SIKAP BERBAHASA PARA REMAJA BERBAHASA SUNDA DI KABUPATEN

Download kebudayaan daerah. Sementara itu, dalam kaitannya sebagai bahasa daerah, bahasa Sunda memiliki fungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah...

0 downloads 446 Views 476KB Size
Wagiati et al.: Sikap Berbahasa para Remaja...

SIKAP BERBAHASA PARA REMAJA BERBAHASA SUNDA DI KABUPATEN BANDUNG: SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK (THE LANGUAGE ATTITUDE OF SUNDANESE-SPEAKING TEENAGERS IN BANDUNG REGENCY: A SOCIOLINGUISTIC STUDY) Wagiati

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Jalan Ir. Soekarno km 21 Jatinangor, Sumedang Telepon: (022) 7796482, Pos-el: [email protected]

Sugeng Riyanto

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Jalan Ir. Soekarno km 21 Jatinangor, Sumedang Telepon: (022) 7796482, Pos-el: [email protected]

Wahya

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Jalan Ir. Soekarno km 21 Jatinangor, Sumedang Telepon: (022) 7796482, Pos-el: [email protected] Tanggal Naskah Masuk: 15 Mei 2017 Tanggal revisi akhir: 4 Desember 2017

Abstract This writing describes the language attitude of the Sundanese-speaking teenagers in Bandung regency using qualitative method. It analyzes the use of Sundanese language in six domains of communication, namely the domain of kinship, neighborhood, close relations, education, transactions, and government. The language attitude in question is measured by the use of Sundanese: the more Sundanese is used in the conversation, the more positive the user’s language attitude. Based on the amount of Sundanese use in every aspect, the result showed that Sundanese-speaking teenagers in Bandung regency showed positive attitude toward Sundanese language on four communication domains, namely kinship domain, closeness domain, neighborhood domain, and transaction domain. As for the other two domains, namely education and government, the Sundanese-speaking teenagers in Bandung regency display a negative attitude towards the Sundanese language. Keywords: language attitude, domain, sociolinguistics Abstrak Penelitian ini mendeskripsikan sikap berbahasa para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Analisis dibagi menjadi penggunaan bahasa Sunda pada enam ranah komunikasi, yaitu ranah kekeluargaan, ketetanggaan, kekariban, pendidikan, transaksi, dan pemerintahan. Untuk mengukur sikap bahasa yang dimaksud, dipakai ukuran penggunaan bahasa Sunda: semakin banyak bahasa Sunda digunakan di dalam situasi percakapan, semakin positif sikap si pemakai itu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan intensitas penggunaan bahasa Sunda pada setiap ranah, dapat disimpulkan bahwa para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung menunjukkan sikap bahasa 213

Metalingua, Vol. 15 No. 2, Desember 2017:213–221

yang positif terhadap bahasa Sunda pada empat ranah komunikasi, yaitu ranah kekeluargaan, ranah kekariban, ranah ketetanggaan, dan ranah transaksi. Adapun pada dua ranah lainnya, yaitu ranah pendidikan dan ranah pemerintahan, para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung menampilkan sikap yang negatif terhadap bahasa Sunda. Kata kunci: sikap bahasa, ranah, sosiolinguistik

