SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU

Download analisis isi. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah mendeskripsikan dan menganalisis struktur penceritaan yang terdiri dari tokoh ...

0 downloads 507 Views 2MB Size
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DINAMIKA KEPRIBADIAN DAN JENIS HOMOSEKSUALITAS TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI: KAJIAN PSIKOANALISIS

Skripsi Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Lidia Nathalia Trysnawati Rido NIM: 114114011

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Januari 2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akhir dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini: 1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum sebagai dosen pembimbing I, terima kasih atas bimbingan dan diskusinya tentang kajian psikoanalisis-Sigmund Freud, sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum sebagai dosen pembimbing II, terima kasih telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh dosen jurusan Sastra Indonesia yang telah sabar membimbing saya selama menempuh pendidikan di Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma. 4. Untuk kedua pahlawan saya, bapak Johanis Rido dan ibu Rofina Ing Hina Dida, S.ip., MM terima kasih telah mendoakan dan menyemangati saya selama menempuh pendidikan. 5. Kakak dan adik-adik tersayang, Fin, Jizrel, Noni, Queenzha, dan Garrent terima kasih sudah mendukung saya selama ini.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Sastra Indonesia yang selalu meluangkan waktunya untuk berdiskusi. 7. Seluruh karyawan Universitas Sanata Dharma, terima kasih untuk pelayanannya selama ini. 8. Semua pihak yang telah terlibat, saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungan yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Saya telah berusaha sebaik mungkin sebagaimana pengalaman hidup yang saya jalani. Namun, saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan kemampuan. Apabila terdapat saran untuk menunjang kesempurnaan skripsi ini, saya sangat berterima kasih. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Sastra Indonesia pada masa yang akan datang. Terima kasih.

Peneliti,

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini untuk: 1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Johanis Rido dan Ibu Rofina Ing Hina Dida, S.ip, M.M yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan kesabaran bagi saya. 2. Seluruh keluarga besar Rido dan Hina Dida yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dan dukungan hingga saat ini. 3. Seluruh sahabat prodi Sastra Indonesia angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terima kasih telah memberikan warna selama berjuang bersama menyelesaikan studi.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTO

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. (1 Petrus 5:7)

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun yang dibawah langit ada waktunya. (Pengkhotbah 3:1)

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya. (Matius 21:22)

Bila engkau sukses, engkau mungkin akan memiliki musuh dan teman-temanmu iri atau cemburu. Tetapi teruslah kesuksesanmu itu. (Mother Teresa)

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK Rido, Lidia Nathalia Trysnawati. 2017. “Dinamika Kepribadian Tokoh Bobi Dan Dydy Dalam Novel Pria Terakhir Karya Gusnaldi: Kajian Psikoanalisis-Sigmund Freud.”Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis struktur penceritaan, kemudian mendeskripsikan dan menganalisis dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy, dan mengklasifikasi perilaku homoseksual kedua tokoh tersebut dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikoanalisis-Sigmund Freud. Pendekatan psikoanalisis-Sigmund Freud memberikan gambaran adanya alam taksadar yang mempengaruhi dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy. Pendekatan dari sastra menggunakan teks sastra yang berupa novel Pria Terakhir karya Gusnaldi sebagai bahan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan analisis isi. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah mendeskripsikan dan menganalisis struktur penceritaan yang terdiri dari tokoh dan penokohan, latar (setting) dan alur dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi. Selanjutnya, peneliti menerapkan teori psikoanalisis-Sigmund Freud, yaitu dinamika kepribadian. Didapat hasil analisis bahwa dinamika kepribadian berorientasi pada naluri (insting) dan kecemasan (anxitas). Langkah ketiga menganalisis klasifikasi perilaku homoseksual tokoh Bobi dan Dydy. Hasilnya adalah sebagai berikut: (1) tokoh Bobi menggunakan jenis homoseksual yang pertama, yaitu benar-benar terbalik (absolutely inverted), dan (2) tokoh Dydy menggunakan jenis homoseksual yang kedua dan ketiga, yaitu terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted) dan kadang-kadang memperlihat inversi (occasionally inverted).

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT Rido, Lidia Nathalia Trysnawati. 2017. Dynamics of figur Bobi And Dydy In The Novel Of The Last Man By Gusnaldi: Psychoanalysis StudySigmund Freud. Final Task. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Department, Indonesian Literature Faculty, Sanata Dharma University. This study examines the dynamics of the characters' personalities and Dydy Bobi in the novel's Last Men Gusnaldi. The purpose of this study is to describe and analyze the structure of storytelling, then describe and analyze the dynamics of the characters' personalities and Dydy Bobi, and classifying homosexual behavior both figures in the novel's Last Men Gusnaldi. This research approach-psychoanalysis Sigmund Freud. Sigmund Freud's psychoanalytic approach-illustrate the nature of the unconscious that influence the dynamics of the personality and Dydy Bobi. The approach of the literature using literary texts that form the novel's Last Man Gusnaldi as research material. The method used in this research is descriptive method and content analysis. The first step is conducted by researchers describe and analyze the narrative structure that consists of character and characterization, background (setting) and the groove in the novel's Last Men Gusnaldi. The second step is researchers applied the theory-of psychoanalysis Sigmund Freud, the personality dynamics. The result of analysis that the dynamics of personality-oriented instinct (instinct) and anxiety (anxitas). The third step to analyze the classification of homosexual behavior and Dydy Bobi figures. The results were as follows: (1) The figures Bobi use any type of homosexual first, ie completely reversed (absolutely inverted), and (2) figure Dydy use any type of homosexual second and third, which is inverted in two directions (amphigenously inverted) and sometimes showed him inversion (occasionally inverted).

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

..........................................................................

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

i

...............................

ii

.........................................

iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

....................

iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..........

v

KATA PENGANTAR

vi

PERSEMBAHAN

.......................................................................

................................................................................

vii

ABSTRAK

...........................................................................................

viii

ABSTRACT

..........................................................................................

ix

.......................................................................................

x

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................

4

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................

5

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................

5

1.5 Tinjauan Pustaka .........................................................................

6

1.6 Landasan Teori ...........................................................................

8

1.6.1 Kajian Struktur Penceritaan ...............................................

9

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan 1.6.1.2 Latar (setting)

...........................................

......................................................

9 10

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.1.2.1 Latar Tempat

.......................................

11

1.6.1.2.2 Latar Waktu ..........................................

11

1.6.1.2.3 Latar Sosial ...........................................

12

1.6.1.3 Alur (plot) ................................................................

12

1.6.1.3.1 Awalan 1.6.1.3.1.1 Paparan (exposition) ............................

13

1.6.1.3.1.2 Rangsangan (inciting moment) ...........

13

1.6.1.3.1.3 Gawatan (rising action) ......................

13

1.6.1.3.2 Tengah 1.6.1.3.2.1 Tikaian (conflict) .................................

13

1.6.1.3.2.2 Rumitan (complication) ........................

13

1.6.1.3.2.3 Klimaks

..............................................

14

1.6.1.3.3.1 Leraian (falling action) ........................

14

1.6.1.3.3.2 Selesaian (denouement) .......................

14

1.6.2 Kajian Dinamika Kepribadian ............................................

14

1.6.2.1 Naluri (insting) ........................................................

15

1.6.2.1.1 Naluri Kehidupan (Life Instincst-Eros) ...

16

1.6.2.1.2 Naluri Kematian (DeathInstinct-Thanatos)

16

1.6.1.3.3 Akhir

1.6.2.2 Kecemasan (Anxitas) ...............................................

16

1.6.2.2.1 Kecemasan Realistis ..............................

17

1.6.2.2.2 Kecemasan Neurotis ...............................

17

1.6.2.2.3 Kecemasan Moral ....................................

17

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.2.3 Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis

.........

18

..............................

19

1.6.3 Homoseksualitas .................................................................

20

1.6.3.1 Klasifikasi Perilaku Homoseksual ........................

22

1.6.3.2 Perilaku Homoseksual ...........................................

23

1.6.3.2.1 Mulut ....................................................

23

1.6.3.2.2 Lubang Anus .......................................

24

1.6.3.2.3 Sadisme dan Masokisme

...................

24

1.7 Metode Penelitian ...................................................................

25

1.6.2.4 Mekanisme Pertahanan Ego

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

.........................................

25

1.7.2 Metode Analisis Data ....................................................

25

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ...........................

25

Sumber Data .........................................................................

26

1.9 Sistematika Penyajian .............................................................

26

1.8

BAB II ANALISIS STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI 2.1 Pengantar ................................................................................

28

2.2 Analisis Tokoh dan Penokohan ...............................................

28

2.2.1 Tokoh Utama: Tokoh Bobi ..........................................

28

2.2.2 Tokoh Utama: Tokoh Dydy .......................................

34

2.3 Analisis Latar (setting) ............................................................

38

2.3.1 Latar Tempat ..................................................................

39

2.3.2 Latar Waktu ...................................................................

39

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3.3 Latar Sosial 2.4 Analisis Alur (plot)

.................................................................

40

..............................................................

41

2.4.1 Awalan 2.4.1.1 Paparan (exposition)

........................................

42

2.4.1.2 Rangsangan (inciting moment) ...........................

43

2.4.1.3 Gawatan (rising action) ....................................

44

2.4.2 Tengah 2.4.2.1 Tikaian (conflict) ................................................

45

2.4.2.2 Rumitan (complication) ......................................

47

2.4.2.3 Klimaks ................................................................

48

2.4.3 Akhir

BAB III

2.4.3.1 Leraian (falling action) .....................................

49

2.4.3.2 Selesaian (denouement)

50

....................................

DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH BOBI DAN DYDY DALAM NOVEL PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI

3.1

Pengantar ..............................................................................

52

3.2 Dinamika Kepribadian Tokoh Bobi .........................................

54

3.2.1 Naluri (Insting) Tokoh Bobi .........................................

56

3.2.1.1 Naluri KehidupanTokoh Bobi ............................

57

3.2.1.2 Naluri Kematian Tokoh Bobi .............................

58

3.2.2 Kecemasan (Anxitas) Tokoh Bobi 3.2.2.1 Kecemasan Realistis Tokoh Bobi ....................

59

3.2.2.2 Kecemasan Neurotis Tokoh Bobi

60

.................

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.2.2.3 Kecemasan Moral Tokoh Bobi ........................

61

3.3 Dinamika Kepribadian Tokoh Dydy ......................................

62

3.3.1 Naluri (Insting) Tokoh Dydy 3.3.1.1 Naluri KehidupanTokoh Dydy .......................

63

3.3.1.2 Naluri Kematian Tokoh Dydy ..........................

65

3.3.2 Kecemasan (Anxitas) Tokoh Dydy

3.3.2.1 Kecemasan Realistis Dydy

...........................

65

3.3.2.2 Kecemasan Neurotis Dydy ...............................

66

3.3.2.3 Kecemasan Moral Dydy ..................................

66

3.4 Rangkuman

..........................................................................

67

BAB IV ANALISIS FAKTOR YANG MENYEBABKAN PERILAKU HOMOSEKSUAL BOBI DAN DYDY DALAM NOVEL PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI 4.1 Pengantar

.............................................................................

68

4.2 Klasifikasi Perilaku Homoseksual Tokoh Bobi dan Dydy ....

68

4.2.1 Tokoh Bobi: Absolutely Inverted

................................

68

4.2.2 Tokoh Dydy: Amphigenously Inverted & Occasionally Inverted

........................................................................

70

4.3 Perilaku Homoseksual Tokoh Bobi dan Dydy .........................

72

4.3.1 Mulut dan Lubang Anus ................................................

73

4.3.2 Sadisme dan Masokisme ................................................

74

4.4 Rangkuman

...........................................................................

74

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

..........................................................................

76

.....................................................................................

77

DAFTAR PUSTAKA

.........................................................................

79

LAMPIRAN ..........................................................................................

80

BIODATAPENULIS

83

..........................................................................

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai ketimurannya menganggap bahwa

hubungan sesama jenis merupakan hal yang tabu dan terlarang. Kondisi ini menjadikan kaum homoseksual menutup diri dari masyarakat. Oetomo (2003:3) menjelaskan bahwa homoseksual sebagai orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama atau ketertarikan orang secara emosional dan seksual kepada seseorang atau orangorang dari jenis kelamin yang sama. Di antara 202 negara di dunia ini homoseksualitas dianggap ilegal di 74 negara. Secara kasar bisa dikatakan bahwa situasi paling buruk berada di Afrika dan yang terbaik di Eropa. Sebanyak 144 negara tidak memberi dukungan apapun terhadap hak-hak kaum gay dan lesbian, sedangkan 53 negara perilaku homoseksual dianggap ilegal ternyata kultur yang dominan adalah Islam, atau bekas negaranegara komunis ataupun bekas koloni-koloni Inggris. Di 54 negara terdapat gerakan kaum gay dan lesbian, sedangkan 11 diantaranya mayoritas populasi mendukung egalitas yuridis bagi kaum gay dan lesbian. Di 98 negara tidak dipandang sebagai hal yang ilegal, meskipun usia yang diakui untuk memilih cara hidup bervariasi menurut hetero atau homoseksualitas, dan tidak ada undangundang yang melindungi para homoseks dari diskriminasi. Hanya enam negara saja undang-undangnya melindungi kaum homoseks dari diskriminasi. Proteksi

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

serupa juga terdapat di negara bagian dan provinsi tertentu di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia (Spencer, 2004:469-470). Secara khusus di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang homoseksual. Namun, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 292 secara eksplisit mengatur soal tindak sikap homoseksual yang dikaitkan dengan usia di bawah umur. Isi pasal sebagai berikut: “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”. Menurut Prodjodikoro (2003:120), pertimbangan pasal ini tampaknya adalah kehendak pembentuk undang-undang untuk melindungi kepentingan orang yang belum dewasa, yang menurut keterangan dengan perbuatan homoseksual ini kesehatannya akan sangat terganggu, terutama jiwanya. Beberapa karya sastra di Indonesia telah mengungkapkan tentang keberadaan kaum homoseksual, antara lain: Pria Terakhir (2009) karya Gusnaldi. Novel Pria Terakhir karya Gusnaldi menceritakan tentang kehidupan homoseksual yang dialami tokoh Bobi dan Dydy. Kedua tokoh tersebut bersahabat sejak kecil. Namun, persahabatan mereka harus terputus karena Dydy menyusul kakaknya ke Jakarta. Setelah beranjak dewasa mereka bertemu kembali. Bobi merupakan seorang duda dan bekerja sebagai arsitek terkenal, sedangkan Dydy sudah menikah dan memiliki dua orang putri. Dydy bekerja sebagai kontraktor. Ketika perekonomian keluarga Dydy terpuruk, Bobi membantu Dydy untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anak dan istrinya. Hal tersebut dilakukan Bobi tanpa sepengetahuan Intan. Kemudian, Bobi memberanikan diri untuk

2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mencurahkan perasaannya kepada Dydy. Ia sangat menyayangi Dydy. Dydy terkejut mengetahui hal tersebut. Dydy tidak pernah menyangka sahabat masa kecilnya itu bertumbuh menjadi seorang homo. Dydy jijik jika harus pacaran dengan sesama jenis karena ia pria normal. Dydy berusaha berpikir positif tentang Bobi agar Bobi tidak terpuruk dengan keadaannya. Ia mencoba untuk menjalin hubungan terlarang dengan Bobi tanpa sepengetahuan Intan dan kedua putrinya. Seiring berjalannya waktu, Intan mengetahui hubungan terlarang suaminya. Berat untuk menerima kenyataan tersebut, namun Intan ikhlaskan Dydy menjalin hubungan dengan Bobi. Intan sadar biduk rumah tangganya bersama Dydy sudah tidak harmonis lagi karena permasalahan ekonomi. Di sisi lain, Dydy mengalami tekanan batin yang sangat berat. Ia merasa bersalah karena tidak dapat menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab. Kehadiran Bobi membuat perhatian dan kasih sayang Dydy kepada Intan dan kedua putrinya mulai berkurang. Hal tersebut menyebabkan Intan kepikiran dan jatuh sakit. Tidak terbayangkan oleh Intan kalau orang yang ia cintai mengkhianati cintanya. Novel PriaTerakhir (selanjutnya disingkat PT) karya Gusnaldi dipilih sebagai objek kajian dengan tiga alasan. Pertama, novel PT karya Gusnaldi memiliki banyak kekayaan persoalan kejiwaan yang dihadapi oleh tokoh Bobi dan Dydy. Persoalan tersebut berkaitan langsung dengan isi dinamika kepribadian Freud; naluri dan kecemasan. Kedua, novel PT karya Gusnaldi dipilih karena terdapat hubungan percintaan sesama jenis yang gambarkan melalui tokoh Bobi dan Dydy. Hal tersebut, merupakan salah satu kekhasan teori psikoanalisis. Ketiga, novel PT

3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

karya Gusnaldi dipilih karena ingin mengangkat perilaku homoseksual yang sering mendapat stigma negatif oleh masyarakat. Masyarakat seharusnya menyadari dan memahami bahwa terdapat sekelompok orang yang memiliki orientasi seksual yang berbeda. Peneliti berharap agar adanya perubahan stigma dari masyarakat serta dapat menerima perbedaan orientasi seksual tersebut. Menurut Freud, psikoanalisis adalah analisis mengenai kehidupan tak sadar pada manusia. Ketidaksadaran ini adalah dari segi pengalaman yang tidak pernah kita sadari (karena terjadi pada tahap perkembangannya ketika kita belum berbahasa atau karena berlangsung cepat sekali maupun terjadi di luar pusat perhatian kita) atau kita tekan. Bagi Freud, ketidaksadaran merupakan salah satu inti atau tiang pasak dari teorinya (Hartono, 2003: 3). Dinamika kepribadian mencerminkan kepribadian tokoh Bobi dan Dydy tentang kehidupan homoseksual. Mereka terlahir pada masa dan kondisi sosial yang sama, namun keadaan keluarga yang berbeda. Dydy berasal dari keluarga yang berantakan, sehingga ia bertumbuh menjadi anak yang pemberontak. Sedangkan, Bobi mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun, ia terjerumus ke dalam kehidupan homoseksual (gay). Hal ini, membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang kehidupan homoseksual yang dilakukan oleh tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. 1.2

Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah struktur penceritaan (tokoh, penokohan, latar, dan alur) dalam novel PT karya Gusnaldi?

