GN-KPA Kembalikan Keseimbangan Siklus Hidrologi 16
MoU 3 Menteri, Selanjutnya Sosialisasi Petunjuk Teknis 22
Edisi APRIL 2015 | Tahun VI
Revitalisasi Gerakan Penyelamatan Air
Tah un vi | APRIL 2o 15
Jendela
1
Daftar Isi
Daftar Isi Kabar Bangda Fokus
Pengelolaan Air Berbasis Masyarakat 10
Merencanakan Pembangunan Mewujudkan Kesejahteraan
Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat 12
GN-KPA dicanangkan Presiden Republik Indonesia pada 28 April 2005. Salah satu tujuan GN-KPA adalah mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada daerah aliran sungai (DAS), sehingga keandalan sumber-sumber air baik kuantitas maupun kualitasnya dapat memadai.
4
Banjir dan Buruknya Sistem Pengelolaan DAS 14 Hidrologi
16
Data menjadi hal yang sangat strategis 18 Gerakan NGO dan Ditjen Bina Bangda Perlu Disamakan 20 MoU 3 Menteri, Selanjutnya Sosialisasi Petunjuk Teknis 22
Interview
Sesuai Peraturan 24
Mengenai GN-KPA dan hal-hal yang terkait di dalamnya, redaksi Buletin Jendela Pembangunan Daerah berkesempatan melakukan wawancara dengan Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Edi Sugiharto, SH, M.Si pasca dideklarasikannya GN-KPA tahun ini, di ruang kerjanya.
Resensi Revolusi Dari Desa 26
Jelajah Festival Budaya mensyukuri nikmat TUHAN YME di Desa Lekaq Kidau 28
Inspirasi MANFAAT DAN EFEK SAMPING DARI KELAPA MUDA (HIJAU) 32
Banjir dan Buruknya Sistem Pengelolaan DAS
Infotek
Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian dari GN-KPA adalah mengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) supaya menjadi baik.
bioplastik oleh Universitas Brawijaya 35
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
Redaktur Dr. Drs. Sjofjan Bakar, M.Sc, Hasiholan Pasaribu, SE, MPKP, Drs. Binar Ginting, MM, Edi Sugiharto, SH, M.Si, Drs. Sugiyono, M.Si, Ir. Muhammad Hudori, M.Si Penyunting Iwan Kurniawan, ST, MM, Subhany, SE, M.Sc, Ali Hasibuan, SE, Yoppie Herlian Juniaga, ST, MT Sekretariat Mahmuddin, Muhammad Nur Fajar Asmar, S.STP, Dede Sulaeman, Rizki Ganie Satria J.HNT, SH. Arif Rahman Alamat Kantor Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Jl. Taman Makam Pahlawan No. 20 Kalibata Jakarta Selatan 12750 Telp. 021-7942631
Mesin Polimerisasi, Bulu ayam menjadi
14 2
Penanggung Jawab Dr. H. Muh. Marwan, M.Si
GN-KPA Kembalikan Keseimbangan Siklus
Membuka Tempat Wisata Harus
7
Pelindung Menteri Dalam Negeri
Cermin Sedekah 38
Semua artikel bisa diakses melalui: http://www.bangda.kemendagri.go.id/
jendela pembangunan daerah issn: 2337-6252
Bagi Anda yang ingin mengirimkan tulisan, opini atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim melalui :
[email protected]
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
3
Fokus
Revitalisasi Gerakan Penyelamatan Air ermasalahan Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA) adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air (SDA), pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya rusak air. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa SDA dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup, dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan SDA yang berkelanjutan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Untuk mewujudkan hal itu salah satunya adalah dengan membentuk gerakan penyelamatan air. Gerakan tersebut, kemudian terkordinasi secara nasional yang disebut Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA). GN-KPA dicanangkan Presiden Republik Indonesia pada 28 April 2005. Salah satu tujuan GN-KPA adalah mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada daerah aliran sungai (DAS), sehingga keandalan sumber-sumber air baik kuantitas maupun kualitasnya dapat memadai. Ada enam elemen dari GN-KPA, yaitu: (1) penataan ruang, pembangunan fisik, pertanahan dan kependudukan; (2) rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi SDA; (3) pengendalian daya rusak air; (4) pengelolaan kualitas air; (5) penghematan penggunaan air dan pengelolaan permintaan air; dan (6) pendayagunaan SDA secara adil, efisien dan berkelanjutan. Degradasi lahan, lahan kritis, erosi lahan, pencemaran air dan kerusakan lingkungan hidup merupakan bagian permasalahan yang
4
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
dihadapi dalam PSDA. Kondisi tersebut akan terus meningkat jika tidak segera dilakukan penanganan. Berdasarkan penelitian Mulyadi (1975), di Indonesia terdapat 20 juta ha lahan kritis, dan setiap tahunnya meningkat sebesar 1-2% atau seluas 200.000 s.d. 400.000 ha. Penelitian lainnya yang dilakukan Direktorat Jenderal Kehutanan periode 1974 s.d. 1980 terdapat 8,5 juta ha lahan kritis di tujuh puluh lima Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan negara. Setiap tahunnya areal lahan kritis tersebut cenderung meningkat dan kondisi di tahun 2014 ada di perkirakan mencapai 16 juta ha. Salah satu contohnya adalah DAS Brantas. Dalam hal ini wilayah sungai Brantas adalah salah satu DAS kritis dari sekitar 29 DAS kritis yang ada di Jawa Timur. Hampir separuh dari wilayah DAS ini termasuk dalam kategori lahan kritis Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan, (BKPH) XI, 2006. Isu lingkungan yang paling menonjol di kawasan ini adalah alih guna lahan misalnya dari hutan menjadi tanaman sayur-sayuran, perumahan, penurunan kuantitas dan kualitas air serta degradasi lahan. Salah satu penyebab utamanya adalah faktor aktivitas manusia di kawasan tersebut terutama yang belum memiliki kesadaran mengenai pentingnya lingkungan hidup dan penyelamatan air. Pemberdayaan masyarakat melalui beberapa informasi dan penyuluhan merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menggerakkan masyarakat untuk ikut menjaga dan melakukan pengelolaan sumber daya alam (lahan, air, dan hutan) dengan tepat. Usaha lain juga adalah peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelibatan
Ke depan diharapkan, gerakan nasional penyelamatan air tersebut bisa benar-benar mewujudkan masyarakat yang terpenuhi kebutuhan airnya dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata di seluruh Indonesia aktif dalam pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan evaluasi oleh semua stakeholders sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing dalam upaya pengelolaan kawasan, terutama pada daerahdaerah yang menjadi lokasi kegiatan GN-KPA. Misalnya, kegiatan GN-KPA di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu menjadi salah satu contoh yang patut dilihat dan dijadikan contoh. Lokasi tersebut adalah bagian dari DAS Brantas dengan kondisi lingkungannya relatif rusak akibat penebangan kayu dan bertambah luasnya penanaman tanaman hortikultura pada kemiringan tanah lebih dari 45 derajat yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi. Hal itu menyebabkan sering terjadi erosi atau degradasi lahan pada musim hujan, sehingga mengancam masyarakat sekitarnya dan mengancam berkurangnya ketersediaan air pada musim kemarau serta meningkatnya angkutan sedimen. Dengan adanya kegiatan GN-KPA tersebut diharapkan terjadi perubahan kondisi lingkungan yang lebih baik dan masyarakat
di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Pelaksanaan kegiatan GN-KPA yang terdiri dari beberapa sub kegiatan, yaitu pemberdayaan masyarakat, reboisasi, pembuatan biogas dan pembuatan gully plug (bangunan pengendali jurang) di Desa Sumberbrantas dan Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Keberhasilan pelaksanaan GN-KPA ditandai dengan adanya informasi mengenai pelaksanaan dari sub kegiatannya, yaitu pemberdayaan masyarakat, reboisasi, pembuatan biogas dan pembuatan gully plug (bangunan pengendali jurang). Dalam kasus dua desa tersebut, disimpulkan beberapa hal penting. Pertama, realisasi pelaksanaan kegiatan GN-KPA di sana secara keseluruhan menunjukkan bahwa pelaksanaan telah selesai. Namun dengan berjalannya waktu (tahun 2009 s.d. 2012), hasil kegiatan ada yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bobot rencana yang telah ditetapkan. Kedua, keberhasilan pelaksanaan kegiatan GN-KPA banyak ditunjang oleh tingginya
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
5
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air
nt
e
r
v
i
e
w 6
dan Transmigrasi. Menurut Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Dr. H. Muh. Marwan, M.Si, kegiatan revitalisasi air sudah dilakukan sejak 2005, namun masih terbatas dengan 3 kementerian dan kemudian kerja sama tersebut melibatkan 8 kementerian. Menurutnya, tujuan akhir dari program tersebut adalah kesejahteraan masyarakat, yaitu bagaimana masyarakat secara bersamasama sadar untuk usaha penyelamatan air Terkait gerakan itu, Dr. H. Muh. Marwan, M.Si mengungkapkan bahwa yang menjadi sasaran GN-KPA meliputi 108 DAS prioritas, 15 danau prioritas, 29 bendungan prioritas, dan 17 provinsi sentra produksi padi. Semua sasaran tersebut tersebar di 352 kabupaten/ kota pada 34 provinsi. Hal itu karena GN-KPA bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada DAS sehingga keandalan sumber-sumber air baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas airnya dapat dicapai melalui program pemerintah pusat dan daerah, dan melibatan dunia usaha, serta peran serta masyarakat. Titik tekan gerakan nasional tersebut ada pada kegiatan penataan ruang, penataan pembangunan fisik, penatagunaan tanah dan kependudukan, konservasi tanah dan air dan Konservasi budi daya air dan konservasi sumber daya air, pengendalian daya rusak air, pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, efesiensi dalam pengelolaan pemanfatan air dan pendayagunaan sumber daya air. Ke depan diharapkan, gerakan nasional penyelamatan air tersebut bisa benar-benar mewujudkan masyarakat yang terpenuhi kebetuhan airnya dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata di seluruh Indonesia.n
I
partisipasi masyarakat dalam seluruh kegiatan GN-KPA, baik itu pemberdayaan masyarakat, reboisasi, pembuatan biogas dan pembuatan gully plug. Ketiga, dari keberhasilan dalam pelaksanaan GN-KPA tersebut, dijumpai juga hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan yang paling menonjol adalah tingginya curah hujan, dan faktor alam yang menyebabkan gully plug sering rusak dan reboisasi bibit tidak merata. Singkatnya, dari hasil analisa dan penilaian dalam penelitian akademik yang dilakukan Endro Puspito, dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) pada 2014, disimpulkan bahwa keberhasilan pelaksanaan kegiatan GN-KPA tersebut adalah 72.26% (berdasarkan manual BBWS Brantas) dan 69% (menurut pendapat masyarakat). Itulah salah satu contoh langkah GN-KPA di daerah. Sejak dibentuknya kelembagaan tersebut, pemerintah pusat bergerak terus untuk menyelamatkan air dan hal-hal yang terkait dengannya. Pada tahun 2015, pemerintah dengan dimotori oleh 8 kementerian kementerian melakukan penandatangan kesepakatan bersama gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA), pada 9 Mei 2015, di Taman Kota Waduk Pluit, Jakarta Utara. Hal itu dilakukan untuk mewujudkan Nawa Cita yang diusung pemerintah saat ini terutama dalam hal penanganan permasalahan air. Penandatangan kesepakatan itu dilakukan tepat pada Hari Air Dunia XXIII Tahun 2015. Kementerian-kementerian yang terlibat dalam kesepakatan tersebut, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, serta Kementerian PDT
Edi Sugiharto, SH, M.Si, Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Ditjen Bina Pembangunan Daerah
S
ejak dicanangkannya Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) yang pada tahun ini melibatkan 8 kementerian terus berupaya melakukan upaya penyediaan air bersih dan pengendalian dari dampak negatif dari keberadaan air. Air menjadi isu besar karena ia menyangkut kebutuhan dasar bagi penduduk di banyak negara, pun Indonesia. Mengenai GN-KPA dan hal-hal yang terkait di dalamnya, redaksi Buletin Jendela Pembangunan Daerah berkesempatan melakukan wawancara dengan Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Edi Sugiharto, SH, M.Si pasca dideklarasikannya GN-KPA tahun ini, di ruang kerjanya. Berikut petikannya.