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Melalui sudut pandang sosiolinguistik, situasi kebahasaan pada masyarakat aneka bahasa merupakan bidang kajian yang menarik. Adanya berbagai variasi bahasa sebagai akibat dari kebutuhan dan sikap penutur dalam berkomunikasi menyebabkan situasi kebahasaan dalam masyarakat itu menjadi rumit. Kajian tentang variasi yang terjadi pada para penutur bahasa dapat dilihat dari sudut sikap bahasa. Sikap terhadap bahasa menjadi hal yang sangat penting yang harus menjadi pertimbangan di dalam perencanaan bahasa. Jika hal ini tidak diperhatikan, perencanaan bahasa yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang “unggul” dari bahasa daerah dan bahasa daerah sebagai unsur yang terpenting dalam suatu kebudayaan di daerah mana pun tidak akan terwujud. Dalam praktiknya, bahasa daerah menjadi salah satu unsur terpenting dalam suatu kebudayaan di daerah mana pun karena selain menjadi instrumen komunikasi dan identitas, bahasa daerah juga menjadi sistem nilai, pengetahuan, dan cara pandang masyarakat penuturnya. Selain itu, bahasa daerah yang menjadi bahasa ibu dapat mencerminkan jati diri kelompok penuturnya dalam membangun dan mengembangkan kebudayaan daerahnya. Oleh karena itu, bahasa daerah merupakan salah satu unsur kebudayaan yang harus terus dilestarikan, dipertahankan, dan diberdayakan (Darmayanti, 2012). Di antara upaya pelestarian bahasa daerah–selain peningkatan mutu bahasa dan penggunaannya serta pemantapan sistem bahasa–hal yang tidak kalah penting adalah peningkatan kepedulian masyarakat tutur terhadap bahasanya. Kepedulian dalam hal ini sangat berkaitan dengan sikap bahasa yang akan ditunjukkan oleh penuturnya, yaitu loyal (language loyality) dan antipati (language antipathy). Kelompok penutur yang 214

menampilkan sikap loyal terhadap bahasanya akan melakukan pemertahanan bahasa dengan berbagai cara, sedangkan kelompok penutur yang antipati tidak akan terlalu memperhatikan hal ini; mereka cenderung akan membiarkan bahasanya tergeser, atau bahkan punah. Dalam konteks sikap bahasa, aspek martabat (prestige) yang melekat pada bahasa tersebut akan sangat berpengaruh. Semakin tinggi posisi martabat suatu bahasa, akan semakin tinggi loyalitas yang diperlihatkan oleh penuturnya (Sugiyono, 2014). Bahasa Sunda merupakan salah satu bahasa daerah dengan jumlah penutur terbesar kedua di Indonesia. Dalam konteks nasional, bahasa Sunda juga memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya. Dalam kaitannya dengan bahasa nasional (bahasa Indonesia), bahasa daerah (Sunda) memiliki fungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan dan mata pelajaran tertentu, dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah. Sementara itu, dalam kaitannya sebagai bahasa daerah, bahasa Sunda memiliki fungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Masa remaja jika ditinjau dari segi perkembangannya merupakan masa kehidupan yang paling menarik dan mengesankan. Kondisi ini bukan tanpa alasan. Masa remaja menjadi masa yang mempunyai ciri utama antara lain petualangan, pengelompokan, dan “kenakalan”. Gejala ini terlihat juga di dalam bahasa yang digunakan oleh mereka. Oleh karena itu, tidak heran jika kita menemukan ada gejala-gejala lingual tertentu yang ada pada para remaja. Yang menjadi menarik adalah ketika kita membahas para remaja dengan mengaitkan pada sikap bahasanya. Pada masanya nanti akan terlihat bagaimana sikap para remaja terhadap bahasa daerah yang kebanyakan menjadi bahasa ibunya.

Wagiati et al.: Sikap Berbahasa para Remaja...

1.2 Masalah Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan sikap bahasa para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda. Tujuan ini akan diperinci ke dalam tujuan yang lebih operasional, yaitu untuk mengetahui (1) bagaimana penggunaan bahasa Sunda oleh para remaja di Kabupaten Bandung, dan (2) seberapa positifkah sikap para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda. 1.3 Tujuan Penelitian ini diharapkan mampu mendoku­ men­ tasikan dan menginventarisasi berbagai hal perkembangan bahasa Sunda, khususnya sikap bahasa para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung. Dengan demikian, dapat diketahui bagaimana sikap bahasa yang ada pada remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung. Hasil kajian ini dapat dipertanggungjawab­ kan kebenarannya berdasarkan hasil pengamatan dan observasi yang memadai dan didasarkan pada data empiris yang bisa menjadi dasar penentu arah kebijakan perencanaan dan pengembangan bahasa Sunda. Oleh karena itu, kajian ini bisa menjadi sumbangan teoretis dan praktis yang sangat berarti dalam kebijakan perencanaan bahasa Sunda di Kabupaten Bandung khususnya, dan Indonesia pada umumnya. 1.4 Metode Data yang dianalisis merupakan data lingual yang diperoleh dari responden melalui metode wawancara langsung dengan informan di lokasi penelitian (Sudaryanto, 2015). Wawancara dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa daftar tanya yang berisi seputar situasi percakapan dan bahasa yang digunakan untuk menjaring pengakuan responden. Data yang diperoleh akan diisi dengan angka (2 = bahasa Sunda; 1 = bahasa Indonesia) yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Sunda oleh para remaja di Kabupaten Bandung. Responden diambil secara purposif dari keluarga yang berdomisili di Kabupaten Bandung, berumur antara 10 hingga 60 tahun. Mereka berjumlah 160 orang yang berasal dari lima kecamatan, yakni Baleendah, Banjaran,

