Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Gangguan Autis Pada Anak Dengan Metode Forward Chaining Aggy Pramana Gusman Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini mendiagnosa gangguan autis dengan metode fordward chainig. Diagnosa autis secara dini sangat penting karna sebagian kasus yang terjadi autis bisa disembukan apabila diketahui sejak dini. dan saat sekarang ini orang tua tidak menyadari gangguan yang dialami oleh anaknya, dan tidak jarang pula mengetahui anaknya terjanggkit autis pada saat anak sudah remaja ini jalas sudah terlambat. Untuk itu dibuat aplikasi sistem pakar diagnosa autis dengan metode fordward chaining. Metode fordward chaing itu adalah metode yang proses berfikirnya dari gejala sampai di temukan kesimpulan, sehingga ini cocok untuk dipakai dalam mendiagnosa autis Kata kunci : Autis, Sistem pakar, Fordward chaining
1. Pendahuluan Sistem pakar adalah sebuah system yang memiliki pengetahuan dan bertindak seperti seorang pakar, salah satu bagian dari ilmu kecerdasan buatan bisa diterapkan untuk membantu orang tua agar bisa mendeteksi gangguan autis pada anaknya sedini mungkin, Dalam metode penyelesaian masalah, Mendiagnosa gangguan autis ini harus didukung dengan metode pelacakan Forward chaining. Sistem pakar dengan metode inferensi forward chaining untuk mendiagnosa ganguan autis sejauh ini telah pernah di terapkan pada usia remaja dan dewasa dan bisa menditeksi gejala autis dengan di Bantu dengan data – data pendukung. Pada dasarnya Autis merupakan gangguan fungsi otak yang gejalanya timbul sebelum penderita berusia 3 tahun, dan bahkan pada beberapa kasus gangguan ini sudah terlihat sejak lahir. Gangguan ini mencakup hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya, komunikasi verbal dan non verbal, imajinasi, dan perhatian kepada sesuatu hal. Oleh karna itu system yang akan di bangun memakai metode inferensi forward chaining, karna metode forward chaining melakukan pencarian / penarikan kesimpulan yang berdasarkan pada data atau fakta yang ada menuju ke kesimpulan. Dengan memakai metoda ini diharapkan akan menyelesaikan penelitian ini, dan orang tua yang tidak tau bagaimana mendeteksi gejala autis pada anak bisa terbantu untuk mengetahui adanya gangguan autis pada anak mereka sedini mungkin, sehingga kemungkinan untuk bisa disembuhkan dari gangguan autis ini bisa lebih besar lagi.
2.LANDASAN TEORI 2.1.Sistem Pakar Sistem pakar (Expert System) secara umum adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat bertindak menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Atau dengan kata lain sistem pakar adalah sistem yang didesain dan diimplementasikan dengan bantuan bahasa pemrograman tertentu untuk dapat menyelesaikan masalah seperti yang dilakukan oleh para ahli. Diharapkan dengan sistem ini, orang awam dapat menyelesaikan masalah tertentu. sistem ini dapat digunakan sebagai asisten yang berpengalaman.
