WABAH

Download Undang-undang RI No 4 th. 1984 tentang wabah penyakit menular. ◇ Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyaraka...

0 downloads 567 Views 6MB Size
Bahan Kuliah Epidemiologi (IPH 516)

 Definisi

 Tujuan Investigasi wabah  Pola temporal, spatial dan hewan  10 langkah investigasi wabah





Wabah (epidemik) adalah rangkaian kejadian penyakit yang terjadi secara berkelompok dalam suatu waktu dan tempat. Kasus penyakit baru terjadi dengan tingkat frekuensi yang lebih tinggi dari pada biasanya (keadaan normal). Tingginya tingkat kejadian penyakit tersebut relatif, tergantung seberapa besar biasanya terjadi pada populasi tertentu di area yang sama dan pada musim yang sama

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman 1981  Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit

Undang-undang RI No 4 th. 1984 tentang wabah penyakit menular  Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka



Untuk penyakit tertentu (misalnya penyakit eksotik), meskipun ditemukan satu kasus sudah dapat dikatakan wabah jika terjadi pada peternakan yang tidak pernah terinfeksi sebelumnya





dideteksi dari analisis data surveilans rutin adanya laporan petugas, pamong ataupun warga yang cukup perduli





 

Mengadakan penanggulangan dan pencegahan Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan Pertimbangan Program Kepentingan Umum, Politik dan Hukum

Adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengetahui penyebab dan sumber terjadinya epidemik.

Harus dapat menjawab:  

Apakah masalahnya? Apa langkah – langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut?  Bagaimana mencegah kejadian tersebut dimasa yang akan datang?  Apakah kemungkinan sumber infeksinya dan apakah peternakan lain dapat terinfeksi?

Skala Prioritas Dalam Melakukan Investigasi dan Penanggulangan (Control) Wabah Berdasarkan Sumber, Cara Penularan, dan Agen Penyebab Sumber/Cara Penularan

Agen Penyebab

Diketahui

Tidak Diketahui

Diketahui

Tidak Diketahui

Investigasi + Control +++ Investigasi +++ Control +++

Investigasi +++ Control + Investigasi +++ Control +

Kasus penyakit tidak tersebar secara acak dalam populasi tetapi terjadi dengan pola tertentu.  Jika pola tersebut dapat diketahui maka akan mengarahkan investigator dalam membuat hipotesis mengenai faktor-faktor penyebab penyakit 

 Tiga tipe utama pola penyebaran

penyakit:  Temporal (Waktu)  Spasial  Hewan





Merupakan grafik plot antara waktu (sumbu X) dan jumlah kasus (sumbuY) Grafik seperti itu disebut sebagai kurva epidemik; bentuknya dapat memberikan informasi mengenai sifat alamiah dari suatu epidemik: Bersumber umum (misalnya food atau water-borne)

atau propagated (penyebaran dari hewan ke hewan)







Mendapatkan Informasi tentang perjalanan wabah dan kemungkinan kelanjutan Bila penyakit dan masa inkubasi diketahui, dapat memperkirakan kapan pemaparan terjadi  memusatkan penyelidikan pada periode tersebut Kesimpulan pola kejadian -- apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya



 

Untuk membuatnya dibutuhkan informasi tentang waktu timbulnya gejala pertama.  tanggal timbulnya gejala pertama  jam timbulnya gejala pertama, untuk masa inkubasi sangat pendek

 

  





Pertimbangkan bentuknya. Bentuknya ditentukan oleh: cara penularan & periode pemaparan

1. Cara penularan penyakit a. Point source epidemic, pemaparan bersumber tunggal dan waktu yang singkat b. Continuous common source epidemic: periode pemaparan memanjang --> kurva berpuncak tunggal & datar c. Intermittent common source epidemic: lama pemaparan dan jumlah orang yang terpapar tak beraturan besarnya, kurva bergerigi tak beraturan d. Propagated epidemic: penularan dari hewan ke hewan, berpuncak banyak, berjarak 1 masa inkubasi

KURVA EPIDEMIK F r e k u e n c y

Plateau

Ascending Part

Descending part

Secondary peak

Index case

Endemic level

Time

1. Tingkat Endemik  Tingkat penyakit yang terjadi secara “normal” dalam suatu populasi – harus digambarkan pertama kali

2. Bagian menaik (Ascending part)  Vertikal pada point source epidemimic, misalnya Penyakit foodborne atau waterborne  Curam jika periode inkubasi pendek dan transmisi efisien  Kurang curam/tinggi pada propagated epidemics