Cileunyi, Ciwidey, dan Majalaya dan dua kompleks perumahan di Cibiru dan Rancaekek. Dari jumlah itu, 34 orang (21,25%) remaja berumur antara 10 hingga 20 tahun, 65 orang (40,62%) dewasa berumur antara 21 hingga 40 tahun, dan 61 orang (31,12%) berumur mulai dari 41 hingga 60 tahun. Semua responden diminta untuk mengisi daftar tanyaan mengenai situasi percakapan dan bahasa yang digunakan dalam enam ranah komunikasi, yakni rumah, tetangga, pertemanan, pendidikan, transaksi, dan pemerintahan. Pilihan bahasa yang ada dalam daftar tanyaan adalah bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Berkaitan dengan ranah percakapan, repsonden diminta menentukan tingkat penggunaan bahasa mereka, yakni ‘selalu’ (ditandai dengan angka 20), ‘kadang-kadang’ (10), dan ‘tidak pernah’ (0). Situasi komunikasi berupa percakapan dengan lawan bicara: (1) kakek-nenek di rumah; (2) kakek-nenek di pusat keramaian; (3) kakeknenek di kantor desa/kecamatan; (4) ayah-ibu di rumah; (5) ayah-ibu di pusat keramaian; (6) ayah-ibu di kantor desa/kecamatan; (7) kakak -adik di rumah; (8) kakak-adik di pusat keramaian; (9) kakak-adik di kantor desa/ kecamatan. Ranah komunikasi terdiri atas (1) rumah; (2) pertemanan; (3) ketetanggaan; (4) transaksi; (5) pendidikan; dan (6) pemerintahan.

2. Kerangka Teori Sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik; kedua bidang tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat. Sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi, serta hubungan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Sosiolinguistik juga didefinisikan sebagai cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antar perilaku bahasa dan perilaku sosial (Kridalaksana, 2009:201). Sementara itu, menurut Sumarsono (2014) dan Suandi (2014), sosiolinguistik adalah bidang ilmu yang meneliti interaksi antara dua aspek tingkah laku manusia: penggunaan bahasa dan organisasi tingkah laku sosial. Sikap bahasa dapat didefinisikan dari dua sudut pandang, yaitu behavioris (behaviourist view) dan mentalis (mentalist view). Dari sudut pandang behavioris sikap bahasa diartikan 215

Metalingua, Vol. 15 No. 2, Desember 2017:213–221

sebagai tanggapan atas penggunaan bahasa tertentu, terutama dalam penggunaan interaksi dan komunikasi sesungguhnya. Dari sudut pandang mentalis, sikap bahasa dipandang sebagai kondisi mental internal (internal mental state) yang memunculkan suatu sikap (Sugiyono, 2014). Sikap itu sendiri dipahami sebagai variabel gabungan antara stimulus yang memengaruhi dan respons yang dimunculkan olehnya (Fasold, 1990). Dalam kaitannya dengan bahasa, sikap dimaknai sebagai respons terhadap penggunaan bahasa tertentu yang pada akhirnya akan dilihat sebagai loyalitas atau apatisme. Keadaan dan proses terbentuknva sikap tidak jauh dari proses terbentuknya sikap pada umumnya. Lambert (1967) menyatakan bahwa sikap itu terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Menurut Anderson (1974), sikap bahasa merupakan tata keyakinan yang berhubungan dengan bahasa yang berlangsung relatif lama tentang suatu objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu yang disukainya. Anderson membagi sikap atas dua macam, yaitu (1) sikap kebahasaan dan (2) sikap nonkebahasaan. Sikap kebahasaan dapat dikategorikan menjadi dua sikap yaitu sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif yaitu sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasanya (bahasa yang digunakan oleh kelompoknya/masyarakat tutur tempat dia berada). Sebaliknva jika ciri-ciri itu sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang anggota masyarakat tutur, berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri atau kelompok orang itu. Garvin dan Mathiot (1968) merumuskan tiga ciri sikap bahasa, yaitu kesetiaan bahasa (language Ioyalty), kebanggaan bahasa (language pride), dan kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm). Sikap bahasa merupakan sikap manusia secara positif atau negatif terhadap bahasa, dialek, logat, dan penutur bahasa yang berlainan. Sikap bahasa tidak saja ditunjukkan dalam penilaian obyektif terhadap ciri-ciri penutur, tetapi juga dalam penilaian obyektif terhadap nilai estetika dan betapa standar serta praktikalnya suatu variasi bahasa. Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 2009:197). 216

