STUDI BUDAYA JEPANG OJIGI OLEH

Download bahwa Ojigi merupakan bentuk sopan santun masyarakat Jepang. Membungkuk ... Keunikan budaya atau tradisi orang Jepang yang mampu ..... Jurn...

0 downloads 322 Views 689KB Size
STUDI BUDAYA JEPANG OJIGI Oleh : Jourike Jeane Runtuwarouw Tujuan tulisan ini untuk mendeskripsikan dan mengetahui fungsi dan jenis- jenis serta peranan Ojigi dalam kehidupan masyarakat Jepang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Ojigi merupakan bentuk sopan santun masyarakat Jepang. Membungkuk (お辞儀, Ojigi) adalah sebuah keharusan. Tradisi yang sudah harus diajarkan kepada anak-anak sejak balita. Ojigi adalah menghormat dengan cara menundukkan kepala. Hal penting dalam Ojigi adalah bahwa menundukkan kepala merupakan sebuah ungkapan patuh atau menentang. Artinya, Ojigi bermakna menghindari tatapan, dan memilih menundukkan bagian tubuh yang paling penting yaitu kepala, dan menyampaikan kepada orang yang bersangkutan bahwa kita tidak memiliki rasa permusuhan. Ojigi dimaknai sebagai sebuah ungkapan rasa saling menghormati, dan menghapus dinding permusuhan. Kata kunci : Budaya, Ojigi

I. PENDAHULUAN Sebagai pembelajar bahasa asing kita sadar bahwa tidak mudah mempelajari budaya dari suatu negara, banyak masalah dan kesulitan yang akan ditemui. Taylor (1981:10) mengungkapkan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Lowie, mengemukakan bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat-istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal maupun informal. Setiap negara mempunyai bermacam-macam budaya. Jepang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Keunikan budaya atau tradisi orang Jepang yang mampu mencuri perhatian dunia adalah upacara minum teh, seni merangkai bunga, seni melipat kertas dan sebagainya. Kita perlu sadari bahwa dalam kehidupan bersosialisasi, ketidakpahaman kita terhadap budaya akan membuat orang lain menilai kita salah. Oleh karena itu pemahan budaya sangat diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena lain tempat lain budayanya. Salah satu keunikan budaya yang menarik dari Jepang adalah bagaimana orang Jepang memakai bahasa tubuh untuk mengungkapkan penghormatan. Bahasa tubuh orang Jepang untuk mengungkapkan penghormatan memang unik. Mereka biasa membungkukkan tubuhnya untuk mengungkapkan rasa hormat, mengungkapkan rasa terima kasih, permohonan maaf, kasih sayang, beribadah, memberikan ijazah saat wisuda, dan sebagainya. Gerakan tersebut bisa dilakukan dengan kemiringan tertentu, dan kadang-kadang dilakukan dengan berulang-ulang, yang biasa dikenal dengan sebutan Ojigi. Secara umum, Ojigi merupakan tindakan atau salam hormat masyarakat Jepang saat berinteraksi dengan orang lain dengan cara menundukkan kepala. Menurut Soeparjdo (1998:318) banyak orang yang bukan orang Jepang mengatakan bahwa manusia Jepang merupakan kelompok masyarakat yang penuh dengan keunikan. Untuk mengetahui hati orang Jepang bukan seperti membalik telapak tangan. Demikian juga yang terjadi pada Ojigi. Orang asing mungkin akan mengalami kesulitan mengetahui apa yang tersembunyi di balik Ojigi, karena perilaku Ojigi memang bergantung dari maksud dan tujuan pelakunya. Berinteraksi dengan orang lain tidak hanya membutuhkan kemampuan komunikasi verbal atau linguistik semata, namun kemampuan komunikasi non-verbal juga harus dimengerti. Ojigi sebagai bagian dari komunikasi non-verbal masyarakat Jepang sudah selayaknya untuk dipahami dan dipraktekkan, khususnya oleh pembelajar bahasa Jepang.