4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.2.2 Bagaimanakah dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi? 1.2.3 Termasuk jenis homoseksual apakah tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi? 1.3

Tujuan Penelitian 1.3.1 Mendeskripsikan struktur penceritaan (tokoh, penokohan, latar, dan alur) dalam novel PT karya Gusnaldi. Hal ini akan dibahas dalam bab II. 1.3.2 Mendeskripsikan dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Hal ini akan dibahas dalam bab III. 1.3.3 Menganalisis dan mengklasifikasi perilaku homoseksual tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Hal ini akan dibahas dalam bab IV.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis 1. Penelitian ini berfungsi mengaplikasikan teori psikoanalisis untuk mengungkapkan dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. 2. Hasil penelitan ini berguna sebagai bahan kajian yang memiliki keterkaitan dengan Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) dalam konteks Indonesia.

5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.4.2 Manfaat Praktis Hasil studi ini dapat dijadikan referensi untuk memahami perilaku homoseksual yang digambarkan melalui tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Di sisi lain, memberikan informasi mengenai pandangan yang melekat pada diri homoseksual dilihat dari humaniora bahwa kita tidak berhak untuk menghakimi siapapun di dunia ini termasuk kaum homoseksual. Mereka berhak untuk hidup dan kita harus menghargai serta menerima keberadaan mereka dengan baik. 1.5

Tinjauan Pustaka

Sejauh peneliti ketahui terdapat satu penelitian yang menggunakan novel PT karya Gusnaldi yang dilakukan oleh Alief Dewi Anggrahini Mahaputri Purnamasari (2013), Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Semarang. Judul skripsi adalah “Kehidupan Homoseksual Dalam Novel Pria Terakhir Karya Gusnaldi: Kajian Sosiologi Sastra. ”Purnamasari

menggunakan

teori

sosiologi

sastra

karena

mengangkat

permasalahan tentang fenomena kehidupan homoseksual yang dialami oleh Bobi dan Dydy dan sikap orang-orang di sekitar Bobi dan Dydy mengenai hubungan mereka. Penelitian objek yang sama yaitu novel bertemakan homoseksual pernah diteliti oleh Alfian Rokhmansyah (2010) dengan judul skripsi ”Resepsi Kaum Homoseksual Di Kota Semarang Terhadap Novel-Novel Homoseksual Di Indonesia (2010) karya Alfian Rokhmansyah.” Alfian menggunakan novel PriaTerindah karya Andrei Aksana. Permasalahan yang diangkat oleh Alfian,

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yaitu tanggapan kaum homoseksual di kota Semarang mengenai novel Pria Terindah karya Andrei Aksana dan pandangan masyarakat Thailand dan Indonesia mengenai kehidupan homoseksual. Alfian menitikberatkan pada pandangan masyarakat karena ia menggunakan teori resepsi sastra. Selanjutnya, skripsi berjudul “Homoseksual Tokoh Rafky dan Valent Dalam Novel Pria Terindah Karya Andrei Aksana: Suatu Tinjauan Psikologi” oleh Ratih Dwi Andani (2010). Penelitian Ratih sama halnya dengan penelitian Alfian dan peneliti, yaitu menggunakan objek homoseksual dalam novel. Lelaki Terindah karya Andrei Aksana merupakan novel yang diangkat oleh Ratih dan Alfian. Hal tersebut merupakan pembeda dengan novel yang dikaji oleh peneliti. Kajian teoritis yang digunakan Ratih dalam skripsinya menggunakan psikologi sastra untuk mengetahui watak dan perilaku tokoh Rafky dan Valent. Penelitian yang menggunakan teori psikoanalisis sebagai alat penelitian sastra di antaranya yaitu Indra Yeni Sugiarto (2007) “Perilaku Seksualitas Lima Tokoh Perempuan Dalam Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan: Sebuah Pendekatan Psikoanalisis.” Skripsi tersebut menerapkan pendekatan psikologi sastra dengan memfokuskan pada analisis perilaku seksual tokoh-tokohnya dengan teori psikoanalisis. Penelitian lain yang mengkaji karya sastra menggunakan kajian psikoanalisisSigmund Freud adalah Listiana Kusuma Handaru (2010) “Perilaku Kekerasan Intensional Tokoh-Tokoh Dalam Kembang Jepun Karya Remy Sylado: Tinjauan Psikoanalisis”. Penelitian tersebut menerapkan pendekatan psikologi sastra

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan memfokus pada analisis perilaku kekerasan intensional berdasarkan teori psikoanalisis. Selanjutnya, Yustinus Wendi Setiadi (2012), Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Judul skripsi

“Dinamika

Kepribadian Tokoh-tokoh Utama dalam Novel 3 Cinta 1 Pria karya Arswendo Atmowiloto: Kajian Psikoanalisis-Sigmund Freud”. Penelitian yang dilakukan oleh Yustinus difokuskan pada mimpi dan lupa nama tokoh-tokoh utama dalam novel 3 Cinta 1 Pria karya Arswendo Atmowiloto. Dari penelitian terdahulu, peneliti berusaha melakukan penelitian yang berbeda dengan mengulas novel PT karya Gusnaldi menggunakan teori psikoanalisis dan memfokuskan pada dinamika kepribadian, yakni naluri dan kecemasan agar dapat mengungkapkan kehidupan homoseksual yang dilakukan oleh tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Oleh karena itu, penelitian ini bukan merupakan pengulangan dari sebuah penelitian dan pantas untuk diteliti lebih lanjut. 1.6 Landasan Teori Dalam landasan teori ini, peneliti akan memaparkan kajian struktur penceritaan (tokoh, penokohan, latar, dan alur), dinamika kepribadian dan homoseksualitas. Kajian struktur penceritaan digunakan untuk menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan alur. Memahami sebuah karya sastra dapat dilakukan dengan memaparkan struktur novel. Fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghadirkan keseluruhan karya sastra (Nurgiyantoro, 1995: 37).

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kemudian, peneliti memaparkan kajian psikoanalisis, yaitu: dinamika kepribadian. Hal tersebut digunakan untuk menganalisis kehidupan homoseksual tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Selanjutnya, peneliti memaparkan kajian homoseksualitas agar dapat mengetahui klasifikasi dan perilaku homoseksual kedua tokoh utama tersebut. 1.6.1 Kajian Struktur Penceritaan Penelitian ini menggunakan kajian struktur penceritaan untuk menganalisis struktur novel PT karya Gusnaldi yang terdiri dari: tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Memahami sebuah karya sastra dapat dilakukan dengan memaparkan struktur novel. Fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghadirkan keseluruhan karya sastra (Nurgiyantoro, 1995: 37). 1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan Tokoh merupakan bagian terpenting dalam sebuah karya sastra. Dalam novel ini akan dianalisis unsur tokoh karena dengan menganalisis unsur tokoh tersebut akan ditemukan dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Selain itu juga, akan ditemukan kehidupan homoseksual tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Abrams (1981: 20) memaparkan tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (dalam Nurgiyantoro, 2002: 165). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam proses yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai

9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Wahyuningtyas, 2011: 3). Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Jones dalam Nurgiyantoro, 2005:165). Secara garis besar, teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra dapat dibedakan ke dalam dua teknik, yaitu teknik penjelasan (exspository) yaitu teknik pelukisan tokoh yang dilakukan dengan cara memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung dan teknik dramatik (dramatic), yaitu kebalikan dari teknik exspository, disampaikan secara tidak langsung. Wujud penggambarannya dapat dilakukan dengan beberapa teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik tokoh lain, teknik pelukisan latar dan teknik fisik (Nurgiyantoro, 2002: 194). Dalam penelitian ini, peneliti akan membedakan tokoh berdasarkan segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Namun, peneliti akan memfokus pada tokoh utama saja. Yang dimaksud dengan tokoh utama adalah tokoh yang penting dan ditampilkan terus-menerus, sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Sebaliknya tokoh yang kurang penting, jarang ditampilkan dan hanya mengisi sebagian kecil cerita (Taum, 2002: 5).

10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.1.2 Latar (Setting) Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abraham dalam Nurgiyantoro, 2010: 216).Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 2010: 227). 1.6.1.2.1 Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempattempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. 1.6.1.2.2 Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu, kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari cerita yang luar cerita yang bersangkutan.

11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.1.2.3

Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas. Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan. Jadi, berada dalam kepaduannya dengan unsur latar yang lain, yaitu unsur tempat dan waktu. Ketiga unsur tersebut dalam satu kepaduan jelas akan menyaran pada makna yang lebih khas dan meyakinkan dari pada secara sendirisendiri (Nurgiyantoro, 2010: 237). 1.6.1.3 Alur (Plot) Alur (plot) adalah rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan membangun tulang punggung cerita (Sudjiman, 1988: 29). Alur terdiri atas tiga bagian, yaitu pertama, awalan yang terdiri atas paparan (exposition), rangsangan (inciting moment), dan gawatan (rising action). Kedua, bagian tengah yang terdiri atas tikaian (conflict), rumitan (complication), dan klimaks. Ketiga adalah tahap akhir yang terdiri atas leraian (falling action), dan selesaian (denouement) (Sudjiman, 1992: 30-36).

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.1.3.1

Awalan

1.6.1.3.1.1 Paparan (Exposition)

Paparan (exposition) merupakan fungsi utama suatu cerita. Dalam paparan, bukan informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan keterangan sekadarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisah selanjutnya. Selain itu, situasi yang digambarkan pada awal harus membuka kemungkinan cerita itu berkembang. 1.6.1.3.1.2 Rangsangan (Inciting Moment)

Rangsangan (inciting moment) yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh munculnya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator. Rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. 1.6.1.3.1.3 Gawatan (Rising Action)

Gawatan (rising action) merupakan peristiwa yang muncul diakibatkan oleh munculnya keinginan, pikiran, dan prakarsa dari seorang tokoh cerita untuk mencapai tujuan tertentu (Sumardjo dan Saini, 1985: 143). 1.6.1.3.2

Tengah

1.6.1.3.2.1 Tikaian (Conflict)

Tikaian (conflict) adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan (Sudjiman, 1992: 42); satu diantaranya diwakili oleh manusia atau pribadi yang biasanya menjadi protagonis dalam cerita. 1.6.1.3.2.2 Rumitan (Complication)

Rumitan (complication) adalah perkembangan dari gejala mulainya tikaian menuju ke klimaks cerita. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak

13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kehebatannya. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman, 1992: 35). 1.6.1.3.2.3 Klimaks

Klimaks adalah bagian alur yang menunjukkan adanya pihak-pihak yang berlawanan atau bertentangan, berhadapan untuk melakukan perhitungan terakhir yang menentukan (Sumardjo dan Saini, 1985: 143). 1.6.1.3.3 Akhir 1.6.1.3.3.1 Leraian (Falling Action)

Leraian (falling action) adalah bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian (Sudjiman, 1992: 35). 1.6.1.3.3.2 Selesaian (Denoument)

Selesaian (denouement) adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian mengandung penyelesaian masalah yang melegakan (happy ending), boleh juga mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan; misalnya si tokoh bunuh diri. Adapula pokok masalah tetap mengandung tanpa pemecahan, tanpa adanya penyelesaian masalah dalam keadaan yang penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidakpahaman (Sudjiman, 1992: 35-36). 1.6.2 Dinamika Kepribadian Dinamika kepribadian merupakan bukti pengaruh filsafat deterministik dan positivistik yang mendominasi ilmu pengetahuan abad ke-19 pada pemikiran Freud. Hal tersebut disebabkan anggapan Freud tentang dirinya memandang manusia sebagai suatu sistem energi yang kompleks. Energi yang terdapat pada manusia, yang digunakan untuk berbagai aktivitas seperti bernapas, kontraksi otot,

14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengingat, mengamati, dan berpikir, berasal dari sumber yang sama, yakni makanan. Dalam hal ini, Freud menambahkan bahwa energi manusia bisa dibedakan hanya dari penggunaannya, yakni untuk aktivitas fisik disebut energi fisik dan energi yang digunakan untuk aktivitas psikis disebut energi psikis. Dari sini juga bisa diketahui bahwa Freud telah menerapkan hukum kelangsungan energi (conservationofenergy) yang berasal dari fisika manusia. Menurut hukum kelangsungan energi, energi bisa diubah dari satu keadaan atau bentuk ke keadaan yang lain, tetapi tidak akan hilang dari sistem kosmik secara keseluruhan. Berdasarkan hukum ini, Freud mengajukan gagasan bahwa energi fisik bisa diubah menjadi energi psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya (Koeswara, 1991: 35-36). Selanjutnya, isi dari dinamika kepribadian adalah naluri, kecemasan, penyaluran dan penggunaan energi psikis, serta mekanisme pertahanan ego. Akan tetapi dalam penelitian ini, penyaluran dan penggunaan energi psikis dan mekanisme pertahanan ego hanya dipaparkan terpisah pada landasan teori. Adapun dalam analisis, kedua dinamika kepribadian tersebut akan dimasukkan ke dalam naluri dan kecemasan. Hal itu karena keduanya secara tidak langsung menjadi bagian dari naluri dan kecemasan. 1.6.2.1 Naluri (Insting)

Naluri (insting) merupakan representasi psikologi bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat muncul suatu kebutuhan tubuh. Bentuk naluri menurut Freud adalah pengaruh pengurangan tegangan (tension reduction), cirinya regresif dan bersifat konservatif (berupaya memelihara keseimbangan)

15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan memperbaiki keadaan kekurangan. Proses naluri berulang-ulang (tenang, tegang dan tenang) (Minderop, 2013: 23-25). Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua energi mendasar, yaitu naluri kehidupan (life instincst-eros) dan naluri kematian (death instinctsthanatos). Kedua naluri ini, walaupun berada di alam bawah sadar menjadi kekuatan motivasi (Higlard et al., dalam Minderop, 2013: 27). 1.6.2.1.1

Naluri Kehidupan (Life Insting-Eros)

Koeswara (1991: 38) mengungkapkan naluri kehidupan (life insting-eros) yaitu naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Contoh dari naluri kehidupan adalah lapar, haus, dan seks. 1.6.2.1.2

Naluri Kematian (Death Insting-Thanatos)

Naluri kematian (death insting-thanatos) dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengerusakan diri (self-destructivebehavior) atau bersikap agresif terhadap orang lain (Higlard et al., dalam Minderop, 2013: 27). Insting-insting mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga. Hal tersebut menyebabkan Freud merumuskan bahwa “tujuan semua hidup adalah mati”. Freud berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk mati (Suryabrata, 2010: 132). 1.6.2.2 Kecemasan (Anxitas) Menurut Freud (dalam Benters, 1980: xxxiv) kecemasan dipandang sebagai tanda bahaya—setengah biologis setengah psikologis—yang mengarahkan

16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mekanisme-mekanisme lain. Situasi apapun yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut kecemasan (anxitas). Berbagai konflik dan bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu sumber kecemasan (anxitas). Ancaman dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya kecemasan (anxitas) (Minderop, 2013: 28). Freud mengemukakan adanya tiga macam kecemasan, yaitu kecemasan realistis, kecemasan neurotis, dan kecemasan moral atau perasaan berdosa (Suryabrata, 2010: 139). 1.6.2.2.1 Kecemasan Realistis Dari ketiga macam kecemasan itu, yang paling pokok adalah kecemasan atau ketakutan yang realistis, atau takut akan bahaya-bahaya di dunia luar; kedua kecemasan lain diasalkan dari kecemasan yang realistis ini. 1.6.2.2.2 Kecemasan Neurotis Kecemasan neurotis adalah kecemasan kalau insting-insting tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum. kecemasan ini mempunyai dasar di dalam realitas, yakni dimana orang tua atau orang lain yang memegang kekuasaan itu menghukum anak yang melakukan tindakan impulsif. 1.6.2.2.3 Kecemasan Moral Menurut Alwisol (2004: 27) kecemasan moral timbul ketika orang melanggar standar nilai orang tua. Pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam

17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memikirkan masalahnya berkat energi superego, sedangkan pada kecemasan neurotis orang dalam keadaan stres terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berpikir jelas dan energi id yang menghambat penderita kecemasan neurotis membedakan antara khayalan dengan realita. 1.6.2.3 Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis Dinamika kepribadian dalam psikoanalisis Freud juga mengandung jalan tempat energi psikis disalurkan dan digunakan oleh id, ego, dan superego. Keterbatasan jumlah energi pada individu menyebabkan terjadinya persaingan dalam penggunaan energi psikis (Koeswara, 1991: 40). Hal itu menyebabkan adanya pola distribusi energi pada setiap individu yang dimunculkan melalui tindakan dan ucapan berkaitan dengan penggunaan energi psikis. Pada dasarnya, id adalah penguasa tunggal atas seluruh energi psikis yang ada dan menggunakan energi yang dimilikinya untuk tindakan refleks dan proses primer berkaitan dengan upaya pemuasan kebutuhan. Energi psikis yang terdapat pada id bersifat mudah dialihkan arahnya dari satu objek ke objek lainnya. Hal itu karena id tidak mampu membedakan antara objek imajiner dan objek nyata. Sebagai contoh adalah bayi yang lapar akan memasukkan jarinya ke dalam mulut karena ketidakmampuannya membedakan objek (Koeswara, 1991: 40). Ego tidak memiliki energi, sehingga ego harus mengambil energi id untuk memuaskan kebutuhannya. Pengalihan energi dari id ke ego pada umumnya melalui proses identifikasi (Koeswara, 1991: 41). Identifikasi yang dimaksudkan Freud adalah proses mencocokkan atau menyesuaikan objek imajiner dengan objek pasangan yang ada dalam kenyataan.

