1
STUDI EKSTRAKSI PATI BERDASARKAN KETINGGIAN BATANG POHON KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)1) Study of Starch Extraction Base on High of the Palm Trunk (Elaeis Guineensis)) Fitra Ariansyah2), Amran Laga3) dan Meta Mahendradatta3)
ABSTRACT Starch is an important substance in the world of commerce and industry, especially in developing countries around the world. Starch is used in textiles, food processing, pharmaceutical products, paper and polymer industries. Starch can be obtained by extracting from oil palm trunk. The general objective of this research is to produce a good quality of starch from palm trunk rejuvenation which are not utilized optimally, to find out how high of the stem which has the highest concentration of starch, as well as to determine the best extraction method between the soaking in water or in sodium bisulfite solution. Palm trunk contains starch that can be obtained by performing the extraction, which contained the highest starch yield on the shaft of oil in the 1 meter from the top of the stem with a yield of 3.3%. Starch flour has a better white color through the extraction process is carried out with a solution of sodium bisulfite 0.5%. Keywords : Palm, starch extraction I. 1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pati merupakan zat yang penting dalam dunia perdagangan dan industri terutama pada negara berkembang di seluruh dunia. Pati tersebut dimanfaatkan dalam industri tekstil, pengolahan pangan, produk-produk farmasi, kertas, dan industri polimer. Pati dapat diperoleh dengan cara mengekstrak dari bagian beberapa tanaman seperti akar, umbi, batang dan biji-bijian. Indonesia merupakan daerah yang cukup potensial sebagai penghasil pati seperti ubi kayu, sagu, jagung, ubi jalar dan lain sebagainya karena tanaman tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu ada upaya baru untuk menghasilkan pati dari batang kelapa sawit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dipaparkan oleh Guritno (2003), areal perkebunan kelapa sawit tumbuh dengan laju sekitar 11% per tahun, mulai dari 1.126 juta ha pada tahun 1991 kemudian mencapai sekitar 3.584 juta ha pada tahun
2001. iKelapa sawit yang pertama kali ditanam dalam skala besar di Indonesia pada tahun 1978, seharusnya telah mengakhiri masa produktifnya. Rata-rata luas areal peremajaan selama kurun waktu tahun 2001 – 2005 mencapai 32.155 ha/tahun. Limbah padat berupa batang atau kayu sawit dan pelepah kelapa sawit akan dihasilkan masing-masing sebesar 2.257.281 ton dan 514.480 ton per tahun, pada kurun waktu tahun 2006 – 2010 ada kenaikan di dalam areal tanaman kelapa sawit yang diremajakan yaitu rata-rata setiap tahunnya seluas 89.965 ha. Pada kurun waktu tersebut batang dan pelepah hasil peremajaan akan mencapai berturutturut 6.315.543 ton dan 1.439.440 ton per tahun. Sebagai limbah selulosa, pemanfaatan kedua limbah padat tersebut perlu mendapatkan perhatian. Hal ini mengingat bahwa cara-cara yang telah dilakukan sekarang ini yaitu dengan cara bakar akan mencemari udara dan juga adanya pelarangan sesuai dengan aturan yang tertuang di dalam Rencana Undang-
1) Makalah Merupakan bagian dari skripsi pada Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan Unhas 2) Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan Unhas, 3) Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan Unhas
2
Undang Perkebunan. Membiarkan batang dan iipelepah hasil peremajaan dapat menimbulkan masalah bagi tanaman kelapa sawit baru yaitu dijadikan sebagai sarang serangga dan tikus. Hasil evaluasi sifat fisik dan kimia batang dan pelepah kelapa sawit menunjukkan bahwa kedua limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri berbasis serat seperti industri pulp dan kertas, industri pati, serta industri perkayuan. Pemanfaatan limbah limbah padat ini tentunya akan memberikan keuntungan tambahan bagi perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan pembahasan tersebut penelitian ini dilakukan. 2.
