STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. P

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu ... colles, fraktur falang, fraktur femur, fraktur klavikula, fraktur monteggia,...

7 downloads 646 Views 406KB Size
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. P DENGAN POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) ATAS INDIKASI FRAKTUR PATELA SINISTRA DI RUANG BOUGENVILE RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

APYANDHI WIBOWO NIM. P. 10007

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013

i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama

: Apyandhi Wibowo

NIM

: P. 10007

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN.

P

DENGAN

POST

OPEN

REDUCTION

INTERNAL FIXATION (ORIF) ATAS INDIKASI FRAKTUR

PATELA

SINISTRA

DI

RUANG

BOUGENVILE RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 4 Juni 2013 Yang Membuat Pernyataan

APYANDHI WIBOWO NIM. P. 10007

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama

: Apyandhi Wibowo

NIM

: P.10007

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah

: ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. P DENGAN POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) ATAS INDIKASI FRAKTUR

PATELA

SINISTRA

DI

RUANG

BOUGENVILE RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan di : Surakarta Hari/ Tanggal : 6 Juni 2013

Pembimbing : Erlina Windyastuti, S.Kep. Ns NIK : 201187065

iii

(………………….)

HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama

: Apyandhi Wibowo

NIM

: P. 10007

Program Studi : DIII Keperawatan Judul

: ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT

PADA TN. P

DENGAN POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) ATAS INDIKASI FRAKTUR PATELA SINISTRA DI RUANG BOUGENVILE RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Ditetapkan di Hari/ Tanggal

: …………………. : ………………….

DEWAN PENGUJI Penguji I

: Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns NIK. 201187065

(………………….)

Penguji II

: Setiyawan, S.Kep, Ns NIK. 201084050

(………………….)

Penguji III

: Tyas Ardi S. S.Kep, Ns NIK. 201185077

(………………….)

Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Setiyawan, S.Kep. Ns NIK. 201084050 iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. P DENGAN POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF) ATAS INDIKASI FRAKTUR PATELA SINISTRA DI RUANG BOUGENVILE RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan sekaligus sebagai dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memeberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan, sekaligus sebagai dosen pembimbing dan penguji I yang telah membimbing dengan cermat serta memberikan berbagai masukan, inspirasi perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

v

3. Tyas Ardi S. S.Kep, Ns selaku dosen penguji III yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi penulis selama ujian berlangsung dan demi sempurnanya penulisan karya tulis ini. 4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, yang telah memberikan bimbingan dengan sabar baik berupa materi, wawasan serta ilmu yang bermanfaat. 5. Pihak Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta beserta staf keperawatan, khususnya di Ruang Bougenvile yang telah memberikan ijin dan kesempatan bagi penulis untuk pengambilan data guna penyelesaian karya tulis ini. 6. Kedua orang tuaku, Bapak Supomo dan Ibu Mursini yang selalu menjadi sumber inspirasi dan memberikan dukungan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Saudara serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam setiap proses yang dilalui oleh penulis. 8. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Penulis

vi

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini kupersembahkan kepada : 1. Kedua Orang tuaku Supomo dan Mursini, Eyang Putriku Mbah Pur yang telah memberikan dorongan materiil maupun spiritual kepadaku sampai menjelang wisuda. 2. Saudara dan keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam segala proses yang saya lalui 3. Galuh Ayu Pramesti yang selalu setia mendampingi, memberikan

dukungan,

dan

do’a

serta

menjadi

penyemangatku selama ini. 4. Teman-teman kelas 3A dan 3B yang saya sayangi dan saya banggakan dengan penuh semangat hingga kita semua dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan lancar 5. Adik-adik tingkat I dan II yang saya banggakan. 6. Almamaterku STIKes Kusuma Husada Surakarta

vii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ .i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ............................................................ ..ii LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... .iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... .iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ ..v PERSEMBAHAN ................................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ..x BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ............................................................................ 3 D. Manfaat Penulisan .......................................................................... 5

BAB II

LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien ................................................................................ 7 B. Pengkajian ....................................................................................... 7 C. Perumusan Masalah Keperawatan................................................... 11 D. Perencanaan Keperawatan ............................................................... 12 E. Implementasi Keperawatan ............................................................. 12 F. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 14

viii

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan ..................................................................................... 16 B. Simpulan dan Saran ......................................................................... 25 Daftar Pustaka Lampiran

