SELF- EFFICACY DAN SELF - UIN Sultan Syarif Kasim Riau

This study investigates the character education through the study of Sufism Morals to increase self-efficacy and self-regulation of students UIN Sulta...

30 downloads 439 Views 87KB Size
SELF- EFFICACY DAN SELF- REGULATION SEBAGAI UNSUR PENTING DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (Aplikasi Pembelajaran Mata Kuliah Akhlak Tasawuf)

Vivik Shofiah dan Raudatussalamah UIN Sultan Syarif Kasim Riau Email: [email protected] Abstract:

This study investigates the character education through the study of Sufism Morals to increase self-efficacy and self-regulation of students UIN Sultan Syarif Kasim Riau. The measurement of self-efficacy and self-regulation were using the Self-efficacy scale consist of 10 item and self-regulation scale consist of 25 item. The total number of resondent of this research were 800 student. The data was analyzed using multivariate analysis technique. The result show that the learning Morals Sufism can increase selfefficacy and self-regulation of student of UIN Suska Riau. Keywords: Character Education, Self-efficacy, Self-Regulation 

penanaman nilai-nilai karakter kepada

Pendahuluan Secara umum, pendidikan karakter sebagai

upaya

dirancang

untuk

yang

dengan

sadar

pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan

individu

tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai

pengetahuan,

tersebut, baik kepada Tuhan Yang Maha

kepribadiannya.

Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,

diartikan

maupun kebangsaan sehingga menjadi

membantu

mengembangkan keterampilan, Sedangkan

dan karakter,

warga sekolah yang meliputi komponen

oleh

Sudrajat (2010) sebagai nilai-nilai perilaku

manusia insan kamil”.

manusia yang berhubungan dengan Tuhan

Sekolah adalah lembaga sosial kedua

Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

setelah keluarga yang mempunyai peranan

manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang

penting dalam membentuk karakter dan

terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

watak anak (Ajisuksmo, 2010). Pada bab II

perkataan,

berdasarkan

pasal 3 UU RI no 20 tahun 2003 tentang

norma-norma agama, hukum, tata krama,

Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan

budaya, dan adat istiadat. Selanjutnya,

bahwa “pendidikan nasional berfungsi

Sudrajat

bahwa

mengembangkan

sistem

membentuk watak serta peradaban bangsa

dan

(2010)

‘pendidikan

perbuatan

menyatakan

karakter

adalah

kemampuan

dan

214 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

yang

bermartabat

mencerdaskan

dalam

kehidupan

rangka

mendatang

yang

penting.

Self-efficacy

bangsa,

adalah suatu keyakinan seseorang atas

bertujuan untuk berkembangnya potensi

kemampuannya untuk melaksanakan tugas

peserta didik agar menjadi manusia yang

khusus

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

komponen tugas (Bandura, 1997). Setiap

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

individu mempunyai self-efficacy yang

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

berbeda-beda pada situasi yang berbeda,

negara yang demokratis serta bertanggung

tergantung kepada: 1) kemampuan yang

jawab’. Dari apa yang termaktub dalam

dituntut oleh situasi yang berbeda itu; 2)

undang-undang tersebut dimaknai bahwa

kehadiran orang lain, khususnya saingan

proses

dilaksanakan

dalam situasi itu; 3) keadaan fisiologis dan

lembaga pendidikan tidak dapat diartikan

emosional meliputi kelelahan, kecemasan,

hanya

apatis, dan murung.

pendidikan

sebagai

pengetahuan

dan

yang

proses

pengalihan

keterampilan

dari

atau

bagian

dari

berbagai

Dalam pendidikan karakter, Lickona

pendidik ke peserta didik. Lebih daripada

(1992)

itu, pendidikan yang dilaksanakan harus

komponen karakter yang baik (component

dapat membentuk watak atau karakter yang

of good character), yaitu moral knowing

lebih baik dari peserta didik, dan dengan

atau pengetahuan tentang moral, moral

menjadi lebih baik berarti pula bahwa ia

feeling atau perasaan tentang moral, dan

akan menjadi lebih bermartabat.

moral action atau perbuatan moral. Hal ini

menekankan

pentingnya

tiga

Karakter bukan sekedar hasil dari

diperlukan agar peserta didik mampu

sebuah tindakan melainkan secara simultan

memahami, merasakan, dan mengerjakan

merupakan hasil dan proses (Santrock,

sekaligus nilai-nilai kebajikan. Santrock

2008). Karakter erat kaitannya dengan

(2008) karakter bisa juga diajarkan teladan

personality (kepribadian) seseorang, di

moral, yaitu individu-individu yang telah

mana seseorang bisa disebut orang yang

menjalani kehidupan moral yang bisa

berkarakter (a person of character) jika

dijadikan teladan. Selain itu, individu

tingkah lakunya sesuai dengan kaidah

tersebut mencerminkan komitmen dan

moral. Sesuai dengan konsep Bandura

keunggulan moral.

