SKRIPSI NOVEMBER 2017 DETEKSI GEN CEFOTAXIME (CTX-M

Download 20 Nov 2017 ... golongan beta laktam, khususnya golongan sefalosporin generasi III. ... sudah memiliki risiko gagal pengobatan khususnya an...

0 downloads 364 Views 2MB Size
1

SKRIPSI NOVEMBER 2017

DETEKSI GEN CEFOTAXIME (CTX-M) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DARI SAMPEL FESES SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

OLEH: Hamdan Ramadhan C111 14 330

PEMBIMBING: dr. Firdaus Hamid, Ph.D

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN STUDI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

2

DETEKSI GEN CEFOTAXIME (CTX-M) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DARI SAMPEL FESES SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Hamdan Ramadhan C111 14 330

Pembimbing : Dr. Firdaus Hamid, Ph.D

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN MAKASSAR 2017

i

3

ii

4

iii

5

iv

6

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama

: Hamdan Ramadhan

NIM

: C111 14 330

Tempat & tanggal lahir

: Ujung Pandang, 8 Februari 1996

Alamat Tempat Tinggal

: Jl. Lasuloro Raya blok 1 no. 111 Perumnas Antang Makassar

Alamat email

: [email protected]

HP

: 082338966335 Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “Deteksi Gen Cefotaxime

(CTX-M) Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Sampel Feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan” adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Makassar, 20 November 2017 Yang Menyatakan,

Hamdan Ramadhan

v

7

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi pada jenjang preklinik pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Shalawat serta taslim senantiasa tersampaikan kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sahabat, keluarga, serta para pengikutnya yang senantiasa istiqamah di jalan Islam. Dengan rahmat dan petunjuk Allah Yang Maha Kuasa, serta usaha, doa, arahan dan bimbingan dokter pembimbing, maka skripsi yang berjudul “Deteksi Gen Cefotaxime

(CTX-M)

Extended

Spectrum

Beta

Lactamase

(ESBL)

Enterobacteriaceae dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Sampel Feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan” dapat terselesaikan. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis menemui beberapa hambatan, namun atas izin Allah serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, hambatan tersebut dapat teratasi. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua Ayahanda dan Ibunda atas doa dan bantuan selama ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan pula kepada:

vi

8

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan, para dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis. 2. Dr. Firdaus Hamid, Ph.D selaku pembimbing atas kesediaan, keikhlasan dan kesabaran meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal sampai pada penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Rizalinda Sjahril, M.Sc., Ph.D dan Dr. Lisa Tenriesa, M.Med.Sc. selaku penguji yang telah meluangkan waktu serta memberikan banyak masukan kepada penulis. 4. Kepala Rumah Sakit Universitas Hasanuddin serta staf bagian penelitian atas bantuan dan kesediaan waktunya untuk penulis. 5. Staf Laboratorium Mikrobiologi HUM-RC Rumah Sakit Universitas Hasanuddin atas bantuan, arahan, kritikan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Para Kepala Sekolah dan Guru di SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks Cambayya Makassar. 7. Teman-teman sejawat yang telah membantu dalam setiap proses penyusunan skripsi ini. 8. Seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

vii

9

semua pihak. Semoga skripsi ini bisa berkontribusi dalam perbaikan upaya kesehatan dan bermanfaat bagi semua pihak. Makassar, 20 November 2017

Penulis

viii

10

DETEKSI GEN CEFOTAXIME (CTX-M) PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DARI SAMPEL FESES SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN Hamdan Ramadhan, Firdaus Hamid Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

ABSTRAK Latar Belakang: Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) merupakan enzim yang terdapat pada bakteri, yang memerantarai terjadinya resistensi terhadap antibiotik golongan beta laktam, khususnya golongan sefalosporin generasi III. Salah satu genotype yang diketahui terkait dengan ESBL adalah Cefotaxime (CTX-M) yang merupakan salah satu dari beberapa gen yang terdeteksi mengkode bakteri penghasil ESBL. Golongan bakteri yang memiliki spesies bakteri penghasil ESBL cukup banyak adalah Enterobacteriaceae. Data prevalensi ESBL di Indonesia, khususnya di Kota Makassar masih minim. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi gen CTXM dari Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL dari sampel feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar. Metode: Penelitian ini akan dilaksanakan selama tujuh bulan dengan menggunakan metode cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar di Kota Makassar yang telah dipilih. Pengumpulan data dilakukan mulai pengumpulan sampel

ix

11

feses, ekstraksi sampel, lalu deteksi gen CTX-M dengan metode PCR dan Elektroforesis. Kemudian data akan dianalisis dan disimpulkan pada hasil penelitian. Hasil: Telah dikumpulkan sebanyak 100 sampel yang terdiri dari 50 sampel jenis kelamin laki-laki dan 50 sampel jenis kelamin perempuan dari dua Sekolah Dasar yaitu SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks Cambayya, dengan rentang usia antara 8-12 tahun, lalu ditemukan 3 sampel yang positif mengandung gen ESBL spesifik CTX-M, dimana 1 dari 3 sampel yang positif hanya memiliki gen CTX-M tunggal dan 2 lainnya memiliki gen ESBL lain yaitu Sulfhydryl Variable dan Temoneira. Kesimpulan: Telah ditemukan gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae pada sampel feses siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, yang berarti populasi tersebut sudah memiliki risiko gagal pengobatan khususnya antibiotik, dengan prevalensi secara genotype cukup signifikan. Kata Kunci: CTX-M, ESBL, Enterobacteriaceae, Siswa Sekolah Dasar

x

12

DETECTION OF CEFOTAXIME (CTX-M) GENE IN EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE USING POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) METHODS FROM STOOL SAMPLE OF ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS IN MAKASSAR CITY, SOUTH SULAWESI Hamdan Ramadhan, Firdaus Hamid Department of Microbiology, Faculty of Medicine, Hasanuddin University

ABSTRACT Background: Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) is an enzyme which found in bacteria that mediates resistance to beta lactam antibiotics, especially class III cephalosporins. One of the genotypes known to be associated with ESBL is Cefotaxime (CTX-M) which is one of several genes that are detected coding ESBLproducing bacteria. Group of bacteria that have species of ESBL-producing bacteria quite a lot is Enterobacteriaceae. ESBL prevalence data in Indonesia, especially in Makassar is still minimal. The purpose of this study was to detect the CTX-M gene from Enterobacteriaceae producing ESBL from the stool sample of elementary school students in Makassar City. Method: This research will be conducted for seven months using cross sectional study method. The study was conducted at Elementary School in Makassar City which was chosen. Data collection was done from collecting stool samples, samples extraction, then detection of CTX-M gene using PCR method and electrophoresis. Then the data will be analyzed and concluded on the research results. xi

13

Result: It has been collected 100 samples consisting of 50 samples of male gender and 50 female gender samples from two elementary schools namely SDN Kompleks Mangkura Makassar and SDN Kompleks Cambayya Makassar, with age range between 8-12 years, then found 3 positive samples containing CTX-M specific ESBL genes, of which 1 of 3 positive samples has only single CTX-M gene and the other 2 have other ESBL genes Sulfhydryl Variable and Temoneira. Conclusion: CTX-M gene has been found on ESBL Enterobacteriaceae in stool samples of elementary school students in Makassar City, which means that the population already has the risk of failure of treatment, especially antibiotics, with a significant genotype prevalence. Key words: CTX-M, ESBL, Enterobacteriaceae, Elementary School Students

xii

14

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................i PENGESAHAN USULAN PENELITIAN...............................................................ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................v KATA PENGANTAR...............................................................................................vi ABSTRAK................................................................................................................viii DAFTAR ISI ............................................................................................................xii DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ....................................................................xiv DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xvi DAFTAR SINGKATAN........................................................................................xvii BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................1 1.1. Latar Belakang ..........................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... ……......5 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................6 1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................7 2.1. Enterobacteriaceae…................................................................................7 2.2. Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL)….............................................8 2.3. Cefotaxime (CTX-M)……………………………....................................9 2.4. Polymerase Chain Reaction (PCR)...........................................................9

