running menentukan bobot molekul dari pita protein enzim

Gambar 4 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease, dengan = duodenum, v= jejenum, x= ileum,x= kolon. Aktivitas enzim protease kasar maksimum...

54 downloads 527 Views 340KB Size
Uji In Vitro Aktivitas Keratinase Uji in vitro dilakukan dengan menggunakkan substrat bulu ayam yang dibuat tepung dan dilakukan pengenceran pada substrat tersebut untuk uji aktivitas dari enzim keratinase. Persiapan substrat tepung bulu ayam Bulu ayam dicuci bersih dan dijemur dengan menggunakan sinar matahari sampai kering. Setelah kering bulu ayam digiling sampai halus sehingga didapatkan tepung bulu ayam yang dapat digunakan sebagai substrat Uji aktivitas keratinase secara in vitro Uji ini dilakukan penganceran sustrat tepung bulu ayam dengan konsentrasi akhir 1%, 0,5%, 0,25%,0,125% yang ditambahkan 0,5 ml ekstrak kasar enzim dari lapisan mukosa usus biawak air kemudian diinkubasi selama 1 jam dan 3 jam yang kemudian dilihat menggunakan mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Protein Ekstrak Kasar Usus V. salvator Penentuan kadar protein berdasarkan metode Bradford (1976), dengan menggunakan BSA sebagai standar protein. Hasil analisis kadar protein untuk masingmasing bagian usus, yaitu duodenum, jejenum, ileum, kolon didapatkan kadar protein masing-masing sebesar 1,6956 mg/ml, 1,4615 mg/ml, 1,3946 mg/ml, dan 0,5585 mg/ml. Hasil ini menunjukkan adanya suatu protein di dalam ekstrak kasar lapisan mukosa usus biawak air. Kandungan protein yang tertinggi pada bagian duodenum. Ciri Enzim Protease Pencirian enzim protease diuji secara kuantitatif dengan metode Bergmeyer (1983) yang meliputi pengaruh suhu, pengaruh pH, pengaruh ion logam serta SDS-PAGE untuk

menentukan bobot molekul dari pita protein enzim. Analisis aktivitas enzim protease Penentuan aktivitas enzim protease maksimum dilakukan pada suhu optimum dan waktu optimum. Pengaruh waktu inkubasi pada suhu 55 °C dapat dilihat pada Gambar 2. 5,00 Aktivitas protease (U/ml)

Kondisi running, pewarnaan, dan pelunturan warna Gel dijalankan (running) pada tegangan 150 V selama 1 jam dalam bufer elektroforesis. Pada SDS-PAGE, setelah elektroforesis, gel langsung diwarnai dengan larutan pewarna (coomassie brilliant blue R250) selama 15 menit. Pelunturan warna pada gel dilakukan dengan larutan peluntur (metanol, asam asetat glasial, akuades) berulang kali hingga didapatkan pita protein biru dengan latar belakang gel tidak bewarna.

4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 5

10

15

20

waktu inkubasi (menit)

Gambar 2 Pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas protease pada suhu optimum dengan = duodenum, = jejenum, = ileum, x = kolon.

Aktivitas enzim protease tertinggi pada waktu inkubasi 5 menit dengan suhu 55 ºC (Gambar 2). Aktivitas enzim protease maksimum didapatkan untuk sampel duodenum, jejenum, ileum, dan kolon masingmasing sebesar 4, 3482 U/ml, 3,9247 U/ml, 3,9176 U/ml, dan 3,0353U/ml. Sedangkan aktivitas enzim spesifik duodenum, jejenum, ileum, dan kolon adalah 2,5643 U/mg, 2,68532 U/mg, 2,6090 U/mg, dan 5,4344 U/mg. Semakin bertambahnya waktu inkubasi terlihat bahwa aktivitas dari enzim menurun hingga pada waktu inkubasi 20 menit aktivitas enzim mendekati nol atau hampir tidak adanya aktivitas dari enzim tersebut. Menurut Rahayu et al. (1989) prinsip kerja metode ini, yaitu substrat kasein akan terhidrolisis oleh protease dengan menggunakan bantuan air menjadi peptida dan asam amino. Laju pembentukan peptida dan asam amino tersebut dapat dijadikan tolok ukur aktivitas katalisis protease. Asam amino yang terbentuk harus dipisahkan dari substrat yang tidak terhidrolisis. Umumnya pemisahan ini dilakukan dengan penambahan TCA (trichloro acetic acid) menyebabkan produk yang mengandung peptida dan asam amino akan larut, sedangkan protein yang tidak terhidrolisis akan mengendap. Penambahan TCA ini sekaligus akan menginaktifkan enzim