Rumusan Masalah Kebutuhan tentang pati meningkat seiring dengan berkembangnya industri baik itu peruntukan pangan dan nonpangan. Di samping itu limbah batang sawit yang tidak termanfaatkan menjadi salah satu masalah yang membutuhkan perhatian untuk memanfaatkannya menjadi suatu produk yang lebih bernilai ekonomis. Ditunjang dengan potensi kandungan pati dalam batang kelapa sawit cukup besar sebagai tanaman palma kedua yang kandungan patinya cukup tinggi setelah pohon sagu. Oleh karena itu, rumusan masalah pada penelitian ini adalah melakukan ekstraksi pati dari batang kelapa sawit. Kemudian dilakukan perbandingan berdasarkan ketinggian sumber pada batang sawit untuk medapatkan sumber pati terbanyak. 3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menghasilkan pati yang bermutu baik yang bersumber dari batang sawit hasil peremajaan yang tidak termanfaatkan secara maksimal. 2. Untuk mengetahui pada ketinggian berapa pada batang sawit memiliki konsentrasi pati yang terbanyak. 3. Untuk mengetahui metode ekstraksi yang terbaik antara metode perendaman dalam air atau metode
perendaman dalam larutan natrium bisulfit. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai suatu ide gagasan untuk memanfaatkan pati yang terdapat di dalam batang kelapa sawit sebagai limbah padat perkebunan, serta sebagai referensi untuk mengetahui sumber pati terbanyak pada bagian batang sawit.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
1.
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga April 2011. Penelitian ini terbagi dua tahap yaitu tahap preparasi bahan dilakukan di kebun percontohan Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, dan tahap selanjutnya di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, serta Laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. 2.
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan adalah alat pemotong pohon, mesin penggiling, ember, kain saring, dan grender. Peralatan analisa yang digunakan antara lain Oven, Tanur, Viskometer, Biuret, desikator, spektrofotometer, penangas air, pipet volume, pipet mikro, kertas saring, timbangan kasar, timbangan analitis, pinggan datar, cawan porselin, lumpang alu, cawan petri, labu ukur, erlemeyer, dan peralatan gelas lainnya. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang kelapa sawit yang berasal dari peremajaan kebun sawit. Bahan kimia analisa yang digunakan untuk penelitian ini yaitu Natrium Bisulfit, aquadest, etanol 95%, H2SO4 0,325 N, NaOH 1 N, asam asetat 1 M, larutan iodium, dan BaSO4, serta alumunium foil
3
3. Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dua tahap, yaitu preparasi bahan dan ekstraksi pati kelapa sawit.
2.
3.1 Preparasi Bahan Perlakuan pertama yang dilakukan adalah dengan memotong batang kelapa sawit mulai dari tempat pelepah teratas pada batang kelapa sawit dan diambil bentuk kepingan setebal sekitar 10-15 cm, kemudian 1 meter berikutnya dengan perlakuan yang sama, hingga diperoleh sekitar 8 kepingan. Kemudian yang dilakukan adalah memisahkan kulit keras dan empulurnya. Empulur tersebut diserut hingga jadi serbuk kayu yang siap untuk diekstrak patinya.
5. Parameter Pengamatan Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar amilosa, kadar pati, bentuk dan ukuran granula pati, derajat putih, viskositas, rendemen dan suhu gelatinisasi.
3.2 Ekstraksi Pati Kelapa Sawit. Serbuk kayu yang diperoleh kemudian digiling dengan dua perlakuan yaitu perlakuan I dengan menambahkan air dan perlakuan II dengan menambahkan larutan Natrium Bisulfit konsentrasi 0,5%, selanjutnya diperas kemudian disaring dengan kain saring. Ampasnya dibuang sedangkan air yang mengandung pati diendapkan selama 12 jam, kemudian dihasilkan pati basah. Pati basah tersebut dicuci dengan dengan air suling, kemudian diendapkan selama 12 jam kemudian pati basah tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu 500 C dalam waktu sekitar 30 jam sampai diperoleh tepung pati kering. 4.
Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan desain sebagai berikut: 1. Penentuan bagian pada batang kelapa sawit yang akan diekstrak patinya berdasarkan tingkat ketinggiannya, yaitu dimulai dari tingkat ketinggian puncak pada pucuk batang tepat di bawah pelepah terbawah pohon sawit, kemudian 1 meter berikutnya hingga pada bagian dasar atau terbawah pada batang kelapa sawit.
Metode ekstraksi yang dilakukan yaitu perendaman dengan air bersih dan perendaman dengan larutan natrium bisulfit dengan konsentrasi 5%.
5.1. Kadar Air (Sudarmadji et al., 1997) a. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit. b. Ditimbang 2 gr sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. c. Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam. d. Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang kembali. e. Bahan dikeringkan kembali ke dalam oven ± 30 menit sampai diperoleh berat yang tetap. f. Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang tetap. g. Dihitung kadar air dengan rumus : Kadar Air = ((A – B)/A) x 100% A = Berat sampel awal B = Berat sampel akhir 5.2. Kadar Abu (AOAC, 1995) Sampel sejumlah 2g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dimasukkan kedalam tanur dengan suhunya 6000 C sampai terbentuk abu yang bewarna abuabu. Sampel yang telah berbentuk abu didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang beratnya hingga mencapai berat tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut.
4
Kadar abu = Bobot abu (g) x 100 % Bobot sampel (g) 5.3. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 50 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan Hot Plate selama 30 menit pada suhu 1000 C. Setelah itu sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis selama 30 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas. Kertas saring dikeringkan dalam oven suhu 1050 C selama tiga jam, pengeringan dilanjutkan sampai bobot tetap. Kemudian dihitung dengan rumus: Serat kasar = ((A-B)/C) x 100% A = bobot kertas saring dan serat B = bobot kertas saring C = bobot sampel awal 5.4. Kadar Amilosa (Apriyantono et al., 1989). Analisis kandungan amilosa dan amilopektin dalam sampel dilakukan dengan menggunakan metoda yang dikembangkan oleh IRRI (1974) sebanyak 100 mg contoh ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml ethanol 95 % dan 9 ml NaOH 1 N. Selanjutnya dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit (sampai terbentuk gel), setelah itu didinginkan. Seluruh gel kemudian dipindahkan kedalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iodium. Volumenya ditetapkan sampai tanda tera dengan air, dikocok dan didiamkan 20 menit. Selanjutnya warna yang terbentuk diukur absorbansinya menggunakan spectrophotometer UV-VIS 200 S pada panjang gelombang 625 nm untuk amilosa. Penetapan kadar amilosa contoh dilakukan
dengan memplot absorbansi contoh pada kurva standar. Penetapan kurva standar dilakukan dengan cara 40 mg amilosa, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit (sampai terbentuk gel), kemudian didinginkan. Setelah dingin, masing-masing dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan volumenya ditetapkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya masingmasing dipipet sebanyak 1,2,3,4 dan 5 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, masing-masing ditambah asam asetat 1 N sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml dan ditambahkan masing-masing 2 ml larutan iodium. Volume larutan ditempatkan sampai tanda tera dengan air, dan didiamkan selama 20 menit. Selanjutnya intensitas warna yang terbentuk diukur absorbansinya menggunakan Spektrophotometer pada panjang gelombang 625 nm untuk amilosa. Kurva standar dibuat dengan memplot konsentrasi amilosa terhadap absorbansinya, dimana konsentrasi sebagai absis dan absorbansinya sebagai ordinat. 