Berdasarkan proses identifikasi

18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tersebut ego memperoleh wewenang untuk memiliki dan menggunakan energi psikis tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan, tetapi juga untuk proses psikologis lain yang meliputi proses berpikir, mengamati, mengingat, membedakan, memutuskan, mengabstraksi, dan menggeneralisasi. Selain itu, energi psikis yang diambil dari id juga digunakan ego untuk mencegah id memuculkan naluri-naluri irasional dan destruktif. Mekanisme identifikasi tersebut juga berlaku dalam penyaluran energi psikis kepada superego. 1.6.2.4 Mekanisme Pertahanan Ego Salah satu fungsi kecemasan adalah membantu individu agar mengetahui adanya bahaya yang mengancamnnya. Akan tetapi, kecemasan akan menjadi pengganggu yang sama sekali tidak diharapkan kemunculannya oleh individu. Kecemasan akan menjadi pengganggu terutama, apabila keberadaannya dinilai berlebihan yang mengakibatkan taraf ketegangan yang tinggi (Koeswara, 1991: 45). Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan (Koeswara, 1991: 46). Mekanisme tersebut adalah represi, sublimasi, proyeksi, displacement, rasionalisasi, reaksi formasi, dan regresi. Represi merupakan mekanisme pertahan ego yang paling utama karena menjadi basis bagi mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang lainnya serta paling berkaitan langsung dengan peredaan kecemasan. Hal itu karena represi

19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

adalah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasan ke dalam alam tak sadar manusia. Sublimasi adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujkan untuk mencegah dan atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif id yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam tingkah laku yang bisa diterima dan dihargai oleh masyarakat. Proyeksi adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan pada orang lain. Displacement adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan pada objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibanding dengan objek atau individu semula. Rasionalisasi ialah upaya individu menyelewengkan atau memutarbalikkan kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengancam ego melalui dalih atau alasan tertentu yang seakan-akan masuk akal. Sehingga, kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego individu yang bersangkutan. Reaksi formasi berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan primitif agar tidak muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya. Regresi adalah usaha yang dilakukan individu untuk menghindarkan diri dari kenyataan yang mengancam dengan cara kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah serta bertingkah laku seperti ketika dia berada dalam taraf yang lebih rendah itu (Koeswara, 1991: 46-48). 1.6.3

Homoseksualitas

Homoseksual adalah rasa ketertarikan romantis dan atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksual mengacu kepada “pola berkelanjutan atau disposisi untuk

20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengalam seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis” terutama secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama, “homoseksual juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi dan keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu” (Wikipedia 2013). Menurut Freud, homoseksual datang dari keluarga dengan peran ibu yang dominan dan ayah yang pasif serta kurang berwibawa. Peranan seorang ibu yang terlalu dominan dan otoriter serta peranan dan tanggungjawab seorang suami gay yang melepaskan tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga yang dilihat oleh seorang anak, maka akan mengalami kesulitan dalam menilai seksualitas dirinya. Selain itu, didikkan orang tua yang terlalu keras membuat psikologi anak yang terganggu sehingga timbul tindakan yang tidak diinginkan dari fantasi seorang anak. Namun, akar penyebab homoseksual adalah retaknya hubungan dalam keluarga yang mengakibatkan ketiadaan rasa memiliki atau ketiadaan pengakuan. Selain itu juga, kemungkinan penyebab homoseksual karena faktor psikodinamik, sosiokultural dan lingkungan. Pertama, faktor psikodinamik, yaitu adanya gangguan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak. Kedua, faktor sosiokultural, yaitu adat-istiadat yang memperlakukan hubungan homoseks dengan alasan tertentu yang tidak benar. Ketiga, faktor lingkungan, yaitu keadaan lingkungan yang memungkinkan dan mendorong pasangan sesama jenis menjadi erat (http://dokteriwan.blogspot.com/ unduh tanggal 20 juli 2016/pukul 11.00 WIB).

21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam memaparkan penyimpangan seksual, Freud berpijak pada klasifikasi perilaku homoseksual dan perilaku homoseksual. Klasifikasi seksual terdiri dari benar-benar

terbalik

(amphigenouslyinverted)

(absolutely dan

inverted),

terbalik

kadang-kadang

dalam

memperlihat

dua

arah inversi

(occasionallyinverted). Selanjutnya, Freud menguraikan perilaku seksual yang berkaitan dengan cara-cara melakukan hubungan intim homoseksual (gay) melalui: mulut dan lubang anus. Selain itu juga, seorang gay melakukan hubungan intim agar dapat melampiaskan rasa sakit hati kepada lawan jenisnya. Peneliti akan menjelaskan hal tersebut ke dalam sadisme dan masokisme. 1.6.3.1 Klasifikasi Perilaku Homoseksual Freud (2000: 3) mengklasifikasikan seksual ke dalam tiga kategori sebagai berikut. 1. Beberapa diantaranya benar-benar terbalik (absolutely inverted); objek seksual mereka selalu berasal dari kelamin yang sama. Bahkan bagi kelompok ini, lawan jenis tidak akan pernah mampu menjadi objek kerinduan seksual; lawan jenis hanya akan diacuhkan, bahkan mungkin menumbuhkan rasa jijik. Kemunculan rasa jijik ini, bagi kaum pria, membuat mereka tidak mampu melakukan aktivitas seksual normal atau kehilangan semua kenikmatan dalam melakukannya. 2. Kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted), atau secara psikoseksual hermaprodit (psychosexually hermaphroditic); objek seksual mereka mungkin ditujukan secara umum, baik sesama jenis maupun

22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lawan jenis. Dalam kasus ini, inversi tidak memperhatikan karakternya yang khas. 3. Sisanya merupakan pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan inversi (occasionally inverted). Dalam kondisi tertentu, terutama jika objek seksual normal tidak dapat dijangkau, atau melalui tindakan-tindakan imitasi, kelompok ini mampu beranggapan sesama jenisnya sebagai objek seksual, dan meraih kepuasan seksual bersamanya. 1.6.3.2 Perilaku Homoseksual Menurut Freud, perilaku homoseksual terdiri dari mulut dan lubang anus. Namun, homoseksual yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted) sering menyakiti pasangan lawan jenisnya disebut sadisme dan masokisme. 1.6.3.2.1 Mulut Freud (2000: 20) mengatakan bahwa fungsi mulut sebagai organ seksual dipandang sebagai perversi jika bibir atau lidah seseorang melakukan kontak dengan organ genital orang lain dan bukan saat selaput lendir mulut keduanya saling bersentuhan. Dalam pengecualian ini berhubungan langsung dengan pribadi normal. Pemanfaatan mulut cenderung memperlihatkan perasaan jijik. Rasa jijik yang menghalangi over-estimasi libidinal dari tujuan seksual, namun yang pada gilirannya bisa dikalahkan dengan dorongan libido. Dalam rasa jijik ini terdapat kekuatan yang menghasilkan berbagai pembatasan tujuan seksual (Freud, 2000: 21).

23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6.3.2.2 Lubang Anus Pemanfaatan seksual lubang anus sebagai tujuan seksual merupakan perasaan jijik yang sangat mendasar karena lubang anus berfungsi sebagai organ pembuangan kotoran dan berhubungan erat dengan benda-benda yang menjijikkan (Freud, 2000: 22). 1.6.3.2.3 Sadisme dan Masokisme Konsep sadisme selalu berubah-ubah dalam percakapan keseharian, dari sekadar sebagai perilaku aktif dan agresif terhadap objek seksual sampai sejenis kecintaan absolut terhadap kepuasan menyakiti dan menganiaya objek (Freud, 2000: 28-29). Demikian juga dengan penyebutan masokisme yang terdiri dari segala bentuk perilaku pasif terhadap kehidupan seksual dan objek seksual dalam bentuk paling ekstrem kepuasan diperoleh melalui penderitaan fisik atau kesedihan mental objek seksual. Masokisme seringkali dikenali sebagai suatu kelanjutan dari sadisme yang diarahkan kepada diri sendiri setelah mengambil alih kedudukan objek seksual. Analisis klinis masokistik ekstrem menunjukkan adanya jalinan faktorfaktor besar yang diperluas dan menentukan perilaku seksual yang semula pasif (kompleks-pengebirian, rasa bersalah) (Freud, 2000: 29). Freud (2000: 30) menjelaskan bahwa sadisme dan masokisme menempati tempat istimewa dalam perversi, mengingat kontras antara sifat aktif dan pasif yang menjadi dasar keduanya merupakan karakter umum kehidupan seksual. Pengidap sadisme sekaligus adalah pengidap masokisme, meski hanya salah satu

24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dari sisi aktif atau pasif perversi ini yang tumbuh lebih kuat, dan menunjukkan aktivitas seksualnya yang lebih dominan. 1.7

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (1) pengumpulan data, (2) analisis data, dan (3) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan tahaptahap dalam penelitian ini. 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian pustaka dengan cara mencari sumber-sumber tertulis yang digunakan, dipilih, dan ditulis sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. 1.7.2 Metode Analisis Data Selanjutnya, metode analisis data. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem, suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan metode deskriptif ini adalah membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir,1985:63). Dengan metode deskriptif ini, peneliti membuat deskripsi dengan mencatat, kemudian menganalisis, dan menginterpretasi data yang diteliti, yaitu data yang berhubungan dengan struktur dan dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi dari sudut pandang psikoanalisis.

25

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Setelah metode analisis data, tahap berikutnya adalah penyajian hasil analisis data. Data yang telah dikumpulkan lalu dianalisis secara deskriptif, yaitu metode analisis data yang bertujuan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek, yakni seseorang, lembaga,

masyarakat, dan lain-lain pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang tergambar dalam novel PT karya Gusnaldi. 1.8

1.9

Sumber Data Judul buku

: Pria Terakhir

Pengarang

: Gusnaldi

Tahun Terbit

: 2009

Penerbit

: Idola Qta

Halaman

: 366

Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dalam penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II berisi analisis struktur penceritaan (tokoh, penokohan, latar, dan alur) dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi. Bab III merupakan analisis dinamika kepribadian Bobi dan Dydy dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi. Bab IV berisikan analisis dan klasifikasi jenis perilaku homoseksual tokoh Bobi dan Dydy dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi.

26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bab V dipaparkan penutup yang berisi kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II ANALISIS STRUKTUR PENCERITAAN (TOKOH, PENOKOHAN, LATAR, ALUR) DALAM NOVEL PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI

2.1

Pengantar

Dalam bab ini peneliti akan menganalisis struktur penceritaan, yaitu tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel PT karya Gusnaldi yang membentuk dinamika kepribadian tokoh utama, yaitu Bobi dan Dydy. Selanjutnya, peneliti akan menganalisis latar yang terdiri dari: latar waktu, latar tempat, dan latar sosial. Setelah itu, peneliti menganalisis alur yang terbagi dalam tiga bagian, yaitu pertama (paparan (exposition), rangsangan (incitingmoment), dan gawatan (rising action); kedua, (tikaian (conflict), rumitan (complication) dan klimaks; ketiga, (leraian (falling action) dan selesaian (denouement). 2.2

Tokoh dan Penokohan

Banyak tokoh yang terdapat dalam novel PT karya Gusnaldi. Akan tetapi, peneliti membatasi pada dua tokoh utama, yaitu tokoh Bobi dan Dydy karena intensitas kemunculannya dalam novel tersebut. Intensitas kemunculan kedua tokoh tersebut membentuk dinamika kepribadian. 2.2.1 Tokoh Utama: Tokoh Bobi Tokoh Bobi berprofesi sebagai arsitek. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (1)

Bobi adalah seorang arsitek yang cukup terpandang dan berkelas di jajaran konsultan arsitek di Jakarta (Gusnaldi, 2009: 15).

28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bobi digambarkan sebagai seorang pria yang berparas menarik. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (2)

Bobi dikarunia tubuh tegap. Ia termasuk tipe pria yang menarik dengan tinggi tubuh mencapai 178cm dan kulit sawo matang. Garis wajanya yang lembut dan tenang seringkali mengundang perhatian lawan jenisnya (Gusnaldi, 2009: 15).

Bobi juga digambarkan sebagai seorang yang feminim dan tertarik pada sesama jenis. Namun, masyarakat sekitar tidak pernah mengetahui hal tersebut. Kutipan berikut. (3)

Dunia luar tidak pernah tahu sisi lain dari kehidupan Bobi. Dan, untungnya orangpun tidak pernah usil untuk mencari tahu. Sebab, ia selalu tampil dan membawa diri sebagai sosok pria normal pada umumnya. Ia melakukan semua itu arena terbentur dengan budaya timur yang masih mengharamkan laki-laki berperilaku feminim (Gusnaldi, 2009: 16).

Bobi digambarkan fobia ketinggian. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (4)

Bobi fobia terhadap ketinggian. Ia tidak suka berlama-lama di dalam kabin pesawat (Gusnaldi, 2009: 22).

Sewaktu kecil Bobi tidak suka bermain mobil-mobilan. Ia selalu melirik boneka lucu milik Joy kakak Dydy. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (5)

Dydy senang bermain mobil-mobilan. Sementara, Bobi kecil sebenarnya tidak suka dengan mainan tersebut. Bobi akan berpura-pura senang bermain dengan Dydy demi menyenangkan hatinya. Ingin rasanya bermain dengan boneka Joy, tapi Dydy pasti akan mengejeknya dan tidak akan mengajaknya bermain. Bobi tidak ingin kehilangan Dydy dan tak ingin bermain dengan anak yang lain. Ia hanya mau bermain dengan Dydy saja (Gusnaldi, 2009: 32).

29

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bobi sudah pernah menikah, namun rumah tangganya kandas di tengah jalan karena perbedaan prinsip yang dirasakannya setelah menikah. Mereka tidak dikaruniai anak. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (6) “Aku sudah pisah baik-baik dengan mantan istriku, Dy, jawab Bobi tanpa basa-basi. “Aku dan dia sudah tidak ada kecocokan lagi. Ada banyak perbedaan di antara kami dan tidak ada jalan keluarnya, Dy”. Kami tidak dikaruniai anak (Gusnaldi, 2009: 46). Bobi merupakan sosok yang perhatian. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (7)

“Dydy, jangan lupa bawa jaket, ya! Nanti kamu pulangnya kehujanan. Walau mungkin sudah reda, kamu pasti kedinginan,” ujar Bobi berusaha mengingatkan (Gusnaldi, 2009: 64).

Bobi merasakan sebuah keganjalan di hatinya. Bobi jatuh cinta kepada Dydy, sehingga ia memberanikan diri menelepon Dydy untuk mengungkapkan perasaannya. Hal tersebut terlihat dalam percakapan berikut. (8)

“Dy, sebelumnya aku minta maaf, ya, kalau apa yang akan kukatakan akan menyinggung perasaanmu,” Bobi berusaha berkata pelan.“Ehm, aku pengen kamu jadi pacarku! Kamu mau, kan?” (Gusnaldi, 2009: 78-79).

Bobi cemburu melihat Dydy bermesraan dengan istrinya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (9)

Dydy pun bergegas pamitan dengan istrinya. Untuk pertama kalinya Bobi melihat Dydy mencium kening Intan. Ciuman itu sepertinya dilakukan dengan sepenuh hati (Gusnaldi, 2009: 85).

30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bobi merupakan seorang yang romantis. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (10) “Dy, jangan takut sama aku dong! Kalau kamu emang enggak nyaman dengan kembang itu, ya kita buang aja. Gampang, kan? Yuk, kita masuk sekarang” (Gusnaldi, 2009: 94). (11) “Ha...ha...ha.... kamu kok takut banget sih dengan suasana romantis seperti ini? Ya, sudah kalau tidak nyaman kita mendingan keluar dulu dan ngobrol di gazebo saja” (Gusnaldi, 2009: 95). Bobi mudah tersinggung, apabila keberadaannya sebagai seorang homo tidak dapat diterima oleh sahabatnya itu. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (12) “Dy, kenapa kamu harus menghakimiku seperti ini? Yang berhak menghakimiku hanya Tuhan. Bukankah Tuhan yang menciptakan segalanya, baik itu yang cacat maupun yang normal sekalipun. Dan, aku ini termasuk manusia cacat. Pertanggunganjawabku hanya terhadap Tuhan,” tutur Bobi dengan nada sendu (Gusnaldi, 2009: 101). (13) “Orientasi seks seperti ini bukan pilihanku. Ini sudah terjadi sejak aku dilahirkan. Meski aku harus mengeluarkan darah dan airmata, hal itu tidak akan mengubah apapun. Inilah diriku yang sebenarnya, Dy” (Gusnaldi, 2009: 102). Bobi berkomitmen untuk tetap setia bersama Dydy. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (14) “Aku tetap mencintai Dydy, tapi aku juga cinta pekerjaanku. Aku tak ingin satu dengan yang lain menjadi bumerang dalam hidupku,” ucap Bobi berulangkali setiap bayangan Dydy mengusik (Gusnaldi, 2009: 117). (15) “Oke, Dydy! Saya janji tidak akan meninggalkan kamu! Tapi, kamu juga harus janji tidak akan tinggalin saya! Bye...Love” (Gusnaldi, 2009: 154). (16) “Tidak ada yang bisa memisahkan kita, Dy. Aku ingin menghabiskan masa tuaku bareng kamu,” lanjut Bobi (Gusnaldi, 2009: 186).

