VALIDASI HPLC UNTUK ANALISIS ANION FOSFAT DAN SULFAT

Download VALIDASI HPLC UNTUK ANALISIS ANION FOSFAT DAN SULFAT. DALAM PROSES PEMURNIAN TORIUM DARI PASIR MONASIT. Budi Setiawan, Dwi ...

0 downloads 331 Views 395KB Size
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

VALIDASI HPLC UNTUK ANALISIS ANION FOSFAT DAN SULFAT DALAM PROSES PEMURNIAN TORIUM DARI PASIR MONASIT Budi Setiawan, Dwi Purnomo Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan –BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail :[email protected]

ABSTRAK VALIDASI HPLC UNTUK ANALISIS ANION FOSFAT DAN SULFAT DALAM PROSES PEMURNIAN TORIUM DARI PASIR MONASIT. Pasir monasit merupakan mineral yang mempunyai bentuk ikatan fosfat, yang mengandung torium, sehingga dalam proses pemurnian torium setelah proses peleburan dengan asam sulfat, akan terdapat kandungan fosfat yang cukup tinggi. Pada proses ekstraksi untuk mengambil torium, kandungan anion fosfat sangat mengganggu, untuk itu dilakukan proses pengendapan fosfat, sehingga diharapkan kandungan fosfat akan semakin berkurang. Untuk mengetahui jumlah fosfat yang ada maka perlu dilakukan analisis fosfat yang ada sebelum proses ekstraksi. Sistem kromatografi HPLC dengan kolom IC PAK anion, eluen natrium borat glukonat : butanol : asetonitril (1:1:2) dengan resolusi 2,7 dan detektor konduktivitas, mampu menganalisis fosfat pada proses pemurnian torium dari pasir monasit dengan batas deteksi 2,800 ppm serta sulfat dengan batas deteksi 0,658 ppm .

ABSTRACT HPLC VALIDATION FOR ANION PHOSPHATE AND SULPHATE ANALYSIS IN THORIUM PURIFICATION PROCESS FROM MONAZITE SAND. Monazite sand is a mineral with thorium bearing phosphate bind therefore its process of thorium purification after dissolution with sulfate acid will have high phosphate content. In the extraction process to acquire thorium, anion phosphate content is very disturbing therefore phosphate deposition should be conducted to minimize the phosphate content. To find the amount of phosphate, an analysis of phosphate content before the extraction is necessary. HPLC chromatography with column of IC PAK anion, eluen natrium borat glukonat : butanol : asetonitril (1:1:2) with resolution 2,7 and conductivity detector system is able to analyze phosphate in the thorium purification process from monazite sand with 2,800 ppm detection limit with 0,658 ppm sulphate detection process.

PENDAHULUAN

P

asir monasit merupakan hasil samping dari proses penambangan dan pengolahan alumunium, pada mulanya pasir monasit ini hanya dibuang atau untuk reklamasi pantai. Tetapi dengan diketahuinya adanya kandungan logam tanah jarang (LTJ) dan torium (Th), maka pasir ini mulai menjadi incaran industri, meskipun pengolahan untuk mendapatkannya harus melalui proses yang panjang dan rumit.

Buku II hal 214

Proses pengolahan pasir monasit dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda : 1. Metoda asam Pada metode ini digunakan asam sulfat untuk melebur pasir monasit pada suhu 210o C. Hasil peleburan ditambah Na2SO4 untuk memisahkan kelompok Seria dan Ytria, endapan yang terjadi dilebur menggnuakan NaOH untuk menghilangkan sisa fosfat

