SOSIO-BUDAYA GIZI DAN STATUS GIZI BALITA DI KASEPUHAN SINAR RESMI, SUKABUMI
AULIA DAMAYANTI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sosio-Budaya Gizi dan Status Gizi Balita di Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2017 Aulia Damayanti NIM I14120049
ABSTRAK AULIA DAMAYANTI. Sosio-Budaya Gizi dan Status Gizi Balita di Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti aspek sosial dan budaya yang mempengaruhi status gizi balita di masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan 31 responden rumah tangga yang mempunyai balita berusia 7-60 bulan. Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memiliki tradisi budaya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam sistem pertanian dan pemilihan makanan. Mayoritas rumah tangga di Sinar Resmi (80.6%) tetap memanfaatkan leuit (lumbung padi) sebagai tempat penyimpanan padi walaupun sebagian lainnya telah memanfaatkan Raskin bantuan dari pemerintah (11.54%). Sebagian besar responden (61.29%) menyatakan tercukupi kebutuhan pangannya dalam waktu satu tahun terakhir. Sebagian besar responden menunjukkan status gizi normal pada kategori TB/U (58.06%), dan BB/TB (80.65%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0.05) antara:1) tingkat kecukupan energi dan protein dengan usia ibu, pendidikan kedua orangtua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga, 2) Tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi balita menurut indikator BB/TB maupaun TB/U. Kata kunci: Balita, Kasepuhan Sinar Resmi, status gizi
ABSTRACT AULIA DAMAYANTI. Socio-Cultural Aspects of Nutrition and Nutritional Status of Children Under Five in Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi. Supervised by FAISAL ANWAR.
The aims of this study to review social and cultural aspects that affected the nutritional status of children under five in Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi. The design of this study was cross-sectional with the total number of subjects were 31 households who having children under five years old. Kasepuhan Sinar Resmi as a local community, still have their own culture and tradition in daily activity, included on their agricultural system and food preference. About 80.6% use ricebarn (granary) as a paddy storage, meanwhile some of them use Raskin (government rice aid) (11.54%). Mostly all the households (61.29%) have enough amount of food stock in last one-year. The data showed that mostly of subjects have good nutritional status base on categorizing HAZ (58.06%) and WHZ (80.65%). Spearman correlation test showed that there was a significant correlation (p<0.05) between: 1)energy and protein intake with parents education background, income per capita, and household size, 2)energy and protein intake with nutritional status of children under five according indicator HAZ and WHZ. Keywords: children under five, Kasepuhan Sinar Resmi, nutritional status
SOSIO-BUDAYA GIZI DAN STATUS GIZI BALITA DI KASEPUHAN SINAR RESMI, SUKABUMI
Oleh: AULIA DAMAYANTI I14120049
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Sosio-Budaya Gizi dan Status Gizi Balita di Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, do‟a, bimbingan, dan juga dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, saran, dan kritik yang membangun serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku moderator dan dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Yayuk Baliewati selaku dosen pembimbing akademik atas semua bimbingan dan motivasi selama masa perkuliahan berlangsung 4. Keluarga, Bapak Djoko Boedi Soetrisno, Ibu Magdalenna Kiswanti Utami, Adelia Bayumurti dan Ahimsa Muhammad atas doa, dukungan, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis selama ini. 5. Ketua adat Kasepuhan „Abah Asep‟ beserta istri, dan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang telah bersedia memberikan kesempatan untuk kunjungan dan wawancara singkat dalam penelitian ini. 6. Rekan-rekan terdekat yang telah banyak mendoakan dan mendukung selama penyelesaian skripsi ini Utami D. Ahyani S.Hut, Kharisma Nur F. S.TP, Z. Ilma Darojat F. S.Hut, Alfi Ain Mulia S.Si, Rafika Kurniasih S.Gz, Annisa R. dkk 7. Rekan-rekan yang telah banyak membantu selama penelitian dan penulisan skripsi N.A. Shofiyyatunnisaak S.Gz, Dian Anggraini SE., Ulva Prabawati S.Hut, Evi Ambarsari, Dyah Rini P. S.P, Afa Khoirunisa S.PT, Masayu Nur Ulfa S.Gz, Hardiansyah Yusuf S.Gz, Dzufikar Malik S.Hut, Yuni Ratna Indriani, Briliandi Amd., Khoirul Umam S.Pi, Haniftio S.T, Nurul Amri K, S.Si, Afif Arwani S.TP, Syamsul S.Si, Amalia Febryane S.Pi, Fitriyani Wijayanti, S.Gz dkk 8. Kelompok Kuliah Kerja Profesi Desa Sukatani Kabupaten Sumedang 2015 dan Kelompok PKL ID RSMM Bogor 2016 9. Seluruh anggota Resimen Mahasiswa Kompi A-IPB dan Paskibra IPB 2013, BEM TPB IPB 2013, Divisi PSDM BEM FEMA 2015, UKM IGAF LC IPB, Kementerian PLH 2016, BEM KM 2014 dan 2016, teman-teman satu daerah, FEMA 49, dan AKG 49 atas kesempatan yang diberikan untuk belajar banyak hal selama bergabung disana. 10. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu Penulis mohon maaf atas segala kekurangan ataupun kesalahan yang penulis lakukan selama penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Februari 2017 Aulia Damayanti
DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Hipotesis Manfaat KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kasepuhan Sinar Resmi Karakteristik Keluarga Sistem Pangan Status Gizi Balita Uji Hubungan Variabel SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
iii v vi vi 1 1 2 2 2 2 3 5 5 5 6 7 8 8 10 14 21 24 25 25 25 26 29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8. 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Pengkategorian variabel penelitian Potensi sumber daya alam Desa Sirnaresmi Sebaran responden berdasarkan karakteristik Sebaran responden berdasarkan besar keluarga Pendapatan per kapita keluarga responden per bulan Jenis pengeluaran non pangan (%) Jenis pengeluaran pangan (%) Kepemilikan Leuit pada rumah tangga Kasepuhan Sinar Resmi Ketersediaan jenis bersa di masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Cadangan beras di Leuit Si Jimat dan penggunaaanya Penggunaan beras dari leuit Si Jimat (leuit komunal) Persepsi masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi thd kestabilan pangan Jenis makaan yang disukai balita Kasepuhan Sinar Resmi Jenis makanan tabu untuk balita Kasepuhan Sinar Resmi Sebaran balita berdasarkan usia dan jenis kelamin Rata-rata asupan energi dan protein balita Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Sebaran balita berdasarkan status gizi dan usia
6 9 11 11 12 13 14 16 17 17 18 18 19 21 21 22 22 23
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka model sosio-budaya gizi dan status gizi balita di Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi
4
PENDAHULUAN Latar Belakang Masa balita disebut sebagai masa keemasan (the golden age), masa ini balita sedang mengalami proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik tertentu (Hurlock 2001). Sementara itu masalah gizi di Indonesia, terutama masalah gizi kurang pada usia 0-5 tahun jumlahnya masih cukup tinggi dan cenderung meningkat. Menurut data Riskesdas (2013), kasus balita dengan berat kurang persentasenya meningkat dari yang hanya 18.4% pada tahun 2007 dan 17.9% pada tahun 2010 menjadi 19.6% pada tahun 2013. Begitu pula dengan kasus stunting yang persentasenya meningkat dari 36.8% pada tahun 2007 dan 35.6% pada tahun 2010 menjadi 37.2% pada tahun 2013. Data pada Nutrition Security tingkat ASEAN pada tahun 2015 juga masih memposisikan Indonesia sebagai ranking pertama diantara 9 negara lainnya pada prevalensi balita dengan kategori kurus (12%). Pola makan yang kurang baik dapat menyebabkan asupan makan yang kurang sehingga akan mudah timbulnya masalah gizi. Pola makan pada masyarakat dapat dipengaruhi karena adanya kepercayaan yang dianut dan aturan setempat yang masih dipatuhi, termasuk pantangan untuk konsumsi beberapa jenis pangan. (Suhardjo et al. 1988). Menurut Harper et al. (1986) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan seorang individu. Pola makan individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal individu seperti preferensi pangan individu, tetapi juga dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti halnya ketersediaan pangan, aspek sosio-ekonomi, dan juga aspek budaya. Ketersediaan pangan di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh sitem pangan daerah yang meliputi sistem pertanian, ketahanan pangan dan juga akses pangan. Hal tersebut dikarenakan sistem panganlah yang mengatur, membina, hingga mengawasi segala proses mulai dari pangan tersebut diproduksi, kemudian didistribusi, hingga pangan tersebut dikonsumsi (UU No. 18 tahun 2012). Semakin baik sistem pangan maka ketersediaan pangan akan makin baik dan beragam pula sehingga keadaan gizi pun makin baik. Faktor luar seperti kondisi sosial ekonomi biasanya berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan juga besar keluarga. Penelitian Nurwijayanti (2015) menyatakan bahwa seperangkat faktor sosio-ekonomi berhubungan pada pola konsumsi yang diterapkan pada balita di suatu rumah tangga, yang nantinya hal ini menentukan status gizi. Faktor lain yang berpengaruh adalah faktor budaya seperti budaya makanan tabu yang masih banyak ditemukan di masyarakat adat. Sering ditemukan alasan yang kurang logis pada suatu makanan yang dianggap tabu yang sebenarnya belum tentu dianggap tabu bagi golongan lainnya. Penelitian oleh Nagda (2004) menyatakan bahwa 50% ibu dan lebih dari 75% balita di kawasan Rajasthan, India mengalami anemia dikarenakan adanya makanan yang ditabukan karena faktor budaya setempat. Kasepuhan Sinar Resmi adalah salah satu masyarakat adat di Indonesia yang masih cukup kuat memegang adat dan kebudayaan setempat, termasuk adanya makanan yang ditabukan. Oleh karena hal tersebut, penulis melakukan
penelitian analisis aspek sosial, budaya, dan hubungannya terhadap status gizi balita pada masyarakat adat di Kasepuhan Sinar Resmi, Cisolok, Sukabumi. Perumusan Masalah Analisis aspek sosial budaya gizi dan hubungannya terhadap status gizi balita pada masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi dapat meminimalkan masalah gizi yang akan timbul dengan melakukan tindakan preventif. Berikut beberapa perumusan masalah yang ingin dicari jawabannya dan dikaji lebih dalam. 1. Bagaimana karakteristik sosial dan ekonomi masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi? 2. Bagaimana sistem pangan masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi? 3. Bagaimana budaya pangan dan pemilihan makanan masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi? 4. Bagaimana status gizi balita di masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi? 5. Apa sajakah faktor-faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi status gizi balita pada masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi? Tujuan Tujuan Umum Penelitian bertujuan untuk menganalisis aspek sosio-budaya gizi, dan hubungannya terhadap status gizi balita pada masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis karakteristik sosial dan ekonomi masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi. 2. Menganalisis sistem pangan masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi. 3. Menganalisis budaya tabu makanan dan pemilihan makanan balita di masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi. 4. Menganalisis status gizi balita di masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi. 5. Menganalisisis faktor-faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi status gizi balita pada masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah bahwa kondisi sosio-budaya gizi akan mempengaruhi kebiasaan makan sehingga berpengaruh terhadap status gizi balita pada suatu kelompok masyarakat adat. Manfaat Manfaat penelitian secara umum adalah untuk dapat mengetahui aspek sosio, budaya serta pengaruhnya terhadap status gizi balita pada masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Manfaat secara khusus bagi mahasiswa adalah penelitian
dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut. Untuk pemerintah, penelitian dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan kebijakan terutama kebijakan mengenai upaya pendidikan gizi untuk perbaikan gizi terutama pada masyarakat adat daerah Kasepuhan Sinar Resmi. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi masyarakat terkait sosio-budaya gizi dan status gizi balita, sehingga dapat melakukan tindakan preventif untuk permasalahan gizi yang buruk (stunting ataupun wasting).