5.5. Analisa Kadar Pati (Laga, 2001) Dibuat pereaksi iod menggunakan 0,1 gr Iod yang dicampurkan dengan 2 gr KI, yang diencerkan hingga 50 ml. Buat kurva standar dengan menggunakan Soluble starch pada kisaran 0,01 % sampai dengan 0,1 %. Pipet masing-masing 1 ml ke dalam tabung reaksi, panaskan hingga suhu 80 0C (pati menjadi larut) setelah didinginkan tambahkan 0,1 ml larutan Iod (0,2 g Iod dan 2 g KI dalam 100 ml air), kemudian tambahkan aquadest masingmasing 3 ml. selanjutnya ukur intensitas warnanya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 610 nm. Penetapan contoh dilakukan dengan mengambil contoh 1 ml yang telah diencerkan, panaskan hingga suhu 80 0C (di atas titik gelatinisasi maksimum), dinginkan
5
lalu tambahkan dengan larutan Iod 0,1 ml kemudian tambhakn aquadest 3 ml. ukur intensitas warnanya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 610 nm. data yang diperoleh diplot pada persamaan kurva standar. 5.6. Bentuk dan Ukuran Granula pati, Metode Mikroskop (AOAC, 1995) Bentuk granula dapat dilihat dibawah mikroskop yaitu, mikroskop mikroskop cahaya (Olympus model BHB, Nippon Kogaku, Jepang) yang dilengkapi dengan kamera (Olympus model C-35A) dengan cara sebagai berikut : Untuk pengamatan dibawah mikroskop cahaya yaitu suspense pati disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian ditambahkan larutan iod untuk menambah daya kontras. Suspensi ini diteteskan di atas gelas objek dan kemudian ditutup dengan gelas penutup. Objek diuji di bawah mikroskop. 5.7. Derajat Putih (AOAC, 1995) Derajat putih diukur dengan pengamatan secara organoleptik dengan standar warna putih (BaSO4 = 100 %). 5.8. Analisa Viskositas (AOAC, 1995) Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer. Sampel diambil sekitar 3 gram kemudian disuspensikan dengan 35 ml aquadest diaduk rata dan didiamkan selama 15-30 menit. Kemudian diukur viskositasnya. Viskositas sampel langsung dapat diketahui dengan membaca oleh alat tersebut. C. Pengolahan Data Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan cara deskriptif kuantitatif terhadap parameter pengamatan. III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelapa sawit adalah tanaman monokotil dan batangnya mengandung jaringan vaskular dan parenkim. Batang
kelapa sawit memiliki karakter yang spesial. Kandungan airnya tinggi 1,5 sampai 2,5 kali dari bobot keringnya, serta memiliki kandungan selulosa dan lignin yang rendah dan kandungan yang larut dalam air dan NaOH yang tinggi dibanding kayu karet dan ampas tebu (Tomimura, 1992). Pati batang kelapa sawit tersimpan dalam sel-sel parenkim dari jaringan vaskular kasar yang mengandung persentasi lignin yang tinggi. Ekstraksi pati dari sel ini tergolong sulit karena struktur dan kandungan komposisi selnya menghalangi proses penghancuran jaringan vaskular dan sel parenkim (Azemi et al., 1999). 1.
Preparasi Bahan Batang kelapa sawit yang dijadikan bahan penelitian ekstraksi pati berasal dari kebun Dinas Pertanian Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan hasil peremajan kebun percomtohan yang telah berusia 25 tahun. Dipilih pohon kelapa sawit yang memiliki ketinggian sekitar 8 sampai 9 meter. Proses penebangan di kebun Dinas Pertanian Gowa ini dapat dilihat pada Gambar 01.
Gambar 01. Proses Penebangan Pohon Kelapa Sawit.
Perlakuan pertama yang dilakukan adalah dengan memotong batang kelapa sawit mulai dari bagian batang di pelepah teratas pada batang kelapa sawit dan diambil berbentuk kepingan dengan ketebalan sekitar 10-20 cm, kemudian pada bagian berjarak 1 meter berikutnya dengan perlakuan yang sama, begitu seterusnya sampai bagian dasar batang, hingga
6
Gambar 02. Kepingan Batang Kelapa Sawit yang Telah dipisahkan antara Kulit keras dan Empulurnya
2.