xiii

15

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN..........11 3.1. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep.....................................................11 3.2. Definisi Operasional.................................................................................12 3.3. Kriteria Objektif.......................................................................................13 3.4. Hipotesis Penelitian..................................................................................13 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN..................................................................14 4.1. Tipe dan Desain Penelitian.......................................................................14 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................14 4.3. Variabel....................................................................................................14 4.4. Populasi dan Sampel.................................................................................15 4.5. Kriteria Seleksi.........................................................................................16 4.6. Instrumen Penelitian.................................................................................17 4.7. Teknik Analisis Data................................................................................17 4.8. Prosedur Penelitian...................................................................................17 4.9. Bagan alur penelitian................................................................................22 BAB 5 HASIL DAN ANALISIS..............................................................................23 5.1. Karakteristik Sampel................................................................................23 5.2. Analisis Hasil Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)..............25 BAB 6 PEMBAHASAN ………...............................................................................32 6.1. Karakteristik Sampel………..................................................................32 6.2. Distribusi Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan Pemeriksaan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)................33 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................38

xiv

16

7.1. Kesimpulan..............................................................................................38 7.2. Saran........................................................................................................38 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................40 LAMPIRAN .............................................................................................................46

xv

17

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

Tabel 5.1 Karakteristik Jenis Kelamin Sampel..........................................................23 Tabel 5.2 Karakteristik Umur Sampel.......................................................................24 Tabel 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel feses Enterobacteriaceae................27 Tabel 5.4 Distribusi Gen ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae...................28 Tabel 5.5 Distribusi Gen spesifik ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae......30

Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel..........................................................24 Diagram 5.2 Distribusi Umur Sampel.......................................................................25 Diagram 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel feses Enterobacteriaceae...........28 Diagram 5.4 Diagram Venn distribusi Gen ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae.....................................................................................................29 Diagram 5.5 Distribusi Gen ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae..............29 Diagram 5.6 Distribusi masing-masing Gen spesifik ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae.....................................................................................................31

xvi

18

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Hasil elektroforesis PCR sampel positif (Kelompok sampel A)...........26 Gambar 5.2 Hasil elektroforesis PCR sampel positif (Kelompok sampel A) ..........26 Gambar 5.3 Hasil elektroforesis PCR sampel positif (Kelompok sampel B) ..........26

xvii

19

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biodata Peneliti Lampiran 2 Etik Penelitian Lampiran 3 Timeline Kegiatan Penelitian Lampiran 4 Data distribusi Gen ESBL pada Sampel Penelitian Lampiran 5 Hasil elektroforesis gen CTX-M

xviii

20

DAFTAR SINGKATAN

CTX-M : Cefotaxime DNA : Deoxyribonucleic Acid E.coli : Escherichia coli ESBL : Extended Spectrum Beta Lactamase ICU : Intensive Care Unit ISK : Infeksi Saluran Kemih K.pneumoniae : Klebsiella pneumoniae MRSA : Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus PCR : Polymerase Chain Reaction RNA : Ribonucleic Acid RS : Rumah Sakit RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SHV : Sulfhydryl Variable TEM : Temoneira WHO : World Health Organization

xix

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh organisme seperti bakteri dan jamur, dimana zat tersebut dapat membunuh bakteri atau menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa antibiotik bersifat aktif terhadap beberapa spesies bakteri, namun ada juga antibiotik yang bersifat spesifik terhadap bakteri tertentu (Bezoen et al, 2001). Sejak antibiotik pertama kali ditemukan oleh Paul Erhlich pada tahun 1910, antibiotik telah mengalami perkembangan yang pesat dalam jenis dan kekuatan untuk membunuh bakteri. Penggunaan antibiotik tidak luput dari penggunaan yang irasional. Banyaknya penggunaan antibiotik yang irasional merupakan salah satu faktor terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotik (WHO, 2001). Ada beberapa jenis resistensi antibiotik yang terjadi saat ini. Hasil penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia, Prevalence and Prevention (AMRIN Study) yang merupakan penelitian kolaborasi Indonesia dan Belanda di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2001-2005 menunjukkan terdapat bakteri multi-resisten, seperti MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus) dan bakteri penghasil ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamases) ( Severin, 2010). Dalam beberapa waktu terakhir, jumlah infeksi yang disebabkan oleh bakteri penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) meningkat dengan

2

signifikan (Winarto, 2009). Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) adalah enzim plasmid yang memerantarai terjadinya hidrolisis dan inaktivasi dari antibiotika beta-laktam termasuk sefalosforin Generasi ketiga, penisilin dan aztreonam.(Aztal, 2004; Al-Jasser, 2006). Enzim ini adalah hasil mutasi dari enzim beta-laktamase Temoneira-1 (TEM-1), Temoneira-2 (TEM-2), dan Sulphydryl-1 (SHV-1) yang biasa ditemukan pada famili Enterobacteriaceae, yang secara normal akan memberikan resistensi pada penisilin dan sefalosforin Generasi pertama.( Chaudary, 2004). ESBL sering ditemukan pada bakteri golongan Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae adalah kelompok bakteri basil gram negatif yang besar dan heterogen, dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan hewan (Brooks et al, 2008). Famili Enterobacteriaceae memilki banyak genus seperti Escherichia, Klebsiella, Salmonella, Shigella, Enterobacter, Proteus, Serratia dan lain-lain. Enterobacteriaceae terdiri dari 25 genus dan 110 spesies, tetapi hanya 20-25 spesies yang memiliki arti klinis, dan spesies lainnya jarang ditemukan (Brooks et al, 2008). Penelitian tentang ESBL di Amerika Latin, yang dilakukan oleh SENTRY menunjukkan dari 10.000 sampel yang dikumpulkan dari 10 senter, 45% K. pneumoniae dan 10.8% Escherichia coli positif ESBL (Rupp dan Fey, 2003). Pada benua Asia, data yang dikeluarkan oleh Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends (SMART) pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi E.coli dan K. pneumoniae yang menunjukkan ESBL positif adalah 42.2 % dan 35.8% (Kang dan Song, 2013). Di Indonesia sendiri, prevalensi ESBL belum diketahui secara pasti karena belum adanya penelitian secara terpusat. Pada tahun 2011, telah

3

dilakukan survei di RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Hasil survei tersebut menunjukkan dari 112 isolat yang dikumpulkan, 58,42% diantaranya positif ESBL (Saharman dan Lestari, 2011). Tidak hanya di Jakarta, penelitian yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Juni 2011-Juli 2012 didapatkan dari 91 sampel isolat E.coli, 53 dianataranya dinyatakan postitif ESBL (Mayasari, 2012). Pada penelitian ESBL yang dilakukan di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, didapatkan sebanyak 16% dari jumlah sampel yang positif mengandung bakteri pengkode ESBL, dimana 45% oleh Klebsiella pneumoniae dan 19% oleh Escherichia coli. Juga pada penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang tahun 2004, didapatkan prevalensi bakteri penghasil ESBL sebanyak 50.6% (Winarto, 2009). Ada tiga jenis utama dari ESBL, yaitu Temoneira (TEM), Sulphydryl (SHV), dan Cefotaxime (CTX-M). Hampir semua beta laktamase tipe CTX-M dideskripsikan sebagai ESBL. ESBL tipe CTX-M pertama kali dilaporkan pada pertengahan tahun 1980 dan menyebar dengan cepat pada dekade terakhir dan menjadi tipe ESBL paling banyak di beberapa negara. CTX-M mempunyai karakteristik tingkat resistensi yang lebih tinggi pada cefotaxime daripada ceftazidime. ESBL tipe CTX-M dibagi dalam lima grup berdasarkan kesamaan urutan asam aminonya: CTX-M-1, CTX-M-2, CTX-M-8, CTX-M-9, dan CTX-M25 (Bonnet, 2004). Dengan teknologi modern, gen pengkode ESBL dapat dideteksi melalui amplifikasi DNA yang dilakukan menggunakan metode molekuler standar, yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR). Deteksi genotip memakai metode PCR