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengantar Bagian ini membahas penggunaan bahasa Sunda dan sikap bahasa para remaja berbahasa Sunda terhadap bahasa Sunda di Kabupaten Bandung. Analisis dibagi menjadi penggunaan bahasa Sunda pada enam ranah komunikasi, yaitu ranah kekeluargaan, ketetanggaan, kekariban, pendidikan, transaksi, dan pemerintahan. Sejumlah 35 remaja yang tersebar di beberapa kecamatan dan kompleks perumahan dijadikan sebagai responden. Usia mereka berkisar antara 10 – 20 tahun. Dari 35 remaja yang menjadi responden, 17 orang berjenis kelamin laki-laki, dan 18 orang berjenis kelamin perempuan. Semua responden diminta menjawab kuesioner yang berisi pertanyaan tentang situasi percakapan dan bahasa yang digunakan oleh mereka untuk menjaring pengakuan responden. Responden diminta menjawab bahasa apa yang digunakan dalam berbagai situasi komunikasi. Bahasa yang disajikan untuk dipilih adalah: bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Untuk mengukur sikap itu – positif atau negatif – dipakai ukuran penggunaan bahasa Sunda: semakin banyak bahasa Sunda digunakan di dalam situasi percakapan, semakin positif sikap si pemakai itu. Bahasa yang dipilih diisi dengan angka nominal (2) untuk bahasa Sunda dan (1) untuk bahasa Indonesia. Angka itu digunakan untuk memudahkan penghitungan statistik. Angka yang sudah diisi kemudian dihitung rataratanya sehingga terlihat seberapa positifkah sikap berbahasa para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung. Nilai rata-rata tersebut dimaknai sebagai berikut: semakin tinggi nilai rata-rata (mendekati angka 2), semakin positif sikap bahasa yang ditunjukkan; dan semakin rendah nilai rata-rata (mendekati angka 1), semakin negatif sikap bahasa yang ditunjukkan.

3.2 Sikap Bahasa Para Remaja Berbahasa Sunda A. Situasi Kebahasaan

Secara keseluruhan para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung menampilkan sikap bahasa positif pada hampir semua ranah komunikasi dengan berbagai situasi percakapan. Sikap tersebut bisa dilihat dari

Wagiati et al.: Sikap Berbahasa para Remaja...

diagram penggunaan bahasa oleh para remaja di Kabupaten Bandung berikut ini. Meskipun demikian, dalam praktiknya, sering juga terjadi gejala-gejala lingual seperti alih kode dan campur kode. Diagram berikut menunjukkan sikap berbahasa para remaja di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda.

Diagram 1 Sikap Bahasa pada Semua Ranah

Pada diagram di atas terlihat ratarata penggunaan bahasa oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada enam ranah komunikasi. Pada beberapa ranah komunikasi, seperti pendidikan dan pemerintahan, para remaja lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Sunda, sedangkan pada ranah lainnya, seperti kekeluargaan, kekariban, ketetanggaan, dan transaksi, mereka masih lebih sering menggunakan bahasa Sunda daripada bahasa Indonesia. Sikap bahasa yang ditunjukkan oleh para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung pada ranah kekariban menampilkan sikap bahasa paling positif dengan nilai rata-rata mencapai angka 1,77. Adapun pada ranah pendidikan, sikap bahasa para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung menampilkan sikap bahasa paling negatif dengan nilai rata-rata hanya pada angka 1,11. B. Sikap Bahasa Para Remaja pada Ranah Kekeluargaan Sikap bahasa positif diperlihatkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah kekeluargaan. Sikap positif itu didasarkan pada intensitas penggunaan bahasa Sunda pada ranah yang dimaksud. Remaja di Kabupaten Bandung lebih sering menggunakan bahasa Sunda jika berkomunikasi dengan sanak famili dalam berbagai situasi komunikasi. Sikap bahasa pada