Ekstraksi Pati Batang Kelapa Sawit Serbuk kayu yang diperoleh kemudian digiling lagi untuk memperhalusnya. Kemudian dilakuan ekstraksi dengan dua perlakuan yaitu perlakuan I dengan menambahkan air bersih dan perlakuan II yaitu dengan menambahkan larutan Natrium Bisulfit 0,5%, dimana penambahan pelarut tersebut menggunakan perbandingan 1 : 2, yaitu bahan serbuk empulur sebanyak 1 kilogram ditambahkan 2 liter pelarutnya. Proses selanjutnya adalah diperas kemudian disaring dengan kain saring. Ampasnya kasar dibuang sedangkan air yang mengandung pati diendapkan selama 12 jam, kemudian didapatkan pati basah. Pati basah yang didapatkan tersebut masih bercampur dengan bahan lain seperti kotoran halus, sehingga perlu dicuci dengan dengan air bersih kembali. Setelah itu diendapkan kembali selama 12 jam, kemudian dipisahkan antara endapan dengan air. Pati yang diperoleh tersebut lalu dikeringkan dengan blowwer pada suhu 500 C selama waktu 30 jam. Tepung pati yang didapatkan kemudian dianalisa terhadap parameter pengamatan
yaitu kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar amilosa, kadar pati, bentuk dan ukuran granula pati, derajat putih, analisa viskositas, rendemen dan suhu gelatinisasi. 3.
Rendemen Rendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh terhadap berat bahan baku yang digunakan. Perhitungan rendemen dilakukan berdasarkan berat kering bahan. Rendemen tepung menyatakan nilai efisiensi dari proses pengolahan sehingga dapat diketahui jumlah tepung yang dihasilkan dari bahan dasar awalnya (Anonim, 2011b). Hasil pengukuran rendemen dari hasil ekstraksi tepung pati dari bahan batang kelapa sawit dari berbagai tingkat ketinggian dapat dilihat pada Gambar 03.
Rendemen (%)
diperoleh 8 kepingan. Seperti pada gambar 02. Kemudian perlakuan yang dilakukan adalah memisahkan bagian kulit keras dengan bagian empulurnya. Bagian empulur tersebut kemudian dijadikan serbuk dengan menggunakan alat pemotong batang hingga menjadi serbuk yang siap untuk diekstraksi patinya.
4 3 2 1
0
3.32 2.131.49 0.84 0.690.370.480.46 0
1
2
3
4
5
6
7
Tingkat Ketinggian Sumber Pati pada Batang (meter) Gambar 03. Hubungan Tingkat Ketinggian Batang Pohon Kelapa Sawit (Dari Atas ke Bawah) terhadap Rendemen Pati yang Diperoleh.
Hasil pengukuran rendemen pati yang diperoleh dari ekstraksi batang kelapa sawit diketahui bahwa rendemen pati terbanyak terdapat pada bagian batang sawit berjarak 1 meter dari pelepah teratas dengan rendemen 3,32%, berikutnya yaitu pada bagian batang sawit berjarak 2 meter yaitu 2,13%, berikutnya yaitu pada bagian berjarak 3 meter yaitu 1,49%, berikutnya pada bagian tertinggi yaitu 0,84%, kemudian berturut-turut yaitu pada ketinggian 4 meter, 6 meter dan 7 meter dari puncak batang dengan persentase rendemen yaitu 0,69%, 0,48%, dan 0,46%. Dan rendemen terendah adalah pada bagian
7
5 meter dari puncak batang dengan persentase rendemen yaitu hanya 0,37%. Berdasarkan data hasil perhitungan rendemen hasil ekstraksi pati dari batang pohon kelapa sawit dapat diketahui pada bagian 1 meter hingga 3 meter dari pelepah teratas memiliki kandungan pati yang tertinggi, dan dengan demikian diketahui pula bahwa semakin ke bawah pada batang sawit maka semakin rendah pula rendemen pati yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guritno (2003), bahwa semakin ke atas arah meninggi batang sawit dan semakin ke dalam arah diameter lingkar batang sawit kadar air dan kadar parenkim semakin tinggi, sedangkan kerapatannya menurun sehingga patinya lebih mudah terekstrak.
