SOSIOLOGI PERTANIAN - BLOG UB

Download SOSIOLOGI PERTANIAN: Kelembagaan Pendukung Bagi Pengembangan. Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura. Nasrun Hasibuan. Lab. Komunikas...

0 downloads 506 Views 342KB Size
SOSIOLOGI PERTANIAN: Kelembagaan Pendukung Bagi Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura

Nasrun Hasibuan Lab. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email : [email protected] Tujuan Pembelajaran 1. Pendahuluan 5. Memperkuat Kelembagaan 2. Sistem Agribisnis Agribisnis 3. Keragaan dan Peranan Kelembagaan 6. Penutup Agribisnis Pertanyaan Diskusi 4. Permasalahan Kelembagaan Agribisnis

Tujuan Pembelajaran 1 2

3 4

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa akan mampu : Menjelaskan pengertian sistem agribisnis dan subsistemnya Menjelaskan pengertian kelembagaan pertanian. Mampu menyebutkan dan menjelaskan keragaan dan peranan kelembagaan agibisnis Menyebutkan dan menjelaskan permasalahan-permasalahan dalam kelembagaan agribisnis Menjelaskan hal – hal yang memperkuat kelembagaan agibisnis

1. Pendahuluan Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Peran tersebut pada PJP I cukup dominan terutama dalam hal sumbangan terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja dan devisa negara. Sejak repelita VI sebagai awal pembangunan jangka panjang II (PJP II) orientasi pembangunan pertanian mengalami perubahan yang mendasar, dan orientasi pada peningkatan produksi, menjadi pembangunan pertanian yang berorientasi pada peningkatan produksi, menjadi pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis. Reorientasi arah pembangunan pertanian tersebut pada dasarnya adalah rancangan strategis untuk dapat menhawab tantangan masa depan, yang pada hakikatnya merupakan antisipasi terhadap perubahan dalam negeri dan lingkungan global yang berkembang secara cepat dan dinamis. Dengan terbentuknya WTO dan adanya kesepakatan Negara-negara kawasan seperti AFTA (2003), APEC (2020), NAFTA, MEE dan sebagainya, mau tidak mau akan melibatkan Indonesia pada perdagangan global yang semakin kompetitif.

MODUL

8

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

Untuk menghadapi tantangan pasar global yang semakin ketat dan kompleks tersebut, maka tidak ada pilihan bagi Indonesia kecuali mengubah secara terencana wajah pertanian dari corak subsistem atau tradisional menjadi pertanina yang maju, efisien dan tangguh sebagai wujud pertanian modern yang berdaya saing tinggi. Corak pertanian seperti ini menuntut efisiensi yang tinggi, berorientasi pasar dan mampu bersaing di bidang mutu (quality), jumlah (quantity), kontinuitas (continuity), ketepatan waktu (delivery on time) dan harga (price) baik di pasar dalam negeri (domestic) maupun di pasar internasional (export). Sistem pertanian modern tersebut merupakan kegiatan usaha yang berbasis pertanian dan dilaksanakan atas dasar keterpaduan dalam suatu sistem agribisnis, berorientasi pasar, memanfaatkan sumberdaya secara optimal, dikelola secara professional, didukung oleh sumber daya manusia berkualitas, menerapkan teknologi tepat guna, berwawasan lingkungan serta didukung oleh kelembagaan agribisnis yang kokoh1. Di tengah kondisi krisis ekonomi dewasa ini, upaya untuk mewujudkan sistem pertanian modern ini terus dilaksanakan agar sektor ini tetap menjadi andalan pembangunan ekonomi nasional. Untuk itu cara pandang terhadap sektor pertanian tidak lagi dapat dianggap sebagai motor penggerak (prime mover) perekonomian nasional. Hal ini mengharuskan adanya reformasi di bidang pertanian, agar mampu menggerakkan kembali roda pembangunan serta memberdayakan perekonomian rakyat di pedesaan. Reformasi di sektor pertanian merupakan pembaharuan secara berkesinambungan di semua aspek pembangunan, meliputi kebijaksanaan, pelaksanaan dan program dalam berbagai bidang seperti penyediaan dan penyaluran saprodi, dukungan kelembagaan dan permodalan serta pengolahan dan pemasaran hasil.2 Selanjutnya reformasi pertanian juga dimaksudkan untuk mendukung program demokratisasi dalam pembangunan pertanian melalui langkah revitalisasi kelembagaan dan aparat pertanian, privatisasi, dan percepatan pelaksanaan otonomi di bidang pertanian. Salah satu wujud reformasi ini adalah perlunya memperkuat dan menata kembali kelembagaan yang mendukung dan merupakan komponen penggerak dalam sistem agribisnis yang dinamis. 2. Sistem Agribisnis Berlangsungnya proses industrialisasi telah mengubah kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati dari sekedar bentuk pertanian primer menjadi suatu sektor ekonomi modern yang dinamakan sebagai sektor agribisnis yang mencakup “… the sun total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production activities on the farm, storage, processing and distribution of farm commodities and items for them…”. Dengan perkataan lain, sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, mencakup paling sedikit empat subsistem yaitu :3

1) Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obatobatan, bibit/ benih, alat dan mesin pertanian, dll). 1)Kesimpulan Rapat Kerja Nasional Departemen Pertanian (1995), BAB II. Kesimpulan Mengenai Pertanian Modern 2)Soleh Solahudin, 1998; Reformasi Pembangunan Pertanian Program Jangka Pendek Peningkatan Produksi Pangan. Page 2 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

2)Subsistem usaha tani (on farm agribusiness) disebut sebagai sektor pertanian primer. 3) Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestic internasional. 4) Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis, penelitian dan sebagainya. Dalam struktur perekonomian nasional, sektor agribisnis memiliki jangkauan dan ruang gerak yang sangat luas yaitu dari skala usaha tani yang dikelola keluarga sampai dengan skala usaha tani di tingkat nasional. Selain itu, agribisnis juga mencakup keterkaitannya antara sektor pertanian dengan sektor industri hingga seluruh jaringan sistem pertanian, mulai dari pengorganisasian produksi hingga pendistribusian hasil produksi. Secara konseptional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran saran produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu :5

1) Subsistem pengadaan atau penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia. 2) Subsistem budidaya dan usaha tani 3) Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri 4) Subsistem pemasaran hasil pertanian. Dengan pendekatan sistem tersebut di atas, orientasi pembangunan pertanian mencakup seluruh aspek di dalam sistem agribisnis yang dilakukan secara terpadu, dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Rangkaian kegiatan yang terkait dalam sistem agribisnis tersebut di atas di gerakkan oleh berbagai kelembagaan. Peranan kelembagaan dalam sistem agribisnis sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian di masa depan. Selain itu, pertanian berwawasan agribisnis memerlukan “dukungan rancangan bangun kelembagaan” dalam suatu bentuk jaringan kelembagaan agribisnis yang terpadu, sistematis, dan berfungsi secara efisien dalam mendukung kegiatan pertanian.ribisnis dalam bentuk unit-unit usaha dalam subsistem saran produksi, usaha tani / produksi, pasca panen dan pengolahan serta pemasaran hasil, memerlukan dukungan pembinaan yang trearah dan terkoordinasi lintas sektor. Oleh karena itu pemberdayaan kelembagaan menuju bangun kelembagaan agribisnis yang tangguh merupakan salah satu strategi dalam pembangunan agribisnis. Ketangguhan kelembagaan semacam ini menjadi syarat mutlak bagi pelaku-pelaku pertanian untuk mampu mengapresiasikan jati dirinya dalam era persaingan mendatang.

Page 3 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

3. Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis Keberhasilan pembangunan sektor agribisnis tidak terlepas dari faktor manusia sebagai pelaku dan sekaligus sebagai tujuan pembangunan serta kelembagaan sebagai wahana di dalam kegiatan pengembangan agribisnis. Kelembagaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan agribisnis. Yang dimaksud dengan kelembagaan adalah berupa tradisi baru maupun pranata baru yang cocok dengan tuntutan industrialisasi atau organisasi yang mampu menghasilkan ragam produk yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif 6. Untuk lebih mengenal kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis, berikut ini akan disajikan berbagai bentuk kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis.

 Kelembagaan sarana produksi Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti : BUMN, Koperasi Unit Desa (KUD) dan usaha perdagangan swasta. Kelembagaan ini pada umumnya melakukan usaha dalam produksi, perdagangan/ pemasaran saran produksi seperti pupuk, pestisida, dan benih/ bibit tanaman yang diperlukan petani.

1) Produsen Saprodi Kelembagaan saran produksi ini ada yang berfungsi sebagai produsen atau perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk seperti PT Pusri, PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT ASEAN Aceh Fertilizer. Produsen pupuk tersebut menghasilkan pupuk Urea, SP-36, dan ZA. Selain dari produsen pupuk, ada pula perushaan yang memproduksi pestisida (sebagai formulator) dan produsen penghasil pupuk alternatif seperti pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), dan sebagainya. Selain itu terdapat pula kelembagan yang bergerak di bidang produksi benih, baik BUMN seperti PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, maupun perusahaan swasta penghasil benih seperti PT BISI, PT CArgil, PT Pionir dan sebagainya. 2) Distributor / penyalur saprodi Kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang distribusi/ penyaluran sarana produksi ini cukup banyak jumlahnya, baik yang berstatus sebagai perusahaan BUMN maupun swasta dan koperasi / KUD. Kelembagaan ini tersebar di sentra-sentra produksi tanaman pangan dan holtikultura di daerah. Di tingkat pedesaan kelembagaan ini berwujud sebagai kios-kios sarana produksi dan tempat pelayanan koperasi (TPK) yang berfungsi sebagai pengecer sarana produksi langsung kepada petani selaku konsumen. 3) Asosiasi Untuk mengkoordinasikan kegiatan baik di bidang produksi maupun distribusi sarana produksi, biasanya beberapa kelembagaan usaha membentuk asosiasi. Di bidang produksi ada asosiasi produsen pupuk Indonesia (APPI) yang meliputi produsen pupuk perusahaan BUMN, sedang di bidang Page 4 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

