sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXVI. Nomor 1. 2001 : 17 - 24
ISSN 0216 - 1877
TINGKAH LAKU REPRODUKSI PADA IKAN Oleh Fahmi1)
ABSTRACT REPRODUCTION BEHAVIOR OF FISH. Fish have developed variety of ways to reproduce successfully in the various habitats they occupy. Generally, there are No kinds of fertilization of fish. internal and external fertilizations. Fish also have many different ways in courtship and mating, pawning time, and protecting the eggs and the young. Many kinds d male fish often develop bright color and are usually more active in courtship than the female during the breeding season. Other males offish stake out an certain area d their own at breeding time and guard the eggs hutch.
Salah satu segi terpenting pada makhluk hidup adalah kemampuannya berkembangbiak (reproduksi). Reproduksi pada makhluk hidup merupakan suatu proses alam dalam usaha mempertahankan keturunan dan keberadaan jenisnya di alam. Ada dua cara berbeda pada makhluk hidup dalam membentuk keturunan, yaitu reproduksi secara seksual dan secara aseksual. Reproduksi seksual terjadi karena bertemunya gamet jantan (sperma) dengan gamet betina (sel telur) dalam suatu proses pembuahan (fertilisasi), sedangkan pada reproduksi aseksual, keturunan yang terbentuk tanpa melalui proses pembuahan (KIMBALL 1994). Ikan merupakan salah satu makhluk hidup yang secara umum bereproduksi secara seksual. Dalam proses reproduksinya, ikan
1)
Balitbang Biologl Laut - Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001
mempunyai tingkah laku dan tata cara yang berbeda-beda, mulai dari tingkah laku meminang dan kawin, memijah, sampai penjagaan terhadap telur dan anak-anaknya. Pada tulisan ini, diuraikan secara singkat mengenai tingkah laku reproduksi ikan tersebut. Pola Reproduksi pada lkan Pada mayoritas ikan, jantan dan betina merupakan individu yang terpisah, untuk kemudian mereka harus bertemu atau bersamasama pada masa kawin (reproduksi). Reproduksi seksual pada ikan dibedakan menjadi dua macam, yaitu reproduksi secara internal dan reproduksi secara eksternal. Pada reproduksi seksual secara internal, sperma individu jantan membuahi sel telur di dalam tubuh individu betina. Sedangkan pada reproduksi secara eksternal. sperma dilepaskan
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ke perairan bersamaan atau setelah betina melepaskan atau menempatkan telur-telurnya (PATENT 1976).
Pembuahan Internal Pembuahan internal (di dalam tubuh) relatif jarang terjadi pada ikan. Beberapa modifikasi pada tubuh ikan jantan diperlukan untuk mentransfer sperma ke dalam organ reproduksi betina. Semua ikan bertulang rawan (Chondroichthyes). yaitu bangsa ikan cucut dan pari, mempunyai pola reproduksi dengan pembuahan internal. Sirip perut pada ikan jantan telah dimodifkasi menjadi lebih lancip dan bercelah, yang disebut dengan clasper, dan digunakan untuk menyalurkan sperma selama kopulasi (pembuahan). Sedangkan pada ikan-ikan bertulang sejati yang melakukan pembuahan secara internal, ikan jantan memodifikasi sirip anal menjadi lebih panjang dan lancip, atau pada ujung saluran tempat sperma dilepaskan bentuknya membesar dan berubah (PATENT 1976). Pada pembuahan secara internal ini, kebanyakan telur-telur yang telah dibuahi di dalam tubuh ikan betina tetap berada di dalam tubuh induknya hingga menetas. Telur-telur tersebut mempunyai kuning telur yang cukup banyak sebagai cadangan makanan bagi embrio yang sedang berkembang. Banyak ikan yang bereproduksi secara internal, membiarkan anak-anaknya yang telah menetas tetap berada di dalam tubuh induknya untuk berkembang hingga menjadi cukup besar dan kuat untuk dilahirkan. Dalam beberapa kasus, organ reproduksi pada ikan betina dimodifikasi agar dapat memberikan zat-zat makanan pada embrio yang berkembang di dalam tubuh induk. sementara tubuh embrio tersebut telah diadaptasikan untuk menerima dan menggunakannya. Contoh ikan bertulang sejati yang melakukan pembuahan secara internal dan melahirkan anaknya adalah ikan Coelacanth, atau yang dikenal sebagai ikan fosil hidup.