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1

Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran

2

Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Lampiran

3

Daftar Riwayat Hidup

Lampiran

4

Log Book Kegiatan Harian

Lampiran

5

Lembar Pendelegasian Pasien

Lampiran

6

Asuhan Keperawatan

x

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2010) cidera akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi dijumpai beberapa Negara Amerika Latin (41,7 %), Korea Selatan (21,9 %), Thailand (21%). Di Indonesia kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ketahun. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2005 terdapat 33.827 orang. Pada tahun 2009 terdapat 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya (Mulyono, dkk). Menurut data profil kesehatan (2009) jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah pada tahun 2009 terdapat 32.971 kasus, sedangkan di kota Surakarta kejadian kecelakaan lalu lintas pada tahun 2009 terdapat 660 kasus. Trauma yang sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur. Fraktur dapat terjadi di beberapa bagian tubuh, seperti : fraktur colles, fraktur falang, fraktur femur, fraktur klavikula, fraktur monteggia, fraktur radius dan ulna, fraktur vertebrata, fraktur kruris, fraktur patela. Fraktur patela cukup jarang terjadi, angka kejadiannya mencapai 1 % dari semua fraktur yang ada. Lokasi patela yang berada pada daerah subkutan membuatnya rentan terhadap cedera (Muttaqin, 2008). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan trauma atau tenaga fisik.

1

2

Patela merupakan tulang sesamoid yang paling besar pada tubuh dan mempunyai fungsi mekanis dalam ekstensi anggota gerak bawah. Otot kuadriseps melekat di sebelah proksimal patela dan ligament patela melekat di bagian distal. Fraktur patela terjadi karena otot kuadriseps berkontraksi dengan hebat, misalnya saat menekuk dengan keras dan tiba-tiba, secara klinis trauma pada daerah

lutut disertai pembengkakan, hemartrosis, dan nyeri.

Penanganan pada fraktur patela yaitu dengan

tindakan

pembedahan

Open Reduction Internal Fixation (ORIF). Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat

mengakibatkan nyeri berat khususya

hari pertama pasca operasi (Smeltzer, 2003). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Judha, 2012). International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2005). Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak

melebihi 6 bulan dan ditandai adanya

peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan (Hidayat, 2012).

3

Hasil observasi penulis pada tanggal 22-24 April 2013 pada Tn P dengan post operasi Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Fraktur Patela Sinistra di Ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, diperoleh data bahwa Tn P mengeluh nyeri, ekspresi wajah kesakitan, terdapat luka post ORIF di lutut kiri

dan apabila nyeri tidak segera diatasi maka akan

mengakibatkan aktivitas mobilisasi dan pola tidur pasien terganggu. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus asuhan keperawatan yang ditunjukkan dalam penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan keperawatan nyeri akut pada Tn. P dengan post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi Fraktur Patella Sinistra di ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta”. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan studi kasus nyeri akut pada Tn P dengan post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi Fraktur Patela Sinistra di ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. P dengan nyeri akut post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi fraktur patela sinistra di ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. P dengan nyeri akut post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi

4

fraktur patela sinistra di ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. P dengan nyeri akut post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi fraktur patela sinistra di ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. P dengan nyeri akut post Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

atas indikasi fraktur

patela sinistra di ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. P dengan nyeri akut post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi fraktur patela sinistra di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. f. Penulis mampu

menganalisa kondisi nyeri yang terjadi pada Tn. P

dengan nyeri akut post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi fraktur patela sinistra di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.

C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Untuk memperoleh wawasan serta pengetahuan tentang masalah gangguan rasa nyaman nyeri pada post ORIF fraktur patella beserta penatalaksanaan secara medis dan konsep keperawatanya, sehingga dapat dijadikan sumber ilmu dan wawasan oleh penulis.

5

2. Bagi Institusi a. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan berkaitan dengan masalah keperawatan nyeri akut pada pasien

Post Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

atas

indikasi Fraktur Patela Sinistra b. Bagi Pendidikan Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka tentang asuhan keperawatan nyeri akut pada post Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

atas indikasi Fraktur Patela

Sinistra 3. Bagi Pembaca Memberikan pemahaman tentang manajemen nyeri pada pasien post Open Reduction Internal Fixation (ORIF) atas indikasi Fraktur Patela Sinistra.

6

BAB II LAPORAN KASUS

Dalam bab ini menjelaskan tentang laporan studi kasus Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Tn. P dengan diagnosa medis post ORIF fraktur petela sinistra, dilaksanakan pada tanggal 22-24 April 2013. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Identitas Pasien Pasien bernama Tn. P jenis kelamin laki-laki, berusia 32 tahun bertempat tinggal di Sukodono, Sragen. Pasien merupakan seorang wiraswasta dengan tingkat pendidikan SMA, beragama Kristen, diagnosa medis post operasi open reduction internal fixation (ORIF) fraktur patela sinistra, nomor register 017xxx. Selama di rumah sakit, yang bertanggung jawab atas Tn.P adalah istrinya, yaitu Ny. S yang berusia 27 tahun. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 April 2013 jam 10.30 WIB dengan metode allo-anamnesa dan auto-anamnesa. Keluhan utama yang dirasakan Tn. P adalah nyeri pada lutut kaki kiri dengan riwayat kesehatan sekarang

sebagai berikut. Pada tanggal 19 April 2013 pasien mengalami

kecelakaan tertabrak mobil di jalan dekat rumahnya, kemudian pasien dibawa ke puskesmas Sukodono. Setelah dirawat pada tanggal 19-21 April 2013 pasien