4

membutuhkan investasi peralatan khusus (Tsering, 2009). PCR merupakan teknik yang sangat canggih dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, namun berdasarkan tingkat spesifitas, efisiensi, dan keakuratannya, tidak diragukan bahwa keunggulan teknik ini sangat besar dibanding metode diagnostik konfensional lainnya (Joshi dan Desphande, 2010). Prevalensi resistensi bakteri berbanding lurus dengan jumlah antibiotik yang digunakan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan resistensi antibiotik yang ditemukan di rumah sakit terutama di Intensive Care Unit (ICU) (Elliot, 2008). Pasien-pasien ICU berpotensi mengalami resistensi antibiotik dikarenakan pasien mengalami penurunan imunitas, memiliki penyakit komorbid dan selalu kontak dengan alat-alat invasif beserta petugas kesehatannya. Penyakit-penyakit yang sering terjadi di ICU seperti sepsis dan infeksi nosokomial juga dapat mempengaruhi terjadinya resistensi bakteri (Ralph, 2014; Buissob, 2004). Mengenai

prevalensi

resistensi

antibiotik

khususnya

oleh

ESBL

Enterobacteriaceae pada anak-anak, belum banyak data yang tersedia. Beberapa data yang telah ada seperti hasil penelitian dari studi Antimicrobial Resistence in Indonesia (AMRIN study) tahun 2000 – 2004 yang menunjukan bahwa terapi antibiotik diberikan tanpa indikasi di RSUP Dr Kariadi Semarang sebanyak 20 – 53% dan antibiotik profilaksis tanpa indikasi sebanyak 43 – 81%. Juga dalam penelitian tim AMRIN study didapatkan peresepan antibiotik terjadi pada anak dengan prevelansi tinggi yaitu 76%. Untuk itu penggunaan antibiotik pada anak memerlukan perhatian khusus juga oleh karena absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat termasuk antibiotik pada anak berbeda dengan dewasa, serta

5

tingkat maturasi organ yang berbeda sehingga dapat terjadi perbedaan respons terapetik atau efek sampingnya (Shea, 2002). Meningkatnya prevalensi penggunaan antibiotik yang tidak rasional di berbagai bidang Ilmu Kedokteran termasuk Ilmu Kesehatan Anak merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi yang di dapat. Resistensi antibiotik bisa terjadi karena di dapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, semua spesies bakteri bisa resisten terhadap suatu obat sebelum bakteri kontak dengan obat tersebut. Secara klinis resistensi yang di dapat merupakan hal yang serius, dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu obat menjadi resisten. Resistensi silang juga dapat terjadi antara obat-obat antibiotik yang mempunyai kerja yang serupa (Neal, 2006). Sehubungan dengan masih minimnya penelitian tentang penyebaran Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL pada komunitas anak-anak sehingga penulis ingin meneliti lebih jauh tentang bagaimana penyebarannya dengan judul “Deteksi Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari sampel feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan”.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan suatu masalah yaitu: Apakah terdapat Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) sampel feses Siswa

6

Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR)?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi Gen CTX-M pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) pada sampel feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang Gen CTX-M pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) yang terdapat di komunitas anakanak. 2. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menjadi sumber bacaan untuk penelitian berikutnya. 3. Bagi peneliti sendiri, dapat dijadikan bahan masukan dan pembelajaran yang bermanfaat untuk perkembangan keilmuan peneliti.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enterobacteriaceae Enterobacteriaceae adalah famili bakteri basil gram negatif yang besar dan heterogen, dengan habitat alami di saluran cerna manusia dan hewan. Enterobacteriaceae dapat menyebabkan penyakit infeksi seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), pneumonia, septikemia, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, gastroenteritis dan meningitis. Enterobactericeae memiliki morfologi bentuk batang pendek, gram negatif, tidak menghasilkan spora, bersifat motil dengan flagel peritrik atau nonmotil, dan tumbuh secara fakultatif aerob atau anaerob. (Brooks et al, 2008). Enterobacteriaceae memiliki beberapa genus seperti Escherichia, Salmonella, Klebsiella,

Shigela,

Enterobacter,

Proteus,

Serratia

dan

lain-lain.

Enterobacteriaceae terdiri dari 25 genus dan 110 spesies, tetapi hanya 20-25 spesies yang memiliki arti klinis, dan spesies lainnya jarang ditemukan (Brooks et al, 2008). Escherichia coli adalah spesies yang banyak terdapat pada saluran cerna manusia (National Health Service, 2014). Terdapat strain dari E. coli yang menghasilkan enterotoxin maupun faktor virulensi yang lain. Serotipe patogenitas dari E.coli dibuat berdasarkan lipopolisakarida dan antigen flagel. Selain E.coli, Klebsiella pneumoniae juga merupakan spesies yang banyak diisolasi dari kasus infeksi bakteri pada manusia, seperti infeksi nosokomial (Tham, 2012).

8

2.2 Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) adalah enzim plasmid yang memerantarai terjadinya hidrolisis dan inaktivasi dari antibiotika beta-laktam termasuk sefalosforin generasi ketiga, penisilin dan aztreonam (Aztal, 2004; AlJasser, 2006). Enzim ini adalah hasil mutasi dari enzim beta-laktamase TEM-1, TEM-2, dan SHV-1 yang biasa ditemukan pada famili Enterobacteriaceae, yang secara normal akan memberikan resistensi pada penisilin dan sefalosforin generasi pertama (Chaudary, 2004). Selain dihasilkan oleh Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli, ESBL juga diproduksi oleh organisme lainnya seperti Salmonella spp., Pseudomonas aeruginosa, Morganella morganii, Erratia marcescens dan lain-lain (Livermore, 1996). Angka kejadian infeksi akibat bakteri penghasil ESBL di Amerika Serikat sebesar 0,25%. Demikian pula di Eropa, kecuali Belanda, di mana didapatkan kejadian kurang dari 1% (Stobberingh, 1999). Di negara-negara Asia lainnya kejadian ESBL yang diproduksi oleh E. coli dan K. pneumoniae bervariasi, di Korea 4,8%, Taiwan 8,5% dan Hongkong 12% (Tsang, 2000). Hasil penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia: prevalence and prevention (AMRIN Study) menemukan bahwa kejadian ESBL di Indonesia cukup tinggi yakni 29% pada E. coli dan 36% pada K.pneumoniae (Kuntaman, 2005). Ada tiga jenis utama dari ESBL: TEM, SHV, dan CTX-M. ESBL jenis TEM dan SHV dikembangkan dari tipe ESBL yang sama, khususnya TEM-1, TEM-2, SHV-1, dan SHV-11. Seringkali derivat ESBL dibedakan hanya oleh satu asam amino dari enzim induk, tapi perbedaannya cukup untuk memberikan aktivitas

9

spektrum luas. Hampir semua β-laktamase tipe CTX-M dideskripsikan sebagai ESBL. Enzim Beta Lactamase dapat merusak cincin beta laktam dari penisilin dengan hidrolisis, dan tanpa cincin beta laktam, penisilin menjadi tidak efektif melawan bakteri. Enzim Beta Lactamase disekresikan ke rongga peri plasma oleh bakteri gram negatif dan ke cairan ektra seluler pada bakteri gram positif (Hadi, 2014).

2.3 Cefotaxime (CTX-M) Enzim CTX-M adalah grup A dari ESBL yang secara cepat menyebar diantara Enterobacterriaceae di dunia. Sejak isolasi pertama CTX-M-1 dari seorang pasien di Eropa pada akhir tahun 1980, lebih dari 130 varian alel CTX-M telah ditemukan. Varian ini telah dikelompokkan dalam lima grup besar, yaitu , CTX-M-1, CTXM-2, CTX-M-8, CTX-M-9, dan CTX-M-25 berdasarkan rantai asam aminonya (Rossolini, 2007; Bonnet, 2004). Penyebaran dan peningkatan prevalensi ESBL tipe CTX-M menimbulkan ancaman serius pada pemakaian antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga untuk penanganan infeksi berat. Bagaimanapun, berbeda dengan ESBL tipe SHV dan TEM, kebanyakan tipe CTX-M resisten terhadap sefotaksim daripada ceftazidime (Alobwede et al, 2003).

2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknologi biologi molekuler yang berguna untuk memperjelas DNA tunggal atau beberapa DNA melalui beberapa

10

pembesaran, membuat ribuan hingga jutaan salinan sekuensi DNA tertentu. PCR dikembangkan pada tahun 1984 oleh ahli biokimia dari Amerika, Kary Mullis. Mullis menerima Penghargaan Nobel dan Japan Prize untuk mengembangkan PCR pada tahun 1993 (Bartlett and Stirling, 2003). Untuk mendeteksi Gen CTX-M, digunakan primer forward 5’- ATG TGC AGY ACC AGT AAR GT 3’ dan primer reverse ‘5 – TGG GTR AAR TAR GTS ACC AGA 3’ (Ahmed, et. al. 2013).