(dalam

self-efficacy

Menurut teori perkembangan moral

merupakan variabel pribadi yang penting

Kohlberg, pada remaja awal, mereka

yang akan menjadi penentu tingkah laku

cenderung

215 

Alwisol,

2004),

menalar

pada

tingkat

Kutubkhanah : Jurnal Penelitian sosial keagamaan, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014 

konvensional. Pada level ini, moralitas

menerapkan, mengembangkan, dan/atau

terinternalisasi

menciptakan ilmu agama islam, teknologi,

sepenuhnya

dan

tidak

didasarkan pada standar-standar eksternal. Siswa

menalar

mengeksplorasi

pelajaran

seni, dan/atau ilmu lain yang terkait.

moral,

pilihan-pilihan,

serta

MPK adalah kelompok bahan kajian dan

pelajaran

untuk

mengembangkan

kemudian memutuskan moral yang terbaik

manusia Indonesia yang beriman dan

untuk dirinya (Berk, 2009). Kohlberg

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

berargumentasi bahwa penalaran moral

dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian

seorang anak bisa dipercaya melalui

mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa

berbagai diskusi dengan orang lain yang

tanggung

penalarannya

tahap

kebangsaan. MPK terdiri dari mata kuliah

berikutnya yang lebih tinggi. Teman

Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan,

sebaya mempunyai hubungan yang akan

Aqidah, Akhlak Tasawuf, Fiqh, Studi al-

meningkatkan penalaran moral seseorang

Qur’an, Studi Hadits, Sejarah Islam Asia

anak yang lebih maju karena anak-anak

Tenggara. Dalam penelitian ini, efektivitas

diberi kesempatan pengambilan peran

matakuliah MPK yang diuji adalah Akhlak

(Santrock, 2008).

Tasawuf.

sudah

berada

di

Penelitian ini mengambil sampel di

jawab

Melalui

kemasyarakatan

pembelajaran

dan

Akhlak

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Tasawuf

Kasim

karena

mampu memahami dan menghayati tentang

Universitas ini telah mewajibkan seluruh

akhlak terpuji dan tercela sehingga dapat

fakultas

untuk memberikan pendidikan

menimbulkan sikap hidup yang lebih baik.

karakter

kepada

melalui

Hal tersebut akan semakin meningkatkan

pemberian Mata kuliah Pengembangan

keyakinan dirinya bahwa dia mampu

Kepribadian (MPK) guna menyiapkan

melakukan

lulusannya selain pandai juga harus baik

mampu untuk mengontrol perilaku sendiri

dan sesuai dengan salah satu tujuan

(self-regulation). Secara teoretis, MPK

pendidikan

yaitu

salah satunya matakuliah akhlak tasawuf

menyiapkan peserta didik yang berakhlak

diperkirakan dapat mempengaruhi self-

mulia, menjadi anggota masyarakat yang

efficacy dan self-regulation mahasiswa.

memiliki kemampuan dan keunggulan

Dengan

akademik dan/atau profesional yang dapat

terdapat perbedaan self-efficacy dan self-

(UIN

Suska)

UIN

Riau

mahasiswa

Suska

Riau

maka

mahasiswa

sesuatu

demikian

diharapkan

(self-efficacy)

akan

dan

diperkirakan

216 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

regulation antara mahasiswa yang telah

Iriani Indri Hapsari dengan judul penelitian

mengikuti

mata kuliah Akhlak Tasawuf

“Pendidikan

dengan

mahasiswa

Berkebutuhan Khusus dengan pendekatan

yang

belum

mengikutinya.

karakter

pada

Anak

floortime”. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Tiarti dengan judul “Pembentukan

Kerangka Pikir, Asumsi, dan Hipotesis Penghayatan kehidupan

akan

menjadi

nilai-nilai

siswa“. Penelitian yang dilakukan oleh

dari

Dina Fadhila dengan judul ”Hubungan

pembentukan kepribadian dan karakter

pendidikan karakter dengan sikap siswa

manusia. Padahal karakter mempunyai

terhadap kompetensi kepribadian guru“.

peranan

menentukan

Dari ketiga penelitian tentang pendidikan

martabat manusia. Oleh karena itu, sudah

karakter tersebut, yang menjadi subjek

selayaknya bahwa pendidikan karakter

penelitiannya adalah anak dan remaja

merupakan

proses

(siswa) pada jenjang pendidikan dasar dan

pendidikan yang dilaksanakan, baik secara

menengah. Sedangkan pada penelitian yang

formal

jenjang

kami lakukan, pendidikan karakter pada

maupun informal di keluarga maupun di

mahasiswa dengan mengambil variabel

masyarakat. Pendidikan karakter harus

dependennya

diyakini

regulation.

penting

isu

di

dalam

sentral

sekolah

sebagai

dasar

karakter melalui komunikasi guru dan

bagi

diseluruh

suatu

proses

yang

self

efficacy

dan

self

berkesinambungan melalui penyadaran dan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

pembiasaan. Dengan belajar matakuliah

terdapat perbedaan self efficacy dan self

Akhlak Tasawuf mahasiswa diharapkan

regulation antara mahasiswa yang belum

mampu menghayati tentang akhlak terpuji

dan

dan tercela sehingga dapat menimbulkan

matakuliah Akhlak Tasawuf.

