STUDI KADAR UREUM DAN KREATININ

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Studi Kadar Ureum dan. Kreatinin Serum Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) umur 3 dan 6 bulan ...

0 downloads 443 Views 330KB Size
1

STUDI KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM DARAH ANJING KAMPUNG (Canis familiaris) UMUR 3 DAN 6 BULAN

SATRIANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Studi Kadar Ureum dan Kreatinin Serum Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) umur 3 dan 6 bulan adalah hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2008 Satriana B 04104005

3

ABSTRACT SATRIANA. The Study of Ureum and Kreatinin Level Serum on Indonesian Native puppies (Canis familiaris) 3 and 6 months old. Supervised by AGIK SUPRAYOGI and HUDA SALAHUDDIN DARUSMAN.

Dog is a pet animal which has a breeds and differences from one to another. The variation of them were able domesticated world wide including in Indonesia. The research was conducted to find the level of ureum and creatinin in serum from puppies which was 3 and 6 months old. Six healthy puppies were used in this research, comprise of three male and female. Blood collecting from puppies was done on 3 and 6 month old, for the more it the analised on the ureum and creatinin level using a test kit methode and counted by spectrofotometry. The level of analysed by creatinin between 3 and 6 months old showed no significant different, which was 0.4 mg/dl and 0.6 mg/dl respectively. In the other hand, the level of ureum showed a significant difference (P < 0.5). The 3 months old wich wash a higher level than 6 months old. The level were on 67.50 mg/dl and 25.00 mg/dl respectively. Over all the different of ureum and creatinin level between 3 and 6 months old can be caused by differences in feed intake and metabolism.

Key word: Indonesian Native Dogs, Ureum, Creatinin.

4

ABSTRAK SATRIANA. Studi Kadar Ureum dan Kreatinin Serum Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) Usia 3 dan 6 Bulan. Dibimbing oleh AGIK SUPRAYOGI dan HUDA SALAHUDDIN DARUSMAN. Anjing merupakan hewan kesayangan dengan jumlah ras terbanyak dan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya sehingga mendorong manusia untuk memberi perhatian lebih. Berbagai macam ras dan jenis anjing berhasil didomestikasi diseluruh penjuru dunia termasuk di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar Ureum dan Kreatinin serum darah sekelompok anjing kampung Indonesia yang berasal dari Bogor pada umur 3 dan 6 bulan. Enam ekor anjing berasal dari satu indukan yang terdiri dari tiga ekor jantan dan tiga ekor betina yang sehat secara klinis. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel darah yang diolah menjadi serum kemudian dianalisis dengan metode Tes-kit menggunakan spektrofotometer. Kadar Kreatinin tidak mengalami perubahan yang signifikan pada umur 3 dan 6 bulan yaitu 0.4 mg/dl dan 0.6 mg/dl. Adapun kadar Ureum pada anjing umur 3 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan umur 6 bulan, kadar ini berbeda nyata (P<0.05) dimana kadarnya berturut-turut 67.50 mg/dl dan 25.00 mg/dl. Secara keseluruhan kadar ureum dan kreatinin berbeda pada peningkatan umur antara 3 dan 6 bulan. Perbedaan tersebut kemungkinan diakibatkan oleh perbedaan diet dan metabolisme antara kedua umur. Kata kunci : Anjing Kampung, Ureum, Kreatinin

5

STUDI KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM DARAH ANJING KAMPUNG (Canis familiaris) USIA 3 DAN 6 BULAN

SATRIANA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

6

2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi

: Studi Kadar Ureum dan Kreatinin pada Serum Anjing

Kampung (Canis familiaris) Usia 3 dan 6

bulan Nama Mahasiswa

:S a t r i a n a

NRP

: B 04104005

Disetujui

Dr. drh. Agik Suprayogi, MSc

Drh. Huda S Darusman

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil DekanFakultas Kedokteran Hewan-IPB

7

Tanggal lulus:

PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas terselesaikannya skripsi yang berjudul “Studi Kadar Ureum dan Kreatinin pada Serum Anjing Kampung (Canis familiaris) Usia 3 dan 6 bulan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Rasa terima kasih yang sangat tulus penulis persembahkan pada orangorang yang telah membantu dan memberi semangat selama ini. Ucapan terima kasih penulis kepada : Ayahanda dan Ibunda tercinta atas doa, dan dorongan moril yang sangat berarti, Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc., selaku dosen pembimbing pertama yang senantiasa memberi motivasi, drh. Huda S. Darusman, selaku dosen pembimbing kedua yang membimbing dan memberi nasehat selama penyusunan skripsi, drh. I Ketut Mudite Adyane selaku pembimbing akademik, drh. Endang Rahman MS selaku dosen penguji skripsi, Dr. drh. Deni Noviana selaku dosen penilai seminar, drh. Wahono Esti P, Msi selaku

moderator

seminar,

mama

Haya,

Ita,

dan

keluarga

besar

di

Bulukumba/Selayar, Andi Al Ashar sekeluarga, Hartata Dwi Saputra atas kebersamaan dan motivasinya, rekan-rekan sepenelitian, mas Joni, Zul, rekanrekan Panrita (Ayu dan Mita), rekan-rekan seperjuangan di RC, dan semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama ini. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan skripsi ini. Semoga dapat memberi manfaat bagi kita semua, amien. Bogor, September 2008 Penulis

8

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bulukumba pada tanggal 10 Januari 1986 dari Ayahanda Mursalim. S, Pd dan Ibunda Hj. Nurhayati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 1992 penulis sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN ) No 87 Buttakeke dan lulus tahun 1998, kemudian dilanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat pertama Negeri (SLTPN) 2 Bulukumpa dan lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Bulukumpa dan menamatkan pendidikan di

Sekolah Menengah

Umum Negri (SMUN) 1 Benteng Selayar pada tahun 2004. Tahun yang sama penulis masuk Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih program studi Kedokteran Hewan. Pengalaman organisasi penulis antara lain, menjadi pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SLTPN 2 Bulukumpa, Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) SMU 1 Bulukumpa, pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMU 1 Benteng Selayar, pengurus Dewan perwakilan Mahasiswa (DPM) periode 2005-2006, pengurus Himpunan Profesi Ruminansia periode 2005-2006, pengurus Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan periode 2005-2006, pengurus Forum Ilmiah Mahasiswa periode 2005-2006, pengurus ROHIS dan DKM An Nahl periode 2006-2007, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa periode 20062007, pengurus himpunan Profesi Ornithologi dan Unggas periode 2006-2007 di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga aktif di

organisasi

ekstra

kampus

diantaranya

menjadi

pengurus

Himpunan

Mahasiswa Islam Komisariat FKH dan menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Makassar (IKAMI) cabang Bogor.

9

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... Tujuan ................................................................................................. Manfaat ............................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA Anjing dan Pengklasifikasiannya ......................................................... Fisiologi Pertumbuhan Anjing.............................................................. Karaktetistik Fisiologis Anjing .............................................................. Anatomi dan Fungsi Ginjal .................................................................. Ureum............................................................................................... Kreatinin ........................................................................................... MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. Alat dan Bahan .................................................................................... Tahap Persiapan dan Adaptasi ........................................................... Tahap Persiapan Kandang............................................................... Sinkronisasi Hewan ........................................................................... Tahap Pemeliharaan ........................................................................ Parameter yang Diamati....................................................................... Protokol Penelitian................................................................................ Pengambilan Sampel Darah................................................................. Analisis Kimia Darah ............................................................................ Ureum................................................................................................ Kreatinin ............................................................................................ Analisis Data......................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN Ureum................................................................................................... Kreatinin ............................................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan........................................................................................... Saran .................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

vi vii viii 1 2 2 3 5 5 7 12 14 17 17 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 20 21 23 25 25 26

10

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Nilai Normal Parameter Hematologis Anjing

...........................

6

Tabel 2. Data Biologis Anjing secara Umum ......................................... …

7

Tabel 3. Nilai Normal Ureum dan Kreatinin dalam Serum Darah Anjing...

11

Tabel 4. Kadar Normal Ureum dalam Serum Darah Anjing ............................. 14 Tabel 5. Kadar Normal Kreatinin dalam Serum Darah Anjing .......................... 16 Tabel 6. Kadar Ureum dan Kreatinin Serum Darah Anjing Kampung Umur 3 dan 6 Bulan ........................................................................... 21

11

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema Mekanisme Kerja Nephron dan Tubulus Ginjal ........