11

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 3.1.1 Kerangka Teori Diare

Infeksi oleh

Infeksi Saluran Kemih

Enterobacteriaceae

Neonatal sepsis Antibiotik

Colitis

golongan beta laktam

Neonatal meningitis

Enzim beta laktamase

Pengobatan Antibiotik irasional Bepergian ke daerah endemik Perawatan RS yang lama

Resisten

Antibiotik golongan beta laktam Spektrum luas

Mutasi

Gen TEM

Gen CTX-M

Gen SHV

Extended Spectrum Beta Lactamase

Gen OXA

12

3.1.2 Kerangka Konsep CTX-M

SHV

Feses

ESBL Enterobacteriaceae TEM

- Riwayat infeksi OXA

sebelumnya - Penggunaan antibiotik - Riwayat perawatan Rumah Sakit yang lama

3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Gen ESBL Cefotaxime (CTX-M) Definisi

: CTX-M adalah gen yang mengkode dan menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis cincin beta laktam dari antibiotik golongan beta laktam khususnya sefalosporin generasi ketiga, penisilin dan aztreonam.

Alat Ukur

: Polymerase Chain Reaction (PCR) dilanjut dengan proses elektroforesis.

Cara Ukur

: Mendeteksi gen CTX-M pada sampel menggunakan metode PCR

Skala Ukur

: Nominal

Hasil

: Positif / Negatif terdapat gen CTX-M pada sampel feses

13

3.3 Kriteria Objektif 3.3.1 Cefotaxime (CTX-M)  Gen CTX-M positif (+): jika hasil positif pada elektroforesis.  Gen CTX-M negatif (-): jika hasil negatif pada elektroforesis.

3.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis

dari

penelitian

ini

adalah

terdapat

Gen

CTX-M

pada

Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari sampel feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

14

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tipe dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan cross sectional study, untuk mendeteksi Gen CTX-M pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) pada sampel feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dengan menggunakan metode PCR.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017 sampai November 2017. Pengumpulan sampel dilakukan di Sekolah Dasar yang akan ditentukan di Kota Makassar.

4.3 Variabel 4.3.1 Variabel dependen Variabel dependen pada penelitian ini adalah Gen Cefotaxime (CTXM) pada Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) 4.3.2 Variabel independen Variabel independen pada penelitian ini adalah Enterobacteriaceae pada sampel feses Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar.

15

4.4 Populasi dan Sampel 4.4.1 Jumlah Populasi Penelitian ini dilakukan dengan mengambil populasi yakni siswa/siswi Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sedangkan sampel penelitian adalah siswa/siswi di Sekolah Dasar yang dipilih secara acak. 4.4.2 Jumlah Sampel Sampel dari penelitian ini adalah siswa/siswi dari Sekolah Dasar di Kota Makassar yang dipilih secara tertentu dan dianggap mewakili populasinya. Pada uji ini rancangan acak lengkap, besar sampel penelitian yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow untuk jumlah populasi yang tidak diketahui: 2 n = Zα x P(1-P) d2 2 n = 1,96 x 0.5(1-0.5) 0,12 n = 96,04

Keterangan : n : Jumlah Sampel Zα: skor Z pada kepercayaan 95% = 1.96 P : Maksimal estimasi = 0,5 d : Limit dari error (10%) Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah 96,04 = 96 sampel sehingga pada penelitian ini setidaknya peneliti

16

harus mengambil data dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah 96 orang. 4.4.3 Metode sampling Sampel dipilih dengan metode simple random sampling.

4.5 Kriteria Seleksi 4.5.1 Kriteria inklusi : 1. Siswa/siswi sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. 2. Siswa/siswi yang telah ditentukan dengan kondisi sehat. 4.5.2 Kriteria eksklusi : 1. Siswa/siswi sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota Makassar yang tidak bersedia melakukan pengambilan sampel. 2. Siswa/siswi dari sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota Makassar yang tidak bisa melakukan BAB dalam waktu yang sudah ditentukan atau tidak membawa fesesnya. 3. Siswa/siswi dari sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota Makassar yang tidak hadir. 4. Siswa/siswi dari sekolah dasar yang mengalami infeksi saluran pencernaan 3 bulan sebelumnya. 5. Siswa/siswi dari sekolah dasar dengan riwayat menggunakan antibiotik.

17

4.6 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini meliputi alat dan bahan. Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa mesin PCR (Biorad), Gel DOC, Mesin Elektroforesis, Sentrifuge, Waterbath, Laminal Flow, BSC Type II, Mikropipet (1000 ul,100ul,20ul,10ul), Cetakan Agarosa, Tips (1000 ul,100 ul,20 ul,10 ul), Tabung efendorf, Tabung PCR, Erlenmeyer, serta Gelas Ukur. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sampel, Enzim PCR (Kappa Hot Star Taq DNA polymerase), RNAse Free water, Agarosa, Ethidium Bromida, TAE 0,5, Loading Dey, DNA Leader / Marker ( 100 bp ) dan terakhir adalah Primer gen CTX-M.

4.7 Teknik Analisis Data Terdapat dua jenis data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) sampel tinja anak usia sekolah dasar di Kota Makassar. Data sekunder adalah informasi tentang identitas siswa/siswi yang memberikan sampel tinja yang diperoleh dari lembar informed consent dan guru di sekolah yang berkaitan. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software Microsoft Office Excel 2016.

4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Tahap persiapan

18

Tahap persiapan penelitian terdiri dari enam langkah, yaitu dimulai dengan penyusunan proposal penelitian. Setelah itu dilakukan pengajuan proposal kepada pembimbing. Perizinan meliputi etik penelitian dan perizinan pengambilan sampel penelitian di lokasi pengambilan sampel, serta pengajuan surat izin penelitian dan kerjasama laboratorium kepada pihak Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin untuk pelaksanaan penelitian. Terakhir yaitu persiapan pelaksanaan pengambilan sampel di lokasi. 4.8.2 Tahap pelaksanaan Tahap pelaksanaan dimulai dengan pengumpulan sampel di Sekolah Dasar yang telah ditetapkan. Sebelum dilakukan pengumpulan sampel, terlebih dahulu dilakukan sosialisasi kepada siswa tentang penelitian, tujuan penelitian dilakukan, dan manfaat penelitian, serta memberikan penjelasan teknik pengambilan sampel feses yang benar. Setelah itu, peneliti mendaftar siswa yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian beserta data identitasnya, dan membagikan perlengkapan (Pot feses, Stik, plastik cetik) kepada siswa yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian untuk pengambilan sampel feses yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu satu hari. Peneliti kembali ke sekolah satu hari setelah pembagian perlengkapan kepada siswa untuk mengambil pot yang telah berisi feses dari siswa, lalu sampel dibawa ke dalam laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan menggunakan metode PCR dan Elektroforesis.

19

Analisis metode PCR dan Elektroforesis dilaksanakan dengan melakukan tahap persiapan sampel terlebih dahulu menggunakan metode Geneaid untuk ekstraksi DNA lalu dilakukan tahap pemeriksaan menggunakan metode PCR lalu elektroforesis. Langkah pertama pada metode PCR dimulai dari Ekstraksi DNA. Pertama-tama, buat Larutan S2 dengan cara mengambil 1 ul Carrier RNA dan tambahkan 500 ul S2 buffer per sampel. Lalu masukkan sampel ( Swab ) kedalam tabung ependorf 1,5 ml dan tambahkan 500 ul larutan S1 serta 20 ul Proteinase K (sebelumnya ditambahkan ddH2O 1 ml). Kemudian dilakukan vortex selama 10 detik dan inkubasi pada suhu 60oC selama 10 menit. Setelah itu, sampel dimasukkan kedalam filter column and tabung ependorf 1,5 ml kemudian sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selama 2 menit, kemudian buang filter column dan swab. Tambahkan 500 ul Larutan S2 ( point 1 ) dan lakukan vortex, lalu inkubasi pada suhu 60oC selama 10 menit, dimana tiap 5 menit dilakukan vortex. Lalu tambahkan 500 ul Ethanol Absolut campur selama 10 detik. Pindahkan 750 ul kedalam GD Column pada collection tube 2 ml lalu sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selama 1 menit, proses ini berlangsung selama dua kali. Buang collection tube, ganti dengan collection tube 2 ml yang baru. Tambahkan 400 ul W1 Buffer kedalam GD column, lalu sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selama 30 detik, kemudian buang cairan yang terdapat pada collection tube. Selanjutnya tambahkan 600 ul Wash Buffer (sebelumnya

