TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH PADA TANAMAN CABAI

Download dari kulit buah cabai ditemukan bintik hitam yang berukuran sangat kecil. Hal ini menandakan bahwa buah cabai tersebut telah terserang oleh...

0 downloads 549 Views 468KB Size
No. 10 - Agustus 2014

Teknologi Pengendalian Hama Lalat Buah Pada Tanaman Cabai Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan komoditas sayuran yang banyak di gunakan dalam bentuk segar maupun olahan untuk konsumsi rumah tangga, rumah makan dll. Cabai rawit mengandung protein (15 mg), lemak (11 mg), karbohidrat (33 mg), Kalsium (150 mg), Fe (9 mg), Vitamin A (1000 Si), Vitamin B1 (0,5 mg), Vitamin C (10 mg), dan air (8 mg). Pada tanaman cabai rawit, seringkali ditemukan buah yang rontok dan membusuk, baik sebelum masak maupun yang sudah masak, kadang kala buah berwarna cokelat kehitaman atau agak menguning dan pada bagian tertentu dari kulit buah cabai ditemukan bintik hitam yang berukuran sangat kecil. Hal ini menandakan bahwa buah cabai tersebut telah terserang oleh hama lalat buah. Secara ekonomis beberapa spesies lalat buah merupakan hama penting yang berasosiasi dengan berbagai buah-buahan dan sayuran tropika. Lalat buah betina dewasa meletakkan telur dengan menyucukkan ovipositor ke dalam 20

buah cabai dan stadia yang merusak buah adalah larva. Larva lalat buah berkembang di dalam buah cabai, sehingga menyebabkan buah menjadi rusak. Kerusakan yang diakibatkan hama ini akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun kuantitasnya menurun. Kerugian akibat serangan hama lalat buah berkisar antara 20–60% tergantung pada jenis buah/sayuran, intensitas serangan dan kondisi iklim/musim. Lalat buah dapat menyerang banyak tanaman hortikultura terutama sayur-sayuran dan buahbuahan, sehingga sulit sekali untuk dikendalikan. Akibat serangan hama lalat buah produksi dan mutu buah cabai menjadi rendah, bahkan tidak jarang mengakibatkan gagal panen, karena buah menjadi busuk dan berjatuhan ke tanah (Gambar 1 dan 2). Hasil pengamatan yang dilakukan di Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogjakarta tingkat serangan hama lalat buah berkisar antara 10+35% dari jumlah buah yang diamati.

iptek hortikultura

Gambar 1. Buah cabai rawit membusuk, terserang hama lalat buah

Gambar 2. Belatung lalat buah di dalam buah cabai rawit

Tanaman Inang Lalat buah termasuk hama yang poliphagous atau mempunyai banyak tanaman inang alternatif, jika tanaman utamanya sedang tidak berbuah. Tanaman inang hama lalat buah selain cabai ialah nangka, belimbing, mangga, tomat, melon, pepaya, mentimun, paria dll. Lalat buah dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap 150 spesies tanaman buah dan sayur-sayuran baik di daerah tropis maupun daerah subtropis. Jenis Lalat Buah di Indonesia Di Indonesia bagian barat, terdapat 89 spesies lalat buah yang termasuk jenis lokal (indigenous) tetapi hanya delapan jenis yang termasuk hama penting yaitu Bactrocera albistrigata (Meijere), B. dorsalis Hendel, B. carambolae Drew & Hancock, B. papayae Drew and Hancock, B. umbrosa (Fabricius), B. caudata (Fabricius), B. tau (Walker), B. cucurbitae (Coquillett), dan Dacus (Callantra) longicornis (Wiedemann). Jenis lalat buah yang menyerang cabai rawit ialah Bactrocera cucurbitae.

Gambar 3. Buah yang busuk terserang hama lalat buah jatuh ke tanah

Siklus Hidup Hama Lalat Buah Siklus hidup hama lalat buah dimulai dari stadia telur, larva, pupa, dan dewasa (Holometabola) (Gambar 4). Lalat buah betina mempunyai ovipositor yang runcing pada ujung tubuhnya yang berfungsi untuk memasukkan telurnya ke dalam buah. Jumlah telur yang diletakkan perhari bervariasi antara 2–40 butir. Telur yang diletakkan di dalam buah cabai rawit, kemudian menetas menjadi larva (belatung). Larva selama hidupnya akan hidup, makan, dan berkembang di dalam buah cabai. Larva lalat buah mempunyai tiga tingkat instar. Larva berwarna putih kekuningan dan sering diikuti dengan masuknya bakteri dan jamur, sehingga buah cabai dengan cepat mengalami pembusukan dan kemudian akan berjatuhan di tanah. Apabila buah cabai dibelah, pada daging buah terdapat larva kecil dengan ukuran 4–10 mm dan biasanya bila larva disentuh, akan meloncat-loncat (tidak berjalan). Larva instar akhir akan menjatuhkan dirinya ke tanah untuk membentuk pupa di dalam tanah. Selanjutnya pupa akan berkembang 21

