STUDI KANDUNGAN KARBON PADA HUTAN ALAM SEKUNDER DI HUTAN

Download Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1. ISSN 2337-7771. E-ISSN 2337-7992. Maret 2013. STUDI KANDUNGAN KARBON PADA HUTAN ALAM SEKUNDER DI ...

0 downloads 470 Views 258KB Size
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1

Maret 2013

ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992

STUDI KANDUNGAN KARBON PADA HUTAN ALAM SEKUNDER DI HUTAN PENDIDIKAN MANDIANGIN FAKULTAS KEHUTANAN UNLAM Study to The Carbon Contens of Secondary Forest in Mandiangin University Forest, Faculty of Forestry Unlam Ahmad Yamani Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km 36 Banjarbaru

ABSTRACT. The research objective is to obtain the information content of the carbon stored in biomass in secondary forest. Research procedures after getting a picture of the vegetation composition and distribution of diameter, then purposively selected sample trees are expected to represent diameter distribution and species present at the sites. Biomass calculation was then performed using destructive sampling methods, which perform logging and wet weighing directly on each of the vegetation components (leaves, branches, stems and roots) and converts it to a dry weight (biomass) using the dry weight of each sample the vegetation in each tree instance. Carbon content is determined, 50% of forest biomass.The results showed the carbon content in the secondary forest vegetation at the sites of 81.59 tons/ha. At the tree level of 31.518 tons / ha; the pole 38.899 tons / ha of saplings 11.142 tons/ ha and the seedlings / plants under 0031 tons/ha. The highest content of carbon stored in the trunk contained 42.016 ton/ha (51%), followed by the branches/twigs 42.016 tons/ha (27%); root of 12.69 tonnes/ha (16%) and leaves 4.579 ton / ha ( 5%). Keywords : Carbon; Natural Secondary Forests ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi kandungan karbon yang tersimpan dalam biomassa pada hutan sekunder. Setelah mendapatkan gambaran komposisi vegetasi dan sebaran diameter, maka dipilih pohon contoh secara purposif yang diharapkan dapat mewakili ketersebaran diameter dan jenis yang ada di lokasi penelitian. Penghitungan biomassa dengan menggunakan metode destructive sampling, yaitu melakukan penebangan kemudian penimbangan berat basah secara langsung pada tiap bagian komponen vegetasi (daun, cabang, batang dan akar) dan mengkonversinya menjadi berat kering (biomassa) menggunakan berat kering tiap contoh bagian vegetasi pada tiap pohon contoh. Kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoleh dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan. Total kandungan karbon di lokasi penelitian sebesar 81,59 ton/ha, untuk tingkat pohon 31,518 ton/ha; tingkat tiang 38,899 ton/ha; tingkat pancang 11,142 ton/ha dan tingkat semai/tumbuhan bawah 0.031 ton/ha. Persentase kandungan karbon tertinggi terdapat pada batang (51 %), kemudian diikuti oleh cabang/ranting (27 %); akar (16 %) dan daun (0,05 %). Kata kunci : Karbon; Hutan Alam Sekunder Penulis untuk korespondensi: surel : [email protected]

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013

PENDAHULUAN

METODE PENELITIAN

Hutan merupakan tempat penyimpanan dan

Penelian dilaksanakan di Hutan Pendidikan

pengemisi karbon. Di permukaan bumi ini,kurang lebih

Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat,

terdapat 90 % biomassa yang terdapat dalam hutan

di desa Mandiangin, Kalimantan Selatan selama 4

berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah

(empat) bulan.

hutan (serasah), hewan, dan jasad renik (Arief, 2005).

Alat yang digunakan adalah alat tulis, tally sheet,

Biomassa ini merupakan tempat penyimpanan karbon

haga, pita ukur, timbangan digital, timbangan, karung,

dan disebut rosot karbon (carbon sink).

chain saw, oven, parang, kampak dan komputer. Bahan

Menurut Kementerian Kehutanan (2006),

atau obyek peneltian adalah tegakan hutan alam

kerusakan hutan di Indonesia sudah mencapai kurang

sekunder, mulai dari tingkat pohon hingga vegetasi un-

lebih 50 % (59,62 juta ha) dan ini terus bertambah 2,8

dergrowth (tumbuhan bawah).

juta ha/thn. Secara signifikan mengurangi sumber

Jenis data-data yang digunakan adalah data primer

karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

hasil pengukuran lapangan. Adapun data yang diambil

ke dalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk

adalah data dari pohon berdiri dan pohon yang sudah

menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan

rebah. Pada pohon berdiri data yang dikumpulkan

berkurang. Selain akibat tersebut, intensitas Efek

meliputi diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang.