ekspor/impor ada asosiasi niaga pupuk Indonesia (ANPI) yang merupakan wadah bagi eksportir/importir pupuk.  Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha tani/produksi meliputi : 1) Rumah Tangga petani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan dan hortikultura;2) kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, dan 3) kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangan dan holtikultura. Jumlah rumah tangga petani sebagai unit usaha tani yang bergerak di bidang tanaman pangan dan holtikultura berjumlah + 18, 1 juta unit, sedang kelembagaan petani dalam bentuk kelompok tani berjumlah 354.894 kelompok 7. Dari jumlah kelompok tani tersebut sebanyak 127.339 kelompok (37,1%) kelas pemula, sebanyak 119.971 kelompok (33,8%) kelas lanjut, sebanyak 73.814 kelompok (20.8%) kelas madya dan 23.016 kelompok (6.5%) kelas utama. Sisanya sebanyak 10.754 kelompok (3.0%) belum dikukuhkan. Baik unit-unit usaha tani dalam bentuk rumah tangga petani maupun kelompok tani, merupakan kelembagaan non-formal yang melaksanakan fungsi agribisnis di pedesaan. Kelompok tani sebagai bentuk kelembagaan yang lebih maju dan terorganisasi, berfungsi sebagai : 1) wadah berproduksi, 2) wahana kerjasama antar anggota kelompok tani, dan 3) kelas belajar di antara petani/ anggota kelompok tani. Selain dari kelembagaan non-formal tersebut di atas, di bidang produksi tanaman pangan dan holtikultura terdapat pula kelembagaan yang relatif lebih maju (kelembagaan usaha) dan lebih modern. Kelembagaan tersebut berupa kelembagaan usaha budidaya tanaman pangan dan holtikultura. Kelembagaan ini dapat berwujud perusahaan budidaya murni atau perusahaan budidaya terpadu dengan pengolahan (agroindustri). Pengelolaan perusahaan budidaya ini dilakukan dengan manajemen yang lebih maju, dan status legalnya adalah sebagai perusahaan berbadan hokum yang memang dirancang dengan baik melalui investasi di bidang usaha budidaya tanaman. Bentuk investasinya dapat berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA), dua-duanya mendapat fasilitas dari pemerintah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang No 11 tahun 1970 untuk PMA dan Undang-undang no. 6 yahun 1968 jo. Undang-undang no 12 tahun 1972 untuk PMDN. Selain dari PMA dan PMDN ada pula investasi di luar ketentuan tersebut (non fasilitas) yang dilakukan oleh pengusaha dalam negeri (swasta nasional). Jumlah perusahaan yang melakukan investasi di bidang tanaman pangan dan holtikultura terdiri dari PMA sebanyak 53 perusahaan, PMDN sebanyak 209 perusahaan, dan swasta nasional non-fasilitas sebanyak 45 perusahaan.8 Page 5 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