telah

mengikuti

pembelajaran

keyakinan dirinya bahwa dia mampu melaksanakan sesuatu dengan lebih baik (self efficacy) dan mampu mengontrol perilaku

menjadi

lebih

baik

(self

regulation). Penelitian

Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Sudrajat

(2010)

menyatakan

bahwa ‘pendidikan karakter adalah pendidikan

sistem penanaman nilai-nilai karakter

karakter sudah mulai banyak dilakukan, di

kepada warga sekolah yang meliputi

antaranya penelitian yang dilakukan oleh

komponen

217 

tentang

pengetahuan,

kesadaran

Kutubkhanah : Jurnal Penelitian sosial keagamaan, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014 

atau kemauan, dan tindakan untuk

menyertainya, yang pada gilirannya

melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik

menghambat para siswa untuk dapat

kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri

mengambil keputusan yang memiliki

sendiri, sesama, lingkungan, maupun

landasan

kebangsaan sehingga menjadi manusia

karakter akan memperluas wawasan

insan kamil”.

para pelajar tentang nilai-nilai moral

Selanjutnya (dalam

kuat.

Pendidikan

menurut

Ramli

dan

dkk:

2010)

semakin mampu mengambil keputusan

pendidikan

yang secara moral dapat dipertanggung

Husen,

mengemukakan

moral

bahwa

karakter memiliki esensi dan makna

etis

yang

membuat

mereka

jawabkan (Koesoema, 2011).

yang sama dengan pendidikan moral

Jadi, pendidikan karakter adalah

dan pendidikan akhlak. Tujuannya

suatu sistem penanaman nilai-nilai

adalah

anak,

perilaku (karakter) pada seseorang

supaya menjadi manusia yang baik,

yang meliputi pengetahuan, kesadaran

warga masyarakat dan warga Negara

dan

yang baik. Adapun criteria manusia

melaksanakan nilai-nilai baik terhadap

yang baik, warga masyarakat dan

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,

Negara yang baik secara umum adalah

sesama,

nilai-nilai sosial tertentu yang banyak

kebangsaan sehingga menjadi insan

dipengaruhi oleh budaya masyarakat

kamil.

membentuk

pribadi

kemauan,

tindakan

untuk

lingkungan

maupun

dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat

dari

pendidikan

dalam

konteks

karakter

pendidikan

di

Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber

dari

Indonesia

sendiri

budaya

bangsa

dalam

rangka

membina kepribadian generasi muda. Tanpa pendidikan karakter, kita membiarkan

campr

aduknya

kejernihan pemahaman akan nilai-nilai moral

dan

sifat

ambigu

2. Kunci Sukses Pendidikan Karakter William Kilpatrick (dalam Muslich, 2011)

menyebutkan

salah

satu

penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku

baik

memiliki

meskipun

ia

pengetahuan

telah tentang

kebaikan itu (moral knowing) adalah karena

ia

tidak

terlatih

untuk

melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat dari pemikiran ini maka

yang

218 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

kesuksesan pendidikan karakter sangat bergantung

pada

ada

tidaknya

knowing, loving, dan doing atau acting

3. Pembelajaran Akhlak Tasawuf Sebagai Pendidikan Karakter Mata

kuliah

Akhlak

Tasawuf

dalam penyelenggaraan pendidikan

adalah salah satu mata kuliah karakter

karakter.

yang

Moral knowing sebagai aspek

diberikan

kepada

seluruh

mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim

pertama memiliki enam unsur, yakni:

Riau.

kesadaran moral (moral awareness),

membahas

yaitu

untuk

perilaku manusia dari aspek norma

menerima secara cerdas sesuatu yang

baik dan buruk untuk diorientasikan

seharusnya dilakukan, pengetahuaan

dalam kehidupan sehari-hari, baik

tentang nilai-nilai moral (knowing

dalam konteks individual maupun

moral

mencakup

sosial yang dilandasi oleh proses

pemahaman mengenai macam-macam

spritualitas (tazkiah al-nafs). Tasawuf

nilai moral seperti menghormati hak

adalah ajaran untuk mengenal dan

hidup, kebebasan, tanggung jawab,

mendekatkan diri kepada Allah Swt.

kejujuran, keadilan, tenggang rasa,

sehingga

kesopanan dan kedisiplinan.

ketuhanan (God Consciousness). Oleh

kesediaan

values),

seseorang

yaitu

Moral loving atau moral feeling

Kajian

karena

mata

dan

kuliah

mengkaji

memperoleh

itu,

tasawuf

ini

dimensi

kesadaran

erat

sekali

merupakan penguatan aspek emosi

hubungannya dengan akhlak. Akhlak

seseorang untuk menjadi manusia

yang baik timbul dari kebersihan hati,

berkarakter. Sedangkan penghargaan

kesucian

diri

kemurnian sifat dan watak, karena

adalah

penilaian

serta

penghargaan terhadap diri sendiri. Setelah moral knowing dan loving

ruh,

kestabilan

pribadi,

kekuatan hati telah dialiri oleh arus kekuatan

Ilahiyah.

