STUDI PENGGUNAAN KAMERA DIGITAL LOW-COST NON

Download terdeformasi. Analisis geometrik merupakan bidang kajian ilmu geodesi yang dilakukan ...... Fotogrametri Rentang Dekat, dengan memanfaatkan...

1 downloads 699 Views 11MB Size
STUDI PENGGUNAAN KAMERA DIGITAL LOW-COST NON-METRIC AUTO-FOCUS UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI

TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Oleh NURAINI RAHMA HANIFA 251 04 001

Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lembar Pengesahan Tesis Magister STUDI PENGGUNAAN KAMERA DIGITAL LOW-COST NON-METRIC AUTO-FOCUS UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI Adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan sebelumnya baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya maupun orang lain, baik di ITB maupun institusi pendidikan lainnya.

Bandung, Juni 2007 Penulis

Nuraini Rahma Hanifa NIM 251 04 001

Bandung,

Juni 2007

Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Setyadji, M.Sc. NIP. 131 944 836

Dr. Ir. Irawan Soemarto, M.Sc. NIP. 130 812 297 Mengetahui:

Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Ketua,

Dr. Ir. Wedyanto Kuntjoro, M.Sc. NIP. 131 690 328

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HAKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Kupersembahkan untuk Keluarga ku dan Geodesi ku

ABSTRAK

Analisis deformasi dilakukan dengan analisis geometrik dan intrepretasi fisik objek terdeformasi. Analisis geometrik merupakan bidang kajian ilmu geodesi yang dilakukan dengan mengkuantifikasi besar deformasi yang terjadi dari penentuan besarnya vektor pergeseran koordinat antar kala. Penelitian ini mencoba suatu metode alternatif yang relatif murah untuk melakukan pengamatan deformasi, yakni menggunakan teknologi Close Range Photogrammetry (CRP) atau Fotogrameteri Rentang Dekat, dengan memanfaatkan low-cost kamera digital. Kemampuan kamera digital dalam mendeteksi deformasi objek diuji dalam skala laboratorium, menggunakan lemari besi sebagai kerangka serta monitor komputer sebagai objek terdeformasi. Kamera yang digunakan adalah kamera komersial Nikon Coolpix 2200 dengan resolusi 2 megapiksel. Dari berbagai uji kalibrasi, kamera ini bersifat tidak stabil, terutama pada komponen panjang fokus utama. Untuk mengantisipasi ketidakstabilan parameter internal kamera, harus selalu dilakukan kalibrasi dengan self-calibration. Perhitungan koordinat foto dilakukan dengan metode bundle adjustment, yang menghitung secara simultan parameter kamera, lokasi kamera, dan koordinat objek di foto. Hasil menunjukkan bahwa metode CRP berpotensi untuk digunakan dalam mendeteksi pergerakan. Kamera Nikon Coolpix 2200 dapat mendeteksi perubahan di atas 3 mm, dengan kata lain pada skala 1/2000 dari jarak objek ke kamera. Kata kunci: Close Range Photogrammetry, Self Calibration, Perataan, Deformasi

i

ABSTRACT

Deformation analysis is done by geometric analysis and physical interpretation of the deformed object. Geodesy does geometric analysis by quantifying the value of the deformation from displacement vector. This research tries an alternative method to do deformation measurement which is low-cost, by means of commercial digital camera processed by Close Range Photogrammetry (CRP) technique. We study the ability of digital camera to detect deformation in laboratory scale, with a shelf as frame and a computer monitor as deform object. We use an auto focus commercial digital camera, Nikon Coolpix 2200, with 2 mega pixel resolution. From stability analysis, we find that this camera is unstable, especially in focal length component. To solve this problem, self-calibration has always to be done for correction. The computation of the 3-dimension coordinate from the image is done by bundle adjustment, which computes simultaneously the internal parameter of the camera, the camera position, and the object coordinate in the photograph. The result shows that CRP method has potential in deformation detection. Nikon Coolpix 2200 camera is able to detect deformation up to 3 mm, in other word 1/2000 from object distance.

Key words: Close Range Photogrammetry, Self calibration, Adjustment, Deformation

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini sebagaimana mestinya. Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Magister di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini berjudul “Studi Penggunaan Low-Cost Non-Metric Auto-Focus Digital Camera Untuk Pemantauan Deformasi”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, yakni: 1. Dr. Bambang Setyadji dan Dr. Irawan Soemarto sebagai Pembimbing, atas segala saran dan bimbingan selama penelitian berlangsung dan selama penulisan tesis ini. 2. Deni Suwardhi, M.T. untuk pemberian perangkat lunak dan pengetahuan yang berkaitan dengan close range photogrammetry, sekaligus sebagai dosen penguji. 3. Dr. Dudung Muhally Hakim, Ir. Kosasih Prijatna, M.Sc, dan Ir. Dina A. Sarsito M.T. selaku dosen penguji. Terimakasih atas segala masukan. 4. Dr. Wedyanto Kuntjoro selaku Ketua Prodi Teknik Geodesi dan Geomatika, terima kasih telah memberikan kesempatan untuk studi S2 disini. 5. Dr. Agung Budi Harto selaku Sekertaris Prodi dan Dosen Wali, terima kasih atas motivasi yang diberikan kepada penulis. 6. Para Dosen Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika yang telah memberikan pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswa di Prodi Teknik Geodesi ITB. 7. Seluruh staf dan karyawan Prodi Teknik Geodesi ITB. 8. Keluarga di rumah atas segala dukungannya. 9. Teman-teman yang telah membantu teknis pengambilan dan pengolahan data. 10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata semoga kehadiran tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Bandung, Juni 2007 Penulis

Nuraini Rahma Hanifa

iii

DAFTAR ISI

Abstrak ...........................................................................................................................i Abstract .........................................................................................................................ii Kata Pengantar .............................................................................................................iii Daftar Isi .......................................................................................................................iv Daftar Gambar ..............................................................................................................vi Daftar Tabel ................................................................................................................vii BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................................. 4 1.3 Tujuan........................................................................................................................................ 6 1.4 Manfaat...................................................................................................................................... 6 1.4.1 Manfaat untuk Aspek Pengembangan Teori.................................................................... 6 1.4.2 Manfaat untuk Aspek Keilmuan Praktis atau Rekayasa ................................................. 6 1.5 Ruang Lingkup.......................................................................................................................... 6 1.6 Metodologi Penelitian .............................................................................................................. 7 1.7 Sistematika Pembahasan .......................................................................................................... 7

BAB 2 DEFORMASI DAN CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY ................................... 9 2.1 Deformasi .................................................................................................................................. 9 2.2 Close Range Photogrammetry ...............................................................................................10 2.2.1 Prinsip Dasar CRP...........................................................................................................11 2.2.2 Kalibrasi Kamera.............................................................................................................13 2.2.3 Geometri pada Multi Kamera .........................................................................................15 2.2.6 Estimasi Hitung Perataan atau Least Square Estimation (LSE) dan Bundle Adjusment.....................................................................................................16 2.3 Pemantauan Deformasi Menggunakan Teknik CRP ............................................................18 BAB III UJI STABILITAS KAMERA .......................................................................................19 3.1 Tahapan Kalibrasi ...................................................................................................................19 3.2 Kalibrasi Pertama....................................................................................................................19 3.3 Kalibrasi Kedua ......................................................................................................................20 3.4 Kalibrasi Ketiga dan keempat ................................................................................................20

iv

3.5 Kalibrasi Kelima dan Keenam ...............................................................................................21 3.6 Analisis Kalibrasi Kamera .....................................................................................................22 BAB IV DETEKSI DEFORMASI ..............................................................................................23 4.1 Desain Pengukuran .................................................................................................................23 4.2 Hitungan Titik Referensi dan Titik Objek ............................................................................25 4.2.1 Hitungan Titik Referensi.................................................................................................25 4.2.2 Perhitungan Titik Objek..................................................................................................26 4.2.3 Analisis Hitungan Titik Kerangka dan Titik Objek ......................................................27 4.3 Perhitungan Koordinat dari Data Foto ..................................................................................29 4.3.1 Pelaksanaan......................................................................................................................29 4.3.2 Analisis Pengolahan Foto ...............................................................................................33 4.4 Perhitungan Deformasi...........................................................................................................36 BAB V UJI STRAIN ....................................................................................................................40 5.1 Uji Strain pada Kerangka .......................................................................................................40 5.2 Uji Strain pada Objek .............................................................................................................41 5.3 Analisis....................................................................................................................................42 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................................43 6.1 Kesimpulan .............................................................................................................................43 6.2 Saran ........................................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................44 APPENDIX LAMPIRAN

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1

Diagram alir pelaksanaan penelitian ….........................................................…8

Gambar 2.1

Kondisi kolinear atau prinsip kesegarisan .................................................. .....11

Gambar 2.2

Interseksi spasial (berdasarkan Leitch, 2002) .................................................12

Gambar 2.3

Reseksi spasial ..................................................................................................13

Gambar 2.4

Geometri pada multikamera (Berdasarkan Atkinson, 1996) ............................15

Gambar 3.1

Proyeksi bidang kalibrasi kamera beserta gambaran posisi kamera, Maret 2006 ........................................................................................................20

Gambar 3.2

Bidang kalibrasi kamera 3D, dipotret dari 9 sisi, April 2006 ...........................20

Gambar 3.3

Bidang kalibrasi kamera 2D, dipotret dari 9 sisi, Juni 2006 .............................21

Gambar 3.4

Bidang kalibrasi kamera 3D, Agustus 2006 ......................................................21

Gambar 3.5

Konfigurasi kamera yang digunakan ................................................................21

Gambar 4.1

Simulasi objek studi: lemari besi sebagai kerangka yang dianggap tetap dan monitor sebagai objek terdeformasi ..........................................................23

Gambar 4.2

Skema simulasi objek dan lokasi kamera serta titik referensi ..........................24

Gambar 4.3

ETS refrektorless Sokkia ..................................................................................24

Gambar 4.4

Kamera Nikon Coolpix 2200 ............................................................................24

Gambar 4.5

Titik target reflektorless ....................................................................................24

Gambar 4.6

Kerangka Dasar .................................................................................................25

Gambar 4.7

Target images in VM (Vision Meterology) ......................................................28

Gambar 4.8

Pengambilan foto kala 2 secara horizontal .......................................................30

Gambar 4.9

Pengambilan foto kala 2 secara vertikal ...........................................................30

Gambar 4.10 Pengambilan foto kala 3 secara horizontal .......................................................31 Gambar 4.11 Pengambilan foto kala 3 secara vertikal ...........................................................31 Gambar 4.12 Konfigurasi kamera pada kala 2 (kiri) dan kala 3 (kanan) ................................34 Gambar 4.13 Perbandingan resolusi kamera dengan ukuran sensor, jarak fokus, dan jarak objek-kamera .....................................................................................36 Gambar 4.14 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data foto ...............................................37 Gambar 4.15 Pergerakan objek terhadap kerangka ................................................................38 Gambar 5.1

Letak scalebar ...................................................................................................40

Gambar 5.2

Plot 2D objek pada arah XZ ..........................................................................…43

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil kalibrasi kamera dari berbagai metode dan variasi waktu ..............................22 Tabel 4.1 Koordinat titik kerangka dan standar deviasinya (dalam mm) ................................26 Tabel 4.2 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada pengolahan foto kala 2 .............32 Tabel 4.3 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada pengolahan foto kala 3 .............32 Tabel 4.4 Parameter internal kamera kala 2 .............................................................................33 Tabel 4.5 Parameter internal kamera kala 3 .............................................................................33 Tabel 4.6 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data koordinat foto .....................................38 Tabel 5.1 Validasi scalebar kala 2 (dalam mm) ......................................................................41 Tabel 5.2 Validasi scalebar kala 3 sesudah transformasi (dalam mm) ...................................41

vii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bumi bersifat dinamik. Seiring berjalannya waktu, dinamika alam menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada objek alam maupun pada objek buatan manusia. Dinamika alam ini dapat menyebabkan bencana jika bersinggungan dengan kehidupan manusia, seperti diantaranya banjir, erosi, longsor, kebakaran hutan, letusan gunung api, gempa bumi, angin puyuh, tsunami, amblasnya jalan akibat penurunan tanah, rusaknya rel seiring waktu, berubahnya struktur buatan manusia, dan lain-lain. Kerugian yang paling terasa bagi masyarakat berupa jatuhnya korban, kerusakan materi, properti dan infrastruktur, kehilangan tempat tinggal, juga bisa menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Untuk meminimalkan bencana yang terjadi, maka diperlukan upaya pemantauan dinamika bumi, salah satu caranya adalah dengan melakukan pemantauan deformasi objek-objek di bumi, baik objek alam maupun objek buatan. Deformasi objek alam maupun buatan manusia sangat penting untuk diamati dalam upaya pelaksanaan mitigasi bencana untuk keselamatan kelangsungan hidup masyarakat. Analisis deformasi dilakukan dengan analisis geometrik dan intrepretasi fisik objek terdeformasi. Analisis geometrik dapat dilakukan dengan mengkuantifikasi besar deformasi yang terjadi dengan menentukan besarnya vektor pergeseran koordinat. Perhitungan deformasi secara geometrik ini untuk beberapa kasus memerlukan pengamatan yang menghasilkan data hingga fraksi milimeter. Hal ini harus ditunjang dengan alat, teknologi, dan metode yang untuk kasus-kasus tertentu memiliki kemampuan pengambilan data hingga fraksi milimeter. Pemantauan deformasi banyak dilakukan dengan menggunakan Electronic Distance Measurement (EDM) (VSI, 2006), sipat datar (Nirwana, 2003; Alelo, 2001; Leonard, 2000), Global Positioning System (GPS) (Abidin dkk, 2003; Andreas, 2001; Ma`ruf, 2001; Meilano, 1997), Interferometry Synthetic Aperture Radar (INSAR) (Emilio, 2005, Humme dkk, 2005), Photogrammetry (Jiang, 2005; Leitch, 2002; Effendi, 2000), serta gabungan dari dua atau lebih metode tersebut (Kusnandar, 2004; Bürgmann, dkk, 2002; Alelo, 2001). Dengan menggunakan EDM, pengamatan biasa dilakukan terhadap panjang baseline antara titik yang akan dipantau deformasinya. Penggunaan sipat datar biasa dilakukan untuk mengamati perubahan tinggi. Namun terkadang topografi daerah yang akan dilakukan

1

pengukuran tidak menunjang untuk dilakukan pengukuran dengan EDM maupun sipat datar. Dengan menggunakan GPS, pemantauan deformasi dilakukan dengan melakukan pengukuran secara berkala di titik atau jaring yang akan diamati deformasinya. Fraksi ketelitian yang dihasilkan adalah milimeter dan dapat digunakan untuk menganalisis daerah jangkauan dimanapun selama alat GPS bisa didirikan. Jika alat GPS tidak bisa didirikan, maka pengukuran tidak bisa dilakukan. Perhitungan deformasi dengan menggunakan INSAR memanfaatkan data satelit radar kemudian data diolah secara interferometri, dengan data yang dapat mencakup area yang cukup luas. Namun yang seringkali menjadi kendala adalah pengadaan data, yang bergantung waktu pemotretan, dan tidak mudah untuk mendapatkan pasangan data dengan baseline temporal dan baseline perpendicular yang tepat. Menggunakan INSAR tidak dapat real time dan hasilnya relatif antara citra yang digunakan. Masalah utama yang timbul terkait dengan realisasi pengukuran dengan metode-metode ini terkait dengan masalah dana, yang sangat besar. Selain itu, teknik yang telah dijelaskan tersebut tidak dapat dimanfaatkan apabila dimensi objeknya tidak begitu besar. Untuk itu, penelitian ini mencoba metode alternatif yang relatif murah untuk melakukan pengamatan deformasi, yakni dengan teknologi Close Range Photogrametry (CRP) atau Fotogrametri Rentang Dekat, dengan memanfaatkan kamera digital. Dalam teknik CRP, kualitas proses penentuan koordinat dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pembidikan ke objek secara konvergen dari beberapa kamera agar diperoleh ukuran lebih. Teknik ini mempunyai kelebihan terutama jika objek yang akan diukur sulit untuk dijangkau dan atau memiliki dimensi yang kecil. Selain itu, kamera-kamera digital popular (non-metrik) umumnya mempunyai harga yang relatif terjangkau. Beberapa kelebihan lain dari teknik CRP ini antara lain: a. CRP merupakan metode yang tidak memerlukan kontak langsung dengan objek, sehingga pengukuran dapat dilakukan walaupun akses langsung tidak memungkinkan. Cakupan dapat berupa keseluruhan objek maupun sebagian dari objek yang diteliti ( Jiang, 2005; Leitch, 2002; Atkinson, 1980). b. Akuisisi data dengan menggunakan fotografi dapat dilakukan dengan cepat dan sesuai (Leitch, 2002; Atkinson, 1980). c. Deformasi 3D dan pergerakan dari titik-titik amat dapat disimpan dan diukur secara simultan (Albert et al. 2002, dalam Jiang, 2005; Leitch, 2002). d. Uji coba metode CRP cepat dan ekonomik (Albert et al. 2002, dalam Jiang, 2005).