Rumah Kaca (ERK) akan ikut naik dan meyebabkan

Sedangkan pada pohon yang sudah rebah adalah data

naiknya suhu permukaan bumi. Hal inilah yang memicu

diameter dan panjang setiap batang utama, tunggak,

tuduhan bahwa kerusakan hutan tropik telah menye-

berat daun, ranting, cabang dan batang.

babkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

Pada tahap pertama dilakukan pembuatan plot

Pemanasan global ini akan mempunyai dampak yang

ukuran 20m x 20m, didalamnya dibuat sub plot dengan

besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya,

ukuran 10m x 10m; 5m x 5m dan ukuran 1m x 1m.

bahkan telah menyebabkan terjadinya berbagai benca-

Pada plot 20m x 20m dilakukan pengukuran diameter

na alam di belahan dunia, seperti kenaikan permukaan

dan tinggi pohon untuk tingkat pohon (D>20cm)

laut, meningkatnya badai atmosferik, bertambahnya

sedangkan pada sub plot 10m x 10m dilakukan

jenis dan populasi organisme penyebab penyakit, dll

pengukuran diameter dan tinggi tegakan tingkat pancang

(Soedomo, 2001). Salah satu cara untuk mengurangi

(D>10cm sampai dengan D < 20 cm) dan untuk tingkat

dampak tersebut adalah dengan mengendalikan kon-

pancang (D > 2cm sampaidengan D < 10cm) dengan

sentrasi karbon melalui pengembangan sink program,

ukuran sub plot 5m x 5m. Pada sub plot 1m x 1m

dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesa akan

dilakukan pengamatan vegetasi understorey (semai dan

disimpan dalam biomassa hutan pada pohon berkayu

tumbuhan bawah),

atau dilantai hutan (pada serasah dan tanah hutan).

Setelah mendapatkan gambaran komposisi

Dalam rangka pengembangan program ini diperlukan

vegetasi dan sebaran diameter, maka dipilih pohon

data-data kandungan karbon yang tersimpan dalam

contoh secara purposif yang diharapkan dapat mewakili

biomassa hutan, untuk itulah penelitian ini dilakukan.

ketersebaran diameter dan jenis yang ada di lokasi

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan

penelitian. Kemudian dilakukan pengukuran diameter

informasi kandungan karbon yang tersimpan dalam

pohon setinggi dada (1,3 m di atas permukaan tanah)

biomassa pada hutan sekunder. Hasil penelitian ini

dan tinggi pohon pada saat pohon berdiri. Selanjutnya

diharapkan dapat memberikan informasi kandungan

dilakukan penghitungan biomassa dengan

karbon di hutan sekunder, sehingga dapat mendukung

menggunakan metode destructive sampling, yaitu

pemerintah Indonesia berpartisipasi dalam perdagangan

melakukan penebangan kemudian penimbangan berat

karbon dan upaya menekan perubahan iklim global

basah secara langsung pada tiap bagian komponen

melalui peningkatkan fiksasi karbon dalam biomassa

vegetasi (daun, cabang, batang dan akar) dan

hutan.

mengkonversinya menjadi berat kering (biomassa)

86

Yamani,A.:Studi Kandungan Karbon ……….(1):85-91

menggunakan berat kering tiap contoh bagian vegetasi

sp); dan Margatahan (Palaquium desyphyllum). Jumlah

pada tiap pohon contoh. Contoh daun diambil sebanyak

jenis pada semua tingkat pertumbuhan dalam penelitian

± 100 gr sedangkan contoh bagian cabang, batang dan

ini ada kecendrungan menurun, dikarenakan seringkali

akar jika memungkinkan diambil contoh dengan ukuran

terjadi kebakaran hampir setiap tahun dan perambahan

± 2 cm x 2 cm x 2 cm pada bagian pangkal, tengah dan

hutan oleh masyarakat sekitarnya.

