TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN DAN PENGOLAHAN HASIL KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (LIBTUKOM)
Oleh : Ir. Nur Asni, MS Dr. Araz Meilin, SP, MSi
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015
ISBN : 978-602-1276-10-5
TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN DAN PENGOLAHAN HASIL KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (LIBTUKOM) Penanggung Jawab : Ir. Endrizal, M.Sc (Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi) Dewan Redaksi Ketua: Rima Purnamayani, SP., M.Si Anggota: - Dr. Salwati - Dr. Sigid Handoko Tata Letak & Desain Sampul: Eva Salvia, S.P
Diterbitkan Oleh: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi
Alamat : Jl. Samarinda Paal V Kotabaru Jambi 36128, Jl. Raya Jambi – Palembang KM 16 Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab. Muaro Jambi Telepon: 0741-40174/7053525, Fax: 0741-40413 e-mail:
[email protected] /
[email protected] website: jambi.litbang.pertanian.go.id
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT dipanjatkan dengan telah selesainya brosur ini. Brosur ini dengan judul TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN DAN PENGOLAHAN HASIL KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (LIBTUKOM). Beberapa bagian isi brosur merupakan kondisi existing di Kelompok Tani Sri Utomo, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara, Kab. Tanjung Jabung Barat. Ucapan terima kasih di sampaikan kepada Kepala BPTP Jambi, Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat melalui Kepala Kantor Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kepala Dinas Perkebunan Kab. Tanjung Jabung Barat, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Betara, Bapak Lurah Kelurahan Mekar Jaya, PPL setempat dan Ketua serta anggota kelompok tani Sri Utomo di Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung barat, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Besar harapan Kami brosur ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan. Saran dan kritik Kami harapkan untuk penyempurnaan brosur ini. Jambi, Agustus 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengatar.............................................................. i Daftar Isi..................................................................... ii Daftar Gambar............................................................. iii I. Pendahuluan ......................................................... 1 II. Keragaan Kopi Liberika Tungkal Komposit (libtukom) .............................................. 4 III. Teknologi Penganan Pascapanen Kopi Libtukom ....................................................... 7 IV. Teknologi Pengolahan Buah Kopi............................ 12 V. Pengembanagan Teknologi Pengolahan Kopi Basah di Tingkat Petani ................................. 33 VI. Penutup................................................................ 35 Sumber Bacaan ........................................................... 37
ii
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Teknologi Panen Buah Kopi....................................... 13 2. Teknologi Sortasi Buah Kopi dengan Metode Perambahan................................................. 15 3. Teknologi Pemecahan Buah Kopi dengan Alat Pemecah Basah ................................................. 16 4. Penjemuran Biji Kopi ................................................ 19 5. Mesin Pengupasan Kulit Tanduk Kopi (kiri), Biji Kopi Sebelum dikupas (kanan atas), Kopi Beras setelah dikupas (kanan bawah) ................ 20 6. Diagram Alir Pengolahan Kopi Basah ......................... 23 7. Alat Sangrai Kopi ..................................................... 26 8. Mesin Pembuat Bubuk Kopi (kiri), Bubuk Kopi (kanan).................................................. 29 9. Aneka Bentuk Kemasan Kopi oleh Kelompok Tani Sri Utomo Kelurahan Mekar Jaya Kecamatan Betara .................................. 31
iii
I. PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan penghasil devisa bagi Indonesia. Hal ini terlihat dari total luas areal mencapai 1.241.836 ha dan produksi 675.915 ton pada tahun 2013, dan sebagian besar (90%) merupakan areal perkebunan rakyat. Pertanaman kopi terluas di Indonesia terdapat di Pulau Sumatera (60%) dan total luas areal di Provinsi Jambi 25.935 ha dengan produksi 13.326 ton (Kementan, 2013).
Gambaran tersebut memperlihatkan
bahwa kopi cukup berperan sebagai sumber pendapatan dari masyarakat Jambi. Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Jambi, karena memiliki cita rasa yang khas dan menjadikan Provinsi Jambi sebagai wilayah penghasil kopi jenis Liberika terbesar di Indonesia, serta menjadi sumber mata pencaharian utama bagi penduduk setempat.
Luas tanam kopi Libtukom di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat mecapai 2.721 ha dengan produksi 1.287 ton (BPS Kab. Tanjung Jabung Barat, 2014). Perkembangan tanaman kopi rakyat yang cukup pesat ini, perlu didukung dengan kesiapan sarana, metoda pengolahan dan penanganan pascapanen yang cocok untuk kondisi petani sehingga mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia
(SNI). Jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan prasyarat yang di-butuhkan agar biji kopi
rakyat
dapat
dipasarkan
pada
tingkat
harga
yang
menguntungkan. Prasyarat tersebut dapat terpenuhi dengan melakukan penanganan panen dan pascapanen serta pengolahan kopi rakyat yang tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah. Buah kopi hasil panen, seperti halnya produk pertanian lain, perlu segera diolah menjadi bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Kriteria mutu biji yang meliputi aspek fisik, cita rasa,
kebersihan, aspek keseragaman dan
konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya, sehingga tahapan proses dan spesifikasi peralatan pengolahan kopi yang menjamin mutu harus didefenisikan secara jelas. Perubahan mutu yang terjadi pada setiap tahapan proses juga perlu dimonitor secara rutin sehingga pada saat terjadi penyimpangan dapat dikoreksi secara cepat dan tepat.