KERANGKA PEMIKIRAN
Status gizi balita menjadi indikator kesehatan masa depan suatu bangsa. Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pola konsumsi yang terbentuk pada level rumah tangga di masyarakat tertentu. Pola konsumsi pangan tiap individu sangat beragam dan cenderung berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor (faktor dari luar maupun dari dalam). Faktor ekstrinsik (luar) merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu sedangkan faktor intrinsik (dalam) merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri. Contoh factor ekstrinsik diantaranya adalah sistem pangan, faktor sosial, budaya, dan juga ekonomi, sedang contoh dari faktor intrinsik adalah preferensi individu terhadap pangan. Faktor ekstrinsik yang pertama adalah adanya sistem pangan yang terbentuk atas sistem pertanian, ketersediaan pangan dan ketahanan pangan pada masyarakat tersebut. Sistem pangan akan mempengaruhi pola konsumsi individu karena lingkungan alam sangat berhubungan dengan ketersediaan bahan pangan yang ada. Semakin baik sistem pangan, maka makin banyak dan makin beragam pula ketersediaan pangan yang ada di wilayah tersebut. Faktor ekstrinsik selanjutnya adalah faktor sosial ekonomi. Faktor sosial memiliki beberapa komponen seperti pendidikan, usia pernikahan, pekerjaan, besar keluarga, besar pendapatan keluarga, pengeluaran pangan dan non pangan. Makin tinggi pendidikan individu, biasanya pemilihan konsumsi pangannya pun juga makin baik. Pekerjaan individu berhubungan dengan pendapatan keluarga. Semakin baik pekerjaan individu biasanya pendapatannya juga makin besar. Individu dengan besar pendapatan keluarga cenderung untuk memiliki konsumsi pangan yang lebih baik pula karena kemampuan untuk membeli pangan lebih tinggi serta lebih mampu untuk membeli pangan yang lebih beragam jika dibandingkan dengan individu dengan besar pendapatan keluarga yang lebih rendah. Besar keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan individu. Semakin besar keluarga biasanya konsumsi pangannya juga makin terbatas karena keluarga tersebut akan membagi makanan sesuai jumlah keluarga yang ada. Pengeluaran sendiri mempengaruhi bahwa apakah keseluruhan pendapatan yang ada pada rumah tangga tersebut sudah benar dialokasikan untuk kebutuhan pangan maupun non pangan. Semakin baik alokasi pengeluaran untuk setiap kebutuhan rumah tangga, khususnya pangan, maka semakin baik pula kecukupan zat gizi yang bisa diberikan untuk anggota keluarga tersebut.
Faktor budaya juga sangat berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan individu. Salah satu budaya yang ada adalah kepercayaan food taboo (tabu makanan). Kepercayaan food taboo (tabu makanan) merupakan suatu kepercayaan yang melarang individu untuk mengkonsumsi jenis pangan tertentu yang apabila dilanggar akan mendapatkan hukuman. Individu yang percaya terhadap food taboo akan menaati semua aturan makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi. Perilaku food taboo (tabu makanan) akan memiliki pola konsumsi pangan yang kurang beragam padahal banyak makanan tabu yang sebenarnya sangat penting bagi kesehatan. Faktor intrinsik yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan adalah preferensi makanan. Preferensi makanan adalah ukuran suka atau tidak suka seorang individu terhadap suatu pangan. Preferensi pangan menyebabkan individu akan memilih – milih makanan yang lama –kelamaan akan membentuk pola konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan individu berpengaruh terhadap pemenuhan asupan zat gizi individu serta status gizinya. Status gizi individu akan baik jika individu memiliki konsumsi pangan yang baik dan juga beragam. Status kesehatan juga akan memngaruhi mempengaruhi status gizi balita. Faktor – faktor yang saling berkaitan yang akan membentuk pola konsumsi pangan sebagai berikut:
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian ini menggunakan sebagian data dari penelitian berjudul Perubahan Sosial, Sistem Pangan dan Gizi, serta Keragaman Pangan pada Masyarakat Adat Tradisional di Jawa Barat: Studi di Kasepuhan Ciptagelar dan Sinar Resmi yang diketuai oleh Dr. Rita Patriasih, SPd, Msi beserta tim yang terlibat. Penelitian sebelumnya merupakan kerjasama yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor, Universitas Pendidikan Indonesia dengan Neys-van Hoogstraten Foundation pada bulan Januari 2015-Februari 2016 di Kasepuhan Cipta Gelar dan Kasepuhan Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang didapatkan dari kuisioner penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Jumlah responden yang diambil sebanyak 31 responden balita dengan kelompok usia mulai dari 7 bulan – 5 tahun. Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik social ekonomi keluarga, pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, food taboo, makanan yang disukai, makanan yang tidak disukai, kepemilikan leuit, data antropometri dan Recall 1x24 jam konsumsi balita. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu coding, entry, editing/ cleaning, dan analisis data. Analisis data menggunakan program Microsoft Excell, Statistic Program for Social Science (SPSS for window versi 16.0 dan WHO AnthroPlus 2007. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for window 16.0 dan Microsoft Excell. Uji statistik deskriptif dilakukan pada beberapa variabel diantaranya yaitu karakteristik keluarga, dan sistem pangan. Analisis data antropometri dan status gizi balita menggunakan software WHO AnthroPlus 2007. Hasil perhitungan z-skor diklasifikasikan ke dalam baku WHO NCHS. Berikut disajikan table pengkategorian berbagai variabel penelitian secara lebih rinci.
Jenis Variabel Kategori Umur
Kategori Remaja akhir (17-25 th) Dewasa awal (26-35th) Dewasa akhir (36-45) Besar keluarga Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5-6 orang) Keluarga besar (≥ 7 orang) Pendidikan Tidak tamat SD SD/Sederajat SMP/sederajat SMA/sederajakat D3/S1 Pekerjaan Tidak Bekerja Petani Pedagang Buruh tani Buruh non tani Jasa (ojek, cukur, penjahit, calo, dsb) Ibu rumah tangga Lainnya Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat kecukupan Defisit berat <80% zat gizi Normal (80-120%) Lebih ≥120% Status Gizi
BB/U Gizi buruk (<-3 SD) Gizi kurang (≥-3 s/d <-2 SD) Gizi Baik (≥ - 2 s/d ≤ 2 SD) Gizi Lebih (>2 SD) TB/U Sangat pendek (<-3 SD) Pendek (≥-3 s/d <-2 SD) Normal (≥ - 2 SD) BB/TB Sangat kurus (<-3 SD) Kurus (≥-3 s/d <-2 SD) Normal (≥ - 2 s/d ≤ 2 SD) Gemuk (>2 SD)
Acuan Depkes RI 2009
BKKBN 1998
Riskeskas 2013
WNPG 2004
Riskesdas 2013
Data konsumsi pangan balita diperoleh dari jumlah dan jenis konsumsi pangan yang dikonsumsi, jumlah kelompok konsumsi pangan, frekuensi makan, dan asupan energi dan protein. Data konsumsi pangan dihitung secara kuantitatif menggunakan metode recall 24-hour. Zat gizi yang terkandung dalam pangan yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994). Kgij = Bj/100 x Gij x (BDD/100) Keterangan: Kgij = Energi dan zat gizi yang terkandung dalam pangan yang dikonsumsi Bj = Berat pangan yang dikonsumsi Gij = Energi atau zat gizi per 100 g bagian pangan yang dapat dimakan BDD = Bagian pangan yang dapat dimakan (%BDD) Uji korelasi Spearman dilakukan pada untuk menguji hubungkan antar antara variabel karakteristik keluarga yaitu besar keluarga, pendidikan ayah dan ibu, pendapatan per kapita dengan asupan gizi balita (energi dan protein), dan antara variabel asupan gizi balita (energi dan protein) dengan status gizi balita (BB/TB dan TB U). Definisi Operasional Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Balita adalah anak berusia 7 bulan – 5 tahun yang merupakan masyarakat adat, tinggal di Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi. Besar keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dalam satu atap dan menggunakan sumber daya yang sama. Konsumsi makanan adalah jumlah dan jenis makanan yang dimakan oleh balita, kemudian dikonversikan kedalam bentuk energi, protein, yang diperoleh melalui menggunakan food recall . Ketersediaan pangan adalah tersedianya sumber pangan pokok utama yang dimiliki oleh masyarakat tertentu hingga di tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pamgan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif serta berkelanjutan. Leuit adalah lumbung padi yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi. Makanan tabu adalah makanan yang dilarang dikonsumsi oleh kalangan tertentu dengan alasan yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Pemilihan pangan adalah perilaku dalam memilih antara lauk pauk nabati dan hewani, buah, serta sayur yang disukai maupun yang tidak disukai. Pendapatan/kapita/bulan adalah jumlah modal (uang atau barang) yang diperoleh seluruh anggota keluarga selama satu bulan dan dihitung dalam bentuk uang (rupiah) per orang.