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
7
Wawancara Apa yang melatarbelakangi lahirnya Gerakan Nasional Penyelamatan Air (GNKPA)? Sebelum GN-KPA dicanangkan oleh Presiden RI pada tahun 2005, pertama kali dilakukan Deklarasi Nasional Pengelolaan Air yang Efektif dalam Penanggulangan Bencana. Deklarasi ini didorong dengan kesadaran bersama bahwa air sangat penting bagi kehidupan dan sebagai upaya penanggulangan bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor yang sering terjadi di Indonesia. Apa isi deklarasi itu? Ada empat poin penting di dalamnya. Empat poin yang diusung dalam deklarasi itu antara lain: pertama, meningkatkan upaya pengelolaan dan perlindungan sumberdaya air untuk menanggulangi bencana. Kedua, melakukan pencegahan kerusakan lingkungan melalui konservasi, rehabilitasi hutan dan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis, pengelolaan kuantitas dan kualitas air, serta pengendalian pencemaran air. Ketiga, meningkatkan koordinasi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kemampuan dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat luas dalam pengelolaan air untuk penanggulangan bencana. Keempat, meningkatkan pertukaran data dan informasi di bidang pengelolaan sumberdaya air dan penanggulangan bencana. Siapa saja yang terlibat dalam deklarasi tersebut? Empat poin itu ditandatangani pada 23 April 2004 oleh Mendagri Hari Sabarno, Menteri Pertanian Bungaran Saragih, Mendiknas A. Malik Fajar, Menkes Achmad Sujudi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri
8
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
Permukiman dan Prasarana Wilayah Soenarno, Menhut M. Prakosa, Mensos Bachtiar Chamsyah, Menteri Negara Riset dan Teknologi M. Hatta Rajasa, Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim. Jadi itu latar belakang dicanangkannya GN-KPA? Tidak hanya itu, ada pula latar belakang lain. GN-KPA juga didorong dengan dideklarasikannya lembaga swadaya masyarakat bernama Jaringan Informasi Komunikasi Pengelolaan Sumber Daya Air (JIKPA), pada 27 April 2005 yang disaksikan oleh Menteri PU Ir. Djoko Kirmanto, Dipl.HE. Baru setelah itu dicanangan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA) oleh Presiden RI pada 28 April 2005. Apa saja kegiatan GN-KPA waktu itu? Sejak dicanangkannya, GN-KPA mempunyai 6 komponen kegiatan, yaitu (1) Penataan ruang, pembangunan fisik, pertanahan dan kependudukan; (2) Rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi sumberdaya air; (3) Pengendalian daya rusak air; (4) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air; (5) Penghematan penggunaan dan pengelolaan permintaan air; (6) Pendayagunaan sumberdaya air secara adil, efisien, dan berkelanjutan. Apa inti dari GN-KPA ini Pak? Sebagaimana pengertiannya, inti GN-KPA yaitu mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga keandalan sumber-sumber air, baik baik kualitas maupun kuantitas airnya dapat terkendali. Target keberhasilannya seperti apa? Targetnya diukur dengan tercapainya
tujuan pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, dan perlindungan ekosistem. Lalu, apa tujuan dicanangkannya GNKPA? Tujuannya untuk mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada DAS yang dilakukan melalui pemberdayaan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat serta penegak hukum. Nah, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan upaya yang sinkron, sinergis, dan terpadu, menyeluruh dan terkoordinasi antarpara pemangku kepentingan sumberdaya air dalam memadukan kegiatan masing-masing sektor dan wilayah, serta memadukan antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat dalam satu gerakan nasional bersama, guna menentukan baik prioritas penanganan wilayah sungai maupun kesegeraan atau percepatan program penanganan atas 6 komponen GN-KPA. Apa signifikasi GN-KPA dengan dampak perubahan iklim, khususnya pada sumberdaya air? Perubahan iklim merupakan tantangan multi dimensi yang kompleks sekaligus dilematis yang dihadapi manusia pada abad 21 dan masa mendatang. Tak satu pun negara atau kelompok masyarakat di dunia yang dapat menghindar dari ancaman tersebut. Perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global telah berdampak pada cuaca, termasuk perubahan pada pola suhu udara, curah hujan, dan aliran sungai yang menyebabkan banjir, kekeringan, dan gelombang panas yang menimbulkan dampak lanjutan seperti kebakaran dan kemarau yang ekstrem. Dampak lainnya adalah mencairnya gunung es di kutub utara dan selatan sehingga terjadi kenaikan muka air laut yang mengancam meningkatnya bencana banjir
pada kota-kota di daerah pesisir pantai. Secara umum perubahan iklim dapat diatasi dengan melakukan upaya mitigasi dan adaptasi. Mitigasi ditujukan untuk membatasi pelepasan GRK ke atmosfer dengan cara mengurangi penggunaan sumberdaya energi yang banyak menghasilkan gas karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan penggunaan sumberdaya energi lainnya. Dan, adaptasi merupakan upaya untuk menyesuaikan diri terhadap dampak negatif perubahan iklim. Nah, di sinilah signifikasi GN-KPA yang tertuang dalam 6 komponen kegiatan yang berpadanan dengan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tersebut. Pencanangan dan penandatanganan kerjasama GN-KPA tahun ini, menggunakan istilah revitalisasi, apa maksudnya? Revitalisasi adalah suatu proses atau cara untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya sudah baik, sehingga revitalisasi baerarti menjadikan sesuatu menjadi vital (kuat) kembali. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian fisik saja, tapi harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakat serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat, tidak hanya masyarakat sekitar, namun masyarakat dalam arti yang luas. Itu sebabnya di sini perlu mekanisme yang jelas. Apa yang menjadi aspek penting dalam revitalisasi GN-KPA? Aspek yang penting dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran teknologi informasi, khususnya dalam mengelola keterlibatan banyak pihak untuk menunjang kegiatan revitalisasi ini. n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
9
Kabar Bangda
P
Pengelolaan Air Berbasis Masyarakat
enyediaan air bersih bagi masyarakat selama ini masih terus menjadi masalah. Walaupun pemenuhan kebutuhan air merupakan hak setiap warga negara seperti disebutkan dalam deklarasi hasil konferensi PBB Mar Del Plata 1977, namun masih banyak masyarakat, terutama kalangan bawah yang belum mendapat akses air bersih. Kalau pun mereka mendapatkan air bersih, mereka harus membayar lebih mahal. Bahkan, penduduk miskin tanpa akses air ledeng harus membayar lebih mahal seperti yang terjadi di Filipina. Kesulitan pemenuhan kebutuhan air besih untuk kalangan bawah pun terjadi di beberapa kota di Indonesia, misalnya Kota Semarang. Kondisi saat ini memperlihatkan bahwa sumber air minum penduduk Kota Semarang yang berasal dari pemenuhan PDAM masih sangat terbatas. Berdasarkan peneitian akademik yang dilakukan Didiek Hartono (2005), PDAM di sana baru dapat memenuhi kebutuhan 47 persen (641.455 jiwa) dari penduduk Kota Semarang. Beberapa hal yang menjadi kendala di antaranya adalah besarnya tingkat kebocoran air PDAM sampai sebesar 48,7 persen (Hartono, 2005), keterbatasan infrastruktur dan semakin terbatasnya sumber air baku yang dapat dimanfaatkan. PDAM Tirta Moedal yang mengelola air ‘PAM’ di Kota Semarang selama ini lebih banyak menjangkau daerah-darah di dataran rendah Kota Semarang. Keterbatasan infrastruktur dan masalah teknis membuat banyak rumah tangga yang berada di bagian Selatan Kota Semarang tidak mendapatkan
10
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
akses dari PDAM. PDAM Tirta Moedal sendiri telah memanfaatkan hampir 70 persen sumber air permukaan untuk pasokan air bersih. Hal itu baru di Kota Semarang. Jika menelaah hasil-hasil penelitian yang terkait masalah air dan pemenuhan air bersih untuk masyarakat, banyak daerah yang kebutuhan airnya masih minus. Sebut saja di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Sebagian penduduk di Kabupaten Gunung Kidul masih kesulitan air bersih terutama untuk kebutuhan masak, mandi, dan mencuci. Persoalan pemenuhan kebutuhan air tersebut menjadi masalah pelik yang berkepanjangan. Karena itu, ia memerlukan solusi yang juga komprehensif. Penyelesaian persoalan pemenuhan air bersih bagi masyarakat tidak boleh hanya dibebankan kepada pemerintah atau pemerintah daerah, tapi juga perlu melibatkan masyarakat. Hal itu penting untuk dilakukan, karena masyarakat adalah entitas penting dalam menjaga kelestarian siklus air bersih. Tak bisa dipungkiri, sumber-sumber air bersih memang memerlukan campur tangan masyarakat yang hidup mengelilingi sumber-sumber air tersebut. Jika masyarakat tidak dilibatkan, maka kelestarian sumber-sumber air bersih akan diabaikan dan kerusakan tidak akan bisa dibendung. Hal itu disebabkan, masyarakat sering terlibat dengan masalah-masalah pencemaran dan eksploitasi air yang tidak semestinya. Sebagai contohnya, untuk mengatasi permasalahan air, di beberapa lokasi di Kota Semarang telah muncul inisiatif lokal untuk memenuhi kebutuhan air bersih secara
kolektif dan swadaya yang diinisiasi oleh pemerintah dan warga masyarakat di sana. Dalam banyak kasus pengelolaan sumber daya alam, partisipasi masyarakat berperan penting bagi keberhasilan sistem tersebut. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun melalui stakeholders kunci yang dapat menyuarakan aspirasi mereka. Menurut Schewald dan Reijekerk dalam Water: A Way of Life, Sustainable Water Management in a Cultural Context (2009), keterlibatan stakeholders kunci merupakan hal penting dalam sebuah proses pengelolaan air dengan tujuan untuk mendiskusikan kepentingan dari semua yang terlibat, termasuk menyelesaikan masalahmasalah yang muncul dalam pengelolaan air. Dalam hal ini, pengelolaan air di Kota Semarang memperlihatkan bagaimana peran stakeholders dalam upaya pengelolaan sumber air telah mencoba untuk membuat strategi pengelolaan yang bertujuan untuk memecahkan persoalan pemenuhan kebutuhan air bersih di lokasi dengan adil, baik secara kuantitas maupun secara ekonomis. Sebagai sebuah sistem penyediaan air bersih yang berskala kecil, penduduk relatif sangat tergantung pada sumber air dan sistem pengelolaan. Hal ini berpengaruh secara positif pada rasa memiliki sumber air dan sistem pengelolaan tersebut. Dalam pengelolaan pemenuhan air bersih di masyarakat, menjadi sangat penting untuk melibatkan para pemangku kepentingan, sehingga tanggung jawab tersebut menjadi ringan dan bisa diselesaikan dengan baik.