8

Gambar 2. Skema Mekanisme Pembentukan Ureum ...........................

13

Gambar 3. Skema Mekanisme Pembentukan Kreatinin ..........................

15

12

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. ..........................................................................................

29

Lampiran 2. ............................................................................................

31

Lampiran 3 ..............................................................................................

32

13

PENDAHULUAN

Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat semakin banyak memelihara anjing untuk dijadikan hewan kesayangan. Berbagai macam ras dan jenis anjing berhasil didomestikasi diseluruh penjuru dunia termasuk di Indonesia. Anjing merupakan hewan kesayangan dengan jumlah ras terbanyak dan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya sehingga mendorong manusia untuk memberi perhatian lebih (Fierenzo 1978). Perkawinan silang antara anjing-anjing ini menghasilkan ras anjing yang umumnya belum teridentifikasi dan tersebar di Negara-negara di dunia. Di Indonesia, perkawinan silang ini menghasilkan anjing yang dikenal masyarakat dengan nama anjing kampung. Anjing kampung merupakan salah satu jenis anjing yang mampu bersosialisasi dengan manusia dan tidak sulit pemeliharaannya (Muslihun 1954). Anjing kampung Indonesia diperkirakan berasal dari perkawinan antara anjing Kutub dengan anjing Dinggo, oleh karena itu anjing kampung Indonesia memiliki ciri dari kedua jenis anjing tersebut diantaranya ukuran badan sedang, rambut tegak pendek dan berwarna kekuningan sampai hitam (Dharmojono 2003).

Anjing kampung juga memiliki telinga serta moncong yang runcing,

stamina kuat dan patuh pada pemiliknya (Untung 1999). Seiring dengan perkembangan zaman anjing kampung semakin banyak mendapat perhatian dari masyarakat. Hal ini dikarenakan, anjing kampung memiliki sifat patuh dan dapat digunakan sebagai hewan pemburu maupun penjaga rumah (Untung 1999). Dalam dunia kesehatan sendiri anjing kampung juga telah banyak dijadikan hewan coba. Oleh karena itu, perhatian masyarakat pada status kesehatan anjing kampung semakin meningkat. Pengetahuan mengenai nilai fisiologis normal sebagai acuan diagnosa secara umum (klinis) maupun diagnosa laboratoris mutlak dibutuhkan terutama oleh para dokter hewan praktisi dalam prakteknya untuk mengetahui status kesehatan anjing kampung. Penelitian ini dilakukan berdasarkan rasa keingintahuan penulis tentang nilai fisiologis anjing kampung, mengingat selama ini data literatur yang menjadi acuan nilai fisiologis anjing di Indonesia berasal dari nilai fisiologis anjing ras luar negeri yang tentu saja kurang tepat jika menjadi bahan acuan, hal tersebut dikarenakan perbedaan jenis

anjing, genetik dan bioklimat. Dikhawatirkan

14

penggunaan literatur yang kurang relevan dapat memberikan hasil yang kurang tepat dalam menentukan diagnosa pemeriksaan. Hingga saat ini nilai normal fisiologis untuk berbagai parameter yang digunakan sebagai acuan dalam diagnosa umumnya berdasarkan pada literatur yang memuat berbagai nilai normal anjing yang diketahui berasal dari ras basenji dan beegle. Belum ada nilai normal fisiologis yang khusus untuk anjing kampung khususnya nilai fisiologis pada umur yang berbeda, padahal akan lebih baik jika referensi acuan berasal dari data nilai fisiologis normal hewan sejenis agar hasil yang diperoleh juga lebih akurat. Anjing adalah salah satu hewan yang rentan terhadap berbagai penyakit terutama pada sistem urogenital pada organ ginjalnya baik kongenital maupun dapatan (Guyton 1995). Fungsi ginjal dapat dievaluasi melalui beberapa indikator antara lain melalui pemeriksaan serum kimia darah ureum dan kreatinin. Parameter dari nilai ureum dan kreatinin pada anjing kampung khususnya anjing yang masih dalam masa pertumbuhan sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Hal ini menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian tentang gambaran fisiologis nilai ureum dan kreatinin dalam serum darah anjing kampung usia 3 dan 6 bulan. Ureum merupakan hasil utama dari metabolisme protein dalam tubuh. Kadar ureum dalam serum darah bergantung pada katabolisme (pemecahan) protein di dalam hati yang disekresikan ke dalam ginjal kemudian diekskresikan melalui urin. Sedangkan kreatinin adalah produk endogenous akhir dari metabolisme kreatin fosfat dimana kadarnya relatif lebih konstan. Kedua parameter ini menjadi salah satu parameter untuk menilai fungsi ginjal normal. Jika terjadi gangguan ginjal kronik, kedua zat ini akan meningkat jumlahnya di dalam darah (Doxey1983).

Tujuan Penelitian dilakukan bertujuan untuk memperoleh gambaran nilai ureum dan kreatinin serum darah anjing kampung dalam masa pertumbuhan usia 3 dan 6 bulan.

Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai dasar ureum dan kreatinin anjing kampung sehat yang dalam masa

15

pertumbuhan sehingga dapat berguna dalam penegakan diagnosa klinis. Data yang diperoleh pada penelitian ini juga diharapkan dapat memberi konstribusi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian mengenai anjing kampung umumnya dan penelitian mengenai gambaran fisiologis kadar ureum dan kreatinin anjing kampung khususnya.

16

TINJAUAN PUSTAKA Anjing dan Pengklasifikasiannya Anjing (Canis

familiaris) adalah salah satu hewan kesayangan yang

banyak mendapatkan perhatian dari manusia (Fierenzo 1978). Pengklasifikasian anjing dilakukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh federation Chynologique Internationale (FCI) yaitu berdasarkan bentuk fisik, sifat dan kegunaannya (Untung 2007). Secara umum anjing dapat diklasifikasikan dalam Kingdom Animalia, Phylum Chordata, Subphylum Vertebrata, Class Mammalia, Subclass Eutheria, Order Carnivora, Family Canidae, Genus Canis dan Species Canis familiaris (Budiana 2007). Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh anjing yaitu kemampuannya untuk beradaptasi dalam segala bentuk kehidupan (Hartaningsih 1999). Teori mengenai asal usul anjing sangat variatif. Salah satu teori mengatakan bahwa berdasarkan bukti genetika dan arkeologis berupa fosil dan tes DNA anjing merupakan hewan yang telah mengalami domestikasi dari serigala antara 17.000 sampai 14.000 tahun yang lalu. Hewan ini ketika pertama kali dipelihara oleh manusia tidak memiliki silsilah yang jelas, namun karena ada sifat-sifat tertentu dari anjing yang dibutuhkan oleh manusia menyebabkan ada usaha mengawin silangkan anjing sehingga sekarang diperkirakan telah diperoleh anjing yang telah terdomestikasi kurang lebih 400 jenis (Untung 2007). Teori lain yang disebut sebagai teori adabtasi mengatakan bahwa pertamakalinya manusia dan anjing merupakan dua kelompok pemburu yang saling bersaing, namun seiring berjalannya waktu dimana faktor alam tidak mendukung sehingga buruan semakin berkurang menyebabkan anjing mulai tergantung kepada manusia dan akhirnya dimanfaatkan oleh manusia (Penissi 2002). Anjing sangat dekat dengan manusia. Anjing telah bekerja dan tinggal bersama manusia dengan banyak peran yang membuat mereka digelari "teman terbaik manusia" dan dianggap mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi (Untung 1999). Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, dan diajak bersosialiasi baik dengan manusia maupun dengan anjing yang lain. Anjing memiliki banyak peran dalam masyarakat dan sering dilatih sebagai anjing pekerja. Berbagai anjing pekerja dari segala jenis banyak bekerja sebagai anjing

17

penggembala, anjing pelacak dan anjing penuntun tuna netra atau anjing pelayanan. Untuk anjing yang tidak bekerja, ada banyak olah raga anjing untuk memamerkan kemampuan alami mereka (Dharmojono 2003). Anjing ras adalah anjing yang memiliki asal usul, jati diri dan kemurnian garis keturunan secara tersendiri serta tercatat oleh Perkumpulan Kinologi Indonesia. Sedangkan anjing kampung adalah anjing yang telah lama diketahui keberadaannya tetapi tidak dijaga galur keturunannya (Sanusi 2004). Selain itu dikenal pula istilah anjing lokal yaitu anjing yang keberadaannya telah lama diketahui dan terisolir di lokasi tertentu di Indonesia sehingga galur keturunannya relatif dapat dijaga. Salah satu anjing lokal Indonesia yang telah diakui sebagai ras atau bangsa tersendiri adalah anjing kintamani yang ada di Bali (Hartaningsih 1999). Baik anjing kampung maupun anjing lokal di Indonesia merupakan anjing yang telah terdomestikasi (Boedihartono dalam Supriadi 2004).