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001
Jenis ikan Coelacanth betina pernah ditemukan dengan lima ekor embrio yang sedang berkembang di dalam ovariumnya. Tiap-tiap anak ikan tersebut memiliki kantung kuning telur di bawah tubuhnya yang berfungsi sebagai sumber makanan (Gambar 1). Jenis ikan lain yang melakukan pembuahan internal adalah ikan-ikan pada marga Lutjanus. Ikanikan ini bereprodoksi di perairan dangkal. Pembuahan terjadi dengan amat cepat, dimana ikan jantan menyalurkan sperma dan masuk ke dalam tubuh betina dengan cara membengkokkan tubuhnya sambil digetarkan. Seekor ikan betina besar mampu membawa sekitar 20 ekor anak ikan di dalam tubuhnya. Anak-anak ikan tersebut berkembang dengan menyerap makanan dari cairan dalam ovarium. dan mereka telah dapat mencari makan di perairan hanya dalam waktu satu menit setelah dilahirkan (PATENT 1976).
Gambar 1 Ikan Coelacanth muda dengan kantung kuning telur di bawah tubuhnya (PATENT 1976). Pembuahan secara Eksternal Kebanyakan ikan laut, melakukan pembuahan secara eksternal. yaitu individu jantan dan betinanya sama-sama melepaskan sperma dan sel telurnya di perairan. Telurtelur yang dilepaskan ke perairan, ada yang mengapung di permukaan dan ada pula yang tenggelam di dasar perairan. Banyak jenis ikan dasar dan ikan-ikan yang hidup di lautan terbuka melepaskan telur dengan cara mengapungkannya di permukaan perairan. Telur-telur yang dilepaskan dengan cara
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
seperti ini cenderung berukuran kecil sehingga mudah untuk mengapung dan dikeluarkan dari dalam tubuh induknya dalam jumlah yang cukup banyak, untuk kemudian mengapung bersama-sama dengan planktonplankton yang berukuran kecil. Sebagai contoh adalah ikan Makarel Atlantik, ikan ini melepaskan sekitar 500.000 telur dalam satu tahun di permukaan perairan. Sejak ikan betina berusia 4 tahun, mereka mengeluarkan sekitar 2 juta telur sepanjang hidupnya. Contoh lain adalah pada kelompok ikan Acanthuridae, mereka biasa memijah dalam kelompok-kelompok kecil dan berenang lebih ke arah permukaan. Telur-telurnya dibiarkan mengapung di permukaan untuk kemudian menetas dan menjadi larva yang berbentuk transparan dan hidup secara planktonik (PATENT 1976). Menurut WEBBER & THURMAN (1991), telur-telur ikan laut umumnya berukuran kecil (diameter sekitar 1 mm), dan mempunyai fekunditas yang tinggi (mencapai 1 juta telur tiap betina). Ketika menetas, berkembang sebagai larva planktonik yang berbentuk transparan. Kebanyakan larva ikan ini mengkonsumsi larva kopepoda (stadia nauplius) sebagai makananya. Pada jenis ikan yang lain, mereka cenderung untuk menenggelamkan telurnya (meletakkan di dasar perairan). Biasanya ikanikan yang hidup di perairan dangkal melakukan cara tersebut, mereka meletakkan telur-telurnya di dasar perairan, ataupun di dalam sarang yang mereka buat. Pada jenis-jenis ikan yang melakukan hal ini, ukuran telurnya cenderung lebih besar dan jumlah telurnya lebih sedikit daripada telur-telur yang mengapung. Telurtelur ini mengandung lebih banyak kuning telur untuk makanan embrio di dasar perairan. Ikan-ikan yang kemudian menetas, tetap berada di dasar perairan yang dangkal dimana terdapat banyak makanan (PATENT 1976). Metode dengan mengapungkan telurtelur cenderung lebih riskan dengan tingkat keberhasilan untuk menetas dan berkembang