Akhlak

terpuji

terwujud, maka perilaku moral (moral

dapat mengarahkan pada sesuatu yang

acting) sebagai outcome akan dengan

sempurna atau mengarahkan pada

mudah

muncul

baik

berupa

pembentukan kepribadian yang utuh.

maupun

habits.

Materi yang diberikan pada mata

Perilaku moral adalah hasil nyata dari

kuliah Akhlak Tasawuf di antaranya

penerapan pengetahuan dan perasaan

klasifikasi Akhlak, yaitu al-Akhlaq al-

moral (Husen, 2010).

Mahmudah

kompetensi,

219 

will,

dan

al-Khlaq

al-

Kutubkhanah : Jurnal Penelitian sosial keagamaan, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014 

Mazmumah, baik dan buruk dalam

(dalam Suseno, 2009) menyatakan

terminologi akhlak, kebebasan dan

self-efficacy

hati nurani sebagai tanggung jawab

individu

pembentukan

melakukan

problem dengan

akhlak,

akhlak

kebahagiaan.

merasa

bagaimana

mampu

sesuatu.

untuk

Selanjutnya,

Diharapkan

menurut Luthans (2006) self-efficacy

Akhlak

mengacu pada keyakinan individu

pembelajaran

Tasawuf,

dan

adalah

mahasiswa

memiliki

mengenai

kemampuan

untuk

kesadaran moral (moral awareness),

memobilisasi motivasi, sumber daya

yaitu

untuk

kognitif, dan tindakan yang diperlukan

menerima secara cerdas sesuatu yang

agar mencapai keberhasilan dalam

seharusnya

melaksanakan tugas yang diberikan.

kesediaan

mahasiswa

dilakukan,

memiliki

pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing

moral

yaitu

bahwa self-efficacy adalah penilaian

mengenai

keyakinan diri tentang seberapa baik

macam-macam nilai moral, seperti

individu dapat melakukan tindakan

menghormati hak hidup, kebebasan,

yang diperlukan yang berhubungan

tanggung jawab, kejujuran, keadilan,

dengan situasi yang prospektif. Self-

tenggang

efficacy

mencakup

values),

Bandura (1997) mengungkapkan

pemahaman

rasa,

kesopanan

kedisiplinan.

dan

Mahasiswa

keyakinan

ini

berhubungan bahwa

diri

dengan memiliki

memilikiMoral loving atau moral

kemampuan melakukan tindakan yang

feeling yang merupakan penguatan

diharapkan. Bandura juga mengatakan

aspek emosi seseorang untuk menjadi

bahwa self-efficacy berkaitan dengan

manusia berkarakter.

keyakinan individu dapat atau tidak dapat melakukan sesuatu bukan pada

Self - Efficacy

hal apa yang akan ia lakukan. Self-

1. Pengertian Self- Efficacy Baron

dan

Byrne

efficacy yang tinggi akan menggiring (2005)

mendefinisikan self-efficacy sebagai evaluasi

diri

seseorang

terhadap

kemampuan atau kompetensi untuk menampilkan tugas, mencapai tujuan dan

mengatasi

rintangan.

Myers

individu untuk mengatasi tantangan dan hambatan dalam mencapai tujuan. Jadi, self-efficacy adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu yang berhubungan dengan

220 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

keyakinan

bahwa

diri

memiliki

a. Pengalaman

Keberhasilan

kemampuan melakukan tindakan yang

(mastery experiences)

diharapkan dan memuaskan untuk

Keberhasilan

mencapai hasil tertentu.

didapatkan akan meningkatkan

1. Dimensi self efficacy

efikasi

diri

yang

yang

sering

dimiliki

Menurut Bandura (1997), dimensi-

seseorang, sedangkan kegagalan

dimensi self efficacy antara lain:

akan

a. Magnitude atau tingkat kesulitan

dirinya. Apabila keberhasilan

tugas.

menurunkan

efikasi

yang didapat seseorang lebih

b. Generality

atau

luas

bidang

perilaku

banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan

c. Strenght

atau

kemantapan

keyakinan.

peningkatan efikasi diri. Akan

Selanjutnya Bandura (1997) juga mengemukakan

komponen-

komponen dari self efficacy, yaitu: a. Efikasi

membawa pengaruh terhadap

ekspektasi,

adalah

tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan hambatan

dengan yang

melalui

besar

dan

merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan

keyakinan diri sendiri bahwa ia

membawa

akan

peningkatan efikasi diri nya.

berhasil

melakukan

tindakan. b. Ekspektasi

hasil,

adalah

perkiraan diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi self-efficacy

b. Pengalaman

pengaruh

Orang

pada

Lain

(vicarious experiences) Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan

individu dalam

mengerjakan

suatu

tugas

biasanya akan meningkatkan

Menurut Bandura (Alwisol, 2004:

efikasi diri seseorang dalam

361-363) ada beberapa faktor yang

mengerjakan tugas yang sama.

