RESPON FISIOLOGI DAN TINGKAT KERONTOKAN BUAH TANAMAN BELIMBING (Averrhoa carambola L.) TERHADAP APLIKASI GA3 DAN 2,4-D
BEKTI KURNIAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Respon fisiologi dan tingkat kerontokan buah tanaman belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir dari tesis ini.
Bogor, Maret 2008
Bekti Kurniawati NIM G 351060191
ABSTRACT
BEKTI KURNIAWATI. The Physiological Responses and Fruits Drop of Carambola Plants to GA3 and 2,4-D Application. Under the direction of HAMIM and MIFTAHUDIN. One of the problem in star fruit production is a high degree of flowers and fruits drop. Application of plant hormone is expected to be able to reduce the flowers and fruits drop during reproduction phase. The aim of this research was to study the physiological responses of star fruit to GA3 and 2,4-D application, and to get an optimum consentration of GA3 and 2,4-D, either single or in combination, that gives good effect on fruit production. In this research carambola plant variety Dewi were grown in UPT IPB research garden “Agroteko” Dramaga Bogor. Completly randomized design was applied using two factors: consentration of GA3 and 2,4-D. The fitohormones were applied in 4 different concentration, i.e.: 0, 20, 40, 60 ppm for GA3 and 0, 5, 10, 15 ppm for 2,4-D. Hormones were applied by spraying with the dosage of 25 ml/bunch during flowers bloom and early fruitset development. Observation was carried out to analysed flowers drop, fruitset, fruits drop, fruit retention, fruit auxin content and leaf total sugar. The result showed that application of GA3 and 2,4-D either single or in combination increased the level of fruit auxin (30.1-208.4%) and total sugar (15.9107.8%) of the leaf. The increasing level of leaf total sugar content and fruit auxin until 170 ppm was associated with a decrease of flowers and fruifs drop, and consequently it caused increase of fruit retention (34.8- 179%). The optimum hormone concentrations with minimum fruits drop were a single application of 2,4-D 9.2 ppm (48.4%), GA3 60 ppm (44.6%) and a combination of GA3 60 ppm and 2,4-D 5 ppm (48%). Economicaly, the application of 2,4-D 8-10 ppm to reduce fruits drop of star fruits produced the best result as compared to the others. Keyword: GA3, 2,4-D, flower and fruit drop, star fruit
RINGKASAN BEKTI KURNIAWATI. Respon Fisiologi dan Tingkat Kerontokan Buah Tanaman Belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap Aplikasi GA3 dan 2,4-D. Dibimbing oleh HAMIM dan MIFTAHUDIN. Salah satu permasalahan rendahnya produksi buah belimbing adalah tingginya tingkat kerontokan bunga dan buah belimbing. Aplikasi hormon tumbuhan diharapkan dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah. Penelitian ini bertujuan mempelajari respon fisiologi dari tanaman belimbing terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D; dan mendapatkan konsentrasi GA3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi yang memberikan pengaruh terbaik pada produksi buah belimbing. Dalam penelitian ini tanaman belimbing varietes Dewi ditanam di UPT Kebun Percobaan IPB “AGROTEKO” Dramaga Bogor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial yang terdiri dua faktor yaitu konsentrasi 2,4-D dan konsentrasi GA3. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari 4 konsentrasi yang berbeda : GA3 (0, 20, 40, 60 ppm) dan 2,4-D (0, 5, 10, 15 ppm). Perlakuan larutan hormon diberikan dengan penyemprotan pada tandan bunga dan buah dosis 25 ml/tandan. Penyemprotan dilakukan pada saat bunga mekar dan buah terbentuk. Pengamatan dilakukan pada jumlah bunga yang terbentuk, bunga yang rontok, buah yang terbentuk, buah yang rontok, buah retensi, bobot buah, kandungan auksin buah dan gula total daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi GA3 dan 2,4-D secara tunggal maupun kombinasi meningkatkan kandungan auksin buah (30.1-208.4%) dan gula total daun (15.9-107.8%). Peningkatan kandungan gula total daun dan Auksin buah sampai 170 ppm dapat mengurangi kerontokan bunga maupun buah, dan meningkatkan jumlah buah retensi. Konsentrasi hormon terbaik untuk megurangi kerontokan buah adalah aplikasi tunggal 2,4-D 9.2 ppm (48.4%), aplikasi GA3 60 pm (44.6%) atau kombinasi antara 2,4-D 5 ppm dan GA3 60 ppm (48%). Ditinjau dari segi ekonomi, aplikasi 2,4-D 8-10 ppm untuk mengurangi kerontokan buah belimbing memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan konsentrasi yang lainnya. Kata kunci: GA3, 2,4-D, kerontokan bunga dan buah, buah bintang
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RESPON FISIOLOGI DAN TINGKAT KERONTOKAN BUAH TANAMAN BELIMBING( Averrhoa carambola L.) TERHADAP APLIKASI GA3 DAN 2,4-D
BEKTI KURNIAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Darda Effendi, MSi.
Judul Tesis
: Respon Fisiologi dan Tingkat Kerontokan Buah Tanaman Belimbing
(Averrhoa carambola L.) terhadap Aplikasi
GA3 dan 2,4-D Mahasiswa
: Bekti Kurniawati
NIM
: G 351060191
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hamim, M.Si.
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Proram Studi Biologi
Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA
Tanggal Lulus : 22 Mei 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 22 Mei 2008
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali Jawa Tengah pada tanggal 11 April 1970 dari ayah H. Muhammad Ngusno Yatnohartono dan ibu Hj. Sukiyah. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Achmad Hindarta pada tahun 1995 dan telah dikaruniai tiga orang anak yaitu : Isma Fadlilatus Sai’diyah, Firda Sa’idatul Khusna dan Dhabid Thoriq Aljihad. Tahun 1989 penulis lulus SMA Negeri I Boyolali dan pada tahun 1989 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penulis memilih Program Studi Biologi, Jurusan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan tahun 1994. Tahun 1995 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan bertugas menjadi guru di Madrasah Aliyah Negeri Lasem Rembang. Pada tahun 2006 penulis mendapat kesempatan menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana pada Program Studi Biologi yang dibiayai oleh Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama Pusat.
PRAKATA Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga bulan Desember 2007 di UPT Perkebunan Agroteko IPB ini adalah Respon fisiologi dan tingkat kerontokan buah tanaman belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari respon fisiologi tanaman belimbing terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D, serta mendapatkan konsentrasi GA3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi yang memberikan pengaruh terbaik pada produksi buah tanaman belimbing. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. atas segala jerih payah dan waktu yang telah diluangkan dalam memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis. Selain itu ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama Pusat, serta semua pihak di UPT Perkebunan Agroteko IPB yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan dengan tulus kepada ayahanda dan ibunda serta suamiku tercinta yang telah memberikan dukungan moril selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor sehingga mampu menyelesaikan penulisan tesis ini. Akhir
kata
penulis
berharap
semoga
tesis
ini
bermanfaat
bagi
pengembangan tanaman buah dan perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1 Latar Belakang Penelitian …………………………...................... 1 Tujuan Penelitian ………………………………………….......... 3 Hipotesis ……………………………………………………….. 3 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. 4 Belimbing (Avarrhoa carambola L) ….………………………….. 4 Pola Kerontokan Bunga dan Buah .................................................. 6 Peranan Hormon dalam Proses Kerontokan Bunga dan Buah ........ 9 Giberelin ………………………………………............... 9 Auksin ..……………………………………...………....... 12 BAHAN DAN METODE ........................................................................... 15 Tempat dan Waktu ………………………………...…................. 15 Bahan dan Alat ……………………………………....….............. 15 Rancangan Percobaan …………....................…………………….. 15 Pelaksanaan ................................... ………………………...…….. 16 HASIL DAN PEMBAHASAN …….………………………….....…….... 21 Kerontokan Bunga dan Buah …………………………...……….. 21 Jumlah Buah Retensi ...................................................................... 27 Kandungan IAA pada Buah Belimbing ………………..…..…….. 30 Kandungan Gula Total ................................................................... 33 Bobot Buah Dipanen………………………………………........... 36 Pola Kerontokan Bunga dan Buah ................................................. 42 Korelasi antara Kandungan Gula Total Daun dan IAA Buah dengan Kerontokan Bunga dan Buah ........................................... 44 KESIMPULAN .......................………………………………………........ 47 DAFTAR PUSTAKA ………..……………………………………..……. 48 LAMPIRAN …………………………………………………….………… 52
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kombinasi perlakuan GA3 dan 2,4-D yang diaplikasikan pada percobaan .... 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Buah belimbing dibungkus plastik untuk mencegah serangan lalat buah .......................................................................................................
17
2. Bunga belimbing yang sedang berkembang menjadi buah ...................
21
3. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap pesentase kerontokan bunga .......
23
4. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap persentase kerontokan buah .........
23
5. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga ....
24
6. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan buah ......
24
7. Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga ...............................................................
25
8. Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga ................................................................
25
9 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per tandan .............................................................................................
28
10. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per tandan ............................................................................................
29
11. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per tandan ............................................................................... 12. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata kandungan
30
IAA pada
buah ......................................................................................................
30
13. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata kandungan IAA pada buah ......................................................................................................
31
14. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata kandungan IAA pada buah ......................................................................................
31
15. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata kandungan gula total daun ......................................................................................................
33
16. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata kandungan gula total daun ....................................................................................................... 17. Pengaruh
konsentrasi
GA3
dan
2,4-D
terhadap
33
rata-rata
kandungan gula total setelah aplikasi I ................................................
34
18. Pengaruh
konsentrasi
GA3
dan
2,4-D
terhadap
rata-rata
kandungan gula total setelah aplikasi II ...............................................
34
19. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata bobot buah per buah
37
20. Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per buah
37
21. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per buah .................................................................................................
38
22. Pengaruh perlakuan GA3 secara tunggal terhadap rata-rata bobot buah per tandan .............................................................................................
38
23. Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata bobot buah per tandan .....................................................................................
39
24. Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per tandan ..............................................................................................
40
25. Buah belimbing pada tanaman kontrol ...............................................
41
26. Buah belimbing yang mendapat perlakuan G40-D5 ...........................
41
27. Persentase kerontokan bunga belimbing Dewi ....................................
42
28. Persentase kerontokan buah belimbing Dewi .……………….............
43
29. Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan bunga .................................................................................
45
30. Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan buah ..................................................................................
45
31. Hubungan antara kandungan IAA buah dengan persentase kerontokan buah .......................................................................................................
46
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Bahan-bahan untuk analisis kandungan IAA dan gula total .................
52
2. Prosedur analisis kandungan IAA .........................................................
53
3. Prosedur analisis gula total ……………………………………………
54
4. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kerontokan bunga dan kerontokan buah ………………………………………………………
55
5. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap persentase buah retensi
56
dan jumlah buah per tandan .................................................................. 6. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan IAA buah..
57
7. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan gula total daun setelah Perlakuan I dan setelah Perlakuan II ................................
58
8. Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap bobot per buah dan bobot buah per tandan ...........................................................................