Selain itu, dalam pengelolaan pemenuhan air besih di masyarakat, penting pula untuk mempertimbangkan faktor pemimpin. Dalam hal ini, kita memerlukan seorang pemimpin kuat yang peduli pada kepentingan masyarakatnya, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan air bersih. Kepemimpinan merupakan salah satu hal yang menjadi penentu keberhasilan sistem pengelolaan pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Dalam kasus Kota Semarang, terlihat bagaimana sekelompok orang di dua daerah di Kota Semarang yang berhasil mengorganisir interest maupun potensi yang ada untuk tujuan pemenuhan kebutuhan air bersih. Untuk kasus Tugurejo (Kota Semarang), sebagaimana penelitian yang dilakukan Laksmi Rachmawati dan Gusti Ayu Ketut Surtiari dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI (2011) pengurus pengelolaan air di sana diinisiasi sekelompok pemuda setempat. Sementara di Sukorejo, para pengurus RW dan RT menjadi motor penggerak penyediaan air bersih. Para pengelola secara kreatif mengembangkan sistem penyediaan air bersih, sehingga secara ekonomi mampu membantu masyarakat miskin. Pengelolaan air bersih untuk kebutuhan masyarakat menjadi penting untuk dilakukukan dengan melibatkan masyarakat dan para stakeholders lainnya. Karena air adalah sumber kehidupan yang paling dasar. Jika air bersih tidak dipenuhi dengan baik, maka ia akan berpengaruh terhadap masalahmasalah lainnya. Demikian pula jika air bersih dipenuhi dengan baik, ia akan menjadi faktor pendorong bagi kemajuan masyarakat. n
“Jika air bersih tidak dipenuhi dengan baik, maka ia akan berpengaruh terhadap masalahmasalah lainnya”
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
11
Kabar Bangda
Kabar Bangda
Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi bagi Masyarakat Pembangunan fasilitas yang menyediakan air bersih dan sanitasi yang baik harus dibangun bersama yang dikomandoi oleh pemerintah.
S
alah satu hal pokok yang harus dipenuhi oleh masyarakat adalah kebutuhan air bersih dan sanitasi yang baik. Dua hal itu menjadi tolak ukur kesehatan dan produktivitas sebuah masyarakat. Karena itu, tak heran persoalan air bersih dan sanitasi menjadi komponen penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat di mana pun. Kita bisa melihat laporan yang dirilis Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2010. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak di perkotaan dan perdesaan sebesar 47,71 persen, dengan rincian 49,82 persen di wilayah perkotaan dan 45,72 persen di wilayah perdesaan. Sedangkan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak sebesar 51,19 persen yang meliputi di wilayah perkotaan 69,51 persen dan di perdesaan sebesar 33,96 persen (Bappenas, 2010). Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan aksibilitas masyarakat terhadap sarana air bersih dan sanitasi setiap tahun. Meskipun terjadi peningkatan, wilayah yang mudah mendapatkan layanan tersebut masih didominasi wilayah perkotaan. Kondisi ini menujukkan ketidakmerataan program pembangunan air bersih dan penyehatan lingkungan di Indonesia dan masih terfokus di daerah perkotaan.
12
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
Rendahnya akses sarana air bersih dan sanitasi di masyarakat perdesaan mengindikasikan bahwa masalah penyehatan lingkungan belum menjadi program prioritas dan mengalami distorsi pembangunan dalam penyediaan kebutuhan dasar sarana air bersih dan sanitasi. James Midgley dalam buku Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial (1995) menegaskan, pembangunan yang terdistorsi tersebut terjadi pada masyarakat di mana pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosialnya. Ketidakefektifan pembangunan air bersih dan penyehatan lingkungan di wilayah perdesaan dipengaruhi beberapa faktor antara lain seperti rusaknya infrastruktur pengelolaan air bersih, rendahnya partisipasi masyarakat dalam perawatan sarana air bersih, belum efektifnya organisasi pengelola air bersih, dan minimnya pengetahuan dan pola perilaku masyarakat yang kurang sehat seperti buang air besar sembarang tempat, menggunakan air sungai sebagai sarana MCK dan tingginya penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air bersih dan sanitasi. Sedangkan di sisi lain, untuk mencapai target dari Millenium Development Goals (MDGs) di tahun 2015, melalui cakupan layanan air bersih harus mencapai 68,87 persen dan sanitasi dasar sebesar 62,41 persen
(Bappenas, 2010). Sampai kini, upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai target MDGs di bidang air bersih dan sanitasi masih dilakukan melalui beberapa kebijakan, yaitu pertama, peningkatan cakupan pelayanan air minum; kedua, peningkatan akses penduduk terhadap sanitasi yang layak, dan; ketiga, menyediakan perangkat peraturan di tingkat pusat dan/ atau daerah untuk mendukung pelayanan air minum dan sanitasi yang layak (Bappenas, 2010). Namun untuk dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi yang layak, masih mengalami kendala dan tantangan hingga saat ini. Menurut Hanung Santono dalam bukunya Air Bersih dan Sanitasi sebagai Kebijakan Sosial (2010) terdapat beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah dalam upaya peningkatan sarana air bersih dan sanitasi dasar tersebut. Persoalan-persoalan tersebut di antaranya: pertama, persoalan infrastruktur yang meliputi persoalan bagaimana menjaga dan memperluas jaringan infrastruktur yang telah tersedia. Hal ini terkait dengan pembiayaan infrastruktur termasuk tarif dan kecakapan penyedia layanan dalam hal efisiensi dan produktivitas layanan. Kedua, dengan memahami air bersih sebagai kebutuhan dasar, persoalan sosial politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan, misalnya tarif yang terjangkau, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga, persoalan lingkungan dan kesehatan publik, di mana konservasi dan pengelolaan lingkungan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penyediaan layanan air. Dengan demikian, penyediaan layanan air bersih dan sanitasi yang baik sangat tergantung pada baik tidaknya kebijakan pembiayaan pembangunan, kebijakan sosial dan kebijakan sumberdaya alam. Pembangunan sarana dan prasarana air
bersih dan penyehatan lingkungan untuk mencapai target MDGs tahun 2015 mulai dilakukan secara terpadu. Hal ini seiring dengan disusunnya kebijakan nasional air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat. Kebijakan ini sebagai payung dalam meningkatkan kesadaran pengambil keputusan dan masyarakat terkait pentingnya isu-isu air bersih dan sanitasi. Fokus pembangunan mulai ditujukan pada kegiatan berbasis masyarakat, dengan kegiatan pembangunan fisik selalu diimbangi dengan partisipasi masyarakat pada pengelolaan air bersih dan kampanya perilaku hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki yang tinggi dari masyarakat agar terjamin keberlangsungannya. Implikasi dari dibuatnya program kebijakan nasional di bidang air bersih dan penyehatan lingkungan, maka di skala kota kecil dan perdesaan mulai diperkenalkan dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar. Sebagai pemegang kendali, pemerintah harus terus berupaya mewujudkan masyarakat yang terpenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasinya dengan baik. Karena itu, pemerintah telah melakukan banyak program yang terkait dengan pembangunan air bersih dan sanitasi. Program yang dijalankan pemerintah tersebut bertujuan meningkatkan status kesehatan dengan cara penyediaan air minum dan sanitasi yang aman serta berkesinambungan dan tidak terfokus pada daerah perkotaan. Dengan begitu, harapannya akan terjadi peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih, peningkatan kesehatan dan sanitasi melalui pelayanan kesehatan dan perubahan perilaku masyarakat menuju masyarakat sehat dan produktif serta peduli pada lingkungan.n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
13
Kabar Bangda
Kabar Bangda
Banjir dan Buruknya Sistem Pengelolaan DAS
DKI Jakarta pun tidak terlepas dari permasalahan banjir, bahkan lebih popular daripada daerah lainnya
S
alah satu hal yang menjadi fokus perhatian dari GN-KPA adalah mengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) supaya menjadi baik. Sebab, jika DAS keadaannya baik, maka hal-hal yang terkait dengan kerugian akibat bencana banjir bisa dihindari. Banjir adalah masalah berat yang sangat pelik bagi sebagian besar wilayah di Indonesia. Setiap musim hujan tiba, kota-kota dan daerah di Pulau Jawa bagian utara selalu menjadi korban bencana banjir. Bahkan banjir yang terjadi pada akhir tahun 2007 dan awal Maret 2008 di DAS Bengawan Solo semakin meluas, tidak hanya pada bagian hilir, namun juga pada bagian hulunya. Meluapnya banjir yang terjadi bisa mencapai beberapa kali dalam setiap musim hujan dan bahkan setiap banjir yang terjadi
14
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
ada yang berdurasi lebih dari 3 hari lamanya. Akibatnya kerugian yang sangat besar harus ditanggung oleh seluruh komponen, baik masyarakat, sektor swasta maupun pemerintah daerah. DKI Jakarta pun tidak terlepas dari permasalahan banjir, bahkan lebih popular daripada daerah lainnya. Misalnya, kita ingat, hari Jumat,1 Februari 2008 Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) memperoleh curah hujan yang sangat tinggi, sehingga banjir besar terjadi dimana-mana. Curah hujan besar terjadi di stasiun-stasiun penakar hujan yang lain di Jakarta, yang menunjukkan angka curah hujan sangat tinggi. Beberapa hal yang menjadi penyebab banjir di antaranya: pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, tidak adanya pola hidup bersih di masyarakat, dan tidak adanya
perencanaan dan pemeliharan sistem drainase yang baik. Dengan kondisi tersebut, ketika curah hujan tinggi, banjir pun tak terelakan lagi. Penanggulangan Masalah Banjir Beberapa upaya strategis untuk menanggulangi masalah banjir perlu dilakukan, yaitu: pertama, konsistensi penerapan pembangunan berwawasan lingkungan. Yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan dan pemeliharaan sistem drainase secara menyeluruh dari daerah hulu sampai hilir. Hal ini perlu koordinasi antar kabupaten atau bahkan antar propinsi, khususnya dalam penyusunan RTRW yang berwawasan lingkungan. Perlunya penyediaan dan pengelolaan areal bantaran kali atau sungai atau bahkan langkah penertiban. Kedua, menerapkan pola hidup bersih. Dalam hal ini kita bisa melakukan gerakan budaya atau pola hidup bersih. Gerakan ini harus dilakukan dahulu oleh pemerintah daerah setempat, misalnya dengan melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat dengan dasar pola hidup bersih. Gerakan tersebut lebih diaplikasikan lagi pada peningkatan sistem pengelolaan sampah padat dalam masyarakat pada umumnya. Ketiga, penerapan konsep Water Front Villages. Penerapan konsep Water Front Villages, yaitu menempatkan sungai atau kali berikut areal bantarannya sebagai halaman muka rumah kita. Dengan menempatkan sungai sebagai halaman muka, maka akan timbul niat dan kepekaan kita untuk lebih memperindah wajah depan kita. Sebaliknya, bila kita membelakangi sungai, maka cenderung sungai dijadikan tempat pembuangan sampah padat, limbah cair kita dan tak terurus. Kita bisa melihat contohcontoh yang sudah banyak diterapkan di negara maju, dimana rumah-rumah
