RESPON TERHADAP HIV & AIDS

Download Kementerian Kesehatan melaporkan 500 tempat. VCT aktif di 33 provinsi, meningkat dari 156 di 27 provinsi pada tahun 2009. Masalah kerahasia...

0 downloads 494 Views 371KB Size
RingkasanKajian OKTOBER 2012

UNICEF INDONESIA

Respon terhadap HIV & AIDS Ringkasan Isu:Respon terhadap HIV & AIDS

Ketidakadilan

D

alam waktu tiap 25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru terinfeksi HIV. ketidakadilan Satu dari setiap lima orang yang terinfeksi di usia 25 tahun. Proyeksi Kementerian Dibawah Indonesia, satu orang terinfeksi HIV setiap 25 menit. Satu dari setiap lima orang yang Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwaterinfeksi tanpa di bawah usia 25 tahun. Proyeksi Kementerian percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa setengah jutaprogram orang dipenanggulangan Indonesia akan positif HIV dari percepatan HIV, lebih pada tahunjuta 2014. Epidemi tersebutakan dipicupositif terutama setengah orang di Indonesia HIV pada tahun 2014. Epidemi tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba suntik. Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua suntik. Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), Barat),Jakarta Jakartadan danBali Balimenduduki mendudukitempat tempatteratas teratas untuk tingkat kasus kasus HIV HIV baru baru per per 100.000 100.000 orang orang (Gambar1). 1).Jakarta Jakartamemiliki memilikijumlah jumlahkasus kasusbaru baru (Gambar tertinggi (4.012 pada tahun 2011). tertinggi (4.012 pada tahun 2011). Gambar Sepuluh provinsi teratas untuk kasus HIV baru per Figure 1.1.The top ten provinces in new HiV cases gambar 1. sepuluh provinsi teratas untuk kasus HiV per baru100,000 per 100.000 penduduk pada tahun 2011 population in 2011. 100.000 penduduk pada tahun 2011 131

Papua Papua 46

Papua WestBarat Papua Bali Bali

43

jakarta jakarta

43 41

kepri riau islands 32

Maluku Maluku 13

kaltim East kalimantan kalbar West kalimantan

11

sulut north sulawesi

10

sumut north sumatra

2011 2010

D

9 8.88

inDOnEsia inDOnEsia 0

50 100 150 Kasus HIV Baru per 100.000 penduduk kasus Baru per 100.000 penduduk newHiV HiV cases per 100,000 population Dihitung Kasus HIVHIV BaruBaru dari dari Kementerian Kesehatan, Laporan Perkembangan Situasi Dihitungdari: dari: Kasus Kementerian Kesehatan, Laporan Perkembangan Calculated from: New HIV cases from Ministry of Health, Progress Report HIV & HIV Situation & AIDS Indonesia sampai 2011.2011. Data Penduduk dari Proyeksi SUPAS Situasi HIV &diAIDS di Indonesia sampai Desember 2011. Data Penduduk dari Proyeksi AIDS in Indonesia up Desember to December Population data from SUPAS SUPAS (Survei Antarsensus) 2005 penduduk untuk penduduk 2011, sensus 2010penduduk untuk penduduk (Survei Antarsensus) 2005 untuk 2011, sensus 2010 untuk 2010 2005 (Intercensal Survey) projection for 2011 population. 2010 census for 2010 2010 (proyeksi 2011(proyeksi tidak tersedia laporan ini) 2011 pada tidak saat tersedia laporan ini) population (2011 projects unavailable at thepada timesaat of this Report).

