ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
RESPON TANAMAN JAGUNG TERHADAP APLIKASI PUPUK NITROGEN DAN PENYISIPAN TANAMAN KEDELAI Maize Respond toward Nitrogen Application and Intercropped Soybean Oleh: A. Sarjito dan B. Hartanto Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNSOED ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji respon tanaman jagung terhadap penerapan system tumpangsari jagung-kedelai dan pemupukkan nitrogen. Penelitian dilakukan selama lima bulan, mulai Juli – Nopember 2003. Penelitian merupakan percobaan lapang berpola faktorial 4 X 3. Percobaan diulang tiga kali. Jagung ditanam secara monokultur (P0) maupun tumpangsari dengan kedelai varietas Lokal (P1), Burangrang (P2), dan Lokon (P3). Pemupukkan nitrogen terdiri atas tiga dosis, yaitu: N0: kontrol, N1: pemupukkan urea 75 kg per hektar, dan N2: pemupukkan 150 kg urea per hektar. Pengaruh tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil jagung bergantung pada tingkat pemupukkan nitrogen. Walaupun tumpangsari menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman, tumpangsari jagung-burangrang memberikan nilai Indeks Panen tertinggi dibandingkan dengan pola tanam monokultur ataupun yang lain. Kecuali itu tumpangsari juga meningkatkan serapan N pada tanaman jagung. Pemupukkan nitrogen mengakibatkan peningkatan pertumbuhan dan hasil jagung. Hasil tertinggi diperoleh pada dosis 150 kg urea per hektar. Kata kunci: pertumbuhan dan hasil jagung, nitrogen, dan penyisipan kedelai.
ABSTRACT This research project aimed at evaluating the respond of maize toward intercropping and nitrogen application in the maize-soybean intercropping. The research was carried out for five months, from July to November 2003. A 4 x 3 factorial experiment was laid out in a Randomized Completely Block Design with three replications. Maize was planted in monoculture (P0) and in intercropping system with three different varieties of soy been, i.e. Local (P1), Burangrang (P2), and Lokon (P3). Application of nitrogen fertilizer consisted of N0: control, N1: 75 kg urea per hectare, and N2: 150 kg urea per hectare. Intercropping effects on maize growth and yield depend on nitrogen fertilized. Although intercropping reduced crop production, maize-Burangrang intercropping resulted in the highest value of harvest index. In addition, intercropping increased maize’s N uptake. Nitrogen application caused the improvement of maize growth and yield. Key words: maize growth and yield, nitrogen, and intercropped soybean.
PENDAHULUAN Jagung merupakan penghasil bahan makanan utama ke dua setelah padi dan merupakan komoditas penting di Indonesia. Indonesia, sebagai Negara agraris selalu dihadapkan pada masalah
130
ketimpangan antara produksi dan permintaan jagung. Prediksi permintaan akan jagung tahun 2010 sekitar 10.35 juta ton (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2001). Kebutuhan ini sulit terpenuhi karena, dalam kurun waktu 1999 – 2001, produktivitas jagung hanya
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
meningkat rata-rata 2.52% per tahun dengan produksi rata-rata 2.67 ton per hektar (Sudana, 2003). Hal ini terjadi karena berbagai faktor, seperti luas kepemilikan lahan oleh petani, kebiasaan petani menanam jagung dalam pola tumpangsari, penggunaan varietas tidak unggul dan bermutu, dan tingkat budidaya yang rendah. Tumpangsari merupakan pilihan tepat bagi petani dengan kepemilikan lahan sempit karena beberapa hal. Tumpangasri memberikan hasil panen lebih dari satu kali (Johu et al., 2002), meningkatkan penggunaan cahaya (Hirota, et al., 1995), meningkatkan fiksasi nitrogen secara alami (Ito, et al., 1996). Kecuali itu, tumpangsari menekan resiko kegagalan panen akibat serangan hama/penyakit. Pertumbuhan dan hasil jagung pada system tumpangsari bergantung pada jenis tanaman yang disisipkan. Johu et al. (2002) melaporkan bahwa penyisipan buncis