25
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Sampai saat ini sudah banyak sistem pakar yang dibuat, seperti MYCIN, DENDRAL, XCON & XSEL, SOPHIE, Prospector, FOLIO, DELTA. Pengertian sistem pakar menurut Turban 2005”sistem pakar adalah sebuah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke computer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah layaknya seorang pakar. Menurut Martin dan Oxman dalam Kusrini (2006: 11) sistem pakar merupakan suatu sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah yang biasanya dilakukan oleh seorang pakar Perbandingan sistem konvensional dengan sistem pakar sebagai berikut (Kusumadewi, 2003): A. Sistem Konvensional 1. Informasi dan pemrosesan umumnya digabung dalam satu program sequential 2. Program tidak pernah salah (kecuali pemrogramnya yang salah) 3. Tidak menjelaskan mengapa input dibutuhkan atau bagaimana hasil diperoleh 4. Data harus lengkap 5. Perubahan pada program merepotkan 6. Sistem bekerja jika sudah lengkap. B. Sistem Pakar 1. Knowledge base terpisah dari mekanisme pemrosesan (Inference) 2. Program bisa melakukan kesalahan 3. Penjelasan (Explanation) merupakan bagian dari ES 4. Data tidak harus lengkap 5. Perubahan pada rules dapat dilakukan dengan mudah 6. Sistem bekerja secara heuristik dan logik Suatu sistem dikatakan sistem pakar apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Kusumadewi, 2003): 1. Terbatas pada domain keahlian tertentu 2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak pasti 3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami 4. Berdasarkan pada kaidah atau rule tertentu 5. Dirancang untuk dikembangkan sacara bertahap 6. Keluarannya atau output bersifat anjuran. Adapun banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengembangkan sistem pakar, antara lain (Kusumadewi, 2003): 1. Masyarakat awam non-pakar dapat memanfaatkan keahlian di dalam bidang tertentu tanpa kesadaran langsung seorang pakar 2. Meningkatkan produktivitas kerja, yaitu bertambahnya efisiensi pekerjaan tertentu serta hasil solusi kerja 3. Penghematan waktu dalam menyelesaikan masalah yang kompleks 4. Memberikan penyederhanaan solusi untuk kasus-kasus yang kompleks dan berulang-ulang 5. Pengetahuan dari seorang pakar dapat dikombinasikan tanpa ada batas waktu 6. Memungkinkan penggabungan berbagai bidang pengetahuan dari berbagai pakar untuk dikombinasikan. Selain banyak manfaat yang diperoleh, ada juga kelemahan pengembangan sistem pakar, yaitu (Kusumadewi, 2003): 1. Daya kerja dan produktivitas manusia menjadi berkurang karena semuanya dilakukan secara otomatis oleh sistem 2. Pengembangan perangkat lunak sistem pakar lebih sulit dibandingkan dengan perangkat lunak konvensional. Tujuan pengembangan sistem pakar sebenarnya bukan untuk menggantikan peran manusia, tetapi untuk mensubstitusikan pengetahuan manusia ke dalam bentuk sistem, sehingga dapat digunakan oleh orang banyak. 26
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
2.2 Struktur Sistem Pakar Komponen utama pada struktur sistem pakar meliputi: 1. Akuisisi pengetahuan Subsistem ini di gunakan untuk memasukan pengetahuan dari seorang pakar dengan cara merekayasa pengetahuan agar bisa di proses oleh komputer dan menaruhnya dalam basis pengetahuan dalam format tertentu ( dalam bentuk representasi pengetahuan ) 2. Basis pengetahuan ( knowledge base ) Basis pengetahuan mengandung pengetahuan yang di perlukan untuk memahami, menformulasikan, dan menyelesaikan masalah. Basis pengetahuan terdiri dari dua elemen dasar yaitu : a. Fakta, misalnya situasi kondisi dan permasalahan yang ada b. Rule ( aturan ) untuk mengarahkan pengunaan pengetahuan dalam memeca kan masalah 3. Mesin inferensi Mesin inferensi adalah sebuah program yang berfungsi untuk memandu proses penalaran terhadap suatu kondisi berdsarkan pada basis pengetahuan yang ada, memanipulasi dan mengarahkan kaidah, model dan fakta yang di simpan dalam basis pengetahuan untuk mencapai solusi dan kesimpulan. 4. Daerah kerja ( blackboard ) Untuk merekam hasil sementara yang akan di jadikan sebagai keputusan dan untuk menjelaskan suatu masalah yang sedang terjadi, sistem pakar membutuhkan balckboard, yaitu area pada memori sebagai basis data. Tiga tipe keputusan yang dapat di rekam pada balckboard yaitu : a. Rencana : bagaimana menghadapi masalah b. Agenda : aksi – aksi potensial yang menunggu untuk di eksekusi c. Solusi : calon aksi yang akan di bangkitkan 5. Antarmuka pengguna Di gunakan sebagai media komunikasi antar pengguna dan sistem pakar. 6. Subsistem penjelasan Berfungsi memberi penjelasan kepada pengguna bagaimana suatu kesimpulan dapat di ambil. 7. Sistem perbaikan pengetahuan Kemampauan memperbaiki pengetahuan (knowledge refining system ) dari seorang pakar di perlukan untuk menganalisa pengetahuan, belajar dari kesalahan masa lalu, kemudian memperbaiki pengetahuannya sehingga dapat di pakai di masa akan datang 8. Pengguna Pada umumnya pengguna sistem pakar bukanlah seorang pakar ( non expert ) yang membutuhkan solusi, saran, atau pelatihan ( training ) dari berbagai permasalahan yang ada (T.Sutojo,S.Si.,M.kom. and all :2011)