ranah kekeluargaan ini terbagi ke dalam sembilan situasi komunikasi dengan mempertimbangkan lawan bicara dan situasinya, yaitu percakapan dengan kakek/nenek di rumah, percakapan dengan kakek/nenek di pusat keramaian, percakapan dengan kakek/nenek di kantor kelurahan/kecamatan, percakapan dengan bapak/ ibu di rumah, percakapan dengan bapak/ibu di pusat keramaian, percakapan dengan bapak/ ibu di kantor kelurahan/kecamatan, percakapan dengan saudara kandung di rumah, percakapan dengan saudara kandung di pusat keramaian, dan percakapan dengan saudara kandung di kantor kelurahan/kecamatan. Sikap bahasa remaja di Kabupaten Bandung pada ranah kekeluargaan ini bisa dilihat pada diagram berikut ini. Rata-rata penggunaan bahasa Sunda para remaja di Kabupaten Bandung ada pada kisaran angka 1,74. Artinya, sikap bahasa yang ditunjukkan merupakan sikap bahasa yang positif. Untuk lebih terperinci lagi, dapat kita lihat diagram berikut ini.

Diagram 2 Sikap Bahasa pada Ranah Kekeluargaan Berdasarkan Situasi Percakapan Keterangan diagram: Situasi percakapan: (1) percakapan dengan kakek/nenek di rumah, (2) percakapan dengan kakek/nenek di pusat keramaian, (3) percakapan dengan kakek/nenek di kantor kelurahan/ kecamatan, (4) percakapan dengan bapak/ibu di rumah, (5) percakapan dengan bapak/ibu di pusat keramaian, (6) percakapan dengan bapak/ibu di kantor kelurahan/kecamatan, (7) percakapan dengan saudara kandung di rumah, (8) percakapan dengan saudara kandung di pusat keramaian, dan (9) percakapan dengan saudara kandung di kantor kelurahan/kecamatan.

Pada diagram di atas terlihat sikap bahasa yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung merupakan sikap positif. Hal itu terlihat dari nilai rata-rata yang ditunjukkan oleh 217

Metalingua, Vol. 15 No. 2, Desember 2017:213–221

setiap situasi percakapan dengan nilai rata-rata hampir mendekati angka 2. Itu artinya intensitas penggunaan bahasa Sunda cukup tinggi. Pada ranah kekeluargaan, bahasa Sunda lebih sering digunakan dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Rata-rata penggunaan bahasa Sunda pada situasi percakapan (1) mencapai angka 1,94, (2) mencapai angka 1,91, (3) mencapai angka 1,86, (4) mencapai angka 1,86, (5) mencapai angka 1,63, (6) mencapai angka 1,54, (7) mencapai angka 1,80, (8) mencapai angka 1,57, dan (9) mencapai angka 1,57.

itu. Remaja di Kabupaten Bandung hampir selalu menggunakan bahasa Sunda jika berkomunikasi dengan tetangga dalam berbagai situasi komunikasi. Sikap bahasa pada ranah ketetanggaan ini terbagi ke dalam empat situasi komunikasi dengan mempertimbangkan lawan bicara dan situasinya.

C. Sikap Bahasa Para Remaja pada Ranah Kekariban Para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah kekariban menunjukkan sikap positif. Remaja di Kabupaten Bandung lebih sering menggunakan bahasa Sunda jika berkomunikasi dengan teman dekat di RT/RW yang sama dalam berbagai situasi komunikasi. Sebanyak 27 responden dari 35 responden yang ada hampir selalu menggunakan bahasa Sunda. Adapun sisanya sekitar 8 orang lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia. Sikap bahasa pada ranah kekariban bisa dilihat pada diagram berikut ini.

