UJI EFEKTIFITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN

Download ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas jamur entomopatogen. Beauveria bassiana dan Verticillium lecanii dan kerapat...

3 downloads 574 Views 261KB Size
UJI EFEKTIFITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana Balsamo DAN Verticillium lecanii (Zimmerman) Viegas TERHADAP MORTALITAS Helopeltis antonii Signoret Suci Ayu Maharani1, Fatchur Rohman2, Sofia Ery Rahayu2 1) Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang 2) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Email: [email protected]

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Verticillium lecanii dan kerapatan konidia yang berbeda terhadapmortalitas Helopeltis antonii. Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen menggunakan rancangan percobaan RAK faktorial. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2016 di PTPN XII Banyuwangi, Jawa Timur. Variabel yang digunakan yaitu jenis jamur entomopatogen (B. bassiana dan V. lecanii) dan kerapatan konidia (109, 108, 107 dan 106 konidia/ ml) yang diulang sebanyak 3 kali. Jumlah imago H. antonii yang digunakan masing-masing perlakuan adalah 10 ekor. Variabel terikat yang dihitung yaitu persentase mortalitas H. antonii selama sepuluh hari setelah aplikasi. Lama waktu yang efektif (LT50) jamur entomopatogen menyebabkan mortalitas H.antonii yaitu pada hari ke-4 setelah aplikasi. Kerapatan konidia yang efektif (LC50), jamur entomopatogen B. bassiana dan V. lecanii berturut-turut sebesar 6,95 X 106 konidia/ ml dan 4,64 X 106 konidia/ ml. Hasil analisis varian menunjukkan jenis jamur entomopatogen serta interaksi antara jenis jamur entomopatogen dan kerapatan konidia tidak berpengaruh signifikan. Oleh karena itu jenis jamur B.bassiana dan V. lecanii memiliki kemampuan yang sama dalam mengendalikan H. antonii. Kerapatan konidia yang berpengaruh signifikandengan kerapatan konidia 109/ ml. Kata Kunci:Jamur Entomopatogen, kerapatan konidia, persentase mortalitas, Helopeltis antonii. ABSTRACT:Research aims to determine the effectiveness of entomopathogenic fungus Beauveria bassiana and Verticillium lecanii,and different effect of fungus conidia on mortality Helopeltis antonii. This research is experimental research using factorial experimental design. The research was conducted in June 2016 in PTPN XII at Banyuwangi, East Java. The variables used are the type of entomopathogenic fungi (B. bassiana and V. lecanii) and density of conidia (109, 108, 107 and 106 conidia/ ml) were repeated 3 times. Total imago H. antonii used each treatment is 10 individuals.The dependent variable is the percentage mortality H. antonii for ten days after application. The effective time (LT50) the fungus B. bassiana and V. lecanii cause mortality H. antonii on the fourth day after the application. Density of conidia (LC50) are most effective of entomopathogenic fungus B. bassiana and V. lecanii on density of conidia of 6.95 X 106 conidia/ ml and 4.64 X 106 conidia/ ml. The results showed that the type of entomopathogenic fungi as well as the interaction between the type of entomopathogenic fungi and conidia no significant effect. Therefore types of fungus B. bassiana and V. lecanii have the same ability in controlling H. antonii. Conidia significantly affect the conidia 109/ ml. Keywords: Entomopathogenic fungi, density of conidia, percentage of mortality, Helopeltis antonii.