6

7

dirujuk ke RS Panti Waluyo, kemudian dilakukan foto rontgen dari hasil rontgen pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi, keluarga menyetujui, kemudian operasi dilakukan tanggal 21 April jam 15.30 WIB dan selesai jam 17.00 WIB, kemudian pasien dipindah ke ruang Bougenvile rumah sakit Panti Waluyo Surakarta. Saat dikaji pasien mengatakan nyeri pada lutut kiri, nyeri karena bergerak, nyeri yang dirasakan senut-senut, skala 5, nyeri hilang timbul. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 kali permenit, pernafasan 22 kali permenit, suhu 36 derajat celcius, ekstremitas kiri atas terpasang infus RL 20 tetes per menit Riwayat penyakit dahulu, pasien belum pernah dirawat di rumah sakit. Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun dan berhenti sejak masuk rumah sakit, riwayat alergi tidak ada. Pasien merupakan anak ke-2 dari tiga bersaudara dan dalam anggota keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi. Pengkajian pola kesehatan fungsional menurut Gordon, pada pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidur kurang lebih 8 jam perhari dan ketika bangun badan terasa rileks, selama sakit pasien tidur kurang lebih 6 sampai 7 jam perhari kadang terbangun karena nyeri yang dirasakan. Pada Pola aktivitas dan latihan pasien sebelum sakit tidak mengalami masalah. Pasien dapat beraktivitas secara mandiri. Selama sakit, aktivitas (toileting, berpakaian, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulasi) nilainya 2 yaitu dengan bantuan orang lain, baik oleh keluarga maupun perawat. Pasien mengatakan bahwa lutut kirinya masih nyeri.

8

Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan penglihatan, pendengaran, dan bicara jelas. Selama sakit penglihatan, pendengaran, dan bicara masih jelas, tidak ada gangguan. Pasien mengatakan nyeri, Provocate : nyeri saat bergerak, Quality : nyeri dirasakan senut-senut, Region : nyeri pada lutut kaki kiri Severity :skala nyeri 5, Time : nyeri hilang timbul, pasien tampak kesakitan. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan umum pasien tampak baik, kesadaran compos mentis, penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) adalah E4V5M6, dengan ketentuan mata membuka spontan, verbal berorientasi atau dapat berkomunikasi dengan baik, motorik dengan perintah. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil pengukuran tekanan darah: 120/90 mmHg, nadi: 90 kali per menit, pernafasan: 20 kali per menit, suhu: 36 derajat Celcius. Pemeriksaan dada (paru-paru), inspeksi : pengembangan paru kanan dan kiri sama, palpasi vocal premitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi vesikuler. Dada (jantung) : inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I, II reguler. Pada genetalia tidak ada kelainan, tidak terpasang kateter. Pada kulit turgor kulit baik, warna kulit sawo matang. Ekstremitas atas kiri terpasang infus RL 20 tetes per menit, kekuatan otot kanan dan kiri 5 : 5, Range of Motion (ROM) kanan dan kiri aktif, capillary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang dan tidak ada oedem. Ekstremitas bawah kiri (lutut) terdapat luka post operasi. Kekuatan otot kanan dan kiri 5 : 1, Range of Motion

9

(ROM) kanan aktif (perawat memberikan motivasi, dan membimbing pasien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal dan pasien aktif melaksanakan gerak sendi), dan kiri pasif (perawat melakukan gerakan persendian pasien sesuai dengan rentang gerak ROM yang normal tetapi pasien pasif), capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang dan tidak ada oedem. Hasil