Gambar 04. Gambar 04 hasil analisa kadar pati pada tepung pati hasil ekstraksi dari batang kelapa sawit dari berbagai perlakuan di atas menunjukkan bahwa kandungan pati yang tertinggi terdapat pada tepung pati dari ketinggian 1 meter dari puncak yaitu 12,3 %, kemudian kandungan pati tertinggi berikutnya pada tepung pati bersumber dari ketinggian 2 meter dari puncak yaitu 10,54 %, kemudian dari ketinggian 3 meter dari puncak 10,4 %, kemudian ketinggian 4 meter dari puncak yaitu 6,48 %, berikutnya pada ketinggian puncak dengan 3,87 %, dan berikutnya berturut-turut adalah ketinggian 5 meter, 6 meter dan 7 meter dari puncak dengan konsentrasi masing-masing yaitu 2,77 %, 1,96 % dan 1,35 %. Hasil analisa kadar pati tersebut menunjukkan bahwa kandungan pati murni terbanyak terdapat pada bagian batang sawit yang berjarak 1 meter hingga 3 meter dari puncak. Hasil analisa kadar pati juga menunjukkan bahwa semakin ke bawah pada batang sawit maka semakin rendah pula kadar patinya.Hal ini sesuai dengan pernyataan Guritno dan Darnoko (2003), bahwa batang sawit bagian atas mempunyai struktur serat kurang padat dibandingkan dengan bagian bawah batang sawit. Semakin ke atas arah meninggi batang sawit dan semakin ke dalam arah diameter lingkar batang sawit kadar air dan kadar parenkim semakin tinggi, sedangkan
4.
Kadar Pati Tepung pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi batang kelapa sawit dari berbagai tingkat ketinggian yaitu dari ketinggian puncak kemudian satu meter berikutnya dan seterusnya sampai ketinggian dasar pada jarak 8 meter dari ketinggian puncak kemudian dianalisa kadar patinya. Analisa kadar pati ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi pati murni yang terkandung di dalam tepung pati yang dihasilkan dari ekstraksi pada batang kelapa sawit yang telah dilakukan. Hasil analisa kadar pati dari tepung pati hasil ekstraksi batang kelapa sawit dapat dilihat pada
14
Kkadar Pati (%)
12 10 8 12.3
6
10.54
10.4
4 2
6.84 3.87
2.77
1.96
1.35
5
6
7
0 0
1
2
3
4
Tingkat Ketinggian Sumber Pati pada Batang (meter) Gambar 04. Hubungan Tingkat Ketinggian Batang Pohon Kelapa Sawit (Dari Atas ke Bawah) terhadap Kadar Pati dari Tepung Pati yang Diperoleh
8
kerapatannya menurun. Hal tersebut didukung pula pendapat Azemi et al., (1999), bahwa pati batang kelapa sawit tersimpan dalam sel-sel parenkim dari jaringan vaskular kasar yang mengandung persentasi lignin yang tinggi. Ekstraksi pati dari sel ini tergolong sulit karena struktur dan kandungan komposisi selnya menghalangi proses penghancuran jaringan vaskular dan sel parenkim. 5.
Kadar Amilosa Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara seperti lipid dan protein (Pomeranz, 1976). Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan dengan ikatan alfa-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai titik percabangan dengan ikatan cabang alfa-(16)-D-glukosa. Analisa kadar amilosa dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan amilosa pada pati kelapa sawit. Analisa kadar amilosa dilakukan pada tiga sampel yang diambil sebagai refresentatif bagian batang sawit, antara lain pati dari bagian batang ketinggian teratas, pati dari batang bagian tengah, dan pati dari ketinggian dasar dari batang kelapa sawit. Hasil analisa kadar amilosa pada pati dari batang kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 05. 3.69 Kadar Amilosa (%)
4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
1.26
1.12
0 Ketinggian 3 Sumber Pati7pada Tingkat Batang (meter) Gambar 05. Hubungan Tingkat Ketinggian Batang Pohon Kelapa Sawit (Dari Tiga Sampel yaitu Bagian Teratas, Tengah dan Terbawah) terhadap Kadar Amilosa pada Tepung Pati yang Diperoleh.
