THE 1 ACCOUNTING CONFERENCE

Download Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan dan kinerja ... besar pengaruh langsung dan tidak langsung kinerja lingkung...

0 downloads 799 Views 189KB Size
The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007 

KAJIAN EMPIRIS HUBUNGAN KINERJA LINGKUNGAN, KINERJA KEUANGAN DAN KINERJA PASAR: MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL

DR. WIWIK UTAMI,SE.,AK., MS Pascasarjana Universitas Mercu Buana

ABSTRACT

This study investigates the causal relationship between environmental performance, financial performance and market performance. The population of this study was public listed company who has potential environmental cost (risk), namely Mining & Gas, Basic Industry & Chemical, Textile and Automotive. We use all the population except for unavailable data, there were 90 companies. Data analysis was carried out in terms of cross-section covering stock transaction 2006 and annual report 2005. The research hypotheses were tested using the Structural Equation Model. There are 3 latent variables:(1) Environmental performance:indicators are ISO 14001; PROPER rating; annual report dislcosures; and Web disclosures;(2) financial performance:indicators are return on investment; return on equity; and earning per share; (3) market performance: indicators are market value added, stock return and price earning ratio. The result of this research show that: (1) environmental performance has significant influence on financial performance and market performance,(2) financial performance has significant influence on market performance, and (3) total effect of environmental performance on market performance are 75,28%.

Keywords: environmental performance, financial performance, market performance

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

1

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  1.Pendahuluan Era keterbukaan (transparansi) telah membuat warga negara Indonesia menjadi sadar akan hak-hak dan kewajibannya. Golongan masyarakat yang selama ini tertindas dan dirugikan oleh pihak lain sudah berani bersuara dan menuntut haknya. Kebebasan berpendapat dan menyuarakan kepentingan perlindungan terhadap hak-hak manusia, hak-hak alam semakin kuat dengan banyaknya lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berdiri. Perusahaan sebagai salah satu komponen organisasi ekonomi dalam masyarakat adalah merupakan pihak yang sering mendapat kecaman dan tuntutan. Perusahaan dikecam dan dituntut karena sering melakukan praktek bisnis yang tidak sehat, dan bahkan juga merusak lingkungan hidup. Oleh karena itu, jika perusahaan ingin tetap hidup maka manajemen harus melaksanakan tanggung jawabnya untuk menciptakan nilai tambah bagi stakeholders. Tuntutan untuk melakukan pengelolaan perusahaan dengan baik juga dilakukan oleh Pemerintah dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal

dan Pembinaan BUMN, Nomer 23/ M-PM.BUMN/ 2000,

tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governace dalam Perusahaan Perseroan.

Tujuan dikeluarkannya pedoman GCG adalah , agar

dunia bisnis memiliki acuan dasar yang memadai mengenai konsep serta pola pelaksanaan GCG yang sesuai dengan

pola internasional umumnya dan pola

Indonesia khususnya. Berdasarkan sudut pandang tata kelola perusahaan yang baik maka dapat diperoleh pedoman bahwa untuk mencapai tujuan bersama diperlukan adanya sinergi yang mencakup aspek keuangan dan operasional, kesejahteraan masyarakat serta kepentingan investor. Pelaksanaan audit lingkungan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah merupakan cerminan prinsip “responsibility“, yaitu kepastian dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya hukum dan tanggungjawab sosial perusahaan. Pengelolaan lingkungan yang baik, dalam jangka pendek nampak membebani manajemen, namun kerugian akibat manajemen mengabaikan aspek lingkungan bisa berdampak jangka panjang, sebagai contoh adalah kasus PT.Lapindo di Sidoharjo.