59
9. Tabel Ananalisis ragam pengaruh kandungan gula total terhadap kerontokan bunga dan buah …………………………………...............
60
PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya peningkatan produksi buah-buahan diperlukan untuk mengantisi peningkatan kebutuhan buah-buahan. Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi menyebabkan konsumsi buah semakin meningkat. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI menargetkan konsumsi buah sebanyak 73 kg / kapita / tahun untuk mencapai masyarakat sehat gizi. Untuk mencapai target tersebut, produktivitas buah-buahan harus ditingkatkan. Salah satu jenis buah potensi yang mudah dibudidayakan untuk mendukung target tersebut adalah belimbing (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2004). Belimbing manis merupakan salah satu komoditi hortikultura yang banyak digemari masyarakat. Disamping bentuknya yang menarik, rasa buah belimbing pun enak. Buah belimbing manis mempunyai nilai gizi yang cukup baik terutama sebagai sumber vitamin C. Setiap 100 g daging buah belimbing mengandung 90 g air, 36 kkal energi, 0.4 lemak, 0.4 g protein, 170 SI vitamin A, 35 mg vitamin C, 0.03 mg vitamin B1, 12 mg fosfor, 1.1 mg besi dan 4 mg kalsium (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2004). Belimbing selain dikonsumsi dalam bentuk buah segar, bisa diolah menjadi sari buah, sirup, jelly dan manisan (IP2TP 2007). Tanaman belimbing dapat dibudidayakan di kebun, pekarangan atau pot dan cepat berbuah. Tanaman tersebut mempunyai tingkat toleransi yang tinggi, akan tetapi dapat berbuah lebat jika dirawat sungguh-sungguh sesuai aturan budidaya (Zahara 2005). Belimbing selalu menghasilkan bunga yang sangat banyak, kuntum bunga belimbing kecil dan mudah gugur. Belimbing dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Panen dilakukan 3-4 kali dalam setahun, panen besar biasanya bulan Juli-Agustus. Buah menjadi masak 90-110 hari setelah anthesis (Samson 1992). Salah satu kendala untuk peningkatan produksi buah belimbing adalah kerontokan bunga dan buah. Tingkat kerontokan bunga dan buah belimbing tinggi menyebabkan jumlah buah belimbing yang dapat dipanen sedikit (Samson 1992). Hal tersebut merupakan gejala yang umum terjadi pada tanaman buah-buahan
2
seperti yang dilaporkan (Sakhidin et al. 2004) bahwa tingkat kerontokan buah mangga yang tertinggi terjadi pada minggu pertama setelah fruitset, kerontokan buah mencapai 95%. Demikian juga tingkat kerontokan buah lecy mencapai 9095% dari jumlah bunga betina dan terjadi pada minggu pertama setelah anthesis (Stern et al. 1995). Produksi buah belimbing dapat ditingkatkan melalui beberapa cara, diantaranya adalah mengurangi jumlah buah yang rontok. Absisi atau kerontokan buah merupakan proses lepasnya buah dari pohon seperti halnya terjadi pada daun, bunga dan bagian-bagian bunga. Absisi terjadi pada zona absisi yang berada pada tangkai buah. Pada kebanyakan tanaman absisi didahului oleh diferensiasi suatu lapisan absisi pada zona absisi (Taiz & Zeiger 2002). Ada dua kondisi buah atau bunga gugur yaitu : (1) bunga dan buah dalam kondisi normal, saat gugur tidak menunjukkan gejala kerusakan pada pangkalnya, (2) bunga dan buah gugur mengalami kerusakan pada pangkalnya. Keguguran bunga dan buah yang tidak menunjukkan gejala kerusakan pada pangkalnya disebabkan oleh pengaruh fisiologis dan genetis, dan keguguran yang disertai kerusakan pada pangkalnya disebabkan oleh adanya gangguan dari organisme pengganggu (Bonghi et al. 2000). Berbagai rangsangan dapat menyebabkan kerontokan bunga dan buah, yaitu faktor dari luar dan dari dalam tumbuhan itu sendiri. Faktor luar yang menyebabkan gugur buah antara lain suhu ekstrim, kekurangan air, kurangnya penyinaran (Samson 1989), serangan hama dan penyakit (Bonghi et al. 2000), serta defisiensi unsur hara (Marschner 1986). Faktor dari dalam tumbuhan antara lain rendahnya pasokan asimilat yang yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah (Archbold 1999, Bonghi et al. 2000), perubahan tingkat hormon (Bangerth 2000). Kerontokan bunga dan buah biasanya disebabkan tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi IAA dan GA yang terdapat di dalam bunga dan buah itu sendiri ( Aneja & Gianfagna 1999). Konsentrasi IAA dan GA3 pada buah dan tangkai buah yang rontok lebih rendah dibandingkan dengan buah dan tangkai buah yang melekat pada tanaman mangga varietas Dusheri (Bains et al. 1997a). Beberapa aplikasi zat pengatur tumbuh dapat mengurangi tingkat kerontokan buah beberapa tanaman. Aplikasi auksin sintetis pada leci dapat
3
mengurangi kerontokan buah dan meningkatkan buah retensi (Stern & Gazit 1997). Penyemprotan GA3 dan NAA dapat meningkatkan retensi buah mangga Carabao (Quintana et al. 1984), mengurangi kerontokan buah apel (Curry & Greene 1993), dan leci (Ghosh et al. 1987). Demikian pula aplikasi auksin sintetis dan GA3 pada jambu yang dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah (Zainudin 1995). Pemberian zat pengatur tumbuh khususnya auksin dan giberelin secara eksogen diharapkan dapat juga mengurangi kerontokan bunga dan buah pada tanaman belimbing. Selain itu berapa konsentrasi yang tepat untuk mencegah kerontokan bunga dan buah belimbing belum banyak yang mengungkap. Jenis zat pengatur tumbuh, konsentrasi dan waktu pemberiannya menentukan efektifitas dalam mengurangi kerontokan bunga dan buah. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana cara mencegah kerontokan bunga dan buah belimbing dengan menggunakan 2,4-D dan GA3, sehingga dapat meningkatkan produksi buah belimbing. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari respon fisiologi dari tanaman belimbing terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D. 2. Mempelajari dan mendapatkan konsentrasi GA3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi yang memberikan pengaruh terbaik pada produksi buah tanaman belimbing. Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan respon fisiologi pada tanaman belimbing terhadap pemberian GA3 dan 2,4-D. 2. Pemberian GA3 dan 2,4-D pada konsentrasi tertentu baik secara tunggal maupun kombinasi dapat meningkatkan produksi buah pada tanaman belimbing.
4
TINJAUAN PUSTAKA Belimbing ( Averrhoa carambola L.) Belimbing banyak terdapat di daerah tropis dan sangat popular di masyarakat. Tanaman belimbing mudah tumbuh dan mampu berbuah lebat jika dirawat dengan sungguh-sungguh sesuai dengan aturan budidaya (Zahara 2005). Sumber genetik dari keanekaragaman belimbing diduga terdapat di Malaysia sampai sekarang, dikenal dua macam belimbing yaitu belimbing yang buahnya manis disebut belimbing manis (carambola) dan belimbing yang rasanya asam disebut belimbing wuluh (bilimbi). Nilai ekonomis buah belimbing manis lebih tinggi dibandingkan belimbing wuluh. Belimbing wuluh biasanya digunakan sebagai campuran membuat sayur. Belimbing manis memiliki daging buah berbentuk seperti bintang sehingga disebut dengan star fruit, permukaannya licin seperti lilin, berlekuk-lekuk, mempunyai bagian pinggir yang disebut lingir terdapat lekukan kedalam berjumlah 5 rusuk. Rasa manisnya bervariasi sesuai dengan jenis dan varietasnya. Jenis belimbing yang dibudidayakan diberbagai negara beriklim tropis adalah dari varietas belimbing manis (Samson 1992). Belimbing manis merupakan salah satu komoditi hortikultura yang banyak digemari masyarakat. Disamping bentuknya yang menarik, rasa buahnya enak. Buah belimbing manis mempunyai nilai gizi yang cukup baik terutama sebagai sumber vitamin C. Setiap 100 g daging buah belimbing mengandung 90 g air, 36 kkal energi, 0.4 lemak, 0.4 g protein, 170 SI vitamin A, 35 mg vitamin C, 0.03 mg vitamin B1, 12 mg fosfor, 1.1 mg besi dan 4 mg kalsium (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2004). Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman belimbing manis diklasifikasikan dalam: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Oxalidales
Famili
: Oxalidaceae
Genus
: Averrhoa
Species
: carambola L. (Backer & Brink 1963).
5
Pohon belimbing berkayu keras, tinggi pohon mencapai 12 m dengan penampilan ramping dan tidak terlalu besar. Daun belimbing termasuk daun majemuk meyirip ganjil. Daun muda berwarna kemerahan, setelah tua berwana hijau muda. Tanaman belimbing mempunyai akar tunggang dan memiliki akar samping banyak. Akarnya cukup kuat tetapi tidak terlalu dalam sekitar 1.5 – 2 m. Bunga belimbing terdiri dari 5 helai kelopak dan 5 helai mahkota. Bakal buah mempunyai 5 ruang dengan bakal biji (ovulum) yang jumlahnya lebih dari satu. Kelopak bunga berwarna kemerah-merahan, pangkal mahkota bunga berwarna merah, ujung mahkota berwarna keungu-unguan. Perpaduan warna tersebut menarik binatang pencari madu sehingga dapat membantu penyerbukan (Tjitrosoepomo 1996). Bunga belimbing umumnya keluar dalam tandan atau rangkaian yang bercabang-cabang (panicula). Kuntum bunga belimbing kecil, lemah, dan mudah gugur jika tertiup angin. Bunga belimbing termasuk bunga sempurna. Berdasarkan jenis kelaminnya, bunga belimbing termasuk hermaprodit karena dalam satu bunga terdapat dua jenis kelamin, yaitu putik dan benang sari. Kedudukan putik adalah heterodistylus, artinya ada yang lebih rendah dan ada yang lebih tinggi dibandingkan benang sari. Jumlah benang sari 10 buah, terdapat dalam dua kelompok, 5 benang sari yang ada disebelah dalam lebih pendek daripada putik dan 5 benang sari terletak di luar lebih tinggi daripada putik. Benang sari yang lebih pendek biasanya rudimenter. Dengan adanya putik yang berkedudukan lebih rendah dibandingkan benang sari memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri (self-pollination) (Samson 1992). Belimbing manis umumnya dibudidayakan di dataran rendah dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari langsung dengan lama penyinaran 7 jam setiap hari dengan intensitas 4550%. Cuaca panas dan hujan yang seragam sepanjang tahun adalah keadaan yang sesuai untuk tanaman belimbing. Tanah dengan kandungan unsur hara yang seimbang sangat cocok untuk pertumbuhannya. Curah hujan 1500-3000 mm setahun dan suhu 25-27°C sangat cocok untuk belimbing (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2004).
6
Belimbing berbuah tidak mengenal musim. Buah menjadi masak 90-110 hari setelah anthesis. Panen dilakukan 3-4 kali dalam setahun, panen besar biasanya bulan Juli-Agustus. Umur petik dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang iklimnya basah, umur petiknya sekitar 35-60 hari setelah pembungkusan atau 65-90 hari setelah bunga mekar. Belimbing harus dipetik setelah matang di pohon karena tidak dapat diperam (non-klimaterik). Belimbing dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Belimbing selalu menghasilkan bunga dengan jumlah yang sangat banyak, tetapi bunga dan buah belimbing mudah rontok (Samson 1992). Pemilihan varietas atau bibit unggul merupakan komponen utama yang sangat penting dalam peningkatan produksi suatu tanaman. Varietas belimbing unggul adalah varietas belimbing yang memiliki produktivitas tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit, berkualitas tinggi, serta dapat ditanam diberbagai kondisi lingkungan baru (kisaran adaptasi luas). Berikut ini beberapa varietas belimbing yang memiliki kriteria tersebut adalah belimbing Demak, Sembiring, Bangkok, Paris, Dewa, Dewi dan Wulan (IP2TP 2007). Pola Kerontokan Bunga dan Buah Produksi buah-buahan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara diantaranya adalah mengurangi jumlah buah yang rontok. Untuk mengurangi jumlah buah yang rontok diperlukan pengetahuan tentang pola kerontokan buah. Absisi atau kerontokan buah merupakan proses lepasnya buah dari pohon seperti halnya terjadi pada daun, bunga dan bagian-bagian bunga. Absisi terjadi pada zona absisi yang berada pada tangkai buah. Proses absisi diinduksi oleh rendahnya kandungan auksin dan tingginya etilen pada zona absisi (Taiz & Zeiger 2002). Kerontokan bunga dan buah terjadi akibat pekanya zona absisi terhadap etilen (Bangert, 2000). Etilen merupakan hormon pemacu kerontokan yang kuat dan tersebar luas diberbagai organ tumbuhan. Etilen menginduksi sintesis serta sekresi hidrolase pengurai dinding sel. Ini merupakan efeknya pada transkripsi, jumlah mRNA yang menyandikan hidrolase meningkat. Meningkatnya sekresi enzim hidrolase menyebabkan kerusakan pada dinding sel zona absisi dan terjadi proses kerontokan organ tanaman (Salisbury & Ross 1995).
7
Secara fisiologis kerontokan bunga dan buah berkorelasi dengan terbatasnya suplai fotosintat dan kecukupan hara (Marschner 1986), serta regulasi hormonal pada zona absisi (Bangert 2000). Kerontokan buah terjadi akibat aktifnya lapisan absisi yaitu lapisan yang terletak dekat pangkal tangkai buah, selsel parenkim kecil pada lapisan ini memiliki dinding yang sangat tipis dan tidak ada sel serat disekitar jaringan pembuluh. Lapisan ini akan melemah bila enzim menghidrolisis polisakarida dalam dinding sel, akibatnya buah rontok. Absisi dikontrol oleh perubahan keseimbangan etilen dan auksin, bila konsentrasi auksin rendah sel-sel pada lapisan absisi menjadi peka terhadap etilen. Etilen menginduksi sintesis enzim yang mencerna sellulosa dan komponen lain pada dinding sel (Campbell et al. 2003). Absisi buah yang terjadi selama perkembangan buah akibat aktifnya zona absisi. Proses tersebut diinduksi oleh beberapa faktor lingkungan, persaingan dalam penggunaan asimilat dan kandungan hormon internal. Zona absisi pada mangga terletak pada tangkai buah dengan jarak beberapa mm dari cekung buah (tempat menempelnya buah pada tangkai buah). Dari aspek biokimia dan molekuler, absisi
terjadi karena aktifnya enzim ß-1,4- endoglukanase (EG) dan
polygalacturonase (PG). Dua enzim hidrolase tersebut terlibat dalam kerusakan dinding sel tanaman yang bertanggung jawab terhadap kerontokan bunga dan buah. Kekhususan zona absisi dalam memberikan respon terlepasnya organ-organ tergantung kepekaan lapisan tersebut terhadap etilen (Bonghi et al. 2000). Perkembangan zona absisi dapat diinduksi meningkatnya ABA dan menurunnya IAA, umumnya terjadi pada waktu terjadi kegagalan penyerbukan dan fertilisasi. Kegagalan polinasi dan fertilisasi merupakan salah satu faktor penyebab kerontokan bunga. Bunga yang polinasi dan fertilisasinya berhasil, sintesis auksinnya meningkat sehingga tidak mengalami absisis (Bangert 2000). Aneja dan Gianfagna (1999) melaporkan bahwa auksin terlibat dalam fruitset kakao. Auksin bisa berasal dari polen setelah terjadi polinasi dan juga bisa terbentuk di ovari. Pemberian auksin eksogen dapat menginduksi fruitset dan perkembangan buah, karena pemberian auksin eksogen dapat sebagai pengganti penyerbukan.