mempengaruhi self-efficacy yaitu:

Efikasi diri tersebut didapat melalui social models yang

221 

Kutubkhanah : Jurnal Penelitian sosial keagamaan, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014 

biasanya

terjadi

diri

diwarnai oleh ketegangan dan

kurang

tidak merasakan adanya keluhan

tentang

atau gangguan somatic lainnya.

kemampuan dirinya sehingga

Efikasi diri biasanya ditandai

mendorong

untuk

oleh rendahnya tingkat stres dan

melakukan modeling. Namun,

kecemasan, sebaliknya efikasi

efikasi diri yang didapat tidak

diri yang rendah ditandai oleh

akan terlalu berpengaruh bila

tingkat stres dan kecemasan

model

yang tinggi pula.

seseorang

pada

yang

pengetahuan

seseorang

yang

memiliki

diamati

kemiripan

tidak atau

berbeda dengan model. Self Regulation c. Persuasi

Sosial

(Social

Persuation) Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh

seseorang

yang

berpengaruh

biasanya

digunakan untuk meyakinkan seseorang

bahwa

ia

cukup

mampu melakukan suatu tugas. d.

Keadaan

Menurut

Bandura

(1997)

self

regulation adalah bagaimana manusia mampu

mengatur

dirinya

sendiri,

mempengaruhi tingkah lakunya dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, serta mengadakan konsekuensi

bagi

tingkah

lakunya

sendiri. Self regulation merupakan

dan

kemampuan untuk mengontrol perilaku

emosional (physiological and

sendiri dan salah satu dari sekian

emotional states)

penggerak utama kepribadian manusia.

Kecemasan

fisiologis

1. Pengertian Self Regulation

dan

stres

yang

Untuk mencapai suatu tujuan yang

terjadi dalam diri seseorang

optimal, seseorang harus mampu untuk

ketika melakukan tugas sering

mengontrol

diartikan

sebagai

suatu

mengarahkan perilaku tersebut agar

kegagalan.

Pada

umumnya

dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

seseorang

cenderung

akan

Menurut

perilakunya

Brown

sendiri,

(1998),

self-

mengharapkan

keberhasilan

regulation adalah kemampuan untuk

dalam

yang

merencanakan,

kondisi

tidak

mengembangkan,

222 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

mengimplementasikan. Lipszult

(dalam

menyimpulkan bahwa

self

Ablard

Dachrud,

beberapa regulation

&

2005)

penelitian merupakan

berperan

bentuk

kekuatan

motivasional menjadi perilaku dan performance. Dari beberapa pengertian di atas

strategi yang mempunyai pengaruh

dapat

bagi

performansi

dalam

disimpulkan

bahwa

self

seseorang

untuk

regulation

prestasi

atau

seseorang

Self

mempengaruhi tingkah laku dengan

mencapai

suatu

mengalami

peningkatan

diri.

adalah untuk

kemampuan mengatur

diri,

regulation adalah suatu usaha individu

cara

dalam

aktivitas-

menciptakan dukungan kognitif, dan

aktivitasnya yang melibatkan proses

membuat konsekuensi atas tingkah

kognitif, perilaku, dan metakognisi

laku, agar semuanya dapat bergerak

yang

sinergis menuju tujuan yang ingin

melaksanakan

mencakup

pengaturan

dan

perencanaan,

pemantauan

serta

mengatur

lingkungan,

dicapai.

afeksi yang dimilikinya. Menurut

Zimmerman

(dalam

Dachrud, 2005) self regulation juga mengacu pada tingkatan bagaimana

2. Komponen Self Regulation Bandura

(1997)

menyatakan

seseorang dapat menggunakan dirinya

komponen-komponen self regulation

untuk

terdiri dari:

mengatur

strategi

dalam mengatur

a. Pengamatan diri, kita melihat diri

lingkungannya. Dengan demikian, self

dan perilaku kita sendiri, serta terus

regulation

mengawasinya.

bertingkah

laku

serta

memerlukan

pengelolaan,

pengaturan,

pengendalian

atas

b. Penilaian,

membandingkan

apa

segenap sumber daya, kemampuan dan

yang kita lihat pada diri dan

usaha oleh individu yang bersangkutan

perilaku

untuk mencapai tujuan atau prestasi

ukuran.

tertentu

agar

terjadi

peningkatan.

c. Respons

kita

dengan

standar

diri,

terjadi

setelah dengan

Selanjutnya vande Walle et.al. (dalam

membandingkan

diri

Dachrud, 2005) mendefinisikan self

standar

tertentu,

regulation sebagai proses kognitif yang

memberikan imbalan respon diri

ukuran

pada diri sendiri.