2

e. Dimungkinkan melakukan pengukuran statik maupun dinamik (Woodhouse et al., 1999, dalam Jiang, 2005). f.

Gambar foto merupakan dokumentasi visual yang memberikan informasi lokal secara teliti dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Cooper and Robson, 1990, dalam Jiang, 2005).

g. Repetisi untuk evaluasi selalu dimungkinkan (Atkinson, 1980). h. Fotogrametri merupakan teknik yang sangat baik jika metode lain tidak memungkinkan dilakukan atau tidak efektif dan efisien mengingat aksesibilitas objek yang diukur, biaya, atau kendala lainnya (Atkinson, 1980). i.

Untuk banyak aplikasi, tekstur alami dapat digunakan sebagai target alami dalam analisis fotogrametri (Albert et al. 2002, dalam Jiang, 2005).

j.

Automatisasi penuh dapat dilakukan dan akuisisi data dapat dilakukan dengan cukup cepat untuk melakukan real-time processing (Albert et al. 2002, dalam Jiang, 2005).

k. Gambar foto merupakan dokumentasi visual yang memberikan informasi lokal secara teliti dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Cooper and Robson, 1990, dalam Jiang, 2005). Kekurangan dari teknologi ini antara lain (Leitch, 2002): a. Hasil ukuran tidak dapat diperoleh secara langsung mengingat perlu dilakukan pengolahan dan evaluasi. b. Kebutuhan akan spesialisasi dan peralatan pendukung yang mahal dapat mengakibatkan harga yang tinggi dalam implementasi. c. Kesalahan selama pengambilan dan pengolahan foto dapat menyulitkan pekerjaan. Perkembangan teknologi dan dunia digital membawa banyak dampak dalam bidang fotogrametri ini. Kamera digital berkembang pesat, juga perangkat lunak dan perangkat keras. Leitch (2002) menyebutkan arah perkembangan teknologi CRP yakni: a. Usaha dalam meningkatkan presisi dan reliabilitas dari metode CRP. b. Usaha mereduksi jumlah pengambilan foto baik menggunakan kamera metrik dan non metrik, terutama terkait dengan perkembangan perangkat lunak komputer. c. Usaha untuk terus mengembangkan dan meningkatkan kemampuan perangkat lunak komputer untuk analisis CRP. d. Peningkatan dan perkembangan digital on-line photography dan robotik. e. Peningkatan dan perkembangan sistem fotogrametri bawah air. f.

Peningkatan efektifitas dalam mendapatkan hasil.

g. Reduksi biaya untuk implementasi CRP. h. Integrasi pemanfaatan CRP untuk berbagai bidang aplikasi ilmu.

3

Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknik CRP ini setidaknya menyangkut target yang digunakan, kamera yang digunakan, kalibrasi kamera, jenis pengukuran, sebaran titik kontrol, jaring pengukuran, letak stasiun kamera, banyaknya foto, dan perangkat lunak yang digunakan. Sejauh ini, pengukuran baru dilakukan pada beberapa struktur dan tingkat reliabilitas belum terlalu dievaluasi untuk skala tertentu. Berdasarkan penelitian yang sudah ada (Jiang, 2005; Leitch, 2002; Effendi, 2000), CRP memiliki potensi yang besar untuk memberikan cara yang efektif dan efisien untuk mengukur deformasi. Pada penelitian ini, akan dikaji pemanfaatan penggunaan kamera digital nonmetrik autofocus untuk pemantauan deformasi. Kalibrasi akan dilakukan dengan metode self calibration. Fokus dari penelitian ini adalah penentuan posisi dengan menggunakan CRP untuk selanjutnya diaplikasikan dalam pengukuran deformasi. 1.2 Perumusan Masalah Pengukuran deformasi merupakan hal yang penting sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana. Selama ini, pemantauan deformasi pada umumnya dilakukan dengan metode GPS, EDM, sipat datar teliti, dan INSAR yang memerlukan biaya yang relatif tinggi dalam pelaksanaannya. Di samping itu persoalan deformasi objek juga ditemukan pada kasus-kasus seperti bendungan, jembatan, bangunan, industri, pesawat terbang, kapal laut, dan tubuh manusia. Teknologi GPS, EDM, sipat datar teliti dan INSAR tidak dapat diterapkan pada kasus di atas mengingat bentuk objek dan dimensinya yang tidak begitu besar. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini, diperlukan suatu metode alternatif yang efisien sehingga dapat mempermudah dan mempercepat pemantauan dan pengukuran deformasi. Oleh karena itu penelitian ini mencoba menawarkan suatu teknik yang dapat mendeteksi deformasi untuk kasus-kasus di atas. Metode yang diusulkan adalah metode Digital Close Range Photogrammetry (DCRP) dengan menggunakan kamera digital. Usulan ini diambil mengingat teknik DCRP mempunyai kelebihan terutama jika objek yang akan diukur sulit untuk dijangkau dan berdimensi relatif kecil. Kualitas proses penentuan koordinat objek dari foto dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pembidikan ke objek secara konvergen dari beberapa kamera agar diperoleh ukuran lebih. Di samping itu, perkembangan teknologi kamera digital telah berkembang sangat pesat, dengan kemampuan resolusi yang sangat variatif dan juga stabilitas kamera yang tinggi. Selain itu, kamera-kamera digital popular (non-metrik) umumnya mempunyai harga yang relatif murah.

4

Untuk mengetahui sejauh mana metode DCRP menggunakan kamera digital non-metrik bisa diaplikasikan dalam kaitannya dengan deformasi, maka perlu dilakukan uji coba mengenai pemanfaatan metode ini untuk pemantauan dan pengukuran deformasi. Hal penting dalam menentukan deformasi secara geometrik adalah penentuan koordinat, mengingat besarnya deformasi secara geometrik dihitung dari perubahan nilai koordinat antar kala. Teknik CRP hingga kini telah banyak diaplikasikan untuk pembangunan model 3-dimensi. Effendi (2000) telah mencoba menerapkan teknik CRP untuk pemantauan deformasi dengan menggunakan objek simulasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode ini sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam pemantauan deformasi. Effendi pada penelitiannya masih menggunakan kamera non-metrik dengan basis film yang selanjutnya di-scan menggunakan scanner. Kini kamera telah berkembang ke kamera digital dengan berbagai resolusi dan pengaturan fokus dapat dilakukan secara manual dan atau secara automatis. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa tiap kamera dan tiap kasus mempunyai hasil ketelitian yang berbeda, namun dapat memenuhi tingkat akurasi yang diperlukan. Effendi (2000) yang dalam penelitiannya menggunakan kamera film non-metrik memperoleh ketelitian penentuan pergeseran objek pada arah sumbu x, sumbu y, dan sumbu z sebesar 2.9, 2.8, 2.0 mm atau pada skala foto terkecil (1:171) sebesar 17, 16, 12 µm. Tingkat ketelitian ini dapat mendeteksi deformasi objek sebesar 10 cm. Hanke (2006) membandingkan tingkat akurasi yang diperoleh dari kamera metrik Wild P32 dan kamera non-metrik Ashai Pentax dengan menggunakan target alami. Hasil uji dengan menggunakan kamera metrik mendapat tingkat akurasi rata-rata berada pada kisaran 1/6500 dari jarak kamera dengan objek. Sedangkan penggunaan kamera non-metrik memberikan tingkat akurasi rata-rata pada kisaran 1/1700. Fokus dari kamera non-metrik diatur pada 35 mm. Titik kontrol diperoleh dari teodolit Leica T2002. Fedak (2005) menggunakan kamera Fujifilm MX-2900 dengan resolusi 2.3 megapiksel untuk melakukan pengukuran kapal yang sedang dalam konstruksi. Fokus diatur secara manual pada rentang 3.3 mm – 7.6 mm. Titik kontrol diukur dengan Teodolit Leica T2002. Target yang digunakan adalah target retroreflektif dengan diameter 25 mm. Hasil uji menghasilkan akurasi sebesar 1/10.000. Jenis kamera yang digunakan, proses kalibrasi kamera, pengukuran titik kontrol, titik target sangat mempengaruhi tingkat ketelitian yang dihasilkan. Dari penelitian yang pernah dilaksanakan, pemotretan dilakukan dengan fokus tertentu (manual). Hingga saat ini belum

5

ditemukan publikasi penggunaan kamera autofokus. Permasalahan yang hendak diuji pada tesis ini adalah: “Sejauh mana penggunaan kamera digital non-metrik autofokus dapat diaplikasikan dalam penentuan posisi untuk keperluan pemantauan deformasi?”. 1.3 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini secara spesifik adalah: 1. Menguji kestabilan low-cost kamera untuk pengukuran geometri. 2. Menguji kemampuan low-cost kamera digital komersial 2 megapiksel autofokus untuk mendeteksi deformasi objek. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deformasi dapat dideteksi menggunakan kamera digital yang low-cost dengan teknik CRP. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam dua aspek: aspek pengembangan teori dan aspek keilmuan praktis atau kerekayasaan. 1.4.1 Manfaat untuk Aspek Pengembangan Teori Memberikan kontribusi terhadap pengembangan pemantauan deformasi dengan menggunakan metode fotogrametri rentang dekat. 1.4.2 Manfaat untuk Aspek Keilmuan Praktis atau Rekayasa Metodologi yang telah dibuat dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengukuran deformasi yang efektif dan efisien terutama untuk skala lokal. Dengan adanya teknologi yang atraktif ini, diharapkan dapat membantu upaya mitigasi bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat manusia. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat untuk bidang-bidang lainnya, baik bagi bidang keilmuan geoinformasi, bidang arsitektur, sipil, manufaktur, rekayasa, arkeologi, kesehatan, dan juga untuk kepentingan keselamatan manusia. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian difokuskan pada evaluasi penggunaan kamera digital non-metrik untuk menentukan deformasi terhadap struktur sederhana dengan

mensimulasikan objek

terdeformasi. Eksperimen ini menguji coba kemampuan kamera dalam mendeteksi deformasi objek simulasi di laboratorium, mendesain jaring pengukuran dan melaksanakan kalibrasi kamera. Hasil pengukuran objek dikontrol dan dibandingkan dengan pengukuran

6

menggunakan Teodolit reflector-less tipe Sokkia. Kamera yang digunakan adalah kamera digital merek Nikon Coolpix 2200 dengan resolusi radiometrik 1200 x 1600 piksel dan autofocus. Target yang digunakan adalah reflector sheet berbentuk bulatan putih 3 mm pada bidang hitam yang dapat terdeteksi secara automatis pada perangkat lunak. Tingkat ketelitian posisi yang dihasilkan akan menunjukkan kemampuan deteksi deformasi dari kamera yang digunakan. 1.6 Metodologi Penelitian Penelitian pada tugas akhir ini melalui tahap-tahap sebagai berikut: •

Studi pustaka, meliputi berbagai literatur baik dari buku, jurnal, tesis, laporan penelitian, maupun dari situs internet.



Pengadaan data antara lain pengadaan titik kontrol dan pengambilan foto.



Kalibrasi kamera.



Pengolahan data titik kerangka, titik kontrol dan titik target dari alat Teodolit Reflektorless.



Pengolahan data foto menggunakan Australis.



Analisis.



Penarikan kesimpulan dan saran.

Pelaksanaan penelitian secara diagramatis ditunjukkan pada Gambar 1.1. 1.7 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam penulisan ini terdiri dari 6 bab. Bab 1 dimulai dengan pendahuluan, yang membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, kemanfaatan penulisan, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Selanjutnya Bab 2 yang berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan deformasi dan konsep CRP. Bab 3 membahas mengenai pelaksanaan kalibrasi kamera untuk menguji kestabilan kamera. Kemudian Bab 4 membahas mengenai pelaksanaan uji deformasi pada skala laboratorium, meliputi area studi, data yang digunakan, serta pengolahan data yang dilakukan. Sesudah itu dibahas mengenai uji strain terhadap objek pada Bab 5. Pembahasan ditutup dengan kesimpulan pada Bab 6 dari penelitian yang dilakukan serta saran-saran untuk pengembangan lebih lanjut.