Gambar 1. anjing kampung Indonesia Anjing-anjing blasteran (ras) mengalami perkawinan silang dan akhirnya menghasilkan anjing kampung. Perkawinan silang antara anjing-anjing blasteran ini menghasilkan anjing kampung yang mampu bersosialisasi dengan manusia dan tidak sulit pemeliharaannya (Dharmojono 2003). Anjing kampung Indonesia diperkirakan berasal dari perkawinan antara anjing Kutub dengan anjing Dinggo, oleh karena itu anjing kampung Indonesia tampak memiliki ukuran badan yang sedang, rambut tegak pendek dan berwarna kekuningan sampai hitam, telinga serta moncong yang runcing, stamina kuat dan dapat patuh pada pemiliknya yang diperkirakan merupakan gabungan sifat antara anjing Kutub dengan anjing Dinggo (Sanusi 2004). Menurut Dharmojono (2003) Anjing dapat digolongkan berdasarkan perbedaan umur yaitu anjing anakan yang berumur kurang dari 5 bulan, anjing

18

remaja yang berumur 5-18 bulan, anjing dewasa yang berumur 18 bulan-6 tahun, dan anjing tua yang berumur lebih dari 6 tahun. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) umumnya anak anjing lepas sapih dari induknya pada umur 8-9 minggu. Setelah lepas sapih anjing boleh diberi pakan lain yang tentunya berprotein tinggi. Anak anjing boleh diberi pakan komersial berupa dog food baik yang dikombinasi dengan daging/serat ataupun tanpa dikombinasi pada umur ± 6 minggu (Miller 1993). Anjing banyak membutuhkan air untuk diminum. Sedangkan kadar kalori yang dibutuhkan anak anjing sebesar 600-900 kalori/hari, kebutuhan kalori ini akan meningkat seiring dengan pertambahan umurnya.

Fisiologis Pertumbuhan Anjing Pertumbuhan dan perkembangan anjing terdiri dari beberapa periode diantaranya, periode neonatal, periode transisional, periode sosialisasi, periode juvenile, periode adulthood, dan periode tua. Jackson 1994 secara lengkap menjelaskan bahwa, periode neonatal adalah suatu masa yang dimulai saat lahir sampai ± 2 minggu dimana anak anjing masih sangat bergantung pada induknya. Periode transisional pada minggu ketiga merupakan masa pertumbuhan system saraf dan fisik yang sangat pesat. Periode sosialisasi dimulai pada minggu keempat sampai minggu ketujuh dimana anak anjing mulai belajar menjelajahi lingkungan sekitarnya. Periode juvenile pada saat anjing berumur sepuluh minggu sampai tujuh bulan dimana hewan mengalami dewasa kelamin dan perkembangan system saraf maupun fisik telah sempurna. Selanjutnya periode adulthood (dewasa) pada saat hewan berusia 12 bulan, pada periode ini anjing telah matang baik dari segi seksual, pola tingkah laku, maupun dari segi kesiapan dan kepercayaan diri dalam menghadapi situasi apapun. Terakhir periode tua dimana anjing mulai rentan terhadap penyakit dan batasan umur tergantung dari jenis atau rasnya. Harapan hidup dari anjing pada masa lalu hanya 8-10 tahun, sedangkan pada masa sekarang mencapai 18-20 tahun. Faktor penyebab peningkatan ini yaitu karena perkembangan ilmu kedokteran hewan, penemuan obat-obatan, pencegahan penyakit dengan vaksinasi, peningkatan mutu makanan anjing dan cara pemeliharaan yang semakin baik dari pemiliknya (Sanusi 2004).

19

Karakteristik Biologis Anjing Diperkirakan terdapat sekitar 700 jenis/trah anjing didunia. Meskipun jenis anjing bervariasi dan sangat banyak jumlahnya, akan tetapi data biologis normalnya secara umum tetap sama. Dari semua jenis anjing hampir seluruhnya menunjukkan karakteristik yang sama dalam beberapa hal, misalnya pada saat takut semua jenis anjing akan menyembunyikan ekornya, memberikan makan pada anak-anaknya yang masih belum bisa mencari makan sendiri (Setelah makan kenyang, anjing akan menghampiri sarangnya dan akan memuntahkan sebagian isi perutnya untuk dimakan oleh anak-anak mereka), serta mampu membedakan warna secara Twilight (Robinson 1990). Data fisiologis merupakan suatu patokan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menilai bahwa organ dari suatu hewan berfungsi secara normal (Soerono et al. 1975). Data fisiologis setiap hewan memiliki nilai yang berbeda tergantung jenis hewan, genetik, umur, jenis kelamin, bioklimat, dan kondisi kesehatan hewan tersebut. Sedangkan perbedaan nilai fisiologis mamalia antar umur dewasa dengan anakan disebabkan oleh perbedaan umur, terutama tingkat metabolisme dan pertumbuhan anatomis tubuhnya Suprayogi et al. (2007). Hal ini terjadi karena proses pertumbuhan pada organ-organ tubuh belum berfungsi dengan baik (Todd & Sanford 1974). Beberapa nilai normal dari beberapa parameter hewan anjing dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Tabel 1. Nilai normal parameter hematologis anjing Parameter hematologis volume darah (ml/Kg) sel darah merah (106/mm3) hemoglobin (g/dl) hematokrit (%) sel darah putih (103/mm3) Protein plasma (g/100 ml) keterangan : a. b. c. d. e.

Anjing

Anjing kampung dewasa

800a 6 – 8a 15,9±1,2 c 49,3±3,4 c 9 – 13 a 6 – 7,8 a

Dukes 1984 Hariyati 1988 Jain 1993 Wirajaya 2005 Nugraha 2007

Anak anjing kampung

-

-

6,05 ± 1,56b

5,67 ± 0,163e

14,80±3,95ld 45,97±12,5d

10,94±0,47e 34,41±0,94e

-

12,85 ± 1,24b

-

-

20

Tabel 2. Data biologis anjing secara umum Parameter Normal Suhu tubuh Frekuensi nadi Frekuensi pernapasan Terengah-engah Dewasa kelamin Masa kebuntingan Siklus estrus Kebutuhan pakan, (puppy) Dewasa Kebutuhan air Pengeluaran urine Pengeluaran feses

38-390C (100,4-102,20F) 70-120 kali per menit 10-30 kali per menit ≥ 200 kali per menit 6-8 bulan 63 hari 18-21 hari 60 Kg per hari 30 Kg per hari 40 ml per Kg per hari 20 ml per Kg per hari 1-6 kali per hari

Sumber: Bower. J dan Youngs. D (1989)

Dalam kondisi hewan normal, keadaan fisiologis tersebut selalu dalam keadaan yang seimbang. Dengan asumsi asupan pakan yang tercukupi sempurna dan keadaan lingkungan yang seimbang dan sehat. Penyimpangan dari patokan tersebut menandakan bahwa satu atau beberapa organ dari hewan tidak bekerja secara normal dan hewan dinyatakan sakit (Soerono et al. 1975).

Anatomi dan Fungsi Fisiologis Ginjal Menurut Price 2005, ginjal merupakan organ penyaring plasma dan unsur-unsur plasma darah, secara selektif ginjal menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna dari filtrat kemudian mengekskresikan kelebihan dan produk buangan plasma. Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh yang terletak pada dinding posterior abdomen di luar rongga peritonium. Ginjal memiliki tiga bagian utama yaitu, korteks (bagian luar), medulla, dan pelvis renalis (Guyton 1995).