27
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Gambar di bawah ini : Lingkungan konsultasi user
Lingkungan pengembangan
Fakta tentang kejadian terentu
Basis pengetahuan Fakta : apa yang di ketahui tentng area domain Rule : logical refernce
Antarmuka Fasilitas penjelasan
Rekayasa pengetahuan Akusisi pengetahuan
Motor inferensi Aksi dan rekomendasi
Pakar pengetahuan
Blackboard Perbaikan pengetahuan
Rencana solusi Agenda deskripi masalah
Gambar 2.1:hubungan antar komponen sistem pakar
2.3
Mesin/Motor Inferensi (inference engine)
Komponen ini mengandung mekanisme pola pikir dan penalaran yang digunakan oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Mesin inferensi adalah program komputer yang memberikan metodologi untuk penalaran tentang informasi yang ada dalam basis pengetahuan dan dalam workplace, dan untuk memformulasikan kesimpulan. Ada 2 cara yang dapat dilakukan dalam melakukan inferensi : 1. Forward Chaining. Pencocokkan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kiri (IF dulu). Dengan kata lain, penalaran dimulai dari fakta terlebih dahulu untuk menguji kebenaran hipotesis. Observasi A
Aturan R1
Fakta C
Kesimpulan 1 Aturan R3
Observasi B
Aturan R2
Fakta D
Kesimpulan 2 Aturan R2
Fakta E
Gambar 2.2: Penalaran Fordward Chaining
2.
Backward Chaining. Pencocokkan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kanan (THEN dulu). Dengan kata lain, penalarana dimulai dari hipotesis terlebih dahulu, dan untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut dicari fakta-fakta yang ada dalam basis pengetahuan.
28
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang Observasi A
Aturan R1
ISSN : 2355-9977
Fakta C Aturan R3 Tujuan 1
Observasi B
Aturan R2
Fakta D Aturan R2
Gambar 2.3 : Penalaran Backward Chaining
2.4
Pengertian Autis
Autis berasal dari kata ”auto” yang berarti sendiri. Penyandang autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autis baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau (Handoyo, 2003). Autis merupakan gangguan pervasif yang mencakup gangguan-gangguan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, interaksi sosial, perilaku, emosi, dan pengulangan perilaku yang terjadi dalam kontinum ringan sampai parah (Sugiarto, dkk, 2004; Gunawidjaja,2007). Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir atau saat masa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi dengan cara normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk ke dalam dunia repetitive, serta aktivitas dan minat yang obsesif. Gejala autis mulai terlihat sejak anak tersebut lahir atau masih kecil. Biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. (Ahira, 2011). Sedangkan menurut Sasanti (2004), Autisme adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus dan secara klinis sering ditemukan gejala yang bercampur baur atau tumpang tindih dengan gejala-gejala dari beberapa gangguan perkembangan yang lain maupun gangguan spesifik lainnya. Gangguan autistik lebih banyak dijumpai pada pria dibanding wanita dengan ratio 5 : 1. Dalam pengklasifikasian gangguan autisme untuk tujuan ilmiah dapat digolongkan atas autisme ringan, sedang dan berat. Namun pengklasifikasian ini jarang dikemukakan pada orangtua karena diperkirakan akan mempengaruhi sikap dan intervensi yang dilakukan. Padahal untuk penanganan dan intervensi antara autisme ringan, sedang dan berat tidak berbeda. Penanganan dan intervensinya harus intensif dan terpadu sehingga memberikan hasil yang optimal. Orangtua harus memberikan perhatian yang lebih bagi anak penyandang autis. Selain itu penerimaan dan kasih sayang merupakan hal yang terpenting dalam membimbing dan membesarkan anak autis (Yusuf, 2003). Menurut Edi 2003 mengemungkakan bahwa untuk mendiagnosa autisme perlu bermacam – macam tes kesehatan seperti : 1. Pemeriksaan pendengaran 2. Electroenchepalogram. 3. Magnetic resonance imaging. 4. Computer assisted axial tomography Berdasarkan bermacam – macam tes kesehatan tersebut dapat dilakukan pengamatan dikatakan autisme jika terbukti : 1. Hubungan sosial yang terbatas dan buruk 2. Keterampilan komunikasi belum sempurna 3. Perilaku berulang – ulang, minat dan aktivitas berkurang Anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi: (Suryana, 2004) a. Komunikasi 1). Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada. 2). Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian sirna. 3). Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya. 4). Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain. 5). Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi. 6). Senang meniru atau membeo (echolalia). 29