ujung. Pada petak 1m x 1m dilakukan pembabatan tum-

Komposisi jenis vegetasi permudaan pada tingkat

buhan bawah kemudian dikumpulkan dan ditimbang

semai dan tumbuhan bawah hasil pengamatan diketahui

berat basahnya.

sebanyak 16 jenis yang termasuk tidak kurang dari 10

Perhitungan Biomassa Berat kering total dari

famili dan yang paling mendominansi, bilamana dilihat

masing-masing bagian pohon pada setiap tingkat

dari indeks nilai pentingnya yang tertinggi berturut-turut

pertumbuhan dan vegetasi understorey dihitung dengan

adalah Kayu sapat (38,82 %); Serai merah (26,16 %);

formula menurut Hairiah et al, (1999) dan perhitungan

Mahang (18,01 %); Margatahan (14,22 %); dan Alaban

nilai BEF (Biomass Expansion Factor) dan nilai R/S

timbasu (13,82 %).

(Root to Shoot Ratio) dengan rumus menurut Brown (997). Kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoleh dari persamaan alometrik ataupun nilai BEF dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Vegetasi Di Lokasi Peneltian Banyaknya jenis pada semua tingkat pertumbuhan

Banyaknya Biomassa, Nilai BEF dan R/S Penghitungan biomassa total vegetasi tingkat pancang, tiang dan pohon dengan kriteria tinggi mulai 1,5 m dengan diameter > 2 cm. Pohon contoh dipilih secara purposive berdasarkan komposisi vegetasi dengan memperhatikan keterwakilan kelas diameter dan jenis yang dalam plot penelitian. Sebaran data jumlah contoh yang ditebang berdasarkan jenis dan kelas diameternya dapat dilihat pada Tabel 1.

yang terdapat di hutan Pendidikan Mandiangin adalah

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa vegetasi contoh

30 jenis yang termasuk kedalam tidak kurang dari 15

yang ditebang sebanyak 18 pohon dari berbagai jenis

famili. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian

dan kelas diameter, terbanyak diambil jenis margatahan,

Noorhayati (2003) pada lokasi yang sama, hasil

Alaban timbasu dan tengkook ayam karena jenis ini

penelitian ini jauh lebih sedikit, hal ini dikarenakan

merupakan jenis yang paling banyak dijumpai di plot

seringnya kebakaran dan perambahan hutan oleh

pengamatan dan sebagai ciri khas vegetasi hutan

masyarakat sekitar kawasan hutan.

sekunder. Untuk banyaknya biomassa tiap bagian

Dari hasil analisa vegetasi pada tingkat pohon

pohon contoh disajikan pada Tabel 2.

terdapat 11 jenis. Adapun jenis yang dominan atau yang

Dari Tabel 2 diketahui bahwa jumlah biomassa pada

berperan besar dalam penguasaan ekologis pada

tiap bagian atau komponen pohon contoh terbesar

komunitas hutan di kawasan ini adalah Madang

terdapat pada jenis madang, karena memiliki diameter

(Neolitsea cassifolia); Margatahan (Palaquium

yang paling besar dengan total jumlah biomassanya

desyphyllum); Alaban timbasu (Vitex quinata); Rawa-

394,72 kg. Hal ini disebabkan biomassa berkaitan erat

rawa pipit (Mangifera sp) dan Pulantan (Alstonia

dengan hasil proses fotosintesis yang digunakan oleh

pneumatophora). Pada tingkat tiang terdapat 11 jenis

tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan, baik kearah

yang di dominasi oleh Alaban timbasu (Vitex quinata);

vertikal maupun horisontal.