mempunyai teras yang menghadap ke sungai. Keempat, penerapan konsep One River One Management. Penerapan konsep One River One Management, yaitu dengan melihat keseimbangan alam air (hidrological world equilibrium). Konsep satu sungai satu pengelolaan dasarnya adalah pengelolaan keseimbangan air untuk suatu kawasan DAS yang sering juga dikenal sebagai Satuan Wilayah Sungai (SWS). Dengan sistem pengelolaan DAS ini, maka tidak ada lagi kepentingan hanya untuk satu batas otonomi daerah. Konsep ini menembus kewenangan kekuasaan otonomi daerah demi terciptanya suatu keseimbangan alam yang asri dan sekaligus yang dapat menunjang kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Kelima, pembuatan resapan. Pembuatan sumur resapan di setiap rumah dan kawasan niaga atau bisnis. Jika seluruh rumah di mana pun mempunyai sumur resapan, hal itu akan menjadi kekuatan yang andal tidak saja untuk menanggulangi banjir tetapi sebagai gerakan menabung air tanah untuk air bersih. Keenam, peningkatan koordinasi di antara seluruh stakeholders. Karena permasalahan banjir ternyata sangat kompleks, maka pihak Pemerintah Daerah sudah mulai melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain, seperti swasta (para pengusaha pengembang), LSM dan juga masyarakat pada umumnya. Dengan peningkatan koordinasi dan bahkan sampai ke pendanaan pelaksanaan programprogramnya, maka permasalah banjir ini akan dapat teratasi setahap demi setahap. Jika kita lihat, banjir seolah identik dengan buruknya pengelolaan drainase. Oleh karena itu, berdasarkan upaya penanggulangan banjir tersebut, selain melibatkan seluruh stakeholders terkait, pengelolaan drainase yang baik juga menjadi hal yang perlu digarisbawahi dalam penanggulangan banjir di banyak daerah.n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
15
Kabar Bangda
GN-KPA Kembalikan Keseimbangan Siklus Hidrologi
G
erakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN KPA) bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada DAS sehingga keandalan sumber-sumber air baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas airnya dapat dicapai melalui program pemerintah pusat dan daerah, dan melibatan dunia usaha, serta peran serta masyarakat. GN KPA ditujukan langsung pada 352
16
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
kabipaten/kota dari 34 provinsi untuk 108 Daerah Aliran Sungai (DAS), 15 danau prioritas, dan 29 bendungan. Hal itu diamanatkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang disiarkan langsung oleh Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, pada 7 Mei 2015 saat konferensi pers di kantor Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Kalibata, Jakarta Selatan. Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air tersebut melibatkan 7 Kementerian
pada Kabinet Kerja, di antaranya adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PU dan PR, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan, Kementerian BUMN, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN, dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Sesuai tugas dan fungsi, masing-masing Menteri dapat melakukan penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pencapaian revitalisasi GN-KPA, salah satunya adalah penyediaan lokasi dan Sumber Daya Manusia untuk mendukung revitalisasinya. “Tujuan utama Kemendagri Revitalisasi GN KPA adalah mendorong pencapaian pembangunan daerah secara nyata sejalan dengan tujuan desentralisasi sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mentitikberatkan pada pembagian urusan pemerintahan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya. Titik berat gerakan nasional itu ada pada kegiatan penataan ruang, penataan pembangunan fisik, penatagunaan tanah dan kependudukan, konservasi tanah dan air dan Konservasi budi daya air dan konservasi sumber daya air, pengendalian daya rusak air, pengelolaan lualitas air dan pengendalian pencemaran air, efesiensi dalam pengelolaan pemanfatan air dan pendayagunaan sumber daya air. Sementara itu, dalam Penandatangan Kesepakatan Bersama Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA), pada 9 Mei 2015, di Taman Kota Waduk Pluit, Jakarta Utara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono mengatakan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) diperlukan sebagai upaya bersama untuk
memadukan program dan mensinergikan aksi dalam upaya penyelamatan air. Hal tersebut disampaikan Taufik Widjoyono dalam rangka Pameran Hari Air sebagai rangkaian Peringatan Hari Air Dunia 2015 di Waduk Pluit. “Sehingga keandalan sumber-sumber baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya dapat dicapai melalui program pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta keterlibatan dunia usaha dan peran serta masyarakat,” ujarnya. Taufik menjelaskan, dalam perpektif Nawacita pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan diharapkan dapat mendukung Ketahanan Air, Ketahanan Pangan dan Ketahanan Energi, meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi risiko daya rusak air, meningkatnya keberlanjutan fungsi sumber daya air dan infrastruktur sumber daya air (SDA) serta meningkatnya kualitas tata kelola pengelolaan SDA. Menurut Taufik pula, kesepakatan bersama tersebut dimaksudkan sebagai upaya bersama untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada pada para pihak (stakeholders) dalam rangka mendukung dan melaksanakan Revitalisasi GN-KPA secara terpadu yang didasarkan saling membantu, saling mendukung sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Taufik menjelaskan, revitalisasi GN-KPA menitikberatkan pada enam kelompok kegiatan, di antaranya penataan ruang, penataan pembangunan fisik, penataan pertanahan dan penataan kependudukan. Kemudian konservasi tanah dan air serta konservasi sumber daya air. Lalu, pengendalian daya rusak air, pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air, penghematan penggunaan dan pengelolaan permintaan air serta pendayagunaan sumber daya air.n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
17
Kabar Bangda
Data menjadi hal yang Sangat Strategis
T
ahun 2015 seperti tahun yang benarbenar baru bagi penyelenggara pemerintahan. Di tahun itu banyak perubahan, termasuk penyelenggaraan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) yang dikelola Ditjen Bina Pembangunan Daerah dengan melibatkan pemerintah daerah. Karena perubahan tersebut, Ditjen Bina Pembangunan Daerah sebagai pengelola di pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan penyesuaian. Merespon perubahan itu, Bappeda Provinsi Bali melakukan kunjungan dan dialog dalam rangka rapat koordinasi dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah untuk mendiskusikan mengenai sisik melik perubahan-perubahan dalam pengelolaan SIPD. Rapat Koordinasi SIPD Ditjen Bina Pembangunan Daerah dengan Pemerintah Provinsi Bali itu dilaksanakan pada 21 Mei 2015, di Ruang Rapat Prajabhakti Kantor Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Jakarta. Rapat tersebut dihadiri Kabag Perencanaan Sekretariat Ditjen Bina Pembangunan Daerah dan para pejabat di bawahnya, perwakilan dari Bappeda Provinsi Bali, dan para pengelola SIPD dari 7 kabupaten/kota di Provinsi Bali. Tujuan dilaksanakannya Rapat Koordinasi itu, supaya diketahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan ke depan dalam menangani SIPD pasca diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 2014 dan perubahanperubahan lainnya. Dalam kesempatan itu, Iwan Kurniawan, ST, MM, Kabag Perencanaan Ditjen Bina Pembangunan Daerah menegaskan, di dalam konsep perencanaan pembangunan daerah,
18
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
basis data menjadi satu hal yang sangat strategis. Sehingga, menurutnya, sistem informasi data pembangunan kemudian dituangkan atau diatur di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, khususnya di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. “Saat kita bicara perencanaan, data terlebih dahulu harus jelas. Nah, hal ini secara tegas telah dinyatakan di dalam UU (Nomor 23 Tahun 2014),” terangnya. SIPD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengelola data pembangunan daerah menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan menjadi bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah. “Ini secara tegas telah didefinisikan (pula) di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014,” tandasnya lagi. Iwan Kurniawan, ST, MM juga menerangkan bahwa pengelolaan SIPD sekarang sudah didukung dengan mandat yang lebih kuat. “Sebelumnya mandat SIPD hanya berupa Permendagri (Nomor 8 Tahun 2014 tentang SIPD), tapi sekarang sudah ada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (yang isinya mendukung SIPD),” terangnya. “Di dalam pasal-pasalnya disebutkan
bahwa SIPD merupakan salah satu hal yang wajib dilaksanakan. Di situ juga sudah dicantumkan beberapa sanksi jika pemerintah daerah tidak melaksanakan (SIPD) ini,” imbuhnya. Di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 itu data-data yang dihimpun oleh pemerintah daerah harus dipublikasikan kepada masyarakat. “Ini juga menjadi hal yang baru yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. Jika dulu, mungkin hanya teori saja, istilah transparansi kepada masyarkat terkait data-data yang dibutuhkan masyarakat, tapi sekarang ditegaskan dalam UU tersebut bahwa informasi tersebut harus dipublikasikan kepada masyarakat,” terangnya lagi. Menurutnya, secara substansi, SIPD perlu disesuaikan dengan dokumen perencanaan dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014. “SIPD statusnya telah diuraikan ke dalam 31 jenis data dan 2.673 elemen data. Hal ini juga akan kita kembangkan sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014,” paparnya. Lebih jauh, menyinggung pengelolaan SIPD di daerah, Kabag Perencanaan yang asli Kuningan itu berharap, dalam 1 tahun pemerintah daerah sudah menyelesaikan pembentukan tim (SIPD), Rapat Koordinasi, Pengumpulan dan pengisian, evaluasi pengisian, dan evaluasi terpadu.