Dalam kehidupan masyarakat Jepang Ojigi juga merupakan perilaku yang terlihat di manamana. Bukan hanya sekedar bentuk perilaku seperti “mengibas-ngibaskan rambut” begitu saja, namun lebih dari itu Ojigi merupakan perilaku budi pekerti luhur yang diajarkan sebagai tata cara sopan santun. Oleh karena inilah maka sangat penting bagi pembelajar bahasa Jepang di Indonesia, untuk memahami dan mengerti tentang Ojigi serta bagaimana cara melakukan Ojigi dengan benar. II. PEMBAHASAN A. Budaya Jepang Jepang merupakan Negara yang di juluki Negara matahari dan Negara bunga sakura, mengapa demikian? Karena di Negara Jepang mayoritas beragama Shinto yang menyembah matahari sehingga disebut Negara Matahari, sedangkan julukan Negara Bunga Sakura di berikan karena banyak bunga sakura yang tumbuh di tanah Jepang, bahkan untuk menyambut musim semi sakura orang Jepang mempunyai suatu tradisi, yaitu biasa disebut dengan perayaan hanami (perayaan melihat mekarnya bunga) sebagai simbol kebahagiaan karena datangnya musim semi, dimana di saat itu bunga sakura mekar dengan cantiknya. Di setiap budayanya mempunyai arti tersendiri. Dari zaman jomon sampai zaman hesei sekarang, orang Jepang mampu melestarikan kebudayaannya sendiri. Jepang yang mempunyai kebudayaan yang unik membuat Negara Bunga Sakura itu banyak di kenal masyarakat dunia salah satunya Indonesia, kebudayaan Jepang yang sampai saat ini masih dilakukan dalam berbagai kesempatan misalkan perayaan hanami, dikarenakan masyarakat Jepang mencintai kebudayaannya sendiri dan ingin menjaganya. Orang Jepang mau memakai pakaian seberat dan setebal kimono untuk sekedar menghadiri upacara resepsi pernikahan, sekarang kita tahu bagaimana cintanya warga Jepang pada kebudayaannya sendiri. Kebudayaan Jepang yang berlangsung sekarang adalah hasil peraduan sejumlah anasir kebudayaan asing dengan kebudayaan tradisional Jepang. Kebudayaan asing itu yang berasal dari luar, diterima di Jepang karena daya serap kebudayaan tradisionalnya yang lembut dan tahu memilih anasir dari luar itu kedalam jaringan-jaringannya yang tersusun dalam komposisi yang mempertahankan keserasian bagi gagasan keindahan yang lembut yang menjadi karakteristiknya. Salah satu yang amat karakteristik dari Jepang adalah budayanya. Adakalanya kita perlu mengetahui seperti apa kebudayaan Jepang itu, mungkin dengan mengetahui beberapa kebudayaan Jepang kita bisa sedikit meniru cara melestarikan kebudayaannya, mungkin bisa saja kebudayaan kita tetap terjaga dan tetap dilakukan seperti kebudayaan Jepang. Sebagai contoh kebudayaan Jepang yang tetap terjaga dan masih dilakukan setiap hari yaitu Ojigi. Di dunia ini banyak cara orang-orang memberikan ucapan salam. Ada yang berjabat tangan, ada yang berpelukan, ada yang berciuman dan sebagainya. Orang Jepang memiliki kebiasaan menundukkan kepala ketika bertemu orang yang dikenal di mana saja, baik di jalan, di dalam ruangan, di dalam bis dan sebagainya. Kiyoyuki (2007:22) mengatakan kebiasaan ini ditemukan dalam naskah kuno terkenal “Gishiwa Jinden, (魏志倭人伝)” yang terdiri dari sekitar 2000 huruf. Dalam naskah kuno tersebut tertulis : “bila bertemu dengan raja, rakyat melakukan Ojigi dengan cara berlutut dan menundukkan kepala dalam-dalam”. Lebih lanjut Higuchi menyebutkan bahwa, ditinjau dari ilmu akeologi, dalam Haniwa terdapat haniwa yang sedang menundukkan kepala. Ini menjadi bukti kuat bahwa Ojigi sudah berlangsung sejak zaman kuno. B. Pengertian Ojigi