Gambar 2. potongan melintang ginjal

21

Bagian korteks ginjal mengandung nefron. Sisi medial ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum. Hilum merupakan tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai darah dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke vesica urinaria. Ginjal terdiri dari korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Sistem sirkulasi di ginjal memiliki dua bentuk kapiler yaitu kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus. Kedua kapiler ini diatur dalam satu rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol eferent yang membantu mengatur tekanan hidrostatik didalamnya. Dengan demikian, terjadi perubahan laju filtrasi glomerulus dan/atau reabsorbsi tubulus sebagai respon terhadap kebutuhan homeostatik tubuh (Ganong 2003).

Gambar 3. struktur kerja dan mekanisme ginjal Menurut Price 2005, organ ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung. Sebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan

sebelah

anterior

dilindungi

oleh

bantalan

usus

yang

tebal.perlindungan yang sempurna ini menyebabkan ginjal sukar untuk diraba dan juga sulit dijangkau saat pembedahan. Ginjal diperfusi oleh sekitar 1.200 ml darah per-menit, suatu volume yang sama dengan 20% sampai 25% curah jantung. Lebih dari 90% darah yang masuk ke ginjal didistribusikan ke korteks, sedangkan sisanya didistribusikan ke medula (Bush 1991). Nefron merupakan unit fungsional ginjal terdiri dari komponen kapsula Bowman yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Ginjal akan mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya

22

hanya jika lebih dari 70 % nefronnya tidak seimbang dalam menjalankan fungsi (Doxey 1983).

Gambar 4. skema mekanisme kerja nephron dan tubulus ginjal Menurut Raphael 1987 pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi glomerulus plasma. Aliran plasma ginjal kira-kira 660 ml/menit yang setara dengan sekitar 25 % curah jantung. Seperlima dari plasma dialirkan melalui glomerulus ke kapsula Bowman yang dikenal sebagai laju filtrasi glomerulus. Selsel darah dan molekul-molekul protein yang besar atau bermuatan negatif secara efektif tertahan oleh seleksi glomerulus, sedangkan molekul yang berukuran kecil atau dengan muatan positif sudah langsung tersaring. Saat filtrat mengalir melalui tubulus ada beberapa zat yang diambil atau ditambahkan ke dalam filtrat sehingga hanya sekitar 1,5 L/hari yang diekskresi sebagai urin. Menurut Price 2005 tiga kelas zat yang difiltrasi dalam glomerulus yaitu elektrolit, nonelektrolit, dan air. Beberapa elektrolit yang penting antara lain Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Bikarbonat (HCO3-), Klorida klorida (Cl-), dan Fosfat (HPO4-). Nonelektrolit yang penting adalah glukosa, asam amino, dan metabolit yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme protein : ureum, asam urat, dan kreatinin. Setelah proses filtrasi kemudian terjadi reabsorbsi selektif zat-zat yang telah difiltrasi di dalam tubulus serta terjadi sekresi dari pembuluh darah peritubulus ke dalam tubulus.

23

Proses reabsorbsi dan sekresi berlangsung melalui mekanisme transpor aktif dan pasif. Glukosa dan asam amino direabsorbsi seluruhnya di sepanjang tubulus proksimal melalui transport aktif, Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorbsi secara aktif dan keduanya disekresi ke dalam tubulus distal. Air, klorida dan urea direabsorbsi dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif. Seluruh basa organik (kreatinin) secara aktif disekresi ke dalam tubulus proksimal (Price 2005). Ginjal memiliki fungsi yang multipel antara lain sebagai pengatur keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolitas cairan tubuh, pengatur keseimbangan asam basa, ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, dan sekresi hormon (Ganong 2003). Guyton dan Hall (1997) membagi fungsi ginjal menjadi tujuh bagian, antara lain : 1. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit Untuk menjaga homeostasis tubuh. Ekskresi air dan elektrolit sesuai dengan asupan. 2. Pengaturan keseimbangan asam-basa Ginjal bersama dengan sistem dapar paru dan cairan tubuh mengatur asam – basa dengan mengekskresi asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh. 3. Ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing Ginjal

merupakan

organ

utama

untuk

membuang

produk

sisa-sisa

metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea, kreatinin, asam urat, produk akhir pemecahan hemoglobin, dan metabolit dari berbagai hormon. 4. Pengaturan tekanan arteri Ginjal berperan dalam pengaturan tekanan arteri jangka panjang dengan mengekskresikan sejumlah natrium dan air. Selain itu, ginjal juga berperan dalam pengaturan tekanan arteri jangka pendek dengan mengekskresi faktor atau zat vasoaktiv. 5. Glukoneogenesis Ginjal mensintesis glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya selama masa puasa yang panjang. Kapasitas ginjal untuk menambahkan glukosa pada darah selama masa puasa yang panjang dapat menyaingi hati. 6. Pengaturan produksi eritrosit

24

Ginjal menyekresikan eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah merah. Kira-kira 90 persen dari seluruh eritropoietin dibentuk dalam ginjal. 7. Pengaturan produksi 1,25-Dihidroksi vitamin D3 Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25-Dihidroksi vitamin D3 yang memegang peranan penting dalam pengaturan kalsium dan fosfat. 8. Organ endokrin Ginjal menghasilkan kinin, 1,25-dihidroksikolekalsiferol serta membentuk dan mensekresi renin. Ginjal melakukan fungsinya dengan menyaring plasma darah, zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi diekskresikan melalui urin dan zat yang masih dibutuhkan tubuh dikembalikan ke dalam darah (Guyton & Hall 1997). Zat-zat sisa produk metabolisme tubuh yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh meliputi urea (dari metabolisme asam amino), kreatinin (dari keratin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (bilirubin), metabolit hormon, dan toksin (obat-obatan, pestisida, dll) (Price 2005). Menurut Guyton 1995 organ ginjal dapat mengalami gangguan dalam melakukan fungsinya baik berupa gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis. Guyton 1995 juga menyebutkan bahwa efek dari kegagalan ginjal akut atau kronis secara umum dapat berupa: 1. Edema umum, ini disebabkan oleh retensi air dan garam, 2. Asidosis, yang disebabkan oleh kegagalan ginjal untuk mengeluarkan produk-produk asam normal dari tubuh, 3. Tingginya konsentrasi nitrogen non-protein terutama urea, 4. Tingginya konsentrasi produk retensi urin lainnya, termasuk kreatinin, asam urat, fenol, basa guanidine, sulfat, fosfat, dan kalium. Maka dari itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap fungsi normal ginjal. Untuk menilai hal tersebut dapat dilakukan pemeriksaan klinis (anamnesa dan pemeriksaan fisik) dan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang. Beberapa indikator antara lain pemeriksaan kadar kreatinin dan ureum dalam serum darah dapat digunakan sebagai salah satu parameter fungsi normal ginjal pada pemeriksaan laboratorium (Raphael 1987). Ureum merupakan hasil akhir dari metabolisme protein dalam tubuh sedangkan kreatinin merupakan hasil akhir dari metabolisme keratin di dalam otot. Senyawa-senyawa ini harus dikeluarkan dari tubuh secara terus menerus untuk memastikan terus berlangsungnya metabolisme protein di dalam sel.

25

Gangguan ginjal kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga kemampuan ginjal menyaring ureum maupun kreatinin juga menurun, akibatnya zat-zat tersebut meningkat jumlahnya di dalam darah (Doxey 1983). Nilai normal dari ureum dan kreatinin dalam serum darah dapat dilihat pada Table 3: Table 3. Nilai normal ureum dan kreatinin dalam serum darah anjing Parameter Ureum Kreatinin

Anjing (mg/dl) 10 – 30a 0,1 – 1,3b

Anjing (mg/dl) 5,00-23,9 c 0,80-2,05 c

Manusia (mg/dl) 8 – 18 d 0,6 – 1,4 d

Keterangan: a. Kaneko 1980 b. Altman & Dittmer dalam Kaneko 1980 c.

Laboratorium Mandapa

d. Guyton 1995 Menurut Guyton 1995 konsentrasi ureum dan kreatinin darah dapat digunakan sebagai petunjuk laju filtrasi glomerulus (GFR) karena kedua zat ini diekskresikan melalui urin. Kreatinin merupakan indeks GFR yang lebih cermat dibandingkan ureum karena kecepatan produksinya terutama merupakan fungsi massa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan. Sedangkan ureum terutama dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh.

