TEMPLAT TESIS DAN DISERTASI

Download Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya (Annona squamosa L.) sebagai Material. Biopestisida. ...... anti inflamasi, antiviral, dan antibakteri ...

0 downloads 495 Views 14MB Size
STUDI ASETOGENIN, TOTAL FENOL, DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI DAN KULIT BUAH SRIKAYA (Annona squamosa L.) SEBAGAI MATERIAL BIOPESTISIDA

DEVA KRISNA KADARANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Asetogenin, Total Fenol, dan Antioksidan pada Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya (Annona squamosa L.) sebagai Material Biopestisida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2015 Deva Krisna Kadarani NRP G851140216

RINGKASAN DEVA KRISNA KADARANI. Studi Asetogenin, Total Fenol, dan Antioksidan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya (Annona squamosa L.) sebagai Material Biopestisida. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan SETYADJIT. Biopestisida merupakan salah satu pestisida botani yang memanfaatkan derivat tanaman sebagai biomaterial untuk menyerang dan membasmi insekta penganggu maupun perusak tanaman. Biopestisida mudah terdegradasi sehingga tidak menimbulkan residu pada komoditas yang menggunakannya. Pemanfaatan biopestisida bersifat spesifik pada organisme yang menyerang tanaman dan efektif pada kuantitas yang lebih kecil. Pemanfaatan biomassa yang terdapat pada lingkungan sekitar masyarakat mudah diakses dan murah. Buah srikaya (Annona squamosa Linn.) sebagai salah satu buah tropis Indonesia cenderung memiliki biji dan kulit buah yang lebih banyak dibandingkan dengan daging buahnya. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan biji dan kulit buah srikaya dengan komponen bioaktifnya terutama asetogenin sebagai sumber biomassa biopestisida. Penelitian biji dan kulit buah srikaya yang dikeringkan dengan tray dryer, dihaluskan dengan blender, dan diekstrak maserasi dengan metanol 80%, aseton 50%, air mendidih, dan etanol 50%. Penelitian pada serbuk biji dan kulit buah srikaya menunjukkan bahwa kadar air terendah pada sampel kulit buah srikaya mentah (5.84%), abu tertinggi pada kulit buah matang (1.35%), protein tertinggi pada biji buah matang (6.85%), vitamin C tertinggi pada kulit buah mentah (113.68 mg/100 g sampel), dan oHue tertinggi pada biji buah mentah (119.24) sebagai warna kuning. Hasil analisis asetogenin dengan standar spingomyelin pada metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) tertinggi terdapat pada ekstrak metanol kulit buah srikaya matang (32158.97 ppm dinyatakan dalam spingomyelin). Metode spektrofotometri menunjukkan konsentrasi asetogenin tertinggi pada ekstrak etanol kulit buah mentah (1372.6 ppm dinyatakan dalam spingomyelin). Hasil analisis total fenol yang tertinggi terdapat pada ekstrak etanol biji mentah (802.8 mg GAE/g). Hasil analisis total asam askorbat yang tertinggi pada ekstrak aseton kulit buah mentah (1365.46 µg/mL). Inhibisi radikal bebas yang dianalisis dengan metode DPPH menunjukkan hasil tertinggi pada ekstrak metanol biji matang (67.1 %). Berdasarkan penelitian ini, perbedaan pelarut, tingkat kematangan dan bagian buah srikaya mempengaruhi konsentrasi asetogenin, total fenol, dan antioksidannya. Bagian biji memiliki asetogenin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit buah srikaya. Buah mentah lebih baik kandungan total fenol dan antioksidannya daripada buah matang. Pelarut yang terbaik untuk mengekstraksi asetogenin dan total fenol adalah etanol 50% sedangkan untuk mengekstraksi antioksidan adalah aseton 50%. Biji dan kulit buah srikaya memiliki asetogenin, total fenol, dan antioksidan menunjukkannya sebagai material biopestisida yang baik. Kata kunci: Annona squamosa, antioksidan, asetogenin, biopestisida, total fenol

SUMMARY DEVA KRISNA KADARANI. Study of Acetogenin, Total Phenol, and Antioxidant from seed and peel of Sugar Apple (Annona squamosa L.) as Biopesticide Material. Supervised by DJAROT SASONGKO HAMI SENO and SETYADJIT. Biopesticide was one of botanical pesticides to attack and eradicate many insects who interfered plants especially fruits and vegetables. Biopesticide was degraded easily. It also did not leave any residues on commodities that use it. It was attacked insects specifically and effective in smaller quantities. Biomass on environment were accessible easily and also cheap. Indonesia was able to use one of their tropical fruits that named as sugar apple (Annona squamosa Linn.). We were able to use part of these fruit such as seed and peel. It was because they have more seed and peel than their pulp. This study purposed on using seed and peel of sugar apple within their bioactive components especially acetogenin as main sources of biopesticide material. Study of seed and peel of sugar apple dried by tray dryer, turned into powder by blender, and extracted by maceration with solvent were methanol 80%, acetone 50%, boiling water, and ethanol 50%. Study on powder of seed and peel of sugar apple showed that the lowest moisture content was peel of unripe fruit (5.84%), the highest ash content was peel of ripe fruit (1.35%), the highest protein content was seed of ripe fruit (6.85%), the highest vitamin C was peel of unripe fruit (113.68 mg/100 g sample), and the highest oHue was seed of ripe fruit (119.24) as yellow colour. Result of acetogenin analysis with spingomyelin as standard by HPLC methods showed the highest concentration was in methanol extract of peels of ripe fruit (32158.97 ppm as spingomyelin). Result of acetogenin analysis by spectrophotometry methods showed that the highest concentration of acetogenin was in ethanol extract of peel of unripe fruit (1372.6 ppm as spingomyelin). Result of total phenol analysis showed the highest was in ethanol extract of seeds of unripe fruit (802.8 mg GAE/g). Result of total ascorbic acid analysis showed the highest was in acetone extract of peel of unripe fruit (1365.46 µg/mL). Inhibition of free radical analyzed by DPPH methods showed the highest result was in methanol extract of seed of unripe fruit (67.1%). Based on the result of this study, different solvents and level of maturity of fruit were influenced the concentration of bioactive components on sugar apple fruits as acetogenins, total phenolics, and antioxidants. The seed of sugar apple fruits had higher acetogenins than their peel. The unripe of sugar apple fruit had higher total phenol and antioxidant than the ripe one. The best solvent to extract total phenol was 50% ethanol while to extract antioxidants was 50% acetone. Seed and peel of sugar apple fruits had acetogenins, total phenols, antioxidants, and phytochemicals components that proven as good biopesticide materials. Keywords: Acetogenin, Annona squamosa L., antioxidant, biopesticide, total phenol

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI ASETOGENIN, TOTAL FENOL, DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI DAN KULIT BUAH SRIKAYA (Annona squamosa L.) SEBAGAI MATERIAL BIOPESTISIDA

DEVA KRISNA KADARANI

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof drh Dr Maria Bintang, MS

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Studi Asetogenin, Total Fenol, dan Antioksidan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya (Annona squamosa L.) sebagai Material Biopestisida yang telah dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Pascapanen, Cimanggu, Kota Bogor. Terima kasih, penghargaan, dan apresiasi penulis ucapkan kepada Dr Djarot Sasongko Hami Seno, MS dan Dr Setyadjit, MAppSc sebagai pembimbing atas arahan, bimbingan, perhatian, nasihat, motivasi dan masukkannya selama penelitian serta dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Triyono dan Ibu Dini yang sudah banyak membantu penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Pascapanen, Cimanggu, Kota Bogor. Tidak lupa juga terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga, teman-teman SPs IPB program studi Biokimia yang selalu mendukung penulis. Penyusunan tesis ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penyusunan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2015 Deva Krisna Kadarani

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian

1 1 2 2 3 3

2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian

3 3 3 3 4

3 HASIL Proksimat Sifat Fisik Warna Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif

8 8 8 9 9

4 PEMBAHASAN Proksimat Sifat Fisik Warna Pembuatan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya Hasil Analisis Kualitatif Hasil Analisis Kuantitatif Ekstrak biji dan kulit buah srikaya sebagai Biopestisida

13 14 15 15 16 17 21

5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran

22 22 23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR GAMBAR 1 Perbandingan konsentrasi asetogenin 2 Perbandingan kandungan total fenol 3 Perbandingan total inhibisi radikal bebas 4 Asetogenin pada biji srikaya (Annona squamosa Linn.) 5 Struktur squamosin pada kulit batang Annona squamosa

10 11 12 17 18

DAFTAR TABEL 1 Hasil analisis proksimat 2 Hasil analisis sifat fisik warna 3 Hasil analisis kualitatif senyawa fitokimia 4 Hasil analisis asetogenin 5 Hasil analisis total asam askorbat

8 8 9 9 12

DAFTAR LAMPIRAN 1 Bagan Alir Penelitian 2 Kurva standar asam gallat 3 Kurva standar asam askorbat 4 Cara perhitungan asetogenin 5 Hasil uji analisis statistik total fenol 6 Hasil uji analisis statistik total antioksidan 7 Hasil uji analisis statistik total inhibisi radikal bebas 8 Hasil uji analisis statistik asetogenin

28 29 30 31 32 33 34 35

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Biopestisida belum begitu dikembangkan di Indonesia saat ini meskipun ini merupakan salah satu cara untuk menghadapi persaingan komoditas sayur dan buah nasional pada MEA (masyarakat ekonomi ASEAN) mendatang. Komoditas yang baik bersaing di pasaran saat ini merupakan komoditas yang memiliki fisik yang baik dan bebas dari residu senyawa aktif sisa pestisida. Biopestisida merupakan salah satu pestisida botani yang memanfaatkan derivat tanaman sebagai biomaterial untuk menyerang dan membasmi insekta penganggu maupun perusak tanaman. Biopestisida mudah terdegradasi sehingga tidak menimbulkan residu pada komoditas yang menggunakannya. Pemanfaatan biopestisida bersifat spesifik pada organisme yang menyerang tanaman dan efektif pada kuantitas yang lebih kecil. Selain itu pemanfaatan biomassa yang terdapat pada lingkungan sekitar masyarakat mudah diakses dan murah (Stoytcheva 2011). Srikaya (Annona squamosa L.) merupakan salah satu buah tropis yang terdapat di Indonesia. Tanaman ini habitat aslinya berasal dari Pulau Indian Barat tetapi dapat ditanam pada daerah tropis dan subtropis (Araya 2004). Perkebunan srikaya Indonesia terutama di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) (BPS 2010). Tanaman srikaya dimanfaatkan sebagai tanaman hias di kebun rumah tangga. Daging buahnya digunakan untuk memproduksi jus dan selai (Araya 2004). Buah srikaya cenderung memiliki biji dan kulit buah yang lebih banyak dibandingkan dengan daging buahnya. Oleh karena itu, biji dan kulit buahnya dapat lebih dimanfaatkan sebagai sumber biomassa komponen bioaktif yang selanjutnya dapat diimplementasikan ke beberapa bidang. Bidang tersebut dalam hal ini dapat berupa biopestisida pertanian dan juga agen antikanker pada bidang farmakologi (Phardasaradhi et al. 2005). Komponen bioaktif yang terdapat pada biji dan kulit buah srikaya seperti metabolit sekundernya dapat dimanfaatkan sebagai anthelmintik dengan mekanisme spesifiknya (Tiwari et al. 2011). Komponen tersebut membantu meningkatkan kemampuan biopestisida dalam membasmi insekta pengganggu dan perusak tanaman. Ekstrak daun, biji, dan buah srikaya memiliki kemampuan insektisidal terhadap beberapa hama pengganggu padi yaitu wereng hijau (Nephottetix virescens), wereng cokelat (Niloparvata lugens), dan hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis) (Prakash et al. 2008). Komponen bioaktif yang terdapat pada biji dan daging buah srikaya berupa alkaloid, saponin, flavonoid, flavanol, dan komponen fenolik (Bhardwaj et al. 2014). Ekstrak metanol dan air dari daun srikaya mengandung senyawa fitokimia berupa glikosida, alkaloid, flavonoid, saponin, dan komponen fenolik (Saha 2011). Komponen bioaktif utama pada tanaman srikaya adalah asetogenin. Asetogenin merupakan komponen C35/C-37 derivat asam lemak rantai panjang dengan unit 2-propanol yang memiliki berbagai bioaktivitas. Bioaktivitas tersebut berupa kemampuan antifungal, larvasidal, insektisidal, dan sitotoksik terhadap beberapa sel tumor dan sel kanker (Alali et al. 1999). Ekstrak aseton daun srikaya memiliki aktivitas larvasidal terhadap A. subciptus dan C. tritaeniorhynchus sedangkan ekstrak metanol terhadap A.