Gambar hasil analisa kadar amilosa di atas menunjukkan bahwa pada pati dari bagian puncak terdapat kandungan amilosa terendah yaitu 1,26%, pada pati dari bagian tengah batang kelapa sawit terdapat kandungan amilosanya yang tertinggi yaitu 3,7%, dan pada pati dari bagian terbawah batang kelapa sawit terkandung amilosa dengan konsentrasi 2,67%. Pati murni pada dasarnya tersusun atas amilosa dan amilopektin. Dari pati murni pada ketinggian puncak yaitu 3,87% yang kemudian diukur amilosanya terkandung 1,26%, hal ini menunjukkan perbandingan amilosa dari pati murni adalah sebesar 32,56%. Pati murni pada ketinggian 3 meter dari puncak yaitu 10,4% yang kemudian diukur amilosanya terkandung 3,70%, hal ini menunjukkan perbandingan amilosa dari pati murni yaitu sebesar 35,57%. Sedangkan pati murni pada ketinggian 7 meter dari puncak atau dasar batang kelapa sawit sebesar 1,35% yang kemudian diukur amilosanya terkandung 1,12%, hal ini menunjukkan perbandingan amilosa dari pati murni adalah sebesar 82,96%. 6.
Viskositas Tepung pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi batang kelapa sawit kemudian dianalisa tingkat viskositasnya. Analisa tingkat viskositas dilakukan dengan melarutkan pati ke dalam air untuk membentuk larutan pati yang berbetuk gel. Konsentrasi yang digunakan adalah 10%. Di mana 10 gram pati dilarutkan dalam air hingga 100 ml dan dibiarkan tergelatinisasi sempurna. Hasil analisa tingkat viskositas dari pati batang kelapa sawit dapat kita lihat pada Gambar 06. Hasil analisa viskositas dari tepung pati diketahui bahwa pati yang diperoleh dari ketinggian puncak atau pada ketinggian 0 meter memiliki tingkat viskositas yang paling tinggi yaitu 42000 Cp, kemudian pada pati yang diperoleh dari ketinggian 2 meter dari puncak memiliki viskositas terendah dengan nilai yaitu 9000 Cp, dan
9
pada pati yang diperoleh dari ketinggian 3 meter dengan tingkat viskositas 38000 Cp.
Viskositas (Cp)
60000 40000 20000
42000
38000 9000
0
0 Ketinggian 3 Sumber 7Pati pada… Tingkat Gambar 06. Hubungan Tingkat Ketinggian Batang Pohon Kelapa Sawit (Dari Tiga Sampel yaitu Bagian Teratas, Tengah dan Terbawah) terhadap Viskositas dari Tepung Pati yang Diperoleh.
7.
Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). Analisa kadar air pada pati dimaksudkan untuk mengetahui jumlah kadar air setelah proses pengeringan dan mengetahui efektifitas suhu pengeringan 500C selama 30 jam pada pati basah menjadi pati kering. Hasil analisa kadar air tersebut dapat dilihat pada Gambar 07.
Gambar 07. Hubungan Tingkat Ketinggian Batang Pohon Kelapa Sawit (Dari Atas ke Bawah) terhadap Kadar Air dari Tepung Pati yang Diperoleh.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Batang kelapa sawit memiliki kandungan pati yang dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi, di mana hasil terbaik adalah pati pada bagian batang sawit di bagian 1 meter dari puncak batang dengan rendemen pati tertinggi yaitu 3,3% dan kadar patinya juga tertingi yaitu 12,3%. 2. Tepung pati memiliki warna putih yang lebih baik melalui proses ekstraksi yang dilakukan dengan panambahan larutan Natrium Bisulfit 0,5%. 2.