No. 10 - Agustus 2014

menjadi imago lalat buah yang keluar dari dalam tanah. Lalat buah dewasa biasanya berukuran 1–6 mm. Warnanya sangat bervariasi mulai dari warna kuning cerah, oranye kehitaman, cokelat, atau kombinasinya. Pada sayap B. cucurbitae biasanya terdapat dua garis membujur dan sepasang sayap transparan. Bactrocera cucurbitae mudah dikenali dari bentuk garis pita atau spot cokelat atau hitam yang ada dibagian sayapnya (Gambar 4). Pada abdomen umumnya terdapat dua pita melintang dan satu pita yang membagi dua abdomen terakhir. Lalat buah dewasa akan aktif terbang pada jam 06:00–09:00 pagi atau sore hari jam 15:00–18:00.

larva lalat buah. Luka tusukan lalat buah dapat menyebabkan masuknya infeksi sekunder berupa penyakit busuk buah, baik dari cendawan maupun bakteri. Pada tingkat serangan parah, buah cabai banyak yang busuk dan rontok. Teknologi Pengendalian Hama Lalat Buah Cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan tidak dapat ditawar lagi, artinya produk buah tidak tercemar oleh bahan kimia yang berbahaya bagi konsumen, terutama pestisida. Ketergantungan petani terhadap penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan hama cukup tinggi, sehingga perlu segera diatasi dengan mencari alternatif pengendalian lain yang ramah lingkungan. Kebutuhan terhadap teknik pengendalian hama yang ramah terhadap lingkungan sangat diharapkan, terutama yang efektif, efisien, dan mudah diterapkan oleh petani di lapangan. Diantara teknologi pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan ialah pengendalian secara kultur teknis, pengendalian secara fisik/mekanik, pengendalian secara biologi, dan pengendalian secara kimiawi (dapat digunakan sebagai alternatif terakhir).

Gejala Kerusakan Lalat buah betina menyerang buah cabai rawit dengan cara menusukkan ovipositornya ke dalam buah cabai rawit. Gejala serangan pada buah yang terserang lalat buah, ditandai dengan adanya noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor. Buah yang baru ditusuk akan sulit dikenali karena hanya ditandai dengan titik hitam yang kecil sekali. Telur menetas menjadi belatung dan memakan bagian dalam buah cabai. Kerusakan pada daging buah bagian dalam tidak dapat dilihat, karena permukaan buah tetap mulus. 1. Secara kultur teknis a. Sanitasi lahan. Sanitasi lahan bertujuan Namun, apabila buah cabai di belah, maka akan untuk memutuskan daur hidup lalat terlihat biji-biji berwarna hitam, daging buah buah, sehingga perkembangan lalat busuk, lunak, dan ada belatung yang merupakan

Gambar 4. Telur, larva, pupa, dan dewasa hama lalat buah Bactrocera cucurbitae 22

iptek hortikultura

buah dapat ditekan. Sanitasi dilakukan dengan cara mengumpulkan buah yang jatuh atau busuk kemudian dimusnahkan dan dibakar atau dibenamkan di dalam tanah dengan cara membuat lobang berukuran 1 x 0,5 m atau 1 x 1 m sampah/serasah di sekitar tanaman juga harus dikumpulkan dan dibakar atau dipendam dalam tanah. Pastikan ke dalam tanah tidak memungkinkan larva dapat berkembang menjadi pupa. Pupa yang ada dalam tanah dapat dimusnah- Gambar 6. Perangkap lem tikus yang diberi sedikit metyl eugenol dan perangkap kan dengan cara membalikkan tanah di perekat kuning untuk menangkap sekitar tanaman. hama lalat buah b. Gunakan perangkap lem kuning atau lem tikus bening yang dicampur dengan botol diberi sedikit air lalat buah mati sedikit metyl eugenol untuk menangkap terendam air. Sebaiknya perangkap lalat buah dewasa. dipasang dibagian luar lahan atau di bagian pinggir pertanaman, hal ini c. Pengasapan dengan membakar sampah bertujuan agar lalat tidak terkumpul di kering, dan dibagian atasnya ditutupi tengah pertanaman sampah basah, agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai terbakar. Kepulan 3. Pengendalian secara biologi asap yang menyebar ke seluruh bagian a. Pengendalian lalat buah secara biologi tanaman akan mengusir keberadaan dapat dilakukan dengan cara menghasilkan hama lalat buah. lalat buah jantan mandul. Teknik pengendalian jantan mandul berhasil mengendad. Pemasangan mulsa plastik dapat likan hama lalat buah di Jepang. Dengan menekan larva berubah menjadi pupa melepaskan serangga jantan yang sudah dan akhirnya mengurangi populasi semandul, maka telur yang dihasilkan dari rangga dewasa. 2. Pengendalian secara fisik/mekanis a. Gunakan perangkap atraktan metyl eugenol/cue lure yang dipasang atau digantung di dalam perangkap yang terbuat dari bekas air mineral untuk menangkap lalat jantan. Bagian dasar