Tanah Papua menggambarkan kasus ketidakadilan ekstrim dalam pola infeksi. Dengan hanya 1,5 persen dari penduduk Indonesia, Tanah Papua terhadap lebih dari 15 persen dari semua unite for children kasus HIV baru di Indonesia pada tahun 2011. Papua saja memiliki angka kasus hampir 15 kali lebih tinggi dari rata-rata nasional. Tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia, Tanah Papua mengalami tingkat

Tanah Papua menggambarkan kasus ketidakadilan ekstrim dalam pola infeksi. Dengan populasi hanya 1,5 persen dari penduduk Indonesia, Tanah Papua sumberdaya alam, ketidakadilan etnisdari dan15 bahasa, di tahun 2011 berkontribusi terhadap lebih rendahnya tingkat dan pengetahuan persen dari semua kasuspendidikan HIV baru di Indonesia. tentang HIV, diskriminasi gender, debut seksual pada Papua memiliki angka kasus hampir 15 kali lebih usia muda dan norma-norma sosial dan budaya tinggi dari rata-rata nasional. Tidak seperti daerahlainnya. daerah lain di Indonesia, Tanah Papua mengalami Meningkatnya epidemi Indonesia tingkat epidemi HIV feminisasi tergeneralisir rendah di dengan menunjukkan ketidakadilan dalam status dan prevalensi 3 persen pada orang muda usia 15-24 tahun. Prevalensi HIV pada penduduk asli Papua Figure 2. 2.kasus new HiV cases amongst women and men, 2008-2011. gambar HiV barupada perempuan dan laki-laki, 2008-2011. Data HIVfrom dari Kementerian Laporan Perkembangan HIVSituation dan AIDS diin HIV data Ministry ofKesehatan, Health, Progress Report HIVSituasi & AIDS lebih tinggi (2,8 persen) dari prevalensi penduduk Indonesia sampai Desember 2011 Indonesia up to December 2011 jumlah non-pribumi Number of(1,5 persen) dan lebih tinggi pada kasus baru Laki-laki Perempuan Male Female new cases D laki-laki (2,9 persen) dibandingkan pada perempuan 25,000 (1,9 persen). 20,000

44% Epidemi di Tanah Papua hampir sepenuhnya 39% disebabkan oleh hubungan seksual yang tidak aman. 15,000 Penyebab dasar dan struktural meliputi kemiskinan yang 10,000 parah di tengah-tengah perbedaan pola-pola 35% pembangunan 34% yang cepat dan eksploitasi sumberdaya 56% 61% rendahnya alam, 5,000 ketidakadilan etnis dan bahasa, 65% tingkat pendidikan 66% dan pengetahuan tentang HIV, 0 diskriminasi gender, inisiasi seksual pada usia muda 2008 2009 2010 2011 dan norma-norma sosial dan budaya lainnya.

kekuasaan. Perempuan lebihdirentan karena peran Meningkatnya feminisasi epidemi Indonesia tradisional mereka dalam masyarakat, yang menunjukkan ketidakadilan perkawinan. dalam statusProporsi dan menunjukkanhubungan kekuasaan. Perempuan lebih rentan karena peran perempuan untuk infeksi baru HIV di Indonesia telah mengalami peningkatan dari 34 persen pada tahun tradisional mereka dalam masyarakat, terutama 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011 (Gambar dalam hal perannya dalam rumah tangga. Proporsi 2). perempuan untuk infeksi baru HIV di Indonesia Kesehatan dari telah telahKementerian mengalami peningkatan 34memproyeksikan persen pada

peningkatan infeksi pada anak-anak, seiring dengan meningkatnya infeksi HIV baru pada perempuan. Temuan awal studi terakhir yang dilakukan oleh UNICEF dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak yang terkena dampak dan terinfeksi HIV/AIDS. Akses mereka ke pelayanan pendidikan dan kesehatan mengalami keterbatasankarena diskriminasi, kesulitan keuangan keluarga karena

p 25 ksi di

pa h dari IV ama ba ua tas g u

,000

sumberdaya alam, ketidakadilan etnis dan bahasa, rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang HIV, diskriminasi ringkasan Kajiangender, debut seksual pada usia muda dan norma-norma sosial dan budaya lainnya. Meningkatnya feminisasi epidemi di Indonesia Gambar 2.Kasusketidakadilan HIV baru pada dalam perempuan dandan lakimenunjukkan status