Saran Sebaiknya dilakukan penelitiaan lanjutan dengan menitikberatkan pada pemanfaatan pati hasil ektraksi dari batang kelapa sawit, baik itu produk pangan ataupun produk lainnya seperti dekstrin atau produk lainnya.
DAFTAR PUSTAKA A. M. Normah, M.N. Mohd. Azemi, M.H. Simatopang dan A. Manan Dos, 1994. Extraction and Caracterisation Of Oil Palm Strach, In Proceeding of The Third National Seminar, Utilation of Palm Tree and Other Palms. pp 211-219. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Washington : AOAC. Anonim, 2010. Bioteknologi dengan Menggunakan Mikroorganisme. http://www.syiham.co.cc/2010/02/biot eknologi-dengan menggun akan_2610 .html. Diakses tanggal 22 Oktober 2010. Makassar. Anonim, 2011a. Analisa Proksimat. http://www.scribd.com/doc/18185685/
10
ANALISIS-PROKSIMAT. Diakses tanggal 2 Januari 2011. Makassar. Anonim, 2011b. Wikipedia. 2009. Physical properties.http://id.wikipedia.org/wiki/ physical properties. Diakses tanggal 1 Desember 2008. Makassar. Apriyantono, Anton.,Dedi Fardiaz, Ni luh Puspitasari, Sedarnawati, dan Slamet Budiyanto, 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Azemi M, Noor M, Dos AMM, Islam MD, Mymensingh, Mehat NA. 1999. Physico-Chemical Properties of Oil Palm Trunk Starch. Starch/Starke 51 : 293 –301. Batles, W. 1982. Chemical Change in Food by The Maillard Reaction. Food Chemistry. Chilmijati N. 1999. Karakterisasi Pati Garut dan Pemanfaatannya sebagai Sumber Bahan Baku Glukosa Cair (tesis). Bogor : Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Ginting S. 1995. Sifat-Sifat Pasta Pati Batang Kelapa Sawit dalam Bentuk Derivat Asetat dan Derivat berikatan Silang Fosfat pada berbagai pH (tesis). Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Guritno P, Darnoko D. 2003. Teknologi Pemanfaatan Limbah Dari Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit. Seminar Nasional : Mengantisipasi Regenerasi Pertama Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 9 – 10 April 2003. Bali : max havelaar indonesiafoundation.
Lies Suprapti ,Ir. M., 2011. Teknologi Pengolahan Pangan: Manisan Kering Jambu Mete. Gramedia: Jakarta. Lubis, A.U. Guritno P. & Darnoko, Prospectsof Oil Palm Strach, In Proceeding of The Third National Seminar, Utilation of Palm Tree and Other Palms, 1994, pp 62-69. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Metode Kimia, Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Petunjuk Laboratorium. Bogor: PAU Institut Pertanian Bogor. Ridwansyah, 2006. Pemanfaatan Pati Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Dekstrin (tesis). Program Pasca Sarjana, Intittut Pertanian Bogor, Bogor. Sudarmadji, S., Haryono dan suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa. Bandung. Susila RW. 2003. Peta perencanaan dan Peluang Investasi pada Regenerasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Seminar Nasional : Mengantisipasi Regenerasi Pertama Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 9 – 10 April 2003. Bali : max havelaar indonesiafoundation. Smith PS. 1982. Starch Derivatives and Their Use in Foods. Di dalam : Food Carbohydrates. Lineback DR, Inglet GE, editor. Wesport, Connecticut : AVI Publ. Co. Inc. Swinkels JJM. 1985. Sources of Starch, its Chemistry and Physics. Di dalam : Starch Conversion Technology. Van Beynum GMA, Roels A, editor. New York : Marcel Dekker Inc.