2 subciptus dan P.cervi (Bagavan et al. 2009). Ekstrak daun srikaya juga memiliki kemampuan sitotoksik terhadap sel MCF-7 (human breast carcinoma), HepG2 (human hepatocellilar carcinoma), dan HT-29 (human colon adenocarcinoma) (Adam et al. 2012). Hal itu karena kemampuan asetogenin yang berpotensi sebagai inhibitor kompleks I NADH-ubikuinon oksireduktase pada sistem transpor elektron mitokondria dan NADH-oksidase pada membran plasma (Guadano et al. 2000). Komponen ini juga menginduksi apoptosis dengan mengurangi jumlah ATP yang tersedia (Phardasaradhi et al. 2004). Hal ini juga mendasari potensi bioaktif asetogenin yang memiliki kemampuan insektisidal dan acaricidal (Guadano et al. 2000). Penelitian ini membuat serbuk biji dan buah srikaya baik mentah maupun matang dengan metode pengeringan tray dryer dan penghalusan blender. Serbuk biji dan buah srikaya dapat diekstraksi komponen bioaktifnya dengan berbagai pelarut yaitu metanol, aseton, air, dan etanol (Lampiran 1). Ekstrak tersebut dapat digunakan untuk mempelajari komponen bioaktifnya terutama asetogenin yang terdapat pada biji dan kulit buah srikaya. Asetogenin biasanya dianalisis dengan peralatan seperti GC-MS, HPLC, dan peralatan kimia canggih yang biaya operasionalnya cukup mahal. Penelitian ini mengujikan metode pendekatan spektrofotometri yang lebih murah dan dapat diaplikasikan pada lembaga penelitian pada daerah yang tidak memiliki peralatan tersebut. Implementasi selanjutnya diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan tanaman buah srikaya tidak hanya sebagai tanaman hias tetapi juga membuat ekstrak biji dan kulit buah srikaya untuk biopestisida dengan cara yang sederhana.

Perumusan Masalah Persaingan komoditas sayur dan buah yang baik secara fisik dan sehat secara fungsional dalam menghadapi MEA mendatang. Hal ini menjadikan petani harus bisa kompetitif dalam menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Salah satunya dengan menggunakan biopestisida yang berasal dari bagian tanaman srikaya (Annona squamosa L.) dan telah terbukti memiliki kemampuan insektisidal dan aman bagi lingkungan serta kesehatan karena tidak meninggalkan residu zat aktif berbahaya. Penelitian memanfaatkan ekstrak daun srikaya memang telah banyak dilakukan, tetapi pemanfaatan ekstrak biji dan kulit buah mentah dan matang srikaya sejauh ini belum dilaporkan.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pelarut ekstraksi, tingkat kematangan, dan bagian buah srikaya terhadap kandungan bioaktif asetogenin, total fenol, dan total antioksidannya berdasarkan uji kualitatif dan kuantitatif (HPLC dan spektrofotometri).

3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh pelarut ekstraksi, tingkat kematangan, dan bagian buah srikaya (Annona squamosa L.) terhadap kandungan bioaktifnya sehingga dapat diperoleh material biopestisida yang cukup baik sekaligus metode pembuatannya.

Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini meliputi pemanenan, pengeringan, dan penghalusan biji serta kulit buah srikaya (Annona squamosa L.) yang kemudian diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut metanol, etanol, air mendidih, dan aseton. Ekstrak tersebut dilakukan pengujian kandungan bioaktifnya dan dianalisis ekstrak yang baik untuk menjadi material biopestisida. Kandungan antioksidannya juga diujikan agar mengetahui kemampuan lain yang mendukung aktivitasnya sebagai biopestisida.

2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 – Juni 2015 di Laboratorium Kimia dan Bangsal Penanganan Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor.

Bahan Bahan yang digunakan antara lain : buah mentah dan matang srikaya (Annona squamosa Linn.), akuades, akua bidestilata, bubuk kalium iodida, bubuk iodium, etanol (Merck, Darmstadt, Germany), metanol (Merck, Darmstadt, Germany), reagen Folin-Ciocalteau (Merck, Darmstadt, Germany), standar asetogenin (Sigma-Aldrich, Inc, St.Louis, Mo, USA), amilum, asam askorbat, asam galat, reagen 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) (Sigma-Aldrich, Inc St.Louis, Mo, USA), protoporfirin (Sigma-Aldrich, Inc St.Louis, Mo, USA), reagen Wagner, natrium hidroksida (s), magnesium (s), asam sulfur (l), asetat anhidrat (l), petroleum eter (l), etil asetat (l), kloroform (l), aseton (l), akua bidestilata, HCl (l), asetonitril, KCl, natrium asetat (l), indikator Bromcresol green dan metil merah, selenium (s), H3BO3 (l), dan larutan H2SO4 (l) (Merck, Darmstadt, Germany). Alat Alat yang digunakan antara lain : seperangkat alat gelas, pipet mikro, HPLC reverse phase, kolom kromasil C18v 250 x 4,6 mm (Merck, Darmstadt,

4 Germany), Chromameter (CR-300 Minolta kamera Co Ltd Osaka, Jepang), Tray dryer, neraca analitik, ultrasonikator, spektrofotometri (UV-Vis Biochrom/Libra S22), dan milipore 0.45 mm manual (Merck, Darmstadt, Germany).

Prosedur Penelitian Preparasi sampel (Begum et al. 2010) Buah srikaya dipanen dari kebun percobaan BB Pascapanen pada bulan Agustus 2014. Buah dipanen dengan tingkat kematangan yang berbeda yaitu matang dan mentah. Buah srikaya dipisahkan bagian biji dan kulit buahnya. Bagian buah tersebut kemudian ditimbang dan dikeringkan dengan menggunakan Tray dryer pada suhu 55oC relatif konstan selama 2-3 hari. Sampel kering dihaluskan dengan menggunakan blender hingga halus. Serbuk sampel kering dikemas dalam plastik bening tebal dan disimpan pada ruang penyimpanan gelap suhu 20oC untuk dianalisis fisiko kimianya. Analisis dan Pengamatan Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat (kadar air, abu, protein, dan vitamin C), sifat fisik (warna), biokimia (asetogenin), komponen fenolik (total fenol), dan antioksidan (aktivitas antioksidan). Analisis Proksimat (AOAC 2005) Penentuan Kadar Air. Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami degradasi pada suhu 100ºC. Pertama-tama, cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C. Cawan tersebut lalu diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai cawan dingin. Cawan yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Sampel sebanyak ±2 gram dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan. Cawan tersebut lalu diangkat, didinginkan di dalam desikator, dan ditimbang berat akhirnya. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kadar air (% bobot basah/bb) = x 100% Keterangan: x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat sampel awal (g) Penentuan Kadar Abu. Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600°C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Sampel dipijarkan di atas nyala pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan didalam tanur listrik pada suhu 400-600°C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu (% bobot basah (bb)) = x 100%

5 Keterangan: W1= berat sampel (g) W2= berat abu (g) Penentuan Kadar Protein. Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel yang akan diuji ditimbang sebanyak 0.5 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, ditambahkan dengan ¼ buah tablet Kjeldahl, kemudian didestruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 mL NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam larutan 10 mL asam borat 4% dan 2 tetes indikator (larutan bromcresol green 0.1% dan larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 mL bromcresol green dengan 2 mL metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai larutan berubah warnanya menjadi merah muda. Kadar protein dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Kadar protein (% bb) =

(

-

)

Keterangan : N HCl = 0.1008 N FK = Faktor koreksi, 6.25 untuk buah srikaya Penentuan Kadar Vitamin C. Larutan 0.01 N iodium dibuat dengan menambahkan 23 g KI dan 1.27 g bubuk iodium. Keduanya dilarutkan dalam 25 mL akuades. Larutan amilum 1 % dibuat dengan 1 g amilum yang dilarutkan dalam 100 mL akuades panas. Larutan ini digunakan sebagai indikator. Larutan standar dibuat dengan 0.5 g bubuk asam askorbat dilarutkan dalam akuades dan kemudian ditera dalam labu ukur 100 mL. Sebanyak 5 mL asam askorbat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Lalu, larutan tersebut ditambahkan 2 mL indikator amilum 1% dan dititrasi dengan larutan I2 0.01 N hingga terjadi perubahan warna ke biru tua yang tidak hilang selama 1 menit. Sebanyak 0.5 g sampel serbuk dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditera dengan akuades. Kemudian larutan sampel dikocok hingga homogen. Larutan tersebut disaring. Filtrat yang diperoleh siap untuk dianalisis kadar vitamin C. Sebanyak 5 mL filtrat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 2 mL indikator amilum 1%. Kemudian larutan sampel dititrasi dengan larutan standar I2 0.01 N hingga terbentuk perubahan warna biru tua yang tidak hilang selama 1 menit. Analisis konsentrasi vitamin C melalui titrasi ini dilakukan dengan persamaan 1 mL larutan I2 0.01 N setara dengan 0.88 mg vitamin C. Kadar vitamin C dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kadar vitamin C (mg/100 g bb) = Keterangan : V= Volume terpakai (mL); N= 0.00739 N