laki, 2008-2011. Data HIV dari Kementerian Kesehatan, Laporan Perkembangan Situasi HIV dan AIDS di Figure 2.sampai new HiV cases amongst women and men, 2008-2011. gambar 2.kasus HiV barupada perempuan dan laki-laki, 2008-2011. Data Indonesia Desember 2011 HIV dari Kementerian Kesehatan, Laporan Perkembangan Situasi HIV dan AIDS di HIV data from Ministry of Health, Progress Report HIV & AIDS Situation in Indonesia sampai Desember 2011 Indonesia up to December 2011

jumlah Number of kasus baru new cases

D

25,000

20,000

Laki-laki Male

Perempuan Female

39%

44%

61%

56%

2010

2011

15,000

10,000

34%

35%

5,000

66% 0

2008

65% 2009

tahun 2008 menjadi 44 persen tahun 2011peran kekuasaan. Perempuan lebih pada rentan karena (Gambar 2).mereka dalam masyarakat, yang tradisional menunjukkanhubungan perkawinan. Proporsi perempuan infeksitelah barumemproyeksikan HIV di Indonesia telah Kementerianuntuk Kesehatan mengalami peningkatan dari 34 persen pada tahun 150 peningkatan infeksi pada anak-anak, seiring dengan 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011 (Gambar meningkatnya infeksi HIV baru pada perempuan. angan HIV & 2). yeksi UPAS Temuan awal studi terakhir yang dilakukan oleh duduk 2010 UNICEF dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Kementerian Kesehatan telah memproyeksikan peningkatan infeksi pada anak-anak, menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh seiring anakdengan meningkatnya infeksi HIV baru pada anak yang terkena dampak dan terinfeksi HIV/AIDS. perempuan. awalpendidikan studi terakhir ngan Akses mereka Temuan ke pelayanan dan yang kesehatan dilakukan oleh UNICEF dan Komisi Penanggulangan nah mengalami keterbatasan karenakesulitan diskriminasi, kesulitan AIDS Nasional menunjukkan yang dihadapi a keuangan keluarga karena penyakit, kesehatan anak oleh anak-anak yang terkena dampak dan terinfeksi Papua yang buruk Akses dan kebutuhan merawat pendidikan orang tua HIV/AIDS. mereka untuk ke pelayanan tinggi dan mengalami keterbatasankarena erah yangkesehatan sakit. Perkiraan jumlah anak yang terinfeksi tingkat prevalensi sebesar 36 persen pada diskriminasi, kesulitan keuangan keluarga karena kat setiap tahun diproyeksikan meningkat daripenasun 1.070 pada (pengguna narkoba suntik), 22yang persen pada waria penyakit, kesehatan anak buruk dan kebutuhan tahun 2008 menjadi 1.590 pada tahun 2014. transgender, 10 persen seks untuk merawat orangpadaperempuan tua yang sakit. pekerja Perkiraan ahun. dan 8,5 persen padalaki-laki yang berhubungan seks jumlah anak yang terinfeksi setiap tahun h tinggi Padalaki-laki. kasus HIV baru di tahun 2011, 18 persen di 2008 dengan diproyeksikan meningkat dari 1.070 pada tahun umi menjadi pada tahun dalamnya1.590 merupakan anak2014. kelompok usia 15-24 rsen). tahun. Orang muda menempati proporsi sekitar 30 Hambatan Kelompok 15-24 tahun bertanggung jawab persen dari usia populasi beresiko, dengan prevalensi terhadap 18 persen kasus HIV baru yang a HIV lebih tinggi. tahun 2011 menunjukkan Orang-orang muda memiliki keterbatasanakseske dilaporkan padaPerkiraan tahun 2011. Orang-orang muda dak informasi dan pelayanan kesehatan seksual dan tingkat prevalensi sebesar 36 persen pada penasun bertanggung jawab terhadap sekitar 30 persen reproduksi. masih dianggap sebagai sesuatu (penggunaSeks narkoba suntik), 22 persen pada waria penduduk paling beresiko, dimana prevalensi HIV daan yang tabu yang tidak dibicarakan secara terbuka lebih tinggi. Perkiraan 2011 menunjukkan transgender, 10 persen tahun pada perempuan pekerja seks tasi dengan para orang tua, guru, dan bahkan dengan dan 8,5 persen pada laki-laki Larangan-larangan yang berhubungan 1 penyedia pelayanan kesehatan. seksmempersulit dengan laki-laki. hukum orang-orang muda yang belum menikah untuk mengakses pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi. Ketentuan hukum lainnya menyatakanpenyebaran informasi tentang pendidikan 2 1 seks sebagai tindakan kriminal. Promosi penggunaan kondom masih merupakan persoalan di Indonesia.Daerah-daerah tertentu menentang promosi ini atas dasar agama atau moral.