31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ketika Dydy mulai memberikan respon yang positif terhadap setiap tingkah laku Bobi, maka ia pun mengeluarkan kelihaiannya dalam menggoda Dydy. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut. (17) Jemari Bobi mulai menelusuri bulu-bulu halus yang tumbuh lebat di dada Dydy (Gusnaldi, 2009: 129). (18) Bobi mengambil inisiatif mencium bibir Dydy. Kemudian, Bobi berdiri dan menarik tangan Dydy. Ia menggiring Dydy menuju kamar tidur (Gusnaldi, 2009: 161). (19) Bobi sengaja mengelus-eluskan tubuhnya sendiri dan melemparkan pandangan penuh cinta ke arah Dydy (Gusnaldi, 2009: 163). Bobi sangat bijaksana. Ia selalu menasihati Dydy agar bersikap adil kepada istri dan anak-anaknya. Selain itu juga, Bobi tidak ingin merusak hubungan Dydy dengan istri dan anak-anaknya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (20) “Kamu jangan pernah mencoba bertindak tidak adil terhadap orang yang kamu cintai, terutama keluargamu. Karena itu bisa menjadi bumerang bagi kehidupan kita. Cinta yang baik pasti akan memahami semua kekurangan dan kelebihan pasangannya. Dan itu timbul tidak dalam waktu yang singkat, sayang. Kamu mengenal istrimu selama sepuluh tahun dan pasti kamu memahaminya dengan baik” (Gusnaldi, 2009: 135). (21) “Bagaimanapun Intan tetap istrimu. Kamu harus tetap menghormati keberadaannya,” nasihat Bobi ketika Dydy enggan meninggalkan rumahnya (Gusnaldi, 2009: 242). Seiring berjalannya waktu, Bobi merasa takut akan hubungan percintaan yang sedang dijalaninya. Ia trauma bila jatuh ke dalam luka hati yang sama. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (22) “Dydy, apakah kamu benar-benar mencintaiku?” batin Bobi berulangulang (Gusnaldi, 2009: 143).

32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bobi adalah seorang yang emosional. Ia meluapkan seluruh amarahnya yang sudah lama dipendam saat mengetahui perselingkuhan Dydy dengan seorang wanita. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (23) “Dy, kamu boleh saja berselingkuh dengan siapa saja. Asal kamu tidak melibatkanku dalam perselingkuhanmu itu!” ujar Bobi ketus. “Asal kamu tahu, Dy! Apa sih, yang enggak kulakukan buat kamu selama ini? Aku selalu mengalah. Aku yakin kamu enggak pergi ke rumah kakakmu. Tapi, juga enggak peduli kamu pergi ke tempat siapa. Yang jelas, kamu sudah membohongiku!” ujar Bobi setengah berteriak (Gusnaldi, 2009: 239). (24) “Dy, jangan cari-cari alasan! Aku bukan orang tolol seperti yang kamu kira selama ini. Aku tidak peduli kamu mau mampir ke rumah cewek atau cowok! Aku sudah tidak peduli! Ngerti kamu? Yang aku enggak terima, mengapa kamu tega melibatkan aku dalam perselingkuhan itu?” bentak Bobi histeris (Gusnaldi, 2009: 240). (25) “Kamu benar-benar munafik, Dy. Pura-pura marah dan cemburu pada Harry. Dan, kamu cukup pintar untu membuatku merasa bersalah karena hal itu” ujar Bobi sinis. “Padahal enggak tahunya justru kamu yang bohongin aku. Nyimpan barang busuk lama-lama pasti akan tercium juga, Dy. Kamu sudah pernah mengkhianati istri kamu. Dan, sekarang aku. Sakit jiwa kamu, Dy!” (Gusnaldi, 2009: 324). Perselingkuhan Dydy dengan Fani membuat Bobi sakit hati dan putus asa. Ia tidak sanggup menerima kenyataan tersebut. Bobi mengalami pendarahan otak akibat kecelakaan mobil, sehingga ia meninggal dunia. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (26) “Bobi, jangan tinggalkan aku....” (Gusnaldi, 2009: 336). Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Bobi adalah tokoh utama dalam novel PT karya Gusnaldi karena tokoh Bobi paling banyak diceritakan sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Keterlibatan tokoh Bobi dalam peristiwa-peristiwa sehingga membangun cerita yang sangat dominan.

33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kisah tokoh Bobi paling banyak diceritakan, mulai dari awal, tengah, sampai akhir, sehingga tokoh Bobi mengalami dinamika kepribadian yang signifikan. 2.2.2 Tokoh Utama: Tokoh Dydy Tokoh Dydy memiliki nama lengkap Dydy Narendra. Hal tersebut terlihat dalam percakapan Bobi dan Dydy melalui telepon. (27) “Selamat siang! Apakah benar ini nomor bapak Dydy Narendra? Apakah saya bicara dengan beliau sekarang?” ujar Bobi yang ingin menampilkan kesan formal untuk membuka pembicaraan (Gusnaldi, 2009: 25). Dydy berumur 35 tahun dan memiliki wajah yang sangat tampan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (28) Pria berusia tiga puluh lima tahun yang memiliki garis wajah yang tampan. Hidung bangir dan belahan dagu yang terpahat dengan sempurna. Dydy juga memiliki sepasang alis yang lebat yang membingkai bola matanya. Kedua bola mata coklat itu selalu memancarkan sorot menentramkan hati. Sebagai seorang peranakan Palembang-Belanda, Dydy memiliki postur tubuh dan wajah yang nyaris sempurna (Gusnaldi, 2009: 8). Tokoh Dydy sudah menikah dan memiliki dua orang putri. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (29) Anakku dua, keduanya perempuan (Gusnaldi, 2009: 46). Dydy berprofesi sebagai kontraktor. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (30) Kamu pasti kontraktor yang sukses (Gusnaldi, 2009: 30).

34

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dydy berasal dari keluarga yang berpisah, sehingga ia bertumbuh menjadi anak pemberontak. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (31) Kedua orang tua cerai saat Dydy masih balita. Tak heran bila Dydy tumbuh dan besar menjadi anak pemberontak (Gusnaldi, 2009: 32).

Sejak menikah, perekonomian keluarga Dydy belum pernah berkecukupan. Intan tidak pernah mengerti dengan kondisi tersebut. Sering terjadi pertengkaran diantara mereka. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (32) “Aku sudah cukup sabar dengan sikap dan ucapan kamu. Selama ini kamu selalu meremehkanku! Kamu kira gampang, menghidupi empat kepala sekaligus di rumah ini?” amarah Dydy makin memuncak (Gusnaldi, 2009: 116). Dydy sangat perhatian dan peduli kepada Bobi. Ia tidak ingin sahabatnya terjerumus ke dalam kehidupan homoseksual. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (33) “Tatap mataku, Bo! Aku tidak mau kamu terus terena dengan kehidupan seperti ini. Kamu adalah teman baikku. Dan, yang kutahu kamu bukan seorang homo!” (Gusnaldi, 2009: 98). (34) “Sekarang aku akan carikan kamu cewek. Kamu harus bercinta dengannya! Sampai puas! Sampai kamu bisa merasakan lagi betapa nikmatnya tubuh wanita. Kamu harus merasakan kenikmatan yang luar biasa bercinta dengan seorang wanita. Melumat payudaranya yang indah, memeluk tubuh yang berbeda jenis denganmu!” (Gusnaldi, 2009: 99). Melihat keadaan Bobi yang semakin merasa terpuruk membuat Dydy kasihan padanya. Di sisi lain, Dydy tetap optimis kalau ia merupakan pria sejati. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (35) “Aku tetap pria sejati yang seratus persen menyukai wanita. Tak sedikit pun terlintas dalam benakku mencintai sesama pria” (Gusnaldi, 2009: 103).

35

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Seusai liburan di Bali, Dydy menyesal karena telah memarahi Bobi. Dydy merasa sesuatu mengganjal di hatinya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (36) “Aku merasa kehilangan Bobi, aku butuh dia. Mengapa aku tega menyakiti orang yang selalu menyayangiku?” bisik hati Dydy (Gusnaldi, 2009: 115). Dydy jatuh cinta kepada Bobi karena perhatian yang selalu diberikan Bobi kepadanya. Namun, Dydy malu dan bingung untuk mengungkapkan isi hatinya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (37) “Sssssttt..... Kamu enggak boleh ngomong gitu lagi. Sebenarnya, aku selalu pengen dekat sama kamu. Aku selalu mikirin kamu, tapi aku bingung harus bersikap seperti apa. Aku sendiri masih bingung dengan perasaan ini. Aku malu! Apalagi kamu adalah teman sejak kecil. Tapi, mulai malam ini, ada tempat khusus untuk kamu dalam hatiku. Aku....” (Gusnaldi, 2009: 129).

Sensasi yang diberikan Bobi membuat Dydy merasa nyaman. Dydy belum pernah mendapatkan sensasi seperti itu ketika bersama Intan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (38) Bobi memiliki kelebihan yang tak dimiliki oleh istrinya. Ia mempunyai jiwa melayani, demikian pula saat mereka berdua. Bobi selalu berusaha meladeni keinginan Dydy, berbeda dengan Intan istrinya yang maunya selalu dipuaskan saja (Gusnaldi, 2009: 133). Dydy sangat mencintai Bobi, sehingga dia takut kehilangan Bobi. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (39) “Bob, aku harap kamu tidak akan meninggalkan aku. Jangan pernah lukai perasaanku. Beri aku kesempatan untuk memberikan yang terbaik dan terindah untuk kamu” (Gusnaldi, 2009: 226).

36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dydy merupakan sosok yang perhatian. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (40) “Bobi, ayo berdiri! Kamu mandi dulu. Bersihkan badan kamu!” ucap Dydy dengan mesra (Gusnaldi, 2009: 162). (41) “Ayo, sayang! Kamu mandi, ya,” pinta Dydy lagi sambil merengkuh pinggang Bobi dan mengelus bokongnya dengan genit (Gusnaldi, 2009: 163). Dydy merupakan sosok yang cemburu. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (42) “Aku enggak suka kelakuan kamu tadi. Untuk apa kamu melirik bule tadi? Mengapa kamu tidak bisa setia sama aku? Tolong, hargai aku! Aku kira kamu tipe setia. Apa kamu selama ini memang sering berhubungan dengan bule-bule? Kalau betul, aku takut melanjutkan hubungan ini. Aku takut kena penyakit!” tutur Dydy berapi-api (Gusnaldi, 2009: 167). (43) “Oh, jadi kamu masih berhubungan dengan Harry? Bagus....,” suara Dydy terdengar pelan dan tajam karena menahan amarah (Gusnaldi, 2009: 181). (44) “Aku ingatin kamu sekali lagi, jangan pernah urusin aku lagi! Kamu urus saja si Harry! Mau pacar atau apapun, aku enggak ambil pusing,” ujar Dydy berapi-api sambil membanting pintu (Gusnaldi, 2009: 188).

Dydy merasa bersalah karena telah mengkhianati Intan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (45) Maafkan, aku, Intan, batin Dydy (Gusnaldi, 2009: 198). (46) “Aku telah bertindak ceroboh, tidak seharusnya Intan menjadi korban dalam perkawinan ini” (Gusnaldi, 2009: 207). (47) Intan, andai saja kamu tahu perasaanku sekarang, aku juga tidak mau jadi pengkhianat seperti yang kamu pikirkan (Gusnaldi, 2009: 211).

Dydy merupakan seorang yang kasar. Hal tersebut terlihat saat ia berhubungan dengan istrinya.

37

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(48) Dydy melumat payudara bulat Intan dengan kasar. Ia menjadi liar dan posesif (Gusnaldi, 2009: 202). Sekian lama menyembunyikan hubungan terlarangnya bersama Bobi, akhirnya Dydy memberanikan diri untuk jujur kepada Intan. Dydy berharap agar Intan dapat memahami kedaannya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (49) “Intan, sesugguhnya semua ini tidak terjadi begitu saja! Awalnya aku juga tak bisa menerimanya. Aku juga merasa kebingungan, sama dengan kamu saat ini. Namun seiring berjalannya waktu, Bobi mampu menggugah hatiku. Ia telah menunjukkan kesabaran dan ketulusan hatinya. Selama tiga tahun terakhir ini aku sadar tak bisa lari dari perasaan ini. Aku membutuhkannya, tapi aku juga membutuhkan kamu dan anak-anak (Gusnaldi, 2009: 213).

Kepergian Intan membuat Dydy terpukul. Dia merasa gagal menjadi suami yang baik untuk Intan. (50) “Maafkan aku, Intan! Aku yang salah. Aku tak bisa membahagiakan kamu dan anak-anak” (Gusnaldi, 2009: 250).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Dydy merupakan seorang pria normal yang sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Namun, karena kedekatannya dengan Bobi yang intensif sehingga Dydy terjerumus ke dalam kehidupan homoseksual. Teknik yang digunakan dalam melukiskan tokoh Dydy adalah teknik dramatik dan teknik ekspositori. 2.3

Analisis Latar (Setting) Latar adalah segala yang berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa. Latar

dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

38

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3.1 Latar Tempat Latar tempat secara umum yang digunakan dalam novel PT karya Gusnaldi adalah Kota Jakarta. Hal tersebut terlihat dari Bobi mencari alamat rumah Dydy. (51) Meskipun sudah menanyakan arah jalan yang harus dilalui pada sopirnya, tapi Bobi ingin meyakinkan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, ketika mobilnya memasuki tol Pondok Indah, ia menanyakan arah keluar Cijantung pada operator jalan tol. Ia ingin memastikan agar bisa tiba di rumah Dydy tepat waktu (Gusnaldi, 2009: 56). (52) “Bob, aku ikut sampai gerbang Graha Cijantung, ya. Nanti aku pulangnya naik ojek saja, kata Dydy (Gusnaldi, 2009: 63). (53) Hujan deras mengguyur jalanan ibu kota. Tumpahan air hujan membuat jalanan di Jakarta tergenang air. Salah satu bencana alam yang rajin menghampiri kota ini selama beberapa tahun belakangan adalah banjir (Gusnaldi, 2009: 150). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar tempat secara umum menunjukkan pada lokasi atau tempat terjadinya cerita. Latar tempat dalam novel PT karya Gusnaldi adalah Kota Jakarta. 2.3.3 Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Latar waktu dalam novel PT karya Gusnaldi terjadi pada tahuan 2000-an. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan mewah tokoh-tokoh dalam novel PT

karya

Gusnaldi.

39

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(54) Dengan kedua tangan tertumpu pada setir mobil, Bobi memacu XTrailnya dengan kecepatan 50km/jam. Ia berusaha menembus kepadatan lalu lintas tol Jagorawi pada siang yang terik (Gusnaldi, 2009: 6). (55) Harry setia menunggu Bobi yang sedang syuting. Lima belas menit kemudian, mobil Mercedez Sport keluaran terbaru yang dikendarai Harry sudah meluncur di Jalan Jenderal Sudirman dan menuju mal Pacific Place (Gusnaldi, 2009: 50). Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar waktu terjadinya peristiwa dalam novel PT karya Gusnaldi adalah tahuan 2000-an. 2.3.3 Latar Sosial Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dalam novel PT karya Gusnaldi adalah masyarakat belum dapat menerima hubungan sesama jenis karena terbentur dengan budaya timur yang mengharamkan hubungan sesama jenis. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (56) Dunia luar tak pernah tahu sisi lain dari kehidupan Bobi. Sebab, ia selalu tampil dan membawa diri sebagai sosok pria normal pada umumnya. Ia melakukan semuanya itu karena terbentur dengan budaya timur yang masih mengharamkan laki-laki berperilaku feminim (Gusnaldi, 2009: 16). (57) “Untuk apa kamu make love dengan sesama jenis. Apa kamu enggak takut ketularan penyakit? Apa kamu enggak malu sama orang-orang di sekitarmu? Mereka akan berpikir Bobi seorang arsitek yang terkenal ternyata seorang homo! Aku tidak mau itu terjadi padamu, Bob!” ujar Dydy setengah berteriak (Gusnaldi, 2009: 98-99). (58) “Ingat, kamu juga harus punya keturunan, Bobi! Siapa yang akan meneruskan bisnismu? Terus, bukankah agama dan adat-istiadat kita melarang hal itu. Pikir dong! (Gusnaldi, 2009: 101).

40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi interaksi sosial antara tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel PT karya Gusnaldi. Masyarakat belum dapat menerima hubungan sesama jenis. 2.4 Analisis Alur (plot) Marjorie Boulton (dalam Sudjiman, 1988: 29) mengibaratkan alur sebagai rangka dalam tubuh manusia yang fungsinya dapat dibedakan menjadi peristiwaperistiwa utama yang membentuk alur utama, dan peristiwa-peristiwa lengkap itu membentuk alur bawahan atau mengisi jarak antara dua peristiwa utama. Pengaluran adalah pengaturan urutan penampilan peristiwa untuk memenuhi beberapa tuntutan (Sudjiman, 1988: 30). Selanjutnya, Stanton

(dalam

Nurgyantoro, 2010: 113) mengemukakan bahwa plot adalah peristiwa-peristiwa cerita dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh utama cerita. Struktur umum alur ada pola tertentu yang hampir selalu terdapat di dalam sebuah cerita rekaan. Struktur umum alur dapatlah digambarkan sebagai berikut. Awal

: 1. Paparan (exposition) 2. Rangsangan (inciting moment) 3. Gawatan (rising action)

Tengah

: 4. Tikaian (conflict) 5. Rumitan (complication) 6. Klimaks

Akhir

: 7. Leraian (falling action) 8. Selesaian (denouement)

41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.4.1 Awal 2.4.1.1 Paparan (Exposition) Tahap awal sering dipergunakan untuk pengenalan tokoh cerita, berwujud deskripsi fisik, bahkan disinggung perwatakannya walau secara emplisit. Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Tentu saja bukan hanya informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan juga keterangan sekadarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Situasi yang digambarkan pada awal harus membuka kemungkinan cerita itu berkembang. Pada awal cerita juga diselipkan butir-butir yang memancingkan rasa ingin tahu pembaca

akan

kejutan

cerita.