Iklim usaha yang belum kondusif, tampaknya mengakibatkan perkembangan investasi di bidang usaha budidaya tanaman pangan dan holtikultura ini berjalan sangat lambat, meskipun pemerintah telah berupaya menerapkan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi.  Kelembagaan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil Kelembagaan yang terkait dengan pasca panen dan pengolahan hasil ini dapat dibedakan antara lain : 1) kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen meliputi : usaha perontokan, seperti usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) power thresher dan corn sheller, usaha pelayanan jasa alsintan pengeringan dengan alsin dryer, usaha pelayanan jasa alsintan panen dengan reaper, usaha pengemasan sortasi grading yang dilakukan oleh pedagang dan sebagainya; 2) kelembagaan usaha di bidang pengolahan (agroindustri) seperti perusahaan penggilingan padi yang beroperasi sampai dengan tahun 1997 sebanyak 74.000 unit, industri tepung tapioca, industri pembuatan tahu/ tempe, industri kecap, industri kripik emping, industri pembuatan selai, industri pembuatan juice buah-buahan, industri pengalengan buah-buahan dan sebagainya, 3) kelembagaan lumbung desa yang berperan untuk mengatasi masalah pangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sangat mendesak, di mana ketersediaan pangan tidak mencukupi sementara untuk memperolehnya masyarakat relative tidak memiliki daya beli. Lumbung desa ini dikelola oleh LKMD. Dilihat dari skala usaha, unit usaha di bidang pasca panen dan pengolahan hasil ini meliputu usaha dalam skala kecil (skala rumah tangga), skala menengah dan skala besar yang dikelola dalam bentuk perusahaan industri pengolahan hasil pertanian, yang tersebar baik di pedesaan maupun di kota.  Kelembagaan Pemasaran Hasil Kelembagaan pemasaran dalam sistem agribisnis menempati posisi yang sangat penting, karena melalui kelembagaan ini arus komoditi atau barang berupa hasil pertanian dari produsen disampaikan kepada konsumen. Kelembagaan pemasaran meliputi kelembagaan yang terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas dari produsen ke konsumen. Kelembagaan tersebut dapat berupa pedagang pengumpul yang ada di daerah produsen (kabupaten/kecamatan), pedagang antar daerah yang berada di kabupaten dan provinsi, dan pedagang grosir yang ada di kabupaten dan provinsi, dan pedagang pengecer ke konsumen. Kelembagaan pemasaran ini dapat pula dikelompokkan kedalam perusahaan BUMN seperti Dolog yang ada di 27 provinsi dengan kegiatan pengadaan dan distribusi pangan (beras), swasta dan koperasi/ KUD yang melakukan kegiatan pemasaran hasil. Jumlah KUD yang menangani komoditi tanaman pangan dan holtikultura sebanyak 6.148 KUD (1997).9 Selain dari kelembagaan pemasaran tersebut di atas terdapat pula asosiasi pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura yang terdiri dari : 1) asosiasi bunga Indonesia yang meliputi 23 perusahaan, 2) asosiasi pemasaran holtikultura yang merupakan gabungan dari 13 pengusaha yang melakukan Page 6 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri, 3) asosiasi eksportir holtikultura yang terdiri dari 17 perusahaan eksportir, 4) gabungan perusahaan makanan ternak (GPMT) merupakan gabungan beberapa perusahaan makanan ternak yang melakukan kegiatan pemasaran dalam negeri dan impor, 5) asosiasi tepung tapioca Indonesia (ATTI) yang melakukan kegiatan produksi tepung tapioca dan pemasaran baik di dalam maupun luar negeri. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah mata rantai tata niaga yang diperlukan. Pada umumnya kelembagaan pemasaran ini merupakan unit-unit usaha di bidang jasa perdagangan, termasuk juga usaha jasa transportasi hasil pertanian. Skala usahanya pun mulai dari usaha skala kecil, menengah sampai dalambentuk usaha jasa perdagangan antar daerah, antar pulau dan ekspor ke luar negeri.  Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung Di dalam sistem agribisnis terdapat pula subsistem jasa layanan pendukung dengan berbagai kelembagaan yang sangat berbeda fungsinya. Kelembagaan ini sangat menentukan keberhasilan kelembagaan agribisnis dalam mencapai tujuannya. Di antara banyak kelembagaan jasa layanan pendukun ada beberapa yang dianggap penting, antara lain : 1) Kelembagaan di Bidang Permodalan Kelembagaan ini juga sangat bervariasi mulai dari perbankan (Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat/ BPR), Dana Ventura (sebagai lembaga keuangan non bank), maupun dana dari penyisihan keuntungan BUMN. Kelembagaan permodalan ini menyediakan modal bagi sektor agribisnis baik berbasis komersial murni maupun menyalurkan kredit program yang di skemakan oleh pemerintah. 2) Kelembagaan di Bidang Penyediaan Alsintan Wujud kelembagaan ini berupa perusahaan/ industri pembuatan dan perakitan alsintan baik skala besar maupun skala menengah dan kecil, termasuk usaha perbengkelan yang melakukan perakitan dan pembuat alsintan sederhana yang tersebar di daerah-daerah. Usaha perbengkelan dan produsen alsintan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan pendayagunaan dalam mendukung keberhasilan pendayagunaan dan pengembangan alsintan melalui usaha pelayanan jasa. Dengan adanya usaha perbengkelan dan produsen alsintan diharapkan dapat berperan serta dalam mendukung upaya pengembangan UPJA di daerah. Dari 335 usaha perbengkelan yang telah dibina sampai saat ini, ada yang masih belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Dari 335 usaha perbengkelan binaan tersebut, diantaranya terdapat sebanyak 136 usaha perbengkelan sudah dievaluasi dengan hasil 96 usaha perbengkelan (70,58%) masih berfungsi sebagai usaha perbengkelan alsintan, sisanya beralih fungsi pada usaha perbengkelan non alsintan. 3) Kelembagaan Aparatur

Page 7 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

a) Kelembagaan aparatur yang melaksanakan fungsi pelayanan / penyuluhan adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah BPP yang ada saat ini sebanyak 3.083 unit. Di samping BPP, ada pula Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP), merupakan kelembagaan “baru” dari peningkatan status BPP yang ada. Jumlah BIPP telah mencapai 250 unit, di mana direncanakan setiap Pemda Tingkat II Kabupaten/ Kotamadya memiliki kelembagaan BIPP masing-masing sebanyak 1 unit. b) Selain dari kelembagaan penyuluhan, ada pula kelembagaan aparatur yang memiliki fungsi pengaturan dan pembinaan antara lain adalah organisasi pemerintah baik di pusat (Deptan dan instansi lintas sektor terkait dalam pengembangan agribisnis) dan tingkat provinsi (Kanwil Pertanian dan instansi terkait serta dinas pertanian dan instansi terkait di tingkat kabupaten. Dalam kelembagaan aparatur ini termasuk juga kelembagaan penelitian sebagai sumber teknologi dalam pengembangan agribisnis.