OKTOBER 2012

Hambatan

O

rang muda memiliki akses terbatas terhadap informasi dan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi. Seks masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu yang tidak dibicarakan secara terbuka dengan para orang tua, guru, dan bahkan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Ketentuan-ketentuan hukum mempersulit orangorang muda yang belum menikah untuk mengakses pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi. Beberapa ketentuan hukum lainnya membuat penyebaran informasi tentang pendidikan seksi dapat disalahartikan sebagai tindakan kriminal. Promosi penggunaan kondom masih merupakan persoalan di Indonesia. Daerah-daerah tertentu menentang promosi ini atas dasar agama atau moral. Namun demikian, usia inisiasi seks di Indonesia relatif sangat muda, khususnya bagi anak-anak perempuan. Di seluruh Indonesia, sekitar 1 persen anak laki-laki dan 4 persen anak perempuan dilaporkan telah melakukan hubungan seksual sebelum usia 13 tahun, beberapa bahkan ketika berusia di bawah 10 tahun (Gambar 3). Ketika mereka berusia 17 tahun, kira-kira sepertiga populasiorang muda sudah akan melakukan hubungan seksual minimal satu kali. Di Tanah Papua, 13 persen remaja yang bersekolah dan 19 persen remaja yang tidak bersekolah (usia 16-18 tahun) dinyatakan aktif secara seksual. Dari kelompok Gambar 3. Prosentase orang muda belum nenikah usia 10-24 tahun menurut usia pertama kali melakukan hubungan seksual. (Sumber Riskesdasorang 2010)muda belum nenikah usia 10-24 tahun menurut usia gambar 3. Figure 3.Prosentase Percentage of unmarried young people aged 10-24 years by pertama kali melakukan seksual. Sumber Riskesdas 2010 age of first hubungan sex. Source: Riskesdas 2010

20% 18% 16% 14%

L Male

Female P

D

12% 10% 8% 6% 4% 2% 0%

age atkali first sex Usia pertama melakukan hubungan seksual

akan tetapi, pengetahuan orang-orang muda tidak memadai untuk menjamin perilaku yang aman. Survei siswa Sekolah Menengah Atas di enam kota selama kurun waktu 2007-2009 menunjukkan rendahnya angka penggunaan kondom secara

OKTOBER 2012

yang aktif secara seksual ini, kira-kira setengah dari mereka yang tidak bersekolah dinyatakan memiliki dua pasangan atau lebih. Proporsi tersebut menurun menjadi 15 persen diantara mereka yang masih bersekolah. Pengetahuan orang muda tentang HIV telah mengalami peningkatan, tetapi masih terbatas. Studi di lima provinsi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan pengetahuan yang komprehensif tentang HIV dan AIDS di kalangan orang muda (usia 15-24 tahun) pada populasi umum, dari 11,4 persen pada tahun 2010 menjadi 20,6 persen pada tahun 2011, dengan proporsi yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Lebih dari setengah orang muda mengetahui bahwa AIDS tidak dapat ditularkan melalui berbagi makanan, dan dua pertiga menjawab secara tepat bahwa orang yang kelihatan sehat dapat terinfeksi HIV. Dalam studi di tahun 2011 lainnya, hanya 22 persen siswa sekolah menengah pertama kelas 2 Sekolah Menengah Atas memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang penularan HIV, dan 64 persen masih memiliki miskonsepsi tentang HIV. Akan tetapi, pengetahuan orang muda belum memadai untuk menjamin perilaku yang aman. Survei siswa Sekolah Menengah Atas di enam kota selama kurun waktu 2007-2009 menunjukkan rendahnya angka penggunaan kondom secara konsisten (di bawah 20 persen), meskipun lebih dari setengah responden dapat mengidentifikasi kondom sebagai alat untuk mencegah infeksi HIV. Pada tahun 2011, di antara siswa Sekolah Menengah Atas yang mengaku telah melakukan hubungan seksual, 49 persen menyatakan bahwa mereka tidak menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual terakhir mereka. Tingkat pengetahuan mengenai HIV dan AIDS di antara penduduk kebanyakan di usia 15 tahun ke atas masih rendah. Survei Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa kira-kira 42 persen dari jumlah penduduk usia di atas 15 tahun belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS. Hanya 10 persen perempuan dan 13 persen laki-laki memiliki