ISSN 1410 – 8178

Budi Setiawan, dkk

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

2. Metode basa o

Peleburan pada suhu 140 C digunakan pada proses ini dengan penambahan NaOH. Proses ini dimaksudkan untuk memecah struktur monasit sehingga diharapkan pada tahap awal sudah ridak terdapat sisa fosfat. Proses kedua lebih cepat tetapi menjadi mahal karena perlu penambahan NaOH cukup banyak. Pada penelitian ini dimaksudkan mendukung proses satu, yang menggunakan peleburan asam. Karena proses yang akan dilakukan berikutnya yaitu ekstraksi mempersayaratkan kandungan fosfat seminimal mungkin. Maka perlu diketahui kandungan fosfat sebelum memasuki proses ekstraksi. Apabila fosfat masih tinggi maka diendapkan dengan penambahan NaOH1 Kromatografi adalah suatu metode pemisahan yang berdasarkan pada perbedaan migrasi komponen-komponen antara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak 2. Secara teori pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh, jika fasa diamnya mempunyai luas sebesar-besarnya, sehingga terjadi keseimbangan yang baik antar fasa. Kemudian untuk fasa geraknya adalah yang mampu bergerak dengan cepat sehingga terjadi difusi sekecil-kecilnya. Untuk memperoleh luas muka fasa diam yang luas, digunakan serbuk dengan ukuran mikro, kemudian untuk memeperoleh laju yang tinggi dari fasa gerak melewati fasa diam dilakukan dengan tekanan yang tinggi. Persyaratan tersebut telah dapat dipenuhi oleh HPLC (High Performance Liquid Chromatography)2,3 Pada sistem HPLC, fasa diam berupa serbuk berukuran µm, ditempatkan pada kolom secara mampat dengan diameter 0,5 cm dengan

panjang 5 – 50 cm. Fasa gerak berupa cairan murni atau campuran ataupun larutan, untuk menggerakkan fasa gerak dengan tekanan tinggi digunakan pompa. Sistem analisis dengan HPLC terus berkembangan, terutama dengan dibuatnya berbagai instrument analisis seperti Detektor Konduktivitas serta pengembangan kolom anion. Sehingga analisis anion termasuk sulfat bisa lebih cepat, akurat dengan batas deteksi lebih kecil. Pada awalnya untuk analisis sulfat digunakan detektor Indek Bias, yang memang secara umum setiap jenis bahan mempunyai indek bias yang berbeda, tetapi sistem ini batas deteksinya cukup besar4. Dasar Kromatografi Ion Modern diperkenalkan oleh Small, Stevens dan Bauman pada tahun 1975 dengan menggunakan dua buah kolom untuk pemisahan secara bertahap dan detektor konduktivitas. Dari sistem dua kolom tersebutnya akhirnya bisa dibuat kolom tunggal dengan sistem kolom yang lebih padat, sehingga secara efisien mampu melakukan pemisahan5. Detektor Konduktivitas Waters 431 mempunyai lima elektroda yang tersusun sebagai sebuah rangkaian dalam sebuah cell dan semua eluen yang mengalir akan kontak dengan kelima elektroda tersebut. Hal ini berbeda dengan detektor konvensional yang hanya mempunyai 2 elektroda. Detektor Konduktivitas Waters 431 dua elektroda referensi, dua elektrode deteksi, dan satu elektroda khusus yang berfungsi sebagai ground. Sistem ini akan mampu mengeliminasi gangguan elektrik dan sejenisnya. Untuk menghindari gangguan perubahan suhu cell ditempatkan pada sebuah heat exchanger block yang akan meminimalkan gangguan perubahan temperatur. 6

Elektrode Aktiv Elektrode Deteksi Elektrode Penjaga

Aliran Unit Sel Kotak Penukar Panas

Gambar 1. Sel Konduktivitas

Budi Setiawan, dkk.