20

ditambahkan Ethanol add 100 ml ), lalu sentrifuge dengan kecepatan 14 .000 – 16.000 rpm selama 30 detik. Buang cairan yang terdapat pada collection tube, lalu sentrifuge lagi dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selama 3 menit. Pindahkan GD column ke dalam tabung ependorf 1,5 ml dan tambahkan 100 ul Elution Buffer yang sebelumnya telah dipanaskan. Diamkan selama 3 menit, lalu sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selama 1 menit. Buang GD column, cairan yang terdapat pada tabung ependorf 1,5 ml merupakan DNA produk dari sampel yang telah diekstraksi dan siap utk di PCR. Langkah kedua dari metode PCR yaitu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan mesin PCR. Terlebih dahulu campurkan primer CTX-M (Go Taq Master Mix 12,5 ul, Primer CTX-M-U1 0,5 ul, Primer CTX-M-U2 0,5 ul, Nuclesa Free Water 6,5 ul, dan DNA Sampel 5,0 ul). Kemudian dilakukan Running PCR yang terdiri dari 3 siklus, siklus pertama yaitu pre-denaturasi pada suhu 95 ⁰C selama 15 detik sebanyak satu kali. Lalu siklus kedua terdiri atas tiga proses yang dilakukan sebanyak 35 siklus, terdiri dari Denaturation (pada suhu 94 ⁰C selama 30 detik), Annealing (pada Suhu 61 ⁰C selama 40 detik), dan Extension (pada suhu 72 ⁰C selama 2 menit). Yang terakhir adalah siklus ketiga, yaitu final extension sebanyak 1 kali pada suhu 72 ⁰C selama 2 menit. Langkah terakhir dari metode PCR adalah proses elektroforesis, dimana terdapat 9 langkah dalam proses ini. Pertama, pembuatan gel elektroforesis dengan melarutkan 2 gr agarose dalam 100 ml TAE Buffer

21

0,5x sehingga didapatkan larutan agarose 2%, lalu panaskan hingga larut kemudian ditunggu hingga agak dingin kemudian ditambah 5μl Ethidium Bromida. Larutan agarose dituang kedalam cetakan dan ditunggu hingga beku. Kedua, pembuatan DNA Marker dengan mencampur 25 µl DNA 100 bp ladder ke dalam tube berisi 1 ml Blue Juice Loading Dye kemudian dicampur untuk marker, lalu laber tube dibuka dan diganti menjadi marker. Ketiga yaitu persiapan running elektroforesis, dimana Gel yang telah beku dimasukkan kedalam alat elektroforesis dan direndam dalam larutan TAE 0,5x, lalu sebanyak 8 μ lamplicon hasil PCR ( Kontrol Positif, Kontrol negatif dan sampel ) ditambah dengan 2 μl Blue Juice Loading Dye (tanpa marker), dicampur dan dimasukkan kedalam sumur-sumur gel sebanyak 10 μl, dengan terlebih dahulu menambahkan 10 ul DNA leader 100 bp kedalam sumur di dekat kontrol positif pada lubang pertama. Keempat, mesin Elektroforesis dihidupkan dan dijalankan dari muatan negatif (katode) ke muatan positif (anode) pada 100 A selama 130 menit. Setelah elektroforesis dilihat pita yang terbentuk, apabila pita sejajar dengan kontrol positif berarti hasil positif 4.8.3 Tahap pelaporan Tahap pelaporan penelitian berupa : 1. Penulisan hasil pemeriksaan 2. Analisis hasil penelitian 3. Pembahasan hasil penelitian 4. Penulisan kesimpulan penelitian

22

5. Penulisan saran 6. Pencetakan hasil penelitian 7. Publikasi penelitian

4.9 Bagan alur penelitian Pengambilan sampel feses

Ekstraksi DNA

PCR

Elektroforesis

(+) Gen CTX-M

(+) Gen CTX-M

23

BAB V HASIL DAN ANALISIS

Penelitian ini telah dilaksanakan di dua Sekolah Dasar di Kota Makassar dengan jumlah total 100 sampel yang dipilih secara acak dan memenuhi kriteria penelitian, dengan rincian: -

SDN Kompleks Mangkura Makassar sebanyak 50 sampel, dan

-

SDN Kompleks Cambayya Makassar sebanyak 50 sampel

Selanjutnya sampel tersebut diproses di Laboratorium HUMRC Rumah Sakit Pendidikan Unhas Makassar untuk dilakukan proses ekstraksi DNA sampel, Polymerase Chain Reaction (PCR), sampai identifikasi Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Hasil data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram sebagai berikut :

5.1 Karakteristik Sampel Sebanyak 100 sampel yang dipilih secara acak dan disaring berdasarkan kriteria penelitian dengan karakteristiknya dapat dilihat dari tabel dan diagram berikut:

Jenis Kelamin

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Laki-Laki

50

50

Perempuan

50

50

Total

100

100

Tabel 5.1 Karakteristik Jenis Kelamin Sampel

24

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

50%

Laki-laki

50%

Perempuan

Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel

Umur

Jumlah (orang)

Persentase (%)

8 tahun

3

3

9 tahun

9

9

10 tahun

35

35

11 tahun

40

40

12 tahun

13

13

Total

100

100

Tabel 5.2 Karakteristik Umur Sampel

25

Distribusi Sampel Berdasarkan Umur 50 40 30

35

40

20 10

3

9

8 tahun

9 tahun

13

0 10 tahun

11 tahun

12 tahun

Umur

Diagram 5.2 Distribusi Umur Sampel

Sampel penelitian terdiri dari 50 sampel laki-laki (50%) dan 50 sampel perempuan (50%), dengan rentang umur 8-12 tahun, terdiri dari 3 sampel (3%) usia 8 tahun; 9 sampel (9%) usia 9 tahun; 35 sampel (35%) usia 10 tahun; 40 sampel (40%) usia 11 tahun; dan 13 sampel (13%) usia 12 tahun.

5.2 Analisis Hasil Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) Sebelum memasuki tahapan PCR, sampel terlebih dahulu diekstraksi untuk pengambilan gen. Selanjutnya dilakukan tahapan PCR dan elektroforesis untuk mengidentifikasi gen Cefotaxime (CTX-M) pada ESBL Enterobacteriaceae yang ada pada sampel. Hasil akhir dari pemeriksaan sampel adalah sebagai berikut:

26

Gambar 5.1 Hasil elektroforesis PCR sampel positif (Kelompok sampel A)

Gambar 5.2 Hasil elektroforesis PCR sampel positif (Kelompok sampel A)

27

Gambar 5.3 Hasil elektroforesis PCR sampel positif (Kelompok sampel B) Keterangan : Kode sampel NF : Spesimen Feses Kode sampel NB : Isolat Enterobacteriaceae M

: marker

K+

: kontrol positif

K-

: kontrol negatif

Dari hasil elektroforesis 100 sumur yang berisi sampel, ditemukan sebanyak 3 ikatan yang membentuk pita berwarna putih pada gel elektroforesis, yang artinya terdapat gen CTX-M pada 3 sampel Enterobacteriaceae dari sampel feses yang diteliti.