6 Analisis Sifat Fisik Warna (Hongyan et al. 2012) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chromameter (Chromameter CR-300 Minolta kamera Co Ltd Osaka, Jepang). Sampel berupa serbuk yang diletakkan pada plastik tranparan dengan latar belakang pelat kayu dilapisi warna putih. Alat dikalibrasi dengan lapisan plastik transparan yang dipakai untuk menaruh serbuk sampel dengan latar belakang piringan putih standar. Chromameter mengukur warna dengan nilai-nilai yang terstimulus dari CIE yaitu L, a, b. Ruang indeks psikometrik ringan menghasilkan L (0-100 = hitam-putih), a (positif untuk ke arah kemerahan dan negatif untuk ke arah warna pelengkap hijau), dan b (positif untuk kekuningan dan negatif untuk kebiruan). Nilai a dan b dapat digunakan untuk menghitung oHue (Hue= arctan (b/a)) dan nilai chromametric (C = (2a+2b) 1/2). Pengukuran setiap serbuk sampel dilakukan triplo. Pembuatan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya (El-Chaghaby et al. 2011) Sebanyak 2.5 g serbuk sampel kering diekstraksi dengan 25 mL pelarut yaitu metanol:akuades (80:20), aseton:akuades (50:50), air mendidih, etanol:akuades (50:50), dan kloroform dimaserasi selama 24 jam. Ekstrak disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatan diambil. Supernatan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no.2. Fraksi hasil ekstraksi dievaporasi 15 menit dan diinkubasi pada suhu ruang serta disimpan dalam ruang penyimpanan suhu 20oC. Analisis Kualitatif Analisis Fitokimia (Biba et al. 2013; Sasidharan et al. 2011) Uji Alkaloid. Ekstrak sampel terdilusi asam klorida disaring dan filtratnya diuji dengan menambahkan reagen Wagner yaitu 1.27 g serbuk iod dan 2 g serbuk kalium iodida (KI) dalam 100 mL akuades. Ekstrak yang menghasilkan endapan cokelat kemerahan positif mengandung alkaloid. Uji Kuinon. Ekstrak sampel sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL asam sulfat (H2SO4) terkonsentrat sehingga menghasilkan warna merah yang menunjukkan positif mengandung kuinon. Uji Terpenoid. Kloroform sebanyak 2 mL ditambahkan dengan 1 mL ekstrak sampel kemudian ditambahkan pula 3 mL asam sulfat (H2SO4) pekat hingga menghasilkan warna merah kecokelatan. Hal itu menunjukkan positif mengandung terpenoid. Uji Saponin. Ekstrak sampel sebanyak 0.5 mL ditambahkan dengan 5 mL akuades dikocok vertikal dan diamati terentuknya buih dengan stabil dan konstan selama 5 menit menunjukkan positif mengandung saponin. Analisis Kuantitatif Analisis Asetogenin HPLC (High Performance Liquid Chromatography) (modifikasi Yong et al. 2012). Preparasi ekstrak dilakukan dengan 5 mL ekstrak sampel ditambahkan 25 mL etanol untuk dimaserasi selama 72 jam. Ekstrak disaring dan dirotavoevaporasi pada suhu 45oC hingga sepertiga volume awal. Ekstrak tersebut kemudian ditambahkan 25 mL etil asetat untuk dirotavoevaporasi pada suhu 45oC. Ekstrak ditambahkan dengan 5 mL metanol dan disaring milipore untuk diinjek ke sistem kromatografi. Sistem kromatografi

7 yang digunakan adalah RP HPLC kolom C18. Panjang gelombang deteksi pada 214 nm. Fase gerak yang digunakan dengan larutan metanol:akua bidestilata (85:15 v/v). Laju alirnya 1 mL per menit. Larutan standar baku mengandung spingomyelin. Larutan standar disiapkan 96 ppm. Larutan standar disaring dengan membran milipore 0.45 µm untuk diinjeksi. Larutan standar disimpan pada suhu 4oC. Volume injeksi sebesar 20 µL dengan mikro syringe ke sistem RP HPLC. Cara perhitungan untuk menentukan konsentrasi asetogenin dijelaskan pada lampiran 4. Analisis Asetogenin dengan Spektrofotometri UV-Vis (modifikasi Ishihara et al. 2012). Sebanyak 0.5 mL ekstrak sampel/standar spingomyelin ditambahkan dengan 0.5 mL indikator 10-4 M protoporfirin. Sampel tersebut kemudian ditambahkan 4 mL akua bidestilata. Larutan dikocok hingga homogen. Sebanyak 0.5 mL ekstrak sampel/standar spingomyelin ditambahkan dengan 4.5 mL akua bidestilata. Larutan dikocok hingga homogen. Setiap larutan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 507 nm dan 535 nm dengan suhu 25oC. Kedua hasil pembacaan absorbansi ini nanti akan diperhitungkan untuk menentukan konsentrasi asetogenin dijelaskan pada lampiran 4. Analisis Total Fenol (Modifikasi Lister dan Wilson 2001). Sebanyak 0.1 gram asam gallat dicampurkan dalam 100 mL akuades dan dihomogenkan serta diencerkan hingga konsentrasi 25, 50, 100, 150, dan 200 ppm. Larutan Na2CO3 7% dibuat dengan 7 gram bubuk Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL akuades. Sebanyak 0.5 mL ekstrak sampel atau standar atau blanko (akuades). Reagen fenol Folin-Ciocalteau 100% sebanyak 0,5 mL ditambahkan ke dalam campuran tadi dan dikocok. Setelah 5 menit, 5 mL Na2CO3 7% ditambahkan dan diinkubasi selama 30 menit di ruang yang gelap. Pengukuran absorbansi pada larutan blanko yaitu akuades dan larutan ekstrak pada panjang gelombang 750 nm dengan alat spektrofotometer UV-Vis. Total fenol ekstrak srikaya diekspresikan sebagai mg ekuivalen asam galat (GAE)/g bobot sampel. Cara perhitungan untuk menentukan konsentrasi total fenol dijelaskan lebih lanjut pada lampiran 2. Analisis Inhibisi Radikal Bebas (Balkrishna & Anant 2012). Sebanyak 0.1 g serbuk asam askorbat ditimbang dan dihomogenkan dengan 100 mL akuades. Setelah itu larutan diencerkan hingga konsentrasi 50, 100, 150, dan 200 ppm. Preparasi 0.002% 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil-α,α-difenil-ß-pikrilhidrazil (DPPH) dilakukan dengan 0.002 g bubuk DPPH ditimbang dan dicampurkan dengan 100 mL metanol PA. Sebanyak 0,1 mL ekstrak sampel atau standar atau blanko (metanol) ditambahkan dengan 5 mL DPPH dan dikocok hingga homogen. Inkubasi larutan uji di ruang yang gelap selama 30 menit. Absorbansi dibaca dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Cara perhitungan untuk menentukan konsentrasi AAE dan persentase inhibisi radikal bebas dijelaskan lebih lanjut pada lampiran 3. Analisis statistika (Mattjik 2002) Analisis perbedaan nyata (ANOVA ) dengan menggunakan uji Duncan pada software SPSS 16.

8

3 HASIL

Proksimat Analisis proksimat menunjukkan bahwa buah srikaya (Annona squamosa L.) memiliki kelembaban, mineral, sumber asam amino, dan antioksidan yang cukup tinggi. Hasil analisis proksimat sampel dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis proksimat

Mentah Matang

Sampel

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Biji

5.98 ± 0.52

0.51 ± 0.40

6.36 ± 0.88

Konsentrasi vitamin C (mg/100 g sampel) 44.00 ± 19,09

Kulit buah

5.84 ± 0.32

0.70 ± 0.31

4.19 ± 0.05

113.68 ± 9,64

Biji

6.82 ± 1.11

0.58 ± 0.36

6.85 ± 0.14

11.65 ± 0,09

Kulit buah

8.57 ± 0.44

1.35 ± 0.51

5.51 ± 0.02

61.93 ± 6,37

Kadar protein (%)

Keterangan: n=2 dan nilai = Persentase ± standar deviasi Kadar air terendah terdapat pada kulit buah srikaya mentah yang menunjukkan bahwa tingkat kelembabannya terendah pula.Kadar abu tertinggi pada kulit buah srikaya matang (Tabel 1). Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat pada biji dan kulit buah srikaya (Shardul et al. 2013). Buah srikaya yang sudah matang memiliki kadar protein lebih tinggi daripada mentah (Tabel 1). Konsentrasi vitamin C (asam askorbat) menunjukkan kuantitas antioksidan yang terdapat pada biji dan kulit buah srikaya. Vitamin C tertinggi terdapat pada kulit buah srikaya mentah (Tabel 1).

Sifat Fisik Warna Sifat fisik warna biji dan kulit buah srikaya menunjukkan tingkat kematangan buah srikaya tersebut. Hasil analisis sifat fisik warna pada sampel dapat dilihat pada tabel 2. Nilai Hueo menunjukkan derajat warna menurut standar alat Chromameter yang digunakan untuk menentukan warna sampel (Jha 2010). Biji dan kulit buah srikaya baik mentah maupun matang adalah kuning dengan intensitas kekuningan yang berbeda tergantung nilai oHue sampel (Tabel 2). Tabel 2 Hasil analisis sifat fisik warna o

Sampel Mentah

Matang

Hue

Warna

Biji

119.24 ± 1.11

Kuning

Kulit buah

118.89 ± 0.30

Kuning

Biji

113.38 ± 0.29

Kuning

108.41 ± 18.95

Kuning

Kulit buah o

Keterangan: n=3 dan nilai = Hue ± standar deviasi

9 Analisis Kualitatif Hasil Analisis Fitokimia Analisis fitokimia digunakan untuk menganalisis secara kualitatif kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada sambel. Hasil analisis kualitatif fitokimia sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis kualitatif senyawa fitokimia Sampel

Pelarut

Biji Mentah Kulit

Biji Matang Kulit

Alkaloid

Kuinon

Terpenoid

Saponin

Metanol 80%

+

+

-

-

Aseton 50%

-

+

-

-

Air mendidih

-

-

-

+

Etanol 50%

-

-

-

-

Metanol 80%

-

+

+

+

Aseton 50%

+

+

+

+

Air mendidih

+

+

+

+

Etanol 50%

+

+

+

+

Metanol 80%

-

+

-

-

Aseton 50%

-

+

-

-

Air mendidih

-

-

-

+

Etanol 50%

-

-

-

-

Metanol 80%

+

+

+

+

Aseton 50%

+

+

+

+

Air mendidih

-

+

+

+

Etanol 50%

+

+

+

+

Analisis Kuantitatif Asetogenin HPLC Asetogenin merupakan salah satu komponen bioaktif utama pada buah srikaya. Hasil analisis asetogenin dengan HPLC dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis asetogenin Sampel Mentah Matang

Konsentrasi asetogenin* (ppm)

Biji

27796.56 ± 668.36

Kulit buah

21110.53 ± 58.27

Biji

20317.67 ± 294.65

Kulit buah

32158.97 ± 837.93

Keterangan: n=3 dan nilai = konsentrasi ± standar deviasi, *Konsentrasi asetogenin dinyatakan dalam ppm spingomyelin

10 Berdasarkan hasil analisis asetogenin dengan metode RP-HPLC maka perbandingan antar tingkat kematangan buah menunjukkan bahwa buah matang memiliki konsentrasi asetogenin yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah mentah. Perbandingan antar bagian buah menunjukkan bahwa kulit buah memiliki konsentrasi asetogenin lebih tinggi dibandingkan dengan biji buah srikaya (Tabel 4). Asetogenin Spektrofotometri Hasil analisis asetogenin setelah yang ditentukan berdasarkan cara perhitungan pada lampiran 4 dapat dilihat pada gambar 1. 1372.6a 1272.4a 1173.3a 998.9a

1500

Asetogenin (ppm)

1133.2a 1025.8a a 936a 1049a 1011.3 1200 1000.4a 972.1a 900.9a a a 892.1 a 868.5 816.8 897.5a 900 600 300 0 Metanol 80% Biji mentah

Aseton 50% Biji matang

Air mendidih Etanol 50% Ekstrak Kulit buah mentah Kulit buah matang

Gambar 1 Perbandingan konsentrasi asetogenin yang dinyatakan dalam ppm spingomyelin. Angka menunjukkan kandungan asetogenin sedangkan huruf superscript (a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p<0.05) Asetogenin sebagai senyawa bioaktif pada biji dan kulit buah srikaya dianalisis dengan spektrofotometri pada dua panjang gelombang yaitu 507 nm dan 535 nm. Berdasarkan hasil analisis asetogenin dengan metode spektrofotometri UV-Vis maka perbandingan antar tingkat kematangan buah menunjukkan bahwa buah matang memiliki konsentrasi asetogenin yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah mentah. Perbandingan antar bagian buah menunjukkan bahwa kulit buah memiliki konsentrasi asetogenin lebih tinggi dibandingkan dengan biji buah srikaya. Perbandingan antar pelarut ekstraksi menunjukkan bahwa etanol memiliki konsentrasi yang tertinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya (Gambar 1). Pelarut organik lebih efisien digunakan untuk ekstraksi asetogenin dibandingkan dengan pelarut air karena kemungkinan komponen yang terlarut dalam pelarut air hanya komponen bioaktif yang larut dalam air. Pelarut air mendidih yang memiliki suhu 100oC dapat mengubah struktur asetogenin pada sampel. Hal itu karena asetogenin merupakan komponen yang cenderung mudah berubah secara struktural pada kondisi suhu lebih dari 60oC (Yang et al. 2010).