pemeriksaan

penunjang,

pada

pemeriksaan

laboraturium

didapatkan pada tanggal 20 April 2013 meliputi hemoglobin 13,7 g/dL (nilai normal 12,1-17,6 g/dL); hematokrit 39,0 % (nilai normal 35-45 %); eritrosit 4,71 juta/mm³ (nilai normal 4,5-5,9 juta/mm³); leukosit 10.600 /mm³ (nilai normal 4.400.-11.300 /mm³); trombosit 186.000 ʯ /L (nilai normal 150.000450.000 ʯ/L), basofil 0,1 % (nilai normal 0-2 %); eosinofil 0,7 % (nilai normal 0-4 %); neutrofil 77,1% (nilai normal 55-80 %); limfosit 30 % (nilai normal 2244 %); monosit 6,7 % (nilai normal 0-7 %), MCV 83 fL (nilai normal 80-96 fL); MCH 29 Pg (nilai normal 28-33 Pg); MCHC 35 % (nilai normal 32-36 %), golongan darah O, masa perdarahan 02.00 menit (nilai normal 1-3 menit), masa pembekuan darah 06.30 menit (nilai normal 5-8 menit), HbSAg negative (nilai normal negatif) gula darah sewaktu 98 mg/dL (nilai normal 60-140 mg/dL). Hasil pemeriksaan Rontgen tanggal 20 April 2013, hasil pemeriksaan: tampak fissure pada patela sinistra. Hasil pemeriksaan Rontgen tanggal 21 April 2013, hasil pemeriksaan: foto post ORIF fraktur patela sinistra.

10

Program terapi yang didapatkan pasien pada tanggal 21 April 2013, yaitu infus RL dengan dosis 20 tetes per menit, ketorolac 3x10 mg, ketrobat tablet 2x30 mg, cernevit 1 x 10 mg. C. Perumusan Masalah Keperawatan Setelah dilakukan analisa data pada hasil pengkajian, diperoleh data subjektif, antara lain pasien mengatakan nyeri P (Provocate) : nyeri saat bergerak, skala nyeri 5, Q (Quality) : nyeri dirasakan senut- senut, R (Region) : nyeri pada lutut kiri, T (Time) : nyeri hilang timbul. Data obyektif yang diperoleh, yaitu pasien terlihat kesakitan, terdapat luka post ORIF di lutut kiri, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit, suhu 36 derajat celcius. Berdasarkan data yang didapatkan di atas, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi). D. Perencanaan Keperawatan Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus nyeri, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan, dengan kriteria hasil klien melaporkan bahwa nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi wajah rileks, klien tidak mengeluh nyeri, Berdasarkan tujuan tersebut, penulis membuat rencana tindakan, yaitu pantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region,

11

Severity of Pain, Time), dengan rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri dan ketidaknyamanan; berikan posisi yang nyaman, dengan rasional untuk meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri; Ajarkan dan bantu klien melakukan teknik relaksasi/distraksi untuk melepaskan tegangan emosional dan otot. Pertahankan posisi imobilisasi pada lutut untuk mencegah terjadinya pergerakan fragmen tulang. Kolaborasi pemberian analgetik untuk memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang. E. Implementasi Keperawatan Tindakan yang dilakukan pada tanggal 22 April jam 10.30 WIB memantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region, Severity of Pain, Time), respon subyektif: pasien mengatakan P (Provocate) : nyeri saat bergerak, S (severity) skala nyeri 5, Q (Quality) : nyeri dirasakan senut- senut, R (Region) : nyeri pada lutut kiri, T (Time) : nyeri timbul saat digerakkan, respon obyektif: pasien tampak kesakitan ekspresi wajah meringis, terdapat luka post operasi di lutut kiri. Pada jam 10.45 WIB memberikan posisi nyaman, respon subyektif: pasien mengatakan nyaman dengan tidur telentang, respon obyektif: pasien tampak nyaman. Pada jam 10.50 WIB mengajarkan teknik relaksasi (nafas dalam), respon subyektif: pasien mengatakan mau diajarkan teknik nafas dalam, respon obyektif: pasien tampak belajar teknik relaksasi. Pada jam 11.00 WIB memberikan posisi imobilisasi pada lutut, respon subyektif: pasien mengatakan nyaman dan sedikit kesakitan, respon obyektif: pasien tampak tenang sedikit kesakitan.

12

Pada tanggal 23 April 2013 jam 07.30 WIB memantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region, Severity of Pain, Time), respon subyektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, P (Provocate) : nyeri saat bergerak, skala nyeri 3, Q (Quality) : nyeri dirasakan senut- senut tetapi lebih ringan dari sebelumnya, R (Region) : nyeri pada lutut kiri, T (Time) : nyeri hilang timbul, respon obyektif: pasien tampak tenang sedikit kesakitan terdapat luka post operasi di lutut kiri. Pada jam 08.00 WIB melakukan perawatan luka post operasi, respon subyektif pasien mau dirawat lukanya, respon obyektif terdapat luka jahitan luas 3 cm kondisi luka bersih dan tidak ada tanda- tanda infeksi. Pada jan 08.30 memberikan terapi injeksi analgetik (Ketorolac 10 mg), respon subyektif: pasien bersedia disuntik, respon obyektif: injeksi Ketorolac 10 mg masuk melalui selang infus dan tidak terjadi alergi. Pada jam 10.30 WIB memberikan posisi imobilisasi pada lutut, respon subyektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, respon obyektif: pasien tampak nyaman. Pada jam 12.15 WIB mengajarkan teknik distraksi (mengalihkan perhatian) membaca koran, respon subyektif pasien mengatakan senang membaca koran, respon obyektif pasien tampak membaca koran dan ekspresi wajah rileks. Pada jam 13.15 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif: pasien mengatakan nyaman dengan posisi terlentang (supinasi), respon obyektif: pasien terlihat nyaman dengan posisi telentang (supinasi). Pada tanggal 24 April 2013 jam 07.30 WIB memantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region, Severity of Pain, Time), respon subyektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, P (Provocate) :