7

Masalah : Sejauh mana penggunaan low -cost kamera digital non -metrik dapat diaplikasikan dalam pemantauan deformasi

Pemotretan objek 4 kala @ 18 image

Uji Stabilitas Kamera

Kalibrasi menggunakan objek 2D dan 3D pada waktu berbeda

Metode kalibrasi terbaik Self calibration

Proses pengolahan untuk tiap kala

:

:

Reseksi Posisi Kamera

Koordinat Posisi Kamera Pengukuran Titik Kerangka , Titik Kontrol dan Titik Target , dan Scale Bar dengan Teodolit Laser

Adjustment Titik Kerangka Dasar dengan Least Square

Koordinat Definitif dan Standar Deviasi Kerangka (Sistem Lokal ) Adjustment Titik Kontrol dan Titik Target dengan Least Square

Koordinat Definitif dan Standar Deviasi Titik Kontrol dan Titik Target (Sistem Lokal )

Panjang Scale Bar Definitif

Bundle Adjusment

Koordinat Definitif dan Standar Deviasi Titik Kontrol dan Titik Target (Sistem Lokal )

Parameter Internal Kamera Nikon Coolpix 2200

Koordinat Objek Kala 1

Koordinat Objek Kala 2

Koordinat Objek Kala 3

Koordinat Objek Kala 4

V ektor Pergeseran K erangka dan O bjek Relatif Terhadap Ruang

Transformasi

V ektor Pergeseran O bjek Relatif Terhadap K erangka

V alidasi dengan U ji Strain

A nalisis

K esimpulan dan Saran

Gambar 1.1 Diagram alir pelaksanaan penelitian

8

BAB 2 DEFORMASI DAN CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY

2.1 Deformasi Deformasi adalah perubahan bentuk geometri benda dari kondisi awal, ditinjau dari sudut pandang waktu (Chen, 1980). Perubahan yang terjadi perlu dianalisis, hal ini dilakukan dengan survey deformasi. Menurut SULASDI (2005), tujuan dari survey deformasi adalah untuk: 1. memberikan informasi status geometrik dari benda terdeformasi, yakni perubahan posisi, bentuk dan dimensinya. 2. memberikan informasi status fisik dari benda terdeformasi, yaitu keadaan dari tekanan internal (internal stress) dan relasi beban-deformasi. Analisis deformasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan besarnya pergeseran dan parameter-parameter deformasi. Dalam analisis deformasi, diperlukan data tentang materi yang mengalami deformasi. Data tersebut meliputi status geometrik dan status fisiknya. Status geometrik terdiri atas posisi, bentuk dan dimensi materi, sedangkan status fisik meliputi sifat materi, tegangan yang terjadi pada materi (internal stress) dan hubungan antara gaya dan deformasi yang terjadi. Geodesi berperan dalam melakukan analisis geometrik dengan menggunakan data hasil pengamatan geodetik untuk memperoleh data status geometrik sebagai efek respon suatu materi terhadap gaya deformasi yang bekerja. Analisis geometrik dapat menghasilkan interpretasi secara kualitatif terhadap benda yang terdeformasi tanpa melibatkan efek-efek penyebab dan sifat-sifat materi. Analisis geometrik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis pergeseran (displacement). Analisis pergeseran merupakan analisis geometrik yang menunjukkan perubahan posisi suatu materi dengan menggunakan data perbedaan posisi yang didapat dari hasil pengamatan geodetik pada waktu yang berbeda. Pemantauan deformasi pada umumnya dilakukan dengan membuat suatu jaring kerangka pengukuran yang stabil yang diwujudkan dengan titik yang tersebar di sekitar objek pengukuran. Jaring kerangka dasar pengukuran dalam pemantauan deformasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu jaring kerangka dasar absolut dan jaring kerangka dasar relatif.

9

a. Kerangka dasar absolut Pada kerangka dasar absolut titik ikat yang digunakan sebagai titik-titik referensi terletak di luar objek pengamatan deformasi. Titik-titik referensi tersebut ditetapkan pada lokasi yang dianggap stabil sehingga titik objek dapat ditentukan posisi relatif terhadap titik referensi tersebut. b. Kerangka dasar relatif Pada kerangka dasar relatif titik-titik referensi dan titik objek yang digunakan terletak di dalam area pengamatan deformasi. 2.2 Close Range Photogrammetry Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan di sekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik (Santoso, 2004a). Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan. Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera. Pada teknik CRP pengukuran terhadap suatu objek biasanya dilakukan terhadap hasil perekaman dari beberapa alat sensor. Kamera dan prosedur analisis fotogrametri terestris ini dimulai pada akhir abad ke 19 oleh seorang kolonel Perancis, Laussedat (Atkinson, 1980). Konsep fundamental fotogrametri tetap sama. Perkembangan pada dunia fotogrametri seiring majunya teknologi kamera dan komputasi meningkatkan efektivitas waktu dan tingkat akurasi (Leitch, 2002). Pada tahun 1976, Torlegard dalam Leitch (2002) menulis bahwa pendekatan analitik seperti hitung perataan secara digital serta penggunaan kamera non-metrik akan berkembang penggunaannya di dunia industri dan teknik sipil. Kamera non-metrik bukan didesain untuk keperluan fotogrametri, namun memiliki harga yang jauh lebih murah dan jangkauan pasar yang lebih luas. 2.2.1 Prinsip Dasar CRP Pada saat sebuah foto diambil, berkas sinar dari objek akan menjalar menyerupai garis lurus menuju pusat lensa kamera hingga mencapai bidang film. Kondisi dimana titik objek pada dunia nyata, titik pusat proyeksi, dan titik obyek pada bidang foto terletak satu garis dalam

10

ruang dinamakan kondisi kegarisan berkas sinar atau kondisi kolinearitas (collinearity condition). Kondisi ini merupakan syarat fundamental dalam fotogrametri (Gambar 2.1).

Sistem koordinat berkas y (xo, yo)

x

a (xa, ya)

y c

x

Pusat kamera (XO, Y O, ZO)

z

A (XA, YA, ZA) Z Y

X Sistem koordinat ruang

Gambar 2.1 Kondisi kolinear atau prinsip kesegarisan (berdasarkan Atkinson, 1996, dan Suwardhi, 2007) Dalam fotogrametri, posisi dari sebuah objek pada ruang didefinisikan pada sistem koordinat kartesian 3D. Pada awalnya, objek terdefinisi pada sistem koordinat berkas. Kemudian dilakukan transformasi koordinat untuk mendapatkan koordinat objek pada sistem koordinat tanah. Antara kedua sistem koordinat itu terdapat perbedaan orientasi dan skala, sehingga transformasi koordinat terdiri dari translasi, rotasi dan perubahan skala. Pusat dari sistem koordinat berkas merupakan pusat dari lensa kamera, yang dikenal dengan nama pusat perspektif (perspective center). Titik pusat lensa kamera diketahui, sehingga berkas sinar dari objek yang melewati pusat lensa kamera akan jatuh pada sebuah titik pada bidang foto yang dapat diketahui koordinat fotonya. Perhatikan Gambar 2.1. Xo, Yo, Zo merupakan titik pusat kamera, xa, ya, -c merupakan koordinat sebuah titik A pada sistem koordinat berkas, dan XA, YA, ZA merupakan koordinat titik A pada sistem koordinat tanah, maka persamaan kolineraritas adalah:

[r11 (X O ! X A )+ r12 (YO ! y A )+ r13 (Z O ! Z A )] [r31 (X O ! X A )+ r32 (YO ! y A )+ r33 (Z O ! Z A )] [r (X ! X A )+ r22 (YO ! y A )+ r23 (Z O ! Z A )] = !c 21 O [r31 (X O ! X A )+ r32 (YO ! y A )+ r33 (Z O ! Z A )]

x a = !c ya

Pers. (2.1)

11

dengan c merupakan principal distance, dan rij merupakan elemen dari matriks rotasi. Elemen dari matriks rotasi diberikan pada persamaan 2.2.

& cos ( cos * R = R * R ( R ) = $$' cos ( sin * $% sin (

sin ) sin ( cos * + cos ) sin * ' sin ) sin ( cos * + cos ) sin * ' sin ) cos (

' cos ) sin ( cos * + sin ) sin * # cos ) sin ( cos * + sin ) sin * !! !" cos ) cos ( Pers. (2.2)

Rκ merupakan rotasi terhadap sumbu z, Rω adalah rotasi terhadap sumbu y, sedangkan Rφ rotasi terhadap sumbu x. Untuk mendapatkan posisi objek pada dunia nyata, maka diperlukan berkas sinar objek yang sama dari foto lainnya (Leitch, 2002). Kedua berkas sinar akan berpotongan pada objek yang sama di dunia nyata. Perpotongan ini dinamakan interseksi spasial (Atkinson, 1996). Jika terdapat titik A di lapangan yang dapat diamati dari 2 foto, maka di setiap foto akan terdapat bayangan titik tersebut. Apabila diketahui posisi kamera dan arah sumbu optiknya maka perpotongan sinar garis dari foto 1 dan foto 2 akan dapat menentukan posisi koordinat titik P tersebut (Wolf, 1993). Prinsip penentuan posisi dari perpotongan sinar ini dikenal dengan interseksi spasial (Gambar 2.2).

Stasiun kamera A Berkas sinar A

YA

XA

Titik Objek

Berkas sinar B

Stasiun kamera B YB

XB

Gambar 2.2 Interseksi spasial (berdasarkan Leitch, 2002) Untuk dapat menentukan posisi dari titik objek relatif terhadap sistem koordinat kamera, maka lokasi tepat dari pusat perspektif kamera dari setiap foto harus diketahui. Hal ini dilakukan dengan reseksi spasial (Gambar 2.3). Reseksi spasial atau space resection merupakan salah satu pemakaian persamaan kolinier. Pada reseksi spasial ini posisi atau koordinat dan orientasi kamera pada saat pemotretan (exposure) akan dicari. Untuk

12

melakukan reseksi spasial, tiap foto harus mengandung setidaknya 3 titik yang diketahui koordinatnya sebagai titik kontrol. Pada dunia nyata

Titik Objek 1 (X1, Y1, Z1) 1’

Posisi kamera O (xo, yo, zo)

2’

Titik Objek 2 (X2, Y2, Z2)

3’

Pada di berkas

Titik Objek 3 (X3, Y3, Z3)

Gambar 2.3 Reseksi spasial Pada reseksi spasial ini, harus diketahui koordinat (X, Y, Z) titik 1, 2, 3 di tanah, dalam hal ini pada objek, biasanya melalui pengukuran, dan juga diketahui koordinat (x, y, z) titik 1, 2, 3 di foto. Parameter yang dihitung adalah parameter orientasi relatif Xo, Yo, Zo, ω, φ, χ.. 2.2.2 Kalibrasi Kamera Kamera non-metrik tidak mempunyai lensa yang sempurna, sehingga proses perekaman yang dilakukan akan memiliki kesalahan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkalibrasian kamera untuk dapat menentukan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Kalibrasi kamera dilakukan untuk menentukan parameter internal kamera (IOP) meliputi principal distance (c), titik pusat fidusial foto (x o , y o ), distorsi lensa (K1, K2, K3, P1 and P2), serta distorsi akibat perbedaan penyekalaan dan ketidak ortogonal antara sumbu X dan Y (b1, b2) ( Fraser, 1997, dalam Fraser 1998). Distorsi lensa dapat menyebabkan bergesernya titik pada foto dari posisi yang sebenarnya, sehingga memberikan ketelitian pengukuran yang tidak baik, namun tidak mempengaruhi kualitas ketajaman citra yang dihasilkan. Distorsi lensa dapat dibagi menjadi distorsi radial dan distorsi tangensial. Distorsi radial adalah pergeseran linier titik foto dalam arah radial terhadap titik utama dari posisi idealnya. (ASP, 1980, hal 1035 dalam Wigrata, 1986). Distorsi lensa biasa diekspresikan sebagai fungsi polinomial dari jarak radial (δr) terhadap titik utama foto (Atkinson, 2000) sebagai berikut:

13

.

Pers. (2.3)

Distorsi tangensial atau distorsi decentric adalah pergeseran linier titik di foto pada arah normal (tegak lurus) garis radial melalui titik foto tersebut. (ASP, 1980, hal 1041, dalam Wigrata, 1986). Distorsi tangensial disebabkan kesalahan sentering elemen-elemen lensa dalam satu gabungan lensa dimana titik pusat elemen-elemen lensa dalam gabungan lensa tersebut tidak terletak pada satu garis lurus. Pergeseran ini biasa dideskripsikan dengan 2 persamaan polinomial untuk pergeseran pada arah x (δx) dan y (δy) (Atkinson 1996).

[ "x = P [r

] ) ]+ 2 P (x ! x 2

"x = P1 r 2 + 2(x ! xO ) + 2 P2 (x ! xO )(y ! y O ) 2

2

+ 2(y ! y O

2

2

O

)(y ! yO )

Pers. (2.4)

Ilustrasi akibat adanya distorsi lensa ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Ilustrasi akibat adanya distorsi lensa dan tidak ortogonalnya sumbu atau affine deformation (Sumber: Pullivelli, 2005) Untuk mengkoreksi kesalahan IOP, maka harus dilakukan kalibrasi. Kalibrasi kamera dapat dilakukan dengan berbagai metode sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Atkinson, 1987). Secara umum kalibrasi kamera biasa dilakukan berdasarkan tiga hal (Soemarto, 2007): lokasi, waktu, dan jenis target.

14

Berdasarkan lokasi, kalibrasi kamera dapat dilakukan dengan metode laboratory calibration serta on-the-job calibration. Laboratory calibration dilakukan di laboratorium, terpisah dengan proses pemotretan objek. Metode yang termasuk di dalamnya antara lain optical laboratory dan test range calibration. Secara umum metode ini sesuai untuk kamera jenis metrik. On-the-job calibration merupakan teknik penentuan parameter kalibrasi lensa dan kamera yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pemotretan objek. Berdasarkan waktu, kalibrasi kamera dapat dilakukan sebelum pemotretan, pada saat pemotretan, maupun sesudah pemotretan. Kalibrasi sebelum maupun sesudah pemotretan, biasa dilakukan di laboratorium atau di lokasi pemotretan. Kalibrasi pada saat pemotretan dikenal dengan self-calibration, yakni mengkalibrasi kamera sekaligus pada objek amat dan data diambil bersamaan dengan data observasi. Pada self-calibration pengukuran titik-titik target pada objek pengamatan digunakan sebagai data untuk penentuan titik objek sekaligus untuk menentukan parameter kalibrasi kamera. Berdasarkan jenis target, metode kalibrasi antara lain dengan analytical plumb-line calibration dan stellar calibration (Fryer, 1989, dalam Effendi, 2000). On-the-job calibration dan self-calibration merupakan metode yang sangat sesuai diterapkan pada kamera non-metrik, karena dapat mengeliminasi efek dari ketidakstabilan orientasi interior foto. Dalam penelitian ini digunakan metode self-calibration. optical laboratory laboratory calibration Lokasi

test range calibration

on-the-job calibration

Sebelum

Pada saat

Waktu

self-calibration

Sesudah Analytical plumb-line calibration Jenis Target stellar calibration

Gambar 2.5 Tipe Kalibrasi Kamera

15

2.2.3 Geometri pada Multi Kamera Dalam teknik CRP, kualitas proses penentuan koordinat objek dari foto dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pembidikan ke objek secara konvergen dari beberapa kamera agar diperoleh ukuran lebih. Jika terdapat sejumlah j foto dengan i titik sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.4, maka persamaan kolinearitas menjadi (Atkinson, 1996):

xij = !c j

[r [r [r [r

j ,11

j , 31

yij = !c j

(X (X (X (X

j , 21

j , 31

Oj

] (Z ! Z )] (Z ! Z )] (Z ! Z )]

! X i )+ rj ,12 (YOj ! yi )+ rj ,13 (Z Oj ! Z i )

Oj

! X i )+ rj ,32 (YOj ! yi )+ rj ,33

Oj

! X i )+ rj , 22 (YOj ! yi )+ rj , 23

Oj

! X i )+ rj ,32 (YOj ! yi )+ rj ,33

Oj

i

Oj

i

Oj

i

Pers. (2.5)