Ureum Menurut Price 2005 ureum merupakan hasil utama dari metabolisme protein di dalam tubuh. Ureum dihidrolisis di dalam air dengan bantuan urease sehingga dihasilkan ammonia dan karbondioksida (Guyton & Hall 1997). Kadar ureum dalam darah bergantung pada katabolisme (pemecahan) protein dalam hati yang disekresikan ke dalam ginjal dan diekskresikan melalui urin. Ketika air direabsorbsi dari tubulus, konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat sehingga muncul gradient konsentrasi yang menyebabkan reabsorbsi urea. Ureum tidak bisa memasuki tubulus sebanyak air, sehingga ureum direabsorbsi secara pasif dari tubulus. Ureum yang masih tertinggal akan masuk ke dalam urin untuk akhirnya diekskresikan (Raphael 1987). Menurut Doxey 1983 ureum

26

dengan kadar yang tinggi dalam tubuh akan bersifat toksik karena sifatnya yang mendenaturasikan protein. Selain direabsorbsi secara pasif dari tubulus, ureum juga ternyata direabsorbsi ke medulla ginjal dan berperan terhadap 40 persen osmolaritas interstisium medulla ginjal saat ginjal membentuk urin pekat secara maksimal (Guyton 1995). Mekanisme reabsorbsi ureum ke medulla ginjal dapat dijelaskan sebagai berikut, sewaktu air mengalir ke cabang asenden ansa Henle dan masuk ke tubulus distal dan tubulus koligentes kortikalis hanya sedikit ureum yang direabsorbsi karena segmen ini impermiabel terhadap ureum. Dengan tingginya konsentrasi ADH, air direabsorbsi secara cepat dari tubulus koligentes kortikalis dan konsentrasi ureum juga meningkat dengan cepat. Selanjutnya, cairan tubulus mengalir ke bagian dalam medulla duktus kolingentes sehingga konsentrasi ureum semakin tinggi dan berdifusi ke interstisium ginjal dan pada akhirnya konsentrasi ureum dalam urin tetap tinggi meskipun sebagian telah direabsorbsi. Hal ini yang menyebabkan pada individu normal kadar ureum yang dijumpai dalam urin sangat tinggi sedangkan dalam darah kebalikannya (Price 2005). Menurut Raphael 1987 ureum merupakan produk ekskresi primer dari katabolisme protein yang dibentuk di hati dari karbon dioksida dan ammonia melalui proses biokimia yang dikenal dengan siklus Ornithin. Mekanisme tersebut dapat dijelaskan dalam skema berikut ini :

Ornithin + CO2 + NH3

Ureum

arginase

sitrulin + NH3

Arginin + H2O

Sumber : Raphael (1987)

Gambar 5. skema mekanisme pembentukan ureum Ornithin bersama karbon dioksida dan ammonia bereaksi menghasilkan senyawa sitrulin. Jika hasil dari reaksi ini kembali bereaksi dengan ammonia maka akan menghasilkan arginin yang jika bereaksi dengan air akan mengalami reaksi

27

arginase dan menghasilkan kembali ornithin dan ureum. Ornithin, Sitrulin dan Arginin merupakan kelompok asam amino. Siklus ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh untuk memastikan terus berlangsungnya metabolisme protein di dalam sel (Raphael 1987). Umumnya kenaikan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus diakibatkan oleh pertumbuhan ginjal. Menurut Doxey 1983, kadar ureum dalam serum darah suatu individu hewan dapat dipengaruhi dua faktor. Pertama, pengaruh kondisi patologis individu contohnya para penderita gagal ginjal baik congenital, akut maupun kronis, penderita gagal jantung dan individu yang mengalami kekurangan elektrolit dan cairan tubuh (baik karena muntah ataupun diare). Perlakuan kepada hewan merupakan faktor lain yang juga sangat berpengaruh, contohnya pola pemberian pakan dan exercise. Pada anjing normal pemberian pakan berprotein tinggi dapat menyebabkan peningkatan jumlah ureum dalam darah, asupan protein yang tinggi dalam darah dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus hingga 20-30 persen sesaat setelah individu diberi pakan berprotein tinggi (Meyer 2004). Sedangkan exercise dapat menyebabkan kadar ureum yang bervariasi di dalam darah (Doxey 1983). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan jumlah ureum dalam darah tidak selalu menandakan kerusakan pada organ ginjal. Kenaikan kadar ureum dalam darah akan disepakati sebagai akibat dari kerusakan ginjal hanya apabila disertai hasil pemeriksaan urine (urinalisis) dan diperkuat dengan tanda-tanda klinis yang mendukung penentuan diagnosa (Dukes 1977). Menurut

Kaneko

1980

keberadaan

ureum

dalam

darah

dapat

diinterpretasikan dalam dua kelompok. Pertama, kadar ureum yang rendah dalam darah bisa disebabkan karena individu yang diperiksa mengalami kekurangan protein baik dalam hal jumlah asupan pakan protein maupun penyerapan protein tersebut atau karena adanya insufisiensi hati akut dimana terjadi kerusakan sel hati sehingga pembentukan ureum menurun. Kedua, jika kadar ureum tinggi maka kemungkinan disebabkan antara lain karena individu yang diperiksa mengkonsumsi pakan berprotein tinggi atau karena faktor ginjal (nephritis sekunder, nephritis akut, nephritis kronis, ikterik maupun uremik). Menurut Meyer 2004, peningkatan kadar ureum dapat dikembalikan ke keadaan yang normal. Cara yang dapat ditempuh adalah memperbaiki pola makan dengan memperhatikan keseimbangan kandungan bahan gizi dalam

28

makanan. Berikut adalah tabel mengenai nilai normal ureum dalam serum darah anjing dewasa dan anakan. Tabel 4. Kadar normal ureum dalam serum darah anjing Anak anjing Parameter Ureum (mg/dl) * Ureum (mg/dl) **

Dewasa

2 bulan ♂ ♀

3 bulan ♂ ♀

6 bulan ♂ ♀

10 - 30

-

-

-

-

-

-

7 – 25

14.00

15.10

11.15

10.30

-

-

Keterangan: * Kaneko (1980) ** Meyer (2004)

Kreatinin Kreatinin adalah produk endogenous akhir dari metabolisme kreatin fosfat yang terjadi di dalam otot dan dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan serta diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama (Guyton & Hall 1997). Shaffer dalam Peters 1946 menjelaskan bahwa ekskresi kreatinin pada setiap individu terkait erat dengan ukuran maupun perkembangan jaringan otot. Zat ini dijumpai dalam jumlah yang besar di otot dan hadir di darah dan urin dalam jumlah yang sangat kecil pada kondisi normal.

dehidratasi

kreatin

kreatinin (mudah diperfusi ke seluruh cairan tubuh) urine

Sumber : Raphael (1987)

Gambar 6. skema mekanisme pembentukan kreatinin Melalui reaksi dehidratasi dalam otot keratin akan diubah menjadi kreatinin yang mudah diperfusi ke seluruh cairan tubuh dan diekskresikan melalui urin (Raphael 1987). Kreatinin merupakan sisa metabolisme fosfat dari kreatin fosfat otot, keberadaannya dalam tubuh dengan jumlah yang tinggi ataupun rendah dapat memberi dampak buruk bagi individu. Sisa metabolisme harus

29

diekskresikan melalui ginjal, oleh karena itu jika terjadi peningkatan atau penurunan kadar kreatinin dalam tubuh maka interpretasi klinik akan lebih cenderung pada gangguan fungsi ginjal. Kreatinin diekskresi dalam urin melalui proses filtrasi dalam glomerulus tetapi tidak direabsorbsi di tubulus bahkan sejumlah kecil disekresi oleh tubulus terutama bila kadar kreatinin serum tinggi (Todd & Sanford). Kreatinin dengan bebas melintasi membran glomerulus dan hanya sebagian kecil disekresi ke dalam tubulus nefron. Kreatinin merupakan indeks GFR yang lebih cermat dibandingkan ureum karena kecepatan produksinya terutama merupakan fungsi massa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan. Oleh karena itu pada kondisi normal kreatinin dijumpai dalam urin dengan konsentrasi sedikit. Konsentrasi dan ekskresi total harian kreatinin tetap konstan meskipun ada perubahan pola makanan (Frandson 1992). Selain faktor diet, faktor katabolik, jenis kelamin dan aktivitas juga diketahui tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah kreatinin dalam plasma. Akan tetapi kadang dijumpai bahwa kadar kreatinin dalam plasma hewan yang masih muda lebih tinggi jumlahnya daripada pada hewan yang telah dewasa (Doxey 1983). Peningkatan kadar kreatinin dalam darah dapat dipengaruhi berbagai hal. Salah satu diantaranya menurut Frandson 1992 yaitu saat terjadi gangguan fungsi ginjal maka fungsi nefron menurun dan ekskresi kreatinin juga menurun sehingga kadar kreatinin dalam plasma akan meningkat. Adapun nilai normal kreatinin dalam serum darah anjing berkisar antara 0,1 – 1,3 mg/dl (Altman and Dittmer dalam Kaneko 1980). Berikut adalah tabel mengenai nilai normal kreatinin dalam serum darah anjing dewasa dan anakan. Tabel 5. Kadar normal kreatinin dalam serum darah anjing Anak anjing Parameter