4. Permasalahan dan Kelembagaan Agribisnis Selama pembanguna jangka panjang tahap pertama, telah berhasil ditumbuhkan dan dibangun berbagai kelembagaan agribisnis baik kelembagaan formal maupun kelembagaan non formal. Kebijaksanaan pemerintah selama ini dalam membangun kelembagaan agribisnis telah banyak mendorong tumbuhnya usaha/ industri yang bergerak di bidang agribisnis baik BUMN, swasta maupun koperasi. Namun demikian sektor agribisnis ini tetap berkembang agak lamban, terutama agribisnis tanaman pangan dan holtikultura. Apabila ditelusuri lebih jauh lambatnya perkembangan agribisnis tanaman pangan dan holtikultura disebabkan antara lain :

 Kebijaksanaan kurang mendukung Berbagai kebijaksanaan pemerintah yang menumbuhkan kelembagaan melalui Top-down policy tampaknya belum dapat menghasilkan kelembagaan agribisnis yang kuat dan mandiri. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam mendesain penumbuhan kelompok tani, koperasi unit desa, dan kelembagaan sarana produksi lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada kelembagaan pasca panen, pengolahan, pemasaran hasil serta kelembagaan permodalan. Intervensi pemerintah tampaknya terlalu jauh masuk dalam kelembagaan agribisnis, sehingga terkesan membatasi ruang gerak bisnis yang dilakukan oleh kelembagaan yang bersangkutan. Hal ini diperparah lagi dengan berbagai kebijkasanaan yang mendorong kea rah terjadinya “monopoli” dalam usaha di bidang agribisnis, pengendali harga, subsidi, dan sebagainya.

Page 8 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

Selain itu kebijaksanaan di bidang perizinan yang masih terkesan terlalu birokratis dan “over regulated” juga mempengaruhi kinerja kelembagaan agribisnis di bidang tanaman pangan dan holtikultura. Dalam menghadapi era globalisasi dan liberalisasi yang dicirikan dengan persainagn yang semakin ketat; reformasi di bidang kebijaksanaan dalam membangun kelembagaan agribisnis ini merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi, dan mutlak harus dilaksanakan. Upaya deregulasi, dan debirokratisasi di bidang pembangunan kelembagaan agribisnis ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses reformasi. 

Masalah intern kelembagaan Sebagai dampak dari kebijaksanaan sebagaimana diuraikan di atas, terlihat dengan jelas pada

kinerja kelembagaan yang masih belum sesuai dengan harapan. Apabila ditelusuri lebih jauh ke dalam setiap subsistem agribisnis, akan ditemukan titik-titik rawan berupa kelembagaan yang kinerjanya rendah sebagai berikut : 1) Kelembagaan sarana produksi Titik rawan dan kelemahan yang terlihat dalam kelembagaan sarana produksi antara lain dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang dilakukan oleh KUD. Akibat manajemen yang lemah, intervensi dan regulasi berlebihan, kemampuan KUD dalam penyaluran saprodi seperti pupuk, pestisida dan benih sangat lemah. Hal ini juga terlihat dari kinerja kelembagaan ini dalam penyaluran KUT, pengadaan pangan dan penyediaan komoditi ekonomi pedesaan lainnya, meskipun tindakan “pembenahan” terus dilakukan oleh pemerintah. Titik rawan berikutnya dalam rangkaian kelembagaan sarana produksi adalah kelembagaan penyediaan benih/ bibit, baik produsen benih (BUMN, swasta) maupun kelembagaan penangkar dan penyaluran di tingkat lapangan. Akibat kelemahan kelembagaan ini dalam menangani penyediaan saprodi maka prinsip enam tepat yaitu tepat jenis, jumlah, waktu, lokasi, harga dan mutu sarana produksi sering tidak tercapai.10 2) Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi Unit usaha tani keluarga sebagai kelembagaan usaha tani terkecil masih menghadapi masalah struktural yang masih sulit diatasi. Masalah yang menonjol antara lain rendahnya tingkat pendidikan petani selaku pelaku agribisnis. Berdasar sensus pertanian 1993 11 sebanyak 10,7 juta jiwa (54,3%) tidak tamat SD, sebanyak 8,0 juta jiwa (40,7%) lulus SD dan sisanya lulus SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Selain tingkat pendidikan yang rendah, kepemilikan lahan usaha juga relative kecil, masing-masing 51,5% kepemilikan lahan usaha tani kurang dari 0,5 Ha/KK petani, 29,0% memiliki lahan antara 0,5-1,0 ha dan 19,5% pemilikan lahan di atas 1,0 ha/ KK petani.

