46. JITV. 8(2):107-113. Hawkes RA, Darbyshire JH, Peters RW, Mockett APA, Cavanagh D. 1983. Presence of viral antigens and antibody in the trachea of chickens infected with Avian Infectious Bronchitis virus. Avian Pathol. 12(3): 331-340. Hofstad MS. 1952. Disease of Poultry. 3rd ed. Biester HE, Schwarte IH, editor. Iowa (US): Iowa State Univ Pr. Hofstad MS. 1978. Diseases of Poultry. 7th ed. Iowa (US): Iowa State Univ Pr. Indriani R, Darminto. 2000a. Penyakit Infectious Bronchitis pada ayam dan cara mengendalikannya. Wartazoa. 5(2):65-72. Indriani R, Darminto. 2000b. Variasi serotipe isolat-isolat virus Infectiuos Bronchitis yang berasal dari beberapa daerah di pulau Jawa. JITV. 5(4):234240. Kahn CM, editor. 2005. The Merck Veterinary Manual. 9th ed. New Jersey (US): Merck & Co. King DJ, Cavanagh D. 1991. Disease of Poultry. 9th ed. Calnek BW, editor. Iowa (US): Iowa State Univ Pr. Licata MJ. 2007. The efficacy of combined Infectious Brochitis/Newcastle Disease vaccines [tesis]. Newark (US): Univ Delaware Pr. Malole MB. 1987. Virologi. Bogor (ID): PAU IPB.

14 Mockett APA, Darbyshire JH. 1981. Comparative studies with an enzyme‐linked immunosorbent assay (ELISA) for antibodies to avian Infectious Bronchitis virus. Avian Pathol. 10(1):1-10. Murphy FA, Paul JG, Manan CH, Michael JS. 1999. Veterinary Virology. 3rd ed. US: Academic Pr. Puspitasari S. 2009. Gambaran respon kebal tehadap Newcastle Disease (ND) pada ayam pedaging yang divaksin IBD-killed setengah dosis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Raj GD, Jones RC. 1997. Infectious bronchitis virus: imunopathogenesis of infection in the chicken. Avian Pathol. 26(4): 677-706. Shane SM. 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. Budi Tangendjaja, penerjemah. Jakarta (ID): American Soybean. Siregar CJ. 2009. Gambaran respon kebal terhadap Infectious Bursal Disease (IBD) pada ayam pedaging yang divaksin IBD killed setengah dosis dan ditantang dengan virus IBD [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tarmudji. 2005. Penyakit pernapasan pada ayam ditinjau dari aspek klinik dan patologik serta kejadiannya di Indonesia. Wartazoa. 15(2):72-83. Untari T. 2004. Korelasi uji hambatan haemaglutinasi dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk evaluasi titer antibodi setelah vaksinasi dengan virus Infectious Bronchitis pada ayam. J Sains Vet. 21(1):60-63. Untari T, Sardjono, Darjono. 2003. Identifikasi virus Avian Infectious Bronchitis yang telah diisolasi dari Jogjakarta dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction gen peplomer S-1. J Sains Vet. 21(2):47-50.

15 Lampiran 1 Titer antibodi asal induk (hari ke-1) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif DOC-1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

0.213 1.654 2.675 2.512 1.916 1.003 1.224 3.447 1.001 1.51 1.581 0.297 2.522 1.57 1.105 1.619 0.939 1.337 1.554 1.282 2.474 0.96

0.22 1.635

Ratarata 0.217 1.645 2.675 2.512 1.916 1.003 1.224 3.447 1.001 1.510 1.581 0.297 2.522 1.570 1.105 1.619 0.939 1.337 1.554 1.282 2.474 0.960

S/P

Log titer

Titer

Status antibodi

1.735 1.620 1.199 0.553 0.710 2.281 0.552 0.912 0.962 0.054 1.627 0.954 0.625 0.989 0.508 0.789 0.943 0.751 1.593 0.523

3.859295 3.829458 3.698669 3.363005 3.470977 3.978043 3.361895 3.579833 3.603102 2.355734 3.831349 3.599577 3.416187 3.615061 3.325972 3.517297 3.594399 3.495368 3.822197 3.338475