ringkasan Kajian

pengetahuan komprehensif tentang penanggulangan HIV, meskipun proporsi tersebut lebih tinggi untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Ketakutan, stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (orang yang hidup dengan HIV/AIDS) masih menjadi hambatan utama. Keluarga dan anakanak yang hidup dengan HIV/AIDS rentan terhadap stigma dan diskriminasi, yang dapat dilihat dari berkurangnya akses ke layanan, kehilangan martabat dan meningkatnya kemiskinan dan deprivasi. Di Tanah Papua, hanya 20,2 persen orang muda yang bersekolah dan 15 persen orang muda yang tidak bersekolah memiliki sikap yang dapat menerima orang-orang yang hidup dengan HIV. Ketakutan menimbulkan resistansi terhadap tes HIV, rasa malu untuk memulai pengobatan, dan dalam beberapa hal, keengganan untuk menerima pendidikan tentang HIV. Semua ini mempersulit pengendalian epidemi. Kelompok yang beresiko tinggi meskipun lebih tahu tentang HIV, tetapi masih terlibat dalam perilaku beresiko. Pada tahun 2011, sepertiga perempuan pekerja seks menyatakan tidak menggunakan kondom dengan pelanggan terakhir mereka. Terdapat kurang dari setengah pengguna narkoba suntik (41 persen) yang secara konsisten menggunakan kondom dengan pasangan tidak tetap. Kira-kira 39 persen laki-laki pelanggan perempuan pekerja seks tidak menggunakan kondom dalam hubungan seksual komersial terakhir mereka. Sekitar 40 persen lakilaki usia subur yang berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan menyatakan tidak menggunakan kondom dalam hubungan seksual terakhir mereka. Ketersediaan dan akses terhadap penggunaan kondom masih merupakan sebuah persoalan, meskipun penggunaan kondom di Indonesia mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat sejak tahun 2006. Baik Undang-undang Kependudukan dan Pengembangan Keluarga ( UU No. 52 / 2009) dan Undang-undang Kesehatan (UU No. 36 / 2009) menetapkan bahwa hanya pasangan yang menikah secara sah yang dapat mengakses layanan seksual dan kesehatan reproduksi.ii Hal ini menyulitkan orang muda dan orang dewasa 3