11 Total Fenol Total fenol merupakan salah satu analisis untuk mengetahui komponen fenolik yang terdapat pada sampel. Hasil analisis total fenol dapat dilihat pada gambar 2. 1000

802.8c

Total Fenol (mg GAE/g)

900 800 700

534b

522.4b

600

411.6b 354b

500

383.2b

400 300 200 100

159.1a 149.2f

85.3a 86.7d 37.8ab

54.5bc

74.45cd 15.8a

111.9e 40b

0 Metanol 80%

Biji mentah

Aseton 50%

Biji matang

Air mendidih Ekstrak

Kulit buah mentah

Etanol 50%

Kulit Buah matang

Gambar 2 Perbandingan kandungan total fenol. Angka menunjukkan kandungan total fenol sedangkan huruf superscript (a,b,c,d,e) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) Berdasarkan hasil analisis total fenol dengan metode Folin-Ciocalteu, konsentrasi total fenol tertinggi terdapat pada ekstrak etanol biji mentah srikaya. Perbandingan antar bagian buah menunjukkan biji memiliki konsentrasi total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit buah srikaya. Perbandingan tingkat kematangan menunjukkan bahwa buah mentah memiliki konsnetrasi total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah matang. Perbandingan antar pelarut menunjukkan bahwa pelarut etanol 50% memiliki konsentrasi total fenol tertinggi diikuti metanol 80%, aseton 50%, dan air berturut-turut (Gambar 2). Total Asam Askorbat Analisis total asam askorbat dengan metode DPPH digunakan untuk mengetahui konsentrasi asam askorbat ekuivalen. Asam askorbat (vitamin C) merupakan salah satu senyawa yang memiliki karakter sebagai antioksidan (Himesh et al. 2012). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan hasil penelitian ini maka perbandingan antar tingkat kematangan menunjukkan bahwa buah mentah total asam askorbat yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah matang. Perbandingan antar bagian buah menunjukkan bahwa kulit buah srikaya memiliki total asam askorbat yang lebih tinggi dibandingkan bijinya. Perbandingan antar pelarut menunjukkan bahwa pelarut aseton 50% memiliki total asam askorbat tertinggi dibandingkan pelarut lainnya (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa aseton merupakan

12 pelarut ekstraksi yang baik untuk aktivitas antioksidan pada srikaya (Annona squamosa L.) (El-Chagaby et al. 2011). Tabel 5 Hasil analisis total asam askorbat Sampel

Asam askorbat ekuivalen (µg/mL) a

Perlakuan

Mentah

Biji

Kulit buah

Matang

Metanol 80%

417.69

b

254.05a

Aseton 50%

571.60c

268.12a

Air mendidih

258.53a

194.99a

Etanol 50%

318.01ab

210.60a

Metanol 80%

169.74a

269.05a

Aseton 50%

1365.46c

241.92a

Air mendidih

272.48a

231.27a

Etanol 50%

518.22b

260.67a

n=3, aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).

Total inhibisi radikal bebas (%)

Inhibisi Radikal Bebas Inhibisi radikal bebas dianalisis dengan metode DPPH untuk menentukan total persentase kemampuan menangkal radikal bebas pada sampel. Hasil analisis inhibisi radikal bebas ditunjukkan pada gambar 3. 80 70 60 50 40 30 20 10 0

67.1b 65.9b

62.1de

65.7e 55.9cde

59.1ab 54.2ab

56.5ab 53.4ab 47.4c

42.7bc 24.8a

Metanol 80%

Aseton 50%

Air mendidih

63.8b 51.3cd

40.4a

30.6ab

Etanol 50%

Ekstrak Biji mentah

Biji matang

Kulit buah mentah

Kulit buah matang

Gambar 3 Perbandingan total inhibisi radikal bebas. Angka menunjukkan total inhibisi radikal bebas sedangkan huruf superscrift (a,b,c,d,e) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) Berdasarkan hasil analisis DPPH maka perbandingan antar tingkat kematangan yang berbeda menunjukkan bahwa buah mentah memiliki persentase total inhibisi radikal bebas lebih tinggi dibandingkan dengan buah matang. Perbandingan antar bagian buah menunjukkan bahwa biji memiliki persentase total inhibisi radikal bebas lebih tinggi dibandingkan dengan kulit buah srikaya. Perbandingan antar pelarut ekstraksi menunjukkan bahwa metanol 80% memiliki persentase total inhibisi radikal bebas lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut

13 lainnya, diikuti dengan aseton 50%, etanol 50%, dan air mendidih berturut-turut (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa bagian buah dan tingkat kematangan memiliki pengaruh terhadap persentase inhibisi radikal bebas.

4 PEMBAHASAN

Produksi buah srikaya di Indonesia di Nusa Tenggara Barat sebanyak 9298 ton selama tahun 2009 hingga tahun 2010 (Bahraen 2012). Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang cukup baik untuk mengembangkan pertanian srikaya dan memanfaatkan komponen bioaktifnya dalam bidang farmakologi dan pertanian. Ekstrak metanol biji srikaya memiliki aktivitas larvasidal terhadap hama Trichoplusia ni pada kubis (Seffrin et al. 2010). Ekstrak air dan minyak dari biji srikaya memiliki aktivitas larvasidal terhadap nyamuk Aedes albopictus dan Culex quinquefasciatus (Harivelo et al. 2014). Ekstrak air dan organik dari biji srikaya dapat dimanfaatkan senyawa bioaktifnya sebagai anti tumor dengan memicu apoptosis pada sel MCF-7 (human breast carcinoma) dan K-562 (erythroleukemia) (Phardasaradhi et al. 2005). Sebesar 30% dari biomassa buah srikaya berupa biji (Seffrin et al. 2010). Biji buah srikaya memiliki komponen bioaktif berupa alkaloid, siklopeptida, dan asetogenin. Sebanyak 30 jenis asetogenin diisolasi dari biji buah srikaya seperti squamosin, koumarinoligan, annotemoyin, annonastatin, dll (Kumar et al. 2015). Komponen bioaktif lain yang terdapat pada biji srikaya berupa 2,4-dekadienal, caryophyllene, dibutil ftalat, butil sikloheksil ester, asam heksadekanoat, asam 9,12-oktadekadienoat, asam linoleat etil ester, etil oleat, asam 9-oktadekanoat, 7pentadesin, 13-oktadenal, 22,23-dihidro-stigmasterol, gamma-sitosterol, dan betasitosterol. Komponen bioaktif tersebut dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan, perisa, pelembut, kesehatan, pangan, dan kosmetik (Bhardway et al. 2014). Asetogenin dilaporkan berpotensi sebagai pestisidal, parasitisidal, antimikroba, dan aktivitas penginhibisi pertumbuhan sel (Pandey dan Barve 2011). Penelitian biji dan kulit buah srikaya yang dikeringkan dengan metode pengeringan tray dryer dan dihaluskan dengan blender. Metode pengeringan ini menggunakan alat pengering tipe curah dengan pemanasan langsung. Alat ini dikelompokkan sebagai pengering batch konveksi udara yang dapat mengeringkan bahan baku berbentuk padat (Taib et al. 1988). Pengering ini berupa lemari berinsulasi dengan nampan berlubang yang dapat diisi bahan dengan posisi bagan bertumpuk setinggi 26 cm. Sistem penyaluran udara pada alat ini akan mengarahkan udara sehingga terdistribusi merata. Peningkatan laju pengeringan dapat dilakukan dengan menambah pemanas yang dipasang di bagian atas atau sepanjang kabinet agar sirkulasi udara panas meningkat (Fellow 2000). Biji dan kulit buah srikaya dikeringkan pada suhu konstan 55oC agar kandungan bioaktif yang terdapat pada sampel tidak rusak. Pengeringan dengan suhu lebih dari 75oC akan merusak struktur kimiawi dan fisik sampel (Winarno 2002).

14 Proksimat Kadar Air Kadar air menunjukkan tingkat kelembaban pada sampel sehingga dapat mengetahui kemungkinan tumbuh dan berkembanganya mikroba patogen pada sampel. Kadar air yang lebih dari 10 % dapat menyebabkan terjadinya proses enzimatis dan kerusakan oleh mikroba (Manoi 2006). Penelitian ini menunjukkan kadar air terendah terdapat pada kulit buah mentah yaitu 5.84 % (Tabel 1). Kadar air kritis memelihara kadar vitamin dan menentukan kemungkinan pertumbuhan mikroba serta patogen penyebab pembusukan dan keracunan bahan pangan (Linder 2010). Kadar Abu Kadar abu menunjukkan kuantitas total mineral yang terkandung di dalam sampel (Shardul et al. 2013). Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada kulit buah srikaya matang 1.35 % (Tabel 1). Studi sebelumnya melaporkan bahwa kadar abu buah srikaya sebesar 0.57 g/100 g sampel. Mineral utama yang terdapat pada biji srikaya berupa kalsium, magnesium, besi, tembaga, mangan, dan seng. Trace element dan logam berat yang terdapat di biji srikaya berupa kromium, tin, arsenik, kadmium, selenium, nikel, dan molibdenum (Bhardwaj et al. 2014). Kandungan logam pada biji srikaya dilaporkan dapat dimanfaatkan sebagai material untuk produksi nanopartikel Ag, Pd, dan TiO2 (Madhumitha dan Mohana 2013). Kalsium sebagai second messenger yang memperantarai jalur signalling interaksi insekta-tanaman. Insekta menginduksi penyebaran sinyal hingga ke daun dan mengarahkan ke transmembran bergantung pada depolarisasi potensial Ca2+ di daerah yang diserang. Serangan insekta meningkatkan Ca2+ sitosol yang mengaktivasi protein calcium-sensing seperti kalmodulin, protein terikat-kalmodulin, dan protein kinase bergantung kalsium (CDPK). Protein tersebut menstimulasi proses signalling seperti fosforilasi, dan perubahan transkripsi. CDPK merupakan protein penting yang mampu melawan stres biotik dan abiotik serta membentuk sensor Ca2+. Sensor tersebut mengandung domain protein kinase dan kalmodulin seperti domain pada polipeptida tunggal (Rashid et al. 2012). Mekanisme ini menjelaskan bahwa kalsium dapat membantu tumbuhan melawan serangan insekta secara tidak langsung (Rashid et al. 2012). Kadar Protein Kadar protein menunjukkan kuantitas total kandungan protein yang terdapat dalam sampel. Biji buah matang memiliki kadar protein tertinggi sebesar 6.85% (Tabel 1). Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari beberapa molekul asam amino. Asam amino yang terdapat pada srikaya berupa arginin, glutamin, serin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, tirosin, dan triptofan (Priscila et al. 2013). Asam amino ini akan membentuk senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai antioksidan (Herbert 2003). Inhibitor proteinase (PI) mencakup sebagian besar protein pertahanan pada tanaman. Konsentrasi PI lebih tinggi pada bagian penyimpanan seperti biji dan akar. Sekitar 10% total protein terdiri dari PI yang dapat menginhibisi berbagai enzim dengan peranan pentingnya untuk pertahanan terhadap serangan insekta. PI berikatan ke enzim digestif pada usus