7 232.61 6 752.4 4 996.54 2 306.775 2 957.858 9 506.979 2 300.883 3 800.435 4 009.606 226.8477 6 781.861 3 977.199 2 607.275 4 121.557 2 118.227 3 290.764 3 930.062 3 128.73 6 640.449 2 180.094

Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif

Lampiran 2 Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi (hari ke-7) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.213 1.654 0.307 0.273 0.262 0.208 0.501 0.711 0.698 0.438 0.634 0.407

0.22 1.635

Ratarata 0.217 1.645 0.307 0.273 0.262 0.208 0.501 0.711 0.698 0.438 0.634 0.407

S/P

Log titer

Titer

Status antibodi

0.061 0.037 0.030 -0.008 0.199 0.347 0.338 0.154 0.293 0.132

2.408763 2.193519 2.092493 #NUM! 2.91795 3.160325 3.148671 2.8077 3.086244 2.741085

256.3084 156.1419 123.7351 #NUM! 827.8466 1 446.522 1 408.223 642.244 1 219.674 550.9157

Negatif Negatif Negatif #NUM! Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif

16 Lampiran 3 Titer antibodi kelompok divaksinasi (hari ke-7) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.213 1.654 0.38 0.416 0.341 0.373 0.338 0.318 0.35 0.286 0.449 0.293

0.22 1.635

Ratarata 0.217 1.645 0.380 0.416 0.341 0.373 0.338 0.318 0.350 0.286 0.449 0.293

S/P

Log titer

Titer

Status antibodi

0.113 0.139 0.086 0.108 0.083 0.069 0.092 0.047 0.162 0.052

2.673364 2.7615 2.552029 2.653935 2.541126 2.46047 2.583187 2.288787 2.829079 2.332566

471.3717 577.4304 356.4749 450.7492 347.6367 288.7152 382.9895 194.4408 674.6508 215.0634

Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Lampiran 4 Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi (hari ke-14) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.213 1.654 0.291 0.334 0.247 0.213 0.262 0.23 0.324 0.303 0.354 0.438

0.22 1.635

Ratarata 0.217 1.645 0.291 0.334 0.247 0.213 0.262 0.230 0.324 0.303 0.354 0.438

S/P

Log titer

Titer

Status antibodi

0.050 0.081 0.019 -0.005 0.030 0.007 0.073 0.059 0.095 0.154

2.320502 2.526148 1.900607 #NUM! 2.092493 1.469244 2.486277 2.388322 2.596348 2.8077

209.1712 335.8524 79.54398 #NUM! 123.7351 29.46073 306.3916 244.5241 394.7738 642.244

Negatif Negatif Negatif #NUM! Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

17 Lampiran 5 Titer antibodi kelompok divaksinasi (hari ke-14) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.213 1.654 0.258 0.206 0.285 0.441 0.286 0.33 0.367 0.44 0.332 0.307

0.22 1.635

Ratarata 0.217 1.645 0.258 0.206 0.285 0.441 0.286 0.330 0.367 0.440 0.332 0.307

S/P

Log titer

Titer

Status antibodi

0.027 -0.010 0.046 0.156 0.047 0.078 0.104 0.155 0.079 0.061

2.049027 #NUM! 2.282157 2.813636 2.288787 2.510636 2.636561 2.811666 2.518462 2.408763

111.9508 #NUM! 191.4948 651.0822 194.4408 324.0681 433.0728 648.1361 329.9602 256.3084

Negatif #NUM! Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Lampiran 6 Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan tidak ditantang (hari ke-22) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.213 1.654 0.291 0.261 0.238 0.212 0.259 0.223 0.222 0.245 0.285 0.269

0.22 1.635

Ratarata 0.217 1.645 0.291 0.261 0.238 0.212 0.259 0.223 0.222 0.245 0.285 0.269

S/P

Log Titer

Titer

Status antibodi

0.050 0.029 0.013 -0.006 0.028 0.002 0.001 0.018 0.046 0.035

2.320502 2.082027 1.724516 #NUM! 2.060308 0.946365 0.770274 1.867184 2.282157 2.15944

209.1712 120.789 53.02932 #NUM! 114.8969 8.83822 5.892147 73.65183 191.4948 144.3576

Negatif Negatif Negatif #NUM! Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