hingga dewasa yang amat kecil karena banyaknya faktor-faktor pembatas. Faktorfaktor pembatas itu antara lain adalah banyak telur yang disebarkan tidak sempat dibuahi, beberapa telur rusak disebabkan oleh bakteri dan jamur, atau termakan oleh organismeorganisme pemakan plankton. Telur-telur lain mungkin hanyut ke perairan yang terlalu hangat ataupun terlalu dingin di luar kisaran normal bagi telur tersebut untuk berkembang. Hal yang sama juga dapat terjadi pada ikanikan yang masih muda, mereka harus bertahan hidup dari bahaya pemangsa yang banyak terdapat di laut. Pada ikan Makarel Atlantik, tingkat kematian ikan-ikan muda amatlah tinggi, hanya sekitar satu persejuta yang dapat tetap hidup hingga bereproduksi (PATENT 1976). Tingkah Laku Meminang dan Kawin pada Ikan Ikan mempunyai cara yang berbedabeda dalam tingkah laku meminang (courtship) dan tingkah laku kawinnya (Mating). Dalam tingkah laku tersebut, ikan jantan dan betina dewasa sama-sama melepaskan sperma dan telur melalui bermacam cara agar terjadi pembuahan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Selain dapat memberikan ketepatan waktu dalam pelepasan sperma dan telur agar pembuahan dapat berhasil baik, tingkah laku meminang juga dapat menjamin dua individu yang berpasangan tersebut berasal dari jenis yang sama. Individu jantan dari setiap jenis ikan mempunyai tanda-tanda atau sinyal tersendiri yang hanya dimengerti oleh betina dari jenisnya. Begitu pula ikan betina mempunyai sinyal-sinyal khusus yang hanya dimengerti oleh individu jantannya (PATENT 1976). Di alam sangat jarang terjadi perkawinan antara dua jenis ikan yang berbeda (Crossbreed). Andaipun terjadi, embrio yang dihasilkan biasanya tidak berkembang dengan baik. Walaupun dapat tumbuh hingga dewasa,
19
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
individu tersebut biasanya menjadi individu yang steril (mandul) dan tidak dapat berproduksi. Apabila seekor individu ikan berbuat kesalahan dengan melakukan perkawinan dengan individu dari jenis lain, maka telur atau spermanya hanya akan terbuang percuma. Oleh karena itu, jenis-jenis ikan yang hidup bersama di dalam lingkup area yang sama, mempunyai tingkah laku meminang dan tingkah laku kawin yang berbeda-beda, sehingga mereka hanya dapat melakukan perkawinan dengan pasangan dari jenis yang sama (PATENT 1976). Biasanya individu jantan berperan aktif dalam tahap pinangan daripada individu betina. Jantan harus dapat meyakinkan individu betina untuk dapat berpasangan dengannya, agar betina tersebut dapat bekerja sama hingga proses pembuahan dapat berhasil. Pada ikan-ikan karang, ikan jantan pada umumnya mempunyai warna yang mencolok dan lebih cerah daripada ikan betina. Selain untuk menarik perhatian ikan betina, warna yang cerah pada ikan-ikan jantan juga dapat memberikan kesempatan pada ikan jantan tersebut untuk mengenali betinanya, karena umumnya ikan-ikan betina memiliki warna yang kusam dan corak tubuh yang kurang menarik (PATENT 1976). Ikan jantan juga biasanya bergerak atraktif dan lincah seperti menari di sekitar ikan betina untuk dapat menarik perhatiannya. Menurut ALLEN (1979), umumnya ikan-ikan jantan dari suku Pomacanthidae memiliki tingkah laku meminang dengan cara berenang ke arah permukaan lalu turun kembali sambil melakukan gerakan-gerakan tertentu untuk menarik perhatian ikan betinanya. Selama musim kawin, ikan-ikan jantan tersebut biasanya merubah dirinya dengan warna-warna yang lebih terang seperti merah, hijau atau biru (PATENT 1976). Tingkah laku merubah warna (Breeding dress) ini dapat memberikan pesan-pesan tertentu, antara lain adalah memberi tanda pada betina bahwa