Ojigi di dalam Kokugo Jiten (1991:128) mempunyai pengertian menundukkan kepala dan memberi hormat. Selain itu Ojigi juga didefinisikan dalam berbagai arti sebagai berikut: - Kata yang mengungkapkan perilaku Ojigi dengan sopan. Salam atau kalimat salam. - Menghormat dengan menundukkan kepala. Salam hormat dengan menundukkan kepala. - (Menundukkan kepala kepada lawan bicara) seperti merayakan kedatangan tamu, dengan cara menabuh drum, dan lain sebagainya. - Keengganan - Penolakan, pengunduran diri. Dari semua definisi diatas, dapat disimpulkan secara umum bahwa Ojigi adalah menghormat dengan cara menundukkan kepala. Lalu apa sebenarnya makna yang terkandung dalam Ojigi? Hal penting dalam Ojigi adalah bahwa menundukkan kepala merupakan sebuah ungkapan patuh atau menentang. Artinya, Ojigi bermakna menghindari tatapan, dan memilih menundukkan bagian tubuh yang paling penting yaitu kepala, dan menyampaikan kepada orang yang bersangkutan bahwa kita tidak memiliki rasa permusuhan. Berangkat dari hal ini, Ojigi kemudian dimaknai sebagai sebuah ungkapan rasa saling menghormati, dan menghapus dinding permusuhan. Kebiasaan ini telah dilakukan orang Jepang sejak zaman Yayoi (abad ke 10-3 sebelum masehi). Dalam naskah tersebut disebutkan juga bahwa, rakyat pada saat itu menyatukan kedua belah telapak tangan ketika bertemu dengan pejabat pada waktu itu. Tetapi dalam kehidupan masyarakat Jepang saat ini, menyatukan kedua belah telapak tangan hanya dilakukan pada saat memohon sesuatu kepada Kamisama. Fenomena ini masih dapat kita lihat manakala orang Jepang mengunjungi kuil. Sebelum berdoa, orang Jepang menepukkan kedua belah telapak tangan, dan membungkukkan badan. Dalam kehidupan sehari-hari saat ini, mereka tidak lagi menepuk tangan, karena masing-masing orang membawa bawaan (barang) ditanganya, sehingga disederhanakan dengan hanya membungkukkan badan, atau menundukkan kepala. Bahasa tubuh orang Jepang untuk mengungkapkan penghormatan memang unik. Membungkuk (お辞儀, Ojigi) adalah sebuah keharusan. Tradisi yang sudah harus diajarkan kepada anak-anak sejak balita. Mereka biasa membungkukkan tubuhnya untuk sebagai ungkapan rasa hormat, permohonan maaf, beribadah dan/atau kasih sayang. Gerakan tersebut bisa dilakukan dengan kemiringan tertentu, dan kadang dilakukkan dengan berulang-ulang. Dalam budaya Jepang cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan salam, mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dan sebagainya sering disebut dengan Ojigi. C. Jenis Ojigi Ada dua jenis ojigi : 1. ritsurei (立礼) yaitu ojigi yang dilakukan sambil berdiri. Saat melakukan ojigi, untuk pria biasanya sambil menekan pantat untuk menjaga keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan badan. 2. zarei (座礼).adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Ojigi saat berdiri Ojigi saat duduk