Gambar 5. Masukkan buah yang terserang lalat buah ke dalam tanah

perkawinan dengan lalat betina menjadi steril atau tidak bisa menghasilkan keturunan, dan akhirnya populasi akan turun dan musnah.

b. Memanfaatkan musuh alami baik parasitoid, predator atau patogen namun di

Gambar 7. Perangkap atraktan metyl eugenol/ cue lure yang dipasang atau digantung didalam perangkap yang terbuat dari bekas air mineral

23

No. 10 - Agustus 2014

Gambar 8. Musuh alami hama lalat buah di antaranya adalah Diachasmimorpha sp. Fopius sp, Oecophylla smaragdina (semut rangrang), Odontomachus sp. Indonesia belum banyak diterapkan. Jenis parasitoid yang banyak ditemukan adalah Biosteres sp. dan Opius sp (Braconidae). Predator lalat buah yang umum adalah semut, laba-laba, kumbang stafilinid dan cocopet (Dermaptera). Jenis patogen yang banyak menyerang pupa lalat buah adalah Beauveria sp.

4. Pengendalian secara kimia a. D a p a t d i l a k u k a n d e n g a n c a r a pengabutan/pengasapan (fogging). Caranya menggunakan alat pengabutan panas (fogger) dan pestisida yang keluar berbentuk kabut/asap karena ukuran dropletnya sangat kecil. b. Pencampuran insektisida dengan zat penarik (atraktan) maupun food attraktan (tertarik dengan makanan). Food attraktan yang biasanya digunakan adalah berupa protein hidrolisa yang berasal dari limbah bir dan diberi insektisida spinosad kemudian disemprotkan pada tanaman. Umpan beracun akan dimakan oleh lalat buah jantan atau betina yang akhirnya dapat membunuh lalat buah. PUSTAKA 1. Cohen, H & Yuval, B 2000, ‘Perimeter trapping strategy to reduce Mideterranean fruit fly (Diptera: Tephritidae) damage on different host species in Israel’, J. Econ. Entomol., vol. 93, no. 3, pp. 721-5.

24

2. Daini, S, Zulfiar, Z & Isnadi, S 1983, ‘Inventory of fruit flies Dacus spp’, Second Congress of Entomology, Jakarta, Indonesia. 3. Fletcher, BS 1987, ‘The biology of dacine fruit flies’, Annu. Rev. Entomol., no. 32, pp. 115-44. 4. Hardy, DE 1982, ‘The Dacini of Sulawesi ( Diptera: Tephritidae)’, Treubia, vol 29, Part 5. 5. Harris, EJ, Vargas, RI & Gilmore, JE 1993, ‘Seasonality in occurrence and distribution of the Mediterranean fruit fly (Diptera:Tephritidae) in upland and lowland areas on Kauai, Hawaii’, Environ. Entomol., no. 22, pp. 404-10 6. Hasan, E 1986, Control of Insect and mite pest of Australian crops, ‘third edition, Ento Press, 29 Hill Street, Ganton, Queensland. 7. Hasyim, A , Muryati & de Kogel, WJ 2006, ‘Efektivitas model dan ketinggian perangkap dalam menangkap hama lalat buah, Bactrocera spp.’, J. Hort., vol. 16, no. 4, pp. 314-20. 8. Hasyim, A, Muryati, Istianto, M & de Kogel, WJ 2007, ‘Male fruit fly, Bactrocera tau (Diptera: Tephritidae) attractants from Elsholtzia pubestcent Bth’, Asian J. Plant Sci., vol. 6, no. 1, pp. 181-3. 9. Hasyim, A, Muryati & de Kogel, WJ 2008, ‘Population fluctuation of adult males of the fruit fly, Bactrocera tau Walker (Diptera: Tephritidae) in relation to abiotic factors and sanitation’, Indonesian, J. Agric. Sci., vol. 9, no. 1, pp. 29-33. 10. Hasyim, A, Boy, A & Hilman, Y 2010, ‘Respon hama lalat buah jantan terhadap beberapa jenis attraktan dan warna perangkap di kebun petani’, J. Hort., vol. 20, no. 42, pp. 164-70.