Pola konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis makanan serta frekuensi konsumsinya yang diperoleh melalui data recall 1x24 jam dari responden balita. Sosio Budaya Gizi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita pada suatu penduduk. Sosial ekonomi adalah aspek yang meliputi usia suami dan istri, latar belakang pendidikan, besar keluarga, pekerjaan, pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan serta non pangan. Sistem Pangan adalah sistem mengatur, membina, hingga mengawasi segala proses mulai dari pangan tersebut diproduksi, kemudian didistribusi, hingga pangan tersebut dikonsumsi. Sistem pertanian adalah pengelolaan komoditas tanaman untuk memeperoleh hasil yang diinginkan yaitu berupa bahan pangan maupun keuntungan finansial. Status gizi adalah hasil perhitungan z-skor dari data antropometri. Tabu makanan adalah makanan yang dilarang dikonsumsi oleh kalangan tertentu dengan alasan yang tidak bisa dibuktikan dengan ilmiah. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan jumlah total kandungan gizi yang seharusnya dikalikan 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kasepuhan Sinar Resmi Di tanah Pasundan atau Tatar Sunda, terdapat beberapa komuntas atau kelompok masyarakat dengan berbagai ragam tradisi, adat maupun budaya, yang hidup dan berkembang seiring waktu. Salah satu komunitas atau kelompok tersebut adalah Masyarakat Adat Banten Kidul. Menurut Sukatman (2012) kelompok pada daerah tersebut disebut dengan folk atau sekelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial dan budaya khusus, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lain. Masyarakat Adat Banten Kidul memeiliki berbagai macam tradisi maupun ritual dari mulai lahir hingga kematian yang telah mereka pelihara turun temurun dari para leluhur. Mereka memegang teguh adat, tradisi maupun budaya seperti membuat lumbung (leuit), kelengkapan dalam berpakaian, adanya budaya tabu, adat pertanian hingga tata cara menanam padi maupun mengolah sawah. Berkembangnya masyarakat Banten Kidul tidak lepas dari sejarah yang menjelaskan bahwa dahulu berasal dari kerajaan yang dipimpin Prabu Siliwangi yang bertempat di Cipatat, Bogor (Sukma 2013). Kemudian, karena suatu alasan yang tidak dijelaskan, para tokoh adat di kerajaan tersebut berpencar mendirikan kampung/kasepuhan sendiri-sendiri dengan wewenang yang berbeda-beda dan harus dilestarikan secara turun temurun (Khomsan 2013). Menurut penuturan sejarah, pendirian Kasepuhan Sinar Resmi dahulu bermula pada saat Abah Ujat Sujati (kepala desa Sirnaresmi periode 1983-1985) mengaku mendapatkan wangsit untuk mendirikan kasepuhan baru di Desa Sirnaresmi tidak lama setelah
adanya peresmian Kasepuhan Ciptagelar yang dipimpin oleh Abah Encup Sucipta pada tahun 1985. Kemudian pada tahun 2000, kepemimpinan di Sinar Resmi dillanjutkan oleh anaknya yaitu Abah Asep Nugraha hingga saat ini (Patriasih et al 2016). Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu komunitas masyarakat adat yang berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi perkampungan adat ini yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Berdasarkan batas wilayahnya, Desa Sirnaresmi yang merupakan letak Kasepuhan ini berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten di sebelah utara, Desa Cicadas di sebelah selatan dan barat, dan Kecamatan Kabandungan di sebelah timur. (Profil Desa Sirnaresmi Tahun 2015). Jarak tempuh Desa Sinar Resmi ke beberapa lokasi lain cukup memakan waktu, hal ini mengingat kondisi akses jalan menuju Kasepuhan tidak selalu ditemui jalan aspal yang lurus. Jika ditempuh dengan kendaraan bermotor kurang lebih memakan waktu 5 jam dari Jakarta, 6 jam dari Bandung (ibu kota Provinsi), 1 jam dari Sukabumi (Kabupaten) dan 1 jam dari Cisolok (kecamatan). Sebagian besar wilayah Desa Sirnaresmi berada di bawah kekuasaan Perum Perhutani, dan sebagian kecil termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNHGS). Luas desa Sinar Resmi kurang lebih 4 Ha ini memiliki potensi bentang alam yang cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok sehari-hari, hal ini teruraikan dalam tabel 2. Tabel 2 Potensi sumber daya alam Desa Sirnaresmi Keadaan Wilayah* Jumlah (ha) Luas wilayah desa 4.917 Perkebunan/pertanian 901 Sawah 800 Kolam 4 Perkampungan 2.212 *berdasarkan Profil Desa Sirnaresmi tahun 2015
Pada dasarnya masyarakat kasepuhan di Jawa Barat merupakan bagian dari komunitas Sunda yang sudah ada sejak sebelum zaman kemerdekaan yang tinggal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan menerapkan sistem pertanian tradisional sebagai mata pencaharian utama. Pada Kasepuhan Sinar Resmi, masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima perubahan sosial dibandingkan dengan Kasepuhan Ciptagelar. Adanya perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terbilang lebih banyak dibandingkan dengan Kasepuhan Ciptagelar, sehingga adanya adat yang masih dipegang teguh cukup menyesuaikan dengan pembangunan yang saat ini terjadi (Patriasih 2016). Daerah tersebut sudah menerima kemajuan teknologi seperti penggunaan listrik, penggunaan sepeda motor, telepon genggam, kulkas, televisi, dan peralatan elektronik lainnya selama tidak menganggu atau kontradiktif dengan budaya mereka. Perubahan sosial yang terjadi di wilayah Kasepuhan Sinar Resmi lebih banyak terjadi jika dibandingkan dengan Kasepuhan Ciptagelar Semua perangkat adat dalam struktur kelembagaan adat bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi yaitu Sesepuh (yang biasa disebut “Abah”). Semua posisi dalam struktur sosial didapat berdasarkan keturunan, bukan dipilih atau
ditetapkan oleh warga Kasepuhan. Jabatan ketua adat akan diwariskan kepada generasi berikutnya berdasarkan petunjuk dari leluhur atau biasa disebut “wangsit”. Ketua adat berikutnya yang nantinya diberi tanggung jawab sebagai pemimpin kasepuhan tidak boleh menolak wangsit tersebut demi keberlangsungan kehidupan adat di kasepuhan. Dalam tata cara berpakaian, masyarakat memiliki tata cara sesuai dengan adat yang dipatuhi. Bagi kaum laki-laku diwajibkan untuk menggunakan ikat kepala dalam kegiatan upacara adat maupun sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan filosofi yang dipahami masyarakat bahwa kepala adalah hal yang diutamakan dan dihargai, sehingga harus dilindungi. Bagi masyarakat perempuan diwajibkan menggunakan kain “sinjang” kain untuk bawahan ini berguna sebagai penutup aurat. Hal ini juga berlaku bagi pengunjung Kasepuhan, apabila dirasa kurang sopan dalam berpakaian, maka diharuskan memakai kain bawahan yang disediakan. Pemukiman warga yang tinggal di area di Kasepuhan Sinar Resmi hampir menyerupai dengan rumah rumah di masyarakat adat lainnya yaitu berupa rumah panggung, berdinding kayu, dan masih beratap ijuk. Saat ini sudah ada beberapa rumah yang menggunakan bata dan genteng sebagai material untuk rumah mereka. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi tergolong masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kegotongroyongan. Pada saat malam hari pun, imah gede atau sebutan lain rumah Abah masih tetap ramai dengan warga yang berkunjung walaupun sekedar bermain kartu atau karambol. Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi usia orang tua responden, pendidikan orang tua responden, pekerjaan orang tua responden, pengeluaran pangan dan non pangan, besar keluarga dan pendapatan per kapita. Responden dalam penelitian ini adalah balita berusia 7 bulan hingga 5 tahun dari keluarga yang bermukim di Kasepuhan Sinar Resmi. Jumlah keseluruhan responden berjumlah 31 balita. Beberapa karakteristik sosial ekonomi pada rumah tangga mampu menjadi penentu status gizi pada balita. Pada penelitian ini, kategori usia responden dibagi menjadi tiga, yaitu remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir (BKKBN 1989). Secara umum usia ayah responden mayoritas berada pada kategori dewasa akhir (36-45 tahun) sebesar 50% dan untuk ibu responden mayoritas pada kategori remaja akhir (17-25 tahun) sebesar 48,38%. Hal ini menunjukkan kedua orag tua responden berada pada rentang usia produktif yang senormalnya, sehingga masih mampu melakukan pekerjaan. . Sementara itu, pada tingkat pendidikan, mayoritas ayah dan ibu responden di Kasepuhan Sinar Resmi adalah SD, sebesar 80,65% dan 83,87%. Jika dibandingkan dengan beberapa masyarakat adat lain di Indonesia, tingkat pendidikan masyarakat di Kasepuhan Sinar Resmi sudah cukup baik, paling tidak banyaknya orang tua responden yang menempuh pendidikan hingga lulus sekolah dasar lebih banyak. Rata-rata lama pendidikan suami dan istri di Kasepuhan Ciptagelar misalnya, umumnya kurang dari 5 tahun atau tidak sampai lulus sekolah dasar karena menurut masyarakat setempat ilmu yang didapat di sekolah tidak dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Khomsan 2014). Hal
tersebut juga tampak pada masyarakat Sedulur Sikep yang merupakan masyarakat adat di Kecamatan Sukolilo, Pati. Penelitian Dewi (2015) menyatakan bahwa tidak ada satupun Sedulur sikep yang menyekolahkan anaknya pada sekolah formal karena beralasan bahwa dari pendidikan formal justru akan membuat seseorang bisa menipu yang lain karena kepintarannya tersebut. Menurut Adeladza (2009) penelitian pada ukuran rumah tangga dan pendidikan ibu di Kwale, Kenya mempengaruhi karakteristik gizi balita, sehingga latar belakang pendidikan orang tua yang baik tentunya akan menentukan status gizi anak yang lebih baik pula. Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan status gizi antara lain pendidikan ibu dan besar keluarga, dengan demikian pendidikan ibu yang baik dapat meningkatkan status gizi anak (Marsaoly 2010). Sebaran responden berdasarkan karakteristik keluarga disajikan pada tabel 3. Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan karakteristik Karakteristik