8
Menurut Bangert (2000) kerontokan buah dapat dijelaskan melalui hipotesis correlative dominance effect. Suatu buah mempunyai tingkat dominansi yang berbeda-beda. Tingkat dominansi suatu buah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya adalah fruitset dan jumlah buah dalam satu tangkai. Suatu buah dikatakan mempunyai tingkat dominansi yang relatif rendah apabila buah tersebut paling akhir fruitset-nya dan dalam suatu tangkai banyak buah lain yang waktu fruitset-nya lebih awal. Buah yang mempunyai tingkat dominansi rendah tidak mampu menjaga konsentrasi auksin minimal agar zona absisi tidak peka terhadap etilen. Kepekaan zona absisi terhadap etilen karena kandungan auksin rendah, ditandai dengan aktifnya aktivitas enzim hidrolitik. Peningkatan enzim ini menyebabkan rusaknya dinding sel pada zona absisi. Kerusakan dinding sel pada zona absisi menyebabkan terpisahnya organ tanaman dari pohon induknya. Buah
memerlukan
asimilat
dalam
jumlah
yang
cukup
selama
perkembangannya. Proses mendapatkan asimilat dalam jumlah yang cukup merupakan proses persaingan baik dengan buah lain maupun dengan organ vegetatif. Kemampuan buah untuk mendapatkan asimilat ditentukan oleh sink strength buah tersebut. Buah akan rontok mempunyai sink strength yang lebih rendah dibandingkan buah retensi. Kandungan auksin yang lebih tinggi pada biji buah retensi menyebabkan buah retensi mempunyai sink strength yang lebih kuat dibandingkan buah akan rontok (Taiz & Zeiger 2002). Hasil penelitian Bains et al. (1997b) menunjukkan bahwa buah mangga yang akan rontok mempunyai kandungan auksin lebih rendah dibandingkan dengan buah retensi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya aktivitas enzim peroksidase dan IAA-oksidase pada buah yang akan rontok. Peningkatan aktivitas enzim tersebut mengurangi konsentrasi IAA dalam buah yang sedang berkembang. Tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi auksin dan GA menyebabkan kerontokan buah (Aneja & Gianfagna 1999). Konsentrasi IAA dan GA3 pada buah dan tangkai buah yang rontok lebih rendah dibandingkan pada buah dan tangkai buah yang retensi, buah yang akan rontok mempunyai kandungan asam absisat yang tinggi. Kerontokan buah juga disebabkan oleh peningkatan produksi etilen (Bains et al. 1997a).
9
Tingkat kerontokan buah yang tertinggi terjadi pada minggu pertama setelah fruitset. Kerontokan terus berlangsung sampai beberapa minggu walaupun tingkat kerontokannya rendah. Puncak kerontokan buah mangga hanya terjadi satu kali yaitu pada saat 6 hari setelah anthesis. Setelah itu jumlah buah yang rontok menurun drastis. Penurunan terus berlanjut sampai 21 hari setelah anthesis dan mencapai nol pada hari ke-24 setelah anthesis. Tingkat kerontokan buah mangga diatas 95% (Sakhidin et al. 2004). Pada lengkeng gugur buah berlangsung dua kali yaitu : (1) beberapa saat setelah penyerbukan, (2) pada saat buah berdiameter 1 cm, kira-kira dua minggu setelah penyerbukan (Choo & Ketsa 1992). Pada leci gugur buah berlangsung dua periode yaitu : (1) berlangsung selama 4 minggu setelah bunga betina mekar seluruhnya. Bunga betina lengkeng yang berkembang menjadi buah muda hanya sebesar 5-10%, (2) seminggu kemudian periode ke dua terjadi dan berhenti setelah 8-9 minggu setelah bunga betina mekar seluruhnya. Bunga betina yang berkembang menjadi buah dewasa 3-5% (Stern et al. 1995). Informasi mengenai pola kerontokan buah diperlukan untuk menentukan saat paling tepat untuk memberikan perlakuan tertentu, sehingga jumlah buah yang rontok dapat dikurangi. Pola kerontokan buah dikaitkan dengan perubahan kandungan hormon endogen diperlukan dalam usaha mengurangi kerontokan buah melalui pemberian zat pengatur tumbuh. Peranan Hormon dalam Proses Kerontokan Bunga dan Buah Hormon tanaman merupakan senyawa-senyawa kimia yang terjadi secara alamiah di dalam tanaman yang berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara aktif pada konsentrasi yang sangat rendah (George & Sherington 1984). Menurut Wattimena (1988) hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (10-6 – 10-5mM), yang disintesis pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut kebagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologi dan morfologis. Bahan kimia sintetik yang mempunyai peranan sama dengan hormon tanaman disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik (George et. al. 1984). Fitohormon yang secara umum dikenal adalah
10
auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik dan etilen (Salisbury & Ross 1995). Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam bidang hortikultura sudah banyak dilakukan. Zat pengatur tumbuh diberikan pada tanaman dengan tujuan untuk mengontrol dan memodifikasikan pertumbuhan tanaman agar diperoleh hasil yang secara ekonomis menguntungkan. Keuntungan tersebut meliputi: peningkatan hasil, memperbaiki kualitas produksi. Giberelin Beberapa peran fisiologis GA yaitu mendorong perpanjangan sel dan organ, mendorong pembungaan (GA3 – GA7 dan GA9), mendorong pembentukan buah partenokarpi, mendorong perkecambahan biji dan tunas, menghambat pembentukan akar, menghambat pembentukan umbi, mengubah penampilan seks tanaman serta menunda pemasakan buah. Giberelin umumnya tersedia di pasaran dalam bentuk GA3 dan jenis ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian fisiologi tumbuhan (Wattimena 1988). Giberelin bekerja secara sinergis dengan auksin untuk mempengaruhi peningkatan fruitset, mencegah terjadinya absisi, pembebasan enzim α-amilase untuk menghidrolisis tepung menjadi gula yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah (Gardner et al. 1991). Giberelin berperan menstimulasi sintesis sejumlah enzim hidrolitik seperti amilase dan protease yang mampu mencerna zat tepung dan protein dengan demikian meningkatkan kandungan gula dan asam amino untuk pertumbuhan sel. Asam amino yang tersedia akibat aktivitas enzim protease merupakan prekursor terbentuknya jenis hormon tumbuhan yang lain, seperti triptopan yang merupakan bentuk awal dari auksin. Giberelin berperan penting dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran sel. Pembesaran dan pembelahan sel mengakibatkan buah aktif tumbuh dan membesar, akibatnya buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk memobilisasi asimilat kebuah tersebut. Dengan demikian buah akan tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang optimum (Taiz & Zeiger 2002). Selain itu GA berperan juga dalam regulasi pembentukan sukrosa melalui peningkatan aktivitas enzim sucrose-phosphate synthase. Stopar et al. (2001) menyatakan bahwa buah
11
yang akan rontok mempunyai kandungan pati yang lebih tinggi dan kandungan glukosa yang lebih rendah dibandingkan dengan buah retensi. Kinet et al. (1985) menyebutkan bahwa giberelin berfungsi untuk mengontrol perkembangan bunga mawar. Penurunan konsentrasi giberelin berkorelasi dengan adanya aborsi bunga, pemberian giberelin eksogen dapat mencegah gugurnya bunga akibat kondisi lingkungan yang kurang sesuai. Aneja dan Gianfagna (1999) menyatakan tingginya konsentrasi etilen, rendahnya konsentrasi auksin dan GA pada tanaman dapat menyebabkan kerontokan buah. Konsentrasi IAA dan GA3 pada buah dan tangkai buah yang rontok lebih rendah dibandingkan pada buah dan tangkai buah yang retensi, buah yang akan rontok mempunyai kandungan asam absisat yang tinggi (Bains et al. 1997a). GA3 dapat mengurangi persentase buah gugur dengan menekan biosintesis dari ABA (Steffens 1988). Giberelin pada tanaman berperan untuk memacu pertumbuhan sel melalui peningkatan perombakan sumber energi seperti amilum (molekul komplek) menjadi glukosa dan fruktosa (molekul sederhana) yang digunakan oleh sel untuk tumbuh dan berkembang (Sandovald et al. 1995). Kandungan gula total yang rendah pada daun pucuk pendukung bunga dan buah menyebabkan bunga dan buah mengalami kerontokan. Menurut Hooley (1994) pemberian GA3 eksogen akan
merangsang
peningkatan
GA3
endogen,
dengan
demikian
akan
meningkatkan aktivitas GA3 endogen. Menurut Ben-Arie et al. (1996) salah satu peranan giberelin adalah menunda penuaan bunga dan buah. Davies (1995) menyatakan bahwa GA berperan dalam meningkatkan pembelahan sel. Pemberian GA secara eksogen meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan buah. Pemberian GA3 pada tanaman mangga dapat meningkatkan jumlah bunga permalai, jumlah buah yang terbentuk permalai, retensi buah permalai (Rajput & Singh 1983). Penyemprotan NAA dan GA3 pada mangga Carabao dapat mengurangi persentase buah yang rontok (Quintana et al. 1984). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi NAA dan GA3 dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah serta meningkatkan hasil. Menurut Zaenudin (1995) aplikasi auksin sintetis dan GA3 dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah pada tanaman jambu.
12
Auksin Auksin
berperan
penting
dalam
meningkatkan
pembelahan
dan
pembesaran sel. Pembelahan dan pembesaran sel mengakibatkan buah aktif tumbuh dan membesar, akibatnya buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk untuk memobilisasi asimilat kebuah tersebut. Dengan demikian buah akan tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang optimum (Taiz & Zeiger 2002). Buah yang akan rontok mempunyai kandungan auksin yang rendah sehingga sink strengthnya rendah. Tingkat ketersedian asimilat yang lebih tinggi selama perkembangan buah sangat diperlukan untuk memperoleh retensi buah yang tinggi. Peranan auksin dapat menghambat gugur bunga dan buah, karena auksin merangsang aktivitas fotosintesis melalui peningkatan pembukaan stomata, fosforilasi dan fiksasi CO2. Dengan meningkatnya aktivitas fotosintesis akan meningkatkan suplai asimilat, sehingga buah akan tumbuh dan berkembang dengan baik (Bangerth 2000). Secara fisiologis gugur buah berkorelasi dengan terbatasnya suplai fotosintat (Marschner 1986). Rendahnya asimilat yang diterima buah dapat menginduksi terjadinya kerontokan buah (Stopar et al. 2001). Konsentrasi auksin yang cukup akan menjaga agar zona absisi tidak peka terhadap etilen. Kepekaan zona absisi terhadap etilen disebabkan karena kandungan auksin yang rendah, ditandai dengan meningkatnya aktivitas enzim hidrolitik. Peningkatan aktivitas enzim hidrolitik menyebabkan kerusakan dinding sel pada zona absisi dan menyebabkan terpisahnya organ tanaman dari pohon induknya (Bangerth 2000). Pergerakan asimilat semakin cepat apabila kandungan hormon tumbuh seperti auksin pada buah semakin tinggi. Kandungan auksin yang tinggi meningkatkan sink strength buah. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut (Brenner & Cheikh 1995). Senyawa tertentu yang disintesis oleh ahli kimia juga mampu menimbulkan banyak respon fisiologis seperti yang ditimbulkan oleh IAA, dan biasanya senyawa tersebut dianggap juga sebagai auksin. Beberapa diantaranya yang paling banyak dikenal ialah asam α-naftalenasetat
(NAA),
13
asam 2,4-D diklorofenoksiasetat (2,4-D), dan asam 2-metil-4-klorofenoksiasetat (MCPA). 2,4-D adalah suatu herbisida organik golongan kloropenoxy yang bersifat selektif yang telah dikomersialkan sejak tahun 1940. Pemberian (2,4-D) dengan konsentrasi rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman, tetapi sebaliknya dengan konsentrasi tinggi berfungsi sebagai herbisida. 2,4-D pada konsentrasi yang sebanding dengan konsentrasi fisiologis IAA, dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 2,4-D berperan sebagai auksin. 2,4-D lebih tahan terhadap sistem IAA oksidase dibanding dengan IAA dan lebih tahan terhadap perubahan bentuk menjadi bentuk auksin terikat dengan senyawa lain, tetapi mempunyai sistem pengangkutan polar yang agak lemah dibanding dengan IAA. Pada konsentrasi tinggi, 2,4-D sangat efektif sebagai herbisida pada berbagai tumbuhan dikotil berdaun lebar, tetapi tidak efektif pada tumbuhan monokotil (Salisbury & Ross 1995). Auksin alami seperti IAA juga berperan dalam meningkatkan jumlah buah yang terbentuk, tetapi jarang digunakan karena mudah mengalami degradasi dengan cepat di dalam tanaman (Sexton 1995). Menurut Taiz dan Zeiger (2002) selama tahap awal absisi daun, aplikasi auksin menghambat kerontokan daun, sedangkan selama tahap berikutnya aplikasi auksin mempercepat absisi, mungkin dengan menginduksi sintesis etilen. Mekanisme ini diperkirakan tidak berbeda jauh dengan proses absisi atau kerontokan buah. Etilen dan auksin merupakan hormon yang terkait langsung dalam proses kerontokan buah. Etilen merupakan hormon yang mendukung terjadinya proses kerontokan buah, sedangkan auksin berperan dalam mencegah proses kerontokan buah. Kandungan auksin yang rendah menyebabkan peningkatan sensitivitas sel pada zona absisi terhadap etilen yang menginduksi enzim hidrolitik yang mampu mencerna sellulosa pada dinding sel sehingga terjadi pemisahan sel. Menurut Moffet et al. (1980) pemberian 2,4-D dengan konsentrasi 0.01, 0.1 dan 1 ppm meningkatkan jumlah bunga tanaman kapas, tetapi dengan konsentrasi 10 ppm menyebabkan penurunan jumlah bunga namun masih lebih tinggi dari kontrol yang tanpa pemberian 2,4-D. Penyemprotan tanaman kapas di Arizona dengan
14
2,4-D dengan konsentrasi rendah meningkatkan nektar bunga. Pemberian 1 ppm 2,4-D memberi kenaikan nektar bunga tertinggi yakni sekitar 30%. Menurut Aneja dan Gianfagna (1999) asam absisat dan etilen mempercepat proses absisi bunga cacao. Proses tersebut dapat dicegah dengan pemberian NAA pada saat bunga mekar penuh. Pemberian NAA 150 ppm pada buah muda dengan cara disemprotkan dapat meningkatkan persentase buah retensi ( Baghel et al. 1987). Poerwanto et al. (2000) melaporkan pemberian auksin sintetis
pada saat buah sebesar kelereng dapat meningkatkan jumlah buah
mangga yang dapat dipanen. Pemberian hormon tumbuh secara eksogen seperti GA3 dan auksin sintetis dapat memperkuat sink strength, sehingga buah lebih kuat menarik asimilat, dengan demikian buah dapat tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang optimum (Taiz & Zeiger 2002). Aplikasi auksin sintetis pada tanaman leci dapat mengurangi gugur buah (Stern & Gazit 1997).