O1 yj

O2

Oj (Xoj, Yoj, Zoj) zj Rjt

Pj aij (xij, yij)

xj O3

O4

Z

Y

X

Gambar 2.4 Geometri pada multikamera (berdasarkan Atkinson, 1996) Pada persamaan kolinearitas di atas belum melibatkan parameter kalibrasi kamera. Dalam bentuk umum persamaan kesegarisan yang sudah memperhitungkan koefisien distorsi lensa (K1, K2, K3 , P1 and P2) ruas kiri dari persamaan di atas menjadi (Atkinson, 1996):

16

xij ! xoj + (xij ! xoj )rij

!1

(K

3

5

7

+ 2 P2 j (xij ! xoj )(y ij ! y oj ) y ij ! y oj + (y ij ! y oj )rij

!1

(K

) [

]

r + K 2 j rij + K 3 j rij + P1 j rij + 2(xij ! xoj ) +

1 j ij

) [

2

2

]

r + K 2 j rij + K 3 j rij + P1 j rij + 2(y ij ! y oj ) + 3

5

7

1 j ij

+ 2 P2 j (xij ! xoj )(y ij ! y oj )

2

2

Pers.(2.6)

dengan rij = (xij ! xoj ) + (y ij ! y oj ) 2

2

2

Persamaan (2.6) dapat dituliskan sebagai: F (X, B, A) = 0 X adalah vektor parameter yang harus diestimasi, B adalah vektor pengamatan, dan A adalah vektor konstan. 2.2.4 Scalebar Pada ujicoba digunakan scalebar sebagai constraint, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.1. Model matematika atau persamaan syarat untuk scalebar adalah :

[

2

2

]

2 1/ 2

s pq ! (X q ! X p ) + (Yq ! Y p ) + (Z q ! Z p )

=0

Pers.(2.7)

Spq merupakan panjang scalebar yang fix dari titik P ke titik Q, sedangkan Xp, Yp, Zp,Xq , Yq, Zq,merupakan koordinat P dan Q hasil perhitungan dari data foto. Panjang hasil perhitungan dengan hasil panjang yang diketahui diharapkan memiliki nilai yang sama. Dalam bundle adjustment Pers.(2.7) dimasukkan sebagai salah satu persamaan syarat. 2.2.5 Estimasi Hitung Perataan dengan Least Square Estimation dan Bundle Adjusment Proses perhitungan menggunakan hitung perataan memiliki kelebihan karena dapat mengakomodasi jumlah ukuran lebih sehingga ketelitian dapat ditingkatkan: Least Square Estimation (LSE) menyediakan suatu metoda sistematis untuk menghitung nilai koordinat dan elemen lain dalam fotogrametri bergantung banyaknya ukuran lebih dari berbagai pengamatan dan bobotnya. Dengan hitung perataan dimungkinkan adanya perhitungan variansi-kovariansi parameter yang sudah memperhitungkan variansi-kovariansi pengamatan. Jika terdapat asumsi awal dari besar variansi pengamatan maka dapat diperoleh analisis apriori untuk dapat mendesain konfigurasi kamera dan konfigurasi objek untuk menentukan konfigurasi optimum yang memenuhi presisi, reliabilitas dan akurasi.

17

Selain itu dengan hitung perataan terdapat fleksibilitas dimana elemen dapat diperlakukan sebagai parameter atau pengamatan atau nilai konstan. Bundle adjusment merupakan proses hitung perataan yang dilakukan secara simultan terhadap semua pengamatan dan parameter yang terlibat, dari data foto hingga menghasilkan data koordinat tanah (Atkinson, 1996). Proses evaluasi koordinat target dan parameter eksterior orientasi dari kamera menggunakan kamera didasarkan pada persamaan kolinearitas. Pada saat interior parameter yang merepresentasi parameter kalibrasi kamera juga dilibatkan, proses ini dinamakan self-calibrating bundle adjustment. Penyusunan persamaan dalam self-calibrating bundle adjustment adalah (Atkinson, 1996): xij ! xoj + (xij ! xoj )rij

[

!1

3

1 j ij

+ P1 j rij + 2(xij ! xoj 2

y ij ! y oj + (y ij ! y oj )rij

[

(K r + K ) ]+ 2P (x

5

!1

ij

(K r + K ) ]+ 2P (x 3

5

2

2 j ij

)

! xoj )(y ij ! y oj )= !c j

2

2j

7

[r (X [r (X j ,11

Oj

j , 31

Oj

] (Z ! Z )]

! X i )+ r j ,12 (YOj ! y i )+ r j ,13 (Z Oj ! Z i )

! X i )+ r j ,32 (YOj ! y i )+ r j ,33

Oj

ij

[r (X [r (X j , 21

Oj

j , 31

Oj

] (Z ! Z )]

! X i )+ r j , 22 (YOj ! y i )+ r j , 23 (Z Oj ! Z i ) ! X i )+ r j ,32 (YOj ! y i )+ r j ,33

Oj

Pers. (2.8) Maka: x ij ! x oj + (x ij ! x oj )rij

[

!1

[

2

!1

+ P1 j rij + 2(y ij ! y oj 2

3

1 j ij

+ P1 j rij + 2(x ij ! x oj

y ij ! y oj + (y ij ! y oj )rij

(K r + K ) ]+ 2P (x

r

2j

ij

(K r + K ) ]+ 2P (x 3

1 j ij

r

ij

+ K 3 j rij

7

)+

! x oj )(y ij ! y oj )+ c j

2 j ij

2

2j

5

2 j ij

2

i

r + K 3 j rij +

1 j ij

+ P1 j rij + 2(y ij ! y oj

)

! xoj )(y ij ! y oj )= !c j

2

2j

7

r + K 3 j rij +

2 j ij

5

+ K 3 j rij

7

)+

! x oj )(y ij ! y oj )+ c j

[r (X [r (X

] )]= 0

j ,11

Oj

! X i )+ r j ,12 (YOj ! y i )+ r j ,13 (Z Oj ! Z i )

j , 31

Oj

! X i )+ r j ,32 (YOj ! y i )+ r j ,33 (Z Oj ! Z i

j , 21

Oj

! X i )+ r j , 22 (YOj ! y i )+ r j , 23 (Z Oj ! Z i )

j , 31

Oj

! X i )+ r j ,32 (YOj ! y i )+ r j ,33 (Z Oj ! Z i

[r (X [r (X

] )]= 0

Pers. (2.9) Pada CRP, saat j kamera digunakan untuk mengukur i titik, matriks X akan merupakan vektor dengan (3i + 6j) anu parameter dan l akan menjadi vektor dengan 2ji pengamatan foto. Anu parameter x dapat dibagi dalam 2 kelompok, x1 untuk koordinat 3D dari titik objek dan x2 untuk parameter kamera. Maka persamaannya menjadi (Wang, 1998): A = [ A1 A2 ] dan ∆x = [∆x1 ∆x2]’

Pers. (2.10)

18

i

Selanjutnya anu parameter dihitung dari rumus:

& 'x # & A 'x = $ 1 ! = $ 11 %'x 2 " % A21

(1

& T # A12 # & A1T W # (1 A1 W b = N $ ! $ T !b A22 !" % A2 T W " % A2 W "

Pers. (2.11)

2.3 Pemantauan Deformasi Menggunakan Teknik CRP Pemantauan deformasi dilakukan dengan cara mengamati perubahan koordinat objek sebagai fungsi dari waktu. Besarnya perubahan bagian-bagian pada objek tersebut dinyatakan melalui pengukuran koordinat-koordinatnya secara tiga dimensi. Pemantauan deformasi mengunakan teknik CRP pada prinsipnya tidak berbeda dengan metode geodetik lainnya, yakni dengan melakukan pengamatan terhadap perubahan koordinat titik objek dengan cara melakukan pengukuran pada waktu yang berbeda. Dari setiap pengamatan diperoleh koordinat titik-titik objek sehingga selanjutnya dapat dihitung vektor pergeseran (Gambar 2.5).

Cara untuk

menghitung pergeseran diberikan pada Pers. (2.12). Z Vektor pergeseran

T2(X,Y,Z) Y

T1(X,Y,Z)

X

Gambar 2.5 Ilustrasi vektor pergeseran

vektor pergeseran =

(X T 2 ! X T 1 )2 + (YT 2 ! YT 1 )2 + (Z T 2 ! Z T 1 )2

Pers. (2.12)

Secara garis besar pengukuran deformasi menggunakan teknik CRP dilakukan dalam beberapa tahapan pekerjaan, yaitu pengadaan titik-titik kontrol, pemotretan, kalibrasi kamera, pengolahan data serta analisis. Tahapan ini secara diagramatis ditunjukkan pada Gambar 1.1.

19

BAB III UJI STABILITAS KAMERA

Mengingat kamera yang digunakan adalah kamera yang tidak spesifik dibuat bagi keperluan fotogrametri, dapat diduga bahwa kestabilan geometri kamera tersebut tidak kokoh. Ketidakstabilan geometri tersebut diduga pada unsur-unsur internal parameter kamera yang terdiri dari panjang fokus, distorsi radial dan posisi titik utama foto. Untuk itu perlu dilakukan uji stabilitas kamera dengan melakukan kalibrasi kamera terhadap berbagai objek kalibrasi, dengan menggunakan berbagai model matematik dan dilaksanakan pada berbagai kala waktu. Sebelum melakukan pengolahan foto untuk mendapatkan nilai koordinat titik-titik koordinat yang dikehendaki, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi kamera. Kalibrasi kamera ini perlu dilakukan untuk menentukan parameter internal kamera. Kalibrasi kamera dilakukan dengan menggunakan bidang 2-dimensi dan 3-dimensi pada beberapa rentang waktu untuk mengetahui kestabilan kamera dan metode kalibrasi yang terbaik untuk kasus ini. 3.1 Tahapan Kalibrasi Secara umum, langkah yang dilakukan: a. Mengisi basis data kamera yakni: - Tipe/serial kamera : Coolpix 2200 - Tipe lensa

: Lensa Nikkon

- Ukuran sensor

: 0.008 mm x 0.008 mm

- Jumlah piksel

: H = 1600 piksel ; V = 1200 piksel

Ukuran sensor dihitung dengan melakukan perbandingan terhadap suatu ukuran yang telah diketahui. Dalam penelitian ini, digunakan kertas A4. Kertas A4 ditempelkan pada dinding yang rata, kemudian diambil foto dengan posisi kamera yang mendatar dari atas meja. Panjang kertas A4 diketahui sepanjang M cm, kemudian panjang kertas A4 diukur pada perangkat lunak grafis sepanjang N piksel. Jika N piksel adalah sama dengan M cm, maka panjang 1 piksel adalah sama dengan (M/N) piksel. b. Menetapkan nilai parameter kamera dengan harga pendekatan jarak utama (c) dan harga pendekatan IOP lainnya. Harga c diketahui dari spesifikasi kamera yakni 14 mm untuk kamera Nikon Coolpix, sedangkan nilai parameter lainnya dapat dimasukkan nol, dengan asumsi tidak mengandung kesalahan.

20

c. Memasukkan data driver dan kontrol, serta scalebar. d. Melakukan reseksi. e. Nilai parameter kamera diset free f.

Memproses proses perhitungan dengan bundle adjustment

g. Mengganti nilai parameter kamera dengan nilai parameter kamera yang baru h. Mengulang langkah b-f, hingga nilai parameter konstan 3.2 Kalibrasi Pertama Kalibrasi dilakukan pada bulan Maret 2006 dari bidang 2-dimensi yang diproyeksikan pada dinding. Pemotretan dilakukan dari 9 sisi: kiri-atas, tengah-atas, kanan-atas, kiri-tengah, tengah-tengah, kanan-tengah, kiri-bawah, tengah-bawah, kanan-bawah.

Gambar 3.1 Proyeksi bidang kalibrasi kamera beserta gambaran posisi kamera (kotak jingga), Maret 2006 3.3 Kalibrasi Kedua Kalibrasi kedua dilakukan pada bulan April 2006 dengan menggunakan bidang 3-dimensi.

21

Gambar 3.2 Bidang kalibrasi kamera 3D, dipotret dari 9 sisi, April 2006 3.4 Kalibrasi Ketiga dan keempat Kalibrasi berikutnya dilakukan menggunakan bidang 2-dimensi pada bulan Juni 2006. Bidang ini dipotret dari 6 sisi. Pengolahan dilakukan dengan 2 cara, pertama dengan menggunakan 5 titik kontrol, kedua, menggunakan 9 titik kontrol.

Gambar 3.3 Bidang kalibrasi kamera 2D, dipotret dari 9 sisi, Juni 2006 3.5 Kalibrasi Kelima dan Keenam Kalibrasi menggunakan bidang 3-dimensi pada bulan Juli dan Agustus 2006. Hasil parameter internal kamera yang diolah dengan 15 titik driveback dan 4 titik kontrol, pada dua waktu yang berbeda yakni juli dan Agustus 2006. Nilai parameter internal kamera memperlihatkan nilai yang konstan pada iterasi ketiga.

22

Gambar 3.4 Bidang kalibrasi kamera 3D, Agustus 2006

Gambar 3.5 Konfigurasi kamera yang digunakan 3.6 Analisis Kalibrasi Kamera Kalibrasi kamera dilakukan dengan menggunakan objek dalam foto yang telah diketahui koordinatnya, menggunakan bundle adjustment. Hasil perataan parameter kamera dari tiap uji kalibrasi diberikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Hasil kalibrasi kamera dari berbagai metode dan variasi waktu Parameter Kamera C

Kalibrasi 1

Kalibrasi 2

Kalibrasi 3a

Kalibrasi 3b

Kalibrasi 4a

Kalibrasi 4b

14.6514

13.8178

14.168000

14.019100

13.9668

14.1356

XP

6.6603

0.1491

-0.346700

-0.112500

-0.2673

-0.2476

YP

5.2704

-0.073700

-0.204300

-0.1924

-5

5.3 x 10

-5

-0.2491 -4

7.0594 x 10

-4

2.6 x 10

5.97 x 10

-0.3244 -4

5.82 x 10-4

K1

5.337 x 10

K2

1.355 x 10-6

-3.3281 x 10-6

5.2 x 10-5

4 x 10-6

6.12 x 10-6

2.87 x 10-6

K3

~0

3.8191 x 10-8

1 x 10-6

~0

-2.08 x 10-7

-4.72 x 10-8

P1

-1.6 x 10-4

-5.6193 x 10-4

8.4 x 10-5

2.7 x 10-5

-3.91 x 10-5

-8.79 x 10-5

P2

-2.152 x 10-6

4.3299 x 10-5

9 x 10-6

7 x 10-6

9.18 x 10-5

1.66 x 10-4

B1

~0

-1.3095 x 10-2

3.55 x 10-4

4.3 x 10-5

1.81 x 10-4

-1.40 x 10-4

B2

~0

9.3123 x 10-4

6.48 x 10-4

3.647 x 10-3

5.97 x 10-5

2.94 x 10-5

23

Dari Tabel 3.4 yang merupakan nilai parameter internal kamera yang dihasilkan dari berbagi kala, berbagai objek dan metode hitungan, terlihat bahwa nilai parameter internal kamera selalu berubah setiap saat. Perubahan yang terjadi cukup signifikan terutama pada nilai jarak utama (c) yang mencapai 5.7 %. Dapat dimengerti kendala ini terjadi karena sifat kamera Nikon Coolpix 2200 yang autofocus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kamera Nikon Coolpix 2200 merupakan kamera yang tidak stabil. Untuk keperluan geometrik yang cukup tinggi sudah seharusnya bahwa semua parameter internal kamera digunakan untuk meningkatkan ketelitian koordinat. Oleh karena itu penentuan parameter internal kamera atau proses kalibrasi kamera harus dilakukan pada waktu yang sedekat mungkin dengan waktu pemanfaatan kamera tersebut atau idealnya kalibrasi dilakukan secara simultan dengan saat pemakaian kamera untuk aplikasi tertentu atau biasa disebut dengan metode self-calibration.