Langkah akhir dari upaya perbaikan mutu yaitu
mendapatkan hasil yang optimal jika disertai dengan mekanisme tataniaga kopi rakyat yang berorientasi pada mutu. Beberapa
tahun
terakhir
produksi
kopi
Indonesia
mengalami penurunan diakibatkan oleh masalah perawatan lahan kurang dilakukan, tidak ada/kurang dipupuk dan mutu kopi yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat rendah. Rendahnya mutu kopi
2
rakyat terutama disebabkan oleh masalah pasca panen kopi, antara lain kadar air tinggi. Hal ini akan memicu pertumbuhan jamur, sehingga pada tingkat lanjut berpengaruh terhadap cita rasa yang dapat menurunkan harga jual.
Selain berpengaruh
terhadap harga, mutu kopi yang rendah juga berpengaruh terhadap kemudahan menembus pasar internasional, karena biasanya negara-negara pengimpor menghendaki kopi bermutu tinggi.
Upaya
untuk
mengatasi
masalah
tersebut
yaitu
pemerintah menetapkan kebijakan yang menekankan pada peningkatan
mutu
kopi.
Kebijakan
tersebut
diharapkan
meningkatkan harga jual dan jumlah ekspor kopi. Pengolahan kopi rakyat Di Provinsi Jambi sebgian besar dilakukan secara konvensional, dari biji kopi asalan, dan hanya dalam bentuk pengolahan primer (biji kopi kering) dengan mutu rendah (mutu 5 dan 6) dan kadar air masih relatif tinggi (sekitar 16%). Hal tersebut belum mengikuti teknis pengolahan yang baik (sesuai SOP pengolahan kopi). Kopi asalan yang dipasarkan umumnya tidak disortasi oleh petani, sehingga kopi yang diperdagangkan masih mengandung sebagian bahan yang dapat menurunkan mutu kopi (Ismayadi dan Zaenudin, 2003). Hal tersebut dapat diatasi menerapkan sistem panen dan pascapanen serta pengolahan kopi yang baik dan benar, baik umur dan cara panen, pengolahan, pengeringan, maupun sortasi.
3
II. KERAGAAN KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (LIBTUKOM) Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan tanaman kopi yang berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan telah ditetapkan sebagai varietas bina melalui Surat Keputusan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
4968/Kpts/SR.120/ 12/2013 tanggal 6 Desember 2013.
Nomor Kopi
Libtukom sudah ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat sejak tahun 1940 an, memiliki ciri khas seperti cita rasa, buah dan daun berbeda dengan kopi Robusta dan Arabika serta mampu beradaptasi baik dilahan gambut dengan tanaman penaung pohon pinang.
Sekarang kopi Libtukom sudah menyebar luas
pada beberapa desa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (2.721 ha). Kopi Liberika tergolong tanaman yang menyerbuk silang, sehingga benih yang terbentuk merupakan persarian dengan tanaman lain. Apabila perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji maka belum tentu sifat induk kopi terpilih akan mewarisi sifat unggul induknya, disebabkan sifat tanaman pejantan yang belum tentu
kompatibel
menghasilkan
keturunan
sebaik
kedua
tetuanya. Dengan demikian untuk perbanyakan tanaman kopi Libtukom
disarankan
menggunakan
perbanyakan
secara
vegetatif, yaitu sambung pucuk. Kopi Libtukom tergolong pada tipe pertumbuhan dengan habitus tinggi sehingga tinggi tanaman dapat mencapai 5 m atau
4
lebih, dan memiliki diameter tajuk 3.5 – 4 m. Keragaan tanaman dapat digolongkan berdasarkan pada 5 (lima) tipe daun dan buah : 1. Ukuran daun sedang, pupus daun berwarna hijau, ujung daun runcing, buah bulat, diskus datar lebar, ruas antar dompolan buah sedang, dan kelebatan buah sedang. 2. Ukuran daun besar, lebar daun sempit, ujung meruncing, ukuran buah besar dan bentuk oval, diskus besar menonjol,ruas cabang sedang, dan buah lebat. 3. Ukuran daun seukuran daun nangka, ujung runcing, buah berbentuk oval dengan diskus kecil menonjol, buah lebat dengan ruas sangat pendek. 4. Ukuran daun sedang, ujung runcing buah bulat besar, diskus menonjol, ruas antar dompolan pendek dan buah sangat lebat. 5. Ukuran daun sedang, buah berukuran sedang dengan diskus menonjol tinggi, dompolan buah rapat, dan kelebatan buah sedang. Keunggulan kopi Libtukom adalah memiliki kriteria tahanagak tahan terhadap penyakit karat daun dan terhadap serangan penggerek buah kopi. Kopi Libtukom juga mempunyai cita rasa yang khas.
Hasil uji kesukaan (preferensi) memperlihatkan
bahwa kopi Libtukom memiliki mutu cita rasa bagus (rata-rata nilai uji 7). Dengan pemeliharaan yang baik umur ekonomis kopi Libtukom
diharapkan
dapat
mencapai
sekitar
30
tahun.