15 insekta dan menginhibisi aktivitasnya sehingga kekurangan asam amino, perkembangannya melamban, dan kematian. Kadar protein yang tinggi pada biji dapat membantu meningkatkan kemampuan insektisidal (Rashid et al. 2012). Kadar Vitamin C Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar vitamin C tertinggi sebesar 113.68 mg/100 g sampel terdapat pada kulit buah srikaya mentah sedangkan terendah sebesar 4.19 mg/100 g sampel terdapat pada biji buah srikaya (Tabel 2). Vitamin C (asam askorbat) merupakan enam karbon lakton yang terdapat pada komponen pangan sebagai agen antioksidan dan terapeutik. Vitamin C mampu menangkal spesies oksigen dan nitrogen reaktif seperti superoksida dan hidroperoksil radikal, oksigen singlet, ozon, peroksinitrit, nitrogen dioksida, nitroksida radikal, dan asam hidroklorat yang melindungi biomolekul dari kerusakan oksidatif (Carr dan Frei 1999). Senyawa L-asam askorbat merupakan senyawa aktif biologis utama pada pembentukan vitamin C. Asam askorbat dioksidasi menjadi asam L-dehidroaskorbat (DHA) yang memiliki aktivitas biologis (Himesh et al. 2012). Oleh karena itu, kandungan vitamin C penting dalam pemanfaatan biji dan kulit buah srikaya terhadap bidang farmakologi.

Sifat Fisik Warna Sifat fisik warna pada biji dan kulit buah srikaya (Annona squamosa Linn.) ditentukan menggunakan alat Chromameter. Penentuan sifat fisik warna ini bertujuan untuk membedakan warna serbuk yang dihasilkan oleh biji dan kulit buah baik yang mentah maupun matang. Chromameter digunakan untuk mengukur warna berdasarkan spektral refleksi dari sampel (Madeira et al. 2003). Nilai Hueo merupakan ditentukan berdasarkan nilai L, a, dan b yang terstimulus dari Comission Internationale d’Eclairage (CIE). Nilai L (Lightness) sebesar 0 menunjukkan warna hitam sedangkan nilai 100 menunjukkan warna putih. Nilai a dapat berupa positif atau negatif yang menunjukkan koordinat warna keunguanmerah-kebiruan-hijau. Nilai b juga dapat berupa positif atau negatif yang menunjukkan koordinat warna kuning-biru. Nilai a dan b dikonversi menjadi variabel saturasi atau nilai chroma dan digunakan untuk mengukur chromaticity, o Hue (Leon et al. 2007). Berdasarkan nilai L, a, dan b pada sampel maka dapat ditentukan warna sampelnya yaitu kuning (Tabel 2).

Pembuatan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya Biji dan kulit buah srikaya kering yang telah dihaluskan kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan beberapa pelarut. Maserasi merupakan perendaman serbuk tanaman dengan pelarut dalam waktu yang ditentukan hingga komponen bioaktif dapat terlarut (Tiwari et al. 2011). Penelitian ini menggunakan pelarut berupa metanol 80%, aseton 50%, air mendidih, dan aseton 50%. Hal itu karena pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi komponen bioaktif adalah air, etanol, metanol, kloroform, diklorometanol, eter, dan aseton (Singh et al. 2012). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa campuran antara air dan pelarut organik

16 dapat meningkatkan tingkat kepolaran pelarut sehingga baik untuk digunakan sebagai pelarut ekstraksi komponen bioaktif (Balkrishna dan Anant 2012). Penentuan rasio yang tepat untuk serbuk sampel dengan pelarutnya adalah 1:10 (b/v) (Tiwari et al. 2011). Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan komponen bioaktif yang diinginkan pada supernatan (ElChagaby et al. 2011). Ekstrak biji dan kulit buah yang dihasilkan berwarna kuning. Pelarut metanol digunakan untuk mengekstraksi komponen bioaktif pada tanaman seperti antosianin, terpenoid, saponin, tanin, xantoksilin, lakton, dan flavon. Pelarut aseton digunakan untuk mengekstraksi komponen bioaktif pada tanaman berupa fenol dan flavonol. Pelarut air digunakan untuk mengekstraksi komponen bioaktif pada tanaman seperti antosianin, pati, tanin, saponin, terpenoid, polipeptida, dan lektin. Pelarut etanol digunakan untuk mengekstraksi komponen bioaktif pada tanaman seperti tanin, polifenol, poliasetilen, flavonol, sterol, dan alkaloid (Tiwari et al. 2011).

Hasil Analisis Kualitatif Hasil Uji Fitokimia Berdasarkan uji fitokimia pada penelitian ini, ekstrak biji dan kulit buah mentah dan matang srikaya memiliki kandungan metabolit sekunder berupa alkaloid, kuinon, terpenoid, dan saponin (Tabel 3). Pertahanan tanaman secara langsung dengan memproduksi zat kimia beracun seperti terpenoid, alkaloid, antosianin, fenol, dan kuinon dapat mengganggu perkembangan atau membunuh insekta. Alkaloid, fenolik, inhibitor proteinase, dan enzim oksidatif dapat bekerjasama dalam peranan sinergis untuk mempengaruhi proses ingesti, digesti, dan metabolisme insekta (Rashid et al. 2012). Alkaloid berperan sebagai antimikroba dengan mekanisme interkalasi pada dinding sel dan DNA parasit serta anthelmintik dengan mekanisme paralisis (Arif et al. 2011). Metabolit sekunder merupakan mediator pertahanan langsung. Kuinon dibentuk dengan oksidasi fenol yang berikatan kovalen dengan protein daun. Kuinon dapat menginhibisi protein digesti pada insekta dan meningkatkan toksisitas langsung terhadap insekta. Alkilasi asam amino dapat mereduksi nilai nutrisi protein tanaman yang didigesti oleh insekta sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan insekta (Rashid et al. 2012). Kuinon sebagai antimikroba dapat berikatan pada adhesin, berkompleks dengan dinding sel, dan menginaktivasi enzim. Terpenoid berperan sebagai antimikroba dengan cara merusak membran sel. Saponin memiliki kemampuan meningkatkan sistem imun, anti inflamasi, antiviral, dan antibakteri (Arif et al. 2011). Saponin berperan sebagai antikanker karena memiliki membran yang bersifat permeabel. Saponin juga memiliki kemampuan anthelmintis karena dapat melakukan vakualisasi dan disintegrasi legumen (Tiwari et al. 2011).

17 Hasil Analisis Kuantitatif Asetogenin Srikaya memiliki komponen bioaktif utama yaitu asetogenin (Yang et al. 2009). Asetogenin merupakan komponen C-35/C-37 derivat asam lemak rantai panjang dengan unit 2-propanol yang memiliki bioaktivitas (Alali et al. 1999). Prekursor asetogenin berupa kombinasi dua dan tiga unit karbon (asam asetat dan asam propionat) yang dihasilkan melalui asetil-KoA, malonil-KoA, dan propionilKoA pada mekanisme analog biosintesis asam lemak (Fang et al. 1993). Srikaya memiliki asetogenin berupa annonin, annonasin, asimicin, squamosin, dan cohibinsin. Squamosin merupakan salah satu jenis asetogenin yang jumlahnya banyak terdapat pada Annona squamosa L (Isman 2006). Squamosin dan annonasin adalah jenis asetogenin yang menunjukkan kemampuan tertinggi melawan insekta (Castillo et al. 2010). Berdasarkan strukturnya, jenis asetogenin yang telah dipatenkan sebagai pestisidal adalah asimicin (Koul dan Walia 2009). Asetogenin annonaceae merupakan inhibitor kompleks 1 NADH-ubikuinon oksireduktase pada fosforilasi oksidatif mitokondria yang menyebabkan berkurangnya jumlah ATP (adenosin trifosfat) (Guadano et al. 2000). Hal ini dapat menyebabkan insekta mengalami kekurangan ATP dan keracunan serta kematian. Reaksi inhibisi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menginduksi apoptosis sel kanker sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antikanker (Phardasaradhi et al. 2004). Srikaya memiliki antimycin A yang dapat berperan sebagai inhibitor respirasi seperti rotenon dan sianida yang digunakan pada pestisida sintetik (Guadano et al. 2000). Ekstrak kasar etanol biji srikaya dikoleksi di Indonesia timur efektif terhadap diamondback moth, P. xylostella. Asetogenin merupakan racun lamban pada perut yang efektif membunuh insekta seperti lepidopteran dan colarado potato beetle, L. decemlineata (Koul dan Walia 2009).

Gambar 4 Asetogenin pada biji srikaya (Annona squamosa Linn.) (Liaw et al. 2008) Asetogenin dilaporkan memiliki kemampuan menginhibisi produksi ATP pada situs aksi yang mirip dan potensinya lebih tinggi daripada rotenon (Gajalakhsmi et al. 2011). Rotenon adalah salah satu material biopestisida yang ketika digabungkan dengan piretrin akan menjadi sangat toksik dan berbahaya bagi lingkungan. Rotenon juga diindikasikan memiliki peranan dalam sindrom parkinson pada hewan model (Stoytcheva 2011). Hal itu menunjukkan bahwa asetogenin dapat digunakan sebagai material biopestisida lebih baik daripada rotenon.