ISSN 1410 – 8178

Buku II hal 215

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

Penggunaan detektor ini memerlukan kondisi eleuen yang sesuai serta membutuhkan waktu kestabilan yang cukup lama untuk penyesuaian antara daya hantar listrik eluen dengan detektor. Fasa gerak yang digunakan berupa campuran natrium borat glukonat : butanol : asetonitril dengan perbandingan tertentu serta kolom IC Pak Anion, maka dapat dianalisis anion fosfat dan sulfat. Karena perbandingan fosfat dan solfat dalam cuplikan sangat tinggi, maka sebagian besar cuplikan harus dianalisis dua kali dengan pengenceran yang berbeda. TATA KERJA Bahan 1. Cuplikan dari hasil proses olah pasir monasit, 2. akuatrides (HPLC grade), 3. natrium glukonat, 4. asam borat, 5. natrium tetraborat, 6. gliserin, 7. setonitril, 8. butanol. Alat 1. Bejana ultrasonik (Branson 32210), 2. Solvent Preparation Kit, 3. Sample Preparation Kit, 4. Norganic Water Treatment Kit, 5. seperangkat alat kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) yang terdiri dari : pompa model 6000 A (Waters Associates Inc.), injector 100 µL (Rheodyne 7161), detektor konduktivitas 431 (Waters), rekorder (Servogor 120), kolom IC Pak Anion 4,6 x 50 mm (Millipore), guard kolom (kolom pelindung), peralatan laboratorium umumnya. Cara Kerja : Pembuatan eluen 1. Dibuat larutan induk natrium borat glukonat sebanyak 1 liter. Ke dalam labu takar 1 liter dimasukkan 16 gram natrium glukonat, 18 gram asam borat, dan 25 gram natrium tetraborat. Kemudian ditambahkan akuatrides 500 mL, dikocok hingga larut semua, lalu ditambahkan 50 mL gliserin dan akuatrides sampai tanda, dikocok. Larutan natrium borat glukonat ini dapat disimpan dalam waktu 6 bulan dalam lemari pendingin. 2. Dari larutan induk natrium borat glukonat ini dibuat variasi eluen untuk optimasi. Larutan natrium borat glukonat sebanyak x mL, butanol x mL, asetonitril x mL, diencerkan dengan penambahan akuatrides hingga Buku II hal 216

volume 1 liter kemudian disaring menggunakan kertas saring 0,45 µm HA dan dihilangkan udara yang terlarut menggunakan bejana ultra sonik selama 5 menit. Variasi dibuat untuk perbandingan 1:1:2, 1:1:4, 1:1:6 Pembuatan larutan standar Dibuat Larutan induk Fosfat (HPO42-) 6000 ppm dengan menimbang 0,854 gram KH2PO4, dan Sulfat (SO42-) 4000 ppm dengan menimbang 0,592 gram Na2SO4, masing-masing dilarutkan dalam 100 ml akuatrides, selanjutnya dibuat deret campuran larutan standar Fosfat (HPO42-) dan Sulfat (SO42-) : 5;10; 15; 20; 40 ppm. Penyiapan cuplikan hasil olah proses monasit Ditimbang padatan hasil olah pasir monasit sebanyak 0,100 gr dan diencerkan dengan air hangat, setelah larut kemudian diencerkan sebanyak 10 ml dalam labu volumetrik. Optimasi Eluen Masing-masing komposisi eluen dicoba untuk operasi HPLC, pada kondisi operasi : Flow rate : 1,2 ml/mnt Tekanan : 900 psi Vol injeksi : 100 µl Kolom : IC pak Anion 4,6 x 50 mm Detektor : - Sensitivitas = 0,01 - Base Range : 500 µS Recorder : CS 1cm/mnt Standar fosfat, sulfat dan cuplikan diinjeksikan pada sistem HPLC. Uji Resolusi Untuk mendapatkan faktor pemisahan yang baik, dilakukan uji resolusi antara puncak fosfat dan sulfat menggunakan variasi eluen Uji Recovery Uji Recovery ini digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu alat dalam memperoleh kembali konsentrasi sampel yang dianalisis. Yaitu konsentrasi yang terukur mendekati konsentrasi cuplikan yang dibuat. Secara umum hasil analisis dapat diterima bila mempunyai nilai deviasi ≤ 10% dari nilai sebenarnya. Sebanyak 2 ml cuplikan (simulasi) dan 0,15 ml standar sulfat 4000 ppm dilarutkan dengan akuatrides hingga 10 ml. Campuran tersebut diinjeksikan dan dihitung dengan memasukkan luas puncak kromatogram pada persamaan regresi yang telah ada. Dengan cara yang sama juga untuk fosfat

ISSN 1410 – 8178

Budi Setiawan, dkk

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

Uji batas deteksi Batas deteksi yang merupakan kionsentrasi analit terendah yang masih terukur atau konsentrasi analit yang memberikan sinyal (respon) sebesar sinyal blanko ditambah 3 kali simpangan baku blanko. Hal ini dinyatakan dalam persamaan respon batas deteksi : Yb = a + 3 Sy/x, dan nilainya dihitung dari persamaan regresi linier kurva kalibrasi standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari kromatogram standar fosfat dan sulfat pada Gambar 2, dengan menghitung dan memperbandingkan jarak (tR), lebar (L), dan tinggi (h) masing-masing puncak dapat dihitung resolusinya.