PENDAHULUAN Pemanfaatan agen hayati sebagai musuh alami cenderung belum dimanfaatkan secara aplikatif oleh petani, terutama pada tanaman kakao. Hal ini karena para petani belum banyak memahami agen hayati yang tepat sebagai pengendali hama penting tanaman kakao.Pengendalian hayati adalah salah satu komponen dalam Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT). Pengendalian hayati diartikan sebagai pengendalian yang memadukan berbagai macam pengendalian dalam satu strategi pengendalian dengan mengutamakan penggunaan musuh alami yakni predator, parasitoid, patogen, untuk menekan populasi hama dan patogen tanaman sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan (Untung, 1993).Jamur entomopatogen merupakan salah satu kelompok jamur yang dapat digunakan sebagai agen hayati. Penelitian yang dilakukan terdapat lebih dari 750 spesies jamur penyebab penyakit pada serangga. Spesies jamur yang dapat dipertimbangkan menjadi insektisida biologis sebagai produk komersial adalah Beauveria bassiana, Metharhizium. anisopliae, Verticillium lecanii, dan Hirsutella thompsonii. Jamurtersebut bersifat patogenik terhadap berbagai jenis serangga dengan kisaran inang yang luas(Trizelia, 2008).Penelitian ini menggunakan jamur Beauveria bassianadanVerticillium lecaniidalam mengendalikan hama penting tanaman kakao. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting di Indonesia karena mempunyai nilai ekonomi relatif tinggi dan sekaligus sebagai bahan ekspor.Indonesia merupakan salah satu produsen kakao utama di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Indonesia mempunyai tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar 1.462.000 ha yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/th (Siswanto & Elna Karmawati, 2012). Upaya pengembangan kakao mengalami beberapa kendala seperti rendahnya mutu biji dan produktivitas yang disebabkan oleh hama penting tanaman kakao. Hama penghisap buah Helopeltis antonii Sign.(Hemiptera; Miridae) merupakan salah satu kendala utama pada budidaya kakao di Indonesia.Menurut Djamin (1980), bagian tanaman kakao yang diserang Helopeltis antoniiadalah daun muda, tangkai daun, pucuk dan buah.Demikian pula yang disampaikan oleh Atmadja (2003) &Sulistyowati (2008) bahwa Helopeltis antonii menyerang pucuk dan buah dengan cara menusukkan stiletnya untuk menghisap cairan. Aktivitas makan tersebut meninggalkan gejala serangan berupa

bercak-bercak berwarna cokelat kehitaman.Serangan

Helopeltis antonii

dapat

menyebabkan kematian pucuk dan menghambat pembentukan buah, bahkan dapat menyebabkan gugur, sehingga menurunkan kuantitas dan kualitas hasil kakao. Serangan hamaHelopeltis antonii dapat menurunkan produksi buah kakao sebesar 5060%.Pengendalian menggunakan insektisida sintetik secara terus menerus dapat menyebabkan resistensi, resurjensi, munculnya hama sekunder, serta meracuni makhluk hidup bukan sasaran dan lingkungan. Penelitian mengenai efektifitas jamur entomopatogen Verticillium lecanii di Indonesia masih sedikit terutama serangannya terhadap hama kepik penghisap buah kakao (Helopeltis antonii). Penelitian yang sudah dilakukan diantaranya yaitu pada hama kepik penghisap polong kedelai Riptortus linearis (Hemiptera). Jamur entomopatogen V. lecanii mampu menimbulkan mortalitas baik pada telur, nimfa maupun pada fase imago kepik Riptortus linearis (Hemiptera)(Prayogo & Suharsono, 2005).Hasil penelitian Atmadja dkk. (2003) yang mencoba tiga konsentrasi konidia B. bassiana yaitu 1,10 x 108, 3,36 x 107, dan 1,68 x 107konidia/ml yang diaplikasikan secara langsung ke tubuh imago H. antonii dilaboratorium, menunjukkan tingkat kematian 94-98 persen pada enam hari setelah aplikasi.Oleh karena itu perlu diketahui efektifitas jamur entomopatogen B. bassiana dan V. lecanii terhadap mortalitas H. antonii dan kerapatan konidia yang berbeda.

METODE PENELITIAN Penelitian yang dilaksanakan ini termasuk penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu jenis jamur entomopatogen (B. bassiana dan V. lecanii) dan kerapatan konidia yang berbeda yaitu106, 107, 108, dan 109 konidia/ml.Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2016. Penelitian dilakukan di PTP Nusantara XII Dusun Bendo Kerep, Desa Temuasri, Kec. Sempu, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur. Perbanyakan konidia jamur entomopatogen dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah imagoH. antoniiyang mati akibat serangan jamur entomopatogen. Ciri-ciri serangga yang terinfeksi jamur yaitu tubuh serangga kaku, tidak bergerak serta ditumbuhi jamur di bagian permukaan tubuh