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

2

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  Clarkson and Richardson (2004) meneliti tentang penilaian pasar atas environmental capital expenditure pada perusahaan kertas, hasilnya mengungkapkan bahwa environmental capital expenditure

berdampak signifikan terhadap harga

saham pada perusahaan yang memiliki tingkat polusi rendah, tapi perusahaan dengan

tidak pada

tingkat polusi kategori tinggi. Dijelaskan bahwa investor

menggunakan informasi lingkungan untuk

mengestimasi kemungkinan adanya

tuntutan kewajiban (hutang) di masa yang akan datang sebagai akibat polusi. Pada perusahaan dengan tingkat polusi yang tinggi ditaksir besarnya hutang - atas dampak lingkungan (kontijensi) mencapai rata-rata 16,6% dari kapitalisasi pasar. Di Indonesia, praktik pengungkapan atas pengeluaran modal yang berkaitan dengan investasi lingkungan tidak ada. Sebagian besar praktik pengungkapan tanggung jawab sosial didominasi dengan pengungkapan yang berkaitan dengan sumber daya manusia, sedangkan pengungkapan lingkungan masih relatif sedikit dan hanya sebatas pengungkapan yang bersifat naratif (Wiwik:2005; Henny dan Murtanto:2001). Muhammad dan Dista (2006) dalam risetnya menyimpulkan bahwa kesediaan emiten untuk memberikan pengungkapan lingkungan

dalam laporan tahunan

dipengaruhi oleh dorongan manajemen, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan. Sedangkan Ignatius dkk. (2006) mengungkap bahwa kinerja lingkungan berpengaruh terhadap pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomik. Hasil yang berbeda

diungkapkan oleh Susi (2005) yang menyimpulkan bahwa tidak ada

hubungan signifikan kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. Penelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk memverifikasi temuan riset sebelumnya tentang hubungan kinerja lingkungan, kinerja keuangan, kinerja pasar (kinerja ekonomi) yang belum menunjukkan konsistensi hasil. Para peneliti sebelumnya menggunakan variabel kinerja yang berbeda-beda, oleh karena itu penulis menggunakan model persamaan struktural (structural equation model) dengan variabel laten untuk menampung beberapa indikator kinerja yang berbeda tersebut.

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

3

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  2. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah diungkapkan pada bagian pendahuluan, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan dan kinerja pasar 2. Apakah kinerja keuangan berpengaruh terhadap kinerja pasar 3. Seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung kinerja lingkungan terhadap kinerja pasar

3. Kajian Pustaka dan Hipotesis 3.1. Isu lingkungan ditinjau dari aspek teori akuntansi Scott (2003) menjelaskan teori akuntansi dengan pendekatan konsep decision usefulness dan economic consequences. Konsep decision usefulness, penanganan aspek lingkungan dan tanggung jawab perusahaan

dalam konteks akuntansi

lingkungan terkait dengan kepentingan pengambilan keputusan yang rasional dari investor dan kreditur. Kepentingan

para investor yang harus diusahakan oleh

manajemen adalah kepentingan maksimalisasi kemakmuran yang tercermin dalam nilai perusahaan atau harga saham. Oleh karena itu memasukkan informasi hasil audit lingkungan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan dinilai penting bagi investor dan kreditur. Kalau konsep decision usefullness berfokus pada pengguna laporan keuangan, maka konsep economics consequences lebih melihat pada kepentingan atau perilaku manajer (manajemen). Manajemen mempunyai keinginan dan usaha (effort) untuk bekerja dengan baik, hal ini dilakukan agar ia mendapat kompensasi (imbalan) yang maksimum. Untuk mendapat kompensasi yang maksimum maka manajer akan berusaha untuk menggunakan kebijakan akuntansi yang dapat memberikan dampak terbesar terhadap laba perusahaan. Namun jika manajemen bersifat oportunis dan hanya mementingkan laba jangka pendek, maka manajemen berpeluang untuk mengabaikan tanggungjawab lingkungan demi memaksimumkan laba. Menurut teori ekuitas,