pada tumpangsari jagung-buncis menyebabkan penurunan kedua tanaman. Sebaliknya, Supartoto et al. (1996) menyatakan bahwa penyisipan kacang hijau pada tumpangsari jagung-buncis justru meningkatkan hasil panen 43.1% dibandingkan monokultur, walaupun hasil kacang hijau mengalami penurunan. Kombinasi jagung dan kedelai cukup menguntungkan. Perbedaan tipe dan karakteristik kedua tanaman memungkinkan jagung dan kedelai ditumpangsarikan. Menurut Hirota et al., (1995) daun kedelai menyebar secara mendatar sehingga memungkinkannya untuk mendapatkan cahaya secara cukup. Kecualitu itu, pola perakaran akan meluas secara nyata jika jagung dan kedelai ditumpangsarikan. Kedelai juga mampu memfiksasi N bebas dari udara,
sehingga dapat menghemat konsumsi pupuk nitrogen. Menurut Suarna et al. (1985) keberadaan kedelai mampu manambah nitrogen sebanyak 84 kg N hingga 160 kg N, bergantung pada kondisi lingkungannya. Keberhasilan penyisipan kedelai pada tumpangsari jagung-kedelai juga ditentukan oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah, mengingat jagung sangat responsif terhadap pemupukkan N. Pemberian 150 kg N per hektar pada system tumpangsari menghasilkan bobot 1000 biji maksimal (293.47 g) dibandingkan perlakuan lain dan kontrol (Ali et al., 2002). Penambahan urea hingga 400 kg per hektar justru menekan tinggi tanaman dan cenderung menurunkan hasil (Irdiana et al., 2002). Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti menganggap perlu melakukan penelitian tentang penyisipan kedelai pada tumpangsari dengan dosis pupuk nitrogen rendah. Tujuannya adalah untuk mengkaji respon tanaman jagung terhadap upaya penyisipan kedelai dan dosis pemupukan nitrogen rendah.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di lahan Soybean Research and Development Center Fakultas Pertanian Unsoed. Analisis tanah dan jaringan dilakukan di lboratorium tanah dan agronomi, Fakultas Pertania Unsoed. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian + 110 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah inseptisol. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, mulai Juli 2003 sampai dengan Nopember 2003. Penelitian ini merupakan percobaan lapang berpola faktorial 4 X 3.
131
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Percobaan diulang tiga kali. Jagung ditanam secara monokultur (P0) maupun tumpangsari dengan kedelai varietas Lokal (P1), Burangrang (P2), dan Lokon (P3). Pemupukkan nitrogen terdiri atas tiga dosis, yaitu: N0: 0 kg N (control), N1: 34.5 kg N per hektar, dan N2: 69 kg N per hektar. Jagung ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 100 cm. Kedelai ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 2 cm. Keduanya ditanam pada saat yang sama. Sebelum penanaman, petak diberi pupuk dasar dengan takaran: 75 kg SP 36 per hektar dan 100 kg KCl per hektar. Pupuk N (urea) diberikan dua kali, yaitu setengah dosis diberikan pada saat tanaman berumur 3 minggu dan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur 7 minggu. Pengamatan, untuk mengetahui respon tanaman jagung, dilakukan terhadap variable pertumbuhan dan hasil tanaman. Variabel pertumbuhan meliputi: tinggi tanaman, laju fotosintesis dan transpirasi pada tingkat daun, indeks luas daun (ILD), biomassa akar, panjang akar dan serapan N. Variabel hasil tanaman meliputi: bobot tongkol berklobot, bobot tongkol nir klobot, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, dan indeks panen. Data hasil pengamatan dialasis dengan Uji F dan jika berbeda dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan’s (DMRT) pada tingkat kesalahan 5%. Laju fotosintesis dan transpirasi pada tingkat daun diukur dengan alat LCA 4 (Leaf Chamber Anayises Type 4). Analisis kadar N dalam 100 g jaringan dilakukan di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Unsoed. Metode yang digunakan adalah analisis jaringan metode destruksi basah (Kjedhal).