Dewasa

Kreatinin(mg/dl) * Kreatinin(mg/dl) **

0.1 – 1.3 0.5 – 1.4

2 bulan ♂ ♀

3 bulan ♂ ♀

6 bulan ♂ ♀

-

-

-

-

-

-

0.5

0.5

0.6

0.6

0.9

0.8

Keterangan: * Altman and Dittmer dalam Kaneko (1980) ** Meyer (2002)

30

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2007 sampai Juli 2007 di Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi (AFF) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Perawatan dan pengambilan darah dilakukan di kandang Karyo Mendo Farm Cihideung Ilir Ciampea sedangkan analisis serum darah dilakukan di salah satu laboratorium komersial Bogor atas rujukan dokter hewan praktisi.

Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ; syringe/spoit 3 ml enam buah, kapas, termos es, tabung reaksi enam buah, dan mesin analisis spektrofotometri ABX Pentra MiraMax. Bahan yang digunakan antara lain ; kapas beralkohol, obat anti endoparasit, dan obat anti ektoparasit.

Tahap Persiapan dan Adaptasi Tahap persiapan dan adaptasi yang dilakukan berupa persiapan kandang yang dilakukan seminggu sebelum penelitian dimulai dan sinkronisasi hewan. Tahap Persiapan Kandang Sejak lahir anjing telah dipelihara dan dikandangkan di sebuah kandang kelompok yang di dalamnya terdapat beberapa kandang kecil untuk masingmasing individu. Kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan, tempat penampungan air dan peralatan kebersihan. Suhu udara dalam kandang pada pagi hari 18.07 ± 1.900C, siang hari 26.86 ± 1.500C, dan sore hari 22.57 ± 2.390C. Nilai kelembaban dalam kandang masing-masing pada pagi, siang dan sore hari antara lain : 99.86 ± 0.38% ; 74.00± 6.11% ; 93.86 ± 6.47%. Sinkronisasi Hewan Penelitian ini menggunakan 6 ekor anjing sample dari umur 3 bulan dan 6 bulan yang merupakan generasi ke-3 dari indukan yang sama. Diharapkan dengan menggunakan anjing generasi ke-3 dari indukan yang sama akan mengurangi keragaman baik keragaman genetik, sifat, pola tingkah laku dan kebiasaan. Selain itu diberikan pakan dan minum yang sama serta kondisi yang

31

nyaman bagi pertumbahan anjing sesuai dengan kebiasaan dan tingkah laku aslinya.

Tahap Pemeliharaan Selama pemeliharaan, anjing-anjing tersebut diberi makan secukupnya disertai pemberian minum addlibitum, diperiksa dan diukur bobot badannya, dijaga status kesehatannya, serta dibebaskan dari parasit ekstrnal (asuntol) dan interna (Combantrin). Pemberian minum addlibitum dikarenakan anjing butuh banyak air agar tidak dehidrasi. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Pakan yang diberikan berupa campuran antara pakan anjing komersial (dog Food) dalam bentuk pellet dan nasi dengan komposisi pellet 90 % untuk memenuhi kebutuhan protein dan nasi 10 % untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Kandungan nutrisi dog food yang digunakan sebagai pakan anjing : Protein kasar 22 %, Lemak kasar 8 %, Serat kasar 4 %, Kadar air 10 %, Kalsium 1.2 % dan Fosfor 1 %. Penimbangan bobot badan dan pemeriksaan status kesehatan berupa pemeriksaan fisik dan pengukuran suhu tubuh anjing dilakukan rutin dua kali seminggu. Pemberian obat anti endoparasit dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat anjing berumur dua bulan dan empat bulan sedangkan pemberian obat anti ektoparasit dilakukan pada saat anjing berumur lima bulan.

Parameter yang Diamati Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar ureum dan kadar kreatinin di dalam serum darah anjing kampung umur 3 dan 6 bulan.

Protokol Penelitian Anjing dipelihara dari sejak berumur 2 bulan sampai umur 6 bulan, sedangkan pengujian dilakukan pada dua titik yaitu titik pertama saat anjing berumur 3 bulan dan titik kedua saat anjing berumur 6 bulan. Prinsip penelitian ini adalah menggunakan serum darah untuk mengetahui kadar ureum dan kreatinin pada hewan anjing. Untuk itu dilakukan pengambilan sampel darah dan analisis kimia darah masing-masing sebanyak dua kali. Gambaran umum pelaksanaan penelitian ditampilkan pada skema di bawah ini:

32

pengambilan sampel pengambilan sampel partus adaptasi

pemeliharaan

0

2

1

pemeliharaan

pemeliharaan

3

4

5

6

waktu penelitian (bulan ke-) Gambar 7. Skema Metodelogi Penelitian

Pengambilan Sampel Darah Pengambilan darah dilakukan langsung di kandang Karyo Mendo Farm Cihideung Ilir Ciampea dengan menggunakan syringe 3 ml. Sebanyak ± 2 cc darah diambil dari vena saphena/vena anti brachii/vena femoralis kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditutup rapat. Tabung-tabung tersebut lalu dimasukkan ke dalam termos es dengan posisi dimiringkan tentunya dengan tujuan agar diperoleh permukaan yang luas sehingga serum darah yang didapatkan juga banyak. Kemudian secepat mungkin dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis.

Analisis Kimia Darah Sample darah dibawa ke laboratorium analisis darah (Laboratorium Mandapa) segera setelah pengambilan sample darah. Metode yang digunakan untuk analisis adalah Tes-kit

yang dibaca dengan menggunakan alat

spektrofotometer ABX Pentra Mira Max. Ureum Mesin analisis ABX Pentra MiraMax untuk mengukur kadar ureum dalam serum darah bekerja secara otomatis. Secara umum metode kerjanya adalah dengan mengubah urease menjadi GLDH (glutamate dehydrogenase). Reaksi ini melibatkan TRIS 150 mmol/L, 2-Oxoglutarat 8.75 mmol/L, ADP 0.75 mmol/L, urease ≥ 7.5 Ku/L, GLDH ≥ 1.25 Ku/L, sodium azide < 1 g/L sebagai reagent 1 dan NADH 1.32 mmol/L sebagai reagent 2. Reaksi kimia dari perubahan2 NH4++ HCO3—perubahan yang terjadi sebagai berikut :

33

urease

Urea + 2 H2O

2 NH4++ HCO3GLDH

2-Oxoglutarat + NH4+ + NADH

L

Glutamat + NAD+ + H2O

Kreatinin Sama halnya dengan pengukuran kadar ureum dalam serum darah, untuk mengukur kadar kreatinin Mesin analisis ABX Pentra MiraMax juga bekerja secara otomatis. Secara umum dapat digambarkan bahwa metode kerja mesin analisis ini untuk mengukur kadar kreatinin dalam serum darah merah adalah dengan mengukur pembentukan colorimetric kompleks. Jika kreatinin bereaksi dengan alkaline picrate maka akan membentuk colorimetric kompleks. Dari pembentukan colorimetric kompleks tersebut maka dapat dihitung jumlah kreatinin dalam sample serum yang diuji. Mesin analisis ABX Pentra MiraMax melibatkan reagent Picric acid 8.73 mmol/L (reagent 1) serta Sodium hydroxide 312.5 mmol/L dan Disodium phosphat 12.5 mmol/L (reagent 2). Secara otomatis hasil penghitungan kadar kreatinin dari serum akan direkam dalam monitor kontrol dan hasilnya dapat diambil kapanpun dibutuhkan.