Ayah
Usia (tahun) Remaja Akhir (17-25) Dewasa Awal (26-35) Dewasa Akhir (36-45) Pendidikan SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat D3/S1 Pekerjaan Tidak Bekerja Petani Pedagang Buruh tani Buruh non tani Jasa (ojek, cukur, penjahit, calo, dsb) Ibu Rumah Tangga Lainnya (pembuat gula, tambang, dsb)
Ibu
n
%
n
%
5 9 14
17.85 32.14 50.00
15 8 3
48.38 25.80 9.60
25 3 3 0
80.65 9.67 9,67 0,00
26 3 1 1
83.87 9.67 3,22 3,22
3 8 3 5 1 4 0 7
9.67 25.80 9.67 16.12 3.22 12.90 0.00 22.58
0 5 2 1 1 1 20 0
0.00 16.12 6.45 3.22 3.22 3.22 64.51 0.00
Karakteristik sosial ekonomi yang selanjutnya adalah besar keluarga. Besar keluarga ditentukan berdasarkan banyaknya anggota keluarga yang tingga dalam setiap rumah di Kasepuhan Sinar Resmi. Besar keluarga diklasfikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu keluarga kecil (≤ 4orang), sedang (5-6 orang), besar (≥7 orang) (BKKBN 1998). Pada penelitian lain ukuan keluarga kecil berhubungan postif signifikan dengan status gizi balita (Marsaoly 2010). Sebaran responden berdasarkan besar keluarga disajikan pada tabel 4. Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga (orang) Kecil (≤4) Sedang (5-6) Besar (≥7) Total
n 18 10 3 31
% 58.06 32.26 9.68 100
Besar keluarga responden umumnya berada pada kategori kecil sebesar 58.06%, sedangkan 32.26 % keluarga responden termasuk keluarga sedang dan sisanya termasuk dalam keluarga besar sebesar 9.68 %. Besarnya keluarga dapat menentukan status gizi balita. Hal ini sesuai pada penelitian Badake et al (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan positif anatara besar rumah tangga dan status gizi balita (p=0.047). Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dalam keluarga dan pengeluaran pangannya. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka pengeluaran pangannya juga akan semakin meningkat. Kualitas dan kuantitas pangan secara langsung menentukan status gizi anggota keluarga (Sanjur 1982) Tingkat pendidikan akan mempengaruhi terhadap pekerjaan seseorang yang juga mempengaruhi pendapatan keluarga. Pendapatan perkapita yang diperoleh adalah pendapatan yang berasal dari keluarga responden berupa akumulasi antara suami, istri dan anggota keluarga lain yang bekerja. Pendapatan per kapita akan menggambarkan pendapatan rata-rata penduduk suatu negara (Untoro 2010). Pendapatan perkapira menjadi indikator tingkat kesejahteraan pada rumah tangga tersebut. Pendapatan keluarga responden disajikan pada tabel 5. Tabel 5 Pendapatan per kapita keluarga responden per bulan Pendapatan per kapita/bulan (Rp)* (%) Miskin (<241 132) 58.06 Hampir Miskin (241 132 - 482 264 22.58 Menengah ke atas (>482 264) 19.45 *)berdasarkan garis kemiskinan daerah pedesaan Jawa Barat 2015
Pendapatan keluarga di Sinar Resmi berupa pendapatan total keluarga yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu hasil kepala keluarga, hasil istri, hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha sampingan per bulan. Pendapatan yang diperoleh dari keluarga responden adalah akumulasi antara suami dan istri yang bekerja. Menurut penggolongan pendapatan BPS Jawa Barat tahun 2015, rata-rata pendapatan per kapita keluarga responden termasuk dalam golongan miskin (<241 132) per bulan dengan rata-rata jenis pekerjaan kepala keluarga sebagai petani (25.08%) Mata pencaharian utama masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi adalah petani, namun tidak menutup kemungkinan suami istri yang bekerja sebagai petani juga memiliki kerja sampingan lain untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Ratarata jenis pekerjaan pada keluarga di Kasepuhan Sinar Resmi selain sebagai petani yaitu pada kategori lainnya yang meliputi pembuat gula, wiraswasta, guru, ternak, dan tambang. Adanya bantuan Raskin dari pemerintah, juga turut membantu keluarga dengan tingkat ekonomi rendah agar dapat memenuhi kebutuhan makanan pokok untuk sehari-hari. Berdasarkan keterangan bersumber dari website resmi Badan Urusan Logistik , data penerima manfaat Raskin mulai tahun 2007 mengacu pada data Rumah Tangga Miskin (RTM) BPS sebagai dasar dalam pelaksanaan program tersebut (Bulog 2010). Program Raskin yang telah dilaksanakan di Sinar Resmi tidak hanya membantu rumah tangga miskin untuk memperkuat ketahanan pangannya, tetapi sekaligus menjaga stabilitas harga.
Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Secara teoritis terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan. Makin tinggi pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap semakin beragam dan banyaknya pangan yang dikonsumsi (Soekirman 1994). Selain dari pendapatan per kapita, data pengeluaran rumah tangga Kasepuhan Sinar Resmi juga dapat memberikan gambaran secara umum bagaimana distribusi uang yang dimiliki, khususnya untuk pemenuhan makanan sehari hari dalam keluarga. Menurut hukum Ernest dalam ilmu ekonomi, dijelaskan bahwa pengeluaran untuk pangan tetap tidak berubah saat pendapatan meningkat, yang menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran masyarakat untuk produk makanan meningkat lebih kecil daripada peningkatan pendapatan. Jenis pengeluaran non pangan pada keluarga responden disajikan pada tabel 6. Tabel 6 Jenis pengeluaran non pangan (%) Jenis Pengeluaran Rokok Bahan Bakar Kendaraan Pendidikan Anak Kesehatan/Kebersihan Pakaian dan Alas kaki Telepon atau pulsa Lainnya* TOTAL
% 37.10 22.53 4.77 8.89 8.82 6.48 11.41 100
*Lainnya: transportasi, pajak, kredit, sumbangan,dll
Dari hasil tabel 6 dapat menggambarkan bagaimana keseharian warga masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Pengeluaran non pangan rumah tangga Kasepuhan Sinar Resmi didominasi untuk membeli rokok (37.10%), bahan bakar kendaraan 22.53% dan lain-lain termasuk transportasi, sumbangan, pajak, kredit, dan pulsa (11.41%). Kebutuhan akan merokok masih menjadi urutan pertama pada prioritas selain makanan. Kebiasaan merokok di sela waktu bekerja menjadi hal yang wajar di masyarakat Sinar Resmi. Urutan berikutnya adalah bahan bakar kendaraan. Sudah banyak warga Sinar Resmi yang memiliki motor pribadi atau pun mobil untuk memudahkan transportasi ke berbagai tempat, khususnya memenuhi kebutuhan harian. Adanya akses jalan yang cukup mudah saat ini, tidak menyulitkan bagi kendaraan bermotor dalam berlalu lintas antar desa maupun kasepuhan. Selain itu dengan adanya kemajuan teknologi, kebutuhan akan pulsa untuk telekomunikasi serta kredit barang-barang atau sumbangan sosial juga menjadi kebutuhan. Selain adanya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan, masyarakat Sinar Resmi juga memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam sekitar. Potensi bentang alam yang mendukung, membuat masyarakatnya tidak sulit untuk memenuhi beragam pangan harian. Persentase gambaran pengeluaran pangan masyarakat Sinar Resmi disajikan pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7 Jenis pengeluaran pangan (%) Jenis Pengeluaran Beras Jajanan Lauk Pauk Minuman Sayur Minyak Goreng Susu Buah Lain-lain (bumbu) TOTAL
% 33,03 19,22 19,81 7.36 6,92 3.81 3.63 2.67 3.50 100
Pengeluaran pangan rumah tangga terbesar bertutut-turut digunakan untuk membeli makanan (33.03%), lauk pauk (19.81%), dan jajanan (19.22%). Begum et al. (2010) menyatakan bahwa pengeluaran rumah tangga, khususnya pangan sangat tergantung dengan total pendapatan rumah tangga tersebut. Suhardjo (1989) mengemukakan bahwa pendapatan sangat berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran keluarga. Apabila suatu keluarga berpenghasilan rendah akan menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk pangan sebagai kebutuhan pokok. Sistem Pangan Sistem pangan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi (UU No.7 tahun 1996). Sistem pangan dari masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi tercermin dalam sistem pertanian, upaya ketahanan pangan serta kebiasaan makan mereka. Sistem Pertanian Sosio-budaya pangan yang khas dari Kasepuhan Sinar Remi adalah dalam hal pertaniannya. Secara khusus sistem pertanian yang dianut dapat menjadi pembeda dengan sistem yang diterapkan dengan masyarakat modern, yaitu sifat kealamiahannya dan aturan setempat dalam setiap prosesi pertanian. Masyarakat setempat hanya menanam padi sekali dalam satu tahun, adanya penggunaan bibit lokal padi dan alat pertanian tradisional, serta upacara-upacara dalam setiap tahapan kegiatan bertani, merupakan budaya dan kekhasan tersendiri yang dimiliki oleh Kasepuhan Sinar Resmi. Ada beberapa aturan adat dalam pertanian warga yang selalu di laksanakan seperti Ngaseuk Pare (awal menanam bibit padi), Sapang jadian Pare (pada saat bibit padi mulai tumbuh), Mapag Pare Beukah Pada saat akan panen), Mipit pare (pada saat memanen), Nganyaran (pada saat pertama kali akan mencicipi hasil panen), dan Seren Taun (syukuran masyarakat atas adanya hasil bumi yang mereka terima). Sebagian besar mata pencaharian