Data

Gen

CTX-M

yang

terdeteksi

untuk

genotype

ESBL

Enterobacteriaceae dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut:

Hasil tes PCR

Jumlah sampel

Persentase (%)

Gen CTX-M (+)

3

3

Gen CTX-M (-)

97

97

Total

100

100

Tabel 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel feses Enterobacteriaceae

28

HASIL TES PCR

3

97

Diagram 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel feses Enterobacteriaceae

GEN CTX-M (+)

GEN CTX-M (-)

Diagram 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel feses Enterobacteriaceae

Gen ESBL

Jumlah sampel

Persentase (%)

1

1

2

2

Temoneira (TEM)

31

31

CTX-M + SHV

0

0

CTX-M + TEM

0

0

CTX-M + SHV + TEM

2

2

SHV + TEM

37

37

Negatif

28

28

Total

100

100

Positif Cefotaxime (CTX-M) Sulfhydril Variable (SHV)

Tabel 5.4 Distribusi Gen ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae

29

SHV

CTX-M

2

1 2 37 31 0 TEM

27

Diagram 5.4 Diagram Venn distribusi Gen ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae

Distribusi Gen ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae Cefotaxime (CTX-M)

1%

Sulfhydril Variable (SHV)

2% 27%

Temoneira (TEM)

31%

CTX-M + SHV CTX-M + TEM

0% 2% 37%

CTX-M + SHV + TEM SHV + TEM

Negatif

Diagram 5.5 Distribusi Gen ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae

30

Hasil pemeriksaan dari DNA dari 100 sampel feses Enterobacteriaceae dapat diidentifikasi ketiga Gen ESBL yaitu gen TEM, CTX-M, dan SHV. Dua atau lebih gen ESBL ditemukan pada 39 dari 100 sampel (39%) dengan jumlah terbanyak ditemukan pada gen SHV+TEM yaitu sebanyak 37 dari 100 sampel (37%), diikuti oleh gen CTX-M+SHV+TEM sebanyak 2 dari 100 sampel (2%), sedangkan untuk gen CTX-M+SHV maupun CTX-M+TEM tidak ditemukan dari 100 sampel tersebut. Gen ESBL tunggal ditemukan pada 34 dari 100 sampel (34%) dengan jumlah terbanyak ditemukan pada gen TEM yaitu sebanyak 31 dari 100 sampel (31%), diikuti oleh gen SHV sebanyak 2 dari 100 sampel (2%), dan gen CTX-M sebanyak 1 dari 100 sampel (1%). Didapatkan pula bahwa terdapat 27 dari 100 sampel (27%) yang tidak memiliki gen ESBL. Jumlah masing-masing gen spesifik ESBL

secara

keseluruhan

yang

ditemukan

pada

100

sampel

feses

Enterobacteriaceae dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut:

Gen ESBL

Jumlah sampel

CTX-M

3

SHV

41

TEM

70

Tabel 5.5 Distribusi Gen spesifik ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae

31

Gen ESBL 80 70 70

60 50 40 41

30 20 10 0

3 CTX-M

SHV

CTX-M

SHV

TEM

TEM

Diagram 5.6 Distribusi masing-masing Gen spesifik ESBL pada sampel feses Enterobacteriaceae Secara keseluruhan, gen TEM merupakan gen ESBL terbanyak yang ditemukan dari sampel feses Enterobacteriaceae, yaitu sebanyak 70 dari 100 sampel, diikuti oleh gen SHV sebanyak 41 dari 100 sampel, dan gen CTX-M sebanyak 3 dari 100 sampel. Sebanyak 29 dari 100 (29%) sampel yang tidak memiliki genotype ESBL. Beberapa sampel dapat memiliki lebih dari 1 gen yang mengkode bakteri penghasil enzim beta laktamase yang menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotik khususnya golongan beta laktam.

32

BAB VI PEMBAHASAN

Setelah proses pengambilan sampel feses dari siswa/i Sekolah Dasar di Kota Makassar, didapatkan 100 sampel feses yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian akan diekstraksi dan dilakukan pemeriksaan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan tujuan mengidentifikasi adanya Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Enterobacteriaceae yang memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) yang didapatkan. Berikut merupakan penjelasan dari hasil penelitian yang akan dibahas dengan membandingkan dengan penelitianpenelitian lain yang telah ada sebelumnya :

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian ini dilakukan pada sampel feses yang diambil dari siswa/i SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks Cambayya Makassar kelas 3 sampai kelas 5 secara sukarela, dengan rentang usia partisipan antara 8-12 tahun yang terdiri dari 50 siswa (50%) laki-laki dan 50 siswa (50%) perempuan. Terdapat 3 sampel positif gen CTX-M pada penelitian ini, dengan rincian 1 sampel hanya terdapat satu gen yaitu CTX-M, serta 2 sampel memiliki ketiga gen (Sulfhydril Variable/SHV, Temoneira/TEM, dan Cefotaxime/CTX-M). Dari ketiga sampel yang positif, terdapat 1 sampel dari siswa dengan jenis kelamin perempuan dan 2 sisanya dari siswa dengan jenis kelamin laki-laki. Sedangkan berdasarkan

33

usia, terdapat 2 sampel dari siswa berusia 11 tahun dan 1 sampel dari siswa usia 9 tahun. Pada penelitian oleh Morosini tahun 2010 di Ethiopia, didapatkan seorang anak laki-laki usia 1 tahun memiliki gen ESBL CTX-M-14 dan CTX-M-15 (Morosini, et al., 2010). Penelitian lain yang dilakukan oleh Memariani di Iran tahun 2015, didapatkan 8 sampel dari pasien anak yang menderita diare positif mengandung gen CTX-M15, dengan jenis bakterinya yaitu Escherichia coli, dengan karakteristik umur yaitu 1 sampel pasien usia <1 tahun, 4 sampel pasien usia 1 tahun, 1 sampel pasien usia 2 tahun, 1 sampel pasien 4 tahun dan 1 sampel pasien usia 6 tahun. Berdasarkan jenis kelaminnya, terdapat 6 sampel pasien dengan jenis kelamin perempuan dan 2 sampel pasien dengan jenis kelamin laki-laki (Memariani, et al., 2015).

6.2 Distribusi Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan Pemeriksaan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) Penggunaan antibiotik di Indonesia saat ini cukup tinggi, dimana terdapat pula penggunaan antibiotik yang irasional yang nantinya dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Meskipun resistensi antibiotik juga dapat terjadi akibat genetik, namun dewasa kini penggunaan antibiotik irasional merupakan factor pendukung yang penting untuk terjadinya resistensi antibiotik karena dapat menyebabkan terjadinya mutasi genetik pada bakteri tertentu yang akan membuat bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik.

34

Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) adalah enzim yang memerantarai terjadinya resistensi antibiotik golongan beta laktam. ESBL memiliki beberapa jenis gen yang mengkodenya, sampai saat ini yang terbanyak yaitu Temoneira (TEM), Sulfhydril Variable (SHV), dan Cefotaxime (CTX-M). CTX-M merupakan gen dari kelas A ESBL yang banyak beredar di bakteri golongan enterobactericeae di dunia yang akan meningkatkan resistensi antibotik terutamanya antibiotik golongan beta laktam. Pada hasil analisis feses yang mengandung bakteri Enterobacteriaceae menggunakan metode PCR, ditemukan 3 dari 100 sampel (3%) yang memiliki gen CTX-M dan terdapat 97 dari 100 sampel (97%) yang tidak memiliki gen CTX-M. Gen CTX-M merupakan gen yang paling sedikit diidentifikasi jika dibandingkan dengan Gen ESBL lainnya. Gen CTX-M yang ditemukan pada sampel feses Enterobacteriaceae adalah sebanyak 3 dari 100 sampel, gen SHV sebanyak 41 dari 100 sampel, dan gen TEM yang terbanyak yaitu 70 dari 100 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen CTX-M masih minimal penyebarannya dibandingkan dengan gen yang lain. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Wang, et al tahun 2013, dilakukan penelitian terhadap isolat E.coli pasien tahun 2005-2012 di New York, Amerika Serikat, yang dilakukan terhadap gen ESBL yaitu gen CTX-M, SHV, dan TEM, ditemukan gen CTX-M yang merupakan gen yang paling banyak yaitu sebesar 54,6% dari 163 isolat E.coli. Penelitian lain juga dilakukan oleh Goyal et al. pada tahun 2009 di India, dari 82 sampel ESBL E. coli yang diperiksa, gen yang terbanyak diidentifikasi adalah