15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di UPT Kebun Percobaan IPB “AGROTEKO” Dramaga Bogor mulai bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 2007. Analisis kandungan gula total dan hormon IAA dilakukan di Laboratorium Penelitian Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi, FMIPA, IPB mulai bulan Nopember hingga Desember 2007. Bahan dan Alat Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman belimbing manis (Averrhoa carambola L.) varietas Dewi diperoleh dari UPT Kebun Percobaan IPB “AGROTEKO” Darmaga-Bogor. Tanaman berumur 1.5 tahun dari hasil okulasi tanaman yang sudah berusia 5-6 tahun. Tanaman tersebut sudah pernah berbunga 3 kali. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pupuk kandang, NPK 15.15.15, NPK 16.16.16, KCl, hormon GA3 (C19H22O6) G500 Phyto Technology Laboratories, 2.4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic acid) Schuchardt OHG 85662 Hohenbrunn Germany, Tween 20, aquades, nitrogen cair, culacron, bahan-bahan kimia untuk analisis kandungan gula total dan hormon IAA (Lampiran 1). Alat yang digunakan adalah polybag ukuran 40 x 50cm, hand sprayer, gunting, lup, timbangan analitik, alumunium foil, gelas ukur, oven, corong, corong pemisah, mortar, waterbath, tabung reaksi, botol kecil, pipet (5, 10 dan 25 ml), pipet mikro, labu erlenmeyer, pH meter, thermometer, tabung nitrogen cair, freezer -30oC, sentrifuge Labofuge 400 R Heraeus, spektrofotometer Double Wavelength Double Beam 557 Hitachi dan evaporator VV 2000- WB 2000 Heidolph. Rancangan Percobaan Percobaan dirancang dan dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dua faktor yaitu konsentrasi GA3 dan 2,4-D.
16
Faktor pertama adalah konsentrasi GA3 (G) terdiri 4 taraf yaitu : GA3 0 ppm (G0)
GA3 20 ppm (G20)
GA3 40 ppm (G40)
GA3 60 ppm (G60)
Faktor ke dua adalah konsentrasi 2,4 D (D) terdiri 4 taraf yaitu : 2,4-D 0 ppm (D0)
2,4-D 5 ppm (D5)
2,4-D 5 ppm (D10)
2,4-D 15 ppm (D15)
Tabel 1 Kombinasi perlakuan konsentrasi GA3 dan 2,4-D yang diaplikasikan pada percobaan G
0 ppm
20 ppm
40 ppm
60 ppm
0 ppm
G0-D0
G20-D0
G40-D0
G60-D0
5 ppm
G0-D5
G20-D5
G40-D5
G60-D5
10 ppm
G0-D10
G20-D10
G40-D10
G60-D10
15 ppm
G0-D15
G20-D15
G40-D15
G60-D15
D
Dari kombinasi ke dua faktor tersebut diperoleh 16 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan, setiap ulangan terdiri 1 pohon sehingga keseluruhan terdapat 48 unit perlakuan. Pelaksanaan Persiapan dan pemilihan tanaman percobaan Sebelum percobaan dimulai, terlebih dahulu ditentukan tempat yang akan digunakan untuk menempatkan tanaman percobaan. Agar tanaman percobaan mendapatkan penyinaran serta pengairan yang cukup. Tanaman percobaan yang digunakan adalah belimbing manis varietas Dewi. Salah satu belimbing bibit unggul yang diperoleh dari UPT Kebun Percobaan IPB “AGROTEKO” Dramaga-Bogor. Sebagai bahan penelitian dipilih 48 tanaman yang seragam: mempunyai umur sama yaitu 1.5 tahun, (tinggi tanaman, cabang, dan waktu berbunga yang sama) dan sehat serta bebas dari penyakit.
17
Penanaman dan pemeliharan Tanaman belimbing ditanam pada polibag yang berukuran 40 X 50 cm yang sudah diisi media yang dicampur dengan pupuk kandang (2:1) yang ditambah dengan pupuk anorganik NPK 15.15.15 sebanyak 150-200 g/polibag. Agar tanaman belimbing tumbuh dengan baik harus dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan tersebut meliputi penyiraman, pemberantasan gulma, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit. Penyiraman tanaman dilakukan sesuai kebutuhan, pemberantasan gulma dilakukan dengan sistem dangir yaitu mencabut dengan tangan. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 800 g setiap pohon (1X sebelum berbuah), pupuk NPK 15.15.15 dan NPK 16.16.16 diberikan setiap satu bulan 1X secara bergantian sebanyak 150200 g setiap pohon (sebelum tanaman berbuah). Setelah tanaman berbuah dipupuk dengan KCl 100-150 g setiap pohon satu bulan 1X. Untuk melindungi dari serangan hama dan penyakit dilakukan penyemprotan Culacron (1 sendok makan/5 liter air) setiap 2 minggu 1X sebelum berbuah. Untuk
melindungi
buah
dari
gangguan
lalat
buah
dilakukan
pembungkusan buah. Buah dibungkus dengan kertas karbon atau plastik tahan panas yang biasa digunakan untuk membungkus buah. Dalam penelitian ini buah dibungkus dengan plastik untuk mempermudah dalam menghitung buah. Plastik diberi lubang agar udara tetap bisa keluar masuk (Gambar 1).
Gambar 1 Buah belimbing dibungkus plastik untuk mencegah serangan lalat buah
18
Terbentuknya bunga pada tanaman belimbing biasanya tidak serempak. Untuk mendapatkan bunga yang serempak pada semua pohon dilakukan perontokan bunga dan pemangkasan sebanyak 3x. Setelah itu penyemprotan larutan hormon diberikan pada semua tandan bunga yang terbentuk. Pemberian perlakuan Penyemprotan hormon GA3 dan 2,4-D dengan konsentrasi sesuai kombinasi perlakuan, dilakukan 2 kali yaitu: (1) pada saat bunga mekar (minimal ada 2 bunga yang sudah mekar), (2) pada saat buah terbentuk (pada saat semua mahkota bunga pada tandan kering dan gugur). Penyemprotan menggunakan hand sprayer dan dilakukan dalam selang waktu yang sama, jam 6.00-7.30. Setiap pohon dipilih 10 tandan bunga yang seragam dan diberi tanda. Penyemprotan ditujukan pada tandan bunga dan buah serta daun pendukungnya sampai larutan hormon rata dan menetes, volume semprot 25 ml/tandan. Untuk meningkatkan daya rekat zat pengatur tumbuh ditambahkan Tween 20 sebanyak 2 ml/liter. Pengamatan Peubah yang diamati diantara lain jumlah bunga yang mekar sempurna, jumlah bunga yang mengalami kerontokan, jumlah buah yang terbentuk, jumlah buah retensi, jumlah buah yang siap di panen per tandan, bobot per buah, bobot buah per tandan, kandungan gula total daun, dan kandungan IAA buah. Setiap pohon dipilih 10 tandan bunga yang sudah mendapat perlakuan dan diberi tanda, jumlah bunga yang mekar dan yang rontok dihitung setiap 2 hari sekali. Kemudian dihitung persentase kerontokan bunga, yang merupakan perbandingan antara jumlah bunga yang rontok dengan jumlah bunga yang mekar dikalikan 100%. Jumlah buah yang terbentuk awal per tandan dihitung pada saat buah lebih kurang berukuran 0,5 cm. Jumlah buah rontok dan retensi dihitung setelah 4 hari dari perlakuan, dilakukan terus setiap 4 hari sekali sampai panen. Persentase kerontokan buah merupakan perbandingan antara jumlah buah yang rontok dengan jumlah buah yang terbentuk awal dikalikan 100%. Persentase buah retensi merupakan perbandingan antara jumlah buah retensi dengan jumlah buah terbentuk awal dikalikan 100%.
19
Jumlah buah dipanen, bobot per buah dan bobot buah per tandan dihitung pada saat panen. Jumlah buah per tandan merupakan rata-rata jumlah buah per tandan dari setiap pohon dihitung dengan cara membagi jumlah buah dipanen per pohon dengan jumlah tandan per pohon. Bobot per buah merupakan bobot ratarata per buah dari setiap pohon dihitung dengan cara membagi bobot buah dipanen per pohon dengan jumlah buah dipanen per pohon. Analisis kandungan IAA buah Pengambilan sampel untuk analisis kandungan IAA buah dilakukan setelah 1 minggu penyemprotan konsentrasi GA3 dan 2,4-D pada buah (setelah perlakuan II). Dipilih buah yang seragam (fruitset-nya, ukurannya), diambil dari tandan buah yang mendapat perlakuan, tetapi tandan tersebut tidak digunakan untuk pengamatan kerontokan buah. Dengan cara buah ditimbang 1 gr dari masing-masing buah, dibungkus aluminium foil kemudian dimasukkan dalam nitrogen cair dan disimpan dalam frezer -30°C. Analisis kandungan auksin (IAA) dilakukan dengan kombinasi metode Unyayar et al. (1996) untuk ekstraksi dan metode spektrofotometer dengan reagen Salkowsky untuk kuantifikasi (Pattern & Glick 2002). Untuk keperluan analisis sampel digerus, kemudian diektraksi. Larutan hasil ekstraksi dievaporasi. Setelah itu diukur absorban pada panjang gelombang 510 nm. Prosedur lengkap analisis kandungan IAA disajikan pada Lampiran 2. Analisis kandungan gula total Pengambilan sampel untuk analisis gula total dilakukan setelah 1 minggu penyemprotan GA3 dan 2,4-D I dan II (setelah perlakuan I & II). Diambil daun pendukung bunga dan buah, dengan cara daun ditimbang sebanyak 2 gr dari masing-masing sampel, dibungkus aluminium foil kemudian dimasukkan dalam nitrogen cair dan disimpan dalam frezzer -30°C. Analisis kandungan gula total menggunakan metode Anthrone menurut Apriyantono et al. (1994). Untuk analisis setelah dikeluarkan dari frezzer, sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam. Kemudian sampel digerus, langkah selanjutnya mengikuti metode Anthrone (Lampiran 3).
20
Analisis Data Data penelitian dianalisis dengan ANOVA menggunakan program SPSS 15.0 for Windows untuk mengetahui pengaruh perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Kerontokan Bunga dan Buah Kerontokan bunga dan buah sejak terbentuknya bunga sampai perkembangan buah sangat mengurangi produksi buah belimbing. Absisi atau kerontokan bunga dan buah merupakan proses lepasnya bunga dan buah dari pohon. Absisi terjadi pada zona absisi yang terletak pada tangkai bunga dan buah. Proses tersebut biasanya didahului oleh diferensiasi suatu lapisan absisi pada zona absisi (Taiz & Zeiger 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kerontokan bunga dan buah belimbing sangat tinggi pada tanaman kontrol. Menurut Samson (1992) tanaman belimbing berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Bunga belimbing sangat banyak, tetapi yang bisa berkembang menjadi buah yang optimum hanya sedikit. Rendahnya produkasi buah belimbing disebabkan tingginya kerontokan bunga dan buah.
Gambar 2 Bunga belimbing yang sedang berkembang menjadi buah Kerontokan bunga dan buah dipengaruhi oleh berbagai rangsangan baik itu rangsangan dari luar dan dari dalam tumbuhan itu sendiri. Rangsangan dari luar bisa berupa defisiensi unsur hara, kekurangan air, kurangnya penyinaran, serangan hama dan penyakit (Samson 1986, Marschner 1986). Faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri antara lain pasokan asimilat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah (Archbold 1999). Kerontokan bunga dan buah juga dipengaruhi oleh kandungan hormon endogen pada organ itu sendiri,
22
biasanya disebabkan karena tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi IAA serta rendahnya GA. Auksin dan etilen merupakan hormon yang terkait langsung dengan proses kerontokan bunga dan buah (Bangerth 2000). Auksin merupakan hormon yang berperan dalam mencegah absisi, etilen berperan menginduksi proses absisi. Untuk mengurangi kerontokan bunga dan buah dalam percobaan ini menggunakan 2,4-D dan GA3. 2,4-D pada konsentrasi yang sebanding dengan konsentrasi fisiologis IAA berperan sebagai auksin, pada konsentrasi tinggi berfungsi sebagai herbisida. Salah satu peran auksin adalah menghambat terjadinya proses absisi, aliran auksin ke zona absisi yang cukup akan mencegah kepekaan zona absisi terhadap etilen (Salisbury & Ross 1995). 2,4-D dengan konsentrasi rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman dan menghambat proses absisi. Giberelin bersama-sama auksin berperan dalam perkembangan bunga dan buah. Peran fisiologi GA antara lain mendorong pemanjangan sel dan organ, pembentukan buah partenokarpi mendorong perkecambahan biji dan tunas, menghambat pembentukan umbi, mengubah penampilan seks tanaman serta menunda pemasakan buah. Giberelin yang umumnya tersedia dipasaran dalam bentuk GA3 dan jenis ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian fisiologi tumbuhan (Wattimena 1988). Perlakuan GA3 dan 2,4-D terhadap kerontokan bunga dan buah menunjukkan bahwa GA3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi berpengaruh nyata terhadap persentase kerontokan bunga dan buah. Terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara konsentrasi GA3 dengan konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga dan buah belimbing (Tabel sidik ragam pada Lampiran 4). Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap persentase kerontokan bunga dan buah dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Perlakuan GA3 secara tunggal menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah menurun secara linier nyata pada setiap penambahan konsentrasi GA3 dari 0 sampai 60 ppm. Pemberian GA3 dengan konsentrasi 60 ppm menghasilkan persentase kerontokan bunga terendah sebesar 35,6% dan persentase kerontokan buah terendah sebesar 44,6%, sedangkan pada konsentrasi 0 ppm persentase kerontokan bunga (85.8%) dan persentase kerontokan buah (81.9%).