warga adalah pertanian. Masyarakat laki-laki bertugas untuk mencangkul, membajak, mengikat padi, dan mengangkat padi ke lumbung. Masyarakat perempuan bertugas menebar bibit, membersihkan gulma, membersihkan rumput, serta memanen padi. Sistem pertanian tradisional yang masih berjalan di Kasepuhan Sinar Resmi sangat menonjolkan nilai-nilai kebersamaan dan kegotongroyongan. Masyarkat perempuan yang telah cukup umur atau dewasa memiliki kewajiban menumbuk padi secara bersama-sama pada waktu tertentu. Terdapat penumbukan padi miliki bersama (komunal) di area Imah Gede atau kediaman Abah. Membantu untuk menumbuk padi di lesung Imah Gede tidak akan diberikan imbalam, tetapi masyarakat akan mendapat bantuan tenaga. Nilai kebersamaan warga Kasepuhan Sinar Resmi masih dipertahankan hingga sekarang. Meskipun begitu, perubahan sosial yang terjadi dalam sistem pertanian yang dianut menjadikan tradisi yang ada saat ini tidak lagi murni. Berdasarkan sejarah pendahulunya, hal ini diawali ketika pimpinan adat memberikan respon yang cukup baik dengan adanya program intensifikasi pertanian yang dikenalkan oleh pemerintahan saat itu (Patriasih et al. 2016). Dalam bidang pertanian, masyarakat Sinar Resmi kini tidak hanya menanam padi sekali dalam satu tahun, sebanyak 8.77% masyarakat telah penggunaan bibit non lokal padi dan mengikuti aturan yang sesuai dengan bibit tersebut. Upacara adat dalam setiap tahapan kegiatan bertani juga hanya dilakukan oleh beberapa keluarga saja. Walaupun begitu, Kasepuhan Sinar Resmi masih tetap mempertahankan budaya dan kekhasan dalam sistem bertaninya, termasuk leuit yang tetap ada dan digunakan oleh 80.6% dari total rumah tangga responden. Ketahanan Pangan Berdasarkan UU No.18 2012 dijelasakan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi dimana pangan bagi negara cukup hingga ke tingkat perseorangan, dan tercermin dari jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat agar tetap hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Salah satu upaya mempertahankan pangan di tingkat rumah tangga Kasepuhan Sinar Resmi adalah dengan menyimpan sebagian hasil panen padi mereka di lumbung (leuit). Adanya penyimpanan padi di leuit, memudahkan masyarakat untuk menjaga ketersediaan makanan pokoknya selama satu tahun. Adanya tradisi untuk tidak memperjualbelikan beras dari benih jenis lokal di antara warga masyarakat membuat ketersediaan pangan pokok di tingkat rumah tangga terbilang aman dan jauh dari kekurangan. Ketersediaan pangan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dapat dilihat dari jumlah kepemilikan leuitnya. Penuturan dari Abah juga menjelaskan perihal aturan adat bahwa setiap rumah tangga diharapkan memiliki minimal satu buah leuit sebagai sarana penyimpanan beras. Berdasar data kuisioner, sebagian besar masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (80.6%) memiliki lumbung padi yang disebut leuit. Masyarakat rata-rata memiliki leuit sebanyak 1 buah dengan kapasitas 348.1 kg. Kepemilikan leuit pada keluarga di Sinar Resmi disajikan pada tabel 8.
Tabel 8 Kepemilikian leuit pada rumah tangga Kasepuhan Sinar Resmi Kepemilikan leuit di Kasepuhan Sinar Resmi Kepemilikan Leuit: Memiliki leuit (%) 80.6 Jumlah, ukuran, kapasitas (per keluarga): Jumlah leuit (buah) 1.1 Ukuran leuit (m2) 3.8 Kapasitas leuit (ikat) 308 Masyarakat yang sudah berumah tangga, disarankan minimal sudah memiliki satu lumbung padi untuk menyimpan ikantan-ikatan padi hasil panen. Sesuai dengan adat yang dipegang, bahwa hampir semua rumah tangga (81.8%) di Sinar Resmi memiliki minimal satu lumbung padi di rumahnya, disebut dengan leuit. Setiap satu leuit menyimpan kurang lebih 308 ikat atau setara dengan 1078.5 kg beras. Walaupun ukuran leuit ini lebih kecil dibandingkan milik masyarakat Baduy Dalam yang berkapasitas hingga 590 ikat padi, namun masih bisa mencukupi kebutuhan beras selama satu tahun (Khomsan et al. 2009). Jika dibandingkan dengan kasepuhan lainnya yang masih satu desa, terdapat banyak perbedaan yang menunjukkan kondisi lebih tahan pangan di Kasepuhan Ciptagelar dibandingkan dengan Sinar Resmi (Patriasih et al. 2016). Hal ini dapat dilihat dari adanya bibit padi non lokal yang mulai banyak digunakan (8.77%), ukuran leuit keluarga yang lebih kecil (3.17 m2), dan hanya 67.47% dari total responden yang memiliki kewajiban menyimpan padi di leuit komunal. Walaupun begitu tersedianya berbagai sumber daya alam dengan potensi alam yang mendukung, membuat masyarakat Sinar Resmi masih mampu terhindar dari adanya krisis pangan yang terjadi saat musim kemarau/paceklik. Adanya penyimpanan padi di leuit, memudahkan masyarakat untuk menjada ketersediaan makanan pokoknya selama satu tahun. Apabila diketahui ada masyarakat yang kekurangan padi, maka ada satu leuit besar di halaman rumah Abah yang menjadi lumbung padi komunal yaitu Si Jimat. Hal ini memudahkan siapapun yang sangat membutuhkan beras namun sedang tidak ada persediaan. Warga tersebut boleh meminjam asal suatu saat apabila sudah memiliki stok beras harus mengembalikan sesuai jumlah awal peminjaman. Kestabilan Pangan Lokasi kasepuhan Sinar Resmi yang cukup jauh dari akses pasar, membuat masyarakatnya mengutamakan hasil pertanian lokal sebagai sumber utama stok pangan, khususnya bahan pokok yaitu beras. Walaupun sekali dalam seminggu terdapat penjual sayur keliling serta beberapa toko dan warung makanan, tetapi membuat masyarakat Sinar Resmi tetap mengandalkan hasil pertanian setempat untuk memenuhi kebutuhan pokok. Tidak hanya jenis padi lokal yang saat ini digunakan oleh masyarakat, adanya jenis padi umum maupun program bantuan Raskin turut melengkapi kebutuhan pangan pokok sehari-hari. Data ketersediaan beras di Kasepuhan Sinar Resmi disajikan pada tabel 9.
Tabel 9 Ketersediaan jenis beras di masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Jenis Padi Kg/tahun % Padi Buhun (lokal) 10.651 83.4 Padi bubuk (varietas baru) 1165 9.2 Raskin 950 7.4 Total 12766 100 Kepercayaan masyarakat Sinar Resmi dalam sistem pertaniannya adalah tetap menggunakan benih warisan yang dipercaya memiliki kualitas lebih unggul dibandingkan benih padi pada umumnya. Total kepemilikan beras yang terdapat di rumah tangga Sinar Resmi mayoritas dari jenis padi buhun (jenis lokal) 83,4%, sedangknya hanya 9,2% rumah tangga yang menggunakan padi jenis bubuk (varietas baru). Sisanya, 7,4% masyarakat menggunaakan jenis beras Raskin bantuan pemerintah. Beras Raskin ini disediaakan sebagai bantuan warga miskin sebanyak 15 kg per rumah tangga dengan harga Rp 8000,-. Selain adanya ketiga sumber beras yang bisa dimiliki oleh masyarakat, adanya leuit komunal yaitu Si Jimat juga turut membantu warga dalam memenuhi kebutuhan persediaan pangan apabila mengalami kondisi kekurangan. Peminjaman beras dari leuit komunal sebenarnya sangat membantu warga untuk tetap memepertahankan kestabilan pangan walaupun dalam masa sulit (paceklik atau musim kemarau). Untuk mengetahui penggunaan dan kewajiban leuit komunal tersebut, maka disajikan tabel berikut. Tabel 10 Cadangan beras di Leuit Si Jimat dan penggunaannya Variabel n Kewajiban menyimpan padi di Leuit Si Jimat Wajib 21 Tidak Wajib 10 Rumah tangga yang menggunakan padi dari Leuit Si Jimat Ya 0 Tidak 31 Total 33
% 67,74 32,26
0 100 100
Dari total responden, menyatakan sebanyak 64,47% rumah tangga memiliki kewajiban untuk menyumbangkan padi di Leuit Si Jimat setelah panen. Hal ini berguna untuk cadangan pangan bersama apabila terdapat warga yang di kemudian hari mengalami kurang pangan. Jumlah padi yang disimpan di lunbung komunal tidaklah sama antar rumah tangga. Belum jelas dasar antara pembagian jumlahnya, tetapi rumah tangga yang memiliki lumbung pribadi, memiliki kewajiban untuk menyimpan berasnya di lumbung komunal tersebut. Nilai tertinggi jumlah padi yang disimpan di leuit Si Jimat yaitu 20 pocong (60 kg) per keluarga, dan paling sedikit yaitu turut menyumbang satu pocong (3 kg) per keluarga saja setelah panen Selama satu tahun terakhir, ternyata belum ada satu pun keluarga dari Masyarakat Sinar Resmi yang meminjam padi dari Leuit Si Jimat tersebut. Denggan adanya lumbung komunal warga, maka perlu diketahui juga seberapa
besar pengetahuan masyarakat mengenai manfaat Leuit Si Jimat. Data penggunaan padi Leuit Si Jimat tersajikan pada tabel 11 berikut. Tabel 11 Penggunaan beras dari Leuit Si Jimat (leuit komunal) Penggunaan Padi di Leuit Si Jimat n Kegiatan Kasepuhan Seren Tahun 7 Acara adat lainnya 10 Kurang tahu 1 Tidak Tahu 13 Total 31
% 22,58 32,26 3,23 41,94 100
Dari 31 responden, mengatakan bahwa penggunaan padi dari leuit Si Jimat antara lain untuk kegiatan kasepuhan seperti Seren Tahun (satu tahun sekali), acara adat lainnya seperti maulud nabi, dan sebagian menyatakan kurang tahu. Umumnya, masyarakat Sinar Resmi tidak tahu dari penggunaan persediaan padi di lumbung Si Jimat (41,94%), sebagian lagi menyatakan bahwa penggunaanya untuk acara adat Kasepuhan (32,26), contohnya upacara Seren Tahun yang sekali dalam satu tahun. Banyaknya keluarga Sinar Resmi yang kurang memahami dari penggunaan leuit Si Jimat ini dikarenakan, tidak banyak keluarga yang juga turut menyumbang padi di lumbung komunal tersebut. Padahal lumbung komunal tersebut sangat bermanfaat untuk cadangan pangan khususnya beras, apabila menipis. Sehingga warga hanya cukup meminjam beberapa ikat, dan mengembalikan kembali sesuai jumlah tersebut. Selain dari penyimpanan padi di leuit Si Jimat, maka perlu diketahui pula kondisi kestabilan pangan di Kasepuhan Sinar Resmi. Persepsi masyarakat terkait kestabilan pangan didapatkan dari jawaban kuisioner terkait kondisi ketercukupan pangan selama kurang lebih dalam satu terakhir. Dari semua pertanyaan tersebut kemudian di ambil tiga pertanyaan yang sangat terkait dengan kestabilan pangan masyarakat. Data persepsi masyarakat disajikan dalam tabel 12 terdapat berikut ini. Tabel 12 Persepsi masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap kestabilan pangan Persepsi 1. Kecukupan konsumsi beras pasca musim panen Cukup Terkadang cukup Kurang 2. Menerima raskin dalam 1 tahun terakhir Ya Tidak 3. Pernah mengalami ketidakcukupan persediaan pangan dalam satu tahun terakhir Ya, kadang-kadang Ya, sering Tidak Pernah
n
%
19 3 9
61,29 9,68 29,03
23 8
74,19 25,81
10 5 16
32,26 16,13 51,61
Tabel di atas memperlihatkan persepsi responden mengenai ketersediaan bahan pangan selama satu tahun terakhir. Diantara 31 responden, ternyata masih ada yang mengalami kekurangan pangan selama musim paceklik sebesar 29,03%.