13

nyeri saat bergerak, skala nyeri 1, Q (Quality) : nyeri dirasakan seperti berdenyut, R (Region) : nyeri pada lutut kiri, T (Time) : nyeri hilang timbul, respon obyektif: pasien tampak tampak tenang sedikit rileks. Pada jam 08.00 memberikan terapi injeksi analgetik (ketorolac 10 mg), respon subyektif: pasien bersedia disuntik, respon obyektif: injeksi ketorolac 10 mg masuk melalui selang infus dan tidak terjadi alergi. Pada jam 12.30 WIB memberikan pososi imobilisasi pada lutut, respon subyektif : pasien mengatakan nyaman dengan dan nyeri berkurang, respon obyektif: pasien tampak nyaman. F. Evaluasi Keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada hari Senin, 22 April 2013 jam 13.30 WIB, dengan menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analyse, Planning), dengan hasil evaluasi subyektif: pasien mengatakan nyeri, P (Provocate): nyeri saat bergerak, Q (Quality) : nyeri dirasakan senut-senut, R (Region): nyeri pada lutut kiri, S (severity): skala nyeri: 5, T (Time) : nyeri hilang timbul, evaluasi obyektif: ekspresi wajah meringis, pasien tampak kesakitan, terdapat luka post operasi di lutut kiri dan dibalut, analyse: masalah belum teratasi, planing intervensi dilanjutkan: pantau karakteristik nyeri, anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi jika nyeri timbul, pertahankan posisi imobilisasi pada lutut, lanjutkan terapi dokter (ketorolac 10 mg). Hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 23 April 2013 jam 13.00 WIB evaluasi subyektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, P (Provocate) : nyeri saat bergerak, Q (Quality): nyeri dirasakan senut- senut tetapi lebih ringan

14

dari yang kemarin, R (Region) : nyeri pada lutut kiri, S (severity) skala nyeri: 3, T (Time) : nyeri hilang timbul, evaluasi obyektif: pasien terlihat tenang, ekspresi wajah sedikit kesakitan, pasien tampa tenang, analyse: masalah belum teratasi, planing: intervensi dilanjutkan: pantau karakteristik nyeri, anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi jika nyeri timbul, Pertahankan posisi imobilisasi pada lutut lanjutkan terapi dokter (ketorolac 10 mg). Pada hari Rabu, 24 April 2013 jam 13.00 WIB hasil evaluasi subyektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, P (Provocate): nyeri karena bergerak, Q (Quality): nyeri dirasakan seperti berdenyut, R (Region): nyeri pada lutut kiri, S (severity) skala nyeri : 1, T (Time): nyeri hilang timbul, evaluasi obyektif: pasien tampak rileks dan nyaman, analyse: masalah teratasi, planing intervensi dihentikan.

15

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam

mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun

psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Menurut Teori Hierarki Maslow yang kemudian dikembangkan oleh Richard A. Khalish terdapat lima kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi, yakni kebutuhan fisiologis; kebutuhan rasa aman dan keselamatan; kebutuhan mencintai, dicintai dan dimiliki; kebutuhan akan harga diri, serta kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan yang paling dasar, salah satu yang termasuk di dalamnya adalah kebutuhan untuk mengindari dari rasa nyeri (Anonim, 2011). Terkait dengan hal tersebut, dalam bab ini penulis akan melakukan pembahasan terhadap masalah nyeri yang dialami oleh Tn. P dengan post ORIF fraktur patela sinistra ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang meliputi pengkajian, perumusan masalah keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam

15

16

menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2008). Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara, pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik dan dokumentasi pelayanan kesehatan. Selama pengkajian, penulis mendapatkan data subyektif dan obyektif. Data subyektif adalah persepsi pasien tentang masalah kesehatan yang dialaminya. Data obyektif adalah pengamatan atau pengukuran yang dibuat oleh penulis (Potter dan Perry, 2005). Dalam

asuhan

keperawatan pada Tn. P yang dilakukan

pada

tanggal 22-24 April 2013 pada pengkajian didapatkan klien mengeluh nyeri. Hal itu sesuai dengan teori yang ada, bahwa pada kasus fraktur patela penangananya menggunakan Open Reduction Internal Fixation (ORIF). ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan teknik pembedahan yang mencakup didalamnya pemasangan pen, sekrup untuk memobilisasi selama penyembuhan akan menimbulkan problematik salah satunya adalah nyeri (Barbara, 2006). Pada pola kognitif perseptual dicantumkan sebelum sakit pasien mengatakan penglihatan, pendengaran, dan bicara jelas. Selama sakit penglihatan, pendengaran, dan bicara masih jelas, tidak ada gangguan. Pasien mengatakan

provocate: nyeri karena digerakkan, quality: nyeri

dirasakan senut-senut, region: nyeri pada lutut kaki kiri, severity: skala nyeri 5, time: nyeri hilang timbul. Pasien berpendapat bahwa nyeri adalah

17

suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan sangat mengganggu dalam beraktifitas. Pada pola aktivitas latihan, penulis mencantumkan sebelum sakit pasien mengatakan dapat melakukan aktifitas secara mandiri. Selama sakit pasien mengatakan aktivitas dibantu dengan keluarga, untuk makan dan minum, mobilitas ditempat tidur pasien dapat melakukannya secara mandiri. Pada kasus fraktur, dampak yang timbul adalah ketakutan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, hal itu disebabkan karena adanya nyeri dan gerak yang terbatas, semua bentuk aktivitas pasien dapat berkurang dan pasien butuh bantuan dari orang lain (Muttaqin, 2008). Pada pengkajian kekuatan otot ektremitas atas kanan dan kiri nilainya 5 : 5, ektremitas bawah kanan dan kiri nilainya 5 : 1. Pada kasus post operasi ORIF kekuatan otot akan mengalami kelemahan, kekuatan otot diuji melelui pengkajian kemampuan pasien untuk melakukan fleksi dan ekstensi ekstremitas sambil dilakukan penahanan. Pemeriksaan kekuatan otot menggunakan penilaian menurut Medical Research Council yang membagi kekuatan otot menjadi 5 derajat, yaitu derajat 0 (paralisis total/ tidak ditemukan kontraksi otot), derajat 1 (kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi), derajat 2 (otot hanya mampu menggerakaan persendian tetapi kekuatannya tidak mampu melawan pengaruh gravitasi), derajat 3 (otot dapat menggerakakan sendi dan dapat melawan pengaruh

18

gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa), derajat 4 (kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan), derajat 5 (kekuatan otot normal) (Muttaqin, 2008). Hasil pemeriksaan fisik bagian ekstremitas, penulis hanya menuliskan ekstremitas kiri bawah (lutut) terdapat luka post operasi. Penulis tidak menuliskan secara rinci bagaimana kondisi luka, panjang jahitan. Hal ini dikarenakan klien post operasi hari pertama dan belum dilakukan perawatan luka. Pemeriksaan penunjang foto rontgen dilakukan sebelum dan setelah operasi. Sebelum operasi dilakukan untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung serta mengetahui tempat dan tipe fraktur. Setelah operasi dilakukan untuk mengetahui ketepatan tindakan yang telah dilakukan. Foto rontgen

yang dilakukan pada tanggal 21 April 2013

sebelum operasi pada daerah lutut hasilnya terdapat fissure pada patella dan setelah dilakukan operasi hasilnya adalah foto post ORIF fraktur patela sinistra (Barbara, 2006).

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan potensial pasien didapatkan dari data dasar pengkajian dan catatan medis pasien, yang kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian.

19

Diagnosa keperawatan

memberikan dasar pemilihan intervensi

untuk

mencapai hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005). Diagnosa keperawatan utama yang diangkat penulis yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (post operasi fraktur). Pengertian nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari enam bulan, dengan batasan karakteristik: laporan secara verbalatau non verbal, fakta dan observasi, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur (Nanda, 2009-2011). Perumusan diagnosa keperawatan dalam kasus ini didasarkan pada keluhan utama dan beberapa batasan

karakteristik yang muncul pada

pasien, yaitu data subjektif: pasien mengatakan nyeri provacate: saat bergerak,

quality: nyeri dirasakan senut-senut, region: lutut kaki kiri,

severity: skala nyeri 5, time: hilang timbul, data obyektif: pasien tampak kesakitan, terdapat luka post ORIF pada lutut kiri .