18

Gambar 5 Struktur squamosin pada kulit batang Annona squamosa (Alali et al. 1999) Asetogenin dengan HPLC Penentuan asetogenin dilakukan dengan metode kuantitatif HPLC (high performance liquid chromatography) dan spingomyelin sebagai standarnya. Prinsip kerja metode ini merupakan memisahkan komponen dari komponen lainnya dengan menggunakan fase gerak dan fase diam. Hasil analisis dalam bentuk kromatogram yang terbentuk dari waktu retensi sampel dan standar melalui kolom. Waktu retensi menunjukkan ukuran partikel dan bobot molekul sampel (Wurangian 2005). Jenis HPLC yang digunakan pada penelitian ini adalah RP-HPLC (reverse phase-HPLC). Fase diam yang digunakan berupa kolom kromasil sedangkan fase gerak berupa campuran metanol dan akua bidestilata. Standar yang digunakan adalah spingomyelin karena memiliki struktur asam lemak rantai panjang yang mirip dengan struktur asetogenin. Struktur asetogenin berupa turunan asam lemak rantai panjang dan alkohol (Castillo et al. 2010). Analisis asetogenin dengan menggunakan HPLC dilakukan khusus pada ekstrak metanol biji dan kulit buah srikaya sebagai pembanding untuk melakukan analisis menggunakan metode spektrofotometri. Berdasarkan hasil penelitian ini konsentrasi asetogenin tertinggi pada ekstrak metanol kulit buah matang (Tabel 4). Hasil tersebut diperoleh dari hasil cara perhitungan pada lampiran 4. Waktu retensi standar spingomyelin (7.5 menit) lebih lama dibandingkan dengan sampel (6.5 menit). Hal itu menunjukkan bahwa bobot molekul spingomyelin lebih tinggi daripada asetogenin. Asetogenin yang merupakan turunan asam lemak dan alkohol memiliki kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan spingomyelin sebagai asam lemak (Castillo et al. 2010). Komponen dengan tingkat kepolaran yang lebih rendah memiliki afinitas lebih tinggi terhadap kolom sehingga spingomyelin memiliki waktu retensi yang lebih lama (Wurangian 2005). Asetogenin dengan Spektrofotometri UV-Vis Asetogenin dianalisis dengan metode kuantitatif spektrofotometri UV-Vis dengan spingomyelin sebagai standarnya. Metode ini dikembangkan dengan tujuan agar memudahkan tempat penelitian yang tidak memiliki peralatan canggih seperti HPLC, GC-MS, GC, dll dalam menganalisis asetogenin. Prinsip metode spektrofotometri UV-Vis merupakan pengukuran serapan cahaya pada panjang gelombang 400-700 nm. Penelitian ini memanfaatkan dua panjang gelombang yaitu 507 dan 535 nm. Metode pada penelitian ini memanfaatkan struktur THF (tetrahidrofuran) pada asetogenin yang terdapat pada biji dan kulit buah srikaya (Yang et al. 2010) . Komponen THF dapat dikuantifikasi dengan menggunakan metode spektrofotometri setelah penambahan indikator protoporfirinogen substituen. Komponen THF memiliki reaksi hidrasi terhadap akua bidestilata setelah penambahan indikator tersebut (Ishihara et al. 2012). Reaksi tersebut dapat diukur absorbansinya pada dua panjang gelombang untuk digunakan sebagai rasio dalam perhitungan konsentrasi THF yang ada pada sampel (Lampiran 4). Asetogenin tidak memiliki kromofor sendiri sehingga diperlukan kromofor berupa protoporfirin. Protoporfirin memberikan warna kecokelatan pada sampel.

19 Hal itu diduga merupakan hasil reaksi antara THF pada sampel dengan protoporfirin (Ishihara et al. 2012). Pengukuran asetogenin berdasarkan spektrofotometri memanfaatkan reaksi tanpa dan dengan protoporfirin. Selisih hasil pengukuran reaksi dengan protoporfirin dikurangi reaksi tanpa protoporfirin akan digunakan sebagai dasar kuantifikasi asetogenin yang terdapat pada sampel. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua panjang gelombang yaitu 507 dan 535 nm. Penentuan konsentrasi asetogenin dilakukan dengan cara perhitungan yang dijelaskan pada lampiran 4. Penelitian ini awalnya dilakukan dengan menggunakan dua indikator yaitu protoporphyrin IX disodium salt (C34H32N4Na2O4) dan 5,10,15,20- Tetrakis (4Metoksi-fenil)-21H, 23H-porfin (C48H38N4O4). Akan tetapi, ketika penelitian berlangsung indikator C48H38N4O4 tidak dapat digunakan untuk analisis spektrofotometri karena tidak larut pada akua bidestilata dan memiliki sifat fisik yang kurang mendukung untuk analisis spektrofotometri. Sifat fisik tersebut menyerupai manik-manik ungu yang berkemilauan. Satu-satunya indikator yang dapat digunakan adalah C34H32N4Na2O4 karena larut dalam akua bidestilata dan memiliki sifat fisik berupa serbuk cokelat yang mendukung. Berdasarkan hasil penelitian ini konsentrasi asetogenin tertinggi terdapat pada ekstrak etanol biji buah matang sebesar 1372.6 dalam ppm spingomyelin (Gambar 1). Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa biji memiliki asetogenin tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut organik memang lebih baik dibandingkan dengan pelarut air karena kemungkinan yang terlarut dalam pelarut air hanya komponen bioaktif yang larut dalam air (ElChagaby et al. 2014). Asetogenin merupakan komponen yang cenderung mudah berubah secara struktural pada suhu lebih dari 60oC. Pelarut air mendidih dengan suhu 100oC mungkin dapat mengubah struktur asetogenin pada sampel (Yang et al. 2010). Metode ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan spektrofotometri dan standar spingomyelin. Metode ini diharapkan dapat diterapkan pada lembaga penelitian di daerah yang belum memiliki peralatan canggih. Keunggulan metode ini lebih mudah dilakukan, murah, dan efektif dan efisien. Total Fenol Penentuan total fenol dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu dan asam Gallat sebagai standarnya. Prinsip kerja metode ini berdasarkan kemampuan senyawa fenolik bereaksi dengan senyawa pengoksidasi. Senyawa kompleks molibdenum-tungsten bereaksi dengan fenol menghasilkan warna biru. Warna biru yang dihasilkan bergantung pada jumlah senyawa fenolik yang dihasilkan dan variasi struktur serta agen pereduksi non fenolik. Standar asam Gallat digunakan karena senyawa ini sangat efektif dalam membentuk kompleks dengan reagen Folin-Ciocalteu sehingga reaksinya lebih sensitif dan intensif (Dungir et al. 2012). Berdasarkan penelitian ini konsentrasi total fenol tertinggi terdapat pada ekstrak etanol biji buah mentah srikaya (Gambar 2). Komponen fenolik memiliki mekanisme pertahanan terhadap insekta, mikroorganisme, dan tanaman pengganggu. Perubahan komponen fenolik secara kualitatif dan kuantitatif terhadap peningkatan aktivitas enzim oksidatif sebagai respon terhadap insekta. Oksidasi fenol yang dikatalisis oleh polifenol oksidase (PPO) dan peroksidase

20 POD merupakan mekanisme potensial pertahanan tanaman melawan insekta. Fenolik sederhana seperti salisilat berperan sebagai antifeedant bagi insekta. Konsentrasi komponen fenolik yang tinggi dapat meningkatkan stimulasi kemampuan insektisidal (Rashid et al. 2012). Konsentrasi total fenol yang dihasilkan bergantung pada bagian material tanaman dan kelarutannya pada berbagai kepolaran pelarut ekstraksi (Balkrishna dan Anant 2012). Berdasarkan kepolaran pelarut yang digunakan untuk ekstraksi pada penelitian ini dari yang tertinggi berturut-turut yaitu air, metanol, etanol, dan aseton. Etanol yang digunakan pada penelitian ini merupakan 50% campuran dengan air yang memiliki tingkat kepolaran lebih tinggi. Hal itu memungkinkan ekstraksi komponen fenolik pada biji lebih efektif menggunakan pelarut etanol. Pelarut air memiliki kemampuan ekstraksi komponen fenolik terendah karena menggunakan suhu yang terlalu tinggi sehingga sebagian komponennya mengalami kerusakan (Winarno 2002). Ekstraksi komponen fenolik dengan pelarut berupa alkohol dapat menyebabkan ikatan hidrogen bertambah kuat antara polifenol dan protein pada sampel. Penambahan air terhadap pelarut yang digunakan dapat melemahkan ikatan hidrogen pada pelarut tersebut sehingga lebih memudahkan proses ekstraksi komponen fenolik. Etanol 60% dilaporkan sebagai pelarut optimum untuk mengekstraksi polifenol. Studi tersebut menyatakan bahwa penambahan air pada pelarut dapat meningkatkan kemampuan ekstraksi komponen fenolik pada sampel (Shashikala et al. 2014). Penelitian pada kulit buah srikaya menunjukkan bahwa aseton memiliki konsentrasi total fenol tertinggi dibandingkan dengan etanol (Gambar 2). Perbedaan bagian material tanaman memungkinkan kemampuan ekstraksi komponen fenolik yang berbeda. Aseton yang lebih non polar dibandingkan dengan alkohol dan air dapat mengekstraksi komponen lebih baik pada kulit buah srikaya. Hal itu karena kelarutan fenolik yang terdapat pada kulit buah srikaya lebih tinggi terhadap aseton (Balkrishna dan Anant 2012). Inhibisi radikal bebas Inhibisi radikal bebas dianalisis dengan metode kuantitatif 1,1-difenil-2pikrilhidrazil-α,α-difenil-ß-pikrilhidrazil (DPPH) dengan standar asam askorbat (vitamin C). Prinsip kerja metode ini merupakan reaksi redoks (reduksi-oksidasi) antara senyawa DPPH dan sampel yang memiliki kemampuan antioksidan. Senyawa DPPH merupakan radikal bebas yang sangat reaktif karena memiliki banyak elektron bebas dan belum berpasangan. Senyawa ini larut dalam pelarut polar seperti etanol dan metanol. Radikal ini akan menerima elektron atau radikal hidrogen dari donor senyawa antioksidan untuk menstabilkannya dan kemudian membentuk molekul diamagnetik stabil. Interaksi antara radikal bebas ini dengan antioksidan dari sampel akan mengubah larutan uji dari ungu menjadi kuning. Perubahan warna terjadi karena reaksi reduksi gugus pikril pada DPPH (Wikanta et al. 2005). Warna yang dihasilkan dapat diukur absorbansinya secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimumnya yaitu 517 nm. Absorbansi tersebut akan digunakan untuk menentukan kemampuan inhibisi radikal bebas sampel. Standar yang digunakan adalah asam askorbat dengan kemampuan antioksidan sehingga dapat bereaksi dengan DPPH dan menghasilkan deret standar yang baik untuk penentuan inhibisi radikal bebas (Molineux 2004).

21 Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode DPPH dapat ditentukan persentase inhibisi radikal bebas dan konsentrasi asam askorbat ekuivalen (AAE). Inhibisi radikal bebas tertinggi pada penelitian ini terdapat pada ekstrak metanol kulit buah mentah (Gambar 3). Inhibisi radikal bebas ditentukan untuk mengetahui kemampuan sampel dalam menangkal radikal bebas. Metanol merupakan pelarut yang baik digunakan untuk bereaksi dengan senyawa DPPH (Wikanta et al. 2005). Metanol memiliki kepolaran yang tinggi dengan gugus hidroksilnya serta adanya tambahan gugus hidroksil lain dari air yang dicampurkan pada pelarut tersebut. Hal itu menyebabkan reaksi redoks antara senyawa antioksidan sampel dan DPPH semakin tinggi dan mengindikasikan persentase inhibisi radikal bebas yang dihasilkan semakin tinggi pula (Shashikala et al. 2014). Konsentrasi AAE tertinggi pada penelitian ini terdapat pada ekstrak aseton kulit buah mentah srikaya (Tabel 5). Asam askorbat (vitamin C) merupakan senyawa yang memiliki kemampuan antioksidan. Konsentrasi AAE dapat menunjukkan tingkat kemampuan antioksidan dalam menangkal radikal bebas. Aseton telah dilaporkan sebagai pelarut yang optimum untuk menghasilkan kemampuan antioksidan yang tinggi (Balkrishna dan Anant 2012). Srikaya memiliki komponen fenolik dengan cincin aromatik dan gugus tambahan seperti hidroksil (-OH), karboksil (-COOH), dan metoksi (-OCH3) serta struktur cincin non aromatik (Srivastava et al. 2013). Komponen fenolik memiliki peran penting dalam siklus reduksi ROS (spesies oksigen reaktif) seperti anion superoksida, radikal hidroksida (H2O2), dan oksigen tunggal yang mengaktivasi jalur reaksi pengaktifan enzim pertahanan. Enzim yang dapat cepat merusak nutrien insekta melalui pembentukan elektrofil yaitu peroksidase (POD), polifenol oksidase, askorbat peroksidase, dan peroksidase lain. Enzim tersebut mengoksidasi monoatau dihidroksifenol yang akan membentuk o-kuinon reaktif, berpolimerisasi, dan berikatan kovalen dengan grup nukleofilik protein sehingga terbentuk elektrofilik alami (Rashid et al. 2012). Senyawa yang memiliki gugus hidroksil memiliki kemampuan antioksidan karena dapat bereaksi dengan radikal bebas melalui reaksi donor proton dari gugus hidroksil pada senyawa antioksidan tersebut (Wikanta et al. 2005). Antioksidan dapat melindungi sel terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh spesies oksigen reaktif atau radikal bebas seperti oksigen singlet, super oksida, radikal peroksil, dan radikal hidroksil. Antioksidan alami berperan dalam mencegah beberapa penyakit kronis dan degeneratif seperti aterosklerosis, karsinogenesis, neurodegeneratif, reumatik, dan kerusakan DNA (Kalidindi et al. 2015). Berdasarkan teori tersebut komponen fenolik dan konsentrasi AAE memiliki korelasi positif tetapi pada penelitian ini tidak menunjukkan hal tersebut. Hal itu mungkin karena asam askorbat sangat sensitif terhadap panas, oksigen, dan cahaya yang dapat menyebabkan mudah teroksidasi (Linder 2010).