24

BAB IV DETEKSI DEFORMASI

Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan uji deteksi deformasi meliputi pengukuran kerangka dasar yang digunakan dan pengukuran titik-titik objek menggunakan ETS, pemotretan, kalibrasi kamera, dan pengolahan foto. 4.1 Desain Pengukuran Pengukuran uji deformasi dilakukan di laboratorium Research Group Sistech lantai 3 Prodi Teknik Geodesi dan Geomatika, menggunakan lemari besi sebagai titik kerangka yang dianggap tetap dan monitor sebagai simulasi objek terdeformasi (Gambar 4.1). Perhitungan koordinat dilakukan secara lokal, dengan mengacu pada titik kerangka dasar di sekeliling lemari besi tersebut (Gambar 4.2). Alat yang digunakan untuk mengukur koordinat titik-titik adalah Teodolit-refrektorless dari Sokkia (Gambar 4.3). Teodolit ini memiliki kemampuan untuk memancarkan sinar laser ke objek yang menjadi target, sehingga dapat diperoleh data ukuran jarak berdasarkan waktu tempuh pantulan sinar laser yang dikirimkan. Kemampuan bacaan data ukuran sudut baik vertikal maupun horizontal adalah hingga 1 detik. Data ukuran yang diambil adalah data jarak datar, sudut horizontal dan sudut vertikal. Akurasi sudut adalah sebesar 1 detik sedangkan akurasi untuk jarak 0.3 meter sampai 350 meter adalah ± ( 3 + 2 ppm x D ) mm (Sokkia Co. Ltd, 2006).

Gambar 4.1 Simulasi objek studi: lemari besi sebagai kerangka yang dianggap tetap dan monitor sebagai objek terdeformasi

25

meja

Gambar 4.2 Skema simulasi objek dan lokasi kamera serta titik referensi Kamera yang digunakan adalah Nikon Coolpix 2200 (Gambar 4.4), dengan resolusi radiometrik 1200 x 1600 pixel efektif, dan auto fokus. Gambar objek deformasi diambil dari 9 arah, dengan posisi kamera mendatar dan vertikal sehingga secara keseluruhan terdapat 18 foto untuk satu kala. Simulasi dilakukan sebanyak 3 kala.

Gambar 4.3 ETS refrektorless Sokkia (http://www.sokkia.co.jp)

Gambar 4.4 Kamera Nikon Coolpix 2200 (http://www.dpreview.com)

Gambar 4.5 Titik target reflektorless

26

4.2 Hitungan Titik Referensi dan Titik Objek 4.2.1 Hitungan Titik Referensi Kerangka dasar dibangun dengan pengukuran menggunakan ETS. Alat didirikan di titik O, membidik titik A, B, C, lalu alat dipindahkan ke titik A, membidik titik O, B, C, kemudian alat dipindahkan ke titik B, membidik titik O, A, C, selanjutnya didirikan di titik C, membidik titik O, A, B. Pengamatan yang diambil yakni data jarak datar, sudut datar, dan sudut zenith. Setiap kali berdiri alat sekaligus melakukan pengukuran terhadap titik-titik amat di lemari besi, target objek, dan lainnya. ETS dibidikkan tepat pada tengah-tengah titik target. Titik target yang digunakan adalah titik target reflektorless yang umum digunakan untuk CRP dengan diameter 3 mm tanpa benang silang (Gambar 4.5). Ilustrasi kerangka dasar diberikan pada Gambar 4.6. B Sb Y


Dbc, Zbc

Dab, Zab

Dob, Zob

Sb X C



A Doc , Zoc Doa, Zoa
O

Gambar 4.6 Kerangka dasar Sistem koordinat menggunakan sistem koordinat lokal, dengan sumbu X dan Y berada di lantai saling tegak lurus, sumbu Z ke arah atas tegak lurus sumbu X dan Y. Sistem koordinat lokal ditetapkan dari kerangka OABC. Banyaknya ukuran minimum yang diperlukan untuk mendefinisikan sistem OABC adalah 4 titik dikalikan 3 komponen (x, y, z) yakni 12 ukuran. Koordinat titik O ditetapkan sebagai acuan, dengan koordinat (5000,5000,0) dalam milimeter. Garis yang menghubungkan titik O dengan titik A ditetapkan sebagai sumbu X, dengan demikian koordinat Ya adalah sama dengan Yo. Dengan demikian 4 ukuran telah ditetapkan yakni Xo, Yo, Zo, dan Ya, sehingga jumlah parameter adalah 8 yakni Xa, Za, Xb, Yb, Zb, Xc, Yc, Zc. Sedangkan jumlah pengamatan adalah 16, yakni : 1. 2.

jarak OA (doa) jarak OB (dob)

27

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

jarak OC (doc) jarak AB (dab) jarak AC (dac) jarak BC (dbc) zenith OA (doa) zenith OB (dob) zenith OC (doc) zenith AB (dab) zenith AC (dac) zenith BC (dbc) Sudut horizontal COA (βcoa) Sudut horizontal OAB (βoab) Sudut horizontal ABC (βabc) Sudut horizontal BCO (βbco)

Dengan demikian terdapat 8 ukuran lebih, sehingga dapat dilakukan perataan untuk menentukan koordinat titik A,B,C. Hitungan koordinat dilakukan dengan metode hitung perataan parameter, yang penjelasan secara detailnya diberikan pada Appendix. Hasil perhitungan diberikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Koordinat titik kerangka dan standar deviasinya (dalam mm) Titik O A B C

X 5000.00 10079.83 8546.87 3848.39

Y 5000.00 5000.00 8908.98 7422.68

Z 0.00 -1.10 -0.67 -8.05

σX 0.00 2.43 2.77 1.19

σY 0.00 0.00 2.31 2.49

σZ 0.00 0.67 0.64 0.47

4.2.2 Perhitungan Titik Objek Setelah diperolah koordinat titik-titik kerangka dasar, selanjutnya dihitung koordinat tiap titik objek baik pada lemari besi maupun pada monitor dengan rumus dasar: Xj = Xi + dij . sin αij

Pers. (4.1)

Yj = Yi + dij . cos αij

Pers. (4.2)

Zj = Zi + Ta + (dij / tan(zenith))

Pers. (4.3)

Untuk titik-titik yang diukur dari lebih satu kali, maka selanjutnya dirata-ratakan menggunakan hitung perataan kombinasi, kemudian dihitung standar deviasi dari perambatan kesalahan. Setiap titik dapat dihitung dari titik O, A dan C, dari O dan A, maupun dari titik O dan C. Pada hitung perataan yang dilakukan, titik kerangka O, A, C diperlakukan sebagai pengamatan sehingga standar deviasi dari masing-masing titik ini dapat diperhitungkan dalam proses perataan, secara lebih detail dijelaskan pada Appendix A.

28

Nilai koordinat titik target hasil perataan diberikan pada Lampiran D. Tidak semua titik memberikan hasil yang baik. Data koordinat yang dipilih adalah yang memiliki standar deviasi di bawah 2 mm. Data dari kala 1 menunjukkan adanya kesalahan sistematik, sehingga data kala 1 tidak dipergunakan untuk pengolahan berikutnya. Data yang digunakan adalah data kala 2 dan kala 3 saja dengan titik-titik yang sudah dipilih. 4.2.3 Analisis Hitungan Titik Kerangka dan Titik Objek Analisis dilakukan dari beberapa sudut pandang: a. Pengukuran dengan ETS Data koordinat dari hasil ukuran ETS diperoleh dari perhitungan perataan kuadrat terkecil. Perhitungan dibagi dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah perhitungan titik kerangka dasar utama, yang terdiri dari 4 titik OABC. Tahap kedua adalah pengukuran titik-titik detail berupa titik target di kerangka dan objek. Data jarak hasil ukuran ETS dibandingkan dengan jarak menggunakan pita ukur, hasilnya menunjukkan nilai yang sama. Kemudian dilakukan pengukuran 10 kali baik untuk data jarak, sudut horizontal dan sudut vertikal sehingga dapat diperoleh standar deviasi pengukuran jarak yakni 0.5 mm. Pada spesifikasi ETS yang digunakan memiliki akurasi untuk jarak 0.3 sampai 350 meter adalah ± ( 3 + 2 ppm x D ) mm. Tingkat akurasi ini dimodifikasi menjadi ± ( 0.5 + 2 ppm x D ) mm. Sudut horizontal memiliki standar deviasi 3 detik dan sudut vertikal memiliki standar deviasi 5 detik. b. Perataan Titik Kerangka Perataan titik kerangka menggunakan model AX – F = V, dimana A merupakan matrik pengamatan, X merupakan matrik parameter. Parameter di sini adalah selisih dari nilai koordinat pendekatan dengan nilai koordinat definitif, untuk itu dilakukan iterasi hingga nilai X < 0.1 mm. Bobot yang diberikan adalah berbanding terbalik dengan tingkat akurasi presisi data ukuran. Hasil menunjukkan standar deviasi 0.47-2.77 mm pada data koordinat titik kerangka. Data titik kerangka ini selanjutnya digunakan untuk pengolahan titik koordinat detail. c. Perataan Titik Target Perataan titik detail menggunakan perataan dari nilai rata-rata. Model yang digunakan adalah BV+AX = F, dimana BV merupakan matrik pengamatan dan AX merupakan matriks parameter. Pengamatan yang dilibatkan adalah titik acuan perhitungan koordinat dan pengamatan jarak sudut azimut dan sudut vertikal. Bobot yang diberikan adalah berbanding terbalik dengan tingkat akurasi presisi data ukuran. X berisikan selisih nilai

29

koordinat dari satu titik acuan terhadap nilai rata-ratanya, untuk itu dilakukan iterasi hingga nilai X< 0.1 mm. Hasil menunjukkan standar deviasi yang beragam pada titik detail. Pada kala 1, terlihat adanya standar deviasi yang sangat signifikan berbeda pada 3 titik, mencapai fraksi dm. Titik-titik yang semestinya tetap pada saat dibandingkan dengan kala 2 menunjukkan pergeseran hingga fraksi dm pada 5 titik, hal ini menunjukkan adanya kesalahan sistematik sehingga data kala 1 tidak digunakan. Pada kala 2 dan kala 3 terlihat standar deviasi yang beragam. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kesalahan paralaks akibat target yang tidak memiliki benang silang, sehingga tidak terbidik tepat di tengah target. Untuk mengantisipasi hal ini , titik-titik yang digunakan pada pengolahan foto dipilih hanya yang memiliki standar deviasi di bawah 2 mm. d. Analisis Jenis Target Target yang digunakan adalah target retroreflective, dengan diameter 3 mm tanpa benang silang (Gambar 4.5). Hambatan yang terjadi terkait dalam 2 hal, yakni saat pengukuran titik target dengan ETS dan saat pemotretan. Untuk jarak 6 meter, ternyata diameter lingkaran putih adalah sebesar 1,5 menit. Hal ini memberikan kemungkinan ketidakakuratan pembidikan yang mengakibatkan kesalahan nilai koordinat. Ketelitian paralaks akan sangat mempengaruhi ketelitian ukuran. Beberapa target yang digunakan memberikan kualitas yang kurang (low-quality) di foto, jika mengacu pada Otepka (2002) yakni menyerupai gambar (b) pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Target images in VM (Vision Meterology) : high quality, nera-binary (a), low-quality (b), dan a range of images (c) (Otepka, dkk, 2002)

Rendahnya kualitas image dari target dapat disebabkan oleh beberapa hal yakni set mode pada kamera, yang dipilih adalah set mode architectural yang memiliki set auto-focus maksimum, serta akibat faktor cahaya. Hal ini mengakibatkan tidak semua titik dapat dideteksi secara automatis pada software Australis. Untuk titik-titik target yang tidak dapat terdektsi secara automatis, penargetan dilakukan secara manual, namun ternyata titik-titik manual ini memberikan hasil yang tidak bagus, hal ini terlihat bahwa saat bundle adjustment, titik-titik manual mengalami penolakan. Karenanya titik-titik manual tidak digunakan.

30

4.3 Perhitungan Koordinat dari Data Foto 4.3.1 Pelaksanaan Pelaksanaan perhitungan koordinat dari data foto meliputi pengambilan foto, kemudian perhitungan parameter internal kamera secara self-calibration dan perhitungan koordinat titiktitik yang dikehendaki. Foto diambil sebanyak 18 buah tiap kala, dari 9 posisi, masing-masing dengan posisi kamera horizontal dan vertikal (Gambar 4.8 hingga 4.11). Foto-foto ini kemudian ditandai tiap titik target secara semi-automatis. Semi-automatis di sini dalam artian setiap target ditandai secara manual, namun secara automatis akan terdeteksi titik tengah dari tiap-tiap bulatan titik target. Selanjutnya dilakukan perhitungan parameter internal kamera dan koordinat titik-titik di foto menggunakan bundle adjustment. Secara diagramatis ditunjukkan pada Gambar 1.1. Data foto yang diolah adalah data foto kala 2 dan kala 3. Untuk melakukan reseksi posisi kamera, digunakan data driveback. Untuk mengikatkan antar foto, digunakan titik ikat dari data titik kontrol. Pada pengolahan foto kala 2 digunakan data driveback dan titik kontrol dari pengukuran ETS kala 2, sedangkan pengolahan foto kala 3 menggunakan data driveback dan titik kontrol kala 3. Titik kontrol yang dipilih adalah 5 titik dengan standar deviasi terkecil, yakni di bawah 1 mm, sedangkan titik driveback yang dipilih dari data ETS adalah titik-titik dengan standar deviasi di bawah 2 mm. Data titik driveback dan titik kontrol yang digunakan diberikan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Sebagai kontrol panjang, digunakan scalebar dari penggaris besi yang kedua ujungnya ditempelkan titik target. Dari hasil perhitungan dengan bundle adjusment diperoleh nilai parameter internal kamera, posisi kamera, dan koordinat titik-titik yang telah ditandai pada foto. Nilai yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk melakukan iterasi hitungan hingga nilai internal parameter konstan. Pada saat nilai parameter internal telah konstan, diasumsikan hasil koordinat foto yang diperoleh merupakan hasil terbaik. Nilai parameter kamera diberikan pada Tabel 4.4. Hasil koordinat dari pengolahan foto diberikan pada Lampiran.