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
7). Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya. 8). Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. 9). Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu. b. Interaksi Sosial 1). Penyandang autistik lebih suka menyendiri. 2). Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan. 3). Tidak tertarik untuk bermain bersama teman. 4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh. c. Gangguan Sensoris 1). Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 2). Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga. 3). Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda. 4). Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut. d. Pola Bermain 1). Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. 2). Tidak suka bermain dengan anak sebayanya. 3). Tidak kreatif, tidak imajinatif. 4). Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar. 5). Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda. 6). Dapat sangat lekat dengan bendabenda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana. e. Perilaku 1). Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit). 2). Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang berulang-ulang. 3). Tidak suka pada perubahan. 4). Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong. f. Emosi 1). Sering marah-marah tanpa alas an yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan. 2). Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan keinginannya. 3). Kadang suka menyerang dan merusak. 4). Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri. 5). Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain. Namun gejala tersebut diatas tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme. Pada anak penyandang autism berat mungkin hampir semua gejala ada tapi pada kelompok yang ringan mungkin hanya terdapat sebagian saja (Suryana, 2004).
2.5 Diagnosa Autis Sesuai DSM-IV DSM-IV adalah atau disingkat dengan Diagnostic And Statistical Manual merupakan referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan mental. Secara detail, menurut DSM- IV(Diagnostik and Statistical manual of Mental Disorder) 1994, yang dibuat olehgrup psikiatri dari Amerika), kriteria gangguan autistik adalah sebagai berikut (Handojo, 2002): a. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3) dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masingmasing 1 gejala dari (2) dan (3) 1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala di bawah ini: 1.1 Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju 1.2 Tidak dapat bermain dengan teman sebaya 1.3 Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain 1.4 Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik 30
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal 1 dari gejalagejala di bawah ini: 2.1 Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara) 2.2 Bila bisa bicara, bicaranya tidak dapat untuk komunikasi 2.3 Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang 2.4 Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru 3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dariperilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada 1 dari gejala di bawah ini: 3.1 Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebihlebihan 3.2 Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya 3.3 Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang 3.4 Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
3. Uraian Kerangka Kerja Uraian kerja penelitian bisa dijabarkan urutan-urutan langkah kerja seperti berikut ini : 1. Identifikasi Masalah Masalah yang di identifikasi dalam penelitian ini adalah tanda-tanda gangguan autis pada anak sedini mungkin, 2. Analisis Masalah Analisis masalah pada penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulkan, penyususunan, pengelompokkan, dan dianalisis sehingga diperoleh beberapa gambaran yang jelas pada masalah yang di bahas. 3. Menentukan Tujuan Berdasarkan uraian diatas, tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk Mendapatkan hasil diagnosa tentang kemungkinan adanya gangguan autis pada anak, sesuai dengan aturan Diagnosa Statistical Manuar for Mental Disorder (DSM-IV) 4. Mempelajari Literatur Mempelajari literatur bertujuan untuk lebih mengetahui pengetahuan-pengetahuan atau knowledge yang akan diterapkan dalam sistem pakar ini. Literatur yang akan dipelajari ini ada bersumber dari buku-buku yang dikarang pakar yang ahli di bidangnya, jurnal-jurnal ilmiah yang dipublikasikan di internet, majalah dan surat kabar. 5. Mengumpulkan Data Data dikumpulkan dari berbagai sumber yang ada. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua metode, yaitu studi pustaka dan metode observasi a. Penelitian Perpustakaan (library research) Penelitian ini di lakukan untuk melengkapi pembendaharaan kaidah, konsep, teori dan lain-lain. Penelitian ini juga dilakukan melalui buku-buku, jurnal-jurnal, majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini maupun referensi yang lain. Penelitian ini ditujukan untuk mengumpulkan data, baik data primer maupun data skunder, dimana semua data tersebut sangat dibutuhkan dalam penelitian ini. b. Observasi Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi, perilaku dari anak yang mengalami gangguan autis 6. Desain Sistem Setelah menentukan metode yang akan digunakan maka tahap selanjutnya adalah merancang sistem. Pada perancangan sistem akan dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut : 1. Membuat rule – rule yang dibutuhkan 2. Membuat aturan inferensi ( kesimpulan )
31
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
3. Representasi pengetahuan, dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung terbentuknya rancangan dari sistem. 7. Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan dalam konsep dari rancangan sistem pakar untuk mendiagnosa gangguan autis pada anak yang disesuaikan dengan aturan yang telah ditetapkan pada Diagnosa Statistical Manuar for Mental Disorder (DSM-IV). 8. Implementasi Sistem Pada tahap ini dilakukan pengkajian kembali kelayakan dari sistem yang telah dirancang, apakah sistem tersebut sudah sesuai atau masih perlu dilakukan peninjauan kembali atau penyempurnaan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem pakar untuk mendiagnosa gangguan autis pada anak ini menggunakan metode inferensi maju (Fordward Chaining). Pemilihan metode ini didasari karena metode ini cocok diterapkan untuk mendapatkan hasil diagnosa dari beberapa kelompok gejala yang dimiliki. Seperti yang dijabarkan pada BAB II mengenai Diagnosa Autis Sesuai DSM-IV, bahwa ada 3 kelompok yang menjadi ciri-ciri dari gangguan autis pada anak di usia dini ini, yaitu ; ganggauan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, serta suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan. Hasil Diagnosa
Interaksi sosial
Bahasa dan berbahasa
Perilaku
Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik
Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi
Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan
Gambar 4.1. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Diagnosa Autis
Jika dari ketiga kelompok itu didapatkan tanda tanda minimal 2 gejala pada bagian gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, 1 gejala dari gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, dan 1 gejala dari bentuk pola yang dipertahankan secara berulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan maka dari hasil diagnosa anak tersebut mengalami gangguan autis.
4.1. Arsitektur Sistem Sesuai dengan bentuk arsitektur sistem pakar pada BAB II, dengan melakukan penyederhanaan di beberapa komponen, maka arsitektur sistem pakar untuk mendiagnosa gangguan autis pada anak dapat didesain seperti berikut :
32
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang Knowledge Base Berisi aturan -aturan sbb : * Aturan untuk menentukan gejala gangguan interaksi sosial * Aturan untuk menentukan gangguan bicara dan berbahasa * Gangguan untuk menentukan cara bermain yang kurang variatif
ISSN : 2355-9977
Database Berisi fakta-fakta tentang : * Data gejala gangguan Interaksi Sosial * Data gejala gangguan bicara dan berbahasa * Data gejala cara bermain yang kurang variatif * Data pasien
Inference Engine
Prosedur untuk mencocokkan fakta dengan aturan tentang data dan gejala untuk mendapatkan hasil diagnosa gangguan autis pada anak
User Interface berisi prosedur untuk membaca data input dari user berupa pemilihan gejala - gejala autis yang terlihat Prosedur untuk menampilkan hasil diagnosa
User
Gambar 4.2. Arsitektur Sistem
4.2.1.
Knowledge Base
Untuk mendukung penalaran dalam mendiagnosa gangguan autis pada anak, maka pengetahuan yang diperoleh dari pakar dapat di representasikan dalam bentuk pohon keputusan sebagaimana terlihat pada Gambar 4.2.1 Diagnosa Gangguan Autis
B
A
A1
A2
A3
A4
B5
B6
C
B7
B8
C9
C10
C11
C12
Gambar 4.2.1. Penalaran Keputusan Diagnosa
Keterangan : Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik A1. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju A2. Tidak dapat bermain dengan teman sebaya A3. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain A4. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik B. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi B5. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara) B6. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dapat untuk komunikasi A.