Page 9 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

Sejalan dengan masalah tersebut di atas, dari segi kelembagaan tani berupa kelompok tani, juga mengalami masalah yaitu sebagian besar kelompok tani memiliki tingkat kemampuan kelas pemula 37,1% kelas lanjut 33,8% sedangkan kelas madya baru sebesar 20,8% dan kelas utama sebanyak 3,0%. Masalah struktural tersebut di atas tampaknya menyulitkan upaya memposisikan petani/ kelompok tani sebagai kelembagaan agribisnis yang tangguh. 3) Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil Masalah yang dihadapi kelembagaan pasca panen yang melakukan usaha di bidang pasca panen primer adalah : masalah teknologi yang terkait dengan alsin, permodalan, dan menejemen usaha. Sebagian besar kelembagaan usaha yang bergerak di bidang pasca panen primer ini adalah usaha kecil di pedesaan. Berbeda dengan unit usaha pasca panen primer, unit usaha di bidang pengolahan hasil tanaman pangan dan holtikiultura menghadapi permasalahan uang berbeda, tergantung komoditi yang diolah. Permasalahan di bidang pengolahan hasil dapat dalam bentuk ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu, kesulitan modal usaha (bagi usaha kecil), persaingan bisnis (usaha kecil vs perusahaan besar), permodalan dan manajemen usaha. 4) Kelembagaan Pemasaran Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut : a) efisiensi pemasaran yang rendah, karena panjangnya rantai pemasaran dan biaya transportasi yang tinggi sehingga biaya pemasaran menjadi tinggi, b) fluktuasi harga yang besar c) permodalan usaha serta d) keterampilan manajemen di bidang usaha pemasaran hasil yang masih rendah. Kemampuan kelembagaan pemasaran dalam mengkoordinasikan permintaan dan penawaran komoditas tanaman pangan dan holtikultura secara efektif masih rendah, dan tidak mampu mengendalikan sifat pasar yang monopsonistis atau oligopsonistis yang cenderung menekan harga pada tingkat petani. 5) Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung Di antara kelembagaan jasa layanan pendukung, maka kelembagaan permodalan merupakan kelembagaan penting yang posisinya relative lemah, banyak skema-skema kredit yang disediakan pemerintah di bidang agribisnis belum dapat dimanfaatkan secara maksimal

untuk mendorong

perkembangan agribisnis. Pemerintah dalam hal ini telah merencanakan 13 skema kredit dengan bunga “rendah” dengan dana sebesar Rp. 10,8 Trilyun. Bahkan akhir-akhir ini berkembang menjadi 17 skema. Masalah pokoknya antara lain: skema tersebut belum memasyarakat, da prosedur untuk mendapatkan kkredit masih dianggap belum sederhana. Selain kelembagaan permodalan, kelembagaan jasa layanan pendukung yang mempunyai fungsi strategis dala pembangunan sistem agribisnis adalah BPP. Kelembagaan ini meskipun jumlahnya banyak Page 10 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

dan tersebar di hampir setiap kecamatan, namun kemampuannya dalam pengembangan agribisnis di pedesaan masih sangat lemah. Oleh kaena itu kemampuan melakukan alih teknologi di bidang agribisnis kepada kelompok tani juga lemah. Perubahan dalam organisasi penyelenggaraan penyuluhan di tingkat kabupaten dengan munculnya kelembagaan “baru” berupa BIPP12, semula dimaksudkan untuk merevitalisasi penyuluhan, ternyata belum sesuai dengan harapan tersebut. 5. Memperkuat Kelembagaan Agribisnis

 Arah kebijaksanaan Untuk memperkuat dan memberdayakan kelembagaan agribisnis, menghadapi perubahan lingkungan strategis baik dalam negeri maupun global yang diwarnai persaingan, secara selektif perlu diadakan penataan kembali beberapa kelembagaan yang dianggap strategis. Upaya penataan ini diarahkan menuju reformasi kelembagaan agribisnis agar mampu meningkatkan efisiensi serta memanfaatkan peluang usaha dalam suasana yang lebih kompetitif. Arah kebijaksanaan untuk memperkuat kelembagaan agribisnis adalah :

1) Dalam upaya memperkuat kelembagaan saran produksi kebijaksanaan diarahkan pada : a) peningkatan efisisensi penyaluran saprodi, b) menghilangkan praktek monopoli baik di dalam pengadaan maupun penyaluran saprodi oleh kelembagaan tertentu, c) serta pengawasan mutu saprodi secara ketat di lapangan. Peranan pemerintah dalam hal ini lebih banyak membantu dalam menyiapkan rencana kebutuhan saprodi yang tepat sampai di tingkat kabupaten, rekomendasi teknologi serta pengendalian. Untuk daerah-daerah yang terpensil (remote area), di mana secara ekonomis tidak menguntungkan bagi perkembangan kelembagaan secara teknis banyak menghadapi kendala dalam penyaluran saprodi, pada kondisi ini peranan pemerintah sangat diperlukan. Dalam suasana kompetisi bebas yang terkendali, diharapkan sprodi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat, lokasi yang sesuai, jenis yang cocok, mutu yang benar serta harga yang bersaing (kompetitif). 2) Pemberdayaan kelembagaan petani sebagai unit usaha terkecil dengan kelembagaan kelompok tani, perlu diarahkan agar : a) secara sungguh-sungguh, terencana dan terkoordinasi dalam meningkatkan kemampuan kelompok tani, b) meningkatkan kepemimpinan tani baik dalam mengelola unit usaha secara mandiri, maupun secara berkelompok, c) membina kader-kader tani berupa pemuda-pemuda tani sebagai kader penerus usaha tani, d) meningkatkan peranan wanita tani baik dalam mengelola usaha tani keluarga maupun dalam mengembangkan agroindustri pedesaan e) meningkatkan peranan kelompok tani sebagai unit usaha bersama, di mana peranannya diarahkan juga pada penanganan pasca panen, perbaikan mutu hasil dan pemasaran bersama. Untuk melaksanakan hal-hal tersebut di atas, tidak bisa terlepas dari upaya konsolidasi dan reformasi di bidang penyelenggaraan penyuluhan pertanian terutama di tingkat kabupaten dan kecamatan. Untuk itu Page 11 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