jantan tersebut telah siap untuk kawin. Hal ini menandakan pula pada ikan jantan lain bahwa ikan jantan tersebut telah siap untuk mempertahankan wilayahnya, karena umumnya ikan-ikan jantan tersebut mulai membuat sarang pada musim kawin. Biasanya ikan-ikan yang bergerak lincah mempunyai warna tubuh yang cerah. Sedangkan ikan-ikan yang cenderung diam, ataupun yang berbentuk menakutkan, mempunyai warna yang cenderung pucat. Selain warna, pada jenis ikan lain yang siap kawin mempunyai tanda-tanda khusus, seperti bagian perut yang membengkak pada ikan betina karena penuh berisi telur, yang juga dapat menarik minat ikan jantan. Jantan dan betina kadang juga mempunyai bentuk sirip yang berbeda. Selain itu, tingkah laku ikan juga dapat membedakan jenis kelamin dan tingkat kedewasaannya. Ikan betina yang siap kawin mempunyai tingkah laku yang berbeda dengan ikan jantan ataupun ikan betina yang belum dewasa. Sebagai contoh adalah tingkah laku menggerak-gerakan sirip yang dapat menunjukkan selera ikan tersebut. Pada ikanikan yang bergerak lincah, ketika musim kawin cenderung untuk membentangkan sirip mereka lebar-lebar, sebagai cara untuk berkomunikasi dengan yang lainnya (PATENT 1976). Tingkah laku meminang dan penjagaan wilayah secara detail berbeda-beda dari tiap jenis ikan teleostei. Tetapi secara umum mempunyai cara yang sama, yaitu umumnya ikan jantan menentukan wilayah tertentu sebagai sarang dan daerah kekuasaannya selama masa reproduksi. Fungsi sarang tersebut antara lain adalah mempermudah ikan betinanya menemukan pasangannya dengan mendatangi daerah kekuasan ikan jantan tersebut. Daerah kekuasaan ikan merupakan tempat perlindungan yang aman bagi betina untuk meletakkan telur-telurnya dan juga untuk membesarkan anak-anaknya
20
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
(PATENT 1976).Di daerah kekuasaan tersebut, ikan jantan cenderung mempertahankan wilayahnya dari ikan jantan lain ataupun jenis ikan yang lain. Apabila ada ikan jantan lain yang berenang mendekat, maka ikan tersebut akan menyerangnya. Ada yang menggunakan cara dengan menghampiri ikan yang mendatangi dengan mulut yang terbuka lebarlebar atau sambil membentangkan sirip-siripnya dengan tujuan untuk menakut-nakuti lawannya. Biasanya ikan pendatang akan segera pergi, tetapi apabila tidak, maka akan terjadi perkelahian baik dengan menggunakan mulut, tamparan sirip-siripnya, ataupun dengan menggunakan ekornya. Umumnya ikan jantan yang menjaga sarangnya selalu menang dalam perkelahian, sehingga proses perkawinan dapat berlangsung tanpa ada gangguan. Ikan-ikan yang hidup di daerah terumbu karang, biasanya memiliki wilayah tertentu untuk bereproduksi dan berkembangbiak. Ada yang memiliki sarang atau daerah kekuasaan yang bersifat sementara selama masa kawin dan ada pula yang jenis-jenis ikan yang memang hidupnya menetap. Sebagai contoh adalah ikan-ikan Anemon (Amphiprion spp.) dan ikan Sersan mayor (Abudefduf sp.). Ikan Anemon atau ikan Giru merupakan ikan yang hidup bersimbiosis dengan anemon. Mereka menggunakan anemon sebagi tempat untuk menetap dan berkembang biak. Satu anemon kadang-kadang dijadikan sebagai tempat tinggal bagi hanya sepasang ikan anemon. Pada ikan Sersan mayor, selama musim kawin mereka bergerak keluar batas terumbu karang. Di sana mereka berenang sepanjang tepian terumbu dengan arah yang sama. Ikan-ikan jantan bertugas mencari gua atau celah-celah karang, untuk kemudian memisahkan diri dari gerombolannya. Apabila ikan jantan telah menemukan tempat yang sesuai untuk dijadikan sarangnya, mereka akan menetap hingga musim kawin selesai.