H. antonii.Pengamatan dilakukan selama10 hari setelah aplikasi. Data jumlah mortalitas imagoH.

Antoniikemudian

dihitung

persentase

mortalitasnya.Data

dianalisis

menggunakan Analisis Anavafaktorial dengan taraf kepercayaan 95%. Jika pada F hitung menunjukkan nilai yang lebih besar daripada F tabel, maka dilakukan penghitungan uji lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan 95%. LC50 (Lethal Concentration 50%) dan LT50 (Lethal Time 50%) dianalisis probit menggunakan program SPSS 16.0 for windows.

HASIL PENELITIAN Serangga yang dipaparkan pada jamur entomopatogen mengalami kematian (Gambar 1).

a

b

Gambar 1MortalitasHelopeltis antonii yang Disebabkan oleh Jamur Entomopatogen. (Keterangan: a. Beauveria bassiana, b. Verticillium lecanii, panjang tubuh imago H. antonii: ±7 mm)(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1a menunjukkan mortalitas H. antonii yang disebabkan oleh infeksi jamur entomopatogen B. bassianadengan ciri-ciri tubuh H. antonii diselimuti oleh miselium berwarna putih kapur. Berdasarkan pengamatan 24 jam setelah aplikasi, pada tingkat kerapatan konidia 109 hewan uji telah menunjukkan adanya gejala infeksi yang ditandai dengan pergerakan serangga mulai melemah, tubuhnya kaku dan lama- kelamaan menjadi tidak bergerak sama sekali. Tumbuhnya hifa dan miselium jamur mula-mula

dari bagian ruas-ruas antar segmen tubuh serangga, kemudian semakin tumbuh banyak pada bagian dorsal tubuhnya yang lunak. Pengamatan mortalitas H. antonii yang diaplikasikan jamur entomopatogen V.lecanii menunjukkan gejala yang serupa dengan aplikasi B.bassiana. Pertumbuhan hifa dan miselium jamur V. lecanii memiliki ciri-ciri seperti benang-benang kapas dan berwarna putih pucat. Gambar 1b menunjukkan mortalitas H. antonii yang disebabkan oleh infeksi jamur entomopatogen V. lecanii. Data persentase mortalitas H. antonii yang telah ditransformasi Arcsin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Transformasi Arcsin Mortalitas H. Antonii (%) Perlakuan J

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

6

0,91

0,91

10,47

31,11

50,77

71,57

89,09

89,09

89,09

89,09

10

7

0,91

0,91

28,86

43,11

63,43

79,53

89,09

89,09

89,09

89,09

108

0,91

0,91

33,21

68,61

89,09

89,09

89,09

89,09

89,09

89,09

109

0,91

26,57

56,79

89,09

89,09

89,09

89,09

89,09

89,09

89,09

0

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

0,91

6

0,91

0,91

28,86

43,11

63,43

71,57

75,00

89,09

89,09

89,09

7

0,91

15,00

18,43

46,89

54,76

71,57

75,00

79,53

79,53

79,53

8

0,91

10,47

26,57

46,89

63,43

68,61

89,09

89,09

89,09

89,09

K

10 B

V

Jumlah Mortalitas pada hari ke-

10 10 10

10 0,91 10,47 18,43 50,77 68,61 89,09 89,09 89,09 89,09 89,09 Keterangan: J (Jenis Jamur Entomopatogen), K (Kerapatan Konidia), B (B. bassiana), V (V. lecanii) 9

Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa tingkat mortalitas H. antonii pada hari pertama hingga ketiga belum mencapai 50%, pada hari kelima hingga hari kesepuluh, tingkat mortalitas telah melebihi 50%. Tingkat mortalitas sebesar 50% terjadi pada pengamatan hari keempat.