Pembaca

yang

peka

akan

menangkap

ketidakstabilan baik yang tersirat maupun yang tersurat dalam awal cerita. Ketidakstabilan itu memiliki potensi untuk mengembangkan cerita (Kenney dalam Sudjiman, 1988: 32). Pada bagian awal novel Pria Terakhir, pengarang memberikan gambaran peristiwa yang terjadi, yaitu ketika Bobi berlibur ke Singapura, ia bermimpi merayakan Natal bersama seorang pria. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (110) Bobi mulai merenung kembali. Selama ini, ia tak pernah mendapat mimpi seperti itu. Tapi, ia tak bisa berbohong. Sesungguhnya, ia menyukai apa yang dirasakannya dalam mimpi itu. Sesosok pria hadir bersamanya untuk merayakan Natal bersama. Mereka menjadi pasangan serasi layaknya sebuah keluarga yang sedang menikmati kebersamaan menghias pohon natal. Hati Bobi terasa damai oleh kehangatan suasana Natal yang begitu syahdu (Gusnaldi, 2009: 17). Pada bagian awal diceritakan tentang hubungan Bobi dan Harry. Harry adalah seorang pengusaha sukses yang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Ia 42

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sangat bertanggung jawab kepada keluarganya. Hampir dua tahun Harry setia menemani Bobi, walaupun Bobi sering mengabaikan keberadaannya. Harry sangat membutuhkan sentuhan kasih sayang dan cinta dari Bobi, namun di hati Bobi hanya ada Dydy. Bobi pun menolak cinta Harry secara tegas agar Harry tidak mengganggu kehidupannya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (111) Harry adalah seorang pengusaha muda yang sangat sukses. Usianya bahkan belum genap 40 tahun. Harry sudah tak ingin bersembunyi lagi dari kenyataan betapa ia sangat mengharapkan Bobi. Ia ingin Bobi menjadi kekasihnya. Tak sekedar seks. Harry berharap Bobi selalu hadir mengisi hari-harinya. Ia membutuhkan sentuhan kasih sayang, cinta dan perhatian dari Bobi (Gusnaldi, 2009: 51). (112) Sebenarnya, Harry adalah pria yang bertanggung jawab. Ia sudah menikah dengan seorang wanita cantik dan dikaruniai buah hati. Walau keluarga Harry tampak bahagia, tapi hatinya berkeras bahwa hanya Bobi yang bisa membuatnya bahagia secara utuh (Gusnaldi, 2009: 51). (113)“Dan, ingat, Har, aku bukannya tidak pernah berusaha untuk membuka hati. Tapi rasanya sulit bagiku untuk mencintai kamu. Aku cukup dikenal publik. Sementara kamu seorang pria sukses yang juga banyak dikenal orang. Jadi, aku tidak ingin berpura-pura jadi orang lain. Aku tidak ingin hidup seperti itu. Aku ingin hidup dalam ketentraman....” (Gusnaldi, 2009: 52-53). (114) “Aku tidak akan berhenti untuk mencintaimu, Bob. Apapun yang terjadi....” desis Harry di telinga Bobi yang membuat Bobi justru makin rindu pada Dydy (Gusnaldi, 2009: 53).

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa paparan berisi tentang kejujuran Harry kepada Bobi. Ia ingin Bobi menjadi kekasihnya, namun Bobi menolak keinginan Harry dengan tegas. Bobi sudah terlanjur mencintai Dydy, sehingga ia tidak dapat menerima kembali cinta Harry. 2.4.1.2 Rangsangan (Inciting Moment) Rangsangan yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai

43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

katalisator (Sudjiman, 1988: 32). Rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan tentang panjang paparan, kapan disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah itu sampai pada gawatan. Pada novel Pria Terakhir, bagian rangsangan dimulai ketika komunikasi antara Bobi dan Dydy semakin erat. Bobi merasa sebuah keganjalan di hatinya.Bobi jatuh cinta kepada Dydy, sehingga memberanikan diri menelepon Dydy untuk mengungkapkan isi hatinya. Hal tersebut terlihat dalam percakapan berikut. (115) “Dy, sebelumnya aku minta maaf, ya, kalau apa yang kukatakan akan menyinggung perasaanmu, Bobi berusaha berkata pelan. “Iya, ayo cepat! Emang mau ngomong apa, sih?” jawab Dydy dengan suara ringan. “Ehm, aku pengen kamu jadi pacarku! Kamu mau, kan?” “Ha...Ha....Ha...Bobi...Bobi... Enggak salah kamu mau pacaran sama aku? Aku ini jelek, sudah tua pula! Pokoknya enggak pantes deh, pacaran ama kamu! Lagian lo ada-ada aja. Mau pacaran ama aku? Ha...Ha...” Dydy belum bisa menghentikan tawanya yang cukup keras (Gusnaldi, 2009: 78-79). Dari uraian di atas disimpulkan bahwa tahap rangsangan berisi tentang keberanian Bobi mengungkapan perasaannya kepada Dydy. Bobi menginginkan Dydy menjadi kekasihnya. Namun, Dydy tidak serius menanggapi hal tersebut. 2.4.1.3 Gawatan (Rising Action) Gawatan merupakan peristiwa yang muncul disebabkan oleh munculnya keinginan, pikiran, dan prakarsa dari seorang tokoh cerita untuk mencapai tujuan tertentu (Sumarjo dan Saini, 1985: 143). Dalam novel

Pria Terakhir karya Gusnaldi

munculnya gawatan dimulai

ketika Dydy mengetahui Bobi adalah seorang gay. Ia sangat marah kepada Bobi.

44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dydy tidak ingin Bobi terjerumus lebih jauh dalam kehidupan gay. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (116) “Aku enggak mau temanku terjerumus lebih jauh dalam kehidupan gay seperti yang kamu pilih saat ini. Kamu tahu, semua itu hanya bisikan setan yang membuat kamu tersesat” (Gusnaldi, 2009: 96). (117) “Tatap mataku, Bob! Aku tidak mau kamu terus terlena dengan kehidupan seperti ini. Kamu adalah teman baikku. Dan, yang kutahu kamu bukan seorang homo!” (Gusnaldi, 2009: 98). (118) “Apa kamu akan selamanya begini? Tatap wajahku, Bob!” bentak Dydy dengan nada tinggi. “Untuk apa kamu make love dengan sesama pria? Sudah jelas semua yang ada didirinya sama dengan kamu! Apa kamu enggak takut ketularan penyakit? Apa kamu tidak malu sama orang-orang di sekitarmu? Mereka akan berpikir Bobi seorang arsitek yang terkenal itu ternyata hanyalah seorang homo! Aku tidak mau itu terjadi padamu, Bob!” ujar Dydy setengah berteriak (Gusnaldi, 2009: 98-99). (119) “Bagaimana sih, rasanya tubuh cowok sampai-sampai kamu tidak mau menyentuh cewek sedikit pun!” (Gusnaldi, 2009: 99). (120) “Sekarang aku akan carikan kamu cewek. Kamu harus bercinta dengannya! Sampai puas! Sampai kamu bisa merasakan lagi betapa nikmatnya tubuh wanita. Kamu harus merasakan kenikmatan yang luar biasa bercinta dengan seorang wanita. Melumat payudaranya yang indah, memeluk tubuh yang berbeda jenis denganmu!” (Gusnaldi, 2009: 99).

Dari penjelasan mengenai gawatan di atas, maka dapat dianalisis bahwa Dydy sangat peduli dengan keadaan Bobi. Ia tidak ingin sahabatnya terjerumus ke dalam kehidupan homoseksual. 2.4.2 Tengah 2.4.2.1 Tikaian

Tikaian merupakan pertentangan antara dirinya dan kekuatan alam, masyarakat, orang atau tokoh lain, ataupun pertentangan antara dua unsur dalam diri satu tokoh itu (Sudjiman, 1988: 35).

45

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi, tikaian diawali ketika Intan berusaha sabar menghadapi perubahan perilaku suaminya. Dydy mulai menjauh darinya sejak bertemu Bobi. Dydy juga sering meluapkan kemarahannya kepada Intan. Terutama saat Intan menuntut sesuatu yang lebih darinya. Dydy kesal dengan sikap Intan yang tidak bisa mengerti kondisinya. Bisnis sedang surut, namun ternyata Intan tidak siap dengan keadaan itu. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (121) “Aku sudah cukup sabar menghadapi sikap kamu!” Aku sudah tidak tahan lagi kalau kamu terus begini!” ujar Intan berang (Gusnaldi, 2009: 116). (122) “Aku sudah cuku sabar dengan sikap dan ucapan kamu. Selama ini kamu selalu meremehkanku! Kamu kira gampang, menghidupi empat kepala sekaligus di rumah ini?”, amarah Dydy makin memuncak “Dan kerjaan kamu hanya ngomel saja!” dengan nada yang penuh amarah Dydy menumpahkan segala kekesalannya. “Dan ingat, ya! Jangan pernah kamu mengancam saya seperti itu lagi. Seandainya kamu kepengen cerai, silahkan kamu urus sendiri!” ujar Dydy yang tak peduli dan mulai lepas kendali (Gusnaldi, 2009: 116). Dari peristiwa di atas, tampak bahwa Intan sudah tidak sabar dengan sikap yang ditunjukkan oleh suaminya. Di sisi lain, Dydy juga tidak sanggup menghadapi tuntutan istrinya yang tidak pernah mengerti dengan keadaannya. Hal yang paling mengejutkan Intan adalah ketika Dydy pulang ke rumah menjelang subuh. Intan tidak sanggup untuk mengendalikan emosinya. Sejak sore ia menunggu suaminya, namun Dydy tidak mengabari keadaannya kepada Intan. Dydy pun ikut terpancing emosi dengan istrinya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (123) “Darimana saja, kamu?” bentak Intan saat membukakan pintu rumah pada pukul dua dini hari (Gusnaldi, 2009: 135). 46

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(124) “Hei, Dydy, aku bukan radio rusak yang bisa seenaknya enggak kamu gubris. Mau kamu apa sih, sekarang?” Intan kembali menyerangnya sesaat sebelum Dydy masuk kamar mandi (Gusnaldi, 2009: 136). (125) “Kamu sudah tidak penting lagi dalam hidupku!” ujar Dydy dengan santai tapi tegas (Gusnaldi, 2009: 136). (126) “Kamu memang istri yang tidak tahu diri! Bisanya cuma melawan suami. Cukup sudah! Tidak ada yang bisa diharapkan dari rumah tangga kita,” Dydy berteriak sambil membanting pintu kamar mandi di depan wajah Intan (Gusnaldi, 2009: 137). Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Dydy telah berubah sejak ia bertemu Bobi. Ia sering menghabiskan waktunya bersama Bobi tanpa mempedulikan istri dan anak-anaknya. 2.4.2.2 Rumitan

Rumitan adalah perkembangan dari gejala mulai tikaian menuju klimaks cerita. Tanpa rumitan tikaian akan lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman, 1988: 35). Rumitan terjadi ketika Intan menemukan ponsel Dydy yang tergeletak di pinggir wastafel kamar mandi. Dydy tidak pernah meletakkan ponselnya di sembarang tempat. Dengan hati-hati Intan mulai membuka kontak inbox ponsel Dydy. Ia menemukan satu SMS dari Laras. Rasa sedih dan marah bergejolak dalam hati Intan secara bersamaan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (127) “Sebaiknya kamu urus saja Laras. Dia kan, yang mengisi hidup kamu akhir-akhir ini. Jangan jadi penipu di rumah sendiri, Dy! Dalam kondisi susah seperti sekarang, aku sudah seperti pembantu. Membesarkan anakanak sendirian, tanpa kamu peduli bagaimana perasaanku. Sekarang dengan seenaknya kamu selingkuh dengan wanita lain. Dan perlu kamu tahu... Aku juga sudah tidak peduli dengan semua ini,” ujar Intan dengan suara bergetar (Gusnaldi, 2009: 141).

47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa Intan sangat marah dan sedih ketika menemukan SMS dari Laras di ponsel Dydy. Intan merasakan sakit hati yang mendalam. 2.4.2.3 Klimaks

Klimaks adalah bagian alur yang menunjukkan adanya pihak-pihak yang berlawanan atau bertentangan, berhadapan untuk melakukan perhitungan terakhir yang menentukan (Sumarjo dan Sani, 1985: 143). Dalam novel Pria Terakhir, tahap klimaks terjadi ketika Dydy menceritakan hubungan terlarangnya dengan Bobi kepada Intan. Dydy tidak ingin menghancur biduk rumah tangganya bersama Intan, namun ia tidak bisa membendung perasaan cintanya untuk Bobi. Intan berusaha menyingkirkan egonya agar ia bisa menerima kenyataan bahwa suaminya menjalin hubungan dengan Bobi. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (128) “Tatap mataku Intan, apapun keadaan suamimu, aku masih suamimu! Aku punya beban berat sekarang! Apa salah kalau aku bertanya? Intan, andai saja kamu tahu perasaanku sekarang, aku juga tidak mau jadi pengkhianat seperti yang kamu pikirkan. Aku juga punya hati! Tapi, Intan, apa salah kalau aku mencintainya? Ia sudah sangat baik dan mau mengerti diriku. Ia juga selalu baik dengan keluarga kita...” (Gusnaldi, 2009: 211). (129) “Aku mencintainya. Aku tahu itu salah. Dan, ternyata tak mudah bagiku untuk menghilangkan perasaan itu. Tapi, aku juga masih mencintai kamu dan anak-anak. Kalian adalah nyawaku,” ucap Dydy lirih karena takut ucapannya akan semakin melukai perasaan Intan (Gusnaldi, 2009: 212). (130) “Intan, sesungguhnya semua ini tidak terjadi begitu saja! Awalnya aku juga tak bisa menerimannya. Aku juga merasa kebingungan, sama dengan kamu saat ini. Namun seiring berjalannya waktu, Bobi mampu menggugah hatiku. Ia telah menunjukkan kesabaran dan ketulusan hatinya. Selama tiga tahun terakhir ini aku sadar tak bisa lari dari perasaan ini. Aku membutuhkannya, tapi aku juga membutuhkan kamu dan anak-anak,” (Gusnaldi, 2009: 213).

48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(131) “Aku tidak berselingkuh, Intan. Aku kan, enggak bercinta dengan wanita lain. Bobi hanya butuh cinta dan perhatianku saja. Dia tidak ingin memiliki aku seutuhnya, apalagi mencuri aku dari kamu dan anak-anak” (Gusnaldi, 2009: 214). (132) “Maafkan aku, Intan,” suara Dydy nyaris tak terdengar (Gusnaldi, 2009: 215). (133) “Aku akan mencoba memahami keadaanmu, Dy. Saat ini mungkin aku belum mampu. Tapi, aku akan berusaha. Bagaimana pun juga kamu ayah dari anak-anakku,” lanjut Intan berusaha menguatkan hatinya (Gusnaldi, 2009: 216). Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahap klimaks terjadi ketika Dydy menceritakan hubungan terlarangannya dengan Bobi kepada Intan. Intan berusaha mengerti dan memahami keadaan tersebut. 2.4.3 Akhir 2.4.3.1 Leraian

Leraian adalah bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesai (Sudjiman, 1988: 35). Leraian terjadi ketika Intan berusaha menyibukkan diri mengikuti kursus jahit di dekat kompleks rumahnya agar ia tidak larut dalam kesedihan. Selesai kursus Intan menerima pesanan jahitan di rumahnya. Intan sepertinya tidak mengenal waktu saat sedang menjahit, ia hanya berhenti untuk makan dan menyiapkan kebutuhan anak-anak dan suaminya. Dydy merasa bersalah karena membuat Intan harus ikut bertanggung jawab menopang ekonomi keluarga, namun Dydy belum menemukan pekerjaan yang layak. (134) Selepas kursus jahit, Intan rutin menerima pesanan jahitan di rumahnya. Beberapa hari ini ia bahkan mulai kebanjiran order. Alhasil, kini ia pontang-panting mengerjakan semua pesanan tersebut. Intan sepertinya tak mengenal waktu saat sedang menjahit, dia hanya berhenti untuk makan dan menyiapkan kebutuhan anak-anak dan suaminya. Intan menekuni mesin jahitnya hingga tengah malam (Gusnaldi, 2009: 222).

49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(135) “Kalau sudah capek lebih baik istirahat dulu,” ujar Dydy seraya berjalan menuju kamarnya (Gusnaldi, 2009: 244). (136) Sebenarnya Dydy merasa bersalah karena membuat Intan harus ikut bertanggung jawab menopang ekonomi keluarga. Namun, Dydy pun merasa tak berdaya. Hingga sekarang ia belum berhasil menemukan pekerjaan yang layak. Pekerjaan serabutan yang dilakoninya belum bisa menutup pengeluaran rumah tangga (Gusnaldi, 2009: 244). Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahap leraian terjadi sewaktu Intan menyibukkan diri dengan kursus menjahit dan menerima pesanan jahitan di rumahnya. Hal tersebut dilakukan Intan agar ia bisa melupakan konflik rumah tangga yang sedang dihadapinya. 2.4.3.2 Selesaian

Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian mengandung penyelesaian masalah yang melegakan (happy ending), tetapi bisa juga mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan; misalnya, si tokoh bunuh diri. Adapula pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan, tanpa adanya penyelesaian masalah dalam keadaan yang penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidakpahaman (Sudjiman, 1988: 35-36). Penyelesaian dari novel Pria Terakhir karya Gusnaldi adalah Intan, Bobi dan Dydy meninggal dunia. Intan meninggal karena tumor ganas yang dideritanya, sedangkan Bobi dan Dydy meninggal akibat mobil yang dikendarai oleh Bobi mengalami kecelakaan. Ketiga tokoh tersebut meninggal dunia pada waktu yang berbeda-beda. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (137) Dydy masih menggenggam erat tangan istrinya. Intan menganggukkan kepalanya dengan gerakan lemah. Ia mulai memejamkan matanya pelanpelan. Perlahan jiwanya pun melayang meninggalkan raganya. Intan menghembuskan nafas dalam genggaman tangan Dydy. Tubuhnya mulai dingin (Gusnaldi, 2009: 250). 50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(138) Dydy mengguncang-guncangkan tubuh Bobi. Tapi, tubuh Bobi diam. Kaku. Tak bergerak. Bobi telah pergi. Membawa pergi cintanya. Cinta yang telah membuatnya bahagia sekaligus juga merana (Gusnaldi, 2009: 336). (139) Keringat dingin mengucur deras dari leher Dydy. Tak sampai sedetik kemudian tubuhnya terkapar di lantai. Disamping pakaian Bobi yang tak pernah lepas dari tangannya. Perlahan matan Dydy terpejam, detak jantungnya berhenti. Dydy meninggalkan raganya dengan senyum damai (Gusnaldi, 2009: 360). Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selesaian terjadi ketika Bobi, Dydy dan Intan meninggal dunia. Mereka meninggal dunia pada waktu yang berbeda-beda. Kesimpulan dari uraian-uraian di atas adalah alur yang terdapat dalam novel PT karya Gusnaldi adalah alur campuran, yaitu alur lurus dan alur sorot balik. Dalam cerita ini pengarang menyelipkan alur sorot balik berupa cerita masa kecil Bobi dan Dydy sewaktu di Palembang. Hal ini mengandung maksud bahwa kehidupan masa lalu merupakan kehidupan yang sangat penting. Setelah mereka berpisah selama 25 tahun, Bobi berusaha mencari sahabatnya itu. Usaha Bobi tidak sia-sia. Akhirnya, ia menemukan Dydy dan mereka berdua menjalin kasih. Oleh karena itu, pembaca dapat dengan mudah memahami dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Dari analisis keseluruhan tokoh dan penokohan, latar (setting) dan alur (plot) saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Untuk menunjukkan dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy, maka perlu dilihat alur perjalanan kehidupannya.