35

gen CTX-M, yaitu sebanyak 85,4%, kemudian gen TEM sebanyak 54,9%, dan terakhir gen SHV sebanyak 32,9% (Goyal et al., 2009). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Severin et al, pada isolasi 73 ESBL Escherichia coli and 72 ESBL Klebsiella pneumoniae, gen CTX-M subtipe bla(CTX-M-15) ditemukan sebanyak 69 sampel (94.5%) dari 73 isolat ESBL E.coli. Dua sampel positif mengandung gen CTX-M, namun 2 sampel tersebut tidak hanya mengandung gen CTX-M, melainkan juga mengandung gen SHV dan TEM. Dua atau lebih gen ESBL ditemukan pada 39 dari 100 sampel (39%) dengan jumlah terbanyak ditemukan pada gen SHV+TEM yaitu sebanyak 37 dari 100 sampel, diikuti oleh gen CTX-M+SHV+TEM sebanyak 2 dari 100 sampel, sedangkan untuk gen CTX-M+SHV maupun CTX-M+TEM tidak ditemukan dari 100 sampel tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa bakteri Enterobacteriaceae dapat memiliki lebih dari satu gen yang mengkode ESBL. Hasil tersebut senada dengan penelitian oleh Goyal et al. tahun 2009 di India, dimana 47 dari 82 sampel (57,3 %) ESBL E. coli yang diteliti memiliki dua atau lebih gen ESBL (Goyal et al., 2009). Terdapatnya gen CTX-M pada Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL menunjukkan bahwa sudah terjadi penyebaran bakteri yang memiliki enzim yang dapat melisiskan cincin beta laktam dari antibiotik golongan sefalosporin di populasi anak Sekolah Dasar di Kota Makassar. Dari 100 sampel, hanya 27 sampel (27%) yang tidak memiliki gen ESBL baik CTX-M, SHV, dan TEM. Akan tetapi,

36

tidak menutup kemungkinan bahwa sampel yang negatif tersebut memiliki gen ESBL lain yang tidak diteliti pada penelitian ini, mengingat ESBL mempunyai beberapa kelas dan tiap kelas memiliki beberapa jenis gen. Begitu pula sampel yang positif, dapat juga memiliki gen ESBL lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Pada beberapa penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, hampir semua hasil penelitian menunjukkan bahwa gen CTX-M adalah gen yang paling tinggi dari segi prevalensi. Akan tetapi, pada penelitian ini justru gen CTX-M adalah yang jumlahnya paling minimal, hanya terdapat 3 sampel positif dari 100 sampel. Namun, ini adalah bukti bahwa gen CTX-M yang pada penelitian lain jumlahnya sangat banyak, sudah mulai memasuki populasi masyarakat Indonesia, khususnya populasi anak sekolah dasar di Kota Makassar. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti DNA sequencing untuk mengetahui jenis bakteri Enterobacteriaceae yang terdeteksi lewat metode PCR yang akan mendeteksi DNA bakteri spesifik sesuai primer yang digunakan, akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan. Meskipun dalam teori menunjukkan bahwa jenis bakteri Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae merupakan jenis bakteri yang paling banyak menghuni sistem pencernaan manusia sekaligus yang terbanyak memproduksi ESBL, namun tidak dapat disimpulkan bahwa gen-gen yang positif terdeteksi pada penelitian ini adalah berasal dari bakteri tersebut. Sebagai kesimpulannya, peneliti telah menemukan gen CTX-M pada sampel feses yang diteliti. Hal ini berarti dalam populasi anak sekolah dasar di Kota Makassar sudah ada penyebaran bakteri yang mempunyai gen resisten terhadap

37

antibiotik khususnya antibiotik golongan beta laktam, yang tidak dapat diketahui secara pasti berapa besar jumlahnya secara spesifik mengingat sampel yang digunakan masih minimal. Hal ini memungkinkan populasi yang telah terdapat gen resisten antibiotik didalamnya akan mengalami kegagalan pengobatan khususnya pengobatan antibiotik. Hal ini juga tidak luput dari beberapa faktor pendukung penyebaran gen tersebut seperti yang dibahas sebelumnya pada bab pendahuluan, seperti penggunaan antibiotik yang berlebihan atau irasional, meskipun penyebab terjadinya resistensi antibiotik tidak hanya berasal dari adanya bakteri yang memiliki gen resisten, akan tetapi juga dapat terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak efektif saat pengobatan maupun kemampuan bakteri untuk mengubah mekanisme kerja antibiotik, serta pada bakteri tertentu yang telah resisten secara alamiah. Selain itu, faktor lingkungan dan perilaku juga memiliki andil dalam menyebabkan terjadinya resistensi antibiotik, seperti kebiasaan meminum antibiotik tanpa peresepan dokter.

38

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan hasil penelitian mengenai "Deteksi Gen Cefotaxime (CTX-M) pada Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Sampel Feses Siswa Sekolah Dasar Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan" maka dapat disimpulkan bahwa telah ditemukan gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae pada sampel feses siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, yang berarti populasi tersebut sudah memiliki risiko gagal pengobatan khususnya antibiotik, dengan prevalensi secara genotype cukup signifikan.

7.2 Saran a. Untuk mengetahui jenis bakteri spesifik golongan Enterobacteriaceae yang positif memiliki gen ESBL, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. b. Perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor risiko terhadap populasi yang positif telah tersebar gen ESBL. c. Untuk menggambarkan tingkat resistensi pada komunitas, selanjutnya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di tingkat populasi yang lebih besar. d. Melihat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi bakteri yang memiliki gen ESBL cukup signifikan, dianjurkan untuk tenaga kesehatan agar lebih bijaksana dalam pemberian antibiotik kepada pasien guna

39

mengurangi tingkat penyebaran dan mutasi bakteri yang dapat meningkatkan angka kejadian resistensi antibiotik. e. Untuk masyarakat, hindari pemakaian antibiotik tanpa peresepan dari tenaga medis dan lakukan pencegahan infeksi bakteri dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

40

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, I.O., El-Hady, A.S., Ahmed, Z.I., 2013. Detection of Bla SHV and Bla CTXM Genes in ESBL Producing Klebsiella Pneumoniae Isolated from Egyptian Patients with Suspected Nosocomial Infections. Egyptian Journal of Medical Human Genetics July 2013, Vol.14 (3):277-283. Al-Jasser AM. 2006. Extended-Spectrum Beta- Lactamses (ESBLs): A global problem. Kuwait Medical Journal;38:171-85.s. Alobwede, I., M’Zali, F. H., Livermore, D. M., Heritage, J., Todd, N. & Hawkey, P. M. 2003. CTX-M extended-spectrum beta-lactamase arrives in the UK. J Antimicrob Chemother 51, 470–471. Aztal Z, Sharif FA, Abdallah SA, Fahd MI. 2004. Extended spectrum beta lactamases in Escherichia coli isolated from communityacquired urinary tract infection in the Gaza Strip, Palestina. Ann Saudi Med;24:55-7 Bartlett, J. M. S., & Stirling D. 2003. A short history of the polymerase chain reaction. Methods in Molecular Biology, 226, 3-6 Bauernfeind A., Grimm H., Schweighart S. 1990. A new plasmidic cefotaximase in a clinical

isolate

of

Escherichia

coli.

Infection

18,

294–

29810.1007/BF01644637 Bezoen A, van Haren W, Hanekamp JC. 2001 Antibiotics : Use and Resistance Mechanisms. Human Health and Antibiotic Growth Promoters (AGPs), Geidelberg Appeal Nederland

41

Bonnet R.2004. Growing group of extended-spectrum β-lactamases: the CTX-M enzymes. Antimicrob Agents Chemother; 48: 1-14 Brooks., et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 23. Jakarta : EGC Buissob B, Meshaka P, Pinton, Vallet. 2004. A reappraisal of the epidemiology and outcome of severe sepsis in French Intensive Care Units. Europe pubmed central journal; 30(4): 580-8 Chaudary U, Aggarwal R. 2004. Extended Spectrum β-Lactamases (ESBL), an emerging threat to clinical therapeutics. Indian Journal of Medical Microbiology;22(2):75-80 Elliott T, Worthington T, Gill M. 2008. Lecture notes: medical microbiology & infection. Ed.5. Jakarta: Erlangga;P.22-30 Goyal A, et al. 2009. Extended spectrum beta-lactamases in Escherichia coli & Klebsiella pneumoniae & associated risk factors. Indian J Med Res;129:695– 700 Hadi U, Duerink DO, Lestari ES, Nagelkerke NJ, Werter S. 2008. A Survey of antibiotic use of individuals visiting public healthcare facilities in Indonesia. International journal of infectious diseases: IJID: official publication of the International Society for Infectious Diseases 12: 622–9. Ishii Y., Ohno A., Taguchi H., Imajo S., Ishiguro M., Matsuzawa H. 1995. Cloning and sequence of the gene encoding a cefotaxime-hydrolyzing class A βlactamase isolated from Escherichia coli. Antimicrob. Agents Chemother. 39, 2269–2275