1. Menentukan Perlakuan Kerapatan Konidia Jamur Entomopatogen B. bassiana dan V. lecanii yang Paling Efektif Menyebabkan Mortalitas Helopeltis antonii Berdasarkan LC50 Data persentase mortalitas H. antonii yang telah ditransformasi Arcsin disajikan pada Tabel 2., kemudian dianalisis probit menggunakan SPSS 16.0. a. Penentuan LC50 pada Perlakuan Beberapa Kerapatan Konidia B. bassiana Analisis probit hanya dilakukan pada data pengamatan hari ketiga dan keempat. Hal tersebut dikarenakan hanya pada kedua hari pengamatan tersebut, tingkat mortalitas 50% terjadi. Ringkasan analisis probit hari ketiga dan keempat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Ringkasan Analisis Probit Perlakuan Beberapa Kerapatan Konidia B. bassiana Hari Ketiga dan Keempat Pengamatan Hari keNilai LC50 (Konidia/ml) 3 2,47 X 108 4 6,95 X 106

Berdasarkan nilai pada Tabel 3. diketahui bahwa pengamatan hari keempat memiliki nilai LC50 yang lebih rendah dari hari ketiga. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan kerapatan konidia sebesar 6,95 X 106 konidia/ ml, jamur entomopatogen B. bassiana telah mampu mengakibatkan mortalitas 50% H. antonii. b. Penentuan LC50 pada Perlakuan Beberapa Kerapatan Konidia V. lecanii Analisis probit hanya dilakukan pada data pengamatan hari keempat. Hal tersebut dikarenakan hanya pada hari pengamatan tersebut, tingkat mortalitas 50% terjadi. Ringkasan analisis probit hari keempat tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Ringkasan Analisis Probit Beberapa Kerapatan Konidia V. lecanii Hari Keempat Pengamatan Hari ke 4

Nilai LC50 (Konidia/ml) 4,64 X 106

Berdasarkan Tabel 4., dapat diketahui bahwa nilai LC50 pengamatan hari keempat adalah sebesar 4,64 X 106 konidia/ ml. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa dengan kerapatan konidia sebesar 4,64 X 106 konidia/ ml, jamur entomopatogen V. lecanii telah mampu mengakibatkan mortalitas H. antonii sebanyak 50%.

2. Lama Waktu Mortalitas Helopeltis antonii Paling Efektif yang Disebabkan oleh Jamur Entomopatogen B. bassiana dan V. lecaniiBerdasarkan LT50 Data persentase mortalitas H. antonii yang telah ditransformasi Arcsin disajikan pada Tabel 2., kemudian dianalisis probit menggunakan SPSS 16.0. a. Penentuan LT50 pada Perlakuan Beberapa Kerapatan Konidia B. bassiana Berdasarkan hasil analisis probit, dapat diketahui bahwa LC50 perlakuan beberapa tingkat kerapatan konidiaB. bassiana adalah sebesar 6,96 X 106 konidia/ ml. Angka tersebut berada pada rentangan perlakuan kerapatan konidia 106 dan 107. Oleh karena itu, penentuan LT50 didasarkan pada hasil analisis probit perlakuan B. bassiana dengan kerapatan konidia 106 dan 107. Ringkasan analisis probit untuk dua tingkat kerapatan konidia tersebut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5.Ringkasan Analisis Probit Perlakuan B. bassiana dengan Kerapatan Konidia 106 dan 107 Kerapatan Konidia (Konidia/ ml) 6

10 107

Nilai LT50 (Hari) 4,582 3,881

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa nilai LT 50 pada perlakuan kerapatan konidia sebesar 106 dan 107konidia/ ml secara berturut-turut adalah sebesar 4,582 (hari kelima) dan 3,881 (hari keempat). Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa B. bassiana telah mampu mematikan 50% H. antoni setelah aplikasi dilakukan hingga 3,881 hari (hari keempat). b. Penentuan LT50 pada Perlakuan Beberapa Kerapatan KonidiaV. lecanii Berdasarkan hasil analisis probit, dapat diketahui bahwa LC 50 perlakuan tingkat kerapatan konidiaV. lecanii sebesar 4,64 X 106 konidia/ ml. Angka tersebut berada pada rentangan perlakuan kerapatan konidia 106 dan 107. Oleh karena itu, penentuan LT50 didasarkan pada hasil analisis probit perlakuan V. lecanii dengan kerapatan konidia 106 dan 107. Hasil analisis probit untuk dua perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6.Ringkasan Analisis Probit Perlakuan V. lecanii dengan KerapatanKonidia 106 dan107 /ml Kerapatan Konidia (Konidia/ ml) Nilai LT50 (Hari) 106 107