Analisis Data Analisis data menggunakan metode T-test untuk data kuantitatif (data yang dapat ditentukan pasti nilainya). Hipotesa data menggunakan metode T-test adalah: H1: X1=X2 (tidak berbeda nyata) H0: X1≠X2 (berbeda nyata) Nilai propabilitas (P) kurang dari 0.05 diterima sebagai hal yang tidak berbeda nyata (H1), sedangkan apabila lebih dari 0.05 maka diterima sebagai hal yang berbeda nyata (H0) (Mattjik dan Sumertajaya 2000). X1 merupakan hasil pengamatan ureum dan kreatinin umur 3 bulan dan X2 umur 6 bulan.

34

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini diperoleh hasil informasi berupa data kadar ureum dan kadar kreatinin di dalam serum darah anjing kampung berdasarkan tingkat perubahan umur dari umur 3 bulan dan 6 bulan, Hasil penelitian berupa kadar ureum dan kreatinin dalam serum darah anjing kampung pada selang umur 3-6 bulan ditampilkan pada Tabel 6:

Ureum Berikut ini disajikan data berupa kadar ureum dalam serum darah anjing kampung pada selang umur 3 dan 6 bulan: Tabel 6. kadar ureum dan kreatinin dalam serum darah anjing kampung umur 3 dan 6 bulan Umur (bulan) 3 6 Rata-rata 3 dan 6 Nilai normal

Ureum (mg/dl) 67.50 ± 12.47 25.00 ± 18.52 46.25 ± 26.81 7 – 25

Kreatinin (mg/dl) 0.4 ± 0.05 0.6 ± 0.05 0.5 ± 0.07 0.5 – 1.4

Rata-rata nilai kadar ureum (mg/dl) dalam serum darah anjing kampung hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Rataan kadar ureum yang diperoleh pada umur 3 bulan sebesar 67.50

mg/dl sedangkan rataan yang

diperoleh setelah anjing berumur 6 bulan turun menjadi 25.00 mg/dl. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar ureum pada umur 6 bulan berada dalam kisaran normal anjing dewasa sekitar 10-30 mg/dl (Kaneko 1980) dan 7 – 25 mg/dl (Mayer 2004), sedangkan kadar ureum pada umur 3 bulan sangat jauh di atas kisaran normal anjing dewasa. Rata-rata kadar ureum dalam serum darah anjing kampung secara keseluruhan sejak dari usia 3 bulan sampai dengan usia 6 bulan berkisar 46.25 mg/dl, jumlah ini juga tidak berada dalam kisaran normal kadar ureum anjing. Selain itu dapat dilihat dari tabel bahwa kadar ureum anjing kampung umur 3 bulan berbeda nyata dengan anjing umur 6 bulan. Ureum merupakan zat yang bersifat fleksibel dalam tubuh karena dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya diet, lingkungan, dan pola tingkah laku. Pada anjing umur 3 bulan diperkirakan asupan protein dalam pakannya lebih tinggi daripada anjing umur 6 bulan mengingat anjing umur 3 bulan baru

35

saja lepas sapih dari induknya dan kebutuhan gizinya tinggi. Sedangkan kebutuhan gizi yang tinggi pada anjing umur 6 bulan diimbangi dengan semakin banyak aktivitas dan terlebih lagi anjing telah memasuki masa pubertas. Kenaikan jumlah ureum dalam darah dapat berlangsung sementara, karena itu hal tersebut tidak selalu menandakan kerusakan pada organ ginjal. Kenaikan kadar ureum dalam darah disepakati sebagai akibat dari kerusakan ginjal hanya jika kenaikan kadar ureum tersebut disertai dengan hasil pemeriksaan urin (urinalisis) yang mendukung dan diperkuat dengan gejala klinis pendukung diagnosa (Dukes 1977). Anak anjing secara fisiologis memiliki organ-organ yang sedang dalam tahap pertumbuhan terutama organ ginjal. Ginjal belum menjalankan fungsinya secara sempurna, sehingga aliran darah ginjal maupun laju filtrasi glomerulus belum stabil. Menurut Guyton 1995, umumnya pertumbuhan ginjal dan asupan protein yang tinggi dalam darah mengakibatkan kenaikan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus yang berdampak pada kenaikan kadar ureum dalam darah maupun dalam urin. Pada saat anjing berumur 3 bulan, diperkirakan ginjalnya masih dalam masa pertumbuhan maka dari itu ada kemungkinan terjadinya peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Selain itu, anjing berumur 3 bulan baru saja lepas sapih dari induknya dan mendapatkan pakan dari luar. Dalam hal ini kemungkinan tidak terpenuhinya asupan gizi sangat kecil dikarenakan anak anjing dapat diberi pakan komersial, seperti yang di ungkapkan Meyer 2002 bahwa anak anjing mulai diberi pakan komersial berupa dog food yang dikombinasi dengan daging/serat pada umur ± 6 minggu. Kebutuhan akan air belum tentu dapat terpenuhi seluruhnya seperti halnya kebutuhan protein dari pakan, hal ini mengakibatkan beberapa kasus dehidrasi terjadi pada beberapa anak anjing. Kondisi ini tentu saja akan memberi pengaruh signifikan terhadap banyaknya jumlah kadar ureum dalam darah maupun dalam urin, mengingat faktor diet sangat berpengaruh terhadap kadar ureum dalam serum darah. Ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah cairan bahkan pada saat individu mengalami dehidrasi tujuannya untuk membebaskan tubuh dari kelebihan zat terlarut

yang dikonsumsi atau dihasilkan oleh

metabolisme tubuh (Guyton & Hall 1997). Pada menyebabkan

anjing

normal

peningkatan

pemberian jumlah

pakan

ureum

berprotein

dalam

darah

tinggi

dapat

karena

dapat

36

menstimulasi peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus hingga 20-30 persen. Selain faktor diet exercise juga dapat mempengaruhi kadar ureum dalam serum darah, pemberian exercise dapat menyebabkan kadar ureum yang bervariasi di dalam darah (Doxey 1983). Pengamatan kadar ureum anjing kampung pada usia 3 dan 6 bulan atau masa prapuberitas memberikan informasi bahwa nilai ureum anjing dipengaruhi oleh umur, aktivitas tubuh, asupan pakan (faktor diet) selain juga dipengaruhi oleh kondisi tubuh terutama kemampuan fungsi ginjal anjing.

Kreatinin Kreatinin adalah produk endogenous akhir dari metabolisme kreatin fosfat yang terjadi di dalam otot. Zat ini merupakan indeks GFR yang lebih cermat dibandingkan ureum karena kecepatan produksinya terutama dipengaruhi fungsi massa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan. Meskipun nilainya relativ lebih konstan dalam darah akan tetapi massa otot tetap berpengaruh terhadap keberadaan zat ini dalam serum maupun plasma darah. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar kreatinin mengalami peningkatan seiring pertambahan umur anjing meskipun perubahannya tidak begitu signifikan. Pada umur 3 bulan rataan kadar kreatinin sebesar 0,43 mg/dl sedangkan pada umur 6 bulan rataan kadar kreatinin sebesar 0,55 mg/dl dengan rata-rata keseluruhan dari umur 3-6 bulan sebesar 0,49 mg/dl. Secara keseluruhan kadar kreatinin pada anjing berumur 3 bulan dan 6 bulan masih berada dalam kisaran normal yaitu berkisar antara 0,1 – 1,3 mg/dl (Altman and Dittmer dalam Kaneko 1980) dan 0.5 – 1.4 mg/dl (Meyer 2004). Keberadaan kreatinin dalam serum darah dapat dipengaruhi berbagai hal, salah alah satu diantaranya yaitu jika terjadi gangguan fungsi ginjal maka fungsi nefron menurun dan ekskresi kreatinin juga menurun sehingga kadar kreatinin dalam plasma akan meningkat (Frandson 1992). Menurut Frandson Konsentrasi dan ekskresi total harian kreatinin tetap konstan meskipun ada perubahan pola makanan. Oleh karena itu pada kondisi normal kreatinin akan dijumpai dalam darah dan urin dengan konsentrasi sedikit (Shaffer dalam Peters 1946). Meningkatnya kadar kreatinin dalam serum darah dapat dijumpai pada beberapa kasus penyakit. Menurut Doxey 1983, jika kadar kreatinin dalam serum darah ditemukan tinggi dalam serum darah maka diperkirakan individu yang

37

bersangkutan mengalami gangguan ginjal kronik. Penyakit gangguan ginjal ini akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga kemampuan ginjal menyaring kreatinin ikut menurun, akibatnya kreatinin meningkat jumlahnya di dalam darah. Jika kadar kreatinin dijumpai lebih tinggi dari pada batas normal dalam serum darah maka kemungkinan besar hewan mengalami gannguan fungsi ginjal (Price 2005). Pengamatan kadar kreatinin anjing kampung pada usia 3 dan 6 bulan atau masa prapuberitas memberikan informasi bahwa nilai kreatinin anjing tidak dipengaruhi oleh umur dan jenis anjing, aktivitas tubuh, maupun asupan pakan akan tetapi dipengaruhi oleh kondisi tubuh itu sendiri terutama kemampuan fungsi ginjal.