Diagram 3 Sikap Bahasa pada Ranah Kekariban

Pada diagram di atas terlihat nilai rata-rata sikap bahasa yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah kekariban, yakni 1,77. Dengan demikian, sikap bahasa yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah kekariban adalah positif. D. Sikap Bahasa Para Remaja pada Ranah Ketetanggaan Sikap bahasa positif ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah ketetanggaan. Sikap positif itu didasarkan pada intensitas penggunaan bahasa Sunda pada ranah 218

Diagram 4 Sikap Bahasa pada Ranah Ketetanggaan Berdasarkan Situasi Percakapan Keterangan diagram: Situasi percakapan: (1) percakapan dengan tetangga (tua), (2) tetangga (muda), (3) tetangga (sebaya), dan (4) tetangga (anak-anak).

Dari diagram di atas terlihat sikap bahasa yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah ketetanggaan memperlihatkan sikap yang positif. Pada ranah ketetanggaan, bahasa Sunda lebih sering digunakan dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Rata-rata penggunaan bahasa Sunda pada situasi percakapan (1) mencapai angka 1,74, (2) mencapai angka 1,66, (3) mencapai angka 1,86, dan (4) mencapai angka 1,71. Meskipun sikap bahasa yang ditunjukkan secara umum oleh para remaja dalam ranah ketetanggaan merupakan sikap positif, dalam lingkungan tertentu, seperti situasi percakapan di lingkungan kompleks perumahan dan koskosan, lebih sering digunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Sunda. Kondisi ini tidak lepas dari kondisi kompleks perumahan dan lingkungan kos-kosan yang lebih heterogen– dari segi penutur bahasa tertentu– dibandingkan dengan kondisi lingkungan yang bukan kompleks perumahan dan lingkungan kos-kosan. E. Sikap Bahasa Para Remaja pada Ranah Transaksi Sikap positif ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah transaksi

Wagiati et al.: Sikap Berbahasa para Remaja...

(rata-rata 1,62). Remaja di Kabupaten Bandung hampir selalu menggunakan bahasa Sunda jika berkomunikasi dengan penjaga toko ataupun dengan tukang ojek dalam berbagai situasi komunikasi. Sikap bahasa pada ranah transaksi terbagi ke dalam lima situasi komunikasi dengan mempertimbangkan lawan bicara dan situasinya, yaitu percakapan dengan tukang ojek dan penjaga toko. Beberapa remaja, dalam situasi percakapan tertentu, kadang-kadang menggunakan bahasa Indonesia terlebih dahulu jika lawan bicara tidak dikenal baik. Namun, ketika penutur sudah mengetahui latar belakang lingual mitra tuturnya, kondisi percakapan berubah dengan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Sunda. Hal itu terjadi, misalnya ketika mereka berbicara dengan penjaga toko yang belum dikenal baik. Adapun sikap bahasa remaja di Kabupaten Bandung pada ranah transaksi secara keseluruhan terlihat pada diagram berikut ini.

Diagram 5 Sikap Bahasa pada Ranah Transaksi Berdasarkan Situasi Percakapan Keterangan diagram: Situasi percakapan: (1) percakapan dengan tukang ojek yang dikenal baik, (2)percakapan dengan tukang ojek yang tidak dikenal baik, (3) percakapan dengan penjaga toko yang dikenal baik, (4) percakapan dengan penjaga toko yang tidak dikenal baik, dan (5) percakapan dengan pedagang di pasar tradisional.

Pada Diagram 5 terlihat sikap bahasa positif yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung dalam ranah transaksi. Pada ranah transaksi, bahasa Sunda lebih sering digunakan dibandingkan dengan bahasa Indonesia meskipun beberapa remaja, dalam situasi percakapan tertentu, kadang menggunakan bahasa Indonesia terlebih dahulu jika lawan bicara tidak dikenal baik. Namun, kondisi percakapan berubah dengan adanya alih kode