3,974 4,086

Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa nilai LT 50 pada perlakuan kerapatan konidia sebesar 106 dan 107konidia/ ml secara berturut-turut adalah sebesar 3,974 (hari keempat) dan 4,086 (hari kelima). Berdasarkan nilai tersebut, dapat terlihat bahwa perlakuan kerapatan konidia sebesar 106konidia/ ml memiliki nilai LT50 yang lebih cepat dari perlakuan kerapatan konidia sebesar 107. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa V. lecanii telah mampu mematikan 50% H. antoni setelah aplikasi dilakukan hingga 3,974 hari (hari keempat).

3. Pengaruh Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana dan Verticilium lecanii, Kerapatan Konidia yang Berbeda serta Interaksi Antar Dua Variabel Perlakuan Ringkasan hasil uji anava untuk mengetahui perbedan mortalitas H. antonii hari keempat dari setiap perlakuan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Ringkasan Anava Pengaruh Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana dan Verticilium lecanii, Kerapatan Konidia yang Berbeda serta Interaksi Antar Dua Variabel Perlakuan Jumlah Sumber Kuadrat db Rerata Kuadrat F Sig. Corrected Model 8880,086a 9 986,676 3,155 0,027 Intercept 66640,205 1 66640,205 213,063 0,000 Ulangan 281,185 2 140,592 0,450 0,647 Jamur entomopatogen 793,500 1 793,500 2,537 0,134 Kerapatan konidia 4692,275 3 1564,092 5,001 0,015 Jamur entomopatogen * 3113,126 3 1037,709 3,318 0,051 Kerapatan konidia Error 4378,808 14 312,772 Total 79899,099 24 Corrected Total 13258,894 23

Berdasarkan uji anava diketahui bahwa jenis jamur entomopatogen (p-value sebesar 0,134>α (0,05)) serta interaksi antara jenis jamur entomopatogen dan kerapatan konidia (p-value sebesar 0,051>α (0,05)), keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas H. antonii.Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh kerapatan konidia terhadap mortalitas H. antonii(p-value sebesar 0,015
Tabel 8. Hasil Uji Duncan Faktor Kerapatan Konidia Duncana,b

Kerapatan konidia 106 107 108 109 Sig.

N

Subset 2

1 6 6 6 6

34,44 44,61

0,34

44,61 61,62 0,12

3

61,62 70,12 0,42

Berdasarkan uji lanjut Duncan tersebut diketahui bahwa kerapatan konidia 10 9/ ml memiliki pengaruh yang paling tinggi namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kerapatan konidia 108/ ml.

PEMBAHASAN Uji efektifitas jamur entomopatogen B. bassiana dan V. lecanii dan kerapatan konidia yang berbeda terhadap mortalitas H. Antoniidilakukan dengan menentukan LC 50 dan LT50. Kedua jenis jamur entomopatogen B. bassiana dan V. lecanii telah mampu mematikan 50% H. antoni setelah aplikasi dilakukan hingga hari ke-empat berdasarkan LT50. Selain itu untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan dapat dilakukan dengan analisis varian ganda pada hari pengamatan keempat setelah aplikasi berdasarkan LT50. Berdasarkan uji anava diketahui bahwa jenis jamur entomopatogen (p-value sebesar 0,134>α (0,05)) serta interaksi antara jenis jamur entomopatogen dan kerapatan konidia (p-value sebesar 0,051>α (0,05)), keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas H. antonii. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa jamur entomopatogen B. bassianadan V. lecanii memiliki kemampuan yang sama untuk dapat digunakan sebagai pengendali hama kepik penghisap buah kakao (H.antonii). Menurut Trizelia (2008), spesies jamur yang dapat dipertimbangkan menjadi insektisida biologis sebagai produk komersial adalah Beauveria bassiana, Metharhizium. anisopliae, Verticillium lecanii, dan Hirsutella thompsonii. Jamurtersebut bersifat patogenik terhadap berbagai jenis serangga dengan kisaran inang yang luas. Kedua jenis jamur entomopatogen B. bassianadan V. lecanii memiliki

kemampuan untuk menginfeksi serangga inang yang berasal dari ordo Hemiptera. Penelitian yang dilakukan oleh Prayogo & Suharsono(2005) yaitu pada hama kepik penghisap polong kedelai Riptortus linearis (Hemiptera). Jamur entomopatogen