manajemen penyuluhan yang selama ini “mandeg” perlu dicari solusi modifikasinya agar proses pemberdayaan petani/ kelompok tani dapat menuju arah yang benar. Untuk lebih memberdayakan kelembagaan petani sebagai unit usaha yang efisien dan professional di masa depan, peranan kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya juga sangat penting. Peranan perusahaan budidaya dalam pemberdayaan petani ini dapat dilakukan dalam bentuk kemitraan usaha yang saling menguntungkan. Perusahaan budidaya yang memiliki kemampuan manajemen, bisnis dan teknologi, dan mempunyai akses pasar yang luas dapat menjadi kekuatan yang besar dalam proses pemberdayaan dan pembelajaran kelembagaan petani sebagai unit usaha.

3) Dalam upaya membangun pertanian modern berbasis pedesaan, pengembanagn kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil hendaknya diarahkan untuk a) memperkuat kelembagaan yang mendorong tumbuhnya usaha lepas panen pedesaan ( ULP2) dalam ujud agroindustri pedesaan dalam skala kecil-menengah, b) meningkatkan nilai tambah hasil panen pedesaan, baik untuk konsumsi langsung maupun untuk bahan baku agroindustri dan c) mengembangkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu. Pemberdayaan kelembagaan pasca panen ini memerlukan adanya keterpaduan dan koordinasi lintas sektor, terutama di tingkat kabupaten dati II sebagai pelaksana. 4) Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan pemasaran diarahkan : a) agar lembaga-lembaga pemasaran yang ada lebih berfungsi untuk memperlancar pemasaran baik domestik maupun ekspor, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani serta memperlancar arus informasi pasar pertanian, b) agar lembaga-lembaga pemasaran lebih berperan dalam meningkatkan daya saing ekonomi komoditi pertanian, memperlancar arus pemasaran dan mengurangi biaya-biaya transaksi pemasaran, c) agar kelembagaan dapat berfungsi untuk memperbaiki struktur pasar, mengurangi ketidaksempurnaan pasar, mencegah terjadinya monopsoni/ monopoli untuk pasar-pasar hasil pertanian. 5) Kelembagaan jasa layanan pendukung dalam sistem agribisnis yang sangat penting adalah kelembagaan penyuluhan. Ditemukannya teknologi baru, seperti bioteknologi dsb. Baik dalam proses produksi primer maupun dalam tahapan proses produksi maupun dalam proses pemasaran, serta kualitas lingkungan hidup, juga memerlukan pembaharuan dalam kelembagaan penyuluhan. Kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam penyelenggaraan penyuluhan akibat kebijaksanaan yang sering berubah-ubah harus dibenahi. Tampaknya pembenahan, penataan, reposisi dan revitalisasi peranan BPP dan penyuluh di tingkat kecamatan merupakan hal yang mendesak dalam rangka memperkuat kelembagaan agribisnis di pedesaan.

Page 12 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

Kelembagaan jasa layanan pendukung lainnya yang memiliki peranan strategis dalam pengembangan agribisnis adalah kelembagaan permodalan. Kelembagaan permodalan ini perlu diarahkan agar dapat mendorong aliran modal ke pedesaan untuk mengembangkan potensi pertanian dan agribisnis pedesaan. Hal ini sangat penting mengingat dewasa ini arus modal yang mengalir dari desa ke kota lebih kuat dibandingkan dari kota ke desa.  Konsolidasi Kelembagaan Untuk memperkuat kelembagaan agribisnis, terutama di pedesaan agar menjadi kelembagaan yang kokoh dan tangguh serta tertata dalam suatu jaringan agribisnis terpadu, ada 3 sasaran pokok konsolidasi kelembagaan yaitu : 1) inventarisasi dan identifikasi kelembagaan agribisnis, 2) memperkuat organisasi dan managemen usaha, 3) peningkatan mutu sumber daya manusia, 4) dukungan permodalan. Kelembagaan yang bergerak di bidang agribisnis secara langsung sebagai unit usaha, jumlah dan jenisnya banyak, tersebar di berbagai daerah, kemampuan ekonomi dan manajemennya berbeda, begitu pula skala usahanya. Di antara unit-unit usaha tersebut ada yang sudah di data secara baik, namun sebagian besar belum diketahui kemampuannya. Melalui upaya inventarisasi dan identifikasi diharapkan dapat diketahui keadaan dan kemampuan riil dari kelembagaan usaha agribisnis, guna memudahkan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut sesuai dengan kondisi lokal spesifik. Atas dasar hasil inventarisasi dan identifikasi, pembinaan dapat dilakukan untuk memperkuat organisasi dan manajemen usaha kelembagaan agribisnis. Pada umumnya kelembagaan usaha agribisnis memiliki organisasi dan manajemen yang relatif lemah terutama pada usaha skala kecil dan menengah. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan bisnis yang rendah. Upaya untuk memperkuat organisasi dan manajemen usaha ini dapat dilakukan sejalan dengan upaya peningkatkan mutu SDM. Keberhasilan pengembangan agribisnis secara keseluruhan sangat tergantung pada kemampuan SDM yang mengelolanya. Oleh karena itu peningkatan mutu SDM dalam rangka memperkuat kelembagaan agribisnis, merupakan keharusan yang perlu dilaksanakan secara terencana. SDM harus disiapkan agar mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam bidang teknis, bisnis, maupun manajemen usaha. Upaya memperkuat organisasi dan manajemen usaha serta peningkatan mutu SDM, dilakukan melalui proses pendidikan dan pelatihan yang terencana di semua tingkatan sesuai dengan kebutuhan lapangan. Berbagai metode penyuluhan serta pelatihan seperti kegiatan magang dan metode inkubator agribisnis yang telah banyak memberikan hasil positif, perlu dikembangkan dan dimasyarakatkan. Melalui upaya tersebut diharapkan dapat disiapkan kelembagaan agribisnis dengan mutu SDM yang mampu bekerja secara lebih professional. Sejalan dengan upaya konsolidasi kelembagaan agribisnis tersebut di atas maka dukungan permodalan bagi pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan agribisnis sebagai unit usaha