Berdasarkan intensitasnya, ojigi dibagi menjadi beberapa bagian, semakin lama dan semakin dalam badan dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang ingin disampaikan: 1. Mengangguk Pelan, 5 Derajat: Ini hanya anggukan kecil kepala kamu. Cara anggukan ini lebih ditujukan jika kamu bertemu dengan teman lama, tetangga, atau keluarga dekat. Kalau kamu orang yang berpangkat tinggi (seperti Perdana Menteri atau Boss Yakuza), kamu juga bisa mengangguk pelan kepada orang-orang yang membungkuk ke kamu. Ini artinya orang lain-lah yang harus lebih menghormati kamu, kamu cukup mengangguk pelan saja untuk menerima penghormatannya. 2. Membungkuk Salam (Eshaku / 会釈), 15 Derajat: Cara membungkuk ini sedikit lebih formal. Digunakan untuk memberi salam kepada orang-orang yang sudah kamu kenal di kantor atau kepada orang-orang yang kamu tahu tapi tidak terlalu kenal. 3. Membungkuk Hormat (Keirei / 敬礼), 30 derajat: Ini adalah cara membungkuk yang sangat formal. Digunakan untuk menunjukan rasa hormat kamu kepada boss di kantor, kepada orang-orang yang jabatannya lebih tinggi atau kepada mereka yang jauh lebih tua. 4. Membungkuk Hormat Tertinggi (Sai-keirei / 最敬礼), 45 derajat: Ini adalah cara membungkuk yang mempunyai arti sangat dalam. Ini adalah cara kamu menunjukkan rasa bersalah kamu yang sangat dalam. Ini adalah cara kamu meminta maaf kalau kamu melakukan kesalahan besar. Atau bisa juga digunakan untuk memberikan hormat kepada orang-orang yang sangat tinggi jabatan dan status sosialnya, seperti Kaisar Jepang misalnya. 5. Membungkuk Berlutut: Kamu tidak akan terlalu sering melihat orang membungkuk seperti ini di muka umum, karena cara membungkuk seperti ini adalah cara membungkuk yang amat sangat dalam artinya. Orang akan berlutut seperti ini jika dia telah melakukan kesalahan fatal, seperti kesalahan yang mengakibatkan kematian orang lain. Ini juga cara orangorang menghormati Kaisar di jaman dulu.

(Ojigi untuk laki-laki)

(Ojigi untuk perempuan)

(Ojigi yang benar) Dipakai saat mengungkapkan rasa maaf yang sangat mendalam atau untuk melakukan sembahyang. Untuk lebih menyangatkan, Ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat ingin menyampaikan perasaan maaf yang sangat mendalam. Selain Eshaku, merupakan bentuk perilaku Ojigi yang sederhana, dan paling sering dilakukan dalam keseharian. Menundukkan kepala dengan ringan pada waktu bertemu dengan orang lain. Hal ini seringkali terlihat ditempat keramaian, misalnya; diswalayan, plaza, yang sering digunakan pegawai toko untuk menyapa para tamu. Membungkuk yang dilakukan secara sambil lau ini juga cocok digunakan untuk menyambut kenalan dijalan atau dipakai sehari-hari di antara orang-orang di semua tingkatan. Juga dapat digunakan dalam sapaan yang santai, sebagai respon atas tindakan Ojigi bawahan. Gaya Ojigi sederhana ini dilakukan hanya satu atau dua detik saja. Sebagai contoh ketika pertemuan kali pertama dengan orang lain, kita mengatakan “Hajimemashite Doozo yoroshiku”. Sedangkan Saikeirei sangat jarang dilakukan dalam keseharian, karena membungkukkan badan, di Jepang juga ada tradisi jabat tangan untuk menunjukkan keramahtamahan dan kehangatan. Sedangkan tradisi cium tangan, cium pipi, dan sungkem tidak biasa dilakukan di Jepang. Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia datang ke Jepang atau baru mengenal budaya Jepang adalah saat melakukan ojigi,