Margatahan (Palaquium desyphyllum); Tengkook ayam

Biomassa bagian pohon terdiri dari biomassa daun,

(Nephelium sp); Madang (Neolitsea cassifolia); dan

biomassa cabang / ranting, biomassa batang dan

Kayu sapat. Untuk tingkat pancang terdapat 9 jenis

biomassa akar. Pada Gambar 1 disajikan grafik

yang didominasi oleh jenis Alaban timbasu (Vitex

persentase nilai biomassa tiap bagian pohon.

quinata); Jamai; Buluan aduk; Jambu sakati (Eugenia 87

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013

Tabel 1. Sebaran data jumlah pohon contoh menurut jenis dan diameter

tersebut. Korelasi positif biomassa bagian pohon lebih

Table 1. Distribution of data the number of trees by species and diameter sample 2<4 Margatahan Kayu Sapat Bati-bati Jamai Alaban Timbasu Tengkook Ayam Buluan haduk Madang Jumlah

4<6

6<8

8< 10

Kelas Diameter (cm) 12<14 14<16 16<18 18<20

1

1

1 1

1

1 1

1

1

1

3

3

1

1 1

1

1 3

1

20<30

>30

1

1

1

2

2

Jml

1

1 1

akan selalu diikuti oleh peningkatan biomassa pada

2

Kandungan biomassa pada hutan sekunder dalam

2 18

contoh

setiap bagian pohon tersebut. peneltian ini lebih kecil daripada hasil penelitian Brown (1997) di hutan alam primer, hal ini diduga karena vegetasi di hutan alam primer memiliki diameter yang lebih besar, sementara hutan pada lokasi penelitian ini

Table 2. A large part of the biomass of each sample tree Margatahan Margatahan Margatahan Margatahan Kayu sapat Bati-bati Jamai Jamai Alaban timbasu Alaban timbasu Alaban timbasu Alaban timbasu Teng kook ayam Tengkook ayam Buluan haduk Buluan haduk Madang Madang Total

kata setiap peningkatan diameter atau tinggi total pohon

4 1 1 2 4

Tabel 2. Banyaknya biomassa tiap bagian pohon

Jenis

besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter pohon dibandingkan dengan tinggi totalnya. Dalam arti

2 1

secara positif dengan diameter dan tinggi total pohon

merupakan hutan sekunder yang selalu mengalami kebakaran hampir setiap musim kemarau. Untuk nilai Biomass Expansion Factor (BEF),

D (cm) 8,0 15,28 18,47 27,50 14,33 6,0 6,0 10,0 4,0

H tot (m) 7,5 12 13,5 14 10,5 7,2 7,0 8,0 6,0

Daun

Cab/Rant

Batang

Akar

2,08 5,28 10,7 11,34 3,48 0,63 0,72 2,80 0,27

6,67 18,42 43,62 123,87 12,90 2,08 2,13 10,28 0,87

13,52 33,41 121,93 179,32 27,05 3,07 3,00 22,73 1,45

3,27 9,08 42,52 51,37 6,08 2,48 2,36 4,79 1,63

Jumlah (kg) 25,54 66,19 218,77 365,90 49,51 8,26 8,21 40,60 4,22

8,0

7,5

2,21

7,16

13,47

3,21

26,05

dari 18 pohon contoh adalah 1,65. Menurut Brown

17,83

12,8

9,66

38,21

67,50

33,17

148,54

(1997),Nilai BEF ini biasa digunakan untuk menghitung

18,15

13

10,03

41,33

117,27

40,04

208,67

nilai biomassa total bagian atas dari data inventarisasi

16,0

12,3

5,51

19,41

34,77

10,81

70,50

vegetasi pohon hutan yakni berupa data volume dengan

18,0

12,7

10,21

37,99

66,82

32,22

147,24

5,0

7,0

0,68

2,13

3,18

2,25

8,24

8,0

7,8

2,30

7,27

13,86

3,49

26,92

15,28 30,0

11 14

5,10 11,74 94,74

17,27 128,25 519,86

31,82 198,13 952,30

8,56 56,60 313,93

62,75 394,72 1880,83

ditentukan berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Brown (1997), sebagai rasio antara berat kering bagian pohon bagan atas (daun; batang dan cabang) dengan berat kering batang. Nilai BEF dilokasi penelitian ini

cara mengkonversi biomassa batang ke biomassa total bagian atas (Above ground biomass). Biomassa total bagian atas dapat ditentukan dengan rumus : VOBxWDxBEF (VOB – volume kayu; WD = kerapatan kayu; dan BEF = Biomass Expansion Factor).