3. Bagian yang mendatar

4. Bagian menurun  Ukurannya tergantung pada banyaknya hewan yang peka

5. Puncak sekunder  Adanya hewan baru yang peka atau terjadi perpindahan hewan dari area epidemik ke tempat baru yang peka

Puncak kecil pertama  Mungkin mendahului puncak utama  Menggambarkan indeks kasus  Interval dari puncak pertama ke puncak utama dapat mengindikasikan periode inkubasi



Point source:  Periode pemaparan singkat dan simultan  Biasanya memiliki satu puncak, kecuali jika terdapat kasus sekunder

Periode Inkubasi  Jarak antara waktu paparan efektif suatu agen dengan munculnya gejala penyakit (onset)



Contoh: Sepuluh ekor sapi perah menderita keracunan makanan yang diperkirakan terjadi pada saat diberi pakan pada siang hari, tanggal 1 Maret 1997, jam 13.00. Saat timbulnya gejala pertama adalah sebagai berikut:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

tanggal 1 Maret jam 24.00 tanggal 1 Maret jam 18.30 tanggal 2 Maret jam 01.00 tanggal 1 Maret jam 21.00 tanggal 1 Maret jam 16.00 tanggal 1 Maret jam 19.00 tanggal 1 Maret jam 19.00 tanggal 1 Maret jam 20.00 tanggal 1 Maret jam 19.00 tanggal 1 Maret jam 18.00

Tentukan masa inkubasi terpendek, terpanjang, dan median masa inkubasi?



Masa inkubasi terpendek adalah 3 jam (kasus no. 5) dan yang terpanjang 12 jam (kasus no. 3)

1. tanggal 1 Maret jam 16.00 2. tanggal 1 Maret jam 18.00 3. tanggal 1 Maret jam 18.30 4. tanggal 1 Maret jam 19.00 5. tanggal 1 Maret jam 19.00 6. tanggal 1 Maret jam 19.00 7. tanggal 1 Maret jam 20.00 8. tanggal 1 Maret jam 21.00 9. tanggal 1 Maret jam 24.00 10.tanggal 2 Maret jam 01.00

Median kelompok ini terletak pada penderita no. 5 1/2 ( berasal dari (n +1)/2 , yang dalam hal ini (10 + 1)/2 Sehingga median masa inkubasinya adalah jarak antara jam 13.00 ke jam ( 19.00 + 19.00 ) / 2 = 19.00 yaitu 6 jam

1.

2.

Bila penyakit belum diketahui, informasi tentang masa inkubasi bersama diagnosis penyakit dapat mempersempit differential diagnosis Untuk memperkirakan saat terjadinya penularan

Tabel 1 Distribusi frekuensi penderita diare berdasarkan masa inkubasinya, kecamatan M, tahun 1996

Masa inkubasi (dalam hari)

Frekuensi

Frekuensi kumulatif

0-1

2

2

2-3

5

7

4-5

10

17

6-7

9

26

8-9

5

31

10-11

3

34

12-13

2

36

14-15

1

37

jumlah

37

Hitunglah median masa inkubasi

Median = B + [(Pm – f) / (fm – f)] x i

B Pm f fm I

= batas atas dari kelas dibawah kelas median = posisi median = frekuensi kumulatif dari kelas dibawah median = frekuensi kumulatif dari kelas median = besarnya interval kelas

1. 2. 3.

4. 5.

6. 7.

Posisi median = (37 + 1)/2 = 19 Kelas median adalah kelompok 6-7 hari Oleh karena antara tiap kelas interval ada selang satu hari, maka batas antara masing-masing interval dianggap terdapat pada pertengahan selang tersebut, sehingga untuk kelas 6-7 hari batasnya adalah 5,5 – 7,5 hari, sedangkan untuk kelas 2-3 hari adalah 1,5 – 3,5 hari. Dengan demikian interval masing-masing kelas adalah 2 hari. Frekuensi kumulatif kelas median = 26 Frekuensi kumulatif kelas dibawah kelas median = 17 Dengan menggunakan rumus, didapat hasil sbb: Median = 5,5 + [(19-17)/(26-17)] x 2 hari = 5,94 hari atau 5 hari 22 jam 33 menit 36 detik





Dapat digambarkan dengan berbagai tipe pemetaan. Identifikasi pola spasial juga membantu dalam penentuan sifat alamiah suatu penyakit Jenis peta yang biasanya digunakan adalah spot maps dan transparent overlay maps.