Secara berangsur-angsur, beberapa ikan jantan akan berkoloni di dalam gua karang kemudian membuat sarang masing-masing. Mereka bekerja menggali dan membersihkan sarangnya untuk kemudian berdiam menunggu rombongan ikan dari jenisnya lewat. Ketika gerombolan ikan Sersan mayor melintasi sarangnya, ikan-ikan jantan tersebut bergerak atraktif untuk menarik perhatian betina. Beberapa betina kemudian mengikuti si jantan ke sarangnya, untuk kemudian meletakkan telur-telurnya di sana. Setelah melepaskan telur-telurnya, ikan betina akan pergi meninggalkan sarang, sedangkan ikan jantan, setelah membuahi telur-telur tersebut, tetap berada di sarang untuk menjaga telur-telur hingga menetas (Gambar 2). Ikan jantan akan pergi meninggalkan sarangnya setelah telurtelur menetas dan membiarkan larva-larva ikan untuk bertahan hidup sendiri (PATENT 1976). Meskipun tingkah laku secara visual merupakan hal yang paling penting dalam proses pinangan, beberapa jenis ikan juga mempunyai tingkah laku lain yang khas, seperti mengeluarkan bunyi-bunyian tertentu. Bunyi yang dikeluarkan oleh ikan jantan biasanya merupakan tanda peringatan bagi jantan lain yang memasuki wilayahnya, ataupun untuk menarik perhatian ikan betina. Masa Memijah Proses memijah pada ikan berbedabeda antar kelompok ikan. Umumnya ikanikan betina meletakkan telur-telurnya di dasar perairan untuk kemudian dibuahi oleh ikan jantan sementara ikan betina menungguinya. Pada jenis ikan lain, ada yang memijah dengan cara berenang berdekatan secara bersama-sama, dan ada pula yang memodifikasi sirip ekornya (pada ikan jantan) untuk dilingkarkan pada tubuh betina, untuk kemudian keduanya secara bersama-sama melepaskan sperma dan telur (PATENT 1976).
21
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 2. Tingkah laku meminang dan kawin pada ikan Sersan Mayor (Abudefduf sp.)
22
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Banyak jenis ikan terutama yang hidup di daerah tropis, bereproduksi sepanjang tahun. Tetapi, kebanyakan jenis ikan mempunyai waktu memijahnya sendiri-sendiri. Ada yang biasa memijah pada bulan purnama, dan ada pula yang memijah ketika terjadi air pasang (PATENT 1976). Menurut ALLEN (1976), masa memijah pada ikan karang tropis, Centropyge interruptus adalah berkisar pada bulan Mei dan Oktober, dengan suhu dan sinar matahari sebagai faktor pembatasnya. Ikan tersebut tidak akan memijah pada suhu dibawah 22°C. Sedangkan menurut MOYER & NAKAZONO dalam (ALLEN 1979), kebanyakan ikan-ikan dari suku Pomacanthidae memijah pada saat 10 menit sebelum sampai 5 menit sesudah terbenamnya matahari. Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi terjadinya pemijahan adalah musim. Pada daerah subtropis, pemijahan biasa terjadi pada musim semi dan awal musim panas, ketika itu makanan berlimpah dan tersedia waktu yang cukup bagi larva ikan untuk tumbuh lebih kuat sebelum datang musim dingin (PATENT 1976).
telurnya setelah dibuahi. Beberapa ikan karang ada yang menjaga telur-telurnya hingga menetas, dan tetap melindungi anaknya yang masih muda hingga mereka mampu hidup mandiri di perairan. Pada beberapa jenis ikan Angelfish, kedua induk baik induk betina maupun jantan menjaga telur dan anakanaknya yang masih muda. Sedangkan pada ikan-ikan gobi (suku Gobiidae), hanya ikan jantan yang menjaga sarangnya yang berisi telur dari pemangsa (PATENT 1976). Ikan pari duri jantan membuat sarang dan menjaga serta memberi udara pada telur yang diletakkan di dalamnya. Secara khas jenis ini menghasilkan telur dalam jumlah yang tidak begitu banyak (KIMBALL 1994). beberapa jenis ikan sembilang betina bertingkah seperti mengerami telur-telurnya, mereka menutupi telur-telur tersebut dengan perutnya hingga menetas. Sedangkan cara berbeda dilakukan ikan salmon yang bermigrasi ke perairan tawar (sungai) dengan arus yang kencang, dimana terdapat sedikit pemangsa yang hidup disana, untuk kemudian menguburkan telur-telurnya di dasar pasir sebagai tindakan penjagaan (PATENT 