5
Kemampuan kopi tersebut beradaptasi pada dataran rendah (< 700 m dpl) dan pada lahan gambut baik. Keunggulan lain kopi Libtukom adalah ukuran buah lebih besar dengan buah masak berwarna orange, dan produktivitas lebih tinggi dibanding Robusta. Bisa berbuah sepanjang tahun dengan panen sebulan sekali dan 2 x puncak produksi. Panen besar pada Bulan Mei, Juni dan Juli, sedangkan panen kecil pada bulan November, Desember dan Januari. Keunggulan dari aspek harga, kopi Libtukom memiliki harga melebihi kopi Robusta yaitu kopi beras Libtukom mempunyai harga Rp. 33.000,-/kg – Rp.40.000,-/kg ditingkat petani sedangkan kopi Robusta berada dikisaran Rp. 16.000,-/kg.
6
III. TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN KOPI LIBTUKOM 1. Musim Panen Tanaman kopi Libtukom yang dirawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 – 3 tahun tergantung lingkungan dan jenisnya. Musim berbunga kopi bisa sampai 3 – 4 kali selama setahun, bahkan ada yang berbunga sepanjang tahun. Dengan demikian, maka panen juga mengikuti gelombang musim bunga. Beberapa jenis kopi, seperti kopi Liberika dan kopi yang ditanam di daerah basah, pemanenan bisa sepanjang tahun. Periode bunga sampai buah masak, membutuhkan waktu 8 – 12 bulan. Apabila musim bunga berlangsung dari bulan April – Juni/Juli, musim panen akan berlangsung dari bulan Mei sampai Agustus tahun berikutnya. Keluarnya bunga pada kopi Libtukom tidak terjadi secara serempak sehingga buahpun tidak matang secara serempak, sehingga buah kopi Libtukom dapat dipanen secara bertahap. Jumlah buah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat dengan meningkatnya umur tanaman, sampai mencapai puncak pada umur 7 – 9 tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 – 15 kwintal kopi beras/ha/tahun.
Produksi tersebut masih dapat
ditingkatkan bila tanaman kopi dipelihara secara intensif, produksi dapat mencapai 20 kwintal kopi beras/ha/tahun.
7
2. Umur panen Kematangan buah kopi ditandai oleh beberapa hal : • Perubahan warna kulit, hijau tua ketika masih muda, kuning ketika setengah masak, merah/orange saat masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui (over ripe). • Kekerasan dan senyawa gula dalam daging buah. Buah masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya, buah muda sedikit keras, tidak berlendir dan senyawa gula belum terbentuk secara maksimal. Kandungan lendir pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang, karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi. Secara teknis, panen buah masak memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan panen buah kopi muda antara lain : 1) Mudah diproses karena kulit mudah terkelupas. 2) Rendemen hasil (perbandingan berat biji kopi beras per berat buah segar) lebih tinggi. 3) Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar (tidak pipih). 4) Waktu pengeringan lebih cepat. 5) Warna biji dan cita rasa lebih baik. 6) Pemungutan hasil bertahap
8
3. Tahap Pemungutan Hasil Tanaman
kopi
Libtukom
tidak
berbunga
serentak,
sehingga panen tidak dapat dilakukan sekaligus, karena itu ada beberapa cara pemanenan : a. Pemanenan selektif, dilakukan pada buah yang masak saja. b. Pemanenan
setengah
selektif,
dilakukan
terhadap
dompolan/tandan buah yang masak. c. Secara lelesan, dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan atau buah yang dimakan bubuk d. Secara racutan/rampasan, pemetikan terhadap semua buah kopi (baik yang muda, yang tua maupun yang ada di atas tanah), maksudnya supaya kebun menjadi bersih tidak menjadi sarang bubuk buah. Cara ini dilakukan pemanenan akhir. Pemetikan buah kopi Libtukom dilakukan secara manual dengan tangan, dan alat yang dibutuhkan untuk pemanenan adalah keranjang bambu berukuran kecil/sedang atau dengan karung goni/plastik, yang mudah dibawa. Bila tanaman kopi sudah cukup tinggi dan buah tidak terjangkau oleh tangan maka diperlukan
tangga
segi
tiga
(mudah
dipindah-pindahkan),
sehingga buah kopi bisa terjangkau tanpa merusak tajuk. Pemetikan dilakukan dengan tertib sekali, hanya kopi yang masak saja yang dipetik, satu persatu dengan tangan. Pemetikan tidak
9
boleh diracut atau satu dompol sekaligus, kecuali jika buah itu masak semua, atau kering harus diambil.
Bila ada kotoran-
kotoran luwak yang berisi biji kopi juga harus diambil (kopi ini paling mahal harganya) dan dimasukkan ke dalam keranjang atau karung yang terpisah. Setelah itu dibawa ke tempat penimbangan. Sebelum diadakan penimbangan, dilakukan sortasi yaitu pemisahan antara buah yang masak, yang hijau, atau yang kering (hitam). 4. Proses Pascapanen (Sortasi) a. Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang superior (masak, bernas dan seragam) dari buah yang inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang hama penyakit ). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang karena benda-benda tersebut dapat merusak mesin pengupas dan dapat menurunkan mutu. b.
Biji merah (superior) diolah dengan metoda pengolahan basah, agar diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau, kuning, dan buah kering, diolah dengan metoda pengolahan kering.
c. Buah kopi segar hasil sortasi sebaiknya langsung diolah untuk mendapatkan hasil yang optimal, baik dari segi mutu (terutama cita rasa) maupun kemudahan proses berikutnya.