Ekstrak biji dan kulit buah srikaya sebagai Biopestisida Biopestisida yang berasal dari bagian buah lain seperti daun srikaya memang mudah ditemukan. Jika daun srikaya dimanfaatkan sebagai sumber biomaterialnya maka akan merusak bahkan membunuh tanaman srikaya itu

22 sendiri karena srikaya menjadi kekurangan daun. Daun sebagai penghasil makanan dengan memanfaatkan klorofil untuk berfotosintesis (Campbell et al. 2002). Jika kita memanfaatkan biji dan buah srikaya maka kita dapat menjaga lingkungan dengan mengolah limbah pertanian melalui pendekatan zero waste. Famili Annonaceae seperti Annona muricata dan Annona atemoya memang memiliki potensi yang sebagai biopestisida. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak srikaya (Annona squamosa) 20 kali lipat lebih efektif menginhibisi perkembangan larva Lepidopteran dibandingkan dengan sirsak (Annona muricata) (Leatemia & Isman 2004). Ekstrak kasar biji srikaya 10 kali lipat lebih aktif mencegah pertumbuhan larva Trichoplucia ni daripada Annona atemoya (Seffrin et al. 2010). Keunggulan pemanfaatan asetogenin pada biji dan kulit buah srikaya (Annona squamosa L.) sebagai biopestisida adalah karakter biodegradable yang tidak meninggalkan residu dibandingkan penggunaan insektisida seperti halnya pestisida sintetik yaitu fosfor dan klorin yang mengkontaminasi lingkungan. Ekstrak srikaya dapat meracuni insekta dengan mempenetrasi dinding tubuh dan sistem trakea yang menyebabkan kematian. Hal itu yang mungkin terjadi pada ekstrak etanol daun srikaya yang memiliki aktivitas insektisidal terhadap Sitophilus oryzae (Kumar et al. 2010). Tingkat kematangan mempengaruhi kandungan senyawa fenolik pada tiap bagian buah. Buah mentah memiliki senyawa fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah matang. Kandungan senyawa fenolik ini berkorelasi positif dengan kemampuan menangkal radikal bebas (Shahdadi et al. 2013). Hal ini menyatakan bahwa komponen fenolik yang tinggi dapat menstimulasi kemampuan insektisidal yang tinggi pula (Radish et al. 2012). Oleh karena itu, buah srikaya mentah lebih baik digunakan sebagai material biopestisida. Perbandingan antara annosom sebagai pestisida kimia dengan ekstrak biji dan kulit buah srikaya adalah pada residu yang ditinggalkannya. Pestisida kimia meninggalkan residu berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan (Stoytcheva 2011). Oleh karena itu, ekstrak ini diharapkan lebih baik dibandingkan dengan annosom maupun pestisida kimia lainnya dan masih perlu dilakukan penelitian untuk pembuktiannya.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Pelarut, tingkat kematangan dan bagian buah srikaya mempengaruhi konsentrasi asetogenin, total fenol, dan antioksidannya. Pelarut yang terbaik untuk mengekstraksi asetogenin dan total fenol adalah etanol 50% sedangkan untuk mengekstraksi antioksidan adalah aseton 50%. Buah mentah lebih baik kandungan total fenol dan antioksidannya daripada buah matang. Bagian biji memiliki asetogenin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit buah srikaya. Pemberian kromofor dari protoporfirin memungkinkan analisis asetogenin dengan spektrofotometri. Biji dan kulit buah srikaya mengandung asetogenin, total fenol, dan antioksidan yang baik untuk digunakan sebagai material biopestisida.

23 Saran Perlu dilakukan pengujian ekstrak biji dan kulit buah srikaya (Annona squamosa L.) terhadap insekta penyebab penyakit pada tanaman pertanian baik pra maupun pascapanen di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association Analytical of Chemist. The Association of Official Analysis Chemist, Inc. Arlington. Adam et al. 2012. Antioxidant activity of different parts from Annona squamosa dan Catunaregam nilotica methanolic extract. Acta Sci Pol Tech. 11(3): 249257. Alali FQ, Liu X, McLaughin JL. 1999. Annonaceous acetogenins: recent progress. J Nat Prod. 62: 504-540. Araya H. 2004. Studies on Annonaceous tetrahydrofuranic acetogenins from Annona squamosa L. seeds. Bull Nat Int Agro Environ Sci. 23: 77-149. Arif et al. 2011. Natural products: anti-fungal agents derived from plants. Oppurtunity, Challenge and Scope of Nat Prod Med Chem. 37(2): 283-311. Bahraen S. 2012. Sari Buah Srikaya (Annonaceae) Artikel BPTP Nusa Tenggara Barat. [terhubung berkala]. http://www.ntb.litbang.pertanian.go.id (27 November 2014). Balkrishna UJ dan Anant VB. 2012. Antioxidant activities of various solvent extracts of custard apple (Annona squamosa L.) fruit pulp. Nutrafoods. 11: 137-144. Begum et al. 2010. Toxicity potencial and anti AchE activity of some plant extracts in Musca Domestica. J Biofertilizers and Biopesticides. 2(2): 1-6. Bhardwaj A, Satpathy G, Kumar RG. 2014. Preliminary screening of nutraceutical potential of Annona squamosa, an underutilized exotic fruit of India and its use as a valuable source in functional foods. J Pharmacognosy Phytochem. 3(2): 172-180. Biba et al. 2013. Phytochemical analysis of Annona squamosa seed extracts. Int R J Phar and App Sci. 3(4): 29-31. Carr AC dan Frei B. 1999. Toward a new recommended dietary allowance for vitamin c based on antioxidant and health effects in human. J Clin Nut. 69: 1086-1107. Castillo et al. 2010. Secondary metabolites of the annonaceae, solanaceae, and meliaceae families used as biological control of insects. Tropical and Subtropical Agroecosystems. 12: 445-462. Campbell et al. 2002. Biologi. Rahayu L, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Biology, Fifth Edition. Ed ke-5. Dungir SG, Katja DG, dan Kamu VS. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari buah manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA UNSTRAT Online. 1(1):11-15.

24 El-Chaghaby et al. 2011. Evaluation of antioxidant and antibacterial properties of various solvents extracts of Annona squamosa L. leaves. Arabian J of Chem. 7: 277-233. Fang et al. 1993. Annonaceous acetogenin: an updated review. Phytochem Anal. 4: 27-48. Fellow PJ. 2000. Food Processing Technology : Principle and Practice. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Limited. Gajalakhsmi et al. 2011. Pharmacological activities of Annona squamosa: a review. Int J Phar Scie Rev and Research. 10(2): 24-29. Guadano et al. 2000. Insecticidal and mutagenic evaluation of two annonaceous acetogenins. J Nat Prod. 63(6):773-776. Harivelo et al. 2014. Efficacy of seed extracts of Annona squamosa and Annona muricata (Annonaceae) for the control of Aedes albopictus dan Culex quinquefasciatus (culicidae). Asian Pac J Trop Biomed. 4(10): 787-796. Herbert HB. 2003. The biosynthesis of plant alkaloids and nitrigenous microbial metabolites. Nat Prod Rep. 18: 50-65. Himesh S, Singhalak, Sarvesh S. 2012. Quantification of ascorbic acid in leaves of Annona squamosa. I J Phar Pharmaceut Sci. 4(3): 144-147. Hongyan et al. 2012. Highly pigmented vegetables: anthocyanin compositions and their role in antioxidant activities. Journal Food Research International. 46(1):250-259. Ishihara et al. 2012. Supporting information colorimetric detection of trace water in tetrahydrofuran using N,N’- substituted oxyporphyrinogens. Royal Society Chem. 1:1-20. Isman MB. 2006. Botanical insecticides, deterrents, and repellents in modern agriculture and an increasingly regulated world. Annu Rev Entomol. 51: 45-66. Jha SN. 2010. Nondestructive Evaluation of Food Quality Theory and Practice. Jerman: Springer. Kalidindi et al. 2015. Antifungal and antioxidant activities of organic and aqueous extracts of Annona squamosa Linn. leaves. J Food Drug Anal. 30: 1-8. Koul O dan Walia S. 2009. Review: comparing impacts of plant extracts and pure allelochemicals and implications for pest control. CAB Reviews: Perspectives in Agriculture, Vet Sci, Nut and Nat Res. 4(49): 1-30. Kumar et al. 2010. Insecticidal activity of ethanolic extract of leaves of Annona squamosa L. J Chem Phar Res. 2(5): 177-180. Kumar et al. 2015. Phytochemical and phytotherapeutic properties of Annona squamosa, Annona reticulata, and Annona muricata: a review. Asian J Plant Sci Res. 5(8): 28-33. Leatemia JA dan Isman MB. 2004. Insecticidal activity of crude seed extracts of Annona spp., Lansium domesticum dan Sandoricum koetjape against Lepidoptera larvae. Phytoparasitica. 32(1):30-37. Leon et al. 2007. Estimation of chlorophyll contents by correlations between SPAD-502 meter and chroma meter in butterhead lettuce. Comm Soil Sci Plant Anal. 38: 2877-2885. Liaw et al. 2008. Mono-tetrahydrofuran annonaceous acetogenins from Annona squamosa as cytotoxic agents and calcium ion chelators. J Nat Prod. 71(5): 764-771.