1976). Ada pula yang melakukan penjagaan terhadap telur dan anak-anaknya yang masih muda dengan menyimpan di dalam mulutnya (Mouth-brooders). Ikan induk, biasanya betina, meletakkan telur-telurnya di dalam mulut sampai saat menetas dan tetap menjaganya. Walaupun telah menetas, ikanikan kecil tersebut tetap menjadikan mulut induknya sebagai tempat perlindungan sampai mereka cukup kuat dan mampu mempertahankan diri sendiri. Contoh ikan dengan tingkah laku seperti ini terdapat pada ikan-ikan suku Apogonidae dan beberapa jenis ikan karang yang biasa hidup di lubanglubang atau gua karang. Selain sebagai tempat perlindungan telur atau anak-anak ikan dari musuh-musuhnya, mulut induk ikan juga berperan sebagai wadah inkubasi yang baik bagi telur-telur ikan. Telur-telur tersebut
Penjagaan Induk Ikan sebagai salah satu hewan perairan mempunyai cara yang sangat beragam dan kadang kala melakukan hal-hal yang unik dalam melindungi telur-telurnya. Beberapa ikan yang hidup di perairan dangkal, menghasilkan telur yang lebih sedikit, tetapi mereka cenderung melindungi telur-telur mereka dari bahaya ataupun perubahan suhu. Beberapa telur ada yang diletakkan pada batuan ataupun tumbuhan air. Hal ini membuat telur-telur tersebut tahan terhadap hempasan arus, tapi mempermudah bagi pemangsa untuk menemukan telur-telur tersebut. Penjagaan induk terhadap telur-telur tersebut itulah yang dapat mencegah mereka menjadi santapan hewan lain. Menurut KIMBALL (1994), sangat sedikit hewan akuatik yang memelihara telur-
23
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
mendapatkan oksigen yang cukup dari air yang dihisap oleh induk ikan ketika ia bernafas (PATENT 1976). Cara lain yang dilakukan ikan dalam melindungi telur-telurnya adalah membawa telur-telur tersebut dengan cara ditempelkan pada tubuh induknya. Pada beberapa jenis ikan, ikan jantan yang membawa telur-telurnya, sedangkan pada jenis lain, ikan betinalah yang berperan membawa telur-telurnya tersebut. Syngnathoides biaculeatus atau yang lebih dikenal dengan tangkur buaya, merupakan salah satu contoh ikan yang mempunyai kebiasaan ini. Ketika masa berpijah tiba, telur-telur dari betina dilepaskan dan ditempelkan dengan suatu zat perekat pada sisi perut ikan jantan, sehingga apabila telurtelur yang sudah dibuahi kemudian menetas, seolah-olah jantanlah yang melahirkan anak (NONTJI 1992). Contoh lain adalah pada Kuda laut betina yang meletakkan telurtelurnya pada kantung khusus yang terdapat pada ikan jantan. Sedangkan pada beberapa jenis ikan Tangkur buaya, kadang-kadang induk betina yang memiliki kantung menggantikan jantannya (PATENT 1976). PATENT (1976) juga menambahkan bahwa pada beberapa jenis ikan, ada yang menyembunyikan telur-telurnya pada tubuh binatang lain seperti kerang dan kepiting. Beberapa jenis ikan meletakkan telur-telurnya dalam organ dalam atau otot kerang, dimana ikan jantan berperan memilih kerang yang akan dipakai untuk meletakkan telur-telur
tersebut untuk kemudian menjaganya. Sedangkan pada jenis ikan lain, ada yang meletakkan telurnya dalam rongga insang (Gill chamber) kepiting. Telur-telur tersebut mendapatkan air segar dan perlindungan yang sempurna dari para pemangsanya. Tingkah laku reproduksi pada ikan memang menarik untuk dipelajari. Terpisah dari posisinya sebagai hewan vertebrata yang primitif, ikan telah berkembang dalam bereproduksi dengan berbagai macam cara di dalam habitat yang beragam sesuai dengan tempat tinggalnya. DAFTARPUSTAKA ALLEN, G.R. 1979. Butterfly and angelfishes of the world. A Wiley Interscience publications John Wiley and Sons, New York : 252 pp. KIMBALL, J.W. 1994. Biologi. Penerbit Erlangga, Jakarta : 755 hal. NONTJI, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Erlangga, Jakarta : 368 hal. PATENT, D.H. 1976. Fish and how they reproduce. Holiday House, New York : 128 pp. WEBBER, H.H. and H.V. THURMAN 1991. Marine Biology. Harper Collins Publishers, New York : 424 pp.
24
Oseana, Volume XXVI no. 1, 2001