Hal ini berkaitan dengan tidak semua tangga yang memiliki leuit atau lumbung sebagai tempat persediaan padi di lumbung. Sebanyak 18,2% masih ada keluarga di Sinar Resmi yang belum memiliki lumbung padi, sehingga mempengaruhi ketersediaan pangan dalam satu tahun. Penerima Raskin (bantuan beras dari pemerintah) cukup tinggi di Sinar Resmi yaitu sebesar 74,19%. Walaupun menerima raskin, tetapi masyarakat Sinar Resmi juga masih memiliki stok beras jenis bubuk dan buhun. Hanya terdapat satu keluarga yang benar-benar hanya memiliki satu sumber beras yaitu jenis raskin saja. Pertanyaan ketiga yaitu terkait kestabilan pangan di masyarakat Sinar Resmi. Sebanyak 51,61% responden mengatakan tidak pernah mengalami ketidakcukupan persediaan pangan dalam satu terakhir. Sedangkan 16,13% lainnya sering mengalami kekurangan pangan dikarenakan stok persediaan beras sedikit atau karena jumlah uang terbatas. Sehingga bisa disimpulkan kondisi persediaan pangan rumah tangga Sinar Resmi tergolong stabil. Pemilihan Makanan Balita Pemilihan jenis pangan yang disukai baik pada individu maupun rumah tangga umumnya dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan juga faktor lingkungan sekitar. Kebiasaan makan sebagai sesuatu yang kompleks karena menyangkut tentng cara memasak, suka dan tidak suka, serta berbagai kepercayaan, pantangan dan persepsi makanan tersebut (Ismayanti dan Budianto 2004). Sementara itu, pemilihan makanan dan kebiasaan makan orang tua memberikan contoh untuk membentuk pemilihan makanan dan kebiasaan makan pada anak-anak (Scaglioni et al 2011). Di masyarakat Sinar Resmi, kesukaan jenis makanan lebih mengacu ke makanan lokal. Hal tersebut akan mempengaruhi status gizi pada masyarakat yang bersangkutan. Adanya tabu makanan yang menjadi adat dan panutan masyarakat juga berpengaruh pada pemilihan makanan kepada anak-anak, dalam hal ini termasuk balita. Tabel 13 Jenis makanan yang disukai balita Kasepuhan Sinar Resmi Pangan yang disukai Lauk Pauk Semua jenis lauk pauk Ikan bawal Ikan Mas Ikan Bolodong Ikan Kedaung Telur ayam Ikan asin Ayam Lainnya Sayuran Semua jenis sayuran Sop sayuran Sayur asam Sayur Jagung Jengkol Lainnya
n
%
6 3 3 1 1 4 1 1 9
19.35 20.0 9.68 3.23 3.23 12.90 6.45 3.23 29.03
7 4 11 1 1 6
22.58 12.90 35.48 3.23 3.23 19.35
Tabel 13 Jenis Makanan yang Disukai Balita Kasepuhan Sinar Resmi (lanjutan) Pangan yang disukai Buah Semua jenis buah Jeruk Rambutan Apel Mangga Lengkeng Semangka Lainnya
n
%
8 2 2 1 4 3 1 10
25.81 6.45 6.45 3.23 12.90 9.68 3.23 32.26
Pada tabel 14 menunjukkan bahwa lauk pauk yang paling disukai oleh balita terdiri dari banyak jenis. Hal ini ditunjukkan persentase jenis lainnya yaitu 29.03% Kemudian pilihan lauk pauk yang disukai adalah adalah jenis ikan, hal ini selain harganya terjangkau juga cara mendapatkannya yang mudah. Untuk jenis sayuran, sayur asam merupakan favorit pangan sayuran untuk balita. Banyaknya tanaman sayuran yang ditaman di sekitar rumah juga memudahkan keluarga di Sinar Resmi dalam menyiapkan makanan berbagai jenis sayur setiap harinya. Selain memudahkan dalam pengolahan, pemilihan beberapa jenis sayuran untuk konsumsi sehari –hari menjadi pilihan baik untuk memenuhi kebutuhan serat balita. Untuk jenis buah, hampir semua jenis buah disukai oleh balita. Lengkeng dan mangga juga merupakan buah favorit balita di Sinar Resmi. Selain rasanya segar, ketersediaan lengkeng dan manga di beberapa warung juga menjadi alasan mengapa rumah tangga disana memilih buah jeruk untuk pemenuhan kebutuhan buah sehari-hari. Setiap satu minggu sekali, terdapat penjual sayur keliling yang juga menjajakan sejumlah buah. Dari akses tersebut, masyarakat cukup memudahkan jenis buah untuk melengkapi kebutuhan pangan harian. Tabu Makanan Adanya tradisi dan kebiasaan terkait pangan yang telah dipercaya oleh suatu masyarakat secara turun-temurun, khususnya masyarakat tradisional atau adat umumnya akan terus dipelihara dan dijalankan demi tetap terpeliharanya tradisi tersebut. Menurut Kittler & Sucher (2011), bahwa tabu makanan merupakan salah satu bentuk kebiasaan makan pada individu atau suatu kelompok masyarakat untuk tidak mengonsumsi suatu jenis pangan karena alasan tertentu (inedible food) yang kemudian diyakini dan diterapkan secara terus-menerus hingga menjadi budaya atau tradisi. Padahal berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, secara rasional tidak semua tradisi atau kepercayaan serta tabu makanan yang diyakini dan diterapkan oleh masyarakat tradisional adalah benar dan bahkan terdapat beberapa tabu makanan yang cenderung merugikan individu khususnya dalam hal asupan gizi pangan yang terlewatkan akibat anggapan tabu tersebut. Salah satu contohnya adalah adanya tradisi serta tabu makanan pada ibu melahirkan dan ibu menyusui di perdesaan Vientiane, Laos berdampak pada masih tingginya risiko stunting pada anak di daerah tersebut (Barennes et al. 2007).