25 Linder MC. 2010. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Aminudin P, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Nutritional Biochemistry and Metabolism. Lister E dan Wilson P. 2001. Measurement of total phenolics and ABTS assay for antioxidant activity (personal communication). Crop Research Institute, Lincoln, New Zealand. Madeira et al. 2003. SPAD meter versus tristimulus colorimeter to estimate chlorophyll content and leaf color in sweet pepper. Com Soil Sci Plant Anal. 34: 2461-2470. Madhumitha G dan Mohana SR. 2013. Devastated crops: multifunctional efficacy for the production of nanoparticles. J Nanomaterials. 2013:1-12. Manoi F. 2006. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu simplisia sambiloto. Bul. Litro. XVII(6):1-5. Mattjik AA. 2002. Rancangan Percobaan. Bogor: IPB Pr. Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J Sci Tech. 26(2): 211-219. Pandey N dan Barve D. 2011. Phytochemical and pharmacological review on Annona squamosa Linn. Int J Res Phar Biomed Sci. 2(4): 1404-1412. Phardasaradhi et al. 2004. Antitumour activity of Annona squamosa seed extracts is through the generation of free radicals and induction of apoptosis. Indian J Biochem Biophys. 41: 167-172. Phardasaradhi et al. 2005. Differential cytotoxic effects of Annona squamosa seed extracts on human tumour cell lines: role of reactive oxygen species and glutathione. J Biosci. 30(2):237-244. Prakash et al. 2008. Future of botanical pesticides in rice, wheat, pulses and vegetables pest management. J Biopest. 1(2): 154-169. Priscila et al. 2013. Free amino acid composition of Annona (Annonaceae) fruit species of economic interest. Ind Crop Prod. 45: 373-376. Rashid et al. 2012. Mechanisms of plant defense against insect herbivores. Plant Signalling & Behaviour. 7(10): 1306-1320. Saha R. 2011. Pharmacognosy and pharmacology of Annona squamosa: a review. I J Phar Life Sci. 2(10): 1183-1189. Sasidharan et al. 2011. Extraction, isolation, and characterization of bioactive compounds from plants extracts. Afr J Tradit Complement Altern Med. 8(1): 1-10. Seffrin et al. 2010. Effects of crude seed extracts of Annona atemoya and A.squamosa L. against the cabbage looper, Trichoplucia ni in the laboratory and greenhouse. Crop Prot. 29(1): 20-24. Shahdadi et al. 2013. Study of phenolic compound and antioxidant activity of date fruit as a function of ripening stages and drying process. J Food Sci Tech. 10: 1-6. Shardul et al. 2013. Proximate analysis of peel and seed of Annona squamosa (custard apple) fruit. Res J Chem Sci. 3(2): 92-94. Shashikala et al. 2014. Studies on extraction of polyphenols from seeds of Piper ningrum, Annona squamosa, and Malilkara zappota. JEST-M. 3(2): 26-30. Singh et al. 2012. Efficacy of plant extracts in plant disease management. Agri Sci. 3(3): 425-433.

26 Srivastava et al. 2013. Assesment of phenol and flavonoid content in the plant materials. J New Bio Reports. 2(2):163-166. Stoytcheva M. 2011. Pesticides in the Modern World-Pesticides Use and Management. Croatia : InTech. Taib G, Said G, dan Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Mediatama Sarana Perkasa. Tiwari et al. 2011. Phytochemical screening and extraction: a review. J Phar Sci. 1(1): 98-106. Wikanta T, Januar HI, dan Nursid M. 2005. Uji aktivitas antioksidan, toksisitas, dan sito toksisitas ekstrak alga merah (Rhodymenia palmata). Jurnal Penelitian perikanan Indonesia. 11(4):41-49. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Wurangian FL. 2005. Determination of annonacyn compound by high performance liquid chromatography on the extract of Annona muricata Linn. seed for pesticide formula. Indo J Chem. 5(3):215-218. Wyllie SG dan Fellman JK. 2000. Formation of volatile branched chain esters in banana (Musa sapientum L.). J Agr Food Chem. 48: (3493-3496). Yang et al. 2010. HPLC method for simultaneous determination of ten Annonaceous acetogenins after supercritical fluid CO2 extraction. Int J Biochem Scie. 6(3):202-207. Yang et al. 2009. Two new cytotoxic acetogenins from Annona squamosa. J Asian Natural Prod Res. 11(3): 250-256. Yong et al. 2012. Anti-tumor activity of Annona squamosa seeds extract containing annonaceous acetogenin compounds. J Ethnopharmacology. 142(2): 462-466.

27

LAMPIRAN

28 Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian Buah mentah dan matang srikaya Pemisahan bagian biji dan kulit buah srikaya Uji proksimat Sifat fisik warna

Analisa fisikokimia Pengeringan dan penghalusan biji dan kulit buah srikaya Serbuk biji dan kulit buah srikaya

Ekstraksi dengan maserasi 24 jam dan sentrifugasi 3000 rpm 15 menit

Supernatan

Pelet

Metanol 80%

Aseton 50%

Air mendidih

Etanol 50%

Uji asetogenin HPLC Uji asetogenin spektrofotometri

Pengujian

Analisis statistika Ekstrak biji dan kulit buah srikaya untuk material biopestisida

Uji total fenol & DPPH

29

Absorbansi λ=750 nm

Lampiran 2 Kurva standar asam gallat 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0

y = 0.0047x + 0.0023 R² = 0.9984

0

- Perhitungan

50

100 150 Konsentrasi asam gallat (ppm)

200

250

30 Lampiran 3 Kurva standar asam askorbat

Absorbansi λ=517 nm

0.5 y = 0.0016x - 0.0077 R² = 0.9658

0.4 0.3 0.2 0.1 0 0

50

100 150 Konsentrasi asam askorbat (ppm)

- Perhitungan Asam Askorbat Ekuivalen (AAE)

- Perhitungan Persentase Total Inhibisi Radikal Bebas

200

250

31 Lampiran 4 Cara perhitungan asetogenin - HPLC

- Spektrofotometri

32 Lampiran 5 Hasil uji analisis statistik total fenol ANOVA Sum of Squares Between Groups Biji

Within Groups Total Between Groups

Kulit Buah

Within Groups Total

df

Mean Square

F

1063453,012

7

151921,859

186572,528

16

11660,783

1250025,541

23

40287,917

7

5755,417

2728,500

16

170,531

43016,417

23

Sig.

13,028

,000

33,750

,000

Duncan untuk biji Total Fenol

N

Subset for alpha = 0.05 1

2

3

matang1metanol

3

85,3060

matang2aseton

3

159,1551

matang3air

3

354,0303

matang4etanol

3

383,2168

mentah3air

3

411,6200

mentah2aseton

3

522,4400

mentah1metanol

3

534,0200

matang4etanol

3

802,8767

Sig.

,415

,083

1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. Duncan untuk kulit buah Total Fenol

N

Subset for alpha = 0.05 1

2

3

matang3air

3

15,8081

matang1metanol

3

37,8945

matang4etanol

3

40,0381

matang2aseton

3

54,5721

mentah3air

3

mentah1metanol

3

matang4etanol

3

mentah2aseton

3

Sig.

4

5

6

37,8945

54,5721 74,4467

74,4467 86,7367 111,9767 149,2367

,055

,157

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

,081

,266

1,000

1,000

33 Lampiran 6 Hasil uji analisis statistik total antioksidan ANOVA Sum of Squares Between Groups Biji

Within Groups Total Between Groups

Kulit Buah

Within Groups Total

df

Mean Square

332132,364

7

47447,481

79132,250

16

4945,766

411264,614

23

3309957,824

7

472851,118

271171,597

16

16948,225

3581129,420

23

Duncan untuk biji Antioksidan

N

Subset for alpha = 0.05 1

2

matang3air

3

194,9923

matang4etanol

3

210,6019

matang1metanol

3

254,0541

mentah3air

3

258,5333

matang2aseton

3

268,1196

matang4etanol

3

318,0100

mentah1metanol

3

mentah2aseton

3

3

318,0100 417,6833 571,6000

Sig.

,073

,102

1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. Duncan untuk kulit buah Antioksidan

N

Subset for alpha = 0.05 1

2

mentah1metanol

3

169,7433

matang3air

3

231,2690

matang2aseton

3

241,9206

matang4etanol

3

260,6661

matang1metanol

3

269,0524

mentah3air

3

272,4867

matang4etanol

3

mentah2aseton

3

Sig.

3

518,2200 1365,4633 ,400

1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

1,000

F

Sig.

9,594

,000

27,900

,000

34 Lampiran 7 Hasil uji analisis statistik total inhibisi radikal bebas ANOVA Sum of Squares Between Groups Biji

Kulit Buah

df

Mean Square

F

4358,153

7

622,593

932,425

16

58,277

Total

5290,578

23

Between Groups

1580,696

7

225,814

Within Groups

2205,489

16

137,843

Total

3786,186

23

Within Groups

Sig.

10,683

,000

1,638

,195

Duncan untuk biji Inhibisi

N

Subset for alpha = 0.05 1

2

3

4

5

mentah3air

3

24,8567

matang4etanol

3

30,6867

mentah1metanol

3

matang3air

3

47,4933

matang4etanol

3

51,3800

51,3800

mentah2aseton

3

55,9500

55,9500

55,9500

matang1metanol

3

62,1867

62,1867

matang2aseton

3

Sig.

30,6867 42,7100

65,7300 ,364

,072

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. Duncan untuk kulit buah Inhibisi

N

Subset for alpha = 0.05 1

2

matang4etanol

3

40,4267

mentah3air

3

53,4467

53,4467

mentah2aseton

3

54,1967

54,1967

matang3air

3

56,5433

56,5433

matang2aseton

3

59,1800

59,1800

matang4etanol

3

63,7967

matang1metanol

3

65,9700

mentah1metanol

3

67,1433

Sig.

42,7100

,095

,223

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

,067

,119

,156

35 Lampiran 8 Hasil uji analisis statistik asetogenin ANOVA Sum of Squares Between Groups Biji

Buah

7

74256,724

Within Groups

1178724,032

16

73670,252

Total

1698521,101

23

499590,824

7

71370,118

Within Groups

1636345,760

16

102271,610

Total

2135936,583

23

Duncan untuk biji Asetogenin

N

Subset for alpha = 0.05 1

matang2aseton

3

868,5742

mentah3air

3

897,5594

matang4etanol

3

998,9042

mentah1metanol

3

1000,4454

mentah2aseton

3

1011,3943

matang3air

3

1025,8292

matang1metanol

3

1133,2760

matang4etanol

3

1372,6152

Sig.

,062

Duncan untuk kulit buah Asetogenin

N

Subset for alpha = 0.05 1

mentah1metanol

3

816,8934

mentah3air

3

892,1748

mentah2aseton

3

900,9141

matang2aseton

3

936,0358

matang3air

3

972,1298

matang1metanol

3

1049,0409

matang4etanol

3

1173,3728

matang4etanol

3

1272,4847

Sig.

Mean Square

519797,068

Between Groups Kulit

df

,143

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

F

Sig.

1,008

,461

,698

,674

36

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang Guci, Bengkulu pada tanggal 4 Juni 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Hyardi dan Ibu Harminia. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN 81 Bengkulu pada tahun 2004 dan melanjutkan sekolah menengah pertama di SMPN 2 Bengkulu sejak tahun 20042005. Sekolah menengah atas penulis selesaikan pada tahun 2010 di SMAN 2 Bengkulu. Pendidikan Strata 1 Program Studi Biokimia penulis selesaikan pada tahun 2014 di Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Biokimia dan menerima beasiswa fresh graduate dari DIKTI. Selama mengikuti perkuliahan di Pascasarjana IPB, penulis menjadi guru di Homeschooling Primagama. Penulis pernah mengikuti Seminar Nasional Buah Tropika Nusantara II pada tahun 2014 di Bukittinggi, Sumatra Barat dengan judul prosiding Teknologi Penanganan Segar Buah Nona (Annona reticulata Linn.) di Indonesia. Penulis telah mempublikasikan sebagian tesis ini pada jurnal International Organisation of Scientific Research Journal of Pharmacy pada volume 5 edisi oktober 2015 dengan judul Total Phenol and Antioxidant from Seed and Peel of Ripe and Unripe in Indonesian Sugar Apple (Annona squamosa L.) Extracted with Various Solvents. Penulis telah menulis karya ilmiah berjudul Studi Asetogenin, Total Fenol, dan Antioksidan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Srikaya (Annona squamosa L.) sebagai Material Biopestisida.