33
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
B7. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang B8. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru C. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dariperilaku, minat dan kegiatan. C9. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan C10. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya C11. Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang C12. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda Pada gambar 4.2.1 diatas terlihat bahwa setiap faktor yang mempengaruhi hasil diagnosa gangguan autis mempunyai beberapa kriteria, misalnya untuk faktor gangguan kualitati dan interaksi sosial yang timbal balik (A), dipengaruhi oleh Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju (A1), Tidak dapat bermain dengan teman sebaya (A2), Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain (A3), Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik (A4), jika ditemukan 2 gejala dari keempat kriteria tersebut, maka anak itu bisa dicurigai menderita autis. Untuk faktor gangguan kualitatif dalam bidang bahasa (B), dipengaruhi oleh kriteria Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara) (B5), Bila bisa bicara, bicaranya tidak dapat untuk komunikasi (B6), Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang (B7), Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru (B8), jika terdapat 1 tanda dari keempat kriteria ini, maka anak tersebut bisa dicurigai menderita gangguan autis. Untuk faktor Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dariperilaku, minat dan kegiatan (C), dipengaruhi oleh kriteria ; mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan (C9), Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya (C10), Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang (C11), Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda (C12), jika terdapat 1 tanda dari 4 kriteria ini, maka anak dicurigai menderita gangguan autis. Berdasarkan representasi pengetahuan untuk mendiagnosa gangguan autis pada anak ini maka disusun daftar aturan (rule) sebagai berikut : Tabel 4.2.1 Daftar Aturan (Rule)
No
Aturan (Rule)
1
IF kontak mata = sangat kurang AND ekspresi muka = kurang Hidup AND gerak gerik = kurang tetuju Maka THEN A1 = 1
2
IF anak tidak dapat bermain = dengan teman sebaya THEN A2 = 1
3
IF anak tidak dapat merasakan = yang dirasakan oleh orang lain THEN A3=1
4
IF tidak memiliki hubungan sosial dan emosional yang timbal balik THEN A4 = 1
5
IF bicara terlambat OR bicara tidak berkembang sama sekali AND tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara THEN B5 = 1
6
IF bicaranya tidak dapat untuk komunikasi THEN B6 = 1
7
IF sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang THEN B7 = 1
8
IF cara bermain = kurang variatif AND cara bermain = kurang imajinatif AND kurang 34
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
bisa meniru THEN B8 =1 9
IF mempertahankan suatu minat atau lebih,= dengan cara yang khas dan berlebihlebihan THEN C9 =1
10
IF anak terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya THEN C10 =1
11
IF anak melakukan gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang THEN C11 = 1
12
IF anak sering terpukau padan bagina-bagian benda THEN C12 = 1
4.2.2. Perancangan Stuktur Tabel Database Database merupakan tempat penyimpanan fakta-fakta yang diketahui dari hasil menjawab pertanyaan. 1. Tbkriteria Tbkriteria digunakan untuk menyimpan id kriteria dan nama kreteria untuk mendiagnosa gangguan autis. Kriteria tersebut berguna untuk membedakan gajala dalam diagnosa autis. No Field Name Data type Field Size Description 1
Id_kriteria
Varchar
8
Id kriteria
2
Nama kriteria
Varchar
100
Nama kriteria
2. Tbfaktor Tbfaktor akan menyimpan faktor-faktor penentu untuk mendiagnosa gangguan autis ini. No Field Name Data type Field Size Description 1
Id_Faktor
Varchar
8
Id Faktor
2
Faktor
Varchar
255
Isi dari Faktor
3
Id_kriteria
Varchar
8
Kunci tamu dari tabel kriteria
4
G0
Varchar
8
Lanjutan pertanyaan
4.2.3.
Mekanisme Inference Engine
Algorithma sistem pakar untuk mendiagnosa gangguan autis pada anak bisa dilihat pada gambar 4.2.3 Pada algorithma tersebut terlihat proses penelusuran dimulai dengan memasukkan data nama dan umur anak serta memasukan pilihan jawaban dari pertanyaan yang muncul dan sistem akan melakukan penelusuran pada rule, setelah dilakukan penelusuran maka akan didapatkan score untuk faktor yang bersangkutan. Proses penelusuran rule dan proses penghitungan score untuk masing-masing faktor jerjadi pada ketiga faktor yang mempengaruhi hasil diagnosa sampai akhirnya setiap score pada masing-masing faktor akan diakumulasikan untuk mendapatkan suatu hasil dignosa.