ringkasan Kajian

yang belum menikah untuk mengakses pelayanan kontrasepsi atau keluarga berencana dari klinikklinik pemerintah. Akan tetapi, kondom dapat diperoleh dengan mudah dari pasar-pasar terdekat, kecuali di daerah-daerah terpencil. Meskipun layanan tes sukarela dan rahasia (VCT) telah mengalami peningkatan di seluruh Indonesia, tetapi pengetahuan tentang keberadaan pelayanan tersebut masih terbatas, khususnya di Papua dan Papua Barat. Pada tahun 2010, hanya 6 persen penduduk usia di atas 15 tahun yang mengetahui tentang layanan VCT. Proporsi ini, yang sama untuk perempuan dan laki-laki, hanya 4 persen di daerah-daerah pedesaan. Kelompok dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi memiliki informasi yang lebih baik tentang pelayanan VCT maupun penanggulangan HIV. Pada bulan Desember 2011, Kementerian Kesehatan melaporkan 500 tempat VCT aktif di 33 provinsi, meningkat dari 156 di 27 provinsi pada tahun 2009. Masalah kerahasiaan dan ketakutan terhadap stigma dan diskriminasi masih menghalangi upaya-upaya untuk meningkatkan cakupan dan pemahaman tentang tes HIV/AIDS. Hambatan kapasitas, sikap dan budaya mempengaruhi upaya untuk mencegah penularan dari orang tua ke anak dan mempromosikan rawatan lanjutan (kunjungan post-natal) bagi pasangan ibu dan bayi. Layanan untuk menanggulangi penularan dari orang tua ke anak (PPTCT/PPIA) masih terbatas dan implementasi pada tingkat provinsi dan kabupaten bervariasi. Kesenjangan dalam ketersediaan dan penggunaan merefleksikan perbedaan tingkat kapasitas lokal, mekanisme tindak lanjut (atau ketiadaan mekanisme tindak lanjut) dan norma-norma dan sikap budaya lokal terhadap HIV. Dengan demikian, jumlah perempuan hamil yang melakukan tes dan proporsi perempuan HIV-positif yang menerima obat antiretroviral sangat berbeda dari tahun ke tahun. Kurang dari satu persen perempuan hamil melakukan pengetesan HIV pada tahun 2008. Pada tahun 2011, hanya 15,7 persen perempuan hamil yang hidup dengan AIDS menerima ARV untuk mengurangi penularan dari ibu ke anak.

4

OKTOBER 2012

Pengetahuan dan pemahaman orang muda di Tanah Papua tentang VCT masih rendah. Pada tahun 2006, kurang dari 20 persen pemuda usia 15-24 tahun di Tanah Papua mengetahui tempat-tempat tes HIV. Prosentase orang muda yang menyatakan telah melakukan tes HIV juga rendah (2-3 persen). Proporsi pemuda yang telah melakukan tes HIV dan mengetahui hasilnya bahkan lebih rendah (0,3-1,6 persen).

Peluang untuk melakukan tindakan

P

endidikan HIV/AIDS bagi orang muda dan pembuat kebijakan di seluruh level harus difokuskan pada penghapusan ketidakpedulian dan pada kebutuhan untuk mengalokasikan sumber daya yang cukup guna memerangi HIV. Di banyak negara dengan prevalensi rendah, dimana epidemi HIV/AIDS terkonsentrasi pada kelompok beresiko tinggi, sikap ketidakperdulian dan penolakan muncul dari persepsi bahwa HIV hanya “terjadi” pada kelompok-kelompok yang memiliki moral yang dipertanyakan. Indonesia bukan merupakan pengecualian dalam pembagian antara “mereka” dan “kita” ini. Misalnya, seperti dalam beberapa budaya Asia lainnya, salah satu istilah yang digunakan untuk perempuan pekerja seks adalah wanita tunasusila atau perempuan tidak bermoral. Masyarakat perlu diingatkan bahwa epidemi tersebut juga menyebar di antara mereka yang tidak berada dalam kelompok beresiko tinggi, dan bahwa banyak anggota masyarakat sudah aktif secara seksual sejak usia muda, namun tidak memiliki pengetahuan dan jangkauan layanan untuk melindungi diri mereka dari HIV/AIDS. Orang muda yang terkena dampak HIV/AIDSdan/ atau yang beresiko tinggi memiliki kebutuhan khusus. Strategi dan program yang diarahkan bagi orang muda dalam kategori ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus mereka. Advokasi mengenai HIV/AIDS memerlukan data yang kredibel, terutama dari orang-orang muda secara umum, bukan hanya dari kelompok orang muda yang beresiko tinggi. Selama ini, sistem