Diterangkan olehnya, yang sangat berperan dalam pembagian dalam pengelolaan SIPD adalah Bappeda. “Bappeda sangat berperan dalam mengkoordinasikan pembentukan tim, mengkoordinasikan rapat koordinasi, melakukan pembinaan, evaluasi, fasilitasi pengumpulan data, juga berkoordinasi dengan tim SIPD di tingkat pusat maupun provinsi,” urainya. Kenapa hal itu ditekankan di Bappeda, karena menurutnya, data yang dimaksud di SIPD itu terdiri dari data-data yang mencakup data-data di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kalau hal itu ke depan dikembangkan, ia akan terkait dengan 32 urusan. Dalam hal ini bagaimana data-data terkait dengan urusan tersebut dapat masuk dan menjadi bagian dari SKPD ke depan. Secara teknis, SKPD melakukan pengumpulan data, pengisian data sesuai dengan kesepakatan dalam rapat koordinasi. Karena itu, SKPD akan berkoordinasi dengan kepala Bappeda selaku ketua tim koordinasi SIPD di daerah. Dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) baru Ditjen Bina Bangda Kemendagri tahun 2015, posisi SIPD berubah. Dalam SOTK baru itu, SIPD akan dikelola di bahwa unit eselon 3, bukan lagi di Bagian Perencanaan yang dikelola eselon 4. Karena itu, nanti ada satu unit eselon 3 di bawah direktorat yang menangani perencanaan pembangunan daerah yang secara khusus menangani SIPD. “Itu yang kami bangun secara bertahap. Kami memahami kendala-kendala dan jumlah provinsi dan kabupaten kita yang tidak sedikit. Tapi permasalahannya bisa dikatakan hampir sama. Itulah yang menjadi perhatian kami ke depan, (yaitu) melakukan pengembangan (SIPD menjadi lebih baik),” pungkasnya.[ds]n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
19
Kabar Bangda
Kabar Bangda
Gerakan NGO dan Ditjen Bina Bangda Perlu Disamakan
D
alam pertemuan dengan para perwakilan Non-Governmental Organization (NGO) yang bekerjasama dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Edi Sugiharto, SH, M.Si menyampaikan program NGO yang dilaksanakan dan bekerja sama dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda) perlu disamakan gerakannya. “(Hal itu supaya) ada harmonisasi antara apa yang dilakukan oleh NGO (dengan Ditjen Bina Bangda). Karena ada NGO yang langsung direct (ke daerah), ada pula yang ke Ditjen Bina Bangda (dahulu). Hal itu, supaya tujuan sama, karena Ditjen Bina Bangda merupakan pembina urusan (bagi pemerintah daerah),” jelas Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup itu dalam Rapat Evaluasi NGO yang Bekerja Sama dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, pada 18 Mei 2015, di Ruang Rapat Prajabhakti Kantor Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Jakarta. “Jadi, seharusnya di situ ada tune-in,” imbuhnya. Meski pengelolaan program NGO itu sebenarnya bisa saja tanpa ada koordinasi dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, karena ada Permen Keuangan yang
20
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
menjelaskan bahwa hibah itu ada yang langsung dan yang tidak, tapi menurut Edi Sugiharto, SH, M.Si koordinasi itu tetap penting untuk dilakukan, supaya penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat bisa lebih kuat dan baik, ketika dijalankan. “Keinginan kami adalah tujuan (semua yang ada di NGO) untuk memberdayakan atau meningkatkan kemampuan dari apa yang menjadi tujuan dari NGO. Kalau tujuannya masyarakat, maka masyarakat itu (bisa) menjadi lebih berdaya,” tandasnya. “Dan di sini ada pemerintah, untuk bisa menjadi sejalan,” imbuhnya. Dalam kesempatan itu, Edi Sugiharto, SH, M.Si juga menegaskan, perlu mencatat bahwa NGO bekerja dengan didasarkan pada kesepakatan atau MoU dan siapa yang memegang tanggung jawab di Ditjen Bina Bangda. Menurutnya, semua hal yang menyangkut dasar hukum, harus jelas. Selain itu, setiap kesepakatan yang dibuat antara Ditjen Bina Bangda dengan NGO, harus diketahui isi kesepakatan di dalamnya. Karena, menurutnya, saat ini Ditjen Bina Bangda menangani 32 urusan. “(Dengan begitu) ini pasti akan bermuara dengan (kepada) kita (Ditjen Bina Bangda),”
tegasnya. “Titik tekannya bukan pada masalah pertanggungjawaban keuangan dan sebagainya, tapi lebih (pada) bagaimana program dari NGO ini bisa sinergi dan (saling) mendukung bersama-sama dengan program pemerintah,” jelasnya lagi. “Kalau di Ditjen Bina Pembangunan Daerah ada Standar Pelayanan Minimum (SPM) mengenai kesehatan, NGO apa yang bisa melakukan penanganan ibu hamil (dan urusan kesehatan lainnya),” demikian ia mencontohkan. Selain itu, Edi Sugiharto, SH, M.Si juga menekankan mengenai pentingnya payung hukum; apa programnya; berapa tahun durasi kerjasamanya; dan berapa anggarannya? Menurutnya, meskipun Ditjen Bina Bangda tidak memegang anggaran tersebut, tapi Ditjen Bina Bangda harus tahu hal itu. Karena kemungkinan besar kita akan bisa melakukan share dengan APBN untuk mendukung program NGO. Tapi hal itu bukan berarti selalu. “Hari ini saya ingin, yang sudah berjalan tadi, tetap berjalan,” pungkasnya. Sementara itu, Iwan Kurniwan, ST, MM, Kabag Perencanaan Sekretariat Ditjen Bina Bangda, dalam pertemuan tersebut menekankan bahwa Bagian Perencanaan perlu mengetahui proses pelaksanaan proyek kerjasama dengan NGO, berupa laporan yang lebih konkret. Hal itu diperlukan sebagai database Bagian Perencanaan Ditjen Bina Bangda. Dengan begitu, pengelola program kerjasama dengan NGO diharapkan bisa menjelaskan: masalah regulasi/kebijakan yang digunakan dalam menjalankan program; proses perencanaannya; status pelaksanaannya; monitoring dan evaluasinya; output-nya; dan seperti apa tindak lanjutnya. Bagaimana pola perencanaanya? Bagaimana progress pelaksanaannya? Hal itu harus dilaporkan ke mana? Siapa saja yang
terinformasi? “Itu semua harus jelas dan diinformasikan ke Sekretariat (Ditjen Bina Bangda), sehingga sekretariat bisa menggambarkan secara keseluruhan program-program yang ada di Ditjen Bina Bangda yang tidak masuk dalam dokumen perencanaan (Renstra, Renja, dan sebagainya),” terangnya. Sebab, menurutnya, walaupun tidak masuk dalam dokumen perencanaan Ditjen Bina Bangda, kegiatan-kegiatan tersebut sangat dibutuhkan masyarakat dan hal itu menjadi salah satu peran dan tugasnya Ditjen Bina Bangda dalam memfasilitasi program-program pembangunan kepada daerah. Dengan catatannya tersebut, Bagian Perencanaan, menurut Iwan Kurniwan, ST, MM, ingin menata kembali pelaksanaan kegiatan NGO atau yang terkait dengan hibah-hibah yang di luar APBN. “Artinya, yang tidak terdokumentasi di dalam dokumen anggaran harus didokumentasikan (dengan baik),” jelasnya. “Kami sedang menata, supaya pelaksanaan ini bisa berjalan baik. Permasalahan NGO maupun donor yang terjadi di lapangan, supaya terinventarisasi dengan baik dan ada solusi serta tindaklanjut yang baik,” imbuhnya. “Makanya, tahap berikutnya kami ingin mengundang kembali (perwakilan NGO yang telah hadir itu) dalam rangka pemetaan untuk mengatur pola kerja, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada monitoring sampai output-nya,” pungkasnya. Dalam kesempatan itu, hadir perwakilan dari 11 NGO yang bekerjasama dengan Ditjen Bina Bangda, yaitu: dari Plan International, Swiss Contact, Stichting Nederlandse Vrijwilligers (SNV) atau Netherlands Development Organization, Care International, Asian Development Bank (ADB), Mikroc International, United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU), Islamic Relief, UNICEF, ATEC, Medical Peace Foundation (MPF).[ds]n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
21
Kabar Bangda
MoU 3 Menteri, Selanjutnya Sosialisasi Petunjuk Teknis Pertemuan tersebut adalah tindak lanjut dari telah dilakukannya MoU tiga menteri, yaitu menyosialisasikan Permendagri Nomor 83 Tahun 2014 sebagai petunjuk teknis dari pelaksanaan kemudahan perizinan usaha
P
asca dilakukannya penandatanganan perjanjian kerjasama antara Mendagri, Menkop dan UKM, dan Menko Perekonomian terkait perizinan usaha kecil dan menengah, pelaku usaha kecil dan menengah, terutama di daerah berpeluang untuk mengembangkan usahanya. Namun begitu, harus dilakukan sosialisasi petunjuk teknis yang tertuang dalam Permendagri Nomor 83 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil secara bersamasama di daerah. Karena ketika Petunjuk Teknis itu sudah disosialisasikan, maka instansi dari Kementerian Koperasi dan UKM di daerah bisa menerbitkan (surat) izin satu lembar kepada para pelaku usaha kecil dan menengah sehingga para pelaku usaha itu bisa memperoleh (semacam) kartu kredit untuk permodalannya dari BRI. Terkait hal itu, Drs. Sugiyono, M.Si, Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri menyampaikan, bahwa masalahnya ada pada masalah sosialisasi yang belum bisa dilaksanakan. “Perpres Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil itu sebetulnya telah dikeluarkan petunjuk teknisnya, dengan (dikeluarkannya)
22
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
Permendagri Nomor 83 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil. Itulah petunjuk teknisnya,” katanya dalam Rapat Tindak Lanjut Nota Kesepahaman tentang Pembinaan Pemberian Izin Usaha, pada 5 April 2015, di Ruang Rapat Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Jakarta. “Hanya saja, permasalahannya, tadi telah disampaikan bahwa kita belum bersama-sama menyosialisasikan Permendagri (petunjuk teknis) itu,” terangnya. “Sebetulnya dengan Permendagri dan dua surat yang telah dikeluarkan Kemendagri kepada pemerintah daerah itu, sudah jelas petunjuk teknisnya. Hanya masalahnya, baik Kemendagri maupun pemerintah daerah belum melakukan sosialisasi, karena terkait masalah anggaran,” jelasnya lagi. Drs. Sugiyono, M.Si menjelaskan, Permendagri Nomor 83 Tahun 2014 itu sebetulnya merangkum hal-hal penting yang terkait dengan petunjuk teknis untuk pelaksanaan bagi kemudahan perizinan usaha mikro dan kecil. “Di sana sudah lengkap. Misalnya, bagaimana camat melakukan pendataan sampai dikeluarkannya izin, setelah mendapat pendelegasian bupati/walikota, dan sebagainya. Itu semuanya sudah ada. Termasuk apa yang dimaksud dengan usaha
mikro dan kecil,” tandasnya. Pertemuan yang dihadiri oleh Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Ditjen Bina Pembangunan Daerah, dan perwakilan dari Kementerian Koperasi dan UKM, BRI, dan Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Aspindo) itu dilakukan untuk mengungkap mana yang belum jelas, dan mencari solusi untuk memperjelasnya. Dan yang paling penting dari pertemuan tersebut adalah tindak lanjut dari telah dilakukannya MoU tiga menteri, yaitu menyosialisasikan Permendagri Nomor 83 Tahun 2014 sebagai petunjuk teknis dari pelaksanaan kemudahan perizinan usaha yang digagas oleh tiga kementerian itu. Untuk tindak lanjut dari Perpres, Permendagri, dan MoU itu, Drs. Sugiyono, M.Si menyampaikan, Kemendagri nanti melakukan upaya untuk memperjelas izin usaha mikro dan kecil dan Kementerian Koperasi dan UKM menangani masalah pendampingan. “Sedangkan Kementerian Perdagangan untuk yang terkait dengan bagaimana peluang pasar. Sementara BRI, terkait bagaimana akses permodalannya. Dari Asipindo, tentu yang terkait dengan Penjaminan,” tambahnya. Sementara itu, Asisten Deputi
Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM RI, Halomoan Tambak menerangkan bahwa dalam proses pelaksanaannya di daerah, bupati atau walikota harus menerbitkan wewenang dalam hal penerbitan (izin) UKM ini kepada camat atau lurah. “Bupati atau walikota menyerahkan peraturan bupati atau peraturan walikota kepada camat, lalu camat menyerahkan naskah izin UKM yang satu lembar kepada pelaku usaha. Kemudian, instansi pemerintah di daerah menyiapkan (surat izin) yang diberikan kepada pelaku usaha. Terakhir, pelaku usaha datang ke BRI dan BRI akan mengeluarkan kartu izin usaha kecil itu, yang semacam kartu kredit,” terangnya. “Itu salah satu syarat utamanya. Di situ kita menggandeng BRI dan ASIPINDO,” tambahnya. “Dari sisi kerjasama, pekerjaan kita menjadi sempurna, dengan BRI dan Asipindo, yang diwakili oleh Jamkindo. Kemudian, dari sisi peraturan, dengan telah ditandatangani Juknis (Permendagri Nomor 83 Tahun 2014) oleh Mendagri, MoU, dan Surat Edaran, maka sempurnalah pekerjaan kita,” pungkasnya.[ds] n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
23
Kabar Bangda Kabar Bangda
Membuka Tempat Wisata Harus Sesuai Peraturan
M
“Menurut saya, izin ini boleh diteruskan, tapi dengan catatan aturan-aturan ini harus diperhatikan,” terangnya.