wajah tidak ikut ditundukkan melainkan memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata. Kesalahan lain yang juga sering terjadi adalah mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal ini juga kurang tepat dipandang dari tradisi Jepang. Intinya, semakin kamu menghormati orang tersebut, semakin dalam bungkukan kamu. Semakin besar perasaan bersalah kamu kepada seseorang, semakin dalam pula bungkukan kamu. Orang Jepang memang dikenal paling sering meminta maaf. Mungkin karena meminta maaf berarti mengakui kegagalan sendiri atau mengaku bersalah, kita tampak enggan untuk meminta maaf sebelum terbukti siapa yang melakukan kesalahan. Tapi di Jepang, kata "egoisme" tidak ada tempat untuk berkembang. Di Jepang, meminta maaf dianggap sebagai kewajiban, meskipun belum tentu kamu yang salah. Permintaan maaf menunjukkan bahwa seseorang rela bertanggung jawab dan menghindari menyalahkan orang lain. Semakin tinggi jabatan seseorang, maka dia harus semakin berani meminta maaf jika dia atau bawahannya melakukan kesalahan. Makanya tidak heran jika banyak pejabat pemerintahan, seperti walikota, gubernur, menteri dan perdana menteri sekalipun yang membungkuk meminta maaf kepada publik dan akhirnya memilih mengundurkan diri daripada malu dibicarakan orang. Orang Jepang biasanya jauh lebih sering meminta maaf dibandingkan dengan orangorang dari negara lain. Ini mungkin hasil dari budaya mereka yang terkenal disiplin dan selalu menjunjung tinggi kejujuran dan menghormati mereka yang lebih tua. Berikut adalah beberapa kata yang digunakan untuk meminta maaf. 1. Sumimasen (すみません) Ini mungkin adalah kata yang paling umum digunakan untuk meminta Beberapa orang melafalkannya dengan kata “Suimasen (すいませ

maaf.

ん)”. Kata “Sumimasen” dapat digunakan dalam situasi yang berbeda-beda (seperti ketika kita meminta sesuatu, ketika mengucapkan terima kasih kepada seseorang, dll) tergantung kata ini dipakai dalam kalimat apa. Jika kita meminta maaf karena sesuatu telah dilakukan, “Sumimasen deshita (すみません でした)” dapat digunakan. 2. Moushiwake arimasen (申し訳ありません) Kata ini digunakan dalam situasi yang sangat formal. Digunakan jika kita berbicara dengan atasan. Jika kita meminta maaf bahwa sesuatu telah dilakukan, “Moushiwake arimasen deshita (申し訳ありませんでした)” dapat digunakan. Seperti “Sumimasen”, “Moushiwake arimasen” juga bisa dipakai untuk mengekspresikan rasa terima kasih kita. 3. Shitsurei shimashita (失礼しました) Kata ini juga merupakan ekspresi formal, tetapi tidak menunjukkan sekuat kata “Moushiwake arimasen”. 4. Gomennasai (ごめんなさい) Kata ini mungkin yang paling umum dipakai orang Jepang dan juga non-Jepang. Tidak seperti “Sumimasen”, kata “Gomennasai” khusus dipakai hanya untuk meminta maaf. Karena kurang formal dan memiliki sifat sedikit kekanak-kanakan, kata ini tidak boleh dipakai kepada atasan atau orang yang jauh lebih tua dari kita (kecuali ada hubungan keluarga). 5. Shitsurei (失礼)