dari bahasa Indonesia ke bahasa Sunda ketika penutur sudah mengetahui latar belakang lingual mitra tuturnya. Dari kelima situasi percakapan pada ranah transaksi ini, empat di antaranya menampilkan sikap positif dengan kisaran ratarata di atas 1,5. Adapun pada situasi percakapan nomor 4, situasi percakapan dengan penjaga toko yang tidak dikenal baik, sikap bahasa yang ditunjukkan merupakan sikap bahasa yang negatif terhadap bahasa Sunda dengan kisaran rata-rata 1,29. F. Sikap Bahasa Para Remaja pada Ranah Pendidikan Remaja di Kabupaten Bandung bersikap negatif terhadap bahasa Sunda karena hampir selalu menggunakan bahasa Indonesia jika berkomunikasi dengan guru di sekolah dan di luar sekolah dalam berbagai situasi komunikasi meskipun dalam beberapa situasi tertentu ada juga yang menggunakan bahasa Sunda. Sikap bahasa pada ranah pendidikan ini dilihat dari penggunaan bahasa ketika percakapan dengan guru di kantor sekolah dan percakapan dengan guru di luar kantor sekolah. Penggunaan bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan memang sudah menjadi regulasi di dunia pendidikan kita. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki fungsi, salah satunya, sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan. Intensitas penggunaan bahasa Sunda oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah pendidikan rata-rata sekitar 1,11. Angka ratarata itu rendah. Itu artinya sikap bahasa para remaja di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda pada ranah pendidikan negatif. Untuk lebih terperinci, dapat kita lihat diagram berikut ini.

Diagram 6 Sikap Bahasa pada Ranah Pendidikan Berdasarkan Situasi Percakapan

219

Metalingua, Vol. 15 No. 2, Desember 2017:213–221 Keterangan: Situasi percakapan: (1) percakapan dengan guru di kantor sekolah dan (2) percakapan dengan guru di luar kantor sekolah.

Pada diagram di atas terlihat sikap bahasa negatif yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda dalam ranah pendidikan. Pada ranah pendidikan, bahasa Indonesia lebih sering digunakan dibandingkan dengan bahasa Sunda. Nilai rata-rata yang rendah (hampir mendekati angka 1) ini menunjukkan bahwa sikap bahasa yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda pada ranah pendidikan menampilkan sikap bahasa yang negatif. F. Sikap Bahasa Para Remaja pada Ranah Pemerintahan Para remaja di Kabupaten Bandung bersikap negatif terhadap bahasa Sunda pada ranah pemerintahan. Mereka hampir selalu menggunakan bahasa Indonesia jika berkomunikasi dengan pegawai pemerintahan dalam berbagai situasi komunikasi meskipun dalam beberapa situasi tertentu ada juga yang menggunakan bahasa Sunda. Sikap bahasa pada ranah pemerintahan ini dilihat dari penggunaan bahasa ketika bercakap-cakap dengan pegawai kelurahan/kecamatan di kantor dan percakapan dengan pegawai kelurahan/kecamatan di luar kantor. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan bahasa Sunda sekaligus sikap para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda pada ranah pemerintahan. Intensitas penggunaan bahasa Sunda oleh para remaja di Kabupaten Bandung pada ranah pemerintahan rata-rata sekitar 1,39. Rata-rata itu kembali menunjukkan kepada kita bahwa sikap bahasa para remaja pada ranah pemerintahan memperlihatkan sikap yang negatif. Untuk lebih terperinci, dapat kita lihat diagram berikut ini.

Diagram 7 Sikap Bahasa pada Ranah Pemerintahan Berdasarkan Situasi Percakapan

220

Keterangan: Situasi percakapan: (1) percakapan dengan pegawai kelurahan/kecamatan di kantor, (2) percakapan dengan pegawai kelurahan/kecamatan di luar kantor, dan (3) percakapan dengan orang yang tidak dikenal.

Terlihat sikap bahasa negatif yang ditunjukkan oleh para remaja di Kabupaten Bandung terhadap bahasa Sunda dalam ranah pemerintahan. Pada ranah pemerintahan, bahasa Indonesia lebih sering digunakan dibandingkan dengan bahasa Sunda. Nilai rata-rata penggunaan bahasa Sunda pada situasi percakapan (1) mencapai angka 1,49, (2) mencapai angka 1,51, dan (3) mencapai angka 1,17. Pada ketiga situasi percakapan pada ranah pemerintahan, dua di antaranya menampilkan sikap yang negatif, yaitu pada situasi percakapan dengan pegawai kelurahan/kecamatan di kantor dan percakapan dengan orang yang tidak dikenal. Adapun pada situasi percakapan dengan pegawai kelurahan/kecamatan di luar kantor menunjukkan sikap positif dengan nilai rata-rata di kisaran 1,51.