V.lecanii mampu menimbulkan mortalitas baik pada telur, nimfa maupun pada fase imago kepik Riptortus linearis (Hemiptera).Demikian pula hasil penelitian Atmadja dkk. (2000) yang mencoba tiga konsentrasi konidia B.bassiana yaitu 1,10 x 108, 3,36 x 107 dan 1,68 x 107konidia/ml yang diaplikasikan secara langsung ke tubuh imago H.antonii (Hemiptera: Miridae) dilaboratorium, menunjukkan tingkat kematian 94-98 persen pada enam hari setelah aplikasi.Penelitian sebelumnya mengenai efektifitas jamur V.lecanii terhadap H. antonii masih sedikit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka jamur entomopatogen sama halnya dengan B. bassiana dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hama kepik penghisap buah kakao (Helopeltis antonii). Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh kerapatan konidia terhadap mortalitas H. antonii(p-value sebesar 0,015
miselium

MiseliumB.bassiana yang

menyelimuti

tubuh

H.

antoniiyang

sudah

mati.

menyelimuti tubuh H. antoniiserupa butir-butir kapur

berwarna putih. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sianturi dkk. (2014) pada larva C.sachariphagus yang terinfeksi B. bassiana mengakibatkan nafsu makan larva

berkurang sehingga larva kaku, gerakan mulai lambat kemudian mengeras, lalu mati, pada tubuh larva muncul miseliumberwarna putih dan tidak mengeluarkan bau busuk akibat pemberian B. bassiana. Sedangkan menurut Prayogo& Suharsono (2005) koloni jamurV.lecanii yang menyelimuti tubuhH. antoniiberwarna putih pucat. Dua hari setelah inokulasi, jamur sudah mampu memproduksi konidia. Infeksi yang disebabkan oleh jamur entomopatogen pada tubuh serangga melibatkan aktivitas enzim dan toksin yang disekresikan oleh jamur sehingga dapat mengakibatkan mortalitas H. antonii. Beberapa jenis jamur entomopatogen mempunyai kurang lebih lima jenisenzim, yaitu khitinase, amilase, proteinase(Lee & Hou 2003), pospatase, danesterase (Freimoser dkk.,2003). Beauveria bassianatelah diteliti memproduksi metabolit sekunder berupa bassianin, bassiacridin, beauvericin, bassianolit, beauverolit, tenellin, dan oosporein (Strasser dkk., 2000).Jamur entomopatogen V. lecanii memproduksi duasenyawa metabolit, yaitu dipicolonic aciddan cyclodepsipeptideyang sangatvirulen terhadap beberapa jenis seranggahama (Cloyd, 2003) Terdapat empat tahap proses infeksi serangga yang disebabkan oleh jamur entomopatogen. Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur entomopatogen dengan tubuh inang (Ferron, 1985). Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul cendawan pada intergumen serangga (Ferron, 1985). Pada tahap ini konidiajamur entomopatogen akan memanfaatkan senyawasenyawa yang terdapat pada lapisan integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh serangga. Pada waktu melakukanpenetrasi dan menembus integumen, jamur entomopatogen membentuk tabung kecambah (appresorium/ germ tube). Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Tahap keempat adalah dekstruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar dalam haemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya (Tanada &Kaya, 1993).Tumbuhnya jamur di dalam tubuh serangga dapat menyebabkan kematian pada serangga yang terinfeksi. Pada kondisi yang sesuai inang yang mati akan diselimuti oleh spora dan hifa jamur (Zimmermann, 1984).