38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kadar ureum pada anjing umur 3 bulan lebih tinggi dibanding anjing umur 6 bulan. Kadar ini berbeda nyata (P<0.05) dimana kadarnya berturut-turut 67.50 mg/dl dan 25.00 mg/dl. Rata-rata kadar ureum dalam serum darah anak anjing kampung usia 3 dan 6 bulan adalah 46.25 mg/dl. Perbedaan tersebut kemungkinan diakibatkan oleh perbedaan diet dan metabolisme antara kedua umur. Kadar kreatinin dalam serum darah anjing kampung umur 3 bulan masih menunjukkan nilai yang hampir sama dengan anjing kampung umur 6 bulan. Rata-rata kadar kreatinin dalam serum darah anak anjing kampung adalah 0.49 mg/dl.

Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang nilai fisiologis ureum dan kreatinin pada perkembangan umur anjing hingga dewasa, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar ureum dan kreatinin pada anjing kampung dewasa.

39

DAFTAR PUSTAKA Bower J, Youngs D. 1989. The Health of Your Dog. London: The Crowood Press. Budiana NS. 2007. Anjing. Jakarta : Penebar Swadaya. Bush B, M. 1991. Interpretation of Laboratory Result for Small Animal Clinicians. London. University of London. Clarenburg R. 1992. Physiological Chemistry of Domestic Animals. Manhattan, Kansas : Mosby Year Book. Dharmojono. 2003. Anjing Permasalahan dan Pemecahan. Jakarta : Penebar Swadaya. Doxey DL. 1983. Clinical Pathology and Diagnostic Procedures. London : Bailliere Tindal. Dukes HH. 1977. Dukes Physiology of Domestic Animal. Swenson MJ, editor. Ed ke-9. London: Cornell University Press. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigando B, Koen P, penerjemah: Soedarsono, editor. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Anatomy and Physiolgy of Farm Animals. Fierenzo F. 1978. The Encyclopedia of Dogs. London, Toronto, Sidney, New York : Granada Publishing. Ganong WF. 2003. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed ke-7. Widjajakusumah MD, penerjemah. Widjajakusumah MD, editor. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. Terjemahan dari : Human Physiology and Mechanism of Disease. Guyton AC. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Ed ke-3. Adrianto, penerjemah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari : Human Physiolgy and Mechanisms of Disease. Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed ke-9. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. Hariyati A. 1988. Pengaruh Anastesia Nembutal (Pentobarbital) terhadap Gambaran Darah Anjing [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hartaningsih N., DDMN, RMD. 1999. Anjing Bali, Pemuliaan dan Pelestarian. Cetakan I. Yogyakarta : Kanisius.

40

Jackson F. 1994. Dog Breeding: The Theory and The Practice. Malborough: Crowood Press. Jackson ML. 2007. Ames, Iowa.

Veterinary Clinical Pathology. Australia : State Avenue.

Kaneko JJ. 1980. Clinical Biochemistry of DomesticmAnimals. Ed ke-3. New York : Academic Press. Mattjik A, Sumetajaya M. 2000. Perencanaan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Pr. Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine : Interpretation and Diagnosis. Philadelphia:Saunders. Miller, Harry. 1993. The Complete Book of Dog and Puppy Care. London : Kennel Club. Mugford, R. 1994. Dog Training the Mugford Way. London : Stanley Paul. Muslihun. 1954. Manusia Pembangunan.

dan

Hewan

Piaraan

Edisi

I.

Jakarta:

PT.

Nugraha KN. 2007. Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis familiaris) Umur 3 sampai 7 Bulan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Instituu Pertanian Bogor. Pennisi E. 2002. canine Evolution : A Shaggy Dog History. http://www.dogexpert.com/popular%20Press/Canine%20 Evolution.html. Price SA. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Tennessee. The University of Tennessee Health Science Center. Raphael, Stanley S. 1987. Lynch’s Medical Laboratory Technology. Ed ke-4. London: W.B. Saunders Company. Robinson, Roy.1990. Genetics for Dog Breeders. Ed ke-2. England : Pergamon Press. Sanusi S. 2004. Mengenal Anjing. Depok: Penebar Swadaya. Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soerono. 1975. data Fisiologik Hewan Piaraan di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

41

Suprayogi A, Sumitro, Megawati I, Rika S, Huda SD. 2007. Perbandingan Nilai Kardiorespirasi dan Suhu Tubuh Dugong Dewasa dan Bayi. Jurnal Veteriner. (8): 173-179. Supriadi HR. 2004. Studi Identifikasi Golongan Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) dengan Metode Antibodi Monoklonal Shigeta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Untung, O. 2007. Merawat dan Melatih Anjing. Jakarta : Penebar Swadaya. Todd JC, Sanford AH. 1974. Clinical Diagnosis by Laboratry Methods. Ed ke-15. United Stated of America : W.B. Saunders Company. Wirajaya. 2005. Gambaran Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) di Daerah Jakarta dan Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

42

LAMPIRAN

43

Lampiran 1 : Analisis untuk mengetahui kadar ureum dan kreatinin pada anjing berumur tiga bulan dan anjing berumur enam bulan. One-Sample T: Ureum 3 Variable

N

Mean

StDev

SE Mean

Ureum 3

6

67,5000

12,4700

5,0908

95% CI (54,4136; 80,5864)

Boxplot of Ureum 3 B o x plo t o f U r e um 3 ( w ith 9 5 % t- c o n f id e n c e in te r v a l f o r th e m e a n )

_ X

50

60

70 Ur e u m 3

80

90

One-Sample T: Ureum 6 Variable

N

Mean

StDev

SE Mean

Ureum 6

6

25,0000

18,5257

7,5631

95% CI (5,5585; 44,4415)

Boxplot of Ureum 6 B ox plot of U r e um 6 ( w ith 9 5 % t- c o n fid e n c e in te r v a l fo r th e m e a n )

_ X

0

10

20

30 Ur e u m 6

40

50

60

One-Sample T: Kreatinin 3 Variable

N

Mean

StDev

SE Mean

Kreatinin 3

6

0,433333

0,051640

0,021082

0,487526)

95% CI (0,379141;

44

Boxplot of Kreatinin 3 B o x p lo t o f K r e a tin in 3 ( w ith 9 5 % t- c o n f id e n c e in te r v a l f o r th e m e a n )

_ X

0 ,3 8

0 ,4 0

0 ,4 2

0 ,4 4 K r e a t in in 3

0 ,4 6

0 ,4 8

0 ,5 0

One-Sample T: Kreatinin 6 Variable

N

Mean

StDev

SE Mean

Kreatinin 6

6

0,550000

0,054772

0,022361

0,607480) Boxplot of Kreatinin 6 B o x p lo t o f K r e a tin in 6 ( w ith 9 5 % t- c o n f id e n c e in te r v a l f o r th e m e a n )

_ X

0 ,5 0

0 ,5 2

0 ,5 4

0 ,5 6 K r e a t in in 6

0 ,5 8

0 ,6 0

0 ,6 2

95% CI (0,492520;

45

Lampiran 2 : Protokol penelitian aktifitas

Bulan I

Bulan II

x x x x

x x x x

Bulan III

Bulan IV

Bulan V

Bulan VI

Adaptasi dengan lingkungan sekitar

dan

masih menyusui Lepas sapih Pemberian dog food + nasi Pengukuran BB Kontrol

P A

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

R T U

x x

x

x

x

x

x

x

x

S

parasit eksternal (asuntol) Kontrol

x

x

parasit internal (combantrin) Pengambilan

x

x

sample Pengukuran parameter

x

x

46