Kata non-formal. Sebagian besar digunakan oleh pria. Kata ini juga dapat digunakan sebagai ucapan “Permisi”. 6. Doumo (どうも) Kata non-formal. “Doumo sumimasen” artinya maaf. Kata ini juga dapat digunakan sebagai ucapan “Terima kasih” jika digabung “doumo arigatou”. 7. Gomen (ごめん) Kata yang sangat non-formal, kependekannya dari “Gomennasai”. Biasa ditambahkan partikel akhiran “Gomen ne (ごめんね, diucapkan oleh perempuan atau anak-anak)” atau “Gomen na (ごめんな, diucapkan oleh laki-laki). Kata ini hanya digunakan dengan teman dekat atau anggota keluarga. Permintaan maaf orang Jepang selalu disertai dengan sikap membungkuk. C. Tata Cara Melakukan Ojigi Didalam kehidupan masyarakat Jepang Ojigi merupakan perilaku yang sering terlihat dimana-mana. Ini tidak hanya sebuah perilaku yang mengibas-ngibaskan rambut belaka, namun lebih dari itu merupakan perilaku budi pekerti luhur yang diajarkan sebagai tata cara sopan santun. Tata cara melakukan Ojigi yaitu; berdiri dengan sikap sempurna seperti dalam baris berbaris di hadapan orang/sekelompok orang atau kemudian tegakkan punggung anda, kedua kaki dirapatkan dan kedua tangan disejajarkan di kedua sisi badan atau saling bertautan di depan. Membungkuklah dengan niat yang sungguh-sungguh, tanpa terburu-buru. Bila Anda tidak tahu apa yang mesti diucapkan pada saat membungkuk, katakana Dômo, sebuah frasa yang sesuai hamper untuk setiap kesempatan. Satu perkecualian adalah ketika Anda tengah memberikan penghormatan terakhir di hadapan jenazah. Dalam kasus ini, Anda tidak perlu berkata apa-apa. Membungkuk sudah menjadi budaya negara timur khususnya di jepang (Ojigi). Membungkuk hingga dahi menyentuh tanah di Jepang dikenal sebagai dogeza, dan digunakan untuk meminta maaf secara ekstrim atau sebagai penghormatan tertinggi. D.Fungsi dan Peran Ojigi Ojigi dalam sistem komunikasi masyarakat Jepang merupakan sarana untuk menghormati lawan bicara, walaupun tidak berhubungan secara langsung, dan tipe menghormatinya pun berbeda. Semuanya akan disesuaikan dengan lawan bicaranya, misalnya perasaan menghormat terhadap teman akan berbeda dengan perasaan menghormat terhadap atasan. Selain itu fungsi Ojigi adalah bentuk rasa bersyukur, merasa terbantu oleh orang lain yang dinyatakan dengan tundukkan kepala. Kesemuanya itu bagian dari rasa menghormat terhadap lawan bicara. Dalam kehidupan di Jepang Ojigi juga berfungsi sebagai alat untuk memperlancar komunikasi. Sebagian besar bahkan hampir seluruh masyarakat Jepang berpendapat bahwa Ojigi sangat penting dalam berkomunikasi. Bila kita melakukan Ojigi dengan baik akan dapat membuat situasi hati yang enak antara pembicara dengan mitra tutur karena diantara keduanya tidak saling meremehkan. Selain itu, untuk mengungkapkan perasaan terima kasih, permintaan maaf, maupun ungkapan perasaan senang yang ditunjukkan oleh sikap terbuka dan bahagia dengan mengucapkan selamat atas keberhasilan orang lain merupakan indikasi terhadap peranan Ojigi dalam berinteraksi. Sebagai contoh ketika seseorang mendapatkan kebaikan hati atau bantuan dari orang lain, maka orang itu akan mengucapkan Arigatoo Gozaimasu. Ungkapan ini tidak berjalan sendiri tetapi berdampingan dengan tindakan Ojigi. Jadi, disimpulkan bahwa Ojigi berfungsi sebagai pelicin dalam komunikasi masyarakat Jepang, dan mempunyai peranan signifikan dalam memulai suatu komunikasi.