31

Gambar 4.8 Pengambilan foto kala 2 secara horizontal

Gambar 4.9 Pengambilan foto kala 2 secara vertikal

32

Gambar 4.10 Pengambilan foto kala 3 secara horizontal

Gambar 4.11 Pengambilan foto kala 3 secara vertikal

33

Tabel 4.2 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada pengolahan foto kala 2 data driveback kala 2 (mm) Titik X Y 22 7060.500000 6676.700000 2 7262.600000 7262.800000 24 7045.100000 6685.500000 A3 6946.300000 6719.400000 P3 6100.600000 7018.500000 PB8 6738.700000 6792.700000 11 7052.400000 6686.300000 PB6 6268.900000 6962.600000 PB5 6187.700000 6998.500000 PB4 6768.500000 6776.400000 R2 5996.100000 7041.000000 R1 5995.200000 7045.300000 PB7 6645.800000 6827.600000 140 6333.300000 7591.200000

Z 1609.800000 1440.900000 1261.300000 1102.500000 1372.800000 1105.200000 1119.900000 1103.100000 1101.700000 1602.900000 1155.600000 1544.000000 1104.600000 1532.000000

sd X 0.888280 0.776460 0.994750 0.861440 0.569830 0.828170 1.088000 0.685240 0.723010 1.077500 0.682550 0.732810 1.252400 1.593800

sd Y 0.502050 0.777260 0.562400 0.762690 1.038000 0.854060 0.616860 1.055200 1.164300 1.058700 1.386300 1.493000 1.389900 1.122100

sd Z 0.187980 0.175510 0.206250 0.203440 0.136400 0.208610 0.242800 0.221230 0.373760 0.351570 0.245760 0.211390 0.328020 0.444630

data kontrol kala 2 (mm) Titik X Y PB3 6307.600000 6939.300000 A11 7262.500000 7264.400000 1 7267.100000 7262.600000 44 6525.200000 6875.700000 23 7052.500000 6681.100000

Z 1604.300000 1504.600000 1577.100000 1120.600000 1454.700000

sd X 0.476600 0.598710 0.607550 0.596400 0.829150

sd Y 0.681380 0.587160 0.594230 0.712800 0.468650

sd Z 0.205100 0.198760 0.204840 0.239020 0.167160

Tabel 4.3 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada pengolahan foto kala 3 data driveback kala 3 (mm) Titik X Y 43 6113.000000 7015.000000 PB3 6310.500000 6936.900000 PB4 6773.200000 6775.200000 PB8 6738.300000 6792.600000 PB1 6133.000000 6999.400000 2 7262.800000 7261.000000 A11 7261.800000 7261.700000 49 6538.000000 6859.700000 PB2 6107.900000 7018.600000

Z 1107.700000 1601.300000 1600.200000 1104.100000 1529.400000 1440.400000 1504.000000 1619.700000 1239.700000

sd X 0.797410 0.825540 0.859310 0.804960 1.157000 0.932600 0.969020 0.918760 1.390300

sd Y 0.419630 0.437760 0.471830 0.830320 0.607110 0.932760 0.969860 1.109200 0.732020

sd Z 0.205520 0.208420 0.199530 0.148930 0.296240 0.236820 0.259910 0.316540 0.351860

data kontrol kala 3 (mm) Titik X Y 23 7053.500000 6679.200000 22 7059.100000 6675.600000 24 7045.300000 6684.200000 1 7265.800000 7261.700000 11 7051.800000 6685.600000

Z 1454.800000 1609.800000 1261.600000 1576.700000 1120.000000

sd X 0.451180 0.522520 0.658520 0.531570 0.750960

sd Y 0.254810 0.295060 0.372040 0.520010 0.425460

sd Z 0.092821 0.116280 0.133310 0.198860 0.159450

34

Tabel 4.4 Parameter internal kamera kala 2 Camera Variable C XP YP K1 K2 K3 P1 P2 B1 B2

Initial Value 13.9753 -0.2482 -0.2279 5.93E-04 3.54E-06 -7.87E-08 -5.96E-05 8.78E-05 6.35E-05 -5.25E-05

Total Adjustment 0 0 0 -2.37E-11 1.16E-12 -1.751e-014 -8.69E-11 1.65E-11 -4.28E-11 -3.22E-11

Final Value 13.9753 -0.2482 -0.2279 5.93E-04 3.54E-06 7.87E-08 5.96E-05 8.78E-05 6.35E-05 5.25E-05

Initial Std. Error 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03

Final Std. Error 6.80E-03 9.91E-03 8.71E-03 2.75E-05 1.55E-06 2.66E-08 1.87E-05 1.66E-05 5.59E-05 5.42E-05

Tabel 4.5 Parameter internal kamera kala 3 Camera Variable C XP YP K1 K2 K3 P1 P2 B1 B2

Initial Value 13.9884 -0.2267 -0.2838 6.19E-04 1.74E-06 -4.49E-08 -8.40E-05 1.39E-04 1.58E-04 1.15E-04

Total Adjustment 0 0 0 -1.10E-11 5.35E-13 -7.970e-015 -2.00E-11 -1.67E-11 2.76E-12 2.61E-11

Final Value 13.9884 -0.2267 -0.2838 6.19E-04 1.74E-06 4.49E-08 8.40E-05 1.39E-04 1.58E-04 1.15E-04

Initial Std. Error 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03 1.00E+03

Final Std. Error 6.92E-03 7.67E-03 6.86E-03 3.23E-05 1.67E-06 2.71E-08 1.43E-05 1.28E-05 3.80E-05 3.77E-05

4.3.2 Analisis Pengolahan Foto a. Analisis pengambilan foto Foto diambil dari 9 sudut dengan posisi kamera horizontal dan vertikal, sehingga total foto berjumlah 18. Pengesetan kamera menggunakan mode arsitektur yang memiliki fokus maksimum. Namun demikian, dengan menggunakan mode ini target pada foto bersifat kurang reflektif. Pengambilan foto juga tidak didukung dengan pencahayaan yang cukup sehingga tidak semua foto memiliki kualitas yang baik untuk dilakukan pengolahan. b. Analisis kualitas foto Pengambilan foto sangat bergantung pada pencahayaan, dengan pencahayaan yang kurang, sifat reflektor target pada foto menjadi berkurang. Pengambilan foto di dalam ruang dengan tambahan bantuan cahaya dalam ruang memberikan efek yang berbeda pada setiap sudut pengambilan foto. Sumber cahaya hanya bersumber dari lampu ruangan serta dari cahaya yang masuk melalui jendela. Jendela pada laboratorium menghadap ke

35

arah utara. Arah sumber cahaya mengakibatkan sebelah atas dari objek serta di sisi kanan objek terlihat gelap pada foto. Hal ini mengakibatkan berkurangnya sifat reflektor titik target. Kualitas titik target untuk marking menjadi rendah. Pada prakteknya tidak semua titik di foto memiliki sifat reflektif. Titik target yang kurang reflektif tidak dapat di bidik secara automatis. Dalam pengolahan ini, titik yang digunakan hanya titik yang dapat terdeteksi secara automatis di perangkat lunak Hal ini dilakukan dengan pertimbangan mencoba memilih titik secara manual memiliki standar deviasi lebih besar dan sering kali terkena peringatan ‘reject point’ dalam software, sehingga tidak digunakan. Selain itu Suwardhi (2006) pernah menguji ketelitian dari marking titik menggunakan titik alami dan titik target. Hasil uji menunjukkan bahwa titik target memiliki kualitas yang signifikan lebih baik dibandingkan titik alami. Akibatnya terdapat beberapa foto yang hanya bisa sedikit memuat titik driveback sehingga reseksi tidak dapat dilakukan. Reseksi dapat dilakukan jika setidaknya 3 titik driveback dapat terdeteksi pada software. Untuk foto yang tidak memenuhi kondisi ini, tidak dilibatkan dalam pengolahan lebih lanjut. Dari hasil run bundle, dapat dilihat kualitas dari titik bidik dan foto, sehingga dapat dieliminir foto dan titik dengan kualitas yang tidak bagus yang direject oleh hasil bundle adjustment. Pada kala 2, hanya 12 foto dari 18 foto yang digunakan, sedangkan pada kala 3, hanya 10 foto dari 18 foto yang digunakan. Konfigurasi kamera yang digunakan pada pengolahan diberikan pada Gambar 4.8. Untuk meningkatkan kualitas dari foto, pada penelitian berikutnya perlu diperhatikan mengenai masalah pencahayaan. Sebaiknya jika pengukuran adalah di dalam ruangan, pemotretran didukung dengan lampu tambahan. Lampu tambahan ini dapat berupa lampu baca yang mudah untuk diarahkan.

36

Gambar 4.12 Konfigurasi kamera pada kala 2 (kiri) dan kala 3 (kanan) c. Presisi data koordinat dari Foto Hasil koordinat yang diberikan dari foto memberikan hasil yang cukup baik. Sigma tiap image rata-rata di bawah 1 µm baik untuk kala 2 maupun kala 3. Standar deviasi untuk kala 2 rata-rata untuk maksimum 1,3 mm pada arah X, 1,4 mm pada arah Y dan 0,7 pada arah Z. Untuk kala 3 dari 57 titik terdapat 53 titik memiliki standar deviasi maksimum 2.1 mm pada arah X, 2.2 mm pada arah Y dan 2.9 mm pada arah Z. Namun terdapat 4 titik yang memiliki standar deviasi maksimum 8.05 mm pada arah X, 4.87 mm pada arah Y dan 2.3 mm pada arah Z. Keempat titik ini berada pada area yang sama, yakni di sisi samping monitor. Karenanya keempat titik ini dieliminir. Dari hasil ini, dapat dikatakan data koordinat dari pengolahan foto menunjukkan presisi yang cukup tinggi. d. Akurasi data koordinat dari Foto Untuk melihat tingkat akurasi koordinat dari hasil pengolahan foto, maka dihitung tingkat kesalahan terhadap data koordinat dari data ukuran ETS. Nilai koordinat dari data ETS diasumsikan merupakan nilai yang benar. Besar kesalahan dihitung dengan menggunakan Root Mean Square Eror (RMS), yakni akar dari rata-rata kuadrat kesalahan. RMS dihitung dari besarnya penyimpangan setiap data koordinat foto terhadap data koordinat ETS (eror), kemudian setiap eror ini dikuadratkan, selanjutnya dijumlahkan. Jumlah kuadrat kesalahan ini selanjutnya dibagi jumlah titik (n), selanjutnya diakarkan. Secara matematis, persamaan RMS adalah sebagai berikut:

RMSe =

! (x

" xi " ETS )

2

i " foto

n

Jika menggunakan seluruh data dari ETS, maka diperoleh RMS untuk kala 2 sebesar 5 mm sedangkan untuk kala 3 adalah sebesar 6 mm. Secara visual, jika dibandingkan antara koordinat ETS dan foto pada kala 2 dan kala 3, maka diperoleh bahwa eror atau selisih nilai koordinat antara ETS dan Foto pada kedua kala adalah lebih besar erornya ketimbang deformasinya. Data koordinat diberikan pada Lampiran. Maka dari sini, sulit untuk memisahkan mana yang berupa pergeseran dan mana yang merupakan eror. Namun demikian penggunaan seluruh data ETS juga melibatkan titik-titik dengan standar deviasi yang cukup besar. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka titik-titik koordinat dari ETS dengan standar deviasi di atas 2 mm tidak digunakan. Jika titik-titik ETS yang dilibatkan dalam perhitungan ketelitian adalah hanya koordinat dengan standar deviasi di bawah 2 mm, maka untuk kala 2 diperoleh eror antara koordinat

37

titik dari ETS dan foto bervariasi antara 0.55 mm hingga 3.03 mm, sedangkan untuk kala 3 bervariasi antara 0.27 mm hingga 1.16 mm, sehingga maksimum eror adalah 3 mm. Jika dapat diasumsikan bahwa deformasi yang dapat terdeteksi adalah lebih besar dari eror antara koordinat titik kontrol antara hasil dari ETS dan foto, maka deformasi yang dapat dideteksi oleh kamera adalah di atas 3 mm. Jika angka ini dapat digunakan sebagai indikasi kemampuan kamera, maka dapat disimpulkan bahwa kamera Nikon Coolpix 2200 dengan resolusi 2 megapiksel dapat mendeteksi deformasi 3 mm pada jarak 6 m, atau 1/2000 dari jarak kamera terhadap objek. Dengan demikian besar vektor pergeseran dari kala 2 ke kala 3 di atas 3 mm disimpulkan betul mengalami deformasi. Hal ini sesuai dengan teori, dimana bidang segitiga antara bidang foto dengan luasan area yang terfoto jika dihubungkan pada titik pusat kamera akan membentuk segitiga sebangun (Gambar 4.13). Ukuran sensor kamera (p) dibagi jarak fokus (c) akan sebanding dengan resolusi kamera (r) dibagi jarak kamera terhadap objek (D). Bidang foto

p

Area foto

c

D

r

p r = c D Gambar 4.13 Perbandingan resolusi kamera dengan ukuran sensor, jarak fokus, dan jarak objek-kamera Kamera Nikon Coolpix 2200 memiliki ukuran sensor 8 mikron, dengan jarak fokus ratarata 14 mm. Jika jarak rata-rata pemotretan objek terhadap kamera adalah 6 meter, maka resolusi yang diharapkan adalah 3,429 mm. Dengan dilakukannya pemotretan dari berbagai arah, diharapkan dapat meningkatkan ketelitian. 4.4 Perhitungan Deformasi Setelah diperoleh koordinat titik-titik target dari foto pada kala 2 serta kala 3 kemudian diperiksa kemungkinan adanya deformasi objek simulasi dengan menghitung besar vektor pergeserannya,. Hasil perhitungan vektor pergeseran diberikan pada Tabel 4.6. Secara visual ditunjukkan pada Gambar 4.14.

38

Gambar 4.14 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data foto Data menunjukkan bahwa yang mengalami deformasi bukan hanya titik objek monitor namun juga titik-titik pada rak besi yang semula diasumsikan tetap (Gambar 4.13). Hal ini mematahkan asumsi awal bahwa rak besi yang merupakan kerangka adalah tetap, ternyata juga mengalami pergeseran. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat letaknya yang berada di jalur yang dilalui manusia sehingga dapat mengalami pergeseran. Pergeseran ditunjukkan pada titik-titik di sisi kanan kerangka, sedangkan sisi kiri kerangka cenderung tetap, hal ini menunjukkan terjadinya rotasi, dengan sumbu rotasi sebagai sisi kiri kerangka. Dengan bergeraknya kerangka, maka objek target terpantau deformasi adalah bukan terhadap kerangka melainkan terhadap ruangan. Untuk mengetahui pergerakan objek terhadap kerangka, maka dilakukan transformasi koordinat, dari kondisi kerangka kedua ke posisi semula, sehingga dapat diamati pergerakan objek terhadap kerangka. Dalam hal ini diasumsikan bentuk kerangka adalah tetap dan hanya mengalami perubahan posisi, sehingga tranformasi dilakukan untuk menyamakan kedudukan kerangka pada kala 1 dan kala 2 dengan demikian dapat diperoleh posisi objek terhadap kerangka. Tranformasi yang dilakukan menggunakan transformasi konform, dengan pertimbangan kerangka tidak mengalami perubahan bentuk. Hasil diberikan pada Tabel 4.6 dan secara visual ditunjukkan pada Gambar 4.15.