Sulfat Fosfat

Gambar 2. Kromatogram Fosfat dan sulfat

Komponen 1

Komponen 2

tanggapan

tR.2 tR.1

2σt.1

Puncak injeksi tR0

W0,5.1

w0,5.2.

2σt.1

sulfat t’R.1

wb.1

fosfat t’R.2

wb.2

Gambar 3. Perhitungan Resolusi Budi Setiawan, dkk.

ISSN 1410 – 8178

Buku II hal 217

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

Perhitungan resolusi seperti pada Gambar 3., dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

R=

1,177(t R 2 − t R1 ) W0.5, 2 + W0.5,1 Tabel 1. Perhitungan Nilai Resolusi sesuai variasi eluen

Eluen

Fosfat

Sulfat

R

tR

h

W 0,5

L

tR

H

W 0,5

L

1:1:2

7.5

4.1

0.7

2.87

11.4

4.2

1

4.2

2.700

1:1:4

7.5

4.2

0.6

2.52

11

4.2

1

4.2

2.575

1:1:6

7.6

4.2

0.7

2.94

11.2

4.3

1

4.3

2.492

1:1:8

8.7

4

0.7

2.8

12.6

4.5

1

4.5

2.700

1 : 1 : 10

8

4

0.7

2.8

11.6

4.2

1

4.2

2.492

Dari tabel dengan memperhatikan waktu retensi (tR) dan resolusi maka dipilih eluen 1 : 1 : 2 untuk penelian selanjutnya.

Untuk uji batas deteksi hasilnya seperti pada Tabel 2 A dan 2 B.

Tabel 2 A. Perhitungan Batas Deteksi Anion Fosfat X 5 10 15 20 40 60 80 100 125 150 175 200 225 250 275 300

Buku II hal 218

Y 0.68 1.30 1.90 2.68 5.33 7.93 10.63 13.33 16.64 19.92 23.28 26.40 29.88 33.30 36.45 39.78

Y^ 0.659 1.324 1.987 2.649 5.298 7.946 10.595 13.244 16.555 19.866 23.177 26.488 29.799 33.110 36.421 39.732

(Y-Y^)2 0.0003 0.0006 0.0075 0.0007 0.0010 0.0003 0.0010 0.0066 0.0072 0.0029 0.0106 0.0077 0.0066 0.0361 0.0008 0.0023

SB

YB

BD

0.0784

0.1327

2.8000

ISSN 1410 – 8178

Budi Setiawan, dkk

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

X 5 10 15 20 40 60 80 100 125 150 175 200 225 250 275 300

Tabel 2 B. Perhitungan Batas Deteksi Anion Sulfat Y Y^ (Y-Y^)2 SB YB 1.70 1.799 0.0098 2.89 2.972 0.0067 4.17 4.145 0.0004 5.36 5.318 0.0014 10.00 10.010 0.0001 14.80 14.702 0.0096 19.35 19.394 0.0019 23.50 24.086 0.3435 0.16197 0.2347 29.90 29.951 0.0026 35.88 35.816 0.0041 41.63 41.681 0.0026 47.61 47.546 0.0041 53.37 53.411 0.0021 59.22 59.276 0.0037 65.13 65.141 0.0001 70.98 71.006 0.0007

Dari tabel tersebut dapat diketahui batas deteksi untuk Fosfat, 2,800 ppm dan Sulfat 0,658 ppm.

BD

0.658851

Dikarenakan sulitnya didapat SRM untuk anion dalam air, maka digunakan uji recovery, dengan menggunakan sampel simulasi, dan didapat hasil seperti pada Tabel 3 A dan B.