Pengaruh suhu terhadap enzim Umumnya setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas enzim akan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu hingga suhu optimum tercapai. Setelah itu kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan aktivitas enzim menurun. Pengaruh suhu terthadap enzim protease ekstrak kasar lapisan atas (mukosa) usus biawak air dapat dilihat pada Gambar 3.

aktivitas protease (U/ml)

5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 45

55

65

suhu (C)

Gambar 3 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease, dengan = duodenum, = jejenum, = ileum, x = kolon.

Aktivitas enzim protease kasar dari lapisan mukosa usus biawak air yang tertinggi terdapat pada suhu 55 °C. Suhu optimum enzim dari bakteri Microbacterium sp adalah 50 °C(Thys & Brandelli 2006), 55 °C dari bakteri Chryseobacterium sp. (Riffel et al. 2003) dan 60 °C dari bakteri Bacillus licheniformis (Suntornsuk et al. 2004). Untuk kebanyakan enzim, suhu optimum adalah suhu sel atau di atas sel tempat enzimenzim berada. Kenaikan kecepatan aktivitas enzim di bawah suhu optimum disebabkan oleh kenaikan energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi. Akan tetapi bila suhu tetap dinaikkan terus, energi kinetik molekulmolekul enzim menjadi demikian besar sehingga melampaui penghalang energi untuk memecahkan ikatan-ikatan sekunder yang

mempertahankan enzim dalam keadaan aslinya atau keadaan katalitik enzim aktif. Akibatnya struktur sekunder dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologi (Harper 1979). Suhu mempengaruhi laju reaksi katalisis enzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu akan meningkatkan energi molekul substrat dan pada akhirnya meningkatkan laju reaksi enzim. Peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap perubahan konformasi substrat sehingga sisi reaktif substrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim dan menyebabkan turunnya aktivitas enzim. Kedua, peningkatan energi termal molekul yang membentuk struktur protein enzim itu sendiri akan menyebabkan rusaknya interaksiinteraksi non kovalen (ikatan hidrogen, interaksi van der Waals, interaksi hidrofobik, dan interaksi elektrostatik) yang menjaga struktur 3 dimensi enzim secara bersama-sama sehingga enzim mengalami denaturasi. Denaturasi menyebabkan struktur lipatan enzim membuka pada bagian permukaannya sehingga sisi aktif enzim berubah dan terjadi penurunan aktivitas enzim (Hames & Hooper 2000). Pengaruh pH terhadap enzim Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi. Sebab itulah, pada setiap percobaan dengan enzim diperlukan bufer untuk mengontrol pH reaksi. Pengaruh enzim protease terhadap pH dapat dilihat pada Gambar 4.

1,200 aktivitas protease (U/ml)

protease. Asam-asam amino tirosin dan triptofan yang larut dalam TCA akan bereaksi dengan reagen folin menghasilkan warna biru. Penambahan Na2CO3 bertujuan untuk mendapatkan pH sekitar 11,5 yang merupakan pH optimum untuk intensitas dan stabilitas warna (Novo 1981). Warna yang terbentuk diukur absorbansinya pada daerah sinar tampak 578 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan konsentrasi protein yang terhidrolisis.

1,000 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

pH

Gambar 4

Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease, dengan = duodenum, = jejenum, = ileum, x = kolon.

Aktivitas enzim protease kasar maksimum (pH optimum) pada ekstrak lapisan mukosa usus biawak air terdapat pada pH 9,0 (50 mM bufer fosfat) dengan nilai untuk duodenum, jejenum, ileum, dan kolon masing-masing