iptek hortikultura

11. Hwang, JS, Yen, YP, Chang, MC & Liu, CY 2002, ‘Extraction and identification of volatile compound’, Plant Prot., no. 44, pp. 279. 12. Isnadi, S 1985, ‘Preliminary survey of the distribution area of fruit flies in Indonesia’, Proceedings, Regional Conference on plant quarantine for Agriculture Development, Kuala Lumpur, Malaysia, pp. 143-4. 13. Iwahashi, TSS, Subahar & Sastrodiharjo, S 1996, ‘Attractiveness of methyl eugenol to the fruit fly Bactocera carambolae (Diptera: Tepritidae) in Indonesia’, Ann. the Entomol., no. 89, pp. 5. 14. Liquido, NJ, Cunningham, RT & Couey, HM 1989, ‘Infestation rates of papaya by fruit flies (Diptera: Tephritidae) in relation to the degree of fruit ripeness’, J. Econ. Entomol., no. 82, pp. 213-9. 15. Liu, YC & Yeh, CC 1982, ‘Population fluctuation of the oriental fruit fly, Dacus dorsalis Hendel, in sterile fly release and control area’, Chinese, J. Entomol., no. 2, pp. 57-70. 16. Muryati, Hasyim, A & Riska 2008, ‘Preferensi spesies lalat buah terhadap attraktan, Metil eugenol, dan cue-lure dan populasinya di Sumatera Barat dan Riau’, J. Hort., vol. 18, no. 2, pp. 22733. 17. Shelly, TE & Pahio, E 2002, ‘Relative attractiveness of enriched ginger root oil and trimedlure to male mediterranean fruit flies (Diptera: Tephritidae)’, Florida Emtomologist, vol. 85, no. 4, pp. 545-51. 18. Shiga, M 1991, ‘Prospect of eradication of fruit flies’, Proceeding of the International Symposium the Biology and Control of Fruit flies, Jointly organized by the Food and Fertilizer of Technology Center The University of The Ryukyus, The Okinawa Prepectural Government, Held at Ginowan, Okinawa, Japan, pp. 126-36.

19. Shukla, RP & Prasad, PG 1985, ‘Population fluctuation of the oriental fruit fly, Dacus dorsalis Hendel in relation to host and abiotic factors’, Tropical Pest Management, no. 31, pp. 273-5. 20. Sutrisno, S 1991, ‘Current fruit fly problem in Indonesia’, Proceeding of the International Symposium the Biology and Control of Fruit flies, Jointly organized by the Food and Fertilizer of Technology Center The University of The Ryukyus, The Okinawa Prepectural Government. Held at Ginowan, Okinawa, Japan, pp 72-8. 21. Vijaysegaran, S 1985, ‘Management of fruit flies’, Proc. Seminar Integrated Pest Management in Malaysia. 1984, Malaysian Plant Proc. Soc, Kuala Lumpur, pp. 231-54. 22. Vijaysegaran, S & Osman, MS 1991, ‘Fruit fly in Penisular Malaysia. Their economic importance and Control Strategies’, Proceeding of the International Symposium the Biology and Control of Fruit flies, Jointly organized by the Food and Fertilizer of Technology Center The University of The Ryukyus, The Okinawa Prepectural Government. 23. White, IM & Elson-Harris, MM 1992, Fruit flies of economic significance. Their identification and bionomics, CAB International, Wallingford, UK. 24. White, IM 1996, ‘Fruit fly taxonomy: recent advances and new approaches’, in McPheron BA, Steck GJ Fruit fly pests. A world Assessment of their biology and management, St Lucie Press, Delray Beach, FL (eds.), pp. 253-8.

Hasyim, A, Setiawati, W, dan Liferdi, L Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu, No. 517, Lembang Bandung Barat 40791 E-mail : [email protected]

25