18 Lampiran 7 Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan ditantang (hari ke-22) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.181 1.306 0.196 0.205 0.196 0.235 0.224 0.251 0.396 0.211 0.207 0.216

0.201 1.306

Ratarata 0.191 1.306 0.196 0.205 0.196 0.235 0.224 0.251 0.396 0.211 0.207 0.216

S/P

Log Titer

Titer

Status antibodi

-0.005 0.004 -0.005 0.031 0.021 0.045 0.176 0.009 0.005 0.014

#NUM! 1.178698 #NUM! 2.108117 1.938366 2.275608 2.866672 1.576638 1.354789 1.752729

#NUM! 15.09029 #NUM! 128.2675 86.76919 188.6287 735.6519 37.72574 22.63544 56.5886

#NUM! Negatif #NUM! Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Lampiran 8 Titer antibodi kelompok divaksinasi dan tidak ditantang (hari ke-22) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.213 1.654 0.23 0.506 0.297 0.237 0.307 0.288 0.244 0.25 0.327 0.628

0.22 1.635

Ratarata 0.217 1.645 0.230 0.506 0.297 0.237 0.307 0.288 0.244 0.250 0.327 0.628

S/P

Log Titer

Titer

Status antibodi

0.007 0.202 0.054 0.012 0.061 0.048 0.039 0.044 0.114 0.386

1.469244 2.92561 2.355734 1.699692 2.408763 2.301752 2.210106 2.266834 2.677008 3.207066

29.46073 842.577 226.8477 50.08325 256.3084 200.333 162.2207 184.8561 475.3443 1 610.889

Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif

19 Lampiran 9 Titer antibodi kelompok divaksinasi dan ditantang (hari ke-22) Kode sampel

ABS

ABS

Negatif Positif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.181 1.306 0.203 0.247 0.39 0.305 0.288 0.242 0.249 0.215 0.177 0.261

0.201 1.306

Ratarata 0.191 1.306 0.203 0.247 0.390 0.305 0.288 0.242 0.249 0.215 0.177 0.261

S/P

Log Titer

Titer

Status antibodi

0.002 0.042 0.171 0.094 0.079 0.037 0.043 0.013 -0.022 0.054

0.877668 2.239396 2.8531 2.593671 2.516157 2.189422 2.257879 1.722766 #NUM! 2.354789

7.545147 173.5384 713.0164 392.3477 328.2139 154.6755 181.0835 52.81603 #NUM! 226.3544

Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif #NUM! Negatif

Lampiran 10 Rataan titer antibodi setiap kelompok Hari Kelompok keK1 K2 K3 a a 1 4 143.36±2 234.15 4 143.36±2 234.15 4 143.36±2 234.15a a a 7 663.26±544.74 663.26±544.74 395.95±152.09a 14 236.67±194.63a 236.67±194.63a 314.15±213.76a a ab 22 127.34±222.10 92.31±76.15 223.06±214.32ab

K4 4 143.36±2 234.15a 395.95±152.09a 314.15±213.76a 403.89±485.42b

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf p<0.05

20

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 21 April 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ir Mas Ahmad Irianto dan drh Retno Susilowati. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDS Angkasa IV Halim Perdana Kusuma, Jakarta pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 49 Jakarta dan lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 81 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi bendahara umum Himpunan Minat Profesi Ornitologi dan Unggas (2011/2012), sekretaris divisi kajian strategis Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB (2011/2012), anggota divisi pendidikan Himpunan Minat Profesi Ornitologi dan Unggas (2010/2011), sekretaris divisi kaderisasi IMAKAHI cabang IPB (2010/2011), dan Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Anatomi Veteriner I pada tahun 2011 dan Ilmu Bedah Umum Veteriner pada tahun 2013. Penulis pernah mengikuti magang profesi di Taman Marga Satwa Ragunan Jakarta Selatan, peternakan ayam petelur Tenjolaya Sukabumi, stable kuda JPEC Sentul, dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Timur.