KESIMPULAN Berdasarkan LC50pada kerapatan konidia B. bassiana V. lecanii berturut-turut sebesar 6,95 X 106konidia/ ml dan 4,64 X 106 konidia/ mltelah mampu mengakibatkan mortalitas H. antonii sebanyak 50%.Kedua jenis jamur entomopatogen B. bassiana dan V. lecanii telah mampu mematikan 50% H. antoni setelah aplikasi dilakukan hingga hari ke-empat berdasarkan LT50.Berdasarkan uji anava diketahui bahwa jenis jamur entomopatogen, interaksi jenis jamur entomopatogen, dan kerapatan konidia tidak berpengaruh terhadap mortalitas Helopeltis antonii. Dengan demikian ke dua jenis jamur yaituB.bassiana dan V. lecanii memiliki kemampuan yang sama untuk dapat dijadikan sebagai pengendali hama penghisap buah kakao (H. antonii).Kerapatan konidia berpengaruh terhadap mortalitas Helopeltis antonii. Uji lanjut menunjukkan kerapatan konidia 109/ ml memiliki pengaruh yang paling tinggi terhadap mortalitas Helopeltis antonii.

SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Verticillium lecanii terhadap siklus hidup Helopeltis antonii serta rentangan kerapatan konidia jamur entomopatogen yang paling efektif menyebabkan mortalitas serangga inang.Selain itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kerapatan jamur yang dapat diaplikasikan oleh petani di lapangan.

DAFTAR RUJUKAN Atmadja, Warsi Rahmat. 2003. Status Helopeltis antonii Sebagai Hama Pada Beberapa Tanaman Perkebunan dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003. Cloyd, R. 2003. The entomopathogen Verticillium lecanii. Midwest Biological Control News. University of Illinois. Djamin. 1980. Strategi Pengendalian Hama Coklat. Kumpulan Makalah Konferensi Coklat Nasional, Medan. 16-18 September 1980. Hlm. 44-45. Ferron, P.. 1985. Fundamental of Plant Pathology. New York: John Willey and Sons Published. Freimoser, F.M., S. Screen, S. Bagga, G. Hu, & R.J. St. Leger. 2003. Expressed sequence tag (EST) analysis of two subspecies of Metarhizium anisopliae reveals a plethora of secreted proteins with potential activity in insect hosts. Microbiology (149): 239−247.

Lee, P.C. & R.F. Hou. 2003. Pathogenesis of Metarhizium anisopliae var. anisopliae in the smaller brown planthopper Laodelphax striatellus. Chinese J. Entomol. (9): 13−19. Prayogo, Yusmani & Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii. Jurnal Litbang Pertanian, 24(4), 2005. Sianturi, Nova Berta, Yuswani Pangestiningsih, Lahmuddin Lubis. 2014. Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) danMetarrhizium anisopliae (Metch) terhadap Chilo sacchariphagus Boj.(Lepidoptera : Pyralidae) di Laboratorium. Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.4. Siswanto & Elna Karmawati. 2012. Pengendalian Hama Utama Kakao (Conopomorpha cramerelladan Helopeltisspp.) dengan Pestisida Nabati dan Agens Hayati. Indonesian Center For Estate Crops Research And Development Perspektif Vol. 11 No. 2 /Des 2012. Hlm 103 – 99 Issn: 1412-8004. Strasser H., Vey . & Butt T. 2000. Are There Any Risks In Using Enthomopthogenic Fungi For Pest Control, With Particula Reference To The Bioactive Metabolites Of Metarhizium, Tolypocladium And Beauveria Species? Biocontrol Science And Technology 10:717-735. Sulistyowati, E. 2008. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya. Tanada, Y. and H.K. Kaya. 1993. Insect Pathology. Academic Press, Inc. New York. PP.459-493. Trizelia. 2008. Patogenisitas cendawan entomopatogen Nomuraea rileyi(Farl.) Sams. Terhadap hama Spodoptera exigua Hubner(Lepidoptera:Noctuidae). Jurnal Entomologi Indonesia 5(2):108-115. Untung, Kasumbago. 1993. PengantarPengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Zimmermann G.. 1984. Pilze zur biologischen Bekämpfung von Blattläusen. Gärtnerbörse und Gartenwelt 17: 406-407.