Selain itu, fungsi ojigi dalam sistem komunikasi juga dapat disimpulkan sebagai berikut: - Ojigi dalam sistem komunikasi masyarakat Jepang mempunyai kedudukan yang signifikan sebagai sarana untuk menghormati lawan bicara. - Tipe menghormat dalam Ojigi berbeda, tergantung dari situasi dan lawan bicaranya. - Untuk tingkatan yang lebih tinggi, Ojigi tidak hanya sekedar rasa menghormat. Tetapi lebih dari itu Ojigi merupakan bentuk rasa syukur, terima kasih, permintaan maaf yang semuanya itu merupakan bagian dari rasa menghormat kepada lawan bicara. - Ojigi merupakan bentuk sopan santun masyarakat Jepang. - Karena berkembangnya zaman, tidak selamanya melakukan Ojigi berarti tunduk dan patuh kepada lawan bicara, ada juga karena tuntutan pekerjaan (keterpaksaan). - Ojigi pada kondisi atau situasi tetentu mampu mengambil peran komunikasi verbal. - Dalam melakukan Ojigi ada dua pihak yang terlibat, dalam konteks rasa terima kasih, permintaan maaf yang bersifat untuk diri sendiri, semakin dalam perasaan itu maka semakin dalam pula tundukkan kepalanya. Sebaliknya, tindakan yang ditujukan kepada orang lain misalnya mengucapkan selamat atas keberhasilan orang lain (omedetoo), maka tindakan Ojigi tidak diperlukan. III. KESIMPULAN Setelah membahas mengenai Kajian Budaya Jepang Ojigi, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ojigi adalah menghormat dengan cara menundukkan kepala. Hal penting dalam Ojigi adalah bahwa menundukkan kepala merupakan sebuah ungkapan patuh atau menentang. Artinya, Ojigi bermakna menghindari tatapan, dan memilih menundukkan bagian tubuh yang paling penting yaitu kepala, dan menyampaikan kepada orang yang bersangkutan bahwa kita tidak memiliki rasa permusuhan. Berangkat dari hal ini, Ojigi kemudian dimaknai sebagai sebuah ungkapan rasa saling menghormati, dan menghapus dinding permusuhan. 2. Peran Ojigi dalam kehidupan masyarakat Jepang merupakan sarana untuk menghormati lawan bicara, walupun tidak berhubungan secara langsung, dan tipe menghormatnya pun berbeda. Lebih dari itu, peran atau fungsi Ojigi itu adalah bentuk rasa syukur, merasa terbantu oleh orang lain yang dinyatakan dengan tundukan kepala. Kesemuanya itu bagian dari rasa menghormati lawan bicara. 3. Ojigi mempunyai peranan signifikan dalam memulai suatu komunikasi. Fungsi Ojigi sebagai pelicin dalam komunikasi masyarakat Jepang. Maksudnya bahwa untuk memperlancar hubungan manusia, jika tidak ada Ojigi mungkin sedikit egois. Ini berarti keberadaan Ojigi harus ada dalam interaksi komunikasi masyarakat Jepang. 4. Membungkuk (お辞儀, Ojigi) adalah sebuah keharusan. Tradisi yang sudah harus diajarkan kepada anak-anak sejak balita. 5. Ojigi merupakan bentuk sopan santun masyarakat Jepang.

DAFTAR PUSTAKA Ary,Donald, Luchy, Jacoby, dan Asghar Razavieh. (2004). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Diterjemahkan oleh Arief Furchan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Koentjaraningrat. (1985). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Moleong, Lexy.J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Neneng. (2002). Integrasi Nilai Moral Melalui Pembelajaran Bahasa Jepang di SMU. Studi Tentang Upaya Guru Bahasa Jepang di SMU Margahayu. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rosidi, Ajip. (1981). Mengenal Jepang (日本 を 知る こと) Jakarta: Pustaka Jaya Soepardjo, Djodjok. (1998). Peranan Bahasa Jepang dalam Komunikasi Inter Budaya. Jurnal Media IKIP Surabaya Suharsimi Arikunto. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta Surachmad, W. (1993). Pengantar Pendidikan Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Bandung: Aksara Taylor, B Edward dan Lowie H Robert (1981). Kebudayaan Menurut Para Ahli. Jakarta: Gramedia ------(Eds) (1998). Tingkat Keseragaman Yang Tinggi Masyarakat Jepang. Jurnal Prasasti IKIP Surabaya. --------- (1999). Komunikasi dan Hubungan Personal Orang Jepang, Dalam Budaya Jepang Masa Kini. IKIP Bandung dan IKIP Surabaya: CV Bintang