% Kero n to k an B u n g a
23
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = -0.865x + 86.5 2
R = 0.9904
0
20 40 Konsentrasi GA3 (ppm)
60
Gambar 3 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap persentase kerontokan bunga
%Kerontokan Buah
100 90 80 70 60 y = -0.714x + 87.12
50 40 30 20
2
R = 0.9893
10 0 0
20 40 Konsentrasi 2,4-D (ppm)
60
Gambar 4 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap persentase kerontokan buah Terdapat pengaruh kuadratik yang nyata antara persentase kerontokan bunga dan buah dengan konsentrasi 2,4-D, dengan minimum persentase kerontokan bunga (37.58%) pada konsentrasi 2,4-D 8.9 dan buah (48.4%) pada konsentrasi 2,4-D 9.2 ppm. Perlakuan 2,4-D tunggal pada konsentrasi lebih rendah dari titik optimum menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah tinggi. Peningkatan konsentrasi 2,4-D melebihi titik optimum menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah mengalami peningkatan kembali (Gambar 5 & 6 ). Konsentrasi 2,4-D efektif untuk mengurangi kerotokan bunga dan buah berkisar antara 8-10 ppm.
24
%Kerontokan Bunga
90 y = 0.621x2 - 11.033x + 86.585 R2 = 0.9908 60
30 0
5 10 Konsentrasi 2,4-D (ppm)
15
Gambar 5 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga
%Kerontokan Buah
90 y = 0.4025x2 - 7.3851x + 82.318 R2 = 0.994 60
30 0
5 10 Konsentrasi 2,4-D
15
Gambar 6 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan buah Pemberian GA3 dan 2,4-D secara kombinasi memberikan pengaruh nyata pada persentase kerontokan bunga dan buah. Persentase kerontokan bunga terendah sebesar 37.1% (Gambar 7) dan persentase kerontokan buah terendah sebesar 48% (Gambar 8) diperoleh dari kombinasi 2,4-D 5 ppm dan GA3 60 ppm. Terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara konsentrasi GA3 dengan konsentrasi 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga. Pada perlakuan 2,4-D 0 dan 5 ppm terjadi penurunan persentase kerontokan bunga setiap penambahan konsentrasi GA3, sedangkan pada perlakuan 2,4-D 10 dan 15 ppm terjadi peningkatan persentase kerontokan bunga dan buah setiap penambahan konsentrasi GA3.
%Kerontokan Buah
25
2,4-D 0 2,4-D 5 2,4-D 10 2,4-D 15
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
20 40 Konsentrasi GA3 (ppm)
60
Gambar 7 Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap persentase kerontokan bunga 2,4-D 0 2,4-D 5 2,4-D 10 2,4-D 15
%Kerontokan Bunga
100 80 60 40 20 0 0
20
40
60
Konsentrasi GA3 (ppm)
Gambar 8 Interaksi antara pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap persentase kerontokan buah Hasil di atas dapat diartikan bahwa perlakuan dengan 2,4-D atau GA3 saja dapat mengurangi persentase kerontokan bunga dan buah belimbing. Menurut Hooley (1994) pemberian GA3 eksogen akan merangsang peningkatan kandungan GA3 endogen, dengan demikian akan meningkatkan aktivitas GA3 endogen. Penurunan konsentrasi giberelin berkorelasi dengan adanya aborsi bunga, dan pemberian giberelin eksogen dapat mencegah gugur bunga akibat kondisi lingkungan yang kurang sesuai (Kinet et al. 1985). Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa auksin dan giberelin berperan penting dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran sel. Pembesaran dan pembelahan sel mengakibatkan
26
bunga dan buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut. Dengan demikian buah akan tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang optimum dan tidak mudah mengalami kerontokan. Menurut BenArie et al. (1996) giberelin berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buah, giberelin dapat menunda penuaan bunga dan buah. Pemberian asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dengan konsentrasi rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman, tetapi sebaliknya dengan konsentrasi tinggi berfungsi sebagai herbisida. 2,4-D pada konsentrasi yang sebanding dengan konsentrasi fisiologi IAA, akan berperan sebagai auksin. 2,4-D lebih tahan terhadap sistem IAA-oksidase dibanding dengan IAA dan lebih tahan terhadap perubahan bentuk menjadi bentuk auksin terikat dengan senyawa lain (Salisbury & Ross 1995). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahawa aplikasi 2,4-D 5 ppm atau 10 ppm dapat mencegah kerontokan bunga dan buah, sedangkan aplikasi 2,4-D 15 ppm menyebabkan persentase kerontokan bunga dan buah mengalami peningkatan kembali. Menurut Campbell et al. (2003) pada konsentrasi auksin yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan sel, pembelahan dan perkembangan sel. Perlakuan GA3 dan 2,4-D secara kombinasi juga dapat mengurangi persentase kerontokan bunga dan buah. Menurut Nakasone dan Paul (1998) perlakuan dengan GA3 dan auksin sintetis dapat meningkatkan kuantitas buah, karena perlakuan tersebut dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah. Untuk mengurangi tingkat kerontokan dan buah pada apel dapat dilakukan dengan aplikasi GA3 dan auksin sintetis (Curry & Greene 1993). Aplikasi auksin sintetis dengan konsentrasi rendah bersama-sama giberelin dibutuhkan guna meningkatkan kandungan hormon tersebut di dalam ovari yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan buah. Auksin dan giberelin berperan penting dalam pembelahan dan pembesaran sel dan bekerja bersama-sama dalam mengontrol perkembangan buah (Campbell et al. 2003). Pada konsentrasi yang berlebih auksin dapat menghambat pertumbuhan sel. Aktivitas auksin yang sudah berlebih pada tanaman akan meningkat dengan adanya giberelin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya level auksin yang menginduksi sintesis
27
hormon etilen yang umumnya berperan sebagai inhibitor pemanjangan sel dan memacu proses kerontokan. Mc Keon et al. (1995) menyatakan bahwa auksin menginduksi etilen dengan memacu mRNA untuk mensintesis ACC. Proses tersebut hanya terjadi pada saat konsentrasi auksin endogen melebihi konsentrasi optimum bagi tanaman. Hal tersebut dibuktikan dengan terjadinya penurunan persentase kerontokan bunga dan buah pada perlakuan 2,4-D konsentrasi 0 ppm dan 5 ppm setiap penambahan konsentrasi GA3, sedangkan pada perlakuan 2,4-D 10 ppm dan 15 ppm setiap penambahan konsentrasi GA3 terjadinya peningkatan persentase kerontokan bunga dan buah. Pada perlakuan secara tunggal 2,4-D 8-10 ppm dan GA3 60 ppm maupun secara kombinasi
antara 2,4-D 5 ppm dengan GA3 60 ppm menghasilkan
persentase kerontokan bunga dan buah terendah yang tidak berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase kerontokan bunga dan buah dapat dicegah dengan perlakuan 2,4-D 8-10 ppm, GA3 60 ppm secara tunggal atau kombinasi antara GA3 60 ppm dengan 2,4-D 5 ppm. Perlakuan secara tunggal lebih efektif dibandingkan secara kombinasi. Ditinjau dari segi ekonomi harga 2,4-D jauh lebih murah dibandingkan dengan GA3, sehingga dari 3 konsentrasi perlakuan tersebut yang lebih efektif untuk mengurangi persentase kerontokan bunga dan buah pada tanaman belimbing adalah 2,4-D 8-10 ppm. Jumlah Buah Retensi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase buah retensi dapat ditingkatkan dengan aplikasi 2,4-D dan GA3 secara tunggal maupun kombinasi. Peningkatan persentase buah retensi yang disebabkan aplikasi GA3 dan 2,4-D secara tunggal maupun kombinasi menyebabkan peningkatan jumlah buah per tandan yang dapat dipanen (Gambar 9, 10, 11). Peningkatan jumlah buah per tandan akan meningkatkan jumlah buah per pohon dan produksi total buah tersebut. Quintana et al. (1984) melaporkan pemberian auksin sintetis dan GA3 dapat meningkatkan produksi mangga Carabao, karena perlakuan tersebut dapat meningkatkan retensi buah. Peningkatan kandungan IAA endogen menyebabkan peningkatan retensi buah dan meningkatkan jumlah buah yang dapat dipanen.
28
Menurut Rajput dan Singh (1983) pemberian GA3 pada tanaman mangga dapat meningkatkan jumlah bunga per malai, jumlah buah yang terbentuk per malai, retensi buah per malai. Pergerakan asimilat semakin cepat apabila kandungan hormon tumbuh seperti auksin pada buah semakin tinggi. Kandungan auksin yang tinggi meningkatkan sink strength buah. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut (Brenner & Cheikh 1995). Dalam pertumbuhan dan perkembangan buah memerlukan asimilat dalam jumlah yang cukup. Peningkatan suplai asimilat yang menuju ke buah menyebabkan buah akan tumbuh dan berkembang dengan baik (Bangerth 2000). Secara fisiologis gugur buah berkorelasi dengan terbatasnya suplai fotosintat, rendahnya asimilat yang diterima buah dapat menginduksi terjadinya proses kerontokan buah (Marschner 1986, Stopar et al. 2001). Pada perlakuan GA3 dan 2,4-D secara tunggal berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tandan (Tabel pada Lampiran 5). Perlakuan GA3 secara tunggal memberikan pengaruh linier positif yang sangat nyata terhadap jumlah buah per tandan. Hal ini terkait dengan persentae kerontokan bunga dan buah yang cenderung menurun dengan pemberian GA3 . Jika dilihat dari jumlah buah yang dapat dipanen per tandan maka pemberian GA3 60 ppm memberikan hasil yang tertinggi sebesar 2.99, mengalami peningkatan 179.94% dibandingkan kontrol (Gambar 9). Gambar tersebut menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi GA3 masih dapat meningkatkan jumlah buah yang dapat dipanen per tandan Y = 0.687 X + 0.295 R2 = 0.9591
3.5 Jumlah buah per tandan
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
20 40 Konsentrasi GA3 (ppm)
60
Gambar 9 Pengaruh perlakuan GA3 secara tunggal terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per tandan
29
Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap jumlah buah yang dapat dipanen per tandan dapat dilihat pada Gambar 10. Terdapat korelasi yang bersifat kuadratik antara konsentrasi 2,4-D dengan jumlah buah yang dapat dipanen per tandan. Maksimum jumlah buah per tandan (2.97) diperoleh pada konsentrasi 2,4-D 9.2 ppm, mengalami peningkatan 177.6% dibandingkan kontrol (1.07).
Jumlah buah per tandan
3.5
y = -0.0225x2 + 0.4137x + 1.0635 R2 = 0.9996
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 2,4-D 0
2,4-D 5
2,4-D 10
2,4-D 15
Konsent rasi 2,4-D (ppm)
Gambar 10 Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata jumlah buah dipanen per tandan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian GA3 dan 2,4-D secara kombinasi berpengaruh nyata pada jumlah buah yang dapat dipanen per tandan (Tabel pada Lampiran 5). Perlakuan kombinasi GA3 dan 2,4-D menyebabkan peningkatan jumlah buah dipanen per tandan dibandingkan dengan jumlah buah dipanen per tandan yang diperoleh pada perlakuan 0 ppm. Terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara GA3 dan 2,4-D terhadap jumlah buah per tandan. Perlakuan 2,4-D pada konsentrasi 0 dan 5 ppm meningkatkan rata-rata jumlah buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA3. Sedangkan perlakuan 2,4-D 10 dan 15 ppm menyebabkan penurunan rata-rata jumlah buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA3 (Gambar 11). Perlakuan kombinasi GA3 60 ppm dengan 2,4-D 5 ppm memberikan pengaruh terbaik. Rata-rata jumlah buah per tandan yang dapat dipanen per tandan pada perlakuan tersebut sebesar (mengalami peningkatan 168%).
2.87
30
Jumlah Buah Per-tandan
3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
20
40
60
Konsentrasi GA3 (ppm) 2,4-D 0
2,4-D 5
2,4-D 10
2,4-D 15
Gambar 11 Pengaruh perlakuan GA3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata jumlah buah dipanen per tandan Kandungan IAA pada Buah Belimbing Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa GA3 maupun 2,4-D berpengaruh nyata pada peningkatan kandungan IAA buah belimbing (Tabel pada Lampiran 6). Pemberian GA3 konsentrasi 0 sampai 60 ppm menunjukkan pengaruh linier positif nyata terhadap kandungan IAA buah. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian GA3 60 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah sebesar 158.16 ppm, mengalami peningkatan 84.85%
Kandungan Auksin (ppm)
dibandingkan dengan kontrol (Gambar 12). y = 24.467 X + 62.16 R2 = 0.9961
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
20
40
Konsentras i GA3 (ppm)
60
Gambar 12 Pengaruh perlakuan GA3 secara tunggal terhadap rata-rata kandungan auksin pada buah Kandungan IAA buah dapat juga ditingkatkan dengan pemberian 2,4-D secara tunggal. Setiap penambahan konsentrasi 2,4-D dari 0 sampai 15 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah. Pemberian konsentrasi 2,4-D 15 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah tertinggi sebesar
31
188.26 ppm, mengalami peniingkatan 120.03% dibandingkan pada konsentrasi
Kandungan Auksin (ppm)
0 ppm Gambar 13). y = 36.32 X + 43.51 R2 = 0.9673
250 200 150 100 50 0 2,4-D 0
2,4-D 5
2,4-D 10
2,4-D 15
Konsen tras i 2,4-D (ppm)
Gambar 13 Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata kandungan auksin pada buah Aplikasi GA3 dan 2,4-D secara kombinasi berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan IAA buah. Perlakuan kombinasi GA3 0-60 ppm dengan 2,4-D 0-15 ppm menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah setiap penambahan konsentrasi. Rata-rata kandungan IAA tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi 2,4-D 15 ppm dengan GA3 60 ppm sebesar 263.86 ppm, mengalami peningkatan
208.4% dibandingkan kandungan IAA
buah pada
konsentrasi 0 ppm (Gambar 14). Terjadi peningkatan rata-rata kandungan IAA pada buah sebesar 30.1-208.4% karena pengaruh aplikasi GA3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi. Kandungan Auksin (ppm)
300 250 200 150 100 50 0 0
20
40
60
Konsentrasi GA3 2,4-D 0
2,4-D 5
2,4-D 10
2,4-D 15
Gambar 14 Pengaruh perlakuan GA3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata kandungan IAA pada buah
32
Peningkatan kandungan IAA endogen dapat dilakukan dengan aplikasi 2,4-D dan GA3 baik secara tunggal maupun kombinasi. Peningkatan kandungan IAA endogen akan meningkatkan aktivitas auksin di dalam jaringan. Salah satu peranan auksin dalam perkembangan buah adalah menghambat gugur bunga dan buah (Bangerth 2000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kandungan IAA dapat ditingkatkan dengan dengan pemberian 2,4-D maupun GA3. Pemberian GA3 eksogen pada berbagai konsentrasi menyebabkan peningkatan kandungan IAA buah, dimungkinkan akan merangsang peningkatan aktivitas GA3 endogen. Gardner et al. (1991) menyatakan giberelin berperan menstimulasi sintesis enzim hidrolitik seperti amilase dan protease yang mampu mencerna zat tepung dan protein dengan demikian meningkatkan kandungan gula dan asam amino untuk pertumbuhan sel. Asam amino yang tersedia akibat aktivitas enzim protease merupakan prekursor terbentuknya jenis hormon tumbuhan yang lain, seperti triptopan yang merupakan bentuk awal dari auksin. Untuk perkembangan bunga dan buah memerlukan suplai asimilat. Proses mendapatkan asimilat dalam jumlah yang cukup merupakan proses persaingan baik dengan buah lain maupun dengan organ-organ vegetatif. Kemampuan buah untuk mendapatkan asimilat ditentukan oleh sink strength buah tersebut. Buah yang akan rontok mempunyai sink strength yang lebih rendah dibandingkan buah retensi. Kandungan auksin yang lebih tinggi pada biji buah retensi menyebabkan buah retensi mempunyai sink strength yang lebih kuat dibandingkan buah akan rontok (Taiz & Zeiger 2002). Pergerakan asimilat semakin cepat apabila kandungan hormon tumbuh seperti auksin pada buah semakin tinggi. Kandungan auksin yang tinggi meningkatkan sink strength buah. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut (Brenner & Cheikh 1995). Rendahnya kandungan auksin pada buah akan menyebabkan zona absisi peka terhadap etilen sehingga buah mengalami kerontokan. Peningkatan kandungan etilen yang distimulasi penurunan auksin menyebabkan metabolisme tidak berjalan dengan baik dan perkembangan buah tidak optimum (Sexton 1995).