60

Untuk nilai R/S merupakan rasio dari biomassa akar

Batang 50.63 %

50 40

dengan biomassa atas pohon (daun; cabang/ranting dan

Cabang/Ranting,27 .64 %

30 20

Daun 5.04 %

batang). Untuk nilai R/S pada penelitian ini yang Akar 16.69 %

10 0

dihasilkan dari 18 pohon contoh adalah sebesar 0,20. Menurut IPCC National Greenhouse Gas Invento-

Gambar 1. Grafik nilai persentase rata-rata biomassa bagian pohon contoh Figure 1. Graph of the average value of the percentage of biomass sample tree section

ries Programme (2003), Nilai BEF dan R/S ini dapat digunakan untuk memprediksi nilai total kandungan karbon(Total C- Stock) tegakan dengan rumus : C = (VxWDxBEF) x(1+R/s)xCF (dimana : C = total C-stock (ton/ha); V = volume tegakan (m3/ha); WD = rata-rata

Dari Gambar 1 terlihat bahwa bagian batang mem-

kerapatan kayu (ton/ha); BEF = rasio biomassa atas

punyai persentase tertinggi dibandingkan dengan

dengan biomassa batang; R/S = rasio biomassa akar

bagian pohon lainnya, karena batang merupakan bagian

dengan biomassa atas dan CF = nilai kandungan karbon

pohon berkayu dan tempat penyimpanan cadangan hasil

dalam biomassa.

fotosintesis untuk pertumbuhan. Umumnya biomassa bagian-bagian pohon seperti daun, cabang / ranting, batang dan akar berkorelasi 88

Yamani,A.:Studi Kandungan Karbon ……….(1):85-91

Kandungan Karbon Pada Hulam Alam

Tabel 4. Kandungan karbon pada tingkat tiang

Sekunder

Table 4. Carbon content at the pole

Penghitungan kandungan karbon ini yakni semua

Jenis Daun

vegetasi dengan diameter mulai 2 cm keatas atau mulai tingkat pancang sampai tingkat pohon. Kandungan karbon ditentukan berdasarkan nilai biomassa yang dihasilkan dari persamaan yang terpilih, kemudian melalui pendekatan biomassa dengan asumsi 50 % dari biomassa adalah karbon yang tersimpan (Brown, 1989). Kandungan karbon pada tingkat pohon yang memliki diamerer diatas 20 cm seperti terlihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, jumlah kandungan karbon pada tingkat pohon sebesar 31,518 ton/ha. Jenis Margatahan dan Madang mempunyai kandungan karbon yang lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Hal ini disebabkan kedua jenis ini memang mendominasi pada tingkat pohon ini.

yang mempunyai diameter 10 cm sampai dengan dibawah 20 cm dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, jumlah kandungan karbon pada tingkat tiang sebesar 38,899 ton/ha. Jenis Laban timbasu, Margatahan, Tengkook ayam mempunyai kandungan karbon yang lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Hal ini disebabkan jenis ini memang mendominasi pada tingkat tiang ini.

1,362 0,421 0,459 2,094 0,981 0,262 0,510 2,761 1,386 0,235 10,470

2,636 0,796 0,870 3,933 1,866 0,487 0,947 5,187 2,629 0,435 19,733

0,769 0,242 0,260 1,238 0,548 0.163 0,318 1,632 0,782 0,149 6,100

5,027 1,560 1,694 7,803 3,613 0,986 1,923 10,290 5,114 0,888 38,899

Kandungan karbon pada tingkat pancang atau tegakan yang mempunyai diameter 2 cm dan tinggi diatas 1,5 m dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, jumlah kandungan karbon pada tingkat pancang sebesar 11,142 ton/ha. Jenis Jamai, Laban timbasu dan Buluan haduk mempunyai kandungan karbon yang lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Hal ini disebabkan jenis ini memang

(understorey) Tumbuhan bawah dalam hal ini yang dimaksud adalah tingkat semai termasuk herba, terna, perdu, epifit, liana dan rumput. Kandungan karbon pada tumbuhan bawah dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, jumlah kandungan karbon pada tumbuhan bawah sebesar 0,0031 kg/m2 (0,031 ton/ha). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Adinugroho, dkk (2006), di hutan alam bekas kebakaran