39

Gambar 4.15 Pergerakan objek terhadap kerangka Tabel 4.6 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data koordinat foto Titik 1 2 3 4 11 22 23 24 43 44 49 50 140 141 142 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8

Vektor Pergeseran dalam mm sebelum transformasi sesudah transformasi 0.811 0.433 1.614 0.561 2.467 0.567 3.416 0.099 3.490 0.353 1.559 0.219 2.212 0.379 2.759 0.212 6.669 0.171 4.628 0.156 3.394 0.115 5.486 0.497 5.532 0.485 5.611 0.229 6.110 0.261 5.295 0.192 3.647 0.146 3.584 0.252 4.966 0.400 4.098 0.236 2.705 0.105 1.837 0.056 1.694 0.227

Keterangan Titik kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka

40

A9 A10 A11 A12 P3 PB1 PB2 PB3 PB4 PB5 PB6 PB7 PB8 R1 R2 R3 R4 TA1 TA2 TA3 TA4 TA5 TA6 TA7 TA8 TA9 TA12 TA13 TA14 TA15 TA16 TA17 TA18 TA19

5.676 5.745 1.252 2.482 5.990 5.609 6.207 4.528 2.337 6.255 5.806 4.285 3.943 59.103 46.538 194.335 193.104 4.631 4.577 5.331 5.105 3.957 4.458 5.634 3.900 3.245 6.389 5.914 7.825 9.434 4.299 4.269 4.506 3.616

0.102 0.668 0.416 0.411 0.584 0.401 0.204 0.319 0.085 0.082 0.148 0.114 0.141 15.690 13.204 118.650 116.997 2.453 2.589 2.887 2.079 2.517 2.764 2.220 2.460 2.581 1.912 1.209 2.212 2.974 2.382 2.596 2.324 2.498

kerangka kerangka kerangka kerangka kerangka scalebar scalebar scalebar scalebar scalebar scalebar scalebar scalebar rambu rambu rambu rambu objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi objek terdeformasi

Dari Tabel 4.6, terlihat bahwa seluruh titik bergerak karena sebagian besar vektor pergeseran bernilai di atas 3 mm. Kemudian, sesudah dilakukan transformasi, pergerakan titik-titik kerangka berada pada rentang 0.1-0.6 mm dengan rata-rata pergerakan 0.279 mm. Dengan demikian dapat diasumsikan posisi kerangka kala 2 dan kala 3 berada di tempat yang sama. Dari deformasi objek yang dihasilkan data foto relatif terhadap kerangka yang diperoleh setelah transformasi, terlihat arah pergerakan deformasi yang sesuai dengan pergerakan yang dilakukan (Gambar 4.14). Monitor diputar ke arah kanan, kemudian ke atas. Secara numerik, pergerakan objek berkisar 1-3 mm dengan rata-rata pergerakan 2.392 mm. Pergerakan ini lebih kecil dari yang diperkirakan. Namun karena data dari ETS tidak dapat digunakan sebagai validasi mengingat hasil koordinat pada titik obejk memiliki standar deviasi yang besar, sehingga sebagai validasi dilakukan uji strain yang dibahas pada Bab 5.

41

BAB V UJI STRAIN

Uji strain pada objek dilakukan dengan tujuan sebagai validasi dari hasil penelitian. Rak besi sebagai kerangka dan monitor sebagai objek merupakan objek yang rigid sehingga tidak mengalami perubahan bentuk. Artinya dari hasil perhitungan diharapkan menunjukkan adanya kestabilan objek. Ada tidaknya perubahan bentuk pada objek diindikasi dari ada tidaknya strain pada objek. Hasil uji strain dilakukan secara visual dan secara numerik. 5.1 Uji Strain pada Kerangka Uji strain pada kerangka dilakukan dengan membandingkan panjang scalebar dari hasil pengolahan foto dengan hasil ukuran panjang scale bar dari mistar dan rambu. Hal ini bertujuan untuk melihat kestabilan panjang dari rak besi yang diindikasi dari tetap tidaknya ukuran panjang scale bar. Letak scale bar ditunjukkan pada Gambar 5.1, hasil diberikan pada Tabel 5.1 dan 5.2. Dari hasil perhitungan, untuk koordinat foto kala 2 diperoleh RMS 0.96 mm, untuk foto kala 3 diperoleh RMS 0.35 dan untuk foto kala sesudah ditransformasi diperoleh RMS 1.11. Hal ini menunjukkan kesesuaian geometri. Dari sini disimpulkan kerangka tidak mengalami strain dan tetap bersifat rigid. Dengan demikian asumsi bahwa kerangka memiliki bentuk yang sama pada kedua kala adalah dapat diterima, dan transformasi konform dapat dilakukan.

Gambar 5.1 Letak scalebar (ditunjukkan garis berwarna kuning)

42

Tabel 5.1 Validasi scalebar kala 2 (dalam mm) Ruas PB1-PB2 PB3-PB4 PB5-PB5 PB7-PB8 PB5-PB8 R1-R2 R3-R4

Panjang dr foto 289.80 488.85 89.81 99.53 589.14 388.00 389.75

Panjang ukuran 290.00 490.00 90.00 100.00 590.00 390.00 390.00

dev std mistar 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 RMSe

Eror 0.20 1.15 0.19 0.47 0.86 2.00 0.25 0.96

Tabel 5.2 Validasi scalebar kala 3 sesudah transformasi (dalam mm) Ruas PB1-PB2 PB3-PB4 PB5-PB5 PB7-PB8 PB5-PB8

Panjang dr foto 289.75 488.48 89.82 99.59 589.13

Panjang ukuran 290.00 490.00 90.00 100.00 590.00

dev std mistar 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5

Eror 0.25 1.52 0.18 0.41 0.87

R1-R2 R3-R4

387.75 389.48

390.00 390.00

0.5 0.5

2.25 0.52

RMSe

1.11

5.2 Uji Strain pada Objek Objek ukur merupakan objek yang rigid, sehingga jika perhitungan betul, akan menunjukkan objek tidak berubah dan tidak ada strain yang dialami objek. Karena objek diketahui hanya mengalami perubahan posisi dan tidak mengalami perubahan bentuk, maka sebagai indikasi adanya strain, dapat dilihat secara visual dari hasil plot 2D (Meilano, 2007, Setyadji, 2007). Plot yang dilakukan adalah plot vektor pergeseran kala 2 dan kala 3 pada arah sumbu X dan sumbu Z. Pemilihan sumbu ini disesuaikan dengan arah pandang pada saat melakukan pemotretan. Hasil plot 2D diberikan pada Gambar 5.2. Hasil plot menunjukkan kecenderungan homogenitas yang tinggi dan kesesuaian arah gerakan objek sehingga mengindikasikan tidak adanya strain pada objek. Dengan kesimpulan ini, maka tidak dilakukan uji strain 3D, karena dari plot 2D sudah mengindikasi tidak terjadinya perubahan bentuk.

43

Gambar 5.2 Plot 2D objek pada arah XZ

5.3 Analisis Hasil percobaan menunjukkan bahwa perubahan objek didominasi oleh status geometriknya. Tidak ada perubahan pada status fisik. Dengan demikian dari hasil perhitungan mengindikasikan bahwa objek adalah rigid dan deformasi yang terjadi berupa pergeseran letak/posisi objek.

44

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan a. Low-cost kamera dalam hal ini kamera Nikon Coolpix 2200 adalah tidak stabil, terutama pada jarak utama (c). b. Untuk mengatasi ketidakstabilan kamera, koreksi karena kesalahan kamera harus dilakukan secara self-calibration. c. Low-cost Kamera Digital menggunakan kamera 2 megapiksel autofokus berpotensi untuk digunakan dalam pemantauan deformasi yang sifatnya lokal. d. Kamera Nikon Coolpix 2200 resolusi 2 megapiksel mampu mendeteksi deformasi sampai 3 mm, atau 1/2000 dari jarak objek. 6.2 Saran Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan untuk pengembangan lebih lanjut di antaranya: a. Jika target yang digunakan akan juga diukur menggunakan alat ukur terestris untuk titik kontrolnya, lebih baik menggunakan target circular dengan benang silang di dalamnya. Dengan demikian dapat diperoleh akurasi pembidikan yang lebih baik. b. Faktor pencahayaan perlu diperhatikan untuk mendapat kualitas foto yang baik. Jika pemotretan dilakukan di dalam ruangan, sebaiknya digunakan lampu tambahan sehingga semua sudut mendapat cahaya yang cukup. Untuk hal ini dapat digunakan lampu baca yang lebih mudah untuk diarahkan. c. Perlu dilakukan studi untuk penentuan bidang kalibrasi yang efektif untuk dapat digunakan dalam keperluan self-calibration untuk pengukuran ke lapangan.

45

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, dll, 2003. Ground Deformation During Papandayan Volcano 2002 Eruption As Detected By GPS Surveys. Japan Symposium. Abidin, H.Z. 2005. Sistem Peringatan Dini Bencana Alam. Bahan Kuliah Program Magister Departemen Teknik Geodesi ITB Program Studi Mitigasi Bencana. Bandung. Aditya Prabawa. 2000. Fotogrametri Arsitektur untuk Keperluan Rekonstruksi Obyek 3Dimensi Menggunakan Kamera Non-Metrik (Studi Kasus: Gedung Sate Bandung). Skripsi Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Alelo, F.X, 2001. Korelasi Hasil Survey GPS dan Sipat Datar Teliti pada Pemantauan Deformasi Gunung Guntur. Tugas Akhir Sarjana. Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Andreas, H, 2001. Analisis Deformasi Gunung Api Papandayan Memanfaatkan Parameter Bseline Hasil Survey GPS. Tugas Akhir Sarjana. Dfepartemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Atkinson. 1980. Developments in Close Range Photogrammetry-1. Applied Science Publishers. London. Atkinson. 1996. Close Range Photogrammetry and Machine Vision. Whittles Publishing. Scotland, UK. Atkinson. 2000. Theory of Close Range Photogrammetry, Ch.2 Coordinate Transformations. http://www.lems.brown.edu/vision/people/leymarie/Refs/Photogrammetry/General.ht ml Bürgmann, dkk. 2002. Deformation during the 12 November 1999 Düzce, Turkey, Earthquake, from GPS and InSAR Data. Bulletin of the Seismological Society of America, 92, 1, pp. 161-171, February 2002. Caspary, WF. 1987. Concepts of Network and Deformation Analysis. Monograph 11. School of Surveying, The University of New South Wales, Kensington, N.S.W., Australia Chen, Y.Q., Chrzanowski, A. 1980-an. An Overview of The Physical Interpretation of Deformation Measurement. Departement of Surveying Engineering, University of New Brunswick. Canada Effendi, Fauzi. 2000. Teknik Close Range Photogrammetry Untuk Pemantauan Deformasi. Skripsi Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung.

46

Emilio, Arco. 2005. Pemanfaatan INSAR untuk Studi Deformasi Permukaan Bumi, Studi Kasus Southern California. Tugas Akhir Sarjana. Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Fedak, Michael. 2005. 3D Measurement Accuracy of a Consumer-Grade Digital Camera and Retro Reflective Survey Targets. InSpec Engineering Services. Canada Fraser, C.S, Kenneth L.E. 2000. Design and Implementation of a Computational Processing System for Off-line Digital Close Range Photogrammetry. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing, 55(2): 94-104. Fraser, C.S. Developments In Automated Digital Close-Range Photogrammetry. Department of Geomatics. University of Melbourne. Parkville, Vic 3052. Hanke, Klaus. Diakses 2006 . Accuracy Study Project of Eos System PhotoModeler. Final Report. University of Innsbruck, Austria. www.photomodeler.com. Humme, dkk, 2005. Radar Interferometry and Land Subsidence Jakarta. Paper on Radar Remote Sensing. Jiang, Ruinian. 2005. Development of a Digital Photogrammetric System for Bridge Deflection Measurement. Disertasi New Mexico State University. Meksiko. Kusnandar, A. 2004. Studi Karakteristik Deformasi Gunung Api Papandayan Sebelum Letusan dan Setelah Letusan November 2002. Skripsi Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Leitch, Kenneth. 2002. Close Range Photogrammetric Measurement of Bridge Deformation. Disertasi New Mexico State University. Meksiko. Leonard, 2000. Penentuan Kecepatan dan Percepatan Penurunan Muka Tanah Menggunakan Data Beda Tinggi Jaring Sipat Datar. Tugas Akhir Sarjana. Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Ma’ruf, Bilal. 2001. Analisis Deformasi Gunung Api Merapi dengan Metode Geodetic – GPS. Tesis Magister. Bidang Khusus Survei dan Pemetaan. Program Studi Geodesi. Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung. Meilano, 2007. Personal communication. Nirwana, 2003. Penentuan Kecepatan dan Percepatan Penurunan Tinggi Titik dari Pengukuran Jaring Sipat Datar Lima Kala Dalam Lingkup Studi Penurunan Muka Tanah. Tugas Akhir Sarjana. Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung.

47

Otepka, J.O., Hanley, H.B., Fraser, C.S.. 2002. Algorithm Development for Automated OffLine Vision Metrology. Proceedings of the ISPRS Commission V Symposium. Pozzoli, A. Mussio, L. Quick Solutions Particularly in Close Range Photogrammetry. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Vol. XXXIV, Part 5/W12. Pullivelli, Anoop. 2005. Low-Cost Digital Cameras: Calibration, Stability Analysis, and Applications. Tesis Magister Departemen of Geomatics Engineering. University of Calgary. http://www.geomatics.ucalgary.ca/links/GradTheses.html Rocchini, D. Di Rita, A.. 2005. Relief Effects on Aerial Photos Geometric Correction. www.sciencedirect.com Santoso, B. 2004a. Review Fotogrametri: Teknik Pengadaan Data & Sistem Pemetaan. Program Magister Departemen Teknik Geodesi dan Geomatika. Institut Teknologi Bandung. Santoso, B. 2004b. Geo-Information for Hazard & Disaster Management. Departemen Teknik Geodesi. Bandung. Sarsito, DA. 1992. Model Matematika Status Geometrik Deformasi (Studi Kasus: DAM). Skripsi Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Setyadji, B. 2007. Personal communication. Setyadji, B., Sarsito, D.A. 2002. Pengembangan Sistem Informasi Bencana (SIMBe) sebagai Upaya Antisipasi Bencana Alam dengan Pendekatan Informasi Spasial. Prosiding FIT-ISI 2002. Yogyakarta. Soemarto, I. 2006. Personal communication. Soeta’at. 1994. Fotogrametri Analitik. Jurusan Teknik Geodesi. Fakultas Teknik. Universitas Gajah Mada. 1994. Sokkia, Co. Ltd. 2006. Surveying Instrument: Series030R. Reflectorless Total Stations with Integrated Data Collector. http://www.sokkia.co.jp/english Sqarzoni, Delacourt, Allemand. 2005. Differential Single-frequency GPS Monitoring of the La Valette Landslide (French Alps). www.sciencedirect.com SULASDI. 2005. Studi Deformasi Terpadu. Catatan kuliah. Tidak diterbitkan Suwardhi, D. 2006. Personal communication.