Pada masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, rumah tangganya masih mempercayai dan mematuhi adanya tabu makanan. Tabu makanan di masyarakat Sinar Resmi khususnya kepada ibu hamil, menyusui, anak gadis, maupun balita. Umumnya rumah tangga yang masih mempraktikkan adanya tabu makanan di Kasepuhan Sinar Resmi adalah rumah tangga yang memiliki balita, anak perempuan, remaja putri yang belum menikah, serta ibu hamil. Menurut pendapat masyarakat setempat, beberapa tabu makanan terus-menerus dijaga dan dipatuhi dengan tujuan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan. Adanya larangan konsumsi pangan tertentu karena adat dan tradisi akan tidak menjadi masalah apabila kebutuhan zat gizi untuk balita di daerah tersebut masih bisa terpenuhi dengan sumber makanan yang lainnya. Adapun beberapa jenis pangan yang dianggap tabu oleh masyarakat setempat khususnya untuk balita disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Jenis makanan tabu untuk balita Kasepuhan Sinar Resmi Pangan Tabu Alasan Hati/Ampela Ayam Pamali Jantung pisang Dapat menyebabkan sakit jantung Pisang Ambon Pamali, kulit menjadi licin Air Kelapa Pamali Tunggir ayam Ditinggal mati orangtua dengan cepat Adanya aturan untuk menaati tradisi dan adat masyarakat Sinar Resmi, membuat setiap rumah tangga yang memiliki balita harus juga ikut aturan tersebut. Dari total seluruh balita yang menjadi responden hanya empat keluarga saja yang masih memiliki kepercayaan tabu makanan untuk balita. Seperti yang telah ada di dalam tabel makanan tabu balita di atas, terdapat jenis makanan tabu berasal dari jenis sumber protein hewani. Dalam masa pertumbuhan usia balita, kebutuhan sumber protein hewani sangat diperlukan, sehingga orang tua juga harus memperhatikan pemilihan pangan hewani sehari-hari. Namun, kebutuhan protein hewani masih bisa didaptkan dari sumber pangan hewani jenis lainnya Status Gizi Balita Karakteristik Balita Karakteristik balita yang dianalisis dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin. Jumlah balita dalam penelitian ini sesuai dengan jumlah responden yaitu 31 dengan sebaran karakteristik balita disajikan pada tabel 15. Tabel 15 Sebaran balita berdasarkan usia dan jenis kelamin Karakteristik Usia (bulan) 7-11 12-47 48-59 TOTAL
Laki-laki n
%
7 9 3 19
22.58 29.03 9.68 61.30
Perempuan n % 1 11 0 14
3.22 35.48 00.00 42.42
Sesuai dengan AKG 2013 usia bayi hingga anak-anak terbagi dalam beberapa golongan. Pengelompokkan usia bayi-anak di bawah lima tahun dalam penelitian ini terbagi dalam tiga kelompok usia yaitu 7-11 bulan, 1-3 tahun, dan 4-5 tahun. Balita laki-laki mayoritas pada rentang usia 1-3 tahun yaitu sebanyak 9 anak, begitu pula dengan balita dengan jenis kelamin perempuan mayoritas berusia 1-3 tahun dengan presentase sebesar 35.48%. Konsumsi Pangan Balita Asupan energi dan protein balita merepresentasikan konsumsi pangan balita di Kasepuhan Sinar Resmi. Data sekunder yang diambil adalah hasil Recall 1x24 jam. Konsumsi balita dikategorikan kedalam tiga kelompok umur dan mengacu pada Angka Kecukupan Gizi 2013. Berdasarkan data Recall 1x24 jam balita, kemudian di jumlahkan total konsumsi jumlah energi dan protein yang diasup. Kemudian tingkat kecukupan zat gizinya dipersentasekan. Tabel 16 menunjukkan rata-rata konsumsi energi dan protein balita di Kasepuhan Sinar Resmi. Tabel 16 Rata-rata asupan energi dan protein balita Usia (bulan)
7-11 12-35 35-60
Asupan (Rata-rata) (kkal) 657 1092 1234
Energi AKG (kkal)
TKE (%)
725 1125 1600
90.67 97.09 77.14
Asupan (Rata-rata) (g) 16.56 31.23 32.33
Protein AKG TKP(%) (g) 18 26 35
92.00 120.12 92.37
Berdasarkan tabel 16 rata-rata asupan energi dan protein pada balita usia 736 bulan tergolong baik (80-110%). Hal ini menunjukan asupan gizinya sudah tercukupi. Sementara itu, pada balita kelompok usia 37-60 bulan tingkat kecukupan energinya kurang (77.14%). Hal ini menunjukkan asupan energi pada kelompok balita usia 4-5 tahun masih terdapat belum tercukupi. Tingkat kecukupan energi dan protein balita di Sinar Resmi disajikan pada tabel 17. Tabel 17 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Kategori Kecukupan Energi Kurang (<80%) Baik (80-110%) Lebih (≥110) Total
Energi n 12 12 7 33
% 38.71 38.71 22.58 100
Protein n 13 5 13 33
% 41.94 16.13 41.94 100
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi didapatkan dengan membagi jumlah asupan energi dan zat gizi dengan angka kecukupan gizi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Berdasarkan tabel 4 sebaran tingkat kecukupan energi dan zat gizi menunjukkan bahwa sebagian besar balita di Kasepuhan Sinar Resmi tergolong kurang (38.71%) dan baik (38.71%). Sementara itu, pada tingkat kecukupan protein sebanyak 41.94% balita tergolong kurang. Hasil tersebut dapat mencerminkan bahwa konsumsi pangan balita tergolong kurang baik.
Status Gizi Status gizi pada usia balita dapat diketahui melalui beberapa cara, salah satu ialah dengan melihat status berat badan mereka di Kartu Menuju Sehat (KMS). Akan tetapi, KMS hanya menggambarkan 1 indikator dari 3 indikator status gizi pada balita, yaitu hanya indikator BB/U (berat badan menurut umur). Indikator lainnya yaitu BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) dan TB/U (tinggi badan menurut umur) juga sangat penting diketahui karena orang tua bisa mengindetifikasi secara mendalam penyebab dari masalah gizi yang dialami oleh seorang balita, apakah kronis atau akut, sehingga memungkinkan bantuan tenaga kesehatan menentukan intervensi gizi lanjut yang tepat. Dalam penelitian ini indikator status gizi yang digunakan adalah BB/TB dan TB/U. Sebaran balita berdasarkan status gizi dan usia disajikan pada tabel 18. Tabel 18 Sebaran balita berdasarkan status gizi dan usia Status Gizi BB/TB Sangat kurus Kurus Normal Gemuk TB/U Sangat pendek Pendek Normal Tinggi
Total n (33)
%
2 4 27 0
6.45 12.90 80.65 0.00
4 5 20 4
12.90 16.13 58.06 12.90
Secara umum status gizi balita menurut BB/TB masuk dalam kategori normal sebesar 80.65%, akan tetapi masih ada balita yang masuk dalam kategori kurus dan sangat kurus masing-masing sebesar 12.90% dan 6.45%. Rata-rata zscore BB/TB menurut umur tidak menunjukkan kecenderungan status gizi semakin baik atau buruk seiring bertambahnya usia. Status gizi berdasarkan BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Menurut Supariasa et al. (2012) indikator BB/TB digunakan untuk menilai masalah gizi yang bersifat akut akibat persitiwa yang terjadi dalam waktu singkat tanpa harus mengetahui umur, sehingga dapat mengetahui proporsi tubuh. Sementara itu berdasarkan indikator TB/U status gizi balita termasuk dalam kategori normal sebesar 58.06%, akan tetapi terdapat balita yang masuk dalam kategori pendek dan sangat pendek masing-masing sebesar 16.13% dan 12.90%. Namun begitu prevalensinya masih di bawah skor Riskesdas (2013) yaitu 37.2%. Status gizi berdasarkan TB/U menunjukkan indikasi masalah gizi yang sifatya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya dari pola asuh pemerian makan yang kurang baik ataupun kondisi kemiskinan. Berdasarkan data status gizi dari sebagian responden menunjukkan bahwa asupan zat gizi pada balita di Kasepuhan Sinar Resmi tergolong baik.
Uji Hubungan Variabel Uji hubungan dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga dengan konsumsi pangan balita dan status gizi serta hubungan antara konsumsi pangan balita dengan status gizi balita di Kasepuhan Sinar Resmi. Tingkat pendidikan orang tua, ekonomi rumah tangga, pelayanan lokal kesehatan, kondisi sanitasi dan air menjadi penentu utama pada status gizi balita di suatu masyarakat (Kamiya 2011). Berikut uraian hasil uji hubungannya: Karakteristik Keluarga dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Balita Beberapa faktor sosial ekonomi meliputi besar keluarga, pendaptan per kapita, pendidikan orang tua, dapat mempengaruhi konsumsi jenis pangan pada balita. Pada penelitian Marsaoly (2012) menyatakan bahwa ukura keluarga kecil berhubungan postif signifikan dengan status gizi balita. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan tingkat kecukupan energi (r= -0.796, p=0.000) serta antara besar keluarga dengan tingkat kecukupan protein (r= 0.904, p=0.000). Hasil korelasi Spearman menunjukkan hubungan postif yang signifikan antara pendidikan ibu dengan tingkat kecukupan energi balita (r=0.627 ,p=0.000), serta anatara pendidikan ayah dengan tingkat kecukupan protein balita (r=0.895, p=0.000). Hal ini didukung dengan penelitian Hioui et al. (2008) yang mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan orangtua khususnya ibu, dapat mempengaruhi tingkat kecukupan gizi anggota keluarganya, termasuk anak. Hasil korelasi Spearman juga menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara pendapatan per kapita dengan asupan energi balita (r=0.830, p=0.000) serta antara pendapatan per kapita dengan asupan protein balita (r=0.895, p=0.000). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan semakin tinggi pendapatan maka tingkat kecukupan energi juga makin tinggi (De B. Leite et al. 2013). Penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0.05) antara pendapatan keluarga dengan tingkat kecukupan energi pada balita di Alagos, Brazil. Makin tinggi pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, seingga akan membawa pengaruh terhadap semakin beragam dan banyaknya pangan yang dikonsumsi (Soekirman 1994). Konsumsi Pangan dengan Status Gizi Konsumsi pangan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Seseorang dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang kurang, akan cenderung untuk mengalami kurang gizi. Kualitas dan kuantitas pangan secara langsung menentukan status gizi anggota keluarga (Sanjur 1982). Hasil korelasi Spearman antara asupan energi dan protein dengan status gizi TB/U menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan (r=0.813, p=0.000; r=0.730, p=0.000). Hasil korelasi Spearman juga menunjukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi (BB/TB) balita (r = 0.5541, p = 0.001), serta antara tingkat kecukupan protein dengan status
gizi (BB/TB) (r= 0.532, p=0.002). Hal ini menunjukkan bahwa asupan makanan akan berpengaruh langsung terhadap status gizi seorang balita (Damanik et al. 2010). Jika balita tersebut jatuh sakit maka berat badannya akan menjadi turun sehingga akan berpengaruh terhadap status gizinya (Nurcahyo & Briawan 2010).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi memiliki adat tersendiri yang diwariskan oleh pendahulunya, meskipun terjadi perubahan sosial yang mempengaruhi keberlangsungan kekhasan budaya dalam hal sistem pertanian tradisional. Sebagian masyarakat (8.77%) telah menggunakan bibit padi jenis umum. Sementara itu, masyarakat juga memanfaatkan program Raskin dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok (11.54%). Berdasarkan persepsi kestabilan pangan masyarakat, 51.61% responden menyatakan tidak mengalami kurang pangan selama satu tahun terakhir. Upaya ketahanan pangan yang dilakukan masyarakat antara lain menggunakan leuit sebagai tempat penyimpanan padi (80.6%). Beberapa keluarga di Sinar Resmi masih mempercayai adanya tabu makanan untuk balita antara lain hati dan ampela ayam, jantung pisang, pisang ambon, air kelapa dan tunggir ayam. Berdasarkan karakteristik keluraga, latar belakang pendidikan orang tua responden rata-rata dalam kategori SD/Sederajat. Pekerjaan ayah responden sebagian besar sebagai petani sementara ibu responden sebagai ibu rumah tangga. Menurut pendapatan per kapita per bulan, rumah tangga di Sinar Resmi tergolong miskin dengan pengeluaran terbesar non pangan untuk rokok (37.09%) dan pengeluaran pangan terbesar untuk beras (33.03%). Pada tingkat kecukupan zat gizi, sebagian responden termasuk dalam kategori cukup energi (38.71%) dan cukup protein (16.13%). Status gizi balita di Sinar Resmi tergolong normal pada indikator TB/U (58.06%) dan BB/TB (80.65%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0.05) antara 1) tingkat kecukupan energi dan protein dengan pendidikan kedua orangtua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga, 2) tingkat kecukupann energi dan protein dengan status gizi balita menurut indikator BB/TB maupaun TB/U.