35
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Start
Declaration Variabel
Buku Tabel
Nama ortu, anak
For I=1 to tabel.Recoordcount
Pertanyaan ke-i
Jawab
False
Jawab Ya
Gejala Ke-i=False
True
Gejala ke-i= True
Baca Rule
Hasil
Stop
Gambar 4.2.3.1 Algoritman Inferensi Engine
5.Implementasi Untuk memudahkan pengoperasian sistem ini, maka rancangan antar muka dibagi atas beberapa jenis, yang disesuaikan dengan fungsinya masing-masing yaitu: 5.1. Form Menu Utama Form Menu Utama merupakan form yang berisi semua menu untuk mengaktifkan sub-sub program atau form-form yang lainnya. Menu-menu yang tampil pada form ini di sesuaikan dengan pengaturan hak akses. Pakar memiliki pilihan menu yang paling lengkap, hak akses user tidak selengkap pakar, untuk Pakar yang aktif semua sub menu seperti form faktor, kriteria dan form diagnosa. untuk user yang aktif hanya Form diagnosa.
36
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Gambar 5.1. Menu Utama
Pada tampilan awal terdapat 3 tombol menu, yaitu menu untuk pakar, user dan exit, pada tombol pakar tidak semua sub menu yang hidup, yang hidup hanya login saja, untuk menghidupkan beberapa tombol lain pakar di harapkan untuk login terlebih dahulu. Sedangkan untuk tombol user terdapat sub menu diagnosa yang aktif dan bebas di gunakan uleh user. Dan tombil exit untuk keluar dari aplikasi.
5.2.Form Login pakar Form login pakar ini merupakan form untuk loginnya seorang pakar, form ini dibuat untuk mengfilter dan mengamankan ilmu kepakaran seorang pakar supaya tidak tercemar dari orang lain. Tampilan dari form login sepseti pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Form User Login
5.3.Form Data Gangguan Form data gangguan ini berfungsi untuk memasukan gangguan – gangguan dalam mendiagnosa gangguan autis dan ini merupakan form yang menjadi bagian dari Pakar., jadi pakar bisa memasukkan gangguan - gangguan yang menjadi data utama untuk diagnosa gangguan autis ini.
37
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Gambar 5.3. Form Gangguan
Untuk memasukkan data gangguan yang baru ketikkan Id gangguan pada textfield Id gangguan dan tuliskan jenis gangguannya pada textfield jenis gangguan.
5.4.Form Gejala Data gejala merupakan penjabaran yang lebih detail dari data gangguan, setiap satu id gangguan akan memiliki sub gangguan yang bisa dibilang gejala, dalam gangguan tersebut dan setiap data gejala yang dimasukkan ke dalam form ini mempunyai Id gejala tersendiri, dan terdapat sebuah tabel untuk melihat data yang telah tersimpan. Nama gejala berfungsi untuk menyimpan pertanyaan yang berhubungan dengan gangguan untuk mendiagnosa autis. Di form input gejala juga terdapat satu textfield yang berguna untuk menentukan aturan pertanyaan yang akan tampil sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh pakar. Semua data yang telah disimpan bisa dilihat dalam bentuk tabel sesuai dengan kode id gangguan, sehingga memudahkan pakar untuk menentukan aturan pertanyaan dalam mendiagnosa autis.
38
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Gambar 5.4. Form Gejala
5.5.Form Diagnosa Form diagnosa merupakan form inti untuk pengolahan data untuk menghasilkan sebuah diagnosa. Saat user pilih form diagnosa pertama kali akan muncul keterangan dan petunjuk untuk menjalankan form diagnosa.
Gambar 5.5. Petunjuk
Setelah user mengklik “ok” maka akan muncul form diagnosa
39
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Gambar 5.6. Form Diagnosa
Langkah pertama untuk mengimplementasikan Form Diagnosa ini adalah dengan memasukkan nama orang tua dan nama anak yang akan dianalisa, kemudian akan tampil pertanyaan satu persatu, dan dibawah pertanyaan terdapa 2 option button untuk menentukan pilihan Ya atau Tidak. Jika tombil iya atau tidak sudah dipilih dengan cara mengkilikmakan dengan otomati pertanyaan ke dua akan muncul. Tombol cek hasil digunakan untuk menampilkan kesimpulan diagnosa terakhir dari sistem setelah semua pertanyaan dijawab.