Enzim keratinase memiliki pH optimum dari bakteri Microbacterium sp adalah 7,5 (Thys & Brandelli 2006), 8,0 dari bakteri Streptomyces. (Tapia &Contiero 2008) dan 8,5 dari bakteri Bacillus licheniformis (Suntornsuk et al. 2004). Pengaruh ion logam terhadap enzim Beberapa enzim membutuhkan ion logam sebagai kofaktor untuk mendukung efisiensi katalitik enzim. Logam tersebut membantu reaksi katalitik dengan cara mengikat substrat pada sisi pemotongan. Selain berperan dalam pengikatan antara enzim dengan substrat, beberapa logam juga dapat mengikat enzim secara langsung untuk menstabilkan konformasi aktifnya atau menginduksi formasi sisi pengikatan atau sisi aktif suatu enzim. Pengaruh ion logam pada enzim keratinase dapat dilihat pada Gambar 5. 120 aktivitas relatif (%)

sebesar 1,120 U\ml, 1,048 U/ml, 1,021 U/ml, 0,980 U/ml. Pada pH yang sangat asam (dalam hal ini pH 3) aktivitasnya sangat kecil yang menunjukkan gugus fungsionil pada sisi aktif enzim terganggu dengan adanya ion H+ yang berlebihan, demikian juga pada pH 4–6. Pada pH 7–9, enzim relatif bekerja lebih maksimum hingga pada pH 9 enzim mencapai tingkat ionisasi yang diinginkan enzim sehingga aktivitas enzim mencapai maksimum. Sedangkan pada pH 10–12 aktivitas relatif enzim mengalami penurunan karena ion OH- yang berlebihan. Perubahan pH pada skala deviasi kecil menyebabkan turunnya aktivitas enzim sehubungan dengan perubahan ionisasi gugusgugus fungsionilnya karena pada hakekatnya enzim adalah protein yang tersusun atas asam amino yang dapat mengadakan ionisasi (mengikat) dan melepaskan proton atau ion hidrogen pada gugus amino, karboksil dan gugus fungsionil lainnya. Sebaliknya, pada skala deviasi pH yang besar, perubahan pH akan mengakibatkan enzim mengalami denaturasi sehubungan dengan adanya gangguan terhadap berbagai interaksi non kovalen yang menjaga kestabilan struktur 3 dimensi enzim. Gugus ionik berperan penting dalam menjaga konformasi sisi aktif enzim untuk mengikat dan mengubah substrat menjadi produk (Hames &Hooper 2000). Perubahan pH yang tidak begitu besar mempengaruhi keadaan ion enzim dan sering keadaan ion substrat juga. Bila aktivitas enzim diukur pada berbagai pH, aktivitas optimum umumnya didapatkan antara nilai pH 5,0 dan 9,0. Akan tetapi, beberapa enzim, misalnya pepsin aktif pada nilai pH diluar batas itu. Bentuk kurva aktivitas pH ditetapkan oleh faktor denaturasi enzim pada nilai pH yang sangat tinggi atau rendah dan pengaruh terhadap keadaan muatan listrik sustrat atau enzim. Untuk enzim, perubahan muatan dapat mempengaruhi aktivitas baik dengan perubahan struktur maupun dengan perubahan muatan pada residu asam amino yang berfungsi mengikat substrat atau katalis. Faktor lain yang penting adalah perubahan konformasi enzim bila pH diubah-ubah. Suatu gugus yang bermuatan jauh dari bagian dimana substrat terikat mungkin perlu untuk mempertahankan struktur tersier atau kuartener yang aktif. Bila muatan pada gugus ini diubah, molekul protein dapat terbuka atau menjadi lebih kompak (Harper 1979). Pada kondisi optimum, aktivitas maksimal protease lapisan mukosa usus biawak air dicapai pada pH 9 (50 mM bufer fosfat).

100 80 60 40 20 0 NaCl

CaCl2

MgCl2

KCl

Kontrol

ion logam

Gambar 5 Pengaruh ion logam terhadap aktivitas relatif enzim protease, dengan = duodenum, = jejenum, = ileum, = kolon. Pada Gambar 5 menunjukkan CaCl2 dan MgCl2 sama-sama menghambat dengan kuat aktivitas ekstrak kasar hingga aktivitas relatifnya kurang dari 15%. Sedangkan untuk NaCl dan KCl tidak menghambat aktivitas ekstrak kasar enzim. Pada NaCl sampel jejenum dan ileum menghambat lemah aktivitas ekstrak kasar enzim. Hal ini disebabkan Ca2+ dan Mg2+ merupakan ion divalen yang memiliki bilangan koordinasi yang lebih besar daripada ion logam monovalen, yaitu Na+ dan K+ sehingga mengubah konformasi dan sisi aktif enzim menjadi berubah. Menurut Thys dan Brandelli (2006) Zn2+ dan Mg2+ menghambat aktivitas enzim keratinase dari bakteri Microbacterium sp., sedangkan menurut Tapia dan Contiero (2008) CaCl2, ZnCl2, dan BaCl2 sedikit menghambat enzim keratinase dari bakteri Streptomyces.