Saran Terdapat sejumlah balita yang mengalami kurang asupan energi dan protein dan beberapa balita dengan kondisi stunting maupun wasting, sehingga diperlukan adanya usaha untuk pelayanan dan perbaikan gizi dalam rangka meningkatkan status gizi balita. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden yang lebih banyak untuk mengetahui aspek sosio-budaya gizi yang mempengaruhi status gizi balita di Kasepuhan Sinar Resmi.
DAFTAR PUSTAKA [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Paket Pelatihan Keluarga Berencana. Jakarta (ID): BKKBN. Adeladza A. 2009. The influence of socio-economic and nutritional characteristics on child growth in Kwale Disctrict of Kenya. African Journal of Food Agricultural Nutrition and Development. 9(7) Badake QD et al. 2014. Nutritional status of children under five years and associated factors in Mbere, South District Kenya. African Crop Science Journal. 22(4) : 799-806. Badan Urusan Logistik. 2010. Sekilas RASKIN [Internet]. [diunduh 2017 Maret 06]. Tersedia pada: http://www.bulog.co.id/sekilas_raskin.php. Barennes H, Simmala C, Odermatt P, Thaybouavone T, Vallee J, Ussel BM, Newton PM, and Strobel M. 2007. Postpartum traditions and nutrition practices among urban Lao women and their infants in Vientiane, Lao PDR. Eur J Clin Nutr. 2009 (63): 323–331. doi:10.1038/sj.ejcn.1602928. Begum et al. 2010 Begum S, Khan M, Farooq M, Begum N, and Shah IU. 2010. Socio economic factors affecting food consumption pattern in rural area of district Nowshera, Pakistan. Sarhad J. Agric. 26(4): 649-653. Damanik MR, Ekayanti, I, Hariyadi D. 2010. Analisis pengaruh pendidikan ibu terha-dap status gizi balita di Proponsi Kalimantan Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 5(2):69-77. De B Leite FM et al. 2013. Food intake and nutritional status of pre-school from Maroon communities of The State Alagos, Brazil. Revista Paulista de Pediatrica. 31(4): 444-51. doi: 10.1590/50103-05822013000400005. Dewi, RK. 2015. Studi sistem pangan, aspek sosial, budaya, dan status gizi balita pada masyarakat Sedulur Sikep di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [Depkes] Departemen Kesehatan. 2009. Klasifikasi Umur Menurut Kategori. Jakarta (ID): Depkes. [DPR RI] Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 1996. Lembaran Negara UU No 7 Tahun 1996. Jakarta (ID): DPR RI. 2012.Lembaran Negara UU No 18 Tahun 2012. Jakarta (ID): DPR RI. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta (ID): Kemenkes RI. Hardinsyah dan Briawan 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Hioui ME, Ahami AO, Aboussaleh Y, Rusinek S, Khalid D, Soualem A. 2008. Iron deficiency and anaemia in rural school children in a coastal area of Morocco. Pakistan J of Nutr 7 (3):400-403, 2008. Hurlock EB. 2001. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Erlangga.
Kamiya Y. 2011. Socioeconomic determinants of nutritional status of children in Lao PDR: effects of household and community factors. Journal Health Population Nutrition 29.(4): 339-348. ISSN 1606-0997. Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES, dan Wigna W. 2009. Socio-cultural aspects of nutrition and food system of Baduy Tribe in Indonesia. Department of Communiry Nutrition and Neys-van Hoogstraten, Foundation, Faculty of Human Ecology, Bogor Agricultural University. Khomsan A, Riyadi H, dan Marliyani SA. Ketahanan pangan dan gizi serta mekanisme bertahan pada masyarakat tradisional suku Ciptagelar di Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 18(3):186-193 ISSN 08534217. [Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta (ID): Kemenkes . 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Kemenkes. Kittler PG and Sucher KP. 2011. Food and Culture. Sixth edition. USA (US): The Thomson Corporation. Marsaoly E. 2010. Hubungan ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi balita di Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto [tesis]. Makasar (ID):Universitas Hasanuddin Makassar Meliono VI, Budianto M. 2004. Dimensi etis terhadap budaya makan dan dampak pada masyarakat. Makara, Sosial Humaniora. 8(2): 65-70. Nagda BL. 2004. Tribal population and health in Rajasthan. Stud. Tribes Tribals. 2(1): 1-8. Nurcahyo, K. Briawan, D., Konsumsi pangan penyakit infeksi dan status gizi anak balita pasca perawatan gizi buruk. Jurnal Gizi dan Pangan, 5(3):164-170. Nurwijayanti, Suyadi, Djati MS, Yanuwiadi B. 2015. Strategies for improving nutritional status of children under five in communities. Journal of Applied Environmental and Biological Sciences. 6(2): 37-45, ISSN: 2090-4274, Patriasih R, Wigna W, Widiaty I, Riyadi H, Khomsan A, Anwar F. 2016. Social Changes, Food and Nutrition Systems, and Dietary Diversity of Indigenous People in West Java: a Study in Kasepuhan Ciptageral and Sinarresmi. Bogor (ID) : IPB Pr. Profil Desa/Kelurahan Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Tahun 2015. Sanjur D. 1982. Social dan Cultural Perpective in Nutrition. Washington DC: Prentice-Hall, Inc. New York, USA. Scaglioni S, Arrizza C, Vecchi F, Tedeschi S. 2011. Determinants of children‟s eating behavior. The American Journal of Clinical Nutrition. 94(suppl):2006S–11S. Soekirman, 1994. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas IPB. Sukatman. 2012. Butir-Butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan Pembelajarannya, Yogyakarta: Laksbang Presindo. Supariasa IDN, Bakri B, dan Fajar I. 2002 Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Untoro D. 2010. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta (ID): Laksbang Presindo. [WHO] World Health Organization. 2015. Regional Report on Nutrition Security in ASEAN with support from the EU/UNICEF Maternal and Young Child Initiative in Asia (MYCNSIA)Vol (2). Geneva: WHO [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): LIPI [WNPG] ______________________________. 2013. Angka Kecukupan gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Dirjen Bina Gizi, KementrianKesehatan RI.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 27 Januari 1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Djoko Boedi Soetrisno dan Ibu Magdalenna Kiswanti Utami. Tahun 2012, penulis lulus dari SMA Negeri 3 Madiun dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) Undangan, diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama berkuliah, penulis pernah memperoleh beasiswa dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) IPB yang diberikan pada tahun 2013/2014 dan beasiswa bantuan pendidikan dari Majalah Sains Indonesia (MSI) pada tahun 2016/2017. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di bagian kesekretarian dan personalia organisasi Resimen Mahasiswa Kompi A IPB 2013-2015, menjadi salah satu pengajar di bimbingan belajar Al-Fataah Bogor 2013-2015, menjadi staf di divisi Fundraising dan Entrepreneurship BEM TPB IPB 2013, sebagai anggota Biro Bisnis Kemitraan BEM KM IPB 2014, staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia BEM FEMA 2015, aktif di UKM IGAF (Indonesian Green Action Forum) LC IPB 2014-2015, serta menjadi anggota Kementerian Pertanian dan Lingkungan Hidup BEM KM 2016. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian dan kegiatan sosial di kampus antara lain IPB Dedication for Education (IDEA) BEM KM 2013, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru IPB 2013, Pemira FEMA tahun 2013, Pengabdian Masyarakat SAMISAENA FEMA 2014, Rapat Kerja Nasional V ILMAGI 2013, fasilitator pada Pekan Sarapan Sehat 2015 oleh PERGIZI dan AIPGI, serta menjadi volunteer pada The 23rd Tri-U International Joint Seminar and Symposium 2016. Pada bulan Juli-September 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata-Profesi di Desa Sukatani, Kabupaten Sumedang Jawa Barat dan pada bulan Agustus-September 2016 penulis melaksanakan Internship Dietetics di Rumah Sakit dr. Marzoeki Mahdi Bogor. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kompetisi, konferensi dan forum selama masa perkuliahan. Prestasi penulis diantaranya menjadi juara III pada kompetisi Poster dan Artikel oleh FISIP UI 2012, menjadi presentan pada Simposium Naisonal 100 Penelitian Terbaru Pangan dan Gizi bidang Inovasi Produk oleh PERGIZI Pangan Indoneisa 2013, juara I kompetisi paper oleh Universitas Telkom 2013, juara I Duta Kesehatan “Health in Campus” 2014 oleh FKM UI, mendapatkan hibah Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) 2014, peserta Indonesia-Korea Friendship and Cultural Program 2015 oleh Komunitas Muda Menginspirasi UGM, peserta 7th World Water Forum (WWF) oleh World Water Council 2015, dan juara II FEMA Debate Contest (FDC) oleh BEM FEMA 2015. Pada tahun 2016 penulis sempat menjadi presentan pada kegiatan AUSN Summit oleh Eubois Ethics Institute di Universitas Chulalongkorn, kemudian menjadi peserta pada South East Asia Leader Summit 2016 yang diselenggarakan oleh Nusantara Young Leader, serta sebagai salah satu pemenang program lingkungan pada kegiatan Eco-League the Environmental Forum for International University Student oleh NGO Daejayon mewakili Kementerian PLH BEM KM IPB 2016.