Dalam hal ini,

karakteristik tersebut sesuai dengan batasan karakteristik untuk masalah nyeri akut, yaitu adanya laporan secara verbal atau non verbal, fakta dan observasi, tingkah laku berhati-hati, tingkah laku distraksi, tingkah laku ekspresif contoh (gelisah merintih, menangis, waspada iritabel, nafas panjang/ berkeluh kesah) (NANDA, 2009-2011).

20

3. Intervensi Intervensi

adalah

rencanakan kepada

rencana

keperawatan

yang

akan

penulis

klien dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga

kebutuhan klien dapat terpenuhi (Wilkinson, 2006). Dalam teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification). Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan

intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus nyeri, yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan, dengan kriteria hasil pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks, skala nyeri berkurang menjadi 1, klien tidak mengeluh nyeri. Penentuan tujuan rencana tindakan

seharusnya

didasarkan

pada

prinsip

SMART

(specific,

measureable, achievable atau dapat dicapai, rational atau sesuai akal sehat, time atau ada kriteria waktu pencapaian) tetapi dalam hal ini, terdapat kesenjangan dengan prinsip tersebut, terutama dalam penentuan kriteria hasil dan waktu pencapaian. Penentuan waktu pencapaian selama tiga hari mungkin terlalu singkat sehingga tidak dapat dicapai, mengingat awitan nyeri pada kasus post ORIF fraktur patela tidak akan hilang sepenuhnya dalam kurun waktu tersebut. Intervensi yang seharusnya dilakukan sesuai teori dalam Doengoes (2000). Pantau karakteristik nyeri untuk mengidentifikasi nyeri dan

21

ketidaknyamanan.

Pengkajian

yang

lengkap

tentang

rasa

nyeri

menggunakan metode PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region, Severity of Pain, Time). Provoking incident yaitu apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri. Quality of Pain yaitu seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien, misalnya: apakah nyeri bersifat tumpul, seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk. Region yaitu dimana lokasi nyeri yang harus ditunjukkan dengan tepat oleh pasien. Severity of Pain yaitu seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian nyeri dengan menggunakan skala nyeri deskriptif. Misalnya: tidak nyeri= 0, nyeri ringan= 1-3, nyeri sedang= 4-6, nyeri berat= 7-9, nyeri tak tertahankan= 10. Kemudian perawat membantu pasien untuk memilih secara subyektif tingkat skala nyeri yang dirasakan pasien. Time yaitu berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah rasa nyeri (Muttaqin, 2008). Berikan posisi yang nyaman untuk pasien. Posisi yang nyaman diberikan kepada pasien untuk meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi nyeri. Posisi nyaman untuk pasien dengan post ORIF fraktur patela sinistra yaitu posisi telentang atau supine (Murwani, 2008). Pertahankan posisi imobilisasi pada daerah nyeri. Imobilisasi yang adekuat pada daerah yang nyeri dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri (Muttaqin, 2008) Ajarkan teknik relaksasi untuk melepaskan tegangan emosional dan otot. Teknik relaksasi memberikan kontrol diri kepada individu ketika

22

terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri (Potter, 2006). Teknik relaksasi sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan

matanya dan bernafas dengan perlahan dan

nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dalam menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi “hirup, dua, tiga” dan ekshalasi “hembuskan, dua, tiga”(Murwani, 2008). Kolaborasi pemberian analgetik. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang ( Muttaqin, 2008). Penyusunan intervensi dalam kasus ini tidak sepenuhnya sesuai dengan teori, namun disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan pasien. Rencana tindakan yang disusun antara lain, pantau karakteristik nyeri pasien untuk mengetahui respon pasien terhadap terapi yang diberikan. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman agar pasien dapat beristirahat. Bantu klien melakukan teknik relaksasi.

Kolaborasi pemberian analgetik

ketorolac 3x10 mg, ketrobat tablet 2x30 mg, cernevit 1 x 10 mg.

4. Implementasi Implementasi

merupakan

komponen

dari proses keperawatan,

yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter dan Perry, 2005). Berdasarkan kasus pada Tn. P penulis melakukan semua tindakan pada intervensi, namun ada tindakan yang dilakukan tidak berdasarkan

23

intervensi antara lain melakukan perawatan luka . Pada tanggal 23 April 2013 penulis melakukan perawatan luka post operasi dengan teknik aseptik. Perawatan luka adalah suatu implementasi yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan kulit yang rusak, mengurangi resiko infeksi dan memberikan kenyamanan pada pasien (Muttaqin, 2008).