10
d. Buah kopi yang tersimpan dalam karung plastik atau sak selama
lebih
dari
36
jam
akan
menyebabkan
prafermentasi sehingga aroma dan cita rasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk (stink). Demikian juga, penampilan fisik bijinya juga menjadi kusam.
11
IV. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BUAH KOPI Pengolahan buah kopi dapat dibagi dua bagian yaitu : 1. Pengolahan Buah Kopi Primer 2. Pengolahan Buah Kopi Sekunder I. Pengolahan Buah/Biji Kopi Primer Pada prinsipnya pengolahan buah kopi primer terdiri dari dua cara pengolahan yaitu: pengolahan basah (WP = wet
process) dan pengolahan kering (DP=dry process). Perbedaan kedua cara tersebut adalah: pengolahan basah menggunakan air untuk pengupasan maupun pencucian buah kopi, sedangkan pengolahan
kering
setelah
buah
kopi
dipanen
langsung
dikeringkan (pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering) (Najiyati et al., 2004). a.
Pengolahan Kopi Cara basah Perkembangan industri kopi dan tuntutan pasar saat ini
menuntut produk yang konsisten dalam kualitas dan aman dikonsumsi semakin tinggi. Pasca panen dan pengolahan kopi dengan
cara
basah
dengan
menerapkan
konsep
Good
Management Practicess (GMP) dan menerapkan konsep Hazard Analisis
Critical
Control
Point
(HACCP)
diharapkan
dapat
memperbaiki kualitas kopi. Peningkatan
mutu
kopi
dapat
dilakukan
melalui
“Pengolahan Cara Basah”. Pengolahan kopi cara basah dapat menghasilkan mutu yang lebih baik, aroma, serta rasa kopi yang enak, sehingga harga kopi dapat lebih terjamin, hanya saja
12
memakan waktu lebih lama dibanding pengolahan kering. Pengolahan kopi cara basah adalah proses pengolahan buah kopi yang menggunakan air sebagai pengolahan (perendaman dan pencucian). Pengolahan basah dapat dilakukan untuk skala kecil (tingkat petani), menengah (semi mekanis dan mekanis), maupun skala besar. Tahap Pengolahan Kopi Cara Basah 1) Pemanenan Biji kopi yang bermutu baik dan disukai konsumen berasal dari buah kopi yang sudah masak. Pada pengolahan kopi cara basah pemanenan dilakukan secara selektif hanya pada buah yang masak saja, sehingga bisa menghasilkan kopi yang bermutu tinggi dan disukai oleh konsumen. Pemanenan dilakukan secara manual dengan tangan dan menggunakan wadah bambu (Gambar 1).
Gambar 1. Teknologi Penen Buah Kopi
13
2) Penanganan Buah Kopi Setelah Panen Buah kopi yang diolah secara basah harus masak atau dipetik merah/orange (95% buah merah/orange). Buah kopi yang baru selesai dipanen harus segera disortasi/dipisahkan antara buah yang superior dan buah yang inferior, serta kotoran (daun, ranting, tanah dan kerikil) dibuang. Sortasi buah kopi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Najiyati dan Danarti, 2004): •
Perambangan cara manual (Gambar 2); dilakukan dengan merendam buah kopi dalam air, buah yang mengapung (buah yang kering di pohon, dan terkena penyakit) diambil dan dipisahkan dan biasanya diproses dengan pengolahan kering. (yang
bagus)
Sedangkan buah yang terendam
digunakan
untuk
proses
pengolahan
selanjutnya dengan cara basah. •
Perambangan cara semi mekanis ; buah kopi dimasukkan ke dalam tangki yang dilengkapi dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang, sedangkan buah kopi yang terendam langsung masuk menuju bagian alat pemecah kulit (pulper)
14
Gambar 2. Teknologi Sortasi Buah Kopi dengan Metode Perambangan
3) Pengupasan Kulit Buah Kopi (Pulping)
Pulping bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging). Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi. Pengupasan ini dapat dilakukan baik secara manual maupun menggunakan mesin.
Proses
pengupasan
kulit
yang
dilakukan
dengan
menggunakan mesin disebut pulper. Buah kopi setelah dipanen, dipecah dengan pulper, sehingga diperoleh biji kopi yang telah terpisah dari kulit buahnya (Gambar 3). Saat ini dikenal beberapa jenis mesin pulper, tetapi yang sering
digunakan
adalah
vis
pulper
dan
raung
pulper.
Perbedaannya adalah vis pulper berfungsi hanya sebagai pengupas kulit sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi. Sementara raung pulper berfungsi juga sebagai pencuci sehingga tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi, tetapi langsung masuk ke tahap pengeringan.