33
Kandungan Gula Total Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi 2,4-D dan GA3 secra tunggal maupun kombinasi berpengaruh nyata pada kandungan gula total daun (Tabel pada Lampiran 7). Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap kandungan gula total daun dapat dilihat pada Gambar 15. Perlakuan GA3 secara tunggal dari 0 sampai 60 ppm menyebabkan kandungan gula total daun meningkat
secara nyata.
Pemberian GA3 dengan konsentrasi 60 ppm menghasilkan kandungan gula total daun tertinggi (15.8 mg/g bobot kering sampel), sedangkan kandungan gula total Kandungan Gula Total (mg)/g bobot kering sampel
daun pada konsentrasi 0 ppm (7.78 mg/g bobot kering sampel). 20 y = 2.7094x + 4.2848 R2 = 0.9435
15 10 5 0 0
20 40 Konsentras GA 3 (ppm)
60
Gambar 15 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rerata kandungan gula total daun Perlakuan GA3 eksogen menyebabkan peningkatan kandungan gula total daun. Giberelin berperan menstimulasi sintesis sejumlah enzim hidrolitik seperti amilase. Enzim tersebut berperan untuk merombak amilum (molekul komplek) menjadi glukosa dan fruktosa (molekul sederhana), sehingga meningkatkan kandungan gula total dalam jaringan yang digunakan oleh sel untuk tumbuh dan Kandungan Gula Total (mg)/g bobot kering sampel
berkembang (Sandovald et al. 1995). 20 15
y = -0.0769x2 + 1.3741x + 7.3855 R2 = 0.9056
10 5 0
0
5 10 15 Konsentrasi 2,4-D (ppm)
Gambar 16 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rerata kandungan gula total daun
34
Gambar 16 menunjukkan bahwa korelasi antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan bunga dan buah bersifat kuadratik, dengan maksimum kandungan gula total daun (13.5 mg/g bobot kering sampel) pada konsentrasi 2,4-D 8.9 ppm,sedangkan kandungan gula total daun pada kontrol (7.78 mg/g bobot kering sampel). Kandungan Guala Total (mg)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
20 40 Konsentrasi GA3 2,4-D 0
2,4-D 5
2,4-D 10
60 2,4-D 15
Kandungan Gula Total (mg)
Gambar 17 Pengaruh perlakuan GA3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata kandungan gula total daun setelah aplikasi I 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 2,4-D 0
20 40 Konsentrasi GA3 2,4-D 5 2,4-D 10
60 2,4-D 15
Gambar 18 Pengaruh perlakuan GA3 dan 2,4-D secara kombinasi terhadap ratarata kandungan gula total daun setelah aplikasi II Perlakuan kombinsi GA3 dan 2,4-D berpengaruh nyata terhadap kandungan gula total daun. Perlakuan 2,4-D 0 dan 5 ppm terjadi peningkatan kandungan gula total daun setiap penambahan konsentrasi GA3 0-60 ppm. Sedangkan perlakuan 2,4-D 10 dan 15 ppm menyebabkan penurunan kandungan
35
gula total daun setiap penambahan konsentrasi GA3 0-60 ppm. Kandungan gula total tertinggi diperoleh dari aplikasi kombinasi antara GA3 60 ppm dengan 2,4-D 5 ppm. Terjadi pengaruh interaksi nyata antara konsentrasi 2,4-D dengan GA3 terhadap kandungan gula total daun. Rata-rata terjadi peningkatan kandungan gula total daun sebesar 15.9-107.8% (Gambar 17 dan 18). Hasil di atas menunjukkan bahwa perlakuan GA3 dan 2,4-D secara tunggal maupun kombinasi berpengaruh pada kandungan gula total daun. Giberelin bekerja secara sinergis dengan auksin untuk mempengaruhi peningkatan fruitset, mencegah terjadinya absisi, pembebasan α-amilase untuk menghidrolisis tepung menjadi gula yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah (Gardner et al. 1991). Perlakuan GA3 eksogen menyebabkan peningkatan kandungan gula total daun. Giberelin berperan menstimulasi sintesis sejumlah enzim hidrolitik seperti amilase. Enzim tersebut berperan untuk merombak amilum (molekul komplek) menjadi glukosa dan fruktosa (molekul sederhana), sehingga meningkatkan kandungan gula total dalam jaringan yang digunakan oleh sel untuk tumbuh dan berkembang (Sandovald et al. 1995). Buah memerlukan asimilat yang cukup selama perkembangannya. Suplai asimilat dipengaruhi oleh tingkat kematangan daun sebagai source. Pada umumnya daun yang sudah 30-60% membuka merupakan source. Luas dan jumlah daun berpengaruh terhadap jumlah asimilat yang dapat ditransportasikan ke buah (Marschner 1995). Peningkatan kandungan gula total dapat menyebabkan buah tumbuh dan berkembang mencapai ukuran optimum dan tidak mudah gugur. Stopar et al. (2001) menyatakan bahwa buah apel yang akan rontok mempunyai kandungan pati yang lebih tinggi (0.33 mg/gr sampel kering) dan kandungan glukosa yang lebih rendah (33.2 mg/gr sampel kering) dibandingkan dengan buah retensi yang mempunyai kandungan pati sebesar 0.15 mg/gr sampel kering dan kandungan glukosa sebesar 36.4 mg/gr sampel kering. Buah yang akan rontok mempunyai aktivitas metabolisme yang rendah, sehingga kandungan gulanya juga rendah (Yuan & Greene 2000).
36
Kandungan gula total daun pendukung bunga dan buah yang tinggi menunjukkan kemampuan daun tersebut untuk menyokong perkembangan bunga dan buah sehingga menyebabkan bunga dan buah tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga tidak mudah gugur. Bangerth (2000) melaporkan bahwa ketidak cukupan suplai asimilat menyebabkan buah gugur, hal itu disebabkan terbatasnya produksi asimilat dan/atau alokasi asimilat ke buah rendah. Buah mendapatkan asimilat dari daun yang terletak paling dekat dengan buah tersebut. Yuan dan Greene (2000) menyatakan agar satu buah apel dapat berkembang normal sampai matang diperlukan minimal dua daun. Pengurangan jumlah daun mengurangi pertumbuhan buah apel. Daun mangga yang berumur 2-3 bulan merupakan daun matang dan sudah mencapai ukuran penuh. Luas daun atau jumlah daun berpengaruh terhadap jumlah asimilat yang ditransportasikan ke buah (Maschner 1995). Peningkatan kandungan IAA buah menyebabkan buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah tersebut untuk memobilisasi asimilat. Peningkatan kandungan auksin diduga dapat merangsang fotosintesis sehingga meningkatkan kandungan asimilat daun. Peningkatan sink strength yang disertai peningkatan kandungan gula total daun menyebabkan buah tumbuh dan berkembang secara optimum. Bobot Buah Dipanen Bobot Per Buah Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan GA3 dan 2,4-D berpengaruh nyata terhadap bobot per buah (Tabel pada lampiran 8). Perbedaan konsentrasi GA3 tidak nyata pengaruhnya terhadap bobot per buah. Terdapat hubungan linier positif
yang tidak nyata antara konsentrasi GA3
dengan bobot per buah.
Perlakuan GA3 0-60 ppm menyebabkan peningkatan bobot buah, peningkatan bobot buah yang tertinggi diperoleh dari perlakuan GA3 60 ppm sebesar 223.67 meningkat 40.57% dari kontrol (Gambar 19).
Rata-rata bobot per buah (g)
37
y = 2.805x + 212.42 R2 = 0.9868
226 224 222 220 218 216 214 212 210 208 206 0
20 40 Konsentrasi GA3 (ppm)
60
Gambar 19 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap rata-rata bobot buah per buah Perlakuan 2,4-D secara tunggal berpengaruh nyata terhadap bobot buah. Pemberian 2,4-D dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot buah. Terdapat pengaruh kuadratik antara bobot buah dengan konsentrasi 2,4-D (Gambar 20). Bobot buah maksimum (237.98 g) diperoleh pada
Rata-rata bobot per buah (g)
konsentrasi 2,4-D 9.1 ppm, mengalami peningkatan 107.1% dari kontrol. y = -0.2806x 2 +5.134x + 214.5 R2 = 0.9868
245 240 235 230 225 220 215 210 205 200 195 0
5 10 Konsentrasi 2,4-D (ppm)
15
Gambar 20 Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per buah Perlakuan kombinasi 2,4-D dan GA3 menyebabkan peningkatan bobot per buah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Rata-rata peningkatan bobot per buah tertinggi (159.8%) diperoleh dari perlakuan
kombinasi 2,4-D 10 ppm
dengan GA3 60 ppm (Gambar 21). Tidak terjadi pengaruh interaksi antara konsentrasi GA3 dengan konsentrasi 2,4-D terhadap bobot per buah. Pengaruh 2,4-D dalam meningkatkan bobot buah tidak tergantung pada GA3, begitu juga GA3 tidak tergantung pada 2,4-D dalam mempengarui bobot buah.
Rataan Bobot Buah Per Buah (gr)
38
260 250 240 230 220 210 200 190 0
20 2,4-D 0
40 Konsentrasi GA3
2,4-D 5
2,4-D10
60 2,4-D 15
Gambar 21 Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per buah Bobot Buah Per Tandan Pemberian konsentrasi GA3
dan 2,4-D baik secara tunggal maupun
kombinasi berpengaruh nyata terhadap bobot buah per tandan (Tabel pada lampiran 8). Perbedaan konsentrasi GA3 berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot buah pertandan. Perlakuan GA3 0-60 ppm menyebabkan peningkatan bobot buah per tandan. Hal ini terkait dengan peningkatan jumlah buah per tanda yang dipanen karena pengaruh konsentrasi GA3. Peningkatan konsentrasi GA3 menyebabkan jumlah buah dan bobot buah mengalami peningkatan. Pemberian GA3 60 ppm menghasilkan jumlah buah tertinggi sehingga meningkatkan bobot buah per tandan (192.9%) dibandingkan pada konsentrasi 0 ppm (Gambar 22). y = 157.13x + 50.86 R2 = 0.9629
Bobot buah per tandan (g)
800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
20
40
60
Konsentrasi GA3
Gambar 22 Pengaruh perlakuan GA3 secara tunggal terhadap rata-rata bobot buah per tandan
39
y = -5.7449x2 + 104.77x + 224.36 R2= 0.9972
Bobot buah per tandan (g)
800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
5 10 Konsentrasi 2,4-D
15
Gambar 23 Pengaruh perlakuan 2,4-D secara tunggal terhadap rata-rata bobot buah per tandan Pemberian 2,4-D dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot buah per tandan. Terdapat pengaruh kuadratik antara bobot buah dengan konsentrasi 2,4-D (Gambar 23). Bobot buah dipanen tertinggi sebesar 702.1 g diperoleh pada konsentrasi 2,4-D 9.1 ppm (meningkat 207.16% dibandingkan kontrol). Pada konsentrasi 2,4-D di bawah titik optimum menunjukkan bobot buah lebih rendah, peningkatan konsentrasi menjadi lebih tinggi dari titik optimum menyebabkan bobot buah mengalami penurunan kembali. Kombinasi 2,4-D dan GA3 menyebabkan peningkatan bobot buah per tandan yang berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan 2,4-D 0 ppm dan 5 ppm terjadi peningkatan bobot buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA3. Perlakuan 2,4-D 10 ppm dan 15 ppm terjadi penurunan bobot buah per tandan setiap penambahan konsentrasi GA3 (Gambar 24). Kombinasi antara GA3 60 ppm dengan 2,4-D 5 ppm menghasilkan bobot buah per tandan tertinggi sebesar 690.81 g (meningkat 202.23%). Terjadi pengaruh interaksi yang nyata antara konsentrasi 2,-D dengan GA3 terhadap perubahan bobot buah per tandan. Hal ini berkaitan dengan persentase kerontokan buah dan persentase buah retensi. Peningkatan jumlah buah per tadan akan menyebabkan peningkatan bobot buah yang dapat dipanen per tandan dan juga menyebabkan meningkatnya bobot buah yang dapat dipanen secara keseluruhan.