5. Evaluasi Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2005). Penulis mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan keperawatan.

suatu

kemajuan

atau

kemunduran

dalam

diagnosa

Pada evaluasi, penulis sudah sesuai teori yang ada yaitu

sesuai SOAP (Subyektif, Obyektif, Analyse, Planning). Pada diagnosa nyeri akut, Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada hari Senin, 22 April 2013 masalah keperawatan belum teratasi karena nyeri belum berkurang, didukung dengan data subyektif: pasien mengatakan provocate: nyeri dirasakan saat bergerak, quality: nyeri dirasakan senut-senut, region: nyeri pada lutut kaki kiri, , severity: skala nyeri 5, time: nyeri hilang timbul. Data obyektif: pasien tampak kesakitan, terdapat luka post ORIF pada lutut kiri. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi yaitu, pantau karakteristik nyeri, anjurkan teknik relaksasi, lanjutkan terapi analgetik (ketorolak 10 mg).

24

Hasil evaluasi dilakukan pada hari Selasa, 23 April 2013 masalah keperawatan belum teratasi, didukung dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri berkurang, provocate: nyeri dirasakan saat bergerak, quality: nyeri dirasakan senut-senut tetapi lebih ringan dari sebelumya, region: nyeri pada lutut kaki kiri, severity: skala nyeri 3, time: nyeri hilang timbul. Data obyektif gelisah, ekspresi wajah agak rileks. Untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi yaitu

pantau

karakteristik nyeri, anjurkan

untuk

melakukan

teknik

relaksasi jika nyeri timbul, pertahankan posisi imobilisasi, lanjutkan terapi analgetik (ketorolak 10 mg). Hasil evaluasi dilakukan

pada hari

Rabu, 24 April 2013

data

subyektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, provocate: nyeri dirasakan saat bergerak, quality: nyeri dirasakan seperti bendenyut, region: nyeri pada lutut kaki kiri, severity: skala nyeri 1, Time: nyeri hilang timbul. Data obyektif ekspresi wajah rileks dan tenang. Masalah keperawatan nyeri pada Tn. P teratasi karena penulis telah melakukan implementasi keperawatan selama 3x24 jam

sesuai dengan

intervensi yang

direncanakan dan

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien, yaitu memantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region, Severity of Pain, Time), memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi atau distraksi, berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik ketorolak 10 mg.

25

B. Simpulan dan Saran 1. Simpulan Berdasarkan data diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: a. Pengkajian yang dilakukan pada Tn. P ditemukan data subyektif yaitu pasien mengeluh nyeri provocate: saat bergerak, quality: nyeri dirasakan senut-senut, region: nyeri pada lutut kaki kiri, , severity: skala nyeri 5, time: nyeri hilang timbul, data obyektif yaitu ekspresi wajah meringis, gelisah, terdapat luka post operasi ORIF di lutut kiri. b. Diagnosa keperawatan

yang muncul pada Tn. P yaitu nyeri akut

berhubungan agen cedera fisik (post operasi fraktur). c. Intervensi atau rencana keperawatan untuk mengatasi nyeri pada Tn P dengan tujuan setelah dilakukan tindakan kepearawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil: ekspresi wajah rileks, skala nyeri 1 adalah pantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region, Severity of Pain, Time), beri posisi nyaman, pertahankan posisi imobilisasi daerah yang nyeri, ajarkan teknik relaksasi atau distraksi, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. d. Tindakan yang dilakukan pada Tn. P selama 3 hari kelolaan pada tanggal 22-24 April 2013 yaitu memantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of Pain, Region, Severity of Pain, Time), memberikan

26

posisi nyaman, mengajarkan teknik relaksasi, memberikan terapi injeksi analgatik ketorolak 10 mg. e. Evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan pada Tn. P menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analyse, Planning), Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan telah dilakukan per hari dengan hasil evaluasi akhir, yaitu secara subjektif,

pasien mengatakan nyeri

berkurang, provocate: nyeri dirasakan saat bergerak,

quality: nyeri

seperti berdenyut, region: nyeri pada lutut kaki kiri, severity: skala nyeri 1, Time: hilang timbul. Data obyektif ekspresi wajah

rileks. Hasil

analisa, masalah nyeri akut teratasi. Rencana selanjutnya yaitu intervensi dipertahankan. f. Analisa terhadap kondisi nyeri akut pada Tn. P yaitu pasien merasakan sedikit nyeri pada lutut kaki kiri, nyeri disebabkan saat bergerak, nyeri dirasakan seperti berdenyut, skala nyeri 1, nyeri hilang timbul, ekspresi wajah rileks. 2. Saran a. Bagi instansi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai yang dapat membantu kesembuhan klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan pada pasien dengan post ORIF fraktur patela sinistra khususnya.

27

b. Bagi profesi perawat Diharapkan para perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerja sama dengan tim kesehatan lain maupun keluarga klien, sebab peran perawat, tim kesehatan lain, dan keluarga sangatlah besar dalam membantu kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya. c. Bagi institusi pendidikan Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.