Sifat

seseorang

akan

dibentuk

oleh

keadaan

latarnya

(Nurgiyantoro, 1998: 225).

51

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH BOBI DAN DYDY DALAM NOVEL PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI

3.1 Pengantar Dalam bab III ini, akan dianalisis dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Novel PT karya Gusnaldi akan dieksplorasi untuk mengungkapkan dorongan alam tak sadar dijiwa tokoh Bobi dan Dydy. Dorongan alam tak sadar ini mempengaruhi dinamika kepribadian kedua tokoh tersebut. Adapun tokoh-tokoh lain yang muncul dalam analisis tokoh Bobi dan Dydy, lebih banyak berperan sebagai alat bagi terbentuknya kausalitas munculnya dinamika kepribadian tokoh utama. Sigmund Freud berpendapat bahwa pada saat lahir sebagai bayi, manusia telah memiliki energi seksual (libido) yang kemudian terus dikembangkan melalui sejumlah tahapan psikoseksual secara naluriah karena telah “terprogram” secara genesis. Pada tiap perkembangan libido harus tersalurkan lewat erogen tertentu. Pengalaman masing-masing manusia pada tiap tahap perkembangan dapat berupa frustasi (kurang mendapatkan kesempatan penyaluran libido secara wajar) atau pemuasan berlebih yang diberikan oleh orang tua sehingga anak tidak terdorong untuk menguasai dirinya sendiri, suatu hal akan dapat menimbulkan kebutuhan ketergantungan dan perasaan tak berdaya (inkompetensi). Baik frustasi atau pemuasan berlebihan selalu akan menimbulkan kateksis berlebih pada daerah

52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

erogen bersangkutan dan akan muncul pada berbagai bentuk perilaku pada masa dewasa (Hartono, 2003: 6-7). Kemudian, pengalaman hidup yang didapat anak pada usia sampai 5 tahun sangat berpengaruh pada kepribadiannya ketika dewasa. Freud berpendapat bahwa kepribadian dewasa pada umumnya ditentukan oleh pengalaman masa kanakkanak yang telah meninggalkan sisanya dalam alam tak sadarnya (Semiun, 2006: 115). Selanjutnya, peneliti membatasi kajian dinamika kepribadian dalam dua kategori, yaitu naluri (insting) dan kecemasan (anxitas). Akan tetapi, penyaluran dan penggunaan energi psikis dan mekanisme pertahanan ego akan dimasukkan ke dalam naluri (insting) dan kecemasan (anxitas). Hal ini karena keduanya merupakan bagian dari naluri (insting) dan kecemasan (anxitas). Selain itu juga, dinamika

kepribadian

hadir

sebagai

proses

tokoh

Bobi

dan

Dydy

mengekspresikan naluri (insting) dan kecemasan (anxitas) dalam memuaskan hasratnya. Pada naluri, id menggunakan energinya sendiri karena naluri berada pada id. Akan tetapi, ketidakmampuan id untuk menyatukan keinginan dengan realitas, maka id memindahkan energinya ke ego. Ego-lah yang akan memunculkan naluri dalam sikap yang terkadang menggunakan salah satu mekanisme ego agar naluri tidak tampak. Adapun kecemasan, energi yang dimiliki id diperebutkan oleh ego dan superego. Hal ini karena ketiga energi saling mempertahankan keinginannya untuk memuaskan kebutuhan masing-masing. Usaha dalam mempertahankan keinginan untuk mencapai kepuasan masing-masing struktur akan dibahaskan

53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

novel PT karya Gusnaldi melalui dinamika kepribadian yang dialami oleh tokoh Bobi dan Dydy Tokoh Bobi dan Dydy mengalami dinamika kepribadian dalam porsi yang sangat besar. Hal ini karena kedua tokoh tersebut merupakan tokoh utama di dalam novel PT karya Gusnaldi yang paling banyak mengalami keadaan afektif. Selain itu juga, kedua tokoh tersebut yang mengakibatkan terjadinya konflik pada novel PT karya Gusnaldi. 3.2 Dinamika Kepribadian Tokoh Bobi Tokoh Bobi dikisahkan bersahabat dengan Dydy sejak kecil sewaktu di Palembang. Bobi selalu menemani Dydy bermain mobil-mobilan, walaupun ia tidak menyukai permainan tersebut. Bobi lebih tertarik untuk bermain boneka milik Joy. Namun, ia takut Dydy mengejeknya dan tidak mengajaknya untuk bermain. Bobi tidak mau kehilangan Dydy dan bermain dengan anak-anak lain. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (1)

Dydy senang sekali bermain mobil-mobilan. Sementara Bobi kecil sebenarnya tidak suka dengan mainan tersebut. Bobi akan berpura-pura senang bermain dengan Dydy demi menyenangkan hatinya. Padahal, Bobi melirik ke arah boneka lucu milik Joy, kakak kandung Dydy. Ingin rasanya bermain dengan boneka Joy, tapi pasti Dydy akan mengejeknya dan tidak akan mengajaknya bermain (Gusnaldi, 2009: 32).

Bobi dikisahkan berprofesi sebagai arsitekyang sangat terkenal di Jakarta. Ia selalu menciptakan desain bangunan yang berkelas dan bergengsi. Namun di balik segala kelebihannya, masyarakat sekitarnya tidak pernah mengetahui sisi lain dari kehidupan Bobi. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

54

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(2)

(3)

Bobi adalah seorang arsitek yang cukup terpandang dan berkelas di jajaran konsultan arsitek di Jakarta. Dengan posisinya sekarang, ia merasa sangat beruntung. Tak jarang ia masih tak percaya karena bisa mengecap keindahan sisi dunia lain yang tak pernah terpikirkan olehnya. Namanya merupakan sebuah jaminan mutu akan terciptanya desain bangunan bercita rasa seni tinggi sekaligus bergengsi (Gusnaldi, 2009: 15-16). Dunia luar tak pernah tahu sisi lain dari kehidupan Bobi. Dan, untungnya orang pun tak pernah usil untuk mencari tahu. Sebab, ia selalu tampil dan membawa diri sebagai sosok pria normal pada umumnya. Ia melakukan semua itu karena terbentur dengan budaya timur yang masih mengharamkan laki-laki berperilaku feminim (Gusnaldi, 2009: 16).

Bobi dikisahkan pernah menikah, namun bahtera rumah tangganya kandas di tengah jalan karena perbedaan prinsip. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (4)

“Aku sudah pisah baik-baik dengan mantan istriku. Aku dan dia tidak ada kecocokan lagi. Ada banyak perbedaan di antara kami dan tidak ada jalan keluarnya, Dy” (Gusnaldi, 2009: 46).

Setelah bercerai dengan istrinya, Bobi menjalin hubungan dengan Harry. Harry adalah seorang pengusaha sukses. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (5)

Cinta kedua Bobi tertambat pada Harry, seorang pengusaha kaya yang masih tetap mencintainya sampai sekarang. Harry adalah kisah cinta Bobi ketika pertama kali merantau di metropolitan (Gusnaldi, 2009: 208).

Sejak 25 tahun yang lalu, Bobi dikisahkan telah jatuh cinta kepada Dydy. Namun, Dydy jatuh cinta pada Messi, teman sekolah mereka. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (6)

Dua puluh lima tahun yang lalu, Bobi jatuh cinta untuk pertama kalinya pada Dydy. Di usia yang masih belia, Bobi telah menaruh hati pada teman mainnya. Namun, suatu hari Bobi melihat Dydy jatuh cinta pada Mesi, salah seorang teman sekolah mereka. Seorang gadis cilik berambut panjang dan sepasang mata bulat yang bersinar. Hatinya bagai teriris sembilu tatkala melihat Dydy menggandeng tangan Mesi sepulang

55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sekolah. Meski usianya masih belia, tapi Bobi sudah tahu apa artinya cemburu pada saat itu (Gusnaldi, 2009: 208). Cukup lama menutup hati, akhirnya Bobi kembali jatuh cinta kepada Dydy, sahabat masa kecilnya itu. Bobi merasa Dydy adalah cinta terakhirnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (7)

Bobi merasa Dydy adalah orang yang bisa menyeimbangkan kehidupannya. Tak butuh waktu lama bagi Bobi untuk menyadari bahwa Dydy adalah pria terbaik untuknya. Bobi juga percaya Dydy adalah pria yang tercipta untuknya. Pria yang akan mengisi setengah jiwanya yang kosong (Gusnaldi, 2009: 209).

Bobi dikisahkan meninggal dunia karena mengalami kecelakaan. Bobi ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (8)

Mobil yang dikemudikan Bobi mengalami kecelakaan. Bobi ditemukan dalam kondisi tak sadarkan diri (Gusnaldi, 2009: 326).

Dari uraian-uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dinamika kepribadian disebabkan oleh pengalaman hidup seseorang pada masa kanak-kanak. Untuk memahami lebih jauh tentang dinamika kepribadian, maka penelitian akan membahas naluri (insting) dan kecemasan (anxitas). Kedua hal tersebut merupakan bagian yang sangat penting dalam dinamika kepribadian-Sigmund Freud. 3.2.1 Naluri (Insting) Minderop (2013: 23) mengatakan bahwa naluri (insting) merupakan representasi psikologi bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat muncul suatu kebutuhan tubuh. Naluri terbagi atas dua, yaitu naluri

56

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kehidupan (life insting-eros) dan naluri kematian (death insting-thanatos). Naluri kehidupan (life insting-eros) adalah naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Sedangkan, naluri kematian (death insting-thanatos) dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengerusakan diri (self-destructive behavior) atau bersikap agresif terhadap orang lain (Higlard etal., dalam Minderop, 2013: 27). 3.2.1.1 Naluri Kehidupan (Life Insting-Eros) Tokoh Bobi Energi naluri tokoh Bobi, seperti naluri pada umumnya berasal dari id. Energi tersebut kemudian berpindah ke ego dan superego sebagai ketidakmampuan id membedakan konsep imajiner dan kenyataan. Tokoh Bobi dalam novel PT karya Gusnaldi dideskripsikan memiliki naluri kehidupan saat ia kembali merasakan jatuh cinta. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (9)

“Ehm, aku pengen kamu jadi pacarku! Kamu mau kan? Bobi tak dapat membayangkan perasaannya saat itu. Tiba-tiba saja ingin rasanya ia masuk dalam sebuah lubang dan bersembunyi di dalamnya” (Gusnaldi, 2009: 79).

Kutipan di atas dapat ditafsirkan sebagai naluri kehidupan tokoh Bobi karena naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun spesies. Selain itu juga, mendeteksi adanya kecemasan pada diri tokoh Bobi. Akan tetapi, kecemasan yang dirasakan oleh tokoh Bobi dapat redah dengan menggunakan mekanisme represi. Represi adalah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasan ke dalam alam tak sadar manusia. Selanjutnya, representasi naluri kehidupan tokoh Bobi berikutnya berkenaan dengan

57

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(10) Gerakan Dydy semakin ganas. Tangannya mulai menyentuh dan membelai setiap titik-titik sensitif tubuh Bobi. Getaran hebat menggelenyar di seluruh permukaan tubuh Bobi. Secara spontan ia mendesah panjang. Dan, hal itu justru membuat Dydy semakin agresif. Mereka saling memberikan kepuasan dan kenikmatan ragawi. Ketika kepuasan itu tiba, Bobi hanya sanggup berbaring meringkuk di samping tubuh Dydy. Dydy melingkarkan lengannya dan memeluk tubuh Bobi (Gusnaldi, 2009: 130). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Bobi terangsang dengan sentuhan Dydy, sehingga Dydy memeluk tubuhnya. Hal ini karena Freud memandang naluri kehidupan berpusat pada naluri seksual. Namun, naluri seks yang dimaksudnya yaitu memiliki arti dan cakupan yang lebih luas ketimbang seks dalam pengertian yang kita kenal. Kesimpulannya adalah pada manusia terdapat beberapa bagian tubuh yang peka, apabila mendapat stimulasi akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan yang dinamakan perasaan erotik, dan pada bagian tubuh yang menghasilkan

perasaan

erotik

disebut

daerah

erogen

(erogenouszones).

Contohnya mulut, dubur, dan alat kelamin (Koeswara, 1991:39). Perilaku Bobi meringkuk di samping tubuh Dydy menarik perhatian Dydy untuk memeluknya. Hal tersebut menyebabkan sentuhan pada organ tubuh terutama pada daerah alat kelamin yang menimbulkan kenikmatan kelamin menunjukkan wujud naluri kehidupan tokoh Bobi. 3.2.1.2 Naluri Kematian (Death Insting-Thanatos) Tokoh Bobi

Bobi dikisahkan keberpihakannya pada naluri kematian. Naluri kematian tokoh Bobi, yaitu saat ia mengetahui Dydy berselingkuh dengan Fani. Laju mobil terlalu kencang, sehingga ia tidak bisa mengendalikan mobilnya saat akan melintas perempatan jalan di daerah Kuningan. Oleh karena itu, ia mengalami luka yang

58

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

cukup parah dan hampir kehabisan darah. Dapat dilihat dari percakapan Prita dengan dokter Suyono yang menangani Bobi. (10) “Apa golongan darahnya, Dok?” “Golongan B,” jawab dr. Suyono singkat (Gusnaldi, 2009: 328). Dari kutipan di atas nampak jelas naluri mati tokoh Bobi untuk merusak dirinya sendiri. Ia tidak dapat menerima kenyataan kekasihnya berselingkuh dengan Fani. Ia sangat mencintai Dydy. Bobi tidak ingin Dydy menyakitinya, sehingga ia lebih memilih untuk menyakiti dirinya sendiri. 3.2.2 Kecemasan (Anxitas) Tokoh Bobi 3.2.2.1 Kecemasan Realistis Tokoh Bobi Kecemasan realistis yang dialami oleh tokoh Bobi muncul karena ego sebagai penghubung antara keinginan dan realitas. Kecemasan realistis disebut kecemasan objektif karena berkaitan langsung dengan bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar. Dapat disimpulkan bahwa kecemasan realistis terjadi akibat konflik antara ego dan kenyataan secara langsung tanpa dipengaruhi oleh struktur kepribadian lainnya. Kecemasan realistis tokoh Bobi dapat direpresentasikan dalam novel PT karya Gusnaldi berkaitan dengan keinginan Bobi mengajak Prita dan Laura untuk tinggal di rumahnya. Hal tersebut membuat Dydy sangat kaget karena ia tidak ingin kedua buah hatinya mengetahui hubungan terlarangnya dengan Bobi. Alasan Bobi mengajak anak-anak Dydy agar Prita dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu Sekolah Menengah Atas favorit di daerah Bintaro. (11) “Om pikir Prita harus tetap melanjutkan sekolah. Kamu enggak perlu kuatir, om yang akan membiayai kamu. Tugas kamu adalah belajar

59

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan baik untuk mendapatkan nilai-nilai bagus. Yang lainnya akan menjadi tanggung jawab Om,” tegas Bobi dengan mimik serius (Gusnaldi, 2009: 253-254). Dari kutipan di atas terlihat bahwa Bobi sangat peduli dengan pendidikan. Ia tidak ingin Prita putus sekolah karena kesulitan ekonomi yang mereka alami. Di sisi lain, Bobi juga mengingat pesan Intan sebelum meninggal dunia, agar Bobi dan Dydy bisa menjaga Prita dan Laura dengan baik. Hal tersebut yang mendasar 3.2.2.2 Kecemasan Neurotis Tokoh Bobi Kecemasan neurotis terjadi akibat tidak terkendalinya naluri primitif id, salah satunya adalah naluri kematian. Naluri kematian merupakan naluri yang tidak dapat dikendalikan oleh ego dalam novel PT karya Gusnaldi, sehingga Bobi mengalami kecemasan neurotis. Dalam ketidaksadarannya, ego Bobi telah berusaha untuk mengendalikan naluri primitif tersebut sebagaimana terdapat dalam bab-bab sebelumnya hingga menjelang bab terakhir. Akan tetapi, upaya ego tersebut mengalami kegagalan akibat kuatnya naluri kematian yang dimiliki oleh tokoh Bobi dan Dydy. (12) “Kamu tahu, kan, cintaku tidak akan berubah walau apapun yang terjadi. Tatap mataku, Dy! Aku tidak akan meninggalkan kamu,” ujar Bobi lembut sambil menggenggam erat tangan Dydy (Gusnaldi, 2009: 186). Pada kutipan di atas tidak lazim dua orang pria menjalin percintaan. Hal tersebut

sangat tabu untuk dilakukan, akan tetapi mereka tetap menjalin

percintaan. Dengan demikian, ego tidak mampu mengendalikan kecemasan neurotis yang berhubungan dengan naluri kematian tersebut.