40
Bobot Buah PerTandan (gr)
800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
20 40 Konsent rasi GA3 (ppm) 2,4-D 0
2,4 -D 5
2,4-D 10
60 2,4-D 15
Gambar 24 Pengaruh konsentrasi GA3 dan 2,4-D terhadap rata-rata bobot buah per tandan Menurut Sing dan Sing (1995) peningkatan jumlah buah karena aplikasi zat pengatur tumbuh tanpa mengurangi bobot buah disebabkan karena asimilat yang digunakan untuk perkembangan buah tidak hanya berasal dari hasil fotosintesis yang sedang berlangsung tetapi juga berasal dari cadangan asimilat yang tersimpan. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian ini bahwa peningkatan jumlah buah yang dapat dipanen karena perlakuan GA3 dan 2,4-D tidak disertai penurunan bobot buah. Suatu hasil yang menggembirakan ditinjau dari segi produksi, karena usaha peningkatan jumlah buah tidak disertai penurunan bobot buah. Brenner dan Cheikh (1995) menyatakan bahwa aplikasi GA dan auksin sintetis dapat meningkatkan fotosintesis. Auksin merangsang aktivitas fotosintesis melalui peningkatan pembukaan stomata, fosforilasi dan fiksasi CO2. Dengan meningkatnya aktivitas fotosintesis akan meningkatkan suplai asimilat, sehingga buah akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Bangerth 2000). Auksin dan giberelin berperan penting dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran sel. Pembelahan dan pembesaran sel mengakibatkan buah aktif tumbuh dan membesar, akibatnya buah mempunyai sink strength yang tinggi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk memobilisasi asimilat ke buah tersebut sehingga buah akan tumbuh dan berkembang dengan baik (Kumar et al. 1997).
41
Peningkatan kandungan IAA buah dan gula total pada daun belimbing sebagai respon terhadap perlakuan GA3 dan 2,4-D menyebabkan pertumbuhhan serta perkembangan bunga dan buah menjadi lebih optimum. Hal ini terbukti dengan peningkatan kandungan gula total dan kandungan IAA buah sampai titik optimum pada tanaman yang mendapat perlakuan dapat mengurangi kerotokan bunga dan buah, meningkatkan bobot dan jumlah buah. Sedangkan pada tanaman kontrol persentase kerontokan bunga dan buah sangat tinggi, pertumbuhan dan perkembangannya kurang optimum.
Gambar 25 Buah belimbing pada tanaman kontrol
Gambar 26 Buah belimbing yang mendapat perlakuan G40-D5
Gambar 25 & 26 menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan buah pada tanaman yang mendapat perlakuan lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan dan perkembangan buah pada tanaman kontrol. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kandungan IAA buah dan gula total daun pada tanaman yang mendapatkan perlakuan GA3 dan 2,4-D, sehingga meningkatkan sink strength buah dan suplai asimilat. Kekuatan sink strength yang tinggi pada buah serta meningkatnya suplai asimilat menyebabkan buah tumbuh dan berkembang mencapai optimum dan tidak mudah rontok.
42
Pola Kerontokan Bunga dan Buah Pola Kerontokan Bunga Hasil penelitian kerontokan bunga belimbing menunjukkan adanya pola kerontokan bunga pada tanaman belimbing. Pola kerontokan bunga menunjukkan bahwa tingkat kerontokan bunga tinggi terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-8 setelah bunga mekar kemudian mengalami penurunan kerontokan sampai terbentuk buah (Gambar 27). Tingkat kerontokan bunga belimbing pada tanaman kontrol sangat tinggi mencapai 85.8%. Menurut (Stern et al. 1995) kerontokan bunga leci mencapai 90-95% dari bunga betina.
Kerontokan bunga
0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0
2
4
6
8 10 12 Hari pengamatan
14
16
18
Gambar 27 Persentase kerontokan bunga belimbing Dewi Pola Kerontokan Buah Pengetahuan mengenai pola kerontokan buah diperlukan dalam usaha mengurangi kerontokan buah melalui pemberian zat pengatur tumbuh. Pola kerontokan buah berhuungan dengan perubahan kandungan hormon endogen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase kerontokan buah pada tanaman kontrol sebesar 82%. Persentase kerontokan buah belimbing pada semua perlakuan, yang diamati setiap 4 hari sekali sejak awal terbentuk buah sampai buah siap dipanen dapat menunjukkan pola kerontokan buah tanaman belimbing Dewi (Gambar 28).
43
0.45 0.40
Kerontokan Buah
0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 2
4
8
12
16
20
24
28
32
36
40
44
48
52
56
Hari Pengamatan
Gambar 28 Persentase kerontokan buah belimbing Dewi Pola kerontokan buah belimbing menunjukkan bahwa puncak kerontokan buah maksimum terjadi pada hari ke-4 setelah buah terbentuk. Setelah itu persentase kerontokan menurun. Penurunan terus berlanjut sampai hari ke-24, kerontokan mencapai nol pada hari ke-28 dan hal ini terus berlangsung sampai buah siap dipanen. Tingginya tingkat kerontokan buah pada minggu pertama setelah fruitset dimungkinkan karena buah belum cukup mensintesis auksin yang dibutuhkan oleh buah itu sendiri untuk menjaga agar zona absisi tidak peka terhadap etilen. Kepekaan zona absisi terhadap etilen menginduksi gen yang mengkode enzim hidrolitik yang menyebabkan kerusakan pada dinding sel zona absisi. Proses tersebut akan menyebabkan kerontokan (Taiz & Zeiger 2002). Hal ini terbukti dengan pemberian GA3 dan 2,4-D eksogen pada awal buah terbentuk dapat mengurangi kerontokan buah. Auksin berperan mendukung pertumbuhan dan perkembangan buah, sumber auksin pada tahap awal perkembangan buah adalah endosperm dan pada tahap selanjutnya sumber auksin buah adalah embrio. Kerontokan bunga dan buah biasanya disebabkan karena tingginya konsentrasi etilen dan rendahnya konsentrasi IAA dan GA pada bunga dan buah itu sendiri (Aneja & Gianfagna 1999). Tingkat kerontokan buah yang tinggi merupakan salah satu kendala peningkatan produksi yang umum terjadi pada tanaman buah-buahan. Quintana et al. (1984) menyatakan bahwa tingkat kerontokan buah mangga yang tinggi terjadi pada minggu pertama setelah fruitset. Kerontokan terus berlangsung sampai
44
minggu ke tujuh, walaupun tingkat kerontokannya rendah. Jumlah buah yang rontok mencapai 90% dari jumlah buah terbentuk. Tingkat kerontokan buah lecy mencapai 90-95% dari bunga betina yang berkembang menjadi buah muda (Stern et al. 1995). Informasi mengenai pola kerontokan buah diperlukan untuk menentukan saat paling tepat untuk memberikan perlakuan tertentu, sehingga jumlah buah yang rontok dapat dikurangi. Pola kerontokan buah dikaitkan dengan perubahan kandungan hormon endogen diperlukan dalam usaha mengurangi kerontokan buah melalui pemberian zat pengatur tumbuh. Peningkatan produksi buah-buahan dengan cara mengurangi kerontokan bunga dan buah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh perlu memperhatikan jenis ZPT, konsentrasi dan waktu penyemprotan. Jenis zat pengatur tumbuh, konsentrasi dan waktu pemberiannya menentukan efektifitas dalam mengurangi kerontokan buah. Penyemprotan auksin sintetis pada bunga mangga Carabao saat bunga mekar dan diulangi setelah tiga minggu dan enam minggu dapat mencegah kerontokan buah (Quintana et al. 1984). Korelasi antara Kandungan Gula Total Daun dan IAA Buah dengan Kerontokan Bunga dan Buah Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kerontokan bunga dan buah pada tanaman kontrol sangat tinggi (85.8% dan 81.9%). Tingginya tingkat kerontokan pada kontrol kemungkinan disebabkan rendahnya kandungan IAA dan GA pada tanaman. Hal ini terbukti dengan pemberian 2,4-D dan GA3 secara tunggal maupun kombinasi dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah (Gambar 3, 4, 5, dan 6). Kerontokan bunga dan buah dipengaruhi oleh perubahan kandungan hormon endogen. Sexton (1995) menyatakan bahwa kandungan auksin yang rendah dan etilen yang tinggi meningkatkan kepekaan zona absisi pada etilen. Proses kerontokan bunga dan buah disebabkan oleh rendahnya auksin dan tingginya etilen pada bunga dan buah itu sendiri. Namun pada penelitian ini hormon etilen yang terkait langsung dalam proses kerontokan tidak diamati. Perlakuan secara kombinasi GA3 dan 2,4-D menyebabkan adanya respon fisiologi pada tumbuhan. Pada penelitian ini respon fisiologi yang diamati adalah kandungan gula total daun dan IAA buah. Perubahan kandungan gula total daun
45
sebagai respon terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D berpengaruh nyata terhadap persentase kerontokan bunga dan buah (Tabel Lampiran 9). Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif nyata antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan bunga (r = -0.957) dan persentase kerontokan buah (r = -0.952). Peningkatan kandungan gula total pada daun menyebabkan penurunan persentase kerontokan bunga dan buah (Gambar 29 dan 30). Akibatnya terjadi peningkatan jumlah dan bobot buah seiring dengan
%Kerontokan Bunga
peningkatan kandungan gula total daun. 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40
y = -9.5114x + 156.7 R2 = 0.9852
7
8 9 10 11 Kandungan gula total daun (mg/g sampel kering)
12
%Kero n to k an b u ah
Gambar 29 Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan bunga 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40
y = -5.7601x + 125.31 R2 = 0.951
7
8 9 10 11 12 13 Kandungan gula total daun (mg/g sampel kering)
Gambar 30 Hubungan antara kandungan gula total daun dengan persentase kerontokan buah
46
Selain kandungan gula total daun, kandungan IAA buah juga memiliki korelasi dengan kerontokan bunga dan buah. Yang membedakan kedua korelasi tersebut adalah bentuk korelasinya. Hubungan kandungan IAA buah dengan persentase kerontokan buah bersifat kuadratik dengan minimum persentase
%Kero n to k an Bu ah
kerontokan buah (52%) pada kandungan IAA buah 170 ppm (Gambar 31). 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40
y = 0.0042x 2 - 1.4319x + 174.09 R2 = 0.9728
80
100 120 140 160 180 200 220 240 Kandungan IAA Buah (ppm)
Gambar 31 Hubungan antara kandungan IAA buah dengan persentase kerontokan buah Kandungan IAA buah yang rendah menyebabkan persentase kerontokan buah meningkat. Hal ini disebabkan rendahnya auksin yang menyebabkan zona absisi peka terhadap etilen dan akibatnya akan menimbulkan kerontokan buah. Pada konsentrasi auksin yang lebih tinggi dari titik optimum juga menyebabkan meningkatnya persentase kerontokan buah. Hal ini diduga konsentrasi auksin yang berlebih menginduksi sintesis etilen. Etilen merupakan hormon yang merangsang proses kerontokan (Mc Keon et al. 1995).
47
KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase kerontokan buah pada tanaman kontrol mencapai 82%. Tingkat kerontokan buah belimbing yang tinggi terjadi pada minggu pertama setelah buah terbentuk. Produksi buah belimbing dapat ditingkatkan dengan aplikasi GA3 dan 2,4-D untuk mengurangi kerontokan bunga dan buah. Konsentrasi efektif yang dapat digunakan untuk mengurangi kerontokan bunga dan buah pada tanaman belimbing adalah 2,4-D 8-10 ppm. Aplikasi GA3 dan 2,4-D baik secara tunggal maupun kombinasi pada saat bunga mekar dan buah terbentuk dapat meningkatkan kandungan IAA buah (30.1-208.4%) dan gula total daun (15.9-107.8%). Peningkatan kandungan gula total daun berhubungan erat dengan kerontokan bunga dan buah, menyebabkan peningkatan jumlah buah retensi (34.8-179%) serta meningkatkan bobot buah (37.41- 210.69%). Meningkatnya jumlah buah yang dapat dipanen dari aplikasi GA3 dan 2,4-D tidak disertai penurunan bobot buah. Hubungan antara kandungan IAA buah dengan kerontokan buah bersifat kuadratik. Penurunan persentase kerontokan buah mencapai minimum pada kandungan IAA buah 170 ppm. Pada konsentrasi di bawah dan di atas titik optimum menyebabkan kerontokan bunga dan buah meningkat kembali.