OKTOBER 2012

informasi HIV menekankan pada data kelompok beresiko tinggi. Akan tetapi, kecenderungan menunjukkan bahwa informasi tentang prevalensi HIV dan epidemiologi, perilaku beresiko dan pengetahuan di kalangan orang muda populasi umum semakin diperlukan. Misalnya, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2012) dalam laporan UNGASS menyebutkan kurangnya data tentang beberapa indikator yang oleh pemerintah dianggap relevan bagi Indonesia, tetapi tidak tersedia. Demikian juga, ada kebutuhan penting untuk memperoleh data terpilah di antara orang muda (usia 15-24 tahun) untuk menyesuaikan program-program dengan kebutuhan khusus mereka. Oleh karena itu, diperlukan dukungan bagi tingkatkabupaten untuk membangun sistem informasi yang kuat, yang dipilah berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi dan kelompok etnis. Hambatan legal dan politis yang membatasi akses orang muda terhadap informasi dan layanan perlu dihilangkan di seluruh kabupaten dan daerah. Upaya-upaya ini harus menekankan pada akses layanan VCT dan kondom. Sebagian besar orang muda biasanya tidak mengakses layanan kesehatan. Untuk mengatasi resistansi ini, diperlukan pengembangan dan promosi pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2003. Pada tahun 2012, kira-kira 61 persen dari seluruh kabupaten memiliki paling sedikit empat puskesmas yang menerapkan pendekatan PKPR. Namun demikian, pendekatan tersebut masih terbatas. Diperlukan koordinasi yang lebih baik dengan layanan terkait lainnya, seperti pelayanan yang berhubungan dengan IMS (infeksi menular seksual), terapi perawatan metadon, dan program layanan jarum dan alat suntik steril. Tingginya prevalensi HIV di antara orang muda di Tanah Papua membutuhkan pendidikan dan upaya pencegahan khusus. Kampanye pendidikan publik sangat diperlukan di Tanah Papua. Pendekatan PKPR, dengan VCT dan kondom sebagai unsur utama, juga harus mengalami percepatan. Kegiatan pendidikan sebaya dalam masyarakat dan sekolah harus mempertimbangkan tingginya proporsi orang muda

ringkasan Kajian

yang tidak bersekolah. Di antara 33 provinsi, Papua memiliki proporsi tertinggi (38 persen) anak-anak tidak bersekolah dalam kelompok usia 7 sampai 15 tahun. Untuk mencegah penularan HIV ke anak-anak, Indonesia perlu melaksanakan tes HIV dan konseling HIV yang diprakarsai oleh penyedia kesehatan dan konseling bagi semua perempuan hamil. Pengetesan dan pengobatan HIV harus ditawarkan secara rutin melalui pelayanan perawatan antenatal.Untuk itu, diperlukan perubahan standar pelayanan minimal yang ada tentang pelayanan antenatal. Tindak lanjut yang lebih aktif dan pemberian pendidikan publik tentang layanan PPTCT/PPIA juga diperlukan. Masih belum jelas mengapa sebagian besar perempuan hamil dengan hasil tes HIV positif belum mendapatkan pengobatan. Kemungkinan alasannya meliputi ketakutan terhadap stigma dan tidak terjaganya kerahasiaan, kurangnya dukungan dari suami, keluarga dan masyarakat; rendahnya kualitas pelayanan yang diterima pada kunjungan pertama dan petugas kesehatan yang tidak simpatik. Penilaian di tingkat kabupaten diperlukan untuk menentukan mengapa sebagian besar perempuan hamil yang didiagnosa dengan HIV tidak datang kembali untuk melakukan terapi antiretroviral. Untuk memerangi HIV/AIDS perlu adanya koordinasi yang lebih baik di antara sektor-sektor yang terkait dengan kebijakan dan programprogram bagi orang muda. Sebagian besar permasalah yang dihadapi oleh orang muda saling berhubungan. Kebijakan nasional mempromosikan pendekatan lintas-sektoral untuk memerangi HIV/ AIDS, tetapi koordinasi dan kolaborasi tersebut harus sampai di tingkat kabupaten dan provinsi. Untuk mengembangkan kebijakan dan program yang diperuntukkan bagi orang muda, juga diperlukan tingkat partisipasi yang lebih besar dari orang muda dan para pemangku kepentingan lainnya. Program-program perlindungan dan bantuan sosial perlu lebih sensitif terhadap masalah HIV. Ini berarti penguatan langkah-langkah untuk

5

ringkasan kajian

OKTOBER 2012

melindungi dan meningkatkan akses ke layanan sosial oleh keluarga-keluarga yang terkena dampak HIV. Upaya-upaya sedang dilakukan untuk memasukkan pelayanan PPTCT/PPIA dalam skema Jamkesmas, yaitu program asuransi kesehatan Pemerintah untuk masyarakat miskin. Banyak hal yang harus dilakukan untuk mendukung upaya pendidikan, perlindungan, kesehatan dan gizi bagi anak dan orang muda yang terkena dampak HIV/AIDS.