Gambar 5.7 Jawaban Jika Terditeksi Gejala Autis\
40
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
Gambar 5.7 jawaban Jika Tidak Terjangkit Autis
5.4 Analisa Hasil Pengujian Hasil dari analisa dignosa autis ini menghasilkan sebuah informasi tentang keadaan anak yang telah di analisa dengan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul di form diagnosa, seperti contoh pada gambar 5.5 bapak dedi kusuma dengan anaknya bernama dito telah menjawab semua pertanyaan dangan kebanyakan pertanyaan tersebut cock dengan keadaan sang anak, maka dapat dilihat hasil analisa diagnosa autis menghasilkan anak bapak Dedi kusuma mengalami gejala autis lihat gambar 5.6. dan kebalikannya ibu Ratna dengan anaknnya bernama Siska telah menjawab semua pertanyaan, dan hanya beberapa pertanyaan yang cocok dengan keadaan anaknya saat ini, maka dapat dilihat hasil diagnosa autis menghasilkan kesimpulan anak ibu Siska tidak terjangkit gangguan autis.
6. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Ada tiga ganngguan, dan beberapa gejala untuk masing-masing gangguan yang menentukan hasil diagnosa gangguan autis, untuk mendiagnosa gangguan perkembangan sosial, dipengaruhi gejala pertama dan harus ditemukan minimal 2 tanda-tanda dari gejala ini. Gangguan perkembangan verbal dipengaruhi oleh gejala kedua dan minimal harus ditemukan 1 kriteria untuk gejala ini. gangguan ketiga digunakan untuk mengetahui adanya penyimpangan perilaku dan harus ditemukan minimal 1 gejala pada gangguan ini 2. Sistem pakar yang dirancang dapat mendiagnosa gangguan autis pada anak berdasarkan data tanya jawab yang dimasukkan. 41
Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 2, No. 1, September 2015, Hal. 25-42 Copyright©2015 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN : 2355-9977
3. Penalaran fordward chaining bisa digunakan untuk melakukan penelusuran faktorfaktor dan kriteria-kriteria untuk mendapatkan hasil diagnosa gangguan autis. 4. Keluaran dari sistem ini dalam bentuk informasi apakah seorang anak mengalami gangguan autis atau tidak. 6.2. Saran-saran Sebagai akhir dari penelitian ini, kami ingin menyampaikan saran-saran yang mungkin bermanfaat bagi siapa saja yang berminat untuk menggunakan sistem ini 1. Sistem pakar untuk mendiagnosa gangguan autis pada anak penulis rasakan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu pernulis mengharapkan ada pihak atau peneliti lain yang mau mengembangkan dan melanjutkan penelitian ini 2. Untuk mendapakan hasil diagnosa yang lebih akurat dan lebih mendekati kebenaran sebaiknya diterapkan metoda-metoda statistik atau metoda sistem pengambilan keputusan lainnya 3. Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer, diharapkan segala bentuk pelayanan publik sudah dapat diaplikasikan kedalam bentuk sistem (Sistem Pakar) yang dapat dengan mudah digunakan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA [1]. Rohman, Feri Fahrur. 2008.Rancang Bangun Aplikasi Sistem Pakar Untuk Menentukan Jenis Gangguan Perkembangan Pada Anak. [2]. Wardani, Desi Sulistya. 2007.Strategi Coping Orang Tua Menghadapi Anak Autis. [3]. Ratnadewi. 2005. Peran OrangTua Pada Terapi Biomedis Untuk Anak Autis . [4]. Universitas Sumatra Utara [5]. Paramita, Nurinda dkk. 2006. Games Komputer Untuk Mengembangkan Otak Kanan Anak Autis [6]. Matondang, Fithriani. 2006. Fuzzy Logic Metode Mamdani Untuk Membantu Diagnosa Dini Autis Spectrum Disonder. [7]. Millah, Rima Izzul. 2006. Sistem Pakar Penentu Menu Makanan Sehat Penderita Penyakit Kolesterol Sesuai Golongan Darah Pasien Mengguanakan Metede Fordward Chainiing dan Backward Chaining [8]. Riksma. 2006. Pendidikan Anak Autis [9]. Tutik, Gusti Ayu Kadek. 2008. Penerapan Fordward Chaining Pada program diagnosa anak penderita autisme [10]. Santoso, leo wilyanto.dkk. 2008. Implementasi fuzzy expert sIstem untuk analisa penyakit dalam pada manusia [11]. T. Sutojo, Edy Mulyana, Vincent Suhartono. 2011. Kecerdasan Buatan. Penerbit ANDI : Yogyakarta.
42