15
Gambar 3. Teknologi Pemecahan Buah Kopi dengan Alat Pemecah Basah
4) Fermentasi Proses
Fermentasi
bertujuan
untuk
membantu
melepaskan/menghilangkan lapisan lendir yang masih tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan. Disamping itu fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan mild pada cita rasa seduhannya. Prinsip dari fermentasi adalah penguraian senyawa-
16
senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Hidrolisis pektin disebabkan oleh pektinase yang terdapat di dalam buah atau reaksinya bisa dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini dapat terjadi dengan bantuan jasad renik
Saccharomyses yang disebut dengan proses peragian dan pemeraman. Lamanya proses fermentasi dipengaruhi oleh jenis kopi, suhu dan kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan biji kopi. Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Fermetasi dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Fermetasi basah dilakukan sebagai berikut : •
Biji kopi dimasukkan ke dalam bak berisi air, direndam selama 10 jam
•
Air rendaman diganti setiap 3 – 4 jam sekali sambil diaduk
•
Perendaman dihentikan setelah 36 – 40 jam Fermentasi kering dilakukan dengan cara menumpuk kopi
yang baru keluar dari mesin pengupas kulit (pulper) di tempat yang teduh selama 2- 3 hari. Tumpukan kopi ditutup dengan goni agar tetap lembab sehingga proses fermentasi berlangsung dengan baik.
17
5) Pencucian Lendir (washing) Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisasisa lendir hasil fermentasi yang masih menempel pada kulit tanduk. Setelah kulit buah kopi terkupas dilakukan proses pencucian (washing). Kapasitas besar menggunakan mesin pencuci (washer), sedangkan untuk kapasitas kecil, pencucian secara sederhana dapat dilakukan di dalam bak atau ember, segera diaduk-aduk dengan tangan atau dinjak-injak dengan kaki. Bagian-bagian yang terapung berupa sisa-sisa lapisan lendir 6) Pengeringan (Drying) Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji kopi yang semula 60-65% menjadi sekitar 20%. Pengeringan
dapat
dilakukan
dengan
penjemuran
atau
pengeringan dengan alat pengering. Hal ini dilakukan agar dapat mempermudah dalam proses berikutnya yaitu pengupasan kulit tanduk. Penjemuran merupakan cara paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-para atau lantai penjemuran atau alat penje-muran dengan ketebalan hamparan biji kopi sekitar 6-10 cm lapisan biji. Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih basah. Rata-rata pengeringan antara seminggu sampai 10 hari (Gambar 4). Pengeringan secara mekanis/buatan dapat dilakukan jika cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran. Pengeringan mekanis dilakukan dengan alat pengering yang
18
hanya memerlukan waktu 18 jam (tergantung jenis alat). Kadar air yang dihasilkan pada tahap ini masih tinggi yaitu berkisar 20 %.
Gambar 4. Penjemuran Biji Kopi 7) Pengupasan Kulit Tanduk (Hulling) Biji kopi yang dihasilkan dari proses di atas masih dilapisi oleh kulit tanduk, dikenal dengan kopi HS. Untuk menghilangkan kulit tanduk pada biji kopi dilakukan pengupasan kulit tanduk. Pengupasan kulit tanduk dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan mesin pengelupas (huller) (Gambar 5). Pada pengupasan
kulit
tanduk
dengan
huller,
biji
kopi
hasil
pengeringan didinginkan dulu (tempering) selama minimal 24 jam. Biji kopi yang dihasilkan pada tahap ini dikenal dengan kopi beras.
19
Gambar 5. Mesin Pengupas Kulit Tanduk Kopi (kiri), Biji Kopi Sebelum Dikupas (kanan atas), Kopi Beras Setelah Dikupas (Kanan Bawah)
8) Pengeringan Kopi Beras Pengeringan kopi beras bertujuan untuk memperoleh kadar air biji kopi sekitar 11%, untuk menjaga stabilitas penyimpanan. Hal ini dilakukan 2 – 3 hari di bawah sinar matahari
dengan
menggunakan
tempat
pengeringan/lantai
jemur/ para-para. Pengeringan tahap ini dapat juga dilakukan secara mekanis dengan pemanasan pada suhu 50-60ºC selama 8-12 jam sampai kadar air 11%. Teknologi pengeringan alternatif lain yang dapat diaplikasikan ditingkat petani adalah penge-ring
20
kopi tenaga surya yang mempunyai kapasitas pengolahan 5 ton biji kopi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Rendemen hasil pengolahan (dari buah kopi ke kopi beras) adalah perbandingan antara berat biji kopi beras hasil pengupasan dengan berat buah kopi hasil panen yang diolah. Rendemen hasil pengolahan kopi berkisar antara 16-20% artinya setiap 1 kg biji kopi beras dibutuhkan buah kopi gelondong antara 5 sampai 6 kg. Faktor yang berpengaruh terhadap nilai rendemen antara lain tingkat kematangan buah, komposisi senyawa kimia penyusun buah dan jenis proses. Proses basah umumnya menghasilkan rendemen lebih kecil, karena perlakuan pengolahan lebih intensif sehingga biji kopi lebih bersih. Namun demikian
penurunan
rendemen
dari
proses
basah
dapat
dikompensasi dengan harga jual. Patokan pasar menunjukkan harga jual biji kopi cara basah (WP) lebih tinggi dari harga biji kopi cara kering (DP). 9) Pengemasan dan Penyimpanan Pengemasan biji kopi yang sudah dikeringkan dan telah mencapai kadar air 11% (batas kadar air biji kopi yang aman untuk disimpan) dilakukan dalam karung-karung plastik ataupun karung goni yang bersih dan jauh dari bau-bau asing. Penyimpanan dilakukan hanya sementara sebelum biji kopi dijual ke eksportir atau sebelum diolah selanjutnya. Penyimpanan harus dilakukan di ruang yang bersih, bebas dari bau asing dan kontaminasi lainnya. Ruang mempunyai ventilasi dengan lubang
21
udara yang memadai untuk menghindari terjadinya migrasi udara ke biji kopi. Atur tumpukan karung kopi di atas landasan papan/kayu setinggi 10 cm sehingga tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Monitor kondisi biji selama disimpan terhadap kondisi kadar airnya, keamanan terhadap organisme pengganggu (tikus, serangga, jamur,dll) dan faktor lain yang dapat merusak kopi. Beberapa
faktor
yang
harus
diperhatikan
dalam
penyimpanan adalah : kadar air, kelembaban relatif gudang (sebaiknya 70%), suhu gudang optimum 20-250C dan kebersihan gudang.