42

Joshi dan Deshpande. 2010. Polymerase Chain Reaction : Methods, Principles and Application. International Journal of Biomedical Research, India Kang, C.I., Song.J.H., 2013. Antimicrobial Resistance in Asia: Current Epidemiology and Clinical Implications. Indian Concrete Journal, 45 (1):22-31 Kuntaman, Mertaniasih NM, Purwanta M. Dalam: Usman Hadi, Nasronudin, editors. 2005. Bakteri penghasil ESBL dari spesimen klinikdi RSU dr Soetomo Surabaya. Simposium penyakit infeksi dan problema resistensi antimikroba. Surabaya: FK Unair.p.1-9. Livermore DM.1996. β-Lactamases in laboratory and clinical resistance. Clinical Microbiology Peterson DL, Bonomo RA. Extended- Spectrum β-Lactamases: a Clinical Update. Clinical Microbiology Review 2005;25: 657-86. Review;8:557-84. Mayasari, E., 2012. Incidence and Sensitivity Pattern of Extended-Spectrum BetaLactamse Producing Escherichia coli Isolated from Urine Specimens in Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Juni 2011-Juli 2012. 8th National Congress of Indonesian Society for Clinical Microbiology “Infection Control and Prevention in the Era of MDR” Bali: Konas PAMKI Memariani M, Najar Peerayeh S, Zahraei Salehi T, Shokouhi Mostafavi SK. Jundishapur J Microbiol. 2015 Apr 18;8(4):e15620. doi: 10.5812/jjm.8(4)2015.15620 Morosini M. I., Valverde A., García-Castillo M., Nordmann P., Cantón R. 2010. Persistent isolation of Salmonella concord harbouring CTX-M-15, SHV-12 and QnrA1 in an asymptomatic adopted Ethiopian child in Spain also colonized

43

with CTX-M-14- and QnrB-producing Enterobacteriaceae. J. Antimicrob. Chemother. 65, 1545–154610.1093/jac/dkq168 National Health Services, 2014. UK Standards for Microbiology Investigations: Identification of Enterobacteriaceae. Public Health England. Available http://www.hpa.org.uk/webc/hpawebfile/hpaweb_c/1313155004720 [Diakses tanggal 16 November 2017] Neal, Michael J. Medical Pharmacology At a Glance. 2006. Edisi 5. Erlangga. h. 81 Ralph J, Christophe J, Francois J. 2014. Antimicrobial resistance in Intensive Care Units. The lancet infectious disease journal; 14:3-5. Rossolini GM, D’Andrea MM, Mugnaioli C. 2008. The spread of CTXM-type extended-spectrum beta-lactamases. Clin Microbiol Infect;14(Suppl 1):33–41. Rupp, M. E., Fey, P. D., 2003. Extended spectrum β-lactamase (ESBL)-producing Enterobacteriaceae. Drugs, 63(4): 353-365 Saharman, Y., Lestari, D.C., 2011. Phenotype Characterization of Beta-Lactamase Producing Enterobacteriaceae in the Intensive Care Unit (ICU) of Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011. The Indonesian Journal of Internal Medicine, 45 (1): 11-16. Setiabudy, R., 2009. Antimikroba. In Farmakologi dan Terapi Ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 585-590. Severin J.A., Mertaniasih N.M., Kuntaman K.,Lestari E.S.,Den Toom N.L., et al. 2010. Molecular chracterization of extended-spectrum b-lactamases in clinical Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae isolates from Surabaya, Indonesia. J. Antimicrob. Chemother;65(3): 465-469

44

Tsering DC, Das S, Adhiakari L, Pal R, Singh TS. 2009. Extended spectrum betalactamase detection in gram-negative bacilli of nosocomial origin. J Glob Infect Dis;1(2);87-92 Shea K, Florini K, Barlam T. 2001. When wonder drugs don’t work, how antibiotic resistence threatens childern, seniors, and the medically vulnerable [internet]. Available from www.environmentaldefense.org [diakses 23 Maret 2017]. Stobberingh E, Arends J, Hoogkamp- Korstanje JAA, Goessens WHF, Visser MR, Buiting AGM. 1999. Occurence of extendedspectrum β-Lactamases in Dutch Hospital Infection;27:348-54. Tham, J., 2012. Extended Spectrum Beta Lactamase Producing Enterobacteriaceae: Epidemiology, Risk Factors and Duration of Carriage. Lund University. Tsang DNC, Que TL, Ho M, Yuen KY. 2000. Comparison of screening methods for detection of extended spectrum β-Lactamases and their prevalens among Escherichia coli and Klebsiella species in Hongkong. APMIS;108:237-40. Wang, guiqing. Et al. 2013. CTX-M spectrum b-lactamase-producing Klebsiella pneumoniae in suburban, New York, USA. Emerging infectious diseases. Winarto.2009. Prevalensi Kuman ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase) dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005. Semarang: Media Medika Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 260 – 67. World

Health

Organization,

2001.

Antibiotic

Resistance:

Synthesis

Recommendations by Expert Policy Group. World Health Organization

of

45

LAMPIRAN 1. Biodata Peneliti

1. Nama Lengkap

Hamdan Ramadhan

2. Jenis Kelamin

Laki-Laki

3. Program Studi

Pendidikan Dokter

4. NIM

C11114330

5.

Tempat/ Tanggal Lahir

Ujung Pandang, 8 Februari 1996

6. E-mail

[email protected]

7. No. Telepon/ Hp

082338966335 Riwayat Pendidikan:

Jenjang

SD 8.

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

Nama Institusi

Jurusan

SDN Sudirman II

SMP Negeri 6

2008 – 2011

Makassar

Makassar

Tahun lulus 2002 – 2008

Makassar

SMA Negeri 4

Tahun masuk -

IPA

Universitas

Pendidikan

Hasanuddin

Dokter

2011 – 2014

2014 - Sekarang

46

2. Etik Penelitian

47

3. Timeline kegiatan penelitian Kegiatan Melapor ke KPM Melapor ke pembimbing Penyusunan Proposal Ujian Proposal Pengambilan Data Pengolahan dan Analisis Data Seminar Hasil Ujian Akhir Skripsi

Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5

48

4. Data distribusi Gen ESBL pada Sampel Penelitian Hasil

No

Kode

Hasil PCR

PCR

Sampel

Sampel

Sampel

A

Urine

Faeses

TEM

SHV

CTX

TEM

SHV

CTX

1

32 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

2

34 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

3

35 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

4

36 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

5

38 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

6

59 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

7

66 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

8

80 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Positif

9

82 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

10

84 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

11

85 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

12

87 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

13

99 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

14

100 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

15

105 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

16

106 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

17

107 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

18

114 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

19

116 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

20

126 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

21

128 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

22

150 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

23

153 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

49

24

154 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

25

157 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

26

31 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

27

39 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

28

40 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

29

41 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

30

42 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

31

48 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

32

49 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

33

51 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

34

53 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Positif

35

63 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

36

65 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

37

69 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

38

71 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

39

72 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

40

73 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

41

81 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

42

90 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

43

93 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

44

94 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

45

95 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

46

112 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

47

124 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

48

125 Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

49

144 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

50

145 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

50

Hasil

No

Kode

Hasil PCR

Sampel

Sampel

Sampel

B

Urine

Faeses

TEM

SHV

PCR

CTX

TEM

SHV

CTX

1

13 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

2

14 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

3

19 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

4

33 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

5

42 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

6

59 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

7

61 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

8

63 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

9

64 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

10

71 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

11

72 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

12

81 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

13

82 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

14

86 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

15

100 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

16

106 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

17

129 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Positif

18

130 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

19

131 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

20

138 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

21

139 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

22

140 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

23

141 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

24

148 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

51

25

151 Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

26

11 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

27

15 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

28

23 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

29

27 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

30

28 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

31

60 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

32

73 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

33

75 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

34

78 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

35

85 Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

36

99 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

37

102 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

38

111 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

39

113 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

40

116 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

41

133 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

42

134 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

43

142 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

44

145 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

45

155 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

46

156 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

47

158 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

48

159 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif

49

160 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

50

164 Positif

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

52

5. Hasil elektroforesis gen CTX-M

53

54