132
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komponen Pertumbuhan Jagung. Pertumbuhan tanaman jagung tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh penyisipan tanaman kedelai maupun peningkatan dosis pupuk nitrogen. Tinggi tanaman, laju fotosintesis, dan laju transpirasi tanaman jagung serta indeks luas daun (ILD) tidak dipengaruhi oleh penyisipan anaman kedelai. Sementara, pemupukkan nitrogen hanya mampu meningkatkan ILD, biomassa akar dan panjang akar tanaman jagung (Table 1). Interaksi kedua perlakuan hanya terjadi pada variabel panjang akar (Tabel 2). Penyisipan tanamn kedelai tidak menimbulkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung bagian atas dan persaingan hara nitrogen, tetapi menghambat tanaman jagung bagian bawah permukaan tanah. Tinggi tanaman dan laju fotosintesis jagung tidak tertekan oleh penyisipan kedelai, baik varietas Lokal, Burangrang, maupun Lokon (Table 1). Jagung memiliki habitus tanaman lebih tinggi dibanding dengan kedelai, sehingga masih dapat memperoleh cahaya matahari secara maksimal. Menurut Ofori dan Stern (1987), kombinasi antara jagung dn kedelai dalam tumpangsari merupakan kombinasi yang ideal karena keduanya memiliki habitus dan perakaran berbeda. Hayashi dan Shigenaga (1993), yang menyatakan bahwa perakaran tanaman akan meluas jika tanaman jagung dan kedelai ditumpangsarikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyisipan kedelai menyebabkan penuruna biomassa akar antara 24.32% sampai 37.84% (Tabel 1). Hal ini mudah dipahami karena enyisipan kedelai
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Tabel 1. Respon pertumbuhan tanaman jagung terhadap penerapan pola tanam (P) dan pemupukkan nitrogen (N) Tinggi Laju fotosintesis Laju transpirasi tanaman (cm) (mmol m-1 sec-1) (µmol m-I sec-1)
Perlakuan
ILD
Biomassa Panjang akar (g) akar (cm)
Pola tanam Tanpa penyisipan
181 a
41.78 a
4.92 a
3.68 a
111 a
23.28 ab
Penyisipan kedelai Lokal
162 a
47.33 a
5.23 a
3.52 a
69 b
21.50 bc
Penyisipan Burangrang
152 a
45.66 a
5.31 a
2.82 a
84 ab
24.34 a
Penyisipan Lokon
166 a
45.19 a
4.69 a
3.76 a
75 b
21.00 c
Dosis nitrogen per hektar 0 kg N
158 a
42.28 a
5.05 a
2.60 b
56.21 c
21.05 b
34.5 kg N
160 a
47.13 a
5.40 a
3.57 ab
86.21 b
22.07 b
69 kg N
177 a
45.57 a
4.67 a
4.17 a
112.05 a
24.47 a
Keterangan: Huruf yang sama pada variable pertumbuhan sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan’s.
menyebabkan sebagian ruang tumbuh perakaran jagung dimanfaatkan oleh kedelai. Menurut Ofori dan Stern (1987) persaingan antara dua tanaman dalam sistem tumpangsari lebih banyak terjadi pada bagian bawah, terutama persaingan ruang tumbuh dan unsur hara. Kecuali itu, dapat juga disebabkan oleh persaingan air yang mengakibatkan
penurunan fotosintat. Penurunan ini menyebabkan jumlah fotosintat yang ditranslokasikan ke seluruh tubuh tanaman berkurang (Nugroho et al., 1999), termasuk ke bagian akar tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa panjang akar jagung dipengaruhi oleh pola tanam dan dosis pupuk N (Tabel 2). Penambahan pupuk N meningkatkan
Tabel 2. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan’s panjang akar tanaman jagung pada pola tanam dan dosis pupuk N berbeda. Jagung monokultur Jagung + Lokal Jagung + Burangrang Jagung + Lokon 0 kg N
21.50 bcd
22.99 abc
21.63 bcd
18.08 d
34.5 kg N
22.40 abc
20.43 cd
25.54 a
19.91 cd
69 kg N
25.94 a
21.08 cd
25.85 a
25.02 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan.