Untuk lebih jelasnya pengolahan kopi secara basah
dapat dilihat Gambar 6.
22
Panen (selektif/petik merah) ↓ Sortasi (perambangan) ↓ Pengupasan kulit buah (pulping) ↓ Fermentasi ↓ Pencucian lendir (washing) ↓ Pengeringan/penjemuran (drying) ↓ Pengupasan kulit tanduk (hulling) ↓ Pengeringan/penjemuran kopi beras ↓ Pengemasan dan Penyimpanan Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Kopi Basah b. Pengolahan Kopi Cara Kering Pengolahan kering dilakukan setelah buah kopi dipanen langsung dikeringkan (pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering). Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk terdengar bunyi gemerisik. Pengeringan dapat dilakukan
secara
manual
atau
dengan
mesin
pengering.
Penjemuran dilakukan pada cuaca cerah, sampai memperoleh kadar air 11-12%. Pengeringan memerlukan waktu 2 – 3 minggu dengan cara dijemur. Pada awal pengeringan buah kopi yang masih basah harus sering dibalik dengan alat penggaruk. Jenis mikro organisme yang dapat berkembang pada kulit buah terutama jamur (Fusarium sp., Colletotricum coffeanum), pada
23
permukaan buah yang terlalu kering yaitu Aspergillus niger,
Penicillium sp., dan Rhizopus sp. Pengeringan dengan mesin pengering dilakukan apabila sering hujan. Pengupasan kulit buah pada cara kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit ari. Pengupasan kulit buah dengan menggunakan mesin pengupas (huller).
Pengupasan kulit dengan cara menumbuk tidak
dianjurkan karena mengakibatkan banyak biji yang pecah. Hasil pengupasan akan diperoleh biji kopi beras, yang siap untuk disimpan atau diolah lebih lanjut. II. Pengolahan Buah Kopi Sekunder (Kopi Bubuk) a. Penyiapan Bahan Baku Biji
kopi
merupakan
bahan
baku
untuk
minuman,
sehingga aspek mutu (fisik, kimiawi, kontaminasi dan kebersihan) harus diawasi dengan baik, karena menyangkut cita rasa, kesehatan konsumen, daya hasil (rendemen) dan efisiensi produksi. Hasil pengolahan optimal akan didapatkan dengan syarat bahan baku utama yang digunakan adalah biji kopi yang telah diolah secara baik dan benar (yang memenuhi SNI 012907-1992 – Rev.1998). Dari aspek cita rasa dan aroma serta seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi yang digunakan berasal dari pengolahan yang baik. Aspek kebersihan, biji kopi harus bebas dari jamur dan
kotoran
yang
mengganggu
kesehatan
peminumnya.
24
Kontaminasi jamur juga akan menyebabkan rasa tengik atau apek, sedangkan dari aspek efisiensi produksi, biji kopi dengan ukuran seragam akan mudah diolah dan menghasilkan mutu produk yang seragam pula. Kadar kulit, kadar kotoran dan kadar air akan berpengaruh pada rendemen hasil. Kadar air yang tinggi juga menyebabkan waktu sangrai lebih lama yang berarti kebutuhan bahan bakar banyak. Kontaminasi benda keras (batu atau besi) selain akan menyebabkan komponen mesin cepat aus, juga berpengaruh negatif terhadap kehalusan kopi bubuk dan kesehatan peminumnya. b. Penyangraian (Roasting) Penyangraian adalah proses dimana aroma, keasaman, dan komponen rasa lainnya diciptakan, diseimbangkan, atau diubah dengan tujuan untuk meningkatkan atau memperkuat rasa, tingkat keasaman, dan kekuatannya sebagaimana yang dinginkan. Atau dengan kata lain penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan cita rasa khas kopi dengan perlakuan panas dan “kunci” dari produksi kopi bubuk. Penyangraian
dapat
dilakukan
secara
manual
atau
menggunakan mesin. Penyangraian secara tradisional umumnya dilakukan petani dengan wajan yang terbuat dari tanah liat atau dari besi. Caranya adalah sebagai berikut : 1). Wajan dipanaskan, kemudian kopi dimasukkan dan kopi selalu diaduk agar panasnya merata dan warna seragam.
25
2). Bila warna sudah coklat kelam (kehitam-hitaman) dan mudah pecah, kopi segera diangkat dan didinginkan di tempat terbuka. Cara mengetahui apakah kopi sudah mudah pecah atau belum, biasanya kopi dipencet dengan jari, digigit, atau dipukul perlahan dengan batu. Penyangraian kopi menggunakan mesin dapat dilakukan dengan mengikuti tahapan-tahapan kerja yang ada pada buku pedoman alat/mesin tersebut, sehingga kopi bubuk yang dihasilkan bermutu baik (Gambar 7).