48
DAFTAR PUSTAKA Aneja M, Gianfagna T. 1999. The role of abscission and ethylene in the abscission and senescence of cocoa flower. Plant Growth Regul 27:149-155. Apriyantono A et al. 1994. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Archbold DD. 1999. Carbohydrate availability modifies sorbitol dehydrogenase acttivity of apple fruit. Physiol Plant 105:391-395. Aryantha IP, Lestari DP, Pangesti NDP. 2004. Potensi isolat bakteri penghasil IAA dalam meningkatkan pertumbuhan kecambah kacang hijau pada kondisi hidraphonik. J Mikrobiol Indones 9:43-46. Backer CA, Bakhuizen Van Den Brink RC. 1963. Flora of Java. Vol I. N.V.P. Netherlands: Noor Dhoff-Groningen-The Netherlands. Baghel BS, Sharma RK, Nair PKR. 1987. Influence of preflowering spray of urea and NAA on fruit retensi of mango (Mangifera indica L.). Prog Hort 19(34): 200-202. Bain KS, Bajwa GS, Singh Z. 1997a. Abscission of mango fruitlet I in relation to endogen concentration of IAA, GA3 and ABA in pedicels and fruitlets. Fruit Paris 52(3):159-165. Bain KS, Bajwa GS, Singh Z. 1997b. Abscission of mango fruitlet II in relation to the activity of indole-3-acetic acid oxidase and peroxidase in fruitlets. Fruit Paris 52(3):159-165. Bangerth F. 2000. Abscission and thinning of young fruit and their regulation by plant hormones and bioregulators. Plant Growth Regul 31:43-59. Ben-Arie R, Saks Y, Sonego L, Frank A. 1996. Cell wall metabolism in gibberellin-treated persimmon fruit. Plant Growth Regul 19:25-33. Kinet JM, Sachs RM, Bernier G. 1985. The Physiology of Flowering. Volume III The development of flowers. Florida: CRC Press, Inc. p 274. Bonghi C, Tonutti P, Ramina A. 2000. Biochemical and moleculer aspect of fluitlet abcission. Plant Growth Regul. 31: 35-43. Brenner ML, Cheikh N. 1995. The role of harmones in photosynthate partitioning and seed filling.P 649-670 in Davies PJ, editor. Plant Harmone, Physiology, Biochemistry, and Molecular Biology. 2 Edition. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. 833 p. Brown KM. 1997.Ethylene and abscission. Plant physiol 100: 567-576. Campbell NA, Reece BJ, Mitchell LG. 2003. Biologi. Edisi kelima. Wasmen M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biology, Fifth Edition. p 404. Choo WK, Ketsa S. 1992. Euphoria L. Di dalam: Verhej EWM, Coronel RE, Editors. Plant Resources of South-East Asia II. Edible Fruits and Nuts. Bogor : Prosea. 146-151p.
49
Curry EA, Green DW. 1993. CPPU influences fruit quality, fruit set, return bloom and preharvest drop of aple. Hort Sci 28(2):115-119. Davies PJ. 1995. Plant Hormones Physiology, Biochemistry and Molecular Biology. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2004. Panduan Budidaya Buah yang Benar (Good Agriculture Practices) Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia. Jakarta: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, Deptan. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell PL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati S, Subiyanto, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesisa. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. 428 hln. George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Cultur. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. England: Exegetics Ltd. Ghosh B, Biswas B, Mitra SK. 1987. Control of fruit drop in litchi cv. Bombai with growth regulators and zinc. Prog Hort 19(3-4):171-175. Hooley R. 1994. Gibberellins: perception, transduction and responses. Plant Molecular Biol 26:1529-1555. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. 1999. Budidaya belimbing manis secara agribisnis di DKI Jakarta. Jakarta: IP2TP, Deptan. httpl //www.pustaka-deptan.go.id/agritech/dkij0107.pdf. 18 Peb 2007. Kumar A, Altabella T, Taylor MA, Tiburcio AF. 1997. Recent advances in polyamine research. Trends in Plant Sci 2(4):124-129. Marschner H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Second edition. London: Academic Press inc. p 201-254. Mc Keon TA, Macalet JCF and Shang-Fa Y. 1995. Biosynthesis and metabolisme of ethylene. P 119-135. In: Davies PJ, editor. Plant Hormone. Netherlands: Kluwer Acad Publish. Moofett JO, Stith LS, Morton HL, Shipman CW. 1980. Effect of 2.4-D on cotton yield, florar nectar, seed germanation and honeybee visits. Crop Sci 20:747-750. Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruit: Lichi, Longan and Rambutan. Honolulu USA: CAB International. 173-207p. Pattern CL, Glick BR. 2002. Role of Pseudomonas putida indole acetic acid in development of the plant root system. Appl Environ Microbiol 68:37953801. Quintana EG, Nanthacai P, Hiranpradit P, Mendoza DB, Ketsa S. 1984. Changes and mango during growt and maturation. P 21-38. In: Mendoza DB, Wills RBH, editors. Mango : Fruit Development, Postharvest Physiology and Marketing in ASEAN. p 111. Rajput CBS, Sing JN. 1983. Effects urea and GA3 spray on the growth, flowering and fruiting characters of mango. Prog Hort 15(3): 174-177.
50
Sakhidin, B.S. Purwoko, R. Poerwanto, S. Susanto, S. Yahya. 2004. Pola kerontokan buah tiga kultivar mangga. Bul Agron 32(2): 1-6. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid III. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Plant Physiology 4th Edition. p 343. Samson JA. 1989 Tropical Fruit. Second Edition. Longman stientific and Technical. Samson JA. 1992. Averrhoa L. Di dalam: Verhej EWM, Coronel RE, editor. Plant Resources of South-East Asia II: Edible Fruits and Nuts. Bogor: Prosea Foundation. hlm 96-98. Sandovald J, Kerbellec, Cote F, Doumas P. 1995. Distribution of endogenous gibberellins in drawrt an giant off-types banana (Musa A.A.A,CV “Grand nain”). Plant from in vitro propagation. Plant Growth Regul 17:219-224. Sexton R. 1995. Abscissio. p 497-525. In : Pessarakly M, editor. Handbook of Plant and Crop Physiology. Marcel Dekker Inc. 1004p. Singh Z, Singh L. 1995. Incresed fruitset and retention in mango with exogenous application of polyamines. Hort. Sci 70 (2):271-277. Steffens GL. 1988. Gibberellin biosynthesis inhibitors comparing growth retarding effectiveness on apple. Plant Growtth Regul 7: 27-36. Stern RA, Kigel J, Tomer E, Gazit S. 1995. ‘Mauritius’ lychee fruit development and reduced abscission after treatment with the auxin 2,5,6-TP. Horc Sci 120(1): 65-70. Stern RA, Gazit S. 1997. Effect of 3,5,6-trichloro-2-pyridil-oxyacetic acid on fruitlet abcissin and yield of ‘Mauritius’ ilitchi (Litchi chinensis Sons.). Hort Sci 72 : 659-663. Stopar M, Resmik M, Pongrac VZ. 2001. Non structural carbohydrate status and CO2 exchange rate of apple fruitlets at the time of abscission influenced by shade, NAA or IBA. Hort Sci 87:65-76. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Third edition. Sunderland, Massachussetts: Sinauer associaties Inc. Publisher. 690 p. Tjitrosoepomo G. 1996. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Unyayar S, Topcouglu SF, Unyayar A. 1996. A modified method for extraction and identification of Indole-3-Acetic Acid (IAA), Gibberelix Acid (GA), Absisic Acid (ABA) and Zeatin produced by Phanerochaeta crysosporium ME446. Bulg J Plant Physiol 22:105-110. Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lab.Kultur Jaringan PAU Bioteknologi. Bogor : IPB. 247 hal. Yuan R, Greene DW. 2000. Benzyladenine as a chemical thinner for “Mc Intoosh” apples. I. Fruit thinning effect and associated relationship with photosynthesis, assimilate translocation, and non structural carbohydrates. J Amer Soc Hort Sci 125(2):169-176.
51
Zahara H. 2005. Teknologi peningkatan produktivitas dan kualitas belimbing manis. Jakarta: BPTP, Deptan.
[email protected];ardjkt @indo.net.id. 18 Peb 2007. Zainudin M. 1995. Fruit drop process and fruit set in seedless guava (Psidium guajava). In : Wan Otman WM, Sijam K, Ahmad SH, Nik Hassan NW, editors. Commercial Production of Fruit, Vegetables and Flowers. Malaysia: University Pertanian Malaysia.
52
Lampiran 1 Bahan-bahan untuk analisis kandungan IAA dan gula total Peubah yang diamati a. Analisis kandungan IAA
Bahan yang digunakan 1. Larutan ekstraksi (60 ML): 36 ml methanol 15 ml kloroform 9 ml NH4OH 2N 2. HCl 1N 3. NaOH 1N 4. Reagen Salkowski mengandung: 150 ml H2SO4 250 ml Aquades 7.5 ml FeCl36H2O 0.5 M (Aryantha et al. 2004). 5. Hormon IAA pa 5 mg
b. Analisis kandungan gula total
1. Reagen Anthrone 0.1%: 1000 ml H2SO4 1 gr Anthrone 2. Etanol 80%
53
Lampiran 2 Prosedur analisis kandungan IAA
1 g sampel buah digerus
Tambahkan larutan ekstraksi dan 25 ml aquades
Buang fase atas (kloroform)
Evaporasi (uapkan methanol)
Fase atas + HCl 1N hingga pH2.5
Ekstraksi dengan etil asetat 15 ml 3 x
Evaporasi dan inkubasi 1 jam pada suhu ruang
1 ml sample + 4 ml salkowsky
Spektrofotometer λ 510 nm
54
Lampiran 3 Prosedur analisis kandungan gula total
200 mg sampel kering halus + 2 tetes etanol 80% + 5 ml H2O
25 ml etanol 80% (panas), kocok 5 menit
Sentrifugasi 4000 rpm 15 menit Residu
Supernatan I
25 ml etanol 80% (panas), kocok 5 menit
Sentrifugasi 4000 rpm 15 menit
Supernatan II
Uapkan 85°C
Tera 50 ml
1 ml sampel,1 ml H2O, 5 ml Anthrone
Waterbath 100°C, 12 menit
Esbath
Spektrofotometer λ 630 nm
(Apriyantono et al. 1994)
55
Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kerontokan bunga dan kerontokan buah Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kerontokan bunga Sumber keragaman
F Hitung
F Tabel 5%
DB
JK
KT
P
2,4-D
3
0.325478
0.108493
86.61
2.90
0.000
GA3
3
0.043606
0.014535
11.60
2.90
0.000
Kombinasi
15
0.82063
0.05471
11.54
2.02
0.000
Interaksi
9
0.563172
0.062575
49.95
2.19
0.000
Galat
32
0.040086
0.001253
Total
47
0.972342
R-Sq = 95.88% Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kerontokan buah Sumber keragaman
DB
JK
KT
F Hitung
F Tabel 5%
P
2,4-D
3
0.139205
0.0464018
26.06
2.90
0.000
GA3
3
0.031895
0.0106317
5.97
2.90
0.002
Kombinasi
15
0.47580
0.03172
17.81
2.02
0.000
Interaksi
9
0.304704
0.0338560
19.01
2.19
0.000
Galat
32
0.056981
0.0017806
Total
47
0.532785
R-Sq = 89.31%
56
Lampiran 5 Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap jumlah buah pertandan
Sumber keragaman
DB
JK
KT
F Hitung
F Tabel 5%
P
2,4-D
3
4.4084
1.46947
20.71
2.90
0.000
GA3
3
0.7151
0.23836
3.36
2.90
0.031
Kombinasi
15
13.6105
0.9074
12.79
2.02
0.000
Interaksi
9
8.4871
0.94301
13.29
2.19
0.000
Galat
32
2.2705
0.07095
Total
47
15.8810
R-Sq = 85.70%
57
Lampiran 6 Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan IAA buah
Sumber keragaman
DB
JK
KT
F Hitung
F Tabel 5%
P
2,4-D
3
57361.1
19120.4
68.03
3.24
0.000
GA3
3
26897.4
8965.8
31.90
3.24
0.000
Kombinasi
15
84487
5632
20.04
2.33
0.000
Interaksi
9
228.5
25.4
0.09
2.54
1.000
Galat
32
4496.8
281.0
Total
47
88983.7
R-Sq = 94.95%
58
Lampiran 7 Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan gula total daun setelah Perlakuan I dan setelah Perlakuan II Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan gula total daun setelah Perlakuan I Sumber keragaman
DB
JK
KT
F Hitung
F Tabel 5%
P
2,4-D
3
30.334
10.1113
16.21
3.24
0.000
GA3
3
8.512
2.8374
4.55
3.24
0.017
Kombinasi
15
108.169
7.211
11.56
2.33
0.000
Interaksi
9
69.323
7.7026
12.35
2.54
0.000
Galat
32
9.978
0.6236
Total
47
118.147
R-Sq = 91.55% Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap kandungan gula total daun setelah Perlakuan II Sumber keragaman
DB
JK
KT
F Hitung
F Tabel 5%
P
2,4-D
3
35.889
11.9629
14.97
3.24
0.000
GA3
3
13.415
4.4717
5.59
3.24
0.008
Kombinasi
15
150.996
10.066
12.59
2.33
0.000
Interaksi
9
101.692
11.2991
14.14
2.54
0.000
Galat
32
12.790
0.7994
Total
47
163.785
R-Sq = 92.19%
59
Lampiran 8 Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap bobot per-buah dan bobot buah per-tandan Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap bobot per-buah Sumber keragaman
DB
JK
KT
F Hitung
F Tabel 5%
P
2,4-D
3
3961.39
1320.46
81.23
2.90
0.000
GA3
3
512.95
170.98
10.52
2.90
0.000
Kombinasi
15
4308.1
287.2
13.10
2.02
0.000
Interaksi
9
15.27
1.70
0.10
2.19
0.999
Galat
32
520.17
16.26
Total
47
R-Sq = 89.62%
Sidik ragam pengaruh GA3 dan 2,4-D terhadap bobot buah pe- tandan Sumber keragaman
DB
JK
KT
F Hitung
F Tabel 5%
P
2,4-D GA3
3 3
348103
116034
32.18
0.000
49778
16593
4.60
2.90 2.90
Kombinasi
15
819551
54637
15.15
2.02
0.000
Interaksi
9
421670
46852
12.99
2.19
0.000
Galat
32
115402
3606
Total
47
934954
R-Sq = 87.66%
0.009
60
Lampiran 9 Tabel Analisis ragam regresi pengaruh kandungan gula total daun terhadap persentase kerontokan bunga dan persentase kerontokan buah Tabel Analisis ragam regresi pengaruh kandungan gula total daun terhadap persentase kerontokan bunga Model
DB
JK
KT
F Hitung
P
Regression Residual
1 14
0.287 0.025
0.287 0.002
158.181
0
Total
15
0.312
R-sq = 0.919
Tabel Analisis ragam regresi pengaruh kandungan gula total daun terhadap persentase kerontokan buah Model
DB
JK
KT
F Hitung
P
Regression Residual
1 14
0.145 0.014
0.45 0.001
146.044
0
Total
15
0.159
R-sq = 0.913