Skala distribusinya tergantung kepada tujuan investigasi.

Misalnya: AI mungkin di petakan di pedesaan, kecamatan, kabupaten, provinsi dan negara. 

Pemetaan dapat dikombinasikan dengan waktu dan tempat

Belinyu 3.51

Gunung Muda 3.72 Riau Silip 0.38 Sinar Baru 9.52Sungailiat Pemali 0.83

0.65 Kenanga 0.58

Bakam 1.34 Puding Besar 2.15

Legend Batu Rusa 1.27

0.38 0.39 - 0.46 0.47 - 0.58 0.59 - 0.65

Petaling 0.46

0.66 - 0.83 0.84 - 1.27 1.28 - 1.34 1.35 - 2.15 2.16 - 3.72 3.73 - 9.52

 



Biasanya dipadukan dengan pola temporal, spasial atau keduanya. Pola ini terutama disebabkan oleh adanya kerentanan atau ketahanan pada sekelompok hewan baik terjadi secara alamiah maupun buatan. Pada saat wabah biasanya beberapa resistensi buatan dapat memperoteksi hewan yang sehat. Misalnya: hewan tidak terpapar suatu penyakit karena terletak di kandang yang terpisah



Pola ini digunakan sebagai kelompok pembanding dalam membuat tabel attack rate. Umur, asal, jenis kelamin, keturunan dan genetik sering menggambarkan sifat indung semang.





Buat 10 daftar yang akan dilakukan pada investigasi wabah Tidak semua langkah penting untuk diikuti dalam setiap wabah, dan tidak selalu harus berurutan; mungkin pada beberapa kegiatan dimulai secara serempak.



Jika diagnosa sudah dilakukan, maka harus diverifikasi oleh investigator yang biasa melakukannya melalui pencatatan hasil pemeriksaan patologi klinik dan pengambilan spesimen





Tujuan dalam pemastian diagnosis adalah (1) untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut (2) untuk menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan Semua temuan klinis harus disimpulkan dalam distribusi frekuensi  Distribusi ini penting untuk menggambarkan spektrum penyakit, menentukan diagnosis, dan mengembangkan definisi kasus



kunjungan terhadap satu atau dua penderita



Bila jumlah kasus yang dilaporkan melebihi jumlah yang diharapkan, kelebihan ini tidak selalu menunjukkan adanya wabah. Peningkatan yang demikian disebut Pseudo Epidemik, contohnya: 1. Perubahan cara pencatatan dan pelaporan kasus 2. Adanya cara diagnosis baru 3. Bertambahnya kesadaran peternak untuk mengobati ternaknya 4. Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa 5. Bertambahnya jumlah hewan yang rentan







Sangat penting, terutama jika diagnosa yang dilakukan adalah diagnosa sementara Membuat kriteria yang mencakup kasus yang diteliti Mencakup seluruh kasus yang diteliti dan mengeluarkan kasus yang secara klinis tidak berhubungan

 Kasus Pasti (Confirmed): Harus disertakan pemeriksaan lab hasil +  Kasus Mungkin (Probable): Harus memenuhi semua ciri klinis penyakit, tanpa pemeriksaan lab  Kasus Meragukan (Possible): Biasanya hanya memenuhi sebagian gejala klinis saja





“Apakah ini suatu epidemik? Untuk menjawab hal ini, hitung attack rate (AR) dan bandingkan dengan keadaan normal atau kejadian yang diharapkan dari penyakit (atau kematian). Attack rate adalah mengukur kejadian dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini: AR =

Kasus baru (dan/atau kematian) x 100 Total jumlah hewan yang berisiko



Untuk mengetahui sebaran temporal suatu kasus baru, harus digambarkan beberapa kurva epidemik dengan menggunakan berbagai interval waktu (x-axis) yang mungkin sesuai untuk penyakit yang dipelajari, misalnya: jam, hari, minggu.

Gordis p17





Sketsa topografi suatu daerah dengan kasus di dalamnya atau layout suatu kandang dengan kasus di dalamnya. Perhatikan hubungan antara kasus dan antara lokasi kasus dan ciri-ciri fisik lainnya.

  



Umur Tujuan Asal Garis keturunan (garis keluarga)





Menghitung attack rate (AR) spesifik-faktor--umur, jenis kelamin, asal, pakan, kandang, dan lain-lain. Perhitungan hanya dilakukan pada hewan yang berhubungan dengan faktor. Buatlah tabel AR – dalam tabel AR, dibandingkan nilai AR antara hewan yang terpapar faktor yang tidak terpapar faktor.