Tabel 3 A. Perhitungan Uji Recovery Fosfat Anion

PO43- 15 ppm

h

W

Luas 2

Konsentrasi

(cm)

(cm)

(cm )

Terukur

1.95 1.95 2 1.95 2 2 1.95

2 2 2 2 2 2 2

1.95 1.95 2 1.95 2 2 1.95

14.867 14.867 15.246 14.867 15.246 15.246 14.867

Dibuat

15

Recover y

Standar

(%)

Deviasi

97.348 97.348 104.924 97.348 104.924 104.924 97.348 100.595

-2.652 -2.652 4.924 -2.652 4.924 4.924 2.652 1.353

Recover y (%) 99.632 99.632 99.632 99.632 99.632 103.717 103.717 100.799

Standar Deviasi 0.368 0.368 0.368 0.368 0.368 3.717 3.717 1.325

Tabel 3 B. Perhitungan Uji Recovery Sulfat Anion

SO42- 15 ppm

Budi Setiawan, dkk.

h (cm) 3.2 3.2 3.2 3.2 3.2 3.25 3.25

W (cm) 2 2 2 2 2 2 2

Luas (cm2) 3.2 3.2 3.2 3.2 3.2 3.25 3.25

Konsentrasi Terukur Dibuat 14.982 14.982 14.982 15 14.982 14.982 15.186 15.186

ISSN 1410 – 8178

Buku II hal 219

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

Dari uji recovery didapat untuk fosfat deviasi 100,595 ± 1,353% dan sulfat 100,799 ± 1,325%, keduanya menunjukkan simpangan < 10%, dari nilai sebenarnya. Variasi

Proses Sampel Pengendapan Fraksional : - Pasir Monasit +H2SO4, diencerkan, disaring. - Leburan encer ps monasir, diendapkan dg NH4OH 20% - pH 0,25 endap an disaring

pH

Tabel 4 A. Perhitungan Sampel Pengendapan Fraksional Kadar (HPO4) Kadar (SO4) FP x [C] FP (kali) [C] ppm FP (kali) [C] ppm FP x [C] ppm ppm

pH = 0,25

500

28.841

14420.290

5000

26.401

132006.518

pH = 0,85

500

23.768

11884.058

5000

22.142

110707.635

pH = 1,25

500

17.971

8985.507

5000

31.429

157146.182

pH = 1,75

500

13.233

6616.499

5000

24.795

123975.791

pH = 2,5

500

11.895

5947.603

5000

21.699

108496.276

pH = 3,5

500

11.226

5613.155

5000

20.535

102676.909

pH = 8

500

11.226

5613.155

5000

23.911

119553.073

Tabel 4 B. Perhitungan Sampel Pelarutan EF Kadar (HPO4) FP (kali) [C] ppm FP x [C] ppm FP (kali)

Proses Sampel Pelarutan EF : pH = 0,85 pH = 0,25B pH = 0,85B pH = 1,25B pH = 1,75B pH = 2,5B pH = 3,5B pH = 8,0B

5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000

NaOH (gram) Dijesti Piro Fospat dg NaOH variasi perbandingan berat (Th pirofospat berat tetap)

Umpan

Buku II hal 220

20.870 22.319 44.169 27.391 21.929 24.604 24.604 0.000

104347.826 111594.203 220847.269 136956.522 109643.255 123021.182 123021.182 0.000

500 500 500 500 500 500 500 500

Kadar (SO4) [C] ppm FP x [C] ppm 14.250 22.142 21.094 7.034 7.547 7.966 0.000 20.535

Tabel 4 C. Perhitungan Sampel Dijesti Kadar (HPO4) FP x [C] FP (kali) [C] ppm ppm FP (kali)

Proses Sampel

Leburan

Untuk analisis sample pada proses olah pasir monasit, dikarenakan perbandingan antara fosfat sangat tinggi, sehingga harus dilakukan elusi dua kali dengan pengenceran yang berbeda.