Gambar 7. Alat Sangrai Kopi Dalam proses penyangraian biji kopi mengalami dua proses, yaitu penguapan air pada suhu 1000C dan reaksi pirolisis pada suhu 180-2250C. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 1800C. Pada tahap pirolisis, kopi mengalami perubahan kimia antara lain pengarangan serat kasar,
26
terbentuknya senyawa volatil, penguapan zat-zat asam (evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna putih), dan terbentuknya zat beraroma khas kopi.
Perubahan
secara fisik juga terjadi yang ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan, kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah retak maka penyangraian segera dihentikan. Selanjutnya kopi segera didinginkan. Proses penyangraian bisa dilakukan secara tertutup (menggunakan mesin) dan secara terbuka (tradisional dengan menggunakan
wajan).
Penyangraian
secara
tertutup
menghasilkan kopi bubuk yang terasa agak asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap. Namun aromanya akan lebih tajam karena senyawa kimia yang beraroma khas kopi tidak banyak menguap. Selain itu, kopi terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna. Waktu penyangraian yang dibutuhkan untuk mencapai tahap roasting point bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit, tergantung pada kadar air biji kopi beras dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur proses penyangraian adalah perubahan warna biji kopi yang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna sampel mendekati warna standar (ada 3 warna) yaitu : coklat muda, coklat agak gelap dan coklat
27
gelap kehitaman. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah sebagai berikut : 1. Suhu 190-1950C untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda). 2. Suhu 200-2050C untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap). 3. Suhu diatas 2050C untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua agak hitam). Setelah proses penyangraian selesai, biji kopi didinginkan agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan, biji kopi sangrai diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut (over roasted). Biji kopi sangrai diaduk sambil dikipas menggunakan kipas angin, sehingga sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai akan terbuang dan biji kopi sangrai lebih bersih. c. Penghalusan/Penggilingan (Miling) Proses penggilingan biji kopi sangrai bertujuan untuk mempermudah
dalam
pengkonsumsian
kopi,
karena
pada
tahapan ini akan dihasilkan kopi dalam bentuk bubuk. Proses ini dapat dilakukan secara manual dan menggunakan mesin. Biji kopi sangrai yang dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sudah dilengkapi dengan alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang dihasilkan berukuran seperti yang diinginkan atau sampai diperoleh butiran kopi bubuk
28
dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan sensasi rasa dan aroma yang lebih optimal (Gambar 8). Rendemen
hasil
pengolahan
(penyangraian
dan
penggilingan) adalah perbandingan antara berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat biji kopi beras yang diproses. Rendemen makin turun pada derajat sangrai yang makin gelap. Rendemen tertinggi yaitu 81%, diperoleh pada derajat sangrai ringan, dan terendah yaitu 76% dengan derajat sangrai gelap. Rendemen juga dipengaruhi oleh susut berat biji kopi selama penyangraian. Makin tinggi kadar air biji dan makin lama waktu penyangraian menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil.
Gambar 8. Mesin Pembuat Bubuk Biji Kopi (kiri) dan Kopi Bubuk (kanan)
29
d. Penyimpanan Kopi yang sudah direndang dan digiling mudah sekali mengalami perubahan, misalnya perubahan aroma, kadar air, dan ketengikan. Kopi bubuk yang disimpan ditempat terbuka akan kehilangan aroma dan berbau tengik setelah 2-3 minggu. Kehilangan aroma ini disebabkan oleh menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi. Sementara ketengikan disebabkan oleh reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen diudara. Penurunan mutu kopi yang telah direndang selama penyimpanan dapat dihindari dengan menyimpan kopi sebelum digiling.
Hal ini disebabkan kopi rendang sebelum digiling
mempunyai daya simpan 2-3 kali kopi yang telah digiling (kopi bubuk). Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera dikemas dengan kemasan kedap udara seperti plastik atau alumunium foil. e. Pengemasan Tujuan
pengemasan
adalah
untuk
mempertahankan
aroma dan cita rasa kopi bubuk selama di distribusikan ke konsumen dan selama dijual di toko, di pasar tradisional dan swalayan. Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan cita rasa kopi bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua minggu. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk dan kandungan oksigen di dalam
30
kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa kimia yang ada dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek, sedang oksigen akan mengurangi aroma dan cita rasa kopi melalui proses oksidasi. Masa simpan kopi bubuk yang telah dikemas dapat diperpanjang dengan menggunakan kemasan vakum seperti plastik atau alumunium foil sebelum di masukkan ke dalam kotak kertas (Gambar 9).