embuka tempat wisata harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal itu disampaikan Edi Sugiharto, SH, M.Si, Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dalam Rapat Klarifikasi Penyelesaian Proyek Kawasan Pariwisata Tanjung Ringgit Kabupaten Lombok Timur, pada 19 Maret 2015, di Ruang Rapat Kantor Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Edi Sugiharto, SH, M.Si juga mengapresiasi rencana dibukanya
24
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
kawasan Wisata Tanjung Ringgit di Kabupaten Lombok Timur. “Kemendagri dan kita semua, terus terang, dengan adanya keinginan untuk membuka tempat wisata ini, kami sangat mengapresiasi. Tapi apakah ini sudah sesuai dengan aturan (yang berlaku)?” ujarnya. “Karena setelah kami menerima surat dari BKPM, Kemendagri menelusuri bagaimana kebijakan dari bupati itu sendiri, bagaimana provinsi itu sendiri, khususnya sampai sejauh mana (wewenang) di SK Kehutanan yang akan digunakan,” tambahnya lagi mewanti-wanti. Ia juga menjelaskan, dalam urusan
pemerintahan daerah, penggunaan dan pemanfaatan ruang yang terkait apa pun, harus berpegang kepada Rencana Tata Ruang (RTR) dari daerah itu sendiri. “Lalu, RTR daerah juga harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Nasional yang sudah ditentukan. Karena tata ruang daerah tentu akan mengacu pada tata ruang provinsi dan seterusnya,” jelasnya. Dirinya beralasan, karena ada kawasankawasan strategis yang akan menjadi program atau kegiatan dari tingkatan pemerintahan itu sendiri,” tambahnya. Agenda rapat konsultasi itu adalah untuk menindaklanjuti surat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang telah disampaikan kepada Kemendagri terkait izin yang diberikan kepada PT. Eco Solutions Lombok. Karena itu, menurutnya, jika BKPM sudah mengeluarkan surat tersebut, itu artinya BKPM sudah melihat tata ruangnya. Terkait hal itu, Edi Sugiharto, SH, M.Si menjelaskan bahwa tata ruang terdiri dari pola dan struktur dan pola yang terkait dengan rencana pembukaan kawasan Tingkit tersebut terkait dengan masalah kehutanan. “Dalam konteks ini Kawasan Wisata Tanjung Ringgit Lombok Timur ini letaknya di hutan lindung. Ini terkait dengan masalah pola,” katanya. “(Kawasan wisata Tanjung Ringgit ini) cenderung ke sana (masalah hutan lindung). Ini kalau bicara bagaimana membuka suatu (tempat) wisata,” terangnya lagi. Kawasan wisata merupakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi urusan pilihan. Itu sebabnya, jika tidak ada potensi (wisata di suatu tempat) pemerintah daerah tidak diperkenankan untuk memilih (tempat sebagai) wisata. Hal itu terkait dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 yang sudah diberlakukan. Dalam UU tentang Pemerintahan
Daerah yang baru itu, diterapkan sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak menaati peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, memerhatikan peraturan dalam rencana pembangunan kawasan wisata Tanjung Ringgit menjadi satu keharusan. Dalam kesempatan itu, Edi Sugiharto, SH, M.Si menyampaikan, jika masalah peraturan belum selesai, sebaiknya rencana pengembangan kawasan wisata itu ditunda dulu sampai semuanya dipenuhi. “Kalau wisata ini dikembangkan, itu ada baiknya, karena akan meningkatkan anggaran pendapatan daerah. Tapi kalau diteruskan dengan tidak berdasar kepada aturan, (malah) akan menjadi malapetaka bagi kepala daerah dan aparaturnya, khususnya yang menangani kepariwisataan,” pungkasnya. Berbeda dengan Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Ir. Bambang Soepijanto, MM, Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan berpendapat, izin rencana pengembangan Kawasan Wisata Tanjung Ringgit boleh diteruskan dan tidak harus ditunda. “Menurut saya, izin ini boleh diteruskan, tapi dengan catatan aturan-aturan ini harus diperhatikan,” terangnya. “Menurut peraturan, ini dimungkinkan untuk diteruskan. (Karena) perusahaan swasta yang memegang izin bisa melakukan konsorsium dalam konteks sahamnya,” katanya dalam diskusi forum klarifikasi itu. Ia juga menerangkan bahwa untuk pengembangan wisata Tanjung Ringgit diperkenankan di blok pemanfaatan (dalam hal ini luasannya 1.486 ha). “Di dalam aturannya ada dua hal, ruang publik dan ruang usaha. Kalau ruang publik, yaitu sarana infrastruktur berupa jalan itu diperkenankan, tapi jalan yang dibangun adalah jalan wisata,” imbuhnya.[ds]n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
25
Resensi
Revolusi Dari Desa
ndang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara genealogis dan teritorial. Dalam kaitan itu, negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Namun apa daya dari tahun ke tahun, keberadaan desa seakan tersisihkan. Seringkali kemajuan dan perkembangan perkotaan dijadikan tolak ukur keberhasilan oleh kebanyakan pemerintah. Padahal tanpa disadari desa juga mempunyai andil dalam kemajuan bangsa ini. Tapi bagaimana lagi fakta mengatakan demikian, keberadaan desa seakan hanya sebagai pelengkap saja. Bahkan desa seringkali di identikkan dengan ketidak modernan, terpinggirkan dan keterbelakangan, serta masih menganut budaya yang di anggap sudah kuno alias ketinggalan zaman. Kemajuan dan perkembangan di desa berjalan di tempat dari waktu ke waktu. Hal ini pula yang menyebabkan kesenjangan sosial semakin jelas terlihat, yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin tetap miskin. Sebuah kenyataan yang harus segera pula
26
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
dicarikan solusi untuk mengatasinya. Permasalahan-permasalahan di desa pun tidak kalah kompleks dengan masalah di daerah perkotaan. Pemerintah lebih banyak memperhatikan masalah yang di hadapi di perkotaan dan seakan mengesampingkan permasalahan di desa. Bahkan sampai orang desa pun tahu semua permasalahan yang dialami di perkotaan. Sedangkan orang kota belum tentu tahu masalah yang di alami oleh orang desa. Melihat persoalan di desa, DR. Yansen TP, M.Si pun tertantang untuk mengatasi permasalahan yang sudah berpuluhpuluh tahun mengakar, terutama di Kabupaten Malinau yang beliau pimpin. Sebuah gagasan hasil pemikiran dan pengalaman yang kini di wujudkan dalam bentuk buku dengan judul “Revolusi dari Desa”. Revolusi bila di artikan ke dalam bahasa indonesia memiliki makna perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut pokok-pokok kehidupan masyarakat. Melalui buku “Revolusi dari Desa” ini, DR. Yansen TP, M.Si ingin mengingatkan pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat bahwa selama ini ada yang salah dengan konsep pembangunan kita, terutama dalam hal pembangunan di desa-desa. Lewat buku ini, DR. Yansen TP, M.Si menunjukkan pengalaman nyata bukan sekadar toeri belaka lewat langkahlangkah yang di sebut “revolusioner” dalam dunia pembangunan. Sebuah konsep yang berbeda dari sebelumnya, yang mana dilandasi dengan semangat juang untuk menyatukan daya dan energi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Revolusi dari desa merupakan sebuah
gerakan yang dimulai dari bawah, yang juga bisa diartikan sebagai gerakan dari rakyat untuk kesejahteraan rakyat. Melalui gerakan revolusi ini, DR. Yansen TP, M.Si mengajak kita untuk memikirkan kembali konsep pembangunan desa yang selama ini lebih banyak mengalami kegagalan dibandingkan keberhasilannya. Lewat buku ini pula, DR. Yansen TP, M.Si mengajak kita untuk mengubah paradigma berpikir yang selama ini hanya terpaku pada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat. Padahal belum tentu kebijakan yang dibuat sesuai dengan karakteristik, potensi, dan permasalahan yang dihadapi masingmasing daerah. Tanpa disadari, DR. Yansen TP, M.Si seakan memberikan peringatan bahwa tidak selamanya pemerintah pusat mengerti semua kebutuhan masyarakat pedesaan. Karena sesungguhnya hanyalah desa itu sendiri yang mengerti apa yang mereka butuhkan. Hal lain yang ingin disampaikan adalah agar masyarakat memiliki inisiatif, kreatifitas dan inovasi dalam membangun desa dan mengubah wajah desa masing-masing. Untuk itu, bimbingan, arahan dan dukungan diberikan oleh pemerintah daerah demi tercapai gerakan yang digagas oleh bupati Malinau. Ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat desa memiliki kreatifitas, inisiatif dan inovasi, sehingga menghasilkan pemerintahan desa yang mandiri. Meskipun demikian, DR. Yansen TP, M.Si tetap membutuhkan dukungan peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mensukseskan program yang telah beliau gagas. Dalam hal ini arahan dan masukan dari keduanya sangat bermakna, sehingga tujuan dan