223 

dan

Kutubkhanah : Jurnal Penelitian sosial keagamaan, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014 

Kanfer, Miller dan

Brown (1991)

mengenai seberapa bagus diri dapat

menjelaskan

self-regulation

berfungsi dalam situasi tertentu

teori

melalui tujuh proses sebagai berikut:

yang

a. menerima informasi yang relevan

keyakinan bahwa diri memiliki

b. mengevaluasi

kemampuan melakukan tindakan

informasi

dan

membandingkan dengan norma

berhubungan

dengan

yang diharapkan dan memuaskan

c. memicu perbedaan

untuk

d. mencari pilihan

dengan indikator:

e. memformulasikan perencanaan

1. tujuan

f. menerapkan perencanaan

2. usaha

g. mengukur efektivitas perencanaan

3. tetap menjaga keseimbangan

mencapai

hasil

4. memperbaiki Metode Penelitian

tertentu,

diri

dari

kemunduran b. Self regulation adalah kemampuan

1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan

seseorang untuk mengatur diri,

dalam penelitian ini adalah penelitian

mempengaruhi tingkah laku dengan

komparatif, kelompok yang dibandingkan

cara

adalah kelompok mahasiswa yang sudah

menciptakan

mengikuti matakuliah Akhlak Tasawuf dan

dan membuat konsekuensi atas

mahasiswa yang belum mengikutinya.

tingkah laku, agar semuanya dapat

mengatur

lingkungan,

dukungan

kognitif,

bergerak sinergis menuju tujuan yang

2. Variabel Penelitian Variabel dependen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah self efficacy dan

self

regulation.

Variabel

independennya adalah matakuliah Akhlak Tasawuf.

ingin

dicapai,

dengan

indikator: 1. Menerima

informasi

yang

relevan 2. Mengevaluasi

informasi

dan

membandingkan dengan norma 3. Memicu perbedaan

3. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Self efficacy dalam penelitian ini adalah

persepsi

diri

sendiri

4. Mencari pilihan 5. Memformulasikan perencanaan 6. Menerapkan perencanaan

224 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

7. Mengukur

efektivitas

perencanaan

63

item

dengan

model

semantic

differential.

c. Matakuliah Akhlak Tasawuf adalah matakuliah

pengembangan

Kedua skala diuji cobakan kepada 200 mahasiswa dan diperoleh hasil sebagai

kepribadian yang diberikan kepada

berikut:

mahasiswa

Syarif

sepuluh itemnya berdaya beda tinggi di

Kasim Riau dengan kompetensi

atas 0,25 dan reliabilitasnya sebesar 0,695.

yang

mahasiswa

Sedang skala self-regulation dari 63 item

setelah mempelajari matakuliah ini

hanya 25 item yang mempunyai daya beda

agar mahasiswa memahami dan

di atas 0,25, reliabilitasnya sebesar 0,652

UIN

diharap

Sultan

pada

untuk

skala

self-efficacy

ke

menghayati tentang akhlak terpuji dan

tercela

sehingga

dapat

menimbulkan sikap hidup yang

4. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim Riau yang telah mengikuti mata kuliah Akhlak Tasawuf dan yang belum mengikuti mata kuliah Akhlak Tasawuf tahun

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis multi variat.

lebih baik.

pada

6. Teknik analisis data

akademik

2012/2013.

Sedangkan yang menjadi sampel penelitian adalah 800 mahasiswa.

5. Alat Ukur penelitian, uji validitas dan reliabilitas Alat ukur penelitian yang digunakan adalah skala self-efficacy berjumlah 10 item dan skala self-regulation berjumlah

Hasil dan Pembahasan Sebelum melakukan analisa data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi

yang

dilakukan

adalah

uji

normalitas dan homogenitas. 1. Hasil uji normalitas sebaran dilihat dari rasio skewness untuk variabel selfefficacy sebesar 2,73 dan kurtosisnya sebesar skewness

0,046. untuk

Sedangkan variabel

rasio

motivasi

belajar sebesar 2,64 dan kurtosisnya sebesar -1,15. Dari hasil tersebut dapat dikatakan kedua variabel berdistribusi normal. 2. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa ke dua variabel homogen. Pada uji homogenitas variabel Self-Efficacy

225 

Kutubkhanah : Jurnal Penelitian sosial keagamaan, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014 

diperoleh harga F sebesar 2,381 dengan

pembelajaran

signifikansi 0,123. Sedangkan hasil uji

Tasawuf.

homogenitas Self-Regulation diperoleh harga

F

sebesar

0,015

dengan

Berdasarkan

Akhlak

kategorisasi

data

memberikan gambaran bahwa Self-

3. Hasil analisa data. Berdasarkan hasil data

kuliah

4. Analisis Tambahan

signifikansi sebesar 0,903.

analisa

mata

diperoleh

efficacy mahasiswa UIN Suska Riau

angka

sebagian besar pada kategori tinggi

probabilitas sebesar p=0,048 (<0.05)

(58,2%) dan sangat tinggi (40,48%),

sehingga dapat disimpulkan bahwa

sedangkan pada kategori rendah dan

terdapat perbedaan self-efficacy dan

sangat rendah tidak ada namun masih

self-regulation

mahasiswa

ada mahasiswa yang memiliki self-

sebelum dengan sesudah mengikuti

efficacy pada kategori sedang walaupun

pembelajaran

Akhlak

hanya sebesar 1,5%. Sedangkan Self-

Tasawuf. Dengan demikian, hipotesis

regulation mahasiswa UIN Suska riau

dalam

terbukti.