133
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
panjang akar tanaman jagung monokultur, namun peningkatan yang nyata terjadi pada dosis pupuk 69 kg N per hektar. Menurut Irdiana et al. (2002), pemberian nitrogen hingga 300 kg urea (138 kg N) per hektar meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung. Gejala yang sama juga terjadi pada jagung yang disisipi kedelai Lokon. Pada saat jagung disisipi kedelai varietas Burangrang, peningkatan panjang akar secara nyata terjadi pada dosis 34.5 kg N per hektar dan ini tidak berbeda nyata dengan dosis 69 kg N per hektar. Pada saat jagung disisipi kedelai varietas Lokon, peningkatan panjang akar jagung secara nyata terjadi pada dosis 49 kg N per hektar. Pada varietas Lokal, penambahan
dosis pupuk N tidak memberikan pengaruh nyata. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan’s pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan N disajikan pada Tabel 3. Pada saat jagung berumur 64 hst, penyisipan kedelai dan penambahan dosis pupuk N tidak berpengaruh nyata. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat jagung berumur 94 (memasuki fase generatif). Penyissipan kedelai varietas Lokal dan Lokon menurunkan serapan N, tetapi tidak demikian halnya denga varietas Burangrang. Hal terkahir terjadi karena penyisipan kedelai varietas Burangrang tidak menghambat pemanjangan akar jagung (Tabel 2). Mendasarkan variabel
Tabel 3. Angka rerata dan hasil analisis pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan N terhadap serapan nitrogen. Perlakuan
Serapan N (% N per 100 g bobot kering tanaman) 64 hst
94 hst
Tanpa penyisipan
2.37
2.16 a
Penyisipan kedelai Lokal
2.11
1.57 ab
Penyisipan kedelai Burangrang
2.56
1.88 a
Penyisipan kedelai Lokon
1.76
1.15 b
F hitung
0.12
3.99
F t .05
3.05
3.05
0 kg N
3.06
1.10 c
34.5 kg N
1.49
1.54 b
49 kg N
2.05
2.07 a
F hitung
0.88
10.38
F t .05
3.44
3.44
Keterangan: Huruf yang sama pada variable pertumbuhan sama dan perlakuan sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan’s
134
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Panjang akar dan serapan N, varietas Burangrang merupakan varietas kedelai yang paling cocok ditumpangsarikan dengan tanaman jagung. B. Komponen Hasil Jagung. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan’s pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap komponen hasil jagung disajikan pada Tabel 4. Penyisipan kedelai berakibat penurunan bobot tongkol berklobot, bobot tongkol nir klobot, dan bobot biji per tanaman. Akan tetapi, pengaruh penyisipan kedelai terhadap bobot 100 biji dan indeks panen ditentukan oleh dosis pupuk nitrogen (Tabel 5 dan 6). Penurunan bobot tongkol dan bobot biji per tanaman mudah dipahami, karena penyisipan tanaman kedelai mengakibatkan persaingan antar tanaman dalam hal ruang tumbuh, air, dan unsur hara. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Johu et al. (2002), Ofori dan Stern (1987), Hayahi dan Shigenaga (1993). Pemupukan N meningkatkan bobot tongkol berklobot, bobot tongkol nir klobot, dan bobot biji per tanaman. Jagung, sebagai tanaman biji-bijian pengahsil karbohidrat memang membutuhkan nitrogrn dalam jumlah banyak. Menurut Irdiana et al., (2002) enambahan urea hingga 300 kg per hektar meningkatkan tinggi dan hasil tanaman. Menurut Ali et al. (2002) penambahan pupuk urea mapu meningkatkan bobot 1000 biji. Pada bobot 100 biji dan indeks panen pengaruh pemeupukkan nitrogen bergantung pada ada tidaknya penyisipan kedelai. Bobot 100 biji jagung tidak berbeda pada saat ditanam secara monokultur maupun disisipi kedelai varietas Lokal. Pada saat disisipi kedelai
Tabel 4. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap komponen hasil jagung. Bobot tongkol Bobot tongkol Bobot biji per berklobot nir klobot tanaman (g) Tanpa penyisipan 149.13 a 129.97 a 104.41 a Penyisipan kedelai Lokal 105.14 b 89.73 b 69.73 b Penyisipan kedelai Burangrang 114.85 b 99.57 b 78.87 b Penyisipan kedelai Lokon 96.27 b 84.19 b 66.41 b F hitung 6.24 n 5.96 n 5.73 n F t .05 3.05 3.05 3.05 0 kg N 80 b 69 b 54.68 b 34.5 kg N 124 a 107 a 83.88 a 49 kg N 145 a 126 a 101.00 a F hitung 17.22 n 16.12 n 14.17 n F t .05 3.44 3.44 3.44 Perlakuan
Bobot 100 biji 27.57 26.33 26.2 25.62 1.31 tn 3.05 24.91 b 25.99 b 28.38 a 8.20 n 3.44
Indeks panen (%) 40.21 39.19 40.84 35.98 1.04 tn 3.05 35.41 40.13 41.62 3.11 tn 3.44
Keterangan: Huruf yang sama pada variable pertumbuhan sama dan perlakuan sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan. n = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata.
135
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Tabel 5. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap bobot 100 biji jagung. Jagung monokultur Jagung + Lokal Jagung + Burangrang Jagung + Lokon 0 kg N
26.05 abcd
27.29 abc
22.69 d
23.61 cd
34.5 kg N
28.15 ab
25.08 bcd
27.01 abc
23.72 cd
69 kg N
28.49 ab
26.61 abcd
28.90 ab
29.51 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan.