Tabel 3. Kandungan karbon pada tingkat pohon Table 3. Carbon content of tree growth Cab/rant 0,679 2,274 0,807 0,964 0,522 1,427 0,304 0,319 0,174 0,688 0,713 8,870

Batang 1,346 4,575 1,588 1,900 1,046 2,781 0,597 0,612 0,335 1,339 1,410 17,530

yang jumlah persedian karbon pada tingkat tumbuhan bawah (understorey) sebesar 1,21 ton/ha, maka dilokasi penenlitian ini jauh lebih kecil. Hal ini dikarenakan pada

Bagian Pohon (ton/ha)

0,109 0,338 0,136 0,160 0,079 0,251 0,051 0,061 0,033 0,122 0,116 1,456

Akar

Kandungan karbon pada tumbuhan bawah

Kandungan karbon pada tingkat tiang atau tegakan

Pulantan Margatahan Kayu sapat Alaban timbasu Jambu sakati Madang Juhat Resak Bangkal gunung Madang puspa Rawa-rawa pipit Jumlah

0,276 0,087 0,093 0,447 0,196 0,059 0,116 0,587 0,280 0,054 2,195

Batang

mendominasi pada tingkat pancang ini.

Kandungan karbon pada tingkat tiang

Daun

Madang Jawaling Jamai Margatahan Kayu sapat Kayu ubar Bati-bati Laban timbasu Tengkook ayam Bintangur Jumlah

Cab/rant

Jumlah (ton/ha)

Kandungan karbon pada tingkat pancang

Kandungan karbon pada tingkat pohon atau tegakan

Jenis

Bagian Pohon (ton/ha)

Akar 0,315 0,987 0,388 0,458 0,230 0,714 0,146 0,171 0,092 0,347 0,335 4,183

Jumlah (ton/ha) 2,403 7,944 2,879 3,431 1,829 5,134 1,085 1,165 0,634 2,481 2,533 31,518

lokasi peneltian ini sering terjadi kebakaran yang hampir terjadi setiap musim kemarau ((Noorhayati, 2003). Jumlah kandungan karbon pada masing-masing tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar grafik 2 diatas terlihat bahwa jumlah total kandungan karbon pada hutan sekunder di lokasi penelitian ini sebesar 81,59 ton/ha. Jumlah total kandungan karbon pada tingkat pancang lebih tinggi, kemudian diikuti tingkat pohon dan tingkat pancang. Jumlah kandungan karbon pada peneltian ini lebih besar 89

Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013

dibandingkan hasil penelitian Adinugroho (2006), di hutan alam bekas kebakaran di Kalimantan Timur, jumlah kandungan karbonnya 8,979 ton/ha. Kandungan karbon pada tingkat pohon atau tegakan yang memliki diamerer diatas 20 cm sebesar 31,518 ton/ha. Jenis Margatahan dan Madang mempunyai kandungan karbon yang lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Hal ini disebabkan kedua jenis ini memang mendominasi pada tingkat pohon ini. Sedangkan persentase kandungan karbon tertinggi terdapat pada batang (51 %), kemudian diikuti oleh cabang / ranting (27 %); akar (16 %) dan daun (0,05 %). Hal ini bisa dimaklumi karena jumlah kandungan karbon yang terdapat dimasing-masing bagian pohon berkorelasi positif terhadap biomassanya.

Table 5. Carbon content at stake Bagian Pohon (ton/ha) Daun Serai merah Margatahan Kayu sapat Kayu ubar Bati-bati Pasak bumi Jamai Laban timbasu Buluan haduk Jambu sakati Jumlah