60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.2.2.3 Kecemasan Moral Tokoh Bobi Kecemasan moral dan kecemasan neurotik tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip, yakni tingkat kontrol ego. Kecemasan moral yang dialami oleh Bobi berkaitan dengan ketidaksetujuan Intan pada hubungan percintaan Bobi dan suaminya. Intan sangat marah kepada suaminya ketika ia mengetahui bahwa nama Laras di ponsel Dydy bukanlah seorang wanita, melainkan Bobi sahabatnya sendiri. Kemudian, Intan menemukan kuitansi pembelian bunga di kantong celana Dydy yang dikirimkan ke alamat Bobi. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut. (13) “Dy, aku sudah tahu siapa sebenarnya Laras, orang yang kamu cintai. Dan aku tidak menyangka, kamu yang sudah menjadi suamiku selama sepuluh tahun tega melakukan ini semua. Kamu penipu besar! Aku harap kamu bisa menghentikan hubungan cintamu dengan Laras. Atau, kamu lebih memilih kehidupan cinta kita berakhir? Aku enggak mau anak-anak kita mengenal Laras lagi. Mereka bisa stres! Cukup aku yang tahu siapa sebenarnya Laras (Gusnaldi, 2009: 185). Kutipan di atas menjelaskan Intan sangat membenci Bobi. Ia tidak ingin kedua anaknya mengenal Bobi lagi karena kehadiran Bobi merusak rumah tangga mereka. Dydy dan Bobi kaget membaca SMS Intan. Bobi berusaha menenangkan dirinya dan menguatkan Dydy. (14) “Sabar ya, Dy! Kamu tahu, kan, cintaku tidak akan pernah berubah walau apapun yang terjadi. Aku tidak akan meninggalkan kamu,” ujar Bobi lembut sambil menggenggam erat tangan Dydy (Gusnaldi, 2009: 186). Terlihat jelas pada kutipan di atas bahwa Bobi berusaha untuk meredakan kecemasan moral dengan cara menggunakan mekanisme pertahanan berupa represi. Represi merupakan mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan 61

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kecemasan dengan jalan menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam alam tak sadar. 3.3

Dinamika Kepribadian Tokoh Dydy

Tokoh Dydy adalah seorang kontraktor. Hal tersebut terlihat dalam percakapannya dengan Bobi di telepon. (15) “Kamu pasti kontraktor yang sukses. Sedang ngerjain proyek apa sekarang? Kapan-kapan boleh dong, kalau bos butuh bantuan, saya siap membantu dan terima orderan, lho!” Bobi berusaha bercanda untuk mencairkan suasana yang masih kaku diantara mereka (Gusnaldi, 2009: 30).

Tokoh Dydy sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (16) “Anakku dua, keduanya perempuan,” jawab Dydy tanpa tergerak untuk menjelaskan lebih lanjut (Gusnaldi, 2009: 46). Meskipun telah menikah, tokoh Dydy kurang bahagia hidup bersama istrinya. Ketika perekonomian rumah tangganya mulai terpuruk, istrinya sering menuntut agar Dydy bekerja lebih keras lagi. Intan tidak memberikan dukungan yang dibutuhkan Dydy, sehingga Dydy merasa harus menghadapi beban itu seorang diri. Oleh karena itu, sering terjadi pertengkaran di antara mereka. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (17) “Aku sudah cukup sabar dengan sikap dan ucapan kamu. Selama ini kamu selalu meremehkanku! Kamu kira gampang, menghidupi empat kepala sekaligus di rumah ini?”, amarah Dydy makin memuncak. “Dan kerjaan kamu hanya ngomel saja!” dengan nada yang penuh amarah Dydy menumpahkan segala kekesalannya (Gusnaldi, 2009: 136).

62

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kutipan diatas menjelaskan tentang kekesalan tokoh Dydy kepada istrinya. Intan tidak pernah mengerti keadaan suaminya. Dari pertenggaran tersebut, tokoh Dydy tidak sanggup untuk menahan biduk rumah tangganya. Tokoh Dydy pun merasa gagal menjadi suami yang baik untuk Intan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (18) Dydy merasa gagal. Ia tak tahu akan membawa biduk rumah tangganya ke arah mana. Rumah tangga yang mereka jalani selama sepuluh tahun seolah berada di ujung tanduk. Rapuh. Dydy tak yakin masih memiliki cukup kekuatan untuk menjalani hari-harinya bersama Intan. Namun, bayang-bayang wajah Prita dan Laura membuat Dydy masih berusaha untuk bertahan. Ia tak ingin masa depan kedua puterinya hancur garagara kelemahan hatinya. Keduanya merupakan harta tak ternilai bagi Dydy (Gusnaldi, 2009: 139-140). Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Dydy merasa gagal menjadi kepala keluarga. Ia sudah tidak sanggup menjalani semuanya bersama Intan. Di balik kerapuhannya, Dydy tetap berusaha membahagiakan kedua buah hatinya. Prita dan Laura adalah penyemangat Dydy. 3.3.1 Naluri Tokoh Dydy 3.3.1.1 Naluri Kehidupan (Life Insting-Eros) Tokoh Dydy Sebagai bagian dari individu, tokoh Dydy memiliki naluri kehidupan. Naluri kehidupan tokoh Dydy dimulai dari pertemuannya kembali dengan tokoh Bobi. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (19) Penasaran dengan isinya, tangan Dydy langsung merobek kertas pembungkusnya. Seketika wajahnya berubah girang (Gusnaldi, 2009: 44). Kutipan di atas menunjukkan naluri kehidupan tokoh Dydy. Tokoh Dydy merasa bahagia karena mendapatkan bingkisan dari tokoh Bobi. Kebahagiaan 63

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang terpancar dari diri tokoh Dydy merupakan bagian dari pemeliharaan kehidupan atau spesies. Selanjutnya, naluri kehidupan tokoh Dydy terlihat dalam kutipan berikut. (20) Dydy merindukan suasan rumahnya. Masih tergiang di telinganya celoteh kedua putrinya yang lucu. Dydy merasakan kesepian. Ia langsung mengambil ponsel dan menghubungi istrinya (Gusnaldi, 2009: 107). Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Dydy merindukan suasana rumah. Ia merasa ketidakbahagiaan berlibur bersama Bobi. Oleh karena itu, ia menghubungi istrinya agar dapat mengobati rasa rindunya kepada kedua putrinya dan Intan. Selanjutnya, naluri kehidupan tokoh Dydy terlihat dalam kutipan berikut. (21) Bobi telah memberikan kenikmatan yang berbeda hari ini. Ini adalah pengalaman pertama Dydy, meraih ragawi bersama seorang pria. Dan, rasanya ternyata luar biasa! Tak pernah sedikit pun Dydy membayangkan akan bercinta dengan seorang pria. Kaum sejenisnya. “Aku bercinta dengan seorang pria!” (Gusnaldi, 2009: 163). Kutipan di atas menjelaskan bahwa pengalaman pertama tokoh Dydy berhubungan intim dengan seorang pria. Ia sangat bahagia karena mendapatkan kenikmatan yang luar biasa tidak pernah ia temukan pada istrinya. Hal tersebut merupakan naluri kehidupan tokoh Dydy karena ia masih merasakan kenikmatan seksual. Kenikmatan seksual yang ia rasakan itu merupakan suatu kehidupan manusia sebagai individu atau spesies.

64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.3.1.2 Naluri Kematian (Death Insting-Thanatos) Tokoh Dydy Naluri kematian tokoh Dydy terlihat dari percakapannya dengan Prita saat ia baru sadarkan diri dari masa kritis yang dialaminya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (22) “Nak, maafkan kesalahan ayah. Ayah rindu om Bobi. Terasa hampa hidup ayah tanpa om Bobi. Ayah pengen dekat om Bobi saat ini” (Gusnaldi, 2009: 352). Dari kutipan di atas nampak jelas keberpihakan naluri kematian tokoh Dydy. Tokoh Dydy merasa kehampaan yang luar biasa karena ditinggal oleh Bobi. Dydy ingin berada di dekat Bobi. Naluri kematian tokoh Dydy ketika pindah ke Bali. Dydy selalu mimpi bertemu dengan sosok Bobi, sehingga ia depresi dan ingin mengakhiri hidupnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (23) Belakangan ini Bobi selalu ada dalam mimpiku. Aku sangat merindukan dia. Mungkin dengan cara inilah aku dapat bertemu Bobi. “Ampuni aku, Tuhan (Gusnaldi, 2009: 251). Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Dydy sangat depresi. Ia ingin mengakhiri hidupnya agar dapat bertemu dengan Bobi. 3.3.2 Kecemasan Tokoh Dydy 3.3.2.1 Kecemasan Realistis Tokoh Dydy Kecemasan realistis Dydy berkaitan dengan tingkah laku Bobi di dalam mobil yang berusaha untuk menggenggam tangan Dydy. Dydy takut apabila dilihat oleh teman-temannya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (24) “Jangan, Bob! Nanti ada yang lihat, banyak temanku di sini!” (Gusnaldi, 2009: 86). 65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dari kutipan di atas kecemasan Dydy terhadap bahaya-bahaya yang berasal dari dunia luar. Dydy masih belum nyaman dengan perbedaan status mereka. Kecemasan yang dihadapi oleh Dydy diredahkan dengan menggunakan mekanisme represi, yaitu meredakan kecemasan dengan jalan menekan dorongan tersebut ke dalam alam tak sadar. 3.3.2.2 Kecemasan Neurotis Tokoh Dydy Kemunculan kecemasan neurotis Dydy, ketika hubungan terlarangnya dengan Bobi diketahui oleh Intan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (25) “Bob, kayaknya Intan tahu tentang kita. Dia emang enggak bicara secara terang-terangan, tapi dia bilang aku pengkhianat! Dia juga bilang jangan sampai anak-anak tahu siapa Laras yang sebenarnya. Katanya cukup dia saja yang tahu. Gila! Aku harus gimana?” (Gusnaldi, 2009: 186). Kutipan di atas menjelaskan tentang ketakutan Dydy. Ia takut menerima hukuman dari istrinya. Hal di atas menunjukkan ke arah naluri kematian. Ego tidak mampu mengendalikan kecemasan yang berhubungan dengan naluri kematian tersebut. Ego hanya mampu menggunakan mekanisme rasionalisasi untuk sekedar memberikan alasan agar apa yang dilakukan dapat diterima. 3.3.2.3 Kecemasan Moral Tokoh Dydy Kecemasan moral Dydy adalah kecemasan akibat hubungan terlarangnya dengan Bobi. Ia sama sekali tidak ingin menghancur biduk rumah tangganya bersama Intan. Dydy bingung untuk memperbaiki kerusakan rumah tangganya. Ia berusaha untuk menjelaskan kepada Intan, agar Intan dapat menerima alasannya. Kutipan sebagai berikut. (26) “Tatap mataku Intan, apapun keadaan suamimu, aku masih suamimu! Aku punya beban berat sekarang! Apa salah kalau aku bertanya? Intan, 66

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

andai saja kamu tahu perasaanku sekarang, aku juga tidak mau jadi pengkhianat seperti yang kamu pikirkan. Aku juga punya hati! Tapi, Intan, apa salah kalau aku mencintainya? Ia sudah sangat baik dan mau mengerti diriku. Ia juga selalu baik dengan keluarga kita...” (Gusnaldi, 2009: 211). Kutipan di atas mendeskripsikan kecemasan moral Dydy. Untuk meredakan kecemasannya, Dydy menggunakan mekanisme pertahanan ego, yakni regresi. Dydy berusaha untuk menghindarkan diri dari ancaman yang akan diberikan oleh istrinya. 3.4 Rangkuman Dari hasil penelitian yang peneliti uraikan pada bab tiga ini, dapat disimpulkan bahwa kedua utama dalam novel PT karya Gusnaldi mengalami dinamika kepribadian dengan porsi yang paling besar. Hal itu, karena kedua tokoh tersebut mengalami perkembangan kepribadian. Dari sisi naluri, Bobi dan Dydy mengalami kompleksitas naluri kehidupan dan kematian. Sedangkan kecemasan kedua tokoh tersebut mengalami kecemasan realistis, kecemasan neurotis, dan kecemasan moral.

67

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV ANALISIS KLASIFIKASI PERILAKU HOMOSEKSUAL TOKOH BOBI DAN DYDY DALAM NOVEL PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI

4.1 Pengantar Pada bab ini peneliti menganalisis faktor yang menyebabkan perilaku homoseksual tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Hal tersebut akan dibahas di dalam klasifikasi homoseksual tokoh Bobi dan Dydy. Selanjutnya, peneliti menganalisis perilaku seksualtokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi, yaitu: mulut, lubang anus, dan sadisme dan masokisme. 4.2 Klasifikasi Perilaku Homoseksual Tokoh Bobi dan Dydy Freud (2000: 3) mengklasifikasi homoseksual menjadi 3 bagian, yaitu jenis kelamin yang sama (absolutely inverted), sesama jenis maupun lawan jenis (amphigenouslyinverted)

dan

kadang-kadang

memperlihatkan

inversi

(occasionallyinverted). 4.2.1 Tokoh Bobi : Absolutely Inverted Dalam novel PT karya Gusnaldi tokoh Bobi menggunakan jenis homoseksual yang pertama, yaitu benar-benar terbalik (absolutelyinverted). Sejak kecil tokoh Bobi terlihat feminim dan berperasaan halus. Tokoh Bobi pernah menikah, namun ia tidak menemukan kebahagiaan dengan istrinya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk berpisah dengan istrinya. Hal tersebut terlihat dalam percakapannya dengan tokoh Dydy. (1)

“Aku sudah pisah baik-baik dengan mantan istriku, Dy” jawab Bobi tanpa basa-basi (Gusnaldi, 2009: 46).

68

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tokoh Bobi tidak ingin jatuh cinta lagi kepada wanita. Ia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan seorang pria bernama Harry. Harry sudah menikah dan memiliki anak. Bobi berusaha menyembunyikan hubungan percintaannya dengan Harry agar tidak diketahui oleh masyarakat sekitar. Namun, hubungan mereka tidak bertahan lama. Bobi mengakhiri hubungan percintaannya bersama Harry karena berbedaan prinsip yang ia rasakan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (2)

(3)

Cinta kedua Bobi tertambat pada Harry, seorang pengusaha kaya yang masih tetap mencintainya sampai sekarang. Harry adalah kisah cinta Bobi ketika pertama kali merantau ke metropolitan. Meski hubungan mereka kerap menemui banyak masalah, Harry selalu sabar menyikapinya (Gusnaldi, 2009: 208). Sayangnya, hubungan mereka tak bertahan lama. Bobi terpaksa memutuskan hubungan cinta itu karena perbedaan prinsip di antara mereka. Lagipula, jujur rasa sayang Bobi pada Harry semakin hari semakin terkikis habis. Karena itulah ia memilih untuk mengakhirinya (Gusnaldi, 2009: 208).

Cukup lama tokoh Bobi menutup pintu hatinya, hingga sebuah mimpi mengiring Bobi untuk menemukan cinta lamanya yaitu Dydy. Sewaktu kecil Bobi telah jatuh cinta kepada teman bermainnya itu. Bagi Bobi, Dydy adalah pria terbaik untuknya yang dapat menyeimbangkan kehidupan dan memberikan kebahagiaan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (4)

Hingga pada akhirnya sebuah mimpi mengiring Bobi untuk menemukan cinta lamanya. Dan, orang itu adalah Dydy. Seorang pria dengan karakter keras dan cenderung egois. Bobi merasa Dydy adalah orang yang bisa menyeimbangkan kehidupannya. Tak butuh waktu lama bagi Bobi untuk menyadari bahwa Dydy adalah pria terbaik untuknya. Bobi juga percaya Dydy adalah pria yang tercipta untuknya. Pria yang akan mengisi setengah jiwanya yang kosong (Gusnaldi, 2009: 209).

69

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi homoseksual

yang

digunakan

oleh

Bobi

adalah

benar-benar

terbalik

(absolutelyinverted). Pengalaman pahit yang dialaminya bersama seorang wanita menyebabkan trauma yang sangat mendalam. Akhirnya, Bobi jatuh cinta kepada sesama jenis. Bobi merasa nyaman dengan percintaan sesama jenis yang dijalaninya dan ia memperoleh kebahagiaan seutuhnya dari percintaan tersebut. 4.2.2 Tokoh Dydy : Amphigenously Inverted & Occasionally Inverted Tokoh Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi dikisahkan sebagai seorang pria normal yang telah menikah dan memiliki dua orang putri. Hal tersebut terlihat dalam perkenalan Bobi dengan istri Dydy ketika Bobi berkunjung ke rumah Dydy. (5) “Hai, aku Bobi,” ujar Bobi sambil mengulurkan tangannya menjabat tangan mungil istri Dydy. “Saya tahu. Saya Intan, senang akhirnya bisa bertemu denganmu, Bobi,” sahut Intan ramah (Gusnaldi, 2009: 62). Kehidupan rumah tangganya kurang harmonis karena perekonomian keluarganya yang menurun. Oleh karena itu, pemicu dari kemarahan istrinya karena kebutuhan rumah tangga mereka tidak terpenuhi. Dydy merasa istrinya tidak mengerti dengan apa yang sedang dialaminya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (6)

Awal mula masalah ini datang ketika perekonomian rumah tangga mereka terpuruk. Satu per satu kontrak Dydy mengalami kegagalan. Imbasnya, Intan jadi sering menuntutnya untuk bekerja lebih keras lagi. Namun, ia tidak bisa memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan Dydy. Akhirnya, Dydy merasa harus menghadapi beban itu seorang diri (Gusnaldi, 2009: 139).

70

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tokoh Dydy merasa tidak nyaman menjalani hubungan percintaan dengan sesama pria. Namun, Bobi mengajari banyak hal kepadanya. Tokoh Dydy tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti yang Bobi berikan kepadanya, ketika ia bersama istrinya di rumah. Hubungan mereka pun semakin erat, sehingga tanpa Dydy sadari, ia benar-benar jatuh cinta kepada Bobi. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (7)

(8)

“Bobi, aku tidak bisa menahan rasa cintaku padamu! Kamu begitu memahamiku dan sangat sabar menghadapi segala kelakuanku,” gumam Dydy (Gusnaldi, 2009: 203). Kini, di usianya yang tak muda lagi, Dydy justru merasakan gejolak cinta yang membara. Cinta terlarang. Cinta sesama jenis. Ia mencintai seorang pria yang dikenalnya selama bertahun-tahun sebagai sahabat kecilnya. Namun, cinta itu mampu memberinya kebahagiaan yang telah mengering dalam hatinya. Cinta itu mampu memberikan pencerahan dalam hidupnya (Gusnaldi, 2009: 198).