sebagian besar pada kategori tinggi

Selanjutnya berdasarkan tabel tests of

(62,15%) dan sangat tinggi (36,95%),

between subjects effects menunjukkan

sedangkan pada kategori rendah dan

bahwa hubungan antara pembelajaran

sangat rendah tidak ada namun masih

Akhlak Tasawuf dengan self-efficacy

ada mahasiswa yang memiliki self-

memiliki signifikansi sebesar 0.033

regulation

(<0.05), hal ini berarti bahwa terdapat

walaupun hanya sebesar 0,9%.

pada

mata

kuliah

penelitian

ini

perbedaan

self-efficacy

mahasiswa

setelah

mengikuti

itu menunjukkan bahwa hubungan antara pembelajaran Akhlak Tasawuf dengan self-regulation dengan taraf signifikansi sebesar 0.049 (p<0.005), ini

perbedaan mahasiswa

berarti

bahwa

terdapat

self-regulation setelah

kategori

sedang

pada

pembelajaran Akhlak Tasawuf. Selain

hal

pada

pada

mengikuti

Pembahasan Berdasarkan hasil uji multivariat dengan tingkat alpha 0,05 diperoleh hasil bahwa hipotesis yang mengatakan bahwa ada

perbedaan

self-efficacy

dan

self-

regulation yang signifikan pada mahasiswa sebelum

dan

setelah

mengikuti

pembelajaran mata kuliah Akhlak Tasawuf terbukti. Ini berarti pendidikan karakter di

226 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

UIN Suska Riau melalui pembelajaran

maupun sosial yang dilandasi oleh proses

mata

kuliah

mahasiswa efficacy

Akhlak

dapat dan

Tasawuf

pada

spritualitas

meningkatkan

self-

adalah

pada

mendekatkan diri kepada Allah Swt.

self-regulation

mahasiswa.

(tazkiah

ajaran

al-nafs).

untuk

Tasawuf

mengenal

dan

sehingga memperoleh kesadaran ketuhanan

Pendidikan karakter membantu siswa

(God Consciousness). Oleh karena itu,

untuk mengetahui yang baik, menyenangi

tasawuf erat sekali hubungannya dengan

yang baik, dan berbuat baik (Ryan, 1993).

akhlak. Akhlak yang baik timbul dari

Pendidikan karakter adalah pendekatan

kebersihan hati, kesucian ruh, kestabilan

langsung pada pendidikan moral, yakni

pribadi, kemurnian sifat dan watak, karena

mengajari mahasiswa dengan pengetahuan

kekuatan hati telah dialiri oleh arus

moral dasar untuk mencegah mereka

kekuatan Ilahiyah. Akhlak terpuji dapat

melakukan tindakan tidak bermoral dan

mengarahkan pada sesuatu yang sempurna

membahayakan orang lain dan dirinya

atau

sendiri. Pendidikan karakter diperlukan

kepribadian

agar

diberikan

anak

didik

mampu

merasakan

dan

kebajikan

(Lickona,

memahami,

melakukan

mengarahkan yang pada

pada utuh.

mata

pembentukan Materi

kuliah

yang Akhlak

nilai-nilai

Tasawuf di antaranya klasifikasi Akhlak

Dalam

yaitu al-Akhlaq al-Mahmudah dan al-

penelitian ini, yang menjadi subjek adalah

Khlaq al-Mazmumah, baik dan buruk

mahasiswa

dalam terminologi akhlak, kebebasan dan

yang

1992).

menurut

teori

perkembangan moral Kohlberg, moralitas

hati

terinternalisasi

pembentukan akhlak, akhlak dan problem

sepenuhnya

dan

tidak

didasarkan pada standar-standar eksternal. Mahasiswa

menalar

mengeksplorasi

pelajaran

moral,

pilihan-pilihan,

serta

nurani

sebagai

tanggungjawab

kebahagiaan. Mahasiswa belajar Akhlak Tasawuf akan

memiliki kesadaran moral (moral

kemudian memutuskan moral yang terbaik

awareness), yaitu kesediaan mahasiswa

untuk dirinya (Berk, 2009).

untuk menerima secara cerdas sesuatu yang

Mata

kuliah

Akhlak

Tasawuf

seharusnya

dilakukan,

membahas dan mengkaji dimensi perilaku

pengetahuan

manusia dari aspek norma baik dan buruk

(knowing moral values), yaitu mencakup

untuk diorientasikan dalam kehidupan

pemahaman mengenai macam-macam nilai

sehari-hari, baik dalam kontek individual

moral seperti menghormati hak hidup,

227 

tentang

memiliki

nilai-nilai

moral

Kutubkhanah : Jurnal Penelitian sosial keagamaan, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014 

kebebasan, tanggung jawab, kejujuran,

dihipotesiskan

keadilan, tenggang rasa, kesopanan dan

kegiatan, pengeluaran usaha, ketekunan,

kedisiplinan. Mahasiswa memiliki Moral

dan prestasi. Menurut Bandura efikasi diri

loving atau moral feeling yang merupakan

adalah

penguatan aspek emosi seseorang untuk

mengenai

menjadi manusia berkarakter. Mahasiswa

mengorganisasi dan menyelesaikan suatu

memiliki keyakinan diri tentang seberapa

tugas yang diperlukan untuk mencapai

baik melakukan tindakan yang diperlukan

hasil tertentu. Efikasi diri yakni keyakinan

berhubungan

yang

bahwa seseorang bisa menguasai situasi

prospektif (Self-efficacy), serta mahasiwa

dan mendapatkan hasil positif. Bandura

mampu mengontrol perilaku sendiri (Self-

(dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa

regulation).  