2 3 4 6 8 pH = 0,25 pH = 0,85

7125.233 11070.764 10547.020 3517.225 3773.277 3982.775 0.000 10267.691

Kadar (SO4) [C] FP x ppm ppm

[C]

500 500 500 500 500

0 8.551 10.725 8.551 12.174

0 4275.362 5362.319 4275.362 6086.957

5000 5000 5000 5000 5000

5.335 3.543 6.220 4.730 5.871

26675.978 17714.153 31098.696 23649.907 29352.886

500 500 500

25.217 21.594 19.420

12608.696 10797.101 9710.145

5000 5000 5000

28.333 20.372 58.990

141666.667 101862.197 294948.790

ISSN 1410 – 8178

Budi Setiawan, dkk

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011

Optimasi pada pemilihan eluen dilakukan dengan memvariasi asetonitril. Eluen mengandung ion lawan yang akan bersaing dengan ion cuplikan (nitrat) berinteraksi dengan ion penukar. Ion lawan pada eluen Na Borat Glukonat didapat dengan menambahkan asam borat dan ion borat ke dalam natrium glukonat.

Asam borat dan ion borat berkesetimbangan sebagai berikut 5 : OH

OH B

OH B

HO

OH

OH

COONa

H

OH

H

OH

HO

OH

HO

OH

H

OH

H

OH

+ 2H2O

+ OH

OH B

OH

OH

COONa

HO

OH +

OH B

H

OH

H

CH2OH

DAFTAR PUSTAKA 1.

N(CH3)+(B-L) - + OH-

Adanya ion NO3- akan merubah kesetimbangan menjadi : N(CH3)+(B-L) - + (PO4)-

OH

CH2OH

Ketika eluen dialirkan ion lawan akan berkesetimbangan dengan gugus fungsi sebagai berikut : N(CH3)+OH- + (B-L)-

OH

N(CH3)+( PO4)- + (B-L)-

Penambahan asetonitril akan menurunkan waktu retensi (tR) fosfat. Pelarut organik dalam eluen berfungsi untuk mengikat gugus hidrofobik dari matrik eluen, gugus hidrofobik dapat diserap oleh bahan isian kolom, yang akhirnya akan menurunkan angka resolusi. Tetapi perlu diperhatikan penambahan pelarut organik yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya endapan garam komplek yang akan sangat mengganggu kinerja kolom.

2.

3. 4.

5.

6.

WIDIASTUTI, INDRI. 2008. Analisis Sifat Fisis Hasil Olah Pasir Monasit, SMTI, Yogyakarta DJOKOWIDODO, Kromatografi, Kursus Instrumentasi Dasar Kimia, FMIPA, IKIP, Yogyakarta, 1992 MARKUS LAUBLI, Ion Chromatography, Metrohm Monograph PAUL HADDAD AND PETER EJ, Ion Chromatography, Dept of Analytical Chemistry University of NSW, Australia, 1990 WATERS, Waters IC-Pak Column and Guard Column, Care and Use Manual, Milipore Corporation, Masachusset, 1994 WATERS, Waters 431 Conductivity Detector, Milipore Corporation, Masachusset, 1989

KESIMPULAN

TANYA JAWAB

Berdasar hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan asetonitril pada eluen akan mempercepat atau menurunkan waktu retensi (tR) dari ion fosfat. Untuk analisis fosfat dan sulfat pada proses pengolahan pasir monasit dapat digunakan campuran Na Borat Gloknat : Butanol : Asetonitri = 1 : 1: 2. Batas deteksi minimum pengujian fosfat dalam proses pengolahan pasir monasit adalah 2,800 ppm dan sulfat 0,658 ppm dengan recovery untuk fosfat deviasi 100,595 ± 1,353% dan sulfat 100,799 ± 1,325%,

Rosidi  Kenapa fosfat mesti dilakukan oada proses ini  Pengaruh perubahan eluen pada analisis dengan HPLC? Budi Setiawan  Karena fosfat akan menggangu pada proses pemurnian atau proses ekstraksi  Perubahan eluen yaitu penambahan Asetnitril , akan merubah waktu sekaligus resolusi

Budi Setiawan, dkk.

ISSN 1410 – 8178

Buku II hal 221