48

Suwardhi, D. 2007. Development of Multi Resolution Dense Correspondence Models to Enhance Craniofacial Geometric Morphometric Database System. Draft Disertasi. Universiti Teknologi Malaysia. VSI, 2006. http://merapi.vsi.esdm.go.id/?static/volcano/soputan/geofisika.html Wang, X & Clarke, T.A. 1998. Separate Adjustment of Close Range Photogrammetric Measurements. ISPRS Vol. XXXII, Part 5, pp.177-184. Widjajanti, N. (1997). Analisis Deformasi – Status Geometrik Dua Dimensi dengan Pendekatan Generalisasi Matrik Kebalikan. Tesis Magister. Program Studi Geodesi. Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung. Wigrata, H.. 1986. Kalibrasi Besaran-besaran Panjang Fokus dan Distorsi Lensa pada Kamera Non-Metrik. Skripsi Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung. Wolf. P.R. 1993. Element of Photogrammetry, Dengan Interpretasi Foto Udara dan Penginderaan Jauh. Gadjah Mada University Press. Zapp, Nearing. 2005. Digital Close Reange Photogrammetry for Measurement of Soil Erosion. The Photogrammetric Record 20(109):69-87 (March 2005). ---. 2003. Refresher Course Geo-information for Hazard & Disaster Management. GMU. Yogyakarta. www.photomodeler.com

49

APPENDIX

HITUNG PERATAAN

1. Hitung Perataan Kombinasi Model umum yang digunakan pada hitung perataan kombinasi adalah : BV + AX = D BV adalah berisi nilai pengamatan dan koreksinya, AX berisi nilai parameter, sedangkan D berisi selisih nilai parametar hasil ukuran dari titik i dengan nilai rata-ratanya. Matrik bobot Q diberikan mengacu pada spesifikasi teknis, disesuaikan dengan standar deviasi pengukuran. Z

j

Y

Dij

ΔZij X ΔYij

zij αij k

dij

βkij

ΔXij

i

Gambar 1. Ilustrasi Jarak, Sudut, Zenit Koordinat tiap titik objek dihitung dari rumus dasar: Xj = Xi + dij . sin αij

Pers. (1)

Yj = Yi + dij . cos αij

Pers. (2)

Zj = Zi + Ta + (dij / tan(zenith))

Pers. (3)

Selanjutya matriks X dihitung sebagai berikut We = inv(B Q B')

Pers. (4)

X = inv(A' We A) A' We F

Pers. (5)

Nilai parameter yang baru dihitung menggunakan Pers. 3.13. Kemudian dilakukan iterasi hingga nilai matrik X <= 0.0001 meter. Nilai paramater yang baru dijadikan sebagai paramater pendekatan untuk iterasi berikutnya. Setelah diperoleh nilai koordinat yang dianggap benar, dihitung standar deviasi (σ) dari setiap parameter, sebagai berikut:

b

Ve = AX " F V = QB T WeVe 2 #ˆ 0 =

Ve T WeVe n"u 2

(

T

Pers. (6)

! xx = #ˆ 0 A WeA

"1

)

Q xx = diag (! xx )

# = Q xx Komposisi matrik A dan F f1 f2 f3 f4 f5 f6 f7 f8 f9

A=

xp 1 0 0 1 0 0 1 0 0

yp 0 1 0 0 1 0 0 1 0

zp 0 0 1 0 0 1 0 0 1

f1 f2 f3 f4 f5 f6 f7 f8 f9

F=

xc + dcp(u)*sin(azimuth_pdkt_cp) - xp_pdkt yc + dcp(u)*cos(azimuth_pdkt_cp) - yp_pdkt zc + tinggi_C + dcp(u)/tan(zenith_pdkt_cp) - zp_pdkt xo + dop(u)*sin(azimuth_pdkt_op) - xp_pdkt yo + dop(u)*cos(azimuth_pdkt_op) - yp_pdkt zo + tinggi_C + dop(u)/tan(zenith_pdkt_op) - zp_pdkt xa + dap(u)*sin(azimuth_pdkt_ap) - xp_pdkt ya + dap(u)*cos(azimuth_pdkt_ap) - yp_pdkt za + tinggi_C + dap(u)/tan(zenith_pdkt_ap) - zp_pdkt

Komposisi matrik B

B=

f1 f2 f3 f4 f5 f6 f7 f8 f9

xc df1/dxc 0 0 0 0 0 0 0 0

yc 0 df2/dyc 0 0 0 0 0 0 0

zc 0 0 df3/dzc 0 0 0 0 0 0

xo 0 0 0 df4/dxo 0 0 0 0 0

yo 0 0 0 0 df5/dyo 0 0 0 0

zo 0 0 0 0 0 df6/dzo 0 0 0

xa 0 0 0 0 0 0 df7/dxa 0 0

ya 0 0 0 0 0 0 0 df8/dya 0

za 0 0 0 0 0 0 0 0 df9/dza

lanjutan dcp df1/ddcp df2/ddcp df3/ddcp 0 0 0 0 0 0

Acp df1/Adcp df2/Adcp 0 0 0 0 0 0 0

Zcp 0 0 df3/dZcp 0 0 0 0 0 0

dop 0 0 0 df4/ddop df5/ddop df6/ddop 0 0 0

Aop 0 0 0 df4/Adop df5/Adop 0 0 0 0

Zop 0 0 0 0 0 df6/dZop 0 0 0

dap 0 0 0 0 0 0 df7/ddap df8/ddap df9/ddap

Aap 0 0 0 0 0 0 df7/Adap df8/Adap 0

c

Zap 0 0 0 0 0 0 0 0 df9/dZap

Komposisi matrik Q (diagonal) xc yc zc xo yo zo xa ya za dcp Acp Zcp dop Aop Zop dap Aap Zap

Qdiag =

sd_xc^2 sd_xc^2 sd_xc^2 sd_xc^2 sd_xc^2 sd_xc^2 sd_xc^2 sd_xc^2 sd_xc^2 [0.0005+(2/1000000)*(dcp/1000)]^2 ((3/3600)*pi/180)^2 ((3/3600)*pi/180)^2 [0.0005+(2/1000000)*(dcp/1000)]^2 ((3/3600)*pi/180)^2 ((3/3600)*pi/180)^2 [0.0005+(2/1000000)*(dcp/1000)]^2 ((3/3600)*pi/180)^2 ((3/3600)*pi/180)^2

2. Hitung Perataan Parameter Jika matriks pengamatan BV berisi identitas, maka model hitung perataan menjadi AX + V = F Persamaan umum adalah L = f(x)

Pers. (7)

Model fungsional pengukuran jarak:

d ij =

(X

j

! Xi

2

) + (Y

! Yi ) + (Z j ! Z i ) 2

j

2

Pers. (8)

Linearisasi model fungsional pengukuran jarak dengan uraian deret Taylor:

d ij + v Sij = d ij0 + +

$F (d ij ) $F (d ij ) $F (d ij ) $F (d ij ) $F (d ij ) !X i + !Yi + !Z i + !X j + !Y j + $Xi $Yi $Zi $X j $Y j

$F (d ij ) !Z j $Z j 0 ij

d ij + v Sij = d #

"X ij0 d ij0

!X i #

"Yij0 d ij0

!Yi #

"Z ij0 d ij0

!Z i +

"X ij0 d ij0

!X j +

"Yij0 d ij0

!Y j +

"Z ij0 d ij0

!Z j

d

Pers. (9) Model fungsional pengukuran zenith:

& Z ij = arctan $ $ %

(X

j

2 2 ' X i ) + (Y j ' Yi ) # ! = arctan(U ) ! (Z j ' Z i ) "

Pers. (10)

Linearisasi model fungsional pengukuran zenith dengan uraian deret Taylor:

Z ij + v Zij = Z ij0 "

#Z ij0 #X ij0 2

( )

d ij0 S ij0

!X i "

#Z ij0 #Yij0 2

( )

d ij0 S ij0

!Yi +

d ij0

!Z i + 2

(S ) 0 ij

#Z ij0 #X ij0 2

( )

d ij0 S ij0

!X j +

#Z ij0 #Yij0 2

( )

d ij0 S ij0

!Y j "

Pers. (3.5) Model fungsional pengukuran sudut horizontal:

" kij = ! ij # ! ik

Pers. (11)

& X ' Xi # !! = arctan(U ) ( ik = arctan$$ k Y ' Y i " % k & X j ' Xi # ! = arctan(U ) ( ij = arctan$ $ Y 'Y ! i " % j Linearisasi model fungsional pengukuran sudut horizontal dengan uraian deret Taylor: 0

" kij + v " = " kij $ +

#Yij0 0 2 ij

(d )

!X i +

#X ij0 0 2 ij

(d )

!Yi +

#Yij0 0 2 ij

(d )

!X j $

#Yik0

#X ik0

#Yik0

#X ik0

(d )

(d )

(d )

(d )

0 ik

!X i $ 2

0 ik

!Yi $ 2

0 ik

!X k + 2

0 2 ik

#X ij0 0 2 ij

(d ) !Yk

!Y j Pers. (12)

e

d ij0 0 2 ij

(S )

!Z j

Penyusunan persamaan pengamatan:

"X ij0

v dij = !

d

v Zij = !

"Z ij0 "X ij0

0 2 ij

( )

d S

#Y j !

d ij0 0 2 ij

(S )

"Yij0

ij

! d ij0

)

#Z j .................................................................... !

(Z

ij

! Z ij0

)

kij

# ! kij

d

2

#Z i +

0 ij

#Yi +

d ij0

d

0 ij

#X j +

#Z i + 2

(S ) 0 ij

d

0 ij

#Y j +

"Z ij0 "X ij0 2

( )

d ij0 S ij0

$Yij0

$X ij0

$Yik0

(d )

(d )

(d )

(d )

(d )

0 ij

$X ik0 0 2 ik

(d )

"Yi #

"Yi + 2

0 ij

$Yik0 0 2 ik

(d )

=

0 ij

"X k +

"X j # 2

$X ik0 0 2 ik

(d )

0 ij

"Y j + 2

d

0 ij

#Z j

#X j +

$X ij0

"X i + 2

"Z ij0

(d

( )

d ij0 S ij0

"X ij0

!

"Z ij0 "Yij0

#X i !

"Z ij0 "Yij0 0 ij

d

#Yi !

0 ij

"Z ij0

$Yij0

#

V

2

( )

d ij0 S ij0 +

v! = #

#X i !

0 ij

"Yij0

0 2 ik

"X i #

"Yk ..................................................... #

AX

-

(!

F

Pers. (13) Matriks A disusun dengan dimensi (16x8), tiap pengamatan diberikan bobot dalam matriks P dengan dimensi (16x16) sesuai dengan akurasi pada spesifikasi teknis Sokkia, dan matriks F mempunyai dimensi (16x1) berisi nilai (pengamatan-pengamatan pendekatan). Matrik bobot P diberikan mengacu pada spesifikasi teknis, disesuaikan dengan standar deviasi pengukuran. Selanjutnya dihitung matriks X(8x1) dengan rumus

(

X = AT PA

!1

)

AT PF

Pers. (17)

Matriks X berisi selisih koordinat pendekatan dengan koordinat fix sebagai berikut:

&X A $ $ ZA $X $ B Y X = $$ B Z $ B $X C $ $ YC $% Z C

0 ' XA # 0 ! ' ZA ! 0 ' XB ! 0 ! ' YB ! 0 ' ZB ! ! 0 ' XC ! 0 ! ' YC ! 0 ' Z C !"

f

0

)

Nilai parameter yang baru dihitung dari rumus:

Xˆ = X 0 + X

Pers. (18)

Kemudian dilakukan iterasi hingga nilai matrik X <= 0.0001 meter. Nilai parameter yang baru dijadikan sebagai paramater pendekatan untuk iterasi berikutnya. Setelah diperoleh nilai koordinat yang dianggap benar, dihitung standar deviasi (σ) dari setiap parameter, sebagai berikut:

V = AX " F

#ˆ 0

2

V T PV = n"u

! xx = #ˆ 0

2

(A

T

PA

"1

)

Pers. (19)

Q xx = diag (! xx )

# =

Q xx

Komposisi matrik A, F, P adalah sebagai berikut:

& d OA $ $ d OB $ d $ OC $ d AB $ d $ AC $ d BC $ $ z OA $ z F = $ OB $ z OC $ z AB $ $ z AC $ z $ BC $ ( COA $( $ OAB $ ( ABC $ % ( BCO

0 ' d OA # 0 ! ' d OB ! 0 ' d OC ! 0 ! ' d AB ! 0 ' d AC ! ! 0 ' d BC ! 0 ! ' z OA ! 0 ' z OB ! 0 ! ' z OC ! 0 ' z AB ! 0 ! ' z AC ! 0 ' z BC ! ! 0 ' ( COA ! 0 ' ( OAB !! 0 ' ( ABC ! 0! ' ( BCO "

g

& 'd OA $ 'X A $ $ 0 $ $ $ 0 $ $ 'd AB $ $ 'X A $ 'd AC $ 'X A $ $ 0 $ $ 'z $ OA $ 'X A $ $ 0 A=$ $ $ 0 $ $ 'z AB $ 'X A $ 'z $ AC $ 'X A $ $ 0 $ $ '( COA $ 'X A $ ' ( OAB $ $ 'X A $ '( $ ABC $ 'X A $ $ 0 %

0

0

0

0

0

0

0

0

'd OB 'X B

'd OB 'YB

0

0

0

0

0

0

0

0

0

'd AB 'YB

'd OC 'YC

0

'd AB 'X B

'd OC 'X C

0

0

0

0

0

0

0

0

0

'd BC 'X B

'd BC 'YC

0

'd AC 'X C 'd BC 'X C

'd AC 'YC 'd BC 'YC

0

0

0

0

0

0

0

'z OB 'X B

'z OB 'YB

'z OB 'Z B

0

0

0

0

0

0

0

'z AB 'Z A 'z AC 'Z A

'z AB 'X B

'z AB 'YB

'z AB 'Z B

'z OC 'X C

'z OC 'YC

'z OC 'Z C

0

0

0

0

0

0

0

'z BC 'X B

'z BC 'YB

'z BC 'Z B

0

0

0

'z AC 'YC 'z BC 'YC '( COA 'YC

'z AC 'Z C 'z BC 'Z C

0

'z AC 'X C 'z BC 'X C '( COA 'X C

0

'( OAB 'X B '( ABC 'X B '( BCO 'X B

'( OAB 'YB '( ABC 'YB '( BCO 'YB

0

0

0

0

0

'( ABC 'X C '( BCO 'X C

'( ABC 'YC '( BCO 'YC

0

'z OA 'Z A

0 0

0

0 0

0

0

# ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! "

h

& 1 dOA2 $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ P=$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $

%$1

d OB 2 1

d OC 2 1

d AB 2 1

d AC 2 1

d BC 2 1 ( zOA 2 1

( zOB 2 1

( zOC 2 1

( z AB 2 1

( z AC 2 1

( z BC 2 1

( ' COA 2 1

( ' OAB 2 1

( ' ABC 2

# ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! 1 ( ' BCO 2 !"

i