0,032 0,109 0,032 0,045 0,090 0,012 0,199 0,167 0,160 0,084 0,928

Cab/rant

Batang

0,086 0,349 0,086 0,133 0,266 0,026 0,615 0,529 0,443 0,223 2,757

0,146 0,611 0,146 0,229 0,458 0,042 1,07 0,923 0,752 0,377 4,753

Akar 0,081 0,286 0,081 0,116 0,232 0,029 0,519 0,438 0,411 0,214 2,407

Kesimpulan Jumlah jenis vegetasi yang terdapat di lokasi penelitian Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam sebanyak 30 jenis. Pada tingkat pohon didominasi Madang (Neolitsea cassifolia); Margatahan (Palaquium desyphyllum); Alaban timbasu (Vitex quinata); Rawarawa pipit (Mangifera sp) dan Pulantan (Alstonia pneumatophora).Untuk tingkat tiang didominasi Alaban timbasu (Vitex quinata); Margatahan (Palaquium desyphyllum); Tengkook ayam (Nephelium sp); Madang (Neolitsea cassifolia); dan Kayu sapat. Sedangkan pada tingkat pancang didominasi Alaban timbasu (Vitex quinata); Jamai; Buluan aduk; Jambu sakati (Eugenia sp); dan Margatahan (Palaquium desyphyllum) dan

Tabel 5. Kandungan karbon pada tingkat pancang Jenis

KESIMPULAN DAN SARAN

Jumlah (ton/ha) 0,354 1,393 0,354 0,538 1,076 0,110 2,469 2,114 1,813 0,921 11,142

tingkat semai serta tumbuhan bawah didominasi oleh Kayu sapat; Serai merah ; Mahang ; Margatahan; dan Alaban timbasu. Total kandungan karbon di lokasi penelitian sebesar 81,59 ton/ha, untuk tingkat pohon 31,518 ton/ha; tingkat tiang 38,899 ton/ha; tingkat pancang 11,142 ton/ha dan tingkat semai / tumbuhan bawah 0.031 ton/ha. Persentase kandungan karbon tertinggi terdapat pada batang (51 %), kemudian diikuti oleh cabang / ranting (27 %); akar (16 %) dan daun (0,05 %). Saran

Tabel 6. Kandungan karbon pada tumbuhan bawah Table 6. Carbon content at understorey Plot 1 2 3 4 Jumlah plot Rerata Jumlah

2

Biomassa (kg/m ) 0,0083 0,0058 0,0054 0,0052 0,0247 0,0062 0,062 ton/ha

menentukan kandungan karbon pada serasah dan 2

C- stock (kg/m ) 0,0042 0,0029 0,0027 0,0026 0,0124 0,0031 0.031 ton/ha

45,000 K a n d u n g a n

40,000 35,000 k a30,000 r25,000 b20,000 o15,000 n10,000

komponen necromass serta pada komponen tanah (soil), sehingga terdapat informasi yang lengkap mengenai kandungan karbon yang tersimpan pada hutan alam sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

38,899 ton/ha 31,518 ton/ha

11,142 ton/ha

5,000

0,031 ton/ha

0 Tingkat pohon Tingkat tiang

Tingkat pancang

Tumb. Bawah

Gambar 2. Grafik jumlah kandungan karbon pada setiap tingkat pertumbuhan Figure 2. Graph the amount of carbon content at each level of growth 90

Perlu sekali dilakukan peneltian lanjutan untuk

Adinugroho W.C; et.al. 2006. Teknik Estimasi Kandungan Karbon Hutan Sekunder Bekas Kebakaran 1997/1998 Di PT. Inhutani I, Batu Ampar,Kalimantan Timur. Arief, A. 2005. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Brown, S., A.J. R. Gillespie & A.E. Lugo. 1989. Biomass Estimation Methods for Tropical Forest with Application to Forest Inventory Data. Forest Sci-

Yamani,A.:Studi Kandungan Karbon ……….(1):85-91

ence 35(4) : Halaman : 881-902. Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. F AO, USA .Halaman : 124 – 145. Hairiyah, et.al (1999). Methods for Sampling Above and Below ground Organic Pools. IC-SEA Report No.6 Modelling Global Change Impacts on The Environment. Biotrop-GCTE/IC-SEA. Bogor. Halaman: 102 – 131.

Noorhayati, 2003. Komposisi, Dominasi dan Asosiasi Jenis Vegetasi Terhadap Tumbuhan Pasak Bumi Di Gunung Bukit Besar Pada Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Mandiangin Kabupaten Banjar. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung. Soemarwoto, O. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta.

91