sasaran pembangunan tercapai. Buku “Revolusi dari Desa” bisa dijadikan referensi oleh daerah lain di seluruh Indonesia, baik mulai tingkat provinsi, kabupaten, kota madya, kecamatan, maupun pedesaan untuk dijadikan panduan dalam mengelola daerah masing-masing, sehingga kesejahteraan masyarakat yang di idamidamkan dapat terwujud. Utamanya untuk daerah yang banyak memiliki permasalahan pembangunan. Jakarta,23 Juni 2015.n Catatan : *Di sadur dari akun Kompasiana Saya dan di daur ulang kembali sekaligus memperbaiki beberapa kesalahan dalam penulisan, khususnya dalam penggunaan kata*
Revolusi dari Desa (Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya Kepada Rakyat) Penulis : DR.Yansen TP., M.Si. Editor : Dodi Mawardi Penerbit : PT Elex Media Komputindo Tahun Terbit : Cetakan Pertama, 2014 Tebal Buku : xxviii + 180 halaman dan Lampiran 14 halaman ISBN : 978-602-02-5099-1 Harga : Rp. 57.500,-
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
27
Festival Budaya mensyukuri nikmat TUHAN YME di Desa Lekaq Kidau estival seni Tradisi Kutai Kertanegara adalah sebuah festival yang diikuti oleh desa-desa budaya yang ada di kabupaten Kutai Kartanegara. Tempat pelaksanaan festival bergiliran antar desa budaya. Pertunjukkan seni tradisi yang ditampilkan beragam mulai dari tarian, musik maupun upacara adat masyarakat dayak. Desa Budaya Lekaq Kidau adalah salah satu obyek wisata yang menyajikan berbagai
28
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
keunikan, mulai dari kehidupan seharihari hingga adat istiadat masyarakat Dayak Kenyah. Untuk mencapai Desa Lekaq Kidau menggunakan transportasi darat dari kecamatan Tenggarong menuju ibukota Kecamatan Sebulu, jarak yang ditempuh sekitar 22 km dengan waktu tempuh selama 1 (satu) jam. Serunya, karena aksesibilitas untuk mencapai lokasi tersebut masih sangat terbatas, perjalanan ke Desa Lekaq Kidau dapat ditempuh melalui sungai dari Desa Selerong menggunakan perahu ketinting, alat transportasi sungai yang khas. Perjalanan menjelajahi Sungai Mahakam ini ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit. Di desa ini dapat disaksikan langsung aktivitas keseharian mereka bercocok tanam
dengan menggunakan peralatan sederhana, kaum perempuan menguntai manik-manik menjadi aksesoris cantik seperti; gelang, kalung, tas punggung, ikat kepala, tameng, dan hiasan kepala. Kita juga bisa mempelajari kehidupan masyarakat suku Dayak Kenyah yang sangat khas, rumah-rumah laminnya, juga tari-tarian tradisional. Bahkan, jika sedang ada pertunjukan seni di sana, kita diajak untuk ikut menari bersama mereka. Lekaq Kidau adalah salah satu desa di wilayah kecamatan Sebulu, kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Desa ini juga merupakan desa budaya yang ditetapkan oleh pemerintah
Kabupaten Kukar. Bagi para petani dan masyarakat masa panen (Budaya Pesta Panen Mecaq Undat) adalah masa yang sangat ditunggu, karena waktunya merasakan hasil kerja yang selama ini dilakukan untuk bertani, pesta ini merupakan ungkapan rasa syukur kita kepada Tuhan sang pencipta. Pendapatan asli daerah dapat dicapai melalui sektor pariwisata, pertanian dalam arti luas dan industri yang seluas–luasnya. Sesuai Visi yaitu masyarakat sejahtera dan berkeadilan. Pembangunan pertanian dalam arti luas dalam Misi yaitu peningkatan pendapatan asli daerah adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pertanian. Mecaq Undat adalah upacara adat yang
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
29
Jelajah digelar oleh Suku Dayak Kenyah untuk menyambut musim panen padi. Secara harfiah, Mecaq Undat adalah bahasa Dayak Kenyah yang berarti menumbuk beras sehingga menjadi tepung. Secara umum, Mecaq Undat bisa diartikan pesta panen. Dimulai dengan Ngamen Bai’ melalui seorang Tetua adat Mengamen Bai’, dengan segala niat, rencana, maksud dan keinginan ataupun permohonan disampaikan kepada para Dewa seperti Bungan Malan Peselung Buan (sang pencipta). Melalui ngamen Bai’ untuk pembukaan lahan / ladang. Selanjutnya persembahan tari Datun Julut, yang dibawakan oleh penari dewasa di susul muda-mudi dengan iringan musik tradisional. Tarian ini menggambarkan sifat kebersamaan masyarakat Dayak Kenyah. Kemudian acara dilanjutkan dengan pemukulan gong sebagai tanda acara Mecaq Undat dimulai. Selanjutnya dilakukan acara mecaq undat para wanita dayak dengan bebusana adat bebaris menumbuk beras dengan menggunakan lesung panjang dengan menggunakan alu masing-masing. Setelah itu beras yang sudah ditumbuk lalu diayak menggunakan anyaman bambu yang dalam bahasa dayak disebut dengan Ko, dan beras yang sudah menjadi tepung dimasukan di sebilah bambu yang berdiameter sekitar 50 cm dan dimasak dengan cara dibakar. Setelah matang, makanan dari tepung beras yang disebut undat Ao dibagikan dan dimakan besama-sama. Muncul rasa kebersamaan dan juga rasa kekeluargaan tidak ada pembatas antara warga desa Lekaq kidau semua hanyut dalam suka cita dengan rasa bangga akan khasanah budaya bangsa. Acara di lanjutkan dengan “ Tari Perang “ yang langsung di peragakan oleh kepala Suku Dayak kenyah “Kuweng Bayaq “ Kharisma kepala Suku seakan membawa peserta yg hadir pada malam itu terbawa suasana mistis tapi itu yang di rasakan
30
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
ketika memperhatikan kelembutan, kekuatan gerak dari kepala suku dengan sebilah Mandau yang sangat tajam, alunan musik Khas dayak yang di maenkan menambah merinding. Setelah kepala suku selesai dengan tari perang, dilanjutkan dengan kemunculan wanita dayak kenyah dengan dua orang laki - laki muncul dari sisi tarian ini menceritakan bahwa untuk mendapatkan gadis cantik harus melalui proses ada kekuatan, keahlian dalam berperang sebagai simbol kegagahan, jiwa kesatria. Rangkain acara satu - demi satu terus berlanjut tepuk tangan dan rasa bangga terus bergemuruh semakin semangat suasana,melihat hal ini saya pribadi dan teman - teman panitia juga hanyut dalam suasana itu ,setelah tari Perang Usai di lanjut Dengan “Tari Hudoq Kita “ Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq Kita dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok Tari Hudoq Kita ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita, yakni yang terbuat dari kayu dan bisa yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.Dengan di akhiri seluruh kegiatan pesta panen, masyarakat lekaq kidau menari bersama. Hal Ini sangat bermakna bahwa semua menjadi satu dalam ikatan kekeluargaan tanpa harus membeda - membedakan dari mana berasal, suku, agama, ras maupun golongan. Semoga apa yang terkandung di dalam tarian mampu menginspirasi kita untuk terus menjalin rasa Cinta terhadap sesama Anak Negeri, jadikan Kearifan lokal sebagai jati Diri bangsa.n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
31
Inspirasi
MANFAAT DAN EFEK SAMPING DARI KELAPA MUDA (HIJAU)
T
ahukah anda jika air Kelapa Muda Baik untuk dikonsumsi, jika selama ini anda berpikir kalau air kelapa muda hanya dapat menghilangkan dahaga di saat anda kehausan. Berikut ini ada sedikit ulasan dari manfaat air kelapa muda yang memiliki banyak khasiat bagi kesehatan tubuh kita. Air buah nyiur ini ternyata punya khasiat dan nilai gizi yang luar biasa. Bukan hanya unsur makro berupa nitrogen dan karbon, tetapi juga unsur mikro yang sangat dibutuhkan tubuh ada di air kelapa. Unsur nitrogen di dalamnya berupa protein yang tersusun dari asam amino, seperti alanin, sistin, arginin, alin, dan serin.Susu sapi, asam amino yang terkandung dalam air kelapa ternyata lebih tinggi. Sementara unsur karbon dapat dijumpai dalam bentuk karbohidrat sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, sorbitol, inositol, dan lainnya. Begitu pula dengan unsur mikro dalam air kelapa berupa mineral yang dibutuhkan sebagai penganti ion tubuh. Layak memang, bila Ssetelah minum kelapa muda tubuh kita terasa kembali segar.