Bobot molekul (SDS-PAGE) Penentuan bobot molekul dari masingmasing pita protein pada ekstrak kasar enzim protease dari lapisan mukosa usus biawak air dengan metode elektroforesis SDS-PAGE 12%. Pada Gambar 6 dapat dilihat hasil elektroforesis SDS-PAGE.

BM

D

66,54 57,61 -

J

LMW I -203 -118 -86

55 ºC selama 1 jam dan 3 jam. Pada jam pertama dan ketiga dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Hasil foto dengan mikroskop dapat dilihat pada Gambar 7.

K

KN

KP

1,00% 0,50% 0,25% 0,12%

-51,6 48,94 – 48,47 – 36,80 –

Gambar 7 -34,1 -29,0

24,28 – -19,2 12,80 -

Gambar 6 Analisis SDS-PAGE 12% ekstrak kasar enzim protease dari lapisan mukosa usus biawak air, dengan D=duodenum, J=jejenum, I=ileum, K=kolon, BM=bobot molekul, LMW=low molecular weight. Hasil analisis SDS-PAGE terhadap seluruh bagian usus diperoleh tujuh pita yang sama bobot molekulnya, yaitu 66,54 kDa, 57,61 kDa, 48,94 kDa, 48,47 kDa, 36,80 kDa, 24,28 kDa, dan 12,80 kDa. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis protein yang terdapat dalam masing-masing bagian usus adalah sama. Menurut Suntornsuk et al. (2004) bobot molekul enzim keratinase dari bakteri Bacillus licheniformis sebesar 35 kDa. Thys dan Brandelli (2006) melaporkan bahwa bobot molekul enzim keratinase dari bakteri Microbacterium sp. adalah sebesar 42 kDa, sedangkan menurut Bockle et al. (1995) bobot molekul enzim keratinase dari bakteri Streptomyces pactum sebesar 30 kDa. Bobot molekul enzim protease pada mukosa usus biawak air yang kemungkinan suatu keratinase adalah antara 24,28 kDa sampai dengan 48,94 kDa. Uji in vitro aktivitas keratinase Aktivitas dari enzim keratinase pada ekstrak kasar dari lapisan mukosa usus biawak air (Varanus salvator) diuji in-vitro menggunakan tepung bulu ayam sebagai substrat yang kemudian di inkubasi pada suhu

Uji in-vitro aktivitas keratinase dengan berbagai konsentrasi tepung bulu ayam sebagai substrat yaitu 1%; 0,50%; 0,25; 0,12% pada inkubasi 1 jam KN=kontrol negatif, KP=kontrol positif, pembesaran 40 .

Hasil pengamatan uji in vitro untuk aktivitas keratinase menunjukkan tidak adanya perubahan atau lisis dari tepung bulu ayam sebagai substrat dengan berbagai konsentrasi yang ditambahkan ekstrak kasar enzim lapisan mukosa usus biawak air. Demikian pula hasil pengamatan pada 3 jam tidak ada perubahan aktivitas. Hal ini menandakan tidak ditemukan adanya suatu aktivitas enzim keratinase.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pencirian ekstrak kasar enzim protease pada lapisan atas (mukosa) usus biawak air (Varanus salvator) mempunyai aktivitas optimum pada suhu 55 °C dan pH 9. Ion-ion yang menghambat aktivitasnya adalah ion Ca2+ dan Mg2+. Analisis SDS-PAGE ditemukan tujuh pita protein dengan bobot molekul yang berbedabeda, yaitu 66,54 kDa, 57,61 kDa, 48,94 kDa, 48,47 kDa, 36,80 kDa, 24,28 kDa, 12,80 kDa. Seluruh sampel mempunyai pita yang sama. Hasil uji in vitro menggunakan substrat tepung bulu ayam tidak menemukan adanya suatu aktivitas enzim keratinase pada bagian usus biawak air.