Tabel attack rate

Faktor Terpapar faktor

Total

Sakit/Mati

Sehat

Tidak terpapar faktor

AR

AR1

Total

Sakit/Mat i

Sehat

AR

AR2



Perhitungan attack rate dengan 1 faktor risiko (unggas yang dipelihara dengan dicampur)

Faktor

Jumlah dengan Total

Pencam puran

4687

Sakit/ Mati

Jumlah tanpa

Sehat

1956 2731

Total

Sakit/ Mati

220

2

AR1 41.7 %

Attributable risk = 41.7% - 0.9% = 40.8%

Sehat

AR2

218

0.9%

Relative risk = 41.7/ 0.9 = 45

  

Attack rate tertinggi(AR1) pada kelompok yang terpapar faktor Attack rate terendah (AR2) pada kelompok yang tidak terpapar faktor Perbedaan attack rate yang terbesar  attributable risk = AR1 - AR2



Relative risk  RR = AR1/AR2



Sesuaikan dengan faktor pola dan sebaran penyakit



Mengembangkan satu atau lebih hipotesa: a) jenis epidemik : Point epidemic vs. Propagated epidemic; b) sumber epidemik : bersumber umum, multiple exposure; c) Kemungkinan model penyebaran : kontak, kendaraan, vektor.





Periksa apakah hipotesis tersebut sesuai untuk semua faktor, misalnya cocok untuk semua observasi. Jika tidak sesuai, maka dilakukan revisi terhadap hipotesis tersebut. Buat rekomendasi untuk tindakan korektif (misalnya: mengubah pakan, menghilangkan burung liar, dll) dan untuk tindakan pencegahan di masa yang akan datang.





Termasuk pengujian secara klinik, patologi, mikrobiologi, dan toksikologi pada jaringan, pakan, benda, dan lain-lain – termasuk diagram secara detail, grafik alur persiapan pakan dan perpindahan hewan. Meliputi tindak lanjut epidemiologik, misalnya mencari kasus tambahan di kandang yang lain atau wabah yang sama di lokasi yang lain.





Menelusuri perpindahan ke dalam dan keluar kandang. Keberhasilan penelusuran tergantung kepada kualitas pencatatan dan identifikasi hewan secara individual.



Meliputi percobaan klinis terhadap hewan yang peka untuk membuktikan penyebab suatu penyakit.

Instrumen Pengumpulan Data Survei





“Pekerjaan belum lengkap sampai laporan selesai.” Penting untuk menyelidiki wabah dan dilaporkan secara akurat, tepat dan presentasi dilakukan secara profesional.

Laporan Deskriptif

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Departemen Pertanian Republik Indonesia

Lembar Informasi

Dipublikasi dalam Jurnal Ilmiah RISK FACTORS FOR NATIVE CHICKEN INFECTION WITH AVIAN INFLUENZA H5N1, SUMATERA AND KALIMANTAN ISLANDS, INDONESIA, 2005 1Abdul Zahid, 2Etih Sudarnika and 3Chaerul Basri 1,2,3 Laboratory of Epidemiology, Faculty of Veterinary Medicine, IPB, 16680, Darmaga, Bogor, Indonesia. e-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract. The cross sectional study had been carried out in November to December 2005 at Kalimantan and Sumatera Islands, Indonesia. The objective of this study was to identify the risk factor of H5N1 avian influenza virus of native chicken. 12,713 serum samples of chicken from 498 farmers was collected. The H5N1 virus was tested by Haemagglutination Inhibition (HI) test from serum samples and the information of risk factor was obtained from a questionnaire. The questionnaire included farmer’s characteristic and farm management. Logistic regression model showed that an association with H5N1 virus infection risk at a 5% significance level was found for chicken house sanitation (moderate:OR=3.297, 95%CI 1.575 -7.466, dirty:OR=4.392, 95%CI 1.81511.179), feeding equipment sanitation (moderate:OR=2.292, 95%CI 1.150-4.763, dirty:OR=4.351, 95%CI 1.908-10.236), drinking equipment sanitation (moderate:OR=2.503, 95%CI 1.240-5.300, dirty:OR=6.235, 95%CI 2.705-5.013) and chicken run sanitation (moderate:OR=2.807, 95%CI 1.403- 5.969, dirty:OR=3.647, 95%CI 1.393- 9.706).