32
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
Jika diteliti lebih jauh, air kelapa ternyata juga mengandung beragam vitamin. Di antaranya vitamin C yang dominan, asam nikotinat, asam folat, asam pantotenat, biotin, serta riboflavin. Tak heran jika air kelapa juga dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan tradisional sekaligus kecantikan. Di samping itu, secara khusus, air kelapa kaya akan potasium (kalium). Selain mineral, air kelapa juga mengandung gula (bervariasi antara 1,7 sampai 2,6 persen) dan protein (0,07- 0,55 persen). Karena komposisi gizi yang demikian ini, maka air kelapa berpotensi dijadikan bahan baku produk pangan. Buah kelapa adalah buah yang tidak lagi asing di telinga kita karena hampir setiap hari kita mungkin berhubungan dengan hasil dari tanaman kelapa secara langsung maupun tidak langsung, kelapa merupakan salah satu tanaman yang mudah ditemui di Indonesia dan secara keseluruhan dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan. Zat antioksidan yang terdapat pada air kelapa dapat bermanfaat sebagai anti-aging. Seseorang yang mengkonsumsi air kelapa secara rutin akan memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik dan akan terhindar dari
serangan penyakit ringan. Apa saja manfaat air kelapa? a. Air kelapa berkhasiat sebagai diuretik, yaitu untuk memperlancar pengeluaran air seni. Air kelapa muda dicampur dengan sedikit sari jeruk sitrun bermanfaat untuk mengatasi dehidrasi, juga untuk memerangi gangguan cacing dalam perut anak-anak kecil. b. Jika air kelapa muda yang dicampur dengan susu amat baik untuk makanan anak. Campuran air kelapa muda tersebut mempunyai khasiat untuk mencegah penggumpalan susu dalam perut, muntah, sembelit, dan sakit pencernaan. c. Air kelapa juga mempunyai bermacam-macam khasiat sebagai obat. Di antaranya, minum air kelapa muda juga dapat membantu mengatasi pengaruh racun obat sulfa dan antibiotika lain, sehingga menjadikan obat-obat itu lebih cepat diserap darah. d. Mencuci muka dengan air kelapa secara kontinu tiap hari dapat menyembuhkan atau melenyapkan jerawat, noda-noda hitam, kerutan pada wajah yang datang lebih dini, kulit mengering, dan wajah menjadi tampak berseri. e. Campurlah air kelapa dengan sedikit madu. Ramuan ini merupakan tonikum yang murah tetapi berkhasiat. Ramuan ini merangsang pusat-pusat seksual tubuh dan meniadakan akibat buruk gairah seksual berlebih. f. Jerawat membandel dapat diobati dengan campuran 25 gram pasta kunyit dengan segelas air kelapa, lalu dibiarkan selama semalam suntuk, kemudian tambahkan 3 sendok teh bubuk cendana merah. Aduk-aduklah semua bahan tersebut sampai rata, kemudian disimpan lagi tanpa terganggu selama 3 hari. Saringlah ramuan
tadi dengan tiga lapis kain kasa. Simpan sari tadi dalam botol, dan oleskan pada muka dua kali sehari hingga jerawat lenyap. g. Air kelapa juga berkhasiat sebagai obat luka, telapak kaki pecah-pecah, dan eksim. Membuat ramuannya relatif mudah. Rendamlah segenggam beras dalam air kelapa muda bersama tempurungnya sampai beras terasa asam karena peragian, kemudian beras digiling menjadi bubuk halus. Tepung beras tersebut digunakan dengan dioleskan setiap hari selama 3-4 hari pada bagian tubuh yang sakit. h. Jika air kelapa muda dicampur dengan sejumput bubuk kunyit dan air kapur sirih dalam ukuran sama merupakan obat luka bakar dan meniadakan rasa panas pada telapak kaki dan tangan. Lantas, apakah air kelapa yang dikonsumsi
terlampau banyak memiliki efek samping yang tidak baik bagi tubuh kita? Apa sajakah efek samping air kelapa? Ini penjelasan medis dari Dokter Umum Klinik Keluarga Antasari Bandar Lampung, Dr. Yoshika Kurniasari. Efek Negatif Air Kelapa 1. Air kelapa yang mengandung mineral dan vitamin baik untuk dikonsumsi setelah kita melakukan aktifitas yang melelahkan
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
33
Infotek dan memeras keringat. Ternyata, minum air kelapa saja tidak cukup. Ketika mengeluarkan keringat, tubuh kita akan mengalami kekurangan sodium. Sedangkan kadar sodium dalam air kelapa tidaklah mencukupi untuk mengganti kekurangan sodium di tubuh kita. Konsumsi air mineral tetap disarankan. 2. Air kelapa merupakan minuman yang rendah lemak. Namun jangan menjadikan air kelapa sebagai obat penurun berat badan atau obat diet alami. Karena konsumsi air kelapa yang berlebihan kemungkinan dapat menyebabkan diare. Bagi orang yang mengalami sembelit, air kelapa memiliki manfaat yang besar karena membantu melancarkan pencernaan yang terganggu. 3. Walaupun asam amino yang terkandung dalam air kelapa lebih tinggi daripada kandungan asam amino dalam susu sapi, tidak berarti kita berhenti minum susu dan menggantinya dengan air kelapa. Karena susu mengandung vitamin dan mineral yang lebih lengkap daripada air kelapa. Jadi ketika Anda mengganti susu dengan air kelapa, Anda akan mengalami kekurangan nutrisi dan dapat mengganggu kinerja organ tubuh. 4. Air kelapa memang memiliki kandungan sejumlah zat
34
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
mineral yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Namun mengkonsumsi air kelapa tidak menjamin kuatnya sistem imun kita melawan serangan penyakit yang disebabkan bakteri dan virus. Padahal sistem kekebalan tubuh manusia sangat kompleks dan membutuhkan nutrisi yang cukup untuk membangun sistem imun yang kuat. 5. Jangan meminum air kelapa saat Anda berada dalam perjalanan ke suatu tempat. Salah satu efek samping air kelapa adalah dapat menimbulkan kejang otot dan rasa lelah akibat kadar kalsium dalam kandungan air kelapa. 6. Air kelapa memang bermanfaat bagi penderita penyakit batu ginjal, namun berbahaya bagi orang yang fungsi ginjalnya telah mengalami penurunan. Maka harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada penderita batu ginjal tersebut. Karena kalium dan zat elektrolit lainnya dalam air kelapa dapat menyebabkan hiperkalemi. Efek samping air kelapa pada penderita fungsi ginjal yang turun adalah dapat membahayakan jantung.n
Mesin Polimerisasi, Bulu ayam menjadi bioplastik oleh Universitas Brawijaya Pada bulu ayam tersusun atas keratin yang mengandung gugusgugus asam amino aktif yang bisa dipolimerisasi sehingga membentuk bioplastik.
B
ioplastik adalah plastik atau polimer yang secara alamiah dapat dengan mudah terdegradasi baik melalui serangan mikroorganisme maupun oleh cuaca (kelembaban dan radiasi sinar matahari). Bioplastik terbuat dari sumber biomassa seperti minyak nabati, amilum jagung, klobot jagung, amilum ercis, atau mikrobiota. Plastik pada umumnya berasal dari minyak bumi. Plastik ini lebih mengandalkan bahan bakar fosil yang langka dan menghasilkan efek gas rumah kaca. Beberapa, bioplastik dirancang untuk mudah terurai. Bioplastik yang dirancang untuk terurai dapat memecah baik dalam lingkungan anaerobik atau aerobik, tergantung pada bagaimana mereka diproduksi. Ada berbagai bioplastik yang dibuat, mereka dapat terdiri dari pati, selulosa, atau biopolimer lainnya. Beberapa aplikasi umum bioplastik adalah kemasan bahan, peralatan makan, kemasan makanan, dan isolasi. Jenis-Jenis Bioplastik : Bioplastik berbahan pati : Bioplastik berbahan pati merupakan sekitar 50 persen dari pasar bioplastik, termoplastik pati, saat ini merupakan bioplastik yang paling banyak digunakan. Pati murni memiliki karakteristik mampu menyerap kelembaban, dan dengan demikian digunakan untuk
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
35
produksi kapsul obat di sektor farmasi. Flexibiliser dan peliat seperti sorbitol dan gliserin ditambahkan sehingga pati juga dapat diproses thermoplastis. Dengan memvariasikan jumlah zat aditif, karakteristik material dapat disesuaikan dengan kebutuhan khusus (juga disebut “thermo-pati dari plastik”). Plastik pati sederhana dapat dibuat di rumah. Bioplastik berbahan selulosa : Pembungkus makanan terbuat dari bioplastik berbahan selulosa Bioplastik berbahan selulosa terutama ester selulosa, (termasuk selulosa asetat dan nitroselulosa) dan turunannya, termasuk seluloid. Beberapa Poliester Alifatik : Biopoliester alifatik terutama polihidroksialkanoat (Odha) seperti poli-3hidroksibutirat (PHB), polihidroksivalerat (PHV) dan polihidroksiheksanoat (PHH) Bioplastik biasa digunakan untuk barang sekali pakai, seperti kemasan makanan dan katering (pecah-belah, sendok garpu, panci, mangkuk, sedotan). Mereka juga sering digunakan untuk tas, nampan, wadah untuk buah, sayuran, telur dan daging, botol untuk minuman ringan dan produk susu dan foil pembungkus untuk buah dan sayuran. Lima mahasiswa Universitas Brawijaya Malang berhasil merancang sebuah mesin polimerisasi yang dinamakan Mikrowave Polimerisastion Tepung Bulu Ayam (Microbia). Mesin tersebut berfungsi mengubah tepung bulu ayam menjadi bioplastik dengan teknologi gelombang mikro. Kelima mahasiswa kreatif tersebut adalah Teti Miryanti (Fakultas Peternakan), Muji Astutik (Fakultas Peternakan), Fauzan Rahmat Shiddiq (FT-Teknik Mesin), Aditya Galih Fathurochman (FT-Teknik Elektro) dan Ray Selvy Firmansyah Putra (FT-Teknik Elektro). “Saya menyadari ada banyak sekali limbah
36
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
bulu ayam pada sektor peternakan. Saya pikir ini harus dimanfaatkan,” kata Ketua Tim Teti Miryanti. Setelah membaca beberapa jurnal penelitian, kata Teti, menjadi tahu kalau bulu ayam berpotensi menjadi bioplastik. Pada bulu ayam tersusun atas keratin yang mengandung gugus-gugus asam amino aktif yang bisa dipolimerisasi sehingga membentuk bioplastik. Muji Astutik memaparkan, bioplastik merupakan plastik ramah lingkungan yang dapat terdegradasi secara alami. Teknologi bahan ini perlu dikembangkan, mengingat banyak limbah plastik yang merusak alam karena sulit terdegradasi secara alami. Teknologi Microbia menggunakan teknologi gelombang mikro dan filamen pemanas. Keduanya berguna untuk menjalankan proses polimerisasi dan evaporasi tepung bulu ayam, sehingga mendapatkan hasil akhir berupa bioplastik. “Alat tersebut juga dilengkapi pompa vakum agar proses polimerisasi dapat berlangsung secara optimal. Semua proses tersebut dapat dikontrol melalui rangkaian elektrik yaitu panel operasi,” tambah Fauzan. Proses bekerja
alat tersebut diawali dari bulu ayam yang dihancurkan atau diblender hingga menjadi tepung. Tepung tersebut kemudian dicampur dengan air dan dipolimersasi dengan gelombang mikro. Selanjutnya, gugus aktif asam amino yang terkandung dalam keratin pada tepung bulu ayam akan mudah untuk reaktif atau menyatu membentuk polimer. Setelah itu larutan tepung bulu yang telah terpolimerisasi dikeringkan dan akan membentuk bioplastik. Bioplastik yang dihasilkan mempunyai kelebihan yaitu mudah terurai dibandingkan dengan plastik di pasaran sehingga tidak mencemari lingkungan. Bioplastik ini terbuat dari bulu ayam sehingga merupakan bahan hasil pemanfaatan limbah bulu ayam. Mesin Microbia ini diikutkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kategori Karsa Cipta yang telah mendapat pendanaan dari DIKTI sebesar Rp 11,1 Juta. Selain itu juga akan diseleksi untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2015. Ketiganya berharap Microbia bisa mengikuti Pimnas 2015 di Universitas Halu Oleo, Kota Kendari. Selain itu, mereka juga berharap Microbia dapat bermanfaat bagi perkembangan teknologi berbahan bioplastik. Semoga mengurangi permasalahan-permasalahan lingkungan khususnya limbah bulu ayam dan limbah plastik. Saat ini sedang dikembangkan bioplastik untuk aplikasi non-disposable termasuk selongsong ponsel, serat karpet, interior mobil, saluran bahan bakar, aplikasi pipa plastik, dan bioplastik elektroaktif sedang dikembangkan yang dapat digunakan untuk mengalirkan arus listrik.n
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
37
Cermin
Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita
A
da seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu Ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan. Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, “Beri kami sedekah, Bu!” Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, “Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami, tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!” Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, “Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!” Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.
38
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I
Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol Informasi saldo. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening. Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah. Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan: “Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih Tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk Tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk Tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga Tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!” Budiman tidak
menyangka Ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi Ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, “Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!” Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana. Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. “Ada apa Pak?” Istrinya bertanya. Dengan
suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: “Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!” Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya: “Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan Aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali Ia berdoa! Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal Aku sebelumnya melihat di ATM saat Aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, Aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan Aku lupa berucap hamdalah. Bu..., Aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah Aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun Aku tak berucap hamdalah.” Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu.n (kisah diambil dari http://myquran.org/forum/index.php/ topic,82145.0.html di posting oleh andy swan)
Tah u n vi | A P R I L 2 o1 5
Jendela
39
We never know the worth of water till the well is dry. (Thomas Fuller)
diterbitkan oleh
direktorat jenderal bina pembangunan daerah kementerian dalam negeri jl. taman makam pahlawan no. 20 kalibata. jakarta selatan
40
Jendela E d i s i A PRIL 2o1 5 | tahun v I