4. Penutup 4.1 Simpulan Bahasa Sunda digunakan oleh para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung pada ranah kekeluargaan, ranah kekariban, ranah ketetanggaan, ranah transaksi, ranah pendidikan, dan ranah pemerintahan dengan berbagai situasi percakapan. Berdasarkan intensitas penggunaan bahasa Sunda pada setiap ranah, dapat disimpulkan bahwa para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung menunjukkan sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Sunda pada empat ranah komunikasi, yaitu ranah kekeluargaan, ranah kekariban, ranah ketetanggaan, dan ranah transaksi. Pada ranah kekeluargaan, rata-rata penggunaan bahasa Sunda oleh para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung ada pada kisaran angka 1,74; pada ranah kekariban ada pada kisaran angka 1,77; pada ranah ketetanggaan ada pada kisaran angka 1,74; dan pada ranah transaksi ada pada kisaran angka 1,62. Sikap berbahasa pada keempat ranah tersebut dikatakan positif karena nilai rata-rata yang diperoleh pada ranah-ranah tersebut mendekati

Wagiati et al.: Sikap Berbahasa para Remaja...

angka 2. Dari keempat ranah tersebut, sikap bahasa pada ranah kekariban merupakan sikap bahasa yang paling positif dengan nilai rata-rata mencapai angka 1,77. Pada ranah pendidikan dan ranah pemerintahan, para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung menampilkan sikap yang negatif terhadap bahasa Sunda. Pada ranah pendidikan, rata-rata penggunaan bahasa Sunda oleh para remaja berbahasa Sunda di Kabupaten Bandung ada pada kisaran angka 1,11 dan pada ranah pemerintahan ada pada kisaran angka 1,39. Karena nilai rata-rata pada kedua ranah ini mendekati angka 1, sikap berbahasa Sunda pada kedua ranah itu negatif. Dari kedua ranah ini, sikap bahasa pada ranah pendidikan merupakan sikap bahasa paling negatif dengan

nilai rata-rata penggunaan bahasa Sunda hanya pada angka 1,11. 4.2 Saran Penelitian in perlu dilanjutkan dengan informan yang lebih banyak dan lokasi penelitian yang lebih luas dengan menjangkau semua lapisan masyarakat. Disarankan untuk menggunakan metode kuantitatif dengan pemilihan informan yang acak. Penelitian kualitatif juga perlu dilakukan untuk mengkaji variasi bahasa yang dikuasai oleh para remaja dan kelompok umur yang lain. Bahasa Sunda harus ditingkatkan vitalitasnya karena bahasa Sunda memiliki penutur terbesar kedua setelah Jawa.

Daftar Pustaka Anderson, A. Edmund. 1974. “Language Attitudes, Belief, Values: A Study Linguistic Cognitive Framework. Disertation of Georgetown University Washington D.C. Darmayanti, Nani. 2012. Bahasa Sunda dan Sistem Komunikasi. Bandung: FIB Press. Fasold, Ralph. 1990. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell. Garvin, P.L. dan M. Mathiot. 1968. “The Urbanization of the Guarani Language: A Problem in Language and Culture.” In A.F.C Wallace (Ed.) Men and Cultures: Selected Papers of the Fifth International Congress of Anthropological and Ethnological Sciences. Philadelphia, PA: University Pennsylvania Press, hlm. 783 ̶ 790. Kridalaksana, H. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lambert, Wallace E. 1967. “A Social Psychology of Bilingualism”. Journal of Social Issues, 23 (2), 91 ̶ 109. Suandi, I Nengah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiyono. 2014. “Sikap Bahasa Masyarakat Perkotaan di Kalimantan”. Laporan Penelitian, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta. Sumarsono. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

221

Metalingua, Vol. 15 No. 2, Desember 2017:213–221

222