efikasi diri berpengaruh besar terhadap

dengan

situasi

mempengaruhi

keyakinan

pilihan

seorang

individu

kemampuannya

dalam

Bandura (2001) mencatat bahwa

perilaku. Mahasiswa yang efikasi dirinya

orang-orang berusaha untuk melakukan

rendah mungkin tidak mau berusaha belajar

kontrol atas aspek-aspek penting dari

untuk

kehidupan

percaya

mereka.

Gagasan

interaksi

menhadapi

ujian

bahwa

belajar

karena

tidak

akan

bisa

timbal balik menggambarkan bagaimana

membantunya

orang dapat mempengaruhi perilaku dan

Sedangkan orang yang memiliki efikasi diri

lingkungan mereka dengan pikiran dan

yang tinggi akan memiliki keyakinan

keyakinan mereka. Proses penting yang

mengenai

digunakan orang untuk melakukan kontrol

mengorganisasi dan menyelesaikan suatu

adalah kepercayaan diri mereka dan self-

tugas yang diperlukan untuk mencapai

regulation.

hasil tertentu dalam berbagai bentuk dan

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa self-efficacy mahasiswa sebagian

mengerjakan

kemampuannya

soal.

dalam

tingkat kesulitan. Self-regulation

pada

mahasiswa

besar tinggi (58,2 %) dan sangat tinggi

tergolong tinggi (62,15%) dan sangat tinggi

(40,48%). Itu berarti bahwa mahasiwa

(36,95%), hal ini berarti bahwa mahasiswa

memiliki keyakinan akan tujuan hidup

mampu

dengan

berusaha

mengelola

secara

efektif

tetap

menjaga

pengalaman belajarnya sendiri di dalam

situasi

tertentu.

berbagai cara sehingga mencapai hasil

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bandura

belajar yang optimal. Mahasiswa mampu

(1997); Schunk (2001) bahwa Self-efficacy

mengatur

keseimbangan

pada

diri

sendiri,

menciptakan

228 

Vivik Shofiah Dan Raudatussalamah : Self- Efficacy Dan Self- Regulation 

dukungan konsekuensi

kognitif atas

dan

tingkah

membuat laku

agar

semuanya bergerak secara sinergis menuju tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dan

self-regulation

pada

mahasiswa UIN Suska Riau sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran Akhlak Tasawuf. Self-efficacy dan self-regulation pada mahasiswa UIN Suska Riau tergolong tinggi dan sangat tinggi.

Daftar Kepustakaan A. Doni Koesoema. (2011). Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Grasindo. Ajisuksmo Clara. (2010). Pendidikan karakter. Makalah disajikan dalam konferensi nasional dan workshop APPI “Peran Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa”, diselenggarakan oleh Program studi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Malang 16-17 Oktober 2010. Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Baron, R.A. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial (Edisi ke 10). Jakarta: Erlangga.  

229 

Berk, L.E. (2009). Child Development. Eds.8. Boston: Pearson Buku Panduan dan Informasi Akademik 2011-2012. UIN Suska Riau.

Kesimpulan

self-efficacy

Bandura, Albert. (1997). Self Efficacy. New York: W.H. Freeman and Company.

Hall, C & Lindzey, G., & campbell, J.B. (1997). Theories of Personalities. New York: John Wiley & Sons, Inc. Lickona, T. (1992). Educating for Character: How our schools can teach respect and responsibility. New York: Bantam. Masnur Muslich. (2011). Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara. Musdalifah Dachrud. (2005). Efektivitas pelatihan pesantren kilat terhadap kemampuan regulasi ditinjau dari kecerdasan emosi dan kematangan sosial pada remaja. Tesis (Tidak dipublikasikan). Yogyakarta: UGM. Pasana Chularut and Teresa K. DeBacker. (2004). The influence of concept mapping on achievement, selfregulation, and self-efficacy in students of English as a second language. Contemporary Educational Psychology. 29 (2004) 248–263. Ryan, K. (1998). Mining the Values in the Curriculum. In Ryan & Cooper (8th Edition), Kaleidoscope: Readings in Education. Boston: Houghton Miffin Company Ryan, K Santrock, J.W. (2008). Educational Psychology (3th ed). Boston: Mc.Graw Hill. Sudrajat, A. 2010. Tentang Pendidikan http:// Karakter.  akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/ 08/20/pendidikan-karakter-di-smp/