Sumber Beadle, S. and Temongmere, G.A. (2012): A Brief Review of Youth Policy & Programs in Papua & West Papua, Indonesia. Indonesia, Jayapura: UNICEF Ministry of Health (2005): Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No 1507/ MENKES/ SK/X/2005 Regarding Guidelines for Voluntary HIV/AIDS Counselling and Testing, Jakarta: Ministry of Health. Ministry of Health (2008): Mathematic Model of HIV Epidemic in Indonesia, 2008-2014. Jakarta: Ministry of Health. Cited in Indonesian National AIDS Commission (2012) Ministry of Health (2011): Rapid Study on HIV comprehensive knowledge in 5 cities in 5 provinces. Jakarta: Ministry of Health, Directorate General of/ Centre for Communicable Disease Control Ministry of Health (2011): Integrated Biological and Behavioural Survey (IBBS) 2011. Jakarta: Ministry of Health, Directorate General of Disease Control and Environmental Health. Available at the Data Hub for Asia-Pacific (supported by UNAIDS, UNICEF, WHO, ADB HIV and AIDS): http://aidsdatahub.org/en/ country-profiles/indonesia Accessed 9 August 2012 Ministry of Health (2011): Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Jakarta: Ministry of Health, National Institute of Health Research and Development. Ministry of Health (2011): Progress Report HIV & AIDS Situation in Indonesia up to December 2010 (Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia Sampai dengan Desember 2010, Kementerian Kesehatan RI). Jakarta: Ministry of

6

Health, Directorate General of Disease Control and Environmental Health. Available at the Data Hub for Asia-Pacific (supported by UNAIDS, UNICEF, WHO, ADB HIV and AIDS): http://aidsdatahub.org/en/ country-profiles/indonesia Accessed 9 August 2012 Ministry of Health (2012): Progress Report HIV & AIDS Situation in Indonesia up to December 2011 (Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia Sampai dengan Desember 2011, Kementerian Kesehatan RI). Jakarta: Ministry of Health, Directorate General of Disease Control and Environmental Health. Available at the Data Hub for Asia-Pacific (supported by UNAIDS, UNICEF, WHO, ADB HIV and AIDS): http://aidsdatahub.org/en/ country-profiles/indonesia Accessed 9 August 2012 Ministry of Health (2012): Provincial Routine Report Year 2011. Jakarta: Ministry of Health, Directorate of Child Health Development Ministry of Health and BPS-Statistics Indonesia (2006): Risk behaviour and HIV prevalence in Tanah Papua: Result of the IBBS 2006 in Tanah Papua. Jakarta: National Ministry of Health and Statistics National AIDS Commission (2009): Age Group Disaggregation of Survey and Research Data. Jakarta: National AIDS Commission. National AIDS Commission (2009): Republic of Indonesia Country Report on the Follow up to the Declaration of Commitment on HIV/AIDS (UNGASS): Reporting Period 2008 – 2009. Jakarta: National AIDS Commission. National AIDS Commission (2012): Republic of Indonesia Country Report on the Follow-Up to the Declaration of Commitment on HIV/AIDS (UNGASS): Reporting Period 2010-2011. Jakarta: National AIDS Commission.

KUHP Indonesia memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menyatakan bahwa pemberian informasi kepada orang-orang yang berkaitan dengan pencegahan dan penghentian kehamilan (Pasal 283, 534, 535) adalah tindak pidana. UU Pornografi (No. 44 / 2008) dapat mencegah orang-orang dari penyebaran informasi tentang pendidikan seks ii Pasal 72 dan 78 Undang-Undan Kesehatan, dan Pasal 21.1, 24.1 dan 25.2 Undang-Undang tentang Kependudukan dan Pengembangan Keluarga i

Ini adalah salah satu dari serangkaian Ringkasan Kajian yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi [email protected] atau klik www.unicef.or.id