Gambar 9. Aneka Bentuk Kemasan Kopi oleh Kelompok Tani Sri Utomo, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara
31
Bahan pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Daya transmisi rendah terhadap uap air. 2. Daya penetrasi rendah terhadap oksigen 3. Sifat permeabel rendah terhadap aroma dan bau 4. Sifat permeabel terhadap gas CO2 5. Daya tahan tinggi terhadap minyak dan sejenisnya 6. Daya tahan tinggi terhadap goresan dan sobekan 7. Mudah dan murah diperoleh Beberapa jenis kemasan yang umum digunakan, antara lain plastik transparan dan alumunium foil. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan baik dari aspek daya simpan, kepraktisan penggunaan dan harga. Selain keawetan, kemasan juga harus dapat menarik minat pembeli kopi bubuk melalui rancangan gambar, warna dan tulisan yang ada diluarnya. Kopi bubuk dapat disimpan lebih lama dengan mengurangi oksigen di dalam kemasan ke tingkat yang paling rendah (<1%) atau jika mungkin 0% dengan pengemas vakum.
32
V. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI BASAH DI TINGKAT PETANI Pada era industri saat ini, upaya peningkatan mutu biji kopi rakyat perlu diarahkan melalui pendekatan agribisnis. Konsep agribisnis mengutamakan pemberdayaan petani untuk dapat berusaha secara berkelompok, membentuk usaha tani yang berorientasi pada keuntungan serta menggunakan teknologi dengan
efisiensi
tinggi
serta
menghasilkan
produk
yang
kompetitif. Usaha tani kopi rakyat umumya terdiri atas kebun – kebun kecil (luas 0,5 – 2 hektar), dimana dengan kondisi seperti ini disarankan untuk melakukan usaha pengolahan secara berkelompok. Tahapan pengolahan cara basah untuk buah kopi petik merah dapat memperbaiki mutu kopi asalan yang mutunya rendah. Nilai tambah teknologi pengolahan biji kopi secara basah akan menghasilkan biji kopi dengan kualitas yang lebih baik yaitu mutu 1 dan 2. Sementara pengolahan biji kopi asalan petani biasanya masih berada pada mutu 6. Dengan pengolahan basah tersebut akan diperoleh mutu yang lebih baik dan berpengaruh terhadap harga jual yang relatif lebih tinggi dari biji kopi asalan. Alat pengolahan mekanis yang dapat digunakan secara berkelompok antara lain (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008):
33
1. Mesin sortasi tipe meja getar (kapasitas 500 – 1250 kg) 2. Mesin pengupas (pulper) tipe silinder kapasitas 800 – 1000 kg dan kapasitas 80 – 100 kg 3. Mesin pencuci tipe batch (kapasitas 50 – 70 kg) dan tipe kontinyu (kapasitas 1000 kg) 4. Mesin pengering dengan perangkap panas matahari (solar
colector)
34
PENUTUP 1. Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan kopi unggulan Provinsi Jambi, karena memiliki cita rasa yang khas dan menjadikan Provinsi Jambi sebagai wilayah penghasil kopi jenis Liberika di Indonesia, dan menjadi sumber pendapatan utama bagi penduduk setempat. 2. Kopi “Libtukom” merupakan salah satu
komoditas yang
sudah diakui sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 4968/Kpts /SR.120/12/2013 tanggal 6 Desember 2013. 3. Perkembangan industri kopi dan tuntutan pasar saat ini menuntut produk yang konsisten dalam kualitas dan aman untuk dikonsumsi. 4. Peningkatan mutu kopi dapat dilakukan dengan penanganan panen dan pascapanen kopi yang baik dan benar, melalui panen secara selektif hanya pada buah yang masak saja, secara manual dengan tangan, dan menggunakan wadah keranjang bambu/karung plastik. 5. Peningkatan
mutu
kopi
dapat
dilakukan
melalui
“Pengolahan Cara Basah”, dengan menerapkan konsep GMP dan HACCP yang dapat menjamin keamanan kopi untuk dikonsumsi. Pengolahan kopi cara basah dapat menghasilkan mutu yang lebih baik, aroma, serta rasa kopi yang enak. 6. Pengembangan pengolahan kopi ditingkat petani disarankan dapat
memanfaatkan
alat
pengolahan
mekanis/semi
35
mekanis, disamping dapat memperbaiki mutu juga
dapat
meningkatkan efisiensi usaha (lebih efisien tenaga dan waktu dan dapat menekan biaya produksi).
36
SUMBER BACAAN AAK.2006. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius yogyakarta. BPS Kab. Tanjung Jabung Barat. 2014. Tanjung Jabung Barat dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Gusfarina, D.S. 2014. Mengenal Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi. Hakim, N. 2003. Strategi Pemasaran Kopi dalam Menghadapi Over Suply, Isu Ecolabelling dan Isu Ochratoxin. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, No. 1, Vol. 19. Jember Ismayadi, C dan Zaenudin, 2003. Pola Produksi, Infestasi Jamur dan Upaya Pencegahan Kontaminasi Ochratoxin-A pada Kopi Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, No. 1, Vol. 19. Jember Kementerian Pertanian. 2013. http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp. Najiyati, S. dan Danarti. 2004. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pascapanen. Edisi Revisi.Penebar Swadaya. Jakarta. Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta. 226 hlm. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008. Pengolahan Biji Kopi Primer. Informasi Paket Teknologi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. Sinar Tani. 2011. Pengolahan Kopi yang Baik dan Benar. Mimbar Penyuluhan. Sinar Tani Edisi 18-24 Mei 2011 No.3406 Tahun XLI. Zaenudin dan Soetanto, A. 2003. Program Pengembangan Teknologi dalam Rangka Mendukung Perkopian Nasional yang Tangguh. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, No. 1, Vol. 19. Jember.
37