Tabel 6. Angka rerata dan hasil uji jarak ganda Duncan pengaruh penyisipan kedelai dan pemupukkan nitrogen terhadap indeks panen jagung. Jagung monokultur Jagung + Lokal Jagung + Burangrang Jagung + Lokon 0 kg N
40.79 ab
37.43 ab
38.67 ab
24.57 c
34.5 kg N
41.13 ab
33.80 bc
40.10 ab
45.50 ab
69 kg N
38.53 ab
46.33 a
43.77 ab
37.87 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat kesalahan 5% uji jarak ganda Duncan.
varietas Burangrang dan Lokon, bobot 100 biji justru meningkat sejalan dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen. Hasil ini memberikan dua informasi penting. Pertama, pada pola tumpangsari terjadi persaingan antar tanaman, yang terlihat pada saat jagung disisipi kedelai varietas Burangrang dan Lokon yang tidak ditambah pupuk nitrogen (Tabel 5). Kedua, penyisipan tanaman kedelai tidak menurunkan hasil tanaman jagung jika disertai dengan pemupukan nitrogen yang memadai. Kedua fenomena ini juga terjadi pada variabel indeks panen. Penyisipan kedelai pada tumpangsari jagung-kedelai memang mengakibatkan hasil panen jagung menurun (Ofori dan Stern, 1987), tetapi pemupukan nitrogen
136
sampai taraf 300 kg urea dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil tanaman jagung (Ali et al., 2002).
KESIMPULAN Secara umum, penyisipan tanaman kedelai pada pola tumpangsari jagungkedelai menyebabkan penurunan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Penurunan tersebut tidak terjadi jika disertai dengan pemupukan nitrogen. Pemupukkan nitrogen 34.5 kg N pe hektar pada tumpangsari jagung-Lokal memberikan indeks panen tertinggi (46.33%). Urutan ke dua dan tiga terjadi pada saat tumpangsari jagung-Lokon
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
diberi pupuk nitrogen sebanyak 34.5 kg N per hektar (45.50%) dan jagungBurangrang diberi pupuk 69 kg N per hektar (43.77%).
DAFTAR PUSTAKA Ali, J., J. Bakht, M. Shafi, S. Khan, dan W.A. Shah. 2002. Effects of various levels of N and P on yield and yield component of maize. Pakistan J. of Agron. 1(1): 12-14. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2001. Swasembada pangan, mungkinkah?. Warta Penel. Dan Pengemb. Pert. 23(4). On-line: http://www.deptan.go.id/ balitbangtan/swasembada warta w234-9.htm. Diakses: 25 juli 2003. Hayashi, Y. dan S. Shigenaga. 1993. Distribution of maize and soybean root system under single cropping and intercrooping condition. Jpn. J. Trop. Agric. 37(2): 93-100. Hirota, O., A. Hashem, dan A. Hamid. 1995. Yield, Photosynthesis and canopy structure of maizemungbean intercropping system. Jpn. J. Trop. Agric. 39(3): 168-176 Irdiana, I., Y. Sugito, dan A. Soegianto. 2002. Pengaruh takaran pupuk organic cair dan takaran urea terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata) varietas Bisi Sweet. Agrivita 24(1): 9-15. Ito, O., R. Matsunaga, K. Kagayama, S. TObita, J.J. Adu-Gyamfi, J.
Kashiwagi,, T.P Rao dan D. Devi. 1996. Dinamics of roots and nitrogen in cropping system of the semi-arid tropics. JIRCAS J. (3): 33-48. Johu, P. Y. Sugito, dan B. Guritno. 2002. Pengaruh populasi dan jumlah tanaman per lubang tanaman jagung (Zea mays L.) dalam pola tumpangsari dengan kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Agrivita 24(1): 17 -24. Nugroho, A., Syamsulbahri, D. Hariyono, A. Soegianto dan I. Hariatin. 1999. Upaya meningkatkan hadil jagung manis melalui pemberian kompos Azolla dan pupuk N. Agrivita 22(1): 11-17. Ofori, F. dan W.R. Stern. Sereal-legum intercropping system. Adv. In Agron. 41 Pp. Suarna, I.M., I.M. Oka, dan T.G.O. Susila. 1986. Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman, Balitbang, Bogor. Sudana, W., 2003. Mengurangi impor jagung dengan intensifikasi. Online: http://pustaka.Bogor.net/publ/ warta/w245-08.htm. Diakses: 25 Juli 2003. Supartoto, Widyasunu, P. dan Setyaningsih, E. 2002. Kajian agronomis jagung dan kacanghijau sebagai tanaman penyela pada pertanaman Damar muda (Agathis sp) di lahan hutan produksi. J. Pembangunan Pedesaan II(3): 1522.
137