Page 13 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

menempati posisi yang sangat strategis. Untuk itu perlu adanya kebijaksanaan di bidang moneter, khususnya mengenai perkreditan bagi sektor agribisnis yang lebih spesifik. 6. Penutup Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang semakin cepat dan dinamis, orientasi pembangunan pertanian secara strategis diarahkan dari semula berorientasi kepada produksi menjadi orientasi agribisnis. Untuk menindaklanjuti perubahan kebijaksanaan tersebut, peranan kelembagaan agribisnis yang terkait dan mewujud dalam sistem agribisnis sangat penting. Namun kinerjanya sebagian besar masih sangat lemah, karena menghadapi berbagai permasalahan baik yang bersifat struktural maupun non-struktural. Agar peranan kelembagaan ini sangat berarti (significant) bagi upaya memperkuat sistem agribisnis secara terpadu, khususnya jaringan kelembagaan agribisnis dari hulu (up stream) sampai hilir (down stream). Maka pemberdayaan kelembagaan bagi pengembanagan agribisnis merupakan keharusan. Upaya pemberdayaan ini meliputi konsolidasi, penataan, pembenahan dalam rangka reformasi baik di bidang kebijaksanaan maupun operasional.

DAFTAR PUSTAKA 1993, Sensus Pertanian 1993, Badan Pusat Statistik (BPS) 1995, Kesimpulan Rapat Kerja Nasional Departemen Pertanian 1996, Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian No. 54 Tahun 1996 dan No. 301/Kpts/LP.120/4/1996 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian 1997, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Kelompok Tani Nelayan; Pusat Penyuluhan Pertanian, Jakarta, 1997 1997, Kebijaksanaan Pengembangan Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan Pelita VI, disampaikan oleh Dirjen IHPK pada rapat Konsultasi IHPK Maret 1997 1997, Data Koperasi Unit Desa, Ditjen Pembinaan Koperasi Pedesaan, Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil 1997, Pola Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan Agribisnis. Pusat Pengembangan Usaha dan Hubungan Kelembagaan, Badan Agribisnis, 1997 1998, Laporan Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil tentang Perkembangan Jumlah Unit Usaha Tanaman Pangan dan Hortikultura Ato Suprapto, 1997, Strategi Pengembangan Usaha Pertanian sebagai Penunjang Agroindustri Bungaran Saragih, 1998, Pembangunan “AGRIBISNIS” Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Ginanjar Kartasasmita, 1996, Membangun Pertanian Abad ke-21 Menuju Pertanian yang Berkebudayaan Industri. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 1996 Page 14 of 15

Mata Kuliah / MateriKuliah

Brawijaya University

2011

Sjarifudin Baharsjah, 1992, pengantar Diskusi Mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Badan Diklat Pertanian, Departemen Pertanian, 1992 Sjarifudin Baharsjah, 1997, Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, Jakarta, Maret 1997. Soleh Solahudin, 1998, Reformasi Pembangunan Pertanian “Program Jangka Pendek Peningkatan Produksi Pangan”.

Pertanyaan Diskusi 1 2 3 4

Jelaskan pengertian sistem agribisnis? Sebutkan dan jelaskan subsistem agribisnis? Jelaskan pengertian kelembagaan pertanian? Sebutkan dan jelaskan keragaan dan peranan kelembagaan agribisnis? Bagaimana kondisi kelembagaan agribisnis saat ini? Sebutkan dan jelaskan permasalahan-permasalahan dalam kelembagaan agribisnis? Bagaimana arah kebijaksanaan dalam memperkuat kelembagaan agibisnis? Sebutkan dan jelaskan sasaran pokok konsolidasi kelembagaan dalam memperkuat kelembagaan agribisnis?

Page 15 of 15