Di sisi lain, tokoh Dydy pun merasa bersalah kepada istri dan anak-anaknya karena telah menjalin hubungan terlarang dengan seorang pria. Dydy tidak ingin bercerai dengan Intan, walaupun ia tidak mendapatkan kebahagiaan bersama istrinya itu. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. “Aku mencintai kedua putriku, tapi aku tidak bisa menemukan lagi kebahagiaan bersama Intan. Aku merasa sangat bersalah dengan kondisi ini, sayang,” ujar Dydy seraya membelai kepala Bobi (Gusnaldi, 2009: 133). (10) Sesaat sebelum matanya terpejam, Dydy sempat mengucapkan sebait doa, “Tuhan, tolong jangan kau pisahkan kami bertiga. Karena kami saling mencintai. Dan tolong berikan kekuatan kepada istri saya agar bisa menerima keadaanku” (Gusnaldi, 2009: 225). (11) Ah, karena ulahnya kali ini istri dan anak-anaknya menjadi korban. Tapi, Dydy tak sanggup membendung perasaan cintanya yang semakin lama semakin membelenggu hatinya. Ia tak bisa berpaling lagi. Maafkan, aku Intan, batin Dydy (Gusnaldi, 2009: 198). (9)

71

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ketika Intan mengabaikan hasrat seksualnya, maka ia melampiaskan di Bobi. Hal tersebut membuat Dydy merasakan kebahagiaan seutuhnya. Dapat dilihat dari kutipan berikut. (12) Dalam hati Dydy mengakui, Bobi memiliki kelebihan jiwa melayani, demikian pula saat mereka berdua. Bobi selalu berusaha meladeni keinginan Dydy, berbeda dengan Intan istrinya yang maunya selalu dipuaskan saja (Gusnaldi, 2009: 132). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh menggunakan

dua jenis

homoseksual,

Dydy

yaitu terbalik dalam dua arah

(amphigenously inverted) dan kadang-kadang memperlihat inversi (occasionally inverted). Hal tersebut dilakukan Dydy karena ia tidak mendapatkan kebahagiaan bersama istrinya. Namun, ia juga tidak ingin untuk bercerai dengan istrinya demi kedua putrinya. 4.3

Perilaku Homoseksual Tokoh Bobi dan Dydy

Freud (2000: 20-28) menjelaskan bahwa perilaku seksual terbagi atas tiga bagian yaitu mulut, lubang anus, dan sadisme dan masokisme. Pertama, mulut cenderung memperlihatkan perasaan jijik, namun akan terkalahkan oleh dorongan libido. Kedua, lubang anus merupakan alternatif pria melakukan hubungan intim bersama sesama jenis untuk tindakan masturbasi mutual. Ketiga, sadisme dan masokisme merupakan kecenderungan untuk menyakiti objek seksual dan lawan jenis.

72

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.3.1 Mulut dan Lubang Anus Tokoh Bobi dan Dydy dominan menggunakan perilaku seksual yang pertama dan kedua, yaitu pemanfaatan mulut dan lubang anus. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (13) Dydy tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia justru meraih wajah Bobi mendekati wajahnya tanpa diduga Dydylangsung membelai bibir Bobi dengan bibirnya. Ciuman Dydy sangan posesif dan intens. Bobi yang semula kaget dengan reaksi agresif Dydy mengendalikan situasi. Sesekali Bobi melancarkan ciuman balasan yang tak kalah menggairahkan. Keduanya mulai terlena dalam cumbuan yang membuat seluruh bulu kuduk merinding (Gusnaldi, 2009: 129). (14) Kedua pria tersebut saling memagut dan melumat bibir masing-masing dalam waktu yang cukup lama. Tangan Bobi dengan gesit melucuti seluruh kancing kemeja Dydy. Dalam waktu singkat tak sehelai pun benang yang menutupi tubuh mereka. Kini, mereka berdiri saling menghimpit. Bobi menciumi leher Dydy disertai desahan kecil yang membuat Dydy kian bergairah. Dydy menggiring Bobi ke ranjang dan langsung menindihnya (Gusnaldi, 2009: 130). (15) Giliran Bobi yang melayangkan ciuman mesra ke bibir Dydy. mereka pun kembali larut dalam pelukan dan ciuman yang membuat keduanya sama-sama terlena (Gusnaldi, 2009: 131). (16) Tanpa menunggu lebih lama, kedua bibir mereka saling bertaut. Melepaskan segenap rindu yang terpendam beberapa hari (Gusnaldi, 2009: 161). (17) Bobi mengambil inisiatif mencium bibir Dydy. Dydy mulai rileks terbawa suasana. Mereka saling melumat dan memagut bibir masingmasing. Kemudian, Bobi berdiri dan menarik tangan Dydy. Ia menggiring Dydy menuju kamar tidur (Gusnaldi, 2009: 161). (18) “Bob, aku belum siap melihat penis kamu. Jadi, kita pelan-pelan dulu, ya!” ucap Dydy sambil menciumi dada Bobi (Gusnaldi, 2009: 162). (19) “Bobi, maafkan aku, ya! Kita memang sudah bercinta, aku yakin kamu menyukainya. Tapi, aku masih bingung mau melakukan apa! Aku akan belajar dari kamu,” ujar Dydy sambil mengusapkan sabun di dada Bobi (Gusnaldi, 2009: 164). (20) Tak lama kemudian, Dydy menyusul Bobi ke kamar mandi. Semburan air hangat dari shower membasahi tubuh telanjang mereka. Keduanya kembali saling melumat bibir dan berusaha memberikan kenikmatan pada pasangannya (Gusnaldi, 2009: 266). (21) Bobi justru menarik kedua tangan Dydy dan melingkarkannya di tubuhnya. Mereka pun kembali bercumbu (Gusnaldi, 2009: 267).

73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.3.2 Sadisme dan Masokisme Sejak berhubungan intim dengan tokoh Bobi, Dydy berubah menjadi ganas dan beringas. Istrinya merasa diperkosa saat melakukan hubungan intim dengan Dydy. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. (22) Dydy melumat payudara Intan dengan kasar. Ia menjadi liar dan posesif. Intan yang telah lama mendambakan kelembutan sentuhan Dydy sangat kaget dengan perlakuan Dydy. Namun, ia tak kuasa menolak keinginan suaminya. Ketika gairah Dydy mulai memuncak, Dydy membalikkan tubuh Intan. Dalam keadaan terlungkup Dydy memasukkan kemaluannya ke anal Intan. Sontak Intan kaget setengah mati. Ia merasa diperkosa oleh suaminya sendiri. Kali ini ia berusaha memberontak, tapi Dydy semakin menjadi-jadi. Ia dikuasai nafsu birahi yang tak terkendalikan (Gusnaldi, 2009: 202). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku seksual Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi menggunakan mulut dan lubang anus. Sedangkan, Dydy melakukan hubungan intim dengan istrinya bersifat sadisme dan masokisme. Saat Dydy berhubungan intim dengan istrinya, ia tidak mempedulikan rasa sakit yang dirasakan oleh Intan. 4.4

Rangkuman

Dalam bab IV telah dilakukan analisis faktor yang menyebabkan perilaku homoseksual Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Bobi menggunakan klasifikasi

homoseksual

(absolutelyinverted).

yang

Sedangkan,

pertama, Dydy

yaitu

benar-benar

menggunakan

dua

terbalik klasifikasi

homoseksual, yaitu terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted) dan kadangkadang memperlihatkan inversi (occasionally inverted). Selanjutnya, peneliti menganalisis perilaku seksual kedua tokoh tersebut. Bobi dan Dydy menggunakan mulut dan lubang anus. Namun, saat berhubungan intim 74

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan istrinya, Dydy berubah menjadi sadisme dan masokisme. Ia tidak mempedulikan apapun yang dirasakan oleh istrinya.

75

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan

Penelitian ini menganalisis tentang dinamika kepribadian tokoh Bobi dan Dydy dalam novel Pria Terakhir karya Gusnaldi dengan menggunakan psikoanalisis. Dinamika kepribadian merupakan perkembangan kepribadian. Manusia telah memiliki sejumlah libido pada saat lahir sebagai bayi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab kedua diketahui bahwa tokoh Bobi dan Dydy memiliki struktur penceritaan yang berbeda. Tokoh Bobi adalah seorang arsitek yang berperilaku feminin dan fobia akan ketinggian. Ia pernah menikah, namun bahtera rumah tangganya kandas ditengah jalan karena perbedaan prinsip. Sedangkan, tokoh Dydy merupakan pria yang sudah menikah dan memiliki dua orang putri. Ia tumbuh menjadi anak yang pemarah dan keras kepala disebabkan oleh orang tuanya yang bercerai. Rumah tangga tokoh Dydy dan Intan kurang harmonis, kerap kali masalah sepeleh menjadi pemicu dalam rumah tangga mereka. Adapun analisis pada bab ketiga berkaitan dengan dinamika kepribadian yang dialami oleh tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Dinamika kepribadian yang mereka alami berkaitan dengan naluri (insting) dan kecemasan (anxitas). Naluri (insting) terbagi dalam dua bagian, yaitu naluri kehidupan (life insting-eros) dan naluri kematian (death insting-thanatos). Setelah itu, kecemasan

76

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(anxitas) terbagi dalam tiga bagian, yaitu kecemasan realistis, kecemasan neurotis dan kecemasan moral. Selanjutnya, analisis bab keempat berkaitan dengan faktor yang menyebabkan perilaku homoseksual tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Sebelum menganalisis faktor penyebab terjadinya perilaku homoseksual kedua tokoh tersebut, peneliti terlebih dahulu mengklasifikasikan homoseksual yang digunakan oleh tokoh Bobi dan Dydy dalam novel PT karya Gusnaldi. Tokoh Bobi menggunakan jenis homoseksual yang pertama, yaitu benar-benar terbalik (absolutelyinverted). Sedangkan, tokoh Dydy menggunakan kedua jenis homoseksual, yaitu terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted) dan kadangkadang memperlihatkan inversi (occasionally inverted). Selanjutnya, perilaku seksual kedua tokoh tersebut. Tokoh Bobi dan Dydy menggunakan mulut dan lubang anus. Namun, saat berhubungan intim dengan istrinya, Dydy berubah menjadi sadisme dan masokisme. Ia tidak mempedulikan apapun yang dirasakan oleh istrinya. Oleh sebab itu, istrinya sering merasakan kesakitan pada organ intimnya setelah berhubungan dengan Dydy. 5.2

Saran

Persoalan yang belum diteliti dalam novel PT karya Gusnaldi adalah persoalan feminisme. Hubungan terlarang tokoh Bobi dan Dydy menyebabkan istrinya merasa tersakiti. Sebagai seorang istri, Intan sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari suaminya. Suaminya lebih banyak menghabiskan waktu bersama Bobi sahabat masa kecilnya.

77

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Perubahan sikap tokoh Dydy membuat istrinya berusaha mengikuti kursus menjahit di kompleks rumah mereka. Setelah mahir menjahit, ia menerima pesanan jahitan dari tetangga agar dapat membayar uang sekolah kedua putrinya dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Intan bekerja di rumah sambil mengurus kedua putrinya dan Dydy. Walaupun, sudah disakiti oleh suaminya, rasa cinta Intan tidak pudar sedikitpun hingga ia meninggal dunia.

78

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston. Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Freud, Sigmund. 2000. Manifesto Seksualitas. Diterjemahkan oleh Tim Simpang. Yogyakarta: Titah Surga. Gusnaldi. 2009. Pria Terakhir. Yogyakarta: Idola Qta. Hartono, Budi. 2003. “Dasar-dasar Psikoanalisis Freudian” dalam Anggadewi Moesono (ed). Psikoanalisis dan Sastra. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian UI. Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco. Minderop, Bertine. 2013. Psikologi Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Oetomo, Dede. 2003. Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Pustaka Marwa. Situmorang, Iwan. 2013. “Homoseksualitas” dalam http://dokteriwan.blogspot.com. Diakses 20 Juli 2016 pukul 23.00 WIB. Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Gramedia. Sumardjo dan Saini. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Setiadi, Wendi Yustinus. 2012. “Dinamika Kepribadian Tokoh-Tokoh Utama Dalam Novel 3 Cinta 1 Pria karya Arswendo Atmowiloto: Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Spencer, Colin. 2004. Sejarah Homoseksualitas: Dari Zaman Kuno HinggaSekarang. Diterjemahkan oleh Ninik Rochani Sjams. Bantul: Kreasi Wacana Offset. Taum, Yoseph Yapi. 2002. “Panduan Analisis Struktur Novel/Cerpen”. Diktat. Wikipedia. 2013. “Homoseksualitas”. Diakses 20 Juli 2016 pukul 23.00 WIB.

79

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN

SINOPSIS PRIA TERAKHIR KARYA GUSNALDI Bobi dan Dydy merupakan teman sepermainan sewaktu di Palembang. Bobi hanya ingin menghabiskan waktu bermainnya bersama Dydy. Ia sangat nyaman berada di samping Dydy.Bobi kurang tertarik bermain mobil-mobilan, namun ia akan berpura-pura senang bermain dengan Dydy demi menyenangkan hatinya. Padahal, Bobi lebih tertarik ke arah boneka lucu milik Joy, kakak Dydy. Bobi ingin sekali bermain boneka Joy, tetapi Dydy akan mengejeknya dan tidak akan mengajaknya bermain lagi. Sejak orang tua bercerai, Dydy tinggal bersama neneknya. Kedua orang tua bercerai saat Dydy masih balita. Tidak mengherankan jika besar, Dydy menjadi anak pemberontak. Ia sering melampiaskan amarahnya dengan melemparkan mobil-mobilannya. Kemarahan Dydy biasanya akan reda dengan sendirinya. Suatu hari, Dydy pergi ke Jakarta menyusul kakaknya yang telah lebih dulu menetap di sana. Dydy pergi tanpa pamit kepada Bobi. Kenyataan itu membuat Bobi sangat sedih. Bobi tidak punya teman bermain seperti Dydy lagi yang selalu mengerti keadaannya. Seiring berjalannya waktu, Bobi pun merantau ke Jakarta. Kemudian, ia menikah dengan seorang wanita yang sangat cantik. Setelah menikah, barulah Bobi menyadari perbedaan prinsip di antara mereka. Akhirnya, ia memutuskan untuk berpisah secara baik-baik. Bobi memilih untuk tidak mencintai wanita lagi. Bobi menghabiskan waktunya dengan bekerja. Pekerjaan yang Bobi geluti

80

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

saat itu sebagai seorang kontraktor. Banyak wanita yang mendekatinya, namun Bobi bersikap dingin kepada wanita-wanita tersebut. Bobi lebih nyaman berada di dekat Harry. Harry adalah pengusaha muda yang sudah menikah dan memiliki seorang putri. Dengan diam-diam, Bobi dan Harry menjalin kasih. Mereka berusaha menutupi hubungan terlarang itu dari masyakat. Namun beberapa bulan kemudian, hubungan mereka kandas di tengah jalan karena Bobi merasa Harry tidak pantas menjadi pasangannya. Suatu malam, Bobi mimpi bertemu dengan sosok pria dan menghabiskan sisa hidupnya bersama pria tersebut. Pria yang pernah dikenalnya. Ia benar-benar terganggu dengan mimpinya. Bobi tidak dapat fokus bekerja. Saat itu juga, ia sangat merindukan sahabat masa kecilnya, Dydy. Tanpa menunggu lama, ia pun meminta nomor ponsel Dydy kepada Tino. Bobi dan Dydy kembali berkomunikasi dan mereka sepakat untuk bertemu. Bobi kaget saat mengetahui Dydy sudah menikah dan memiliki dua orang putri. Namun, Dydy tidak bahagia dengan pernikahannya bersama Intan. Intan selalu menuntut Dydy untuk bekerja lebih keras lagi agar memperoleh uang yang banyak. Sebagai seorang kontraktor, Dydy hanya menunggu proyek. Jika proyek tidak ada, maka ia tidak bekerja. Namun, Intan tidak pernah mengerti keadaan Dydy. Kerap kali, pertengkaran terjadi diantara mereka. Dydy sudah jenuh dengan sikap Intan. Oleh karena itu, ia menghabiskan waktunya bersama Bobi. Hanya Bobi yang bisa mengertinya saat itu.

81

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kejujuran Bobi membuat Dydy kaget. Bobi telah lama menjadi seorang homo. Awalnya, Dydy belum bisa menerima keadaan Bobi. Akan tetapi, karena sering menghabiskan waktu bersama Bobi, Dydy menerima keadaannya. Dydy menyadari bahwa Bobi sangat membutuhkan teman. Dydy berusaha menutupi hubungan tersebut dari istri dan anak-anaknya. Singkat cerita, Dydy merasa bersalah karena telah mengkhianati Intan, namun ia juga tidak dapat meninggalkan Bobi. Akhirnya, Intan meninggal dunia karena pendarahan akibat pikiran dengan sikap suaminya. Selanjutnya, Bobi pun meninggal dunia karena ia cemburu dengan hubungan Dydy dan Fany.

82

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIODATA Lidia Nathalia Trysnawati Rido lahir di Waikabubak pada tanggal 14 Desember 1991. Lulus dari Taman Kanak-Kanak pada tahun 1998. Tahun 1998 melanjutkan pendidikan di SD Masehi Waikabubak 1 dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2004 melanjutkan pendidikan di SMP Kristen Waikabubak, lulus pada tahun 2007. Kemudian, melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kupang dan lulus pada tahun 2010. Pada tahuan 2011 melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan mengambil Program Studi Sastra Indonesia. Masa kuliah di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menyelesaikan skripsi dengan judul “Dinamika Kepribadian dan Jenis Homoseksualitas Tokoh Utama dalam Novel Pria Terakhir Karya Gusnaldi: Kajian Psikoanalisis.”

83