dengan pendekatan

teori enterprise menjelaskan

bahwa perusahaan tidak lagi hanya memikirkan bagaimana menciptakan produk dan

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

4

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  jasa untuk menghasilkan laba yang maksimal, tapi lebih jauh dari itu perusahaan juga harus terlibat aktif dalam kegiatan sosial ekonomi kemasyarakatan. Perusahaan tidak hanya mengfokuskan pada pencapaian tujuan jangka pendek, tetapi juga jangka panjang yaitu dengan memperhatikan kepentingan stakeholder. Pada umumnya literature isu lingkungan dibahas dalam konteks akuntansi sosial. Menurut Ramanathan (1989) dan Belkaoui (1993), akuntansi sosial adalah proses pemilihan variabel-variabel yang akan menentukan kinerja sosial perusahaan, prosedur pengukuran, serta melaporkan secara sistematis kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan kepada berbagai kelompok/ pihak yang berkepentingan. Berkaitan dengan pengukuran dan pelaporan kinerja sosial (lingkungan) sampai sekarang tidak ada standar yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang, oleh karena itu dalam praktiknya diserahkan kepada masing–masing perusahaan. Kondisi ini menyebabkan

sulitnya dilakukan pembandingan antar perusahaan

(comparability) dan kurang dapat dipercaya (reliability)

sebagaimana yang

diungkapkan oleh Beets dan Souther (1999: 129): “ Because of an absence of invironmental reporting standards, however,

these

reports

differ

significantly

thereby

confounding

comparability. Additionally, the credibility of the reports is being questioned , as they are typically not verified by independent third parties”

3. 2. Hubungan kinerja lingkungan, kinerja keuangan dan kinerja pasar Di Amerika, adanya tekanan dari berbagai pihak, telah mendorong perusahaan untuk memberikan laporan lingkungan (environmental report) secara berkala, terpisah dari laporan keuangan periodik. Sedangkan dalam laporan keuangan sudah mengharuskan adanya pengungkapan terhadap estimasi kewajiban kontijensi atas risiko pencemaran (polusi). Oleh karena itu standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan pembuat standar menyangkut metode estimasi atas environmental liabilities (Stanko et. all :2006). Pengungkapan lingkungan pada umumnya juga dilakukan melalui Web site perusahaan sebagai bentuk pemberian akses yang luas kepada masyarakat. Di Indonesia, perhatian terhadap isu lingkungan

diwujudkan dengan

membentuk Kementrian Negara yang menangani masalah lingkungan hidup. Salah

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

5

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  satu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup adalah Keputusan No. 127, tahun 2002, tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Prinsip dasar dalam pelaksanaan PROPER adalah mendorong perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrument insentif reputasi/ citra bagi perusahaan yang mempunyai peringkat baik dan disinsentif reputasi/citra bagi perusahaan yang kinerja pengelolaan lingkungannya buruk.

Pemeringkatan

diberikan dengan symbol warna: emas, hijau, biru, merah dan hitam. Tertinggi adalah warna emas dan terendah hitam. Warna emas dan hijau menunjukkan bahwa perusahaan melakukan pengelolaan lingkungan melebihi yang dipersyaratkan, warna biru mencerminkan pengelolaan lingkungan yang taat. Sedangkan warna merah untuk perusahaan yang telah mengupayakan pengendalian lingkungan tetapi belum mencapai persyaratan, dan hitam belum mengupayakan pengendalian lingkungan yang berarti. Mempertimbangkan adanya keterbatasan tenaga maka tidak semua perusahaan disertakan dalam PROPER. Prioritas perusahaan yang disertakan dalam program PROPER adalah perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat dan yang mempunyai risiko pencemaran. Industri yang tergolong mempunyai risiko tinggi terhadap pencemaran lingkungan adalah Pertambangan, Energi dan Migas; Manufaktur: missal, industri dasar dan kimia, industri tekstil serta otomotif; Hasil pertanian dan perkebunan. Ukuran kinerja lingkungan juga dapat diproksi dari komitmen manajemen terhadap pengelolaan lingkungan yang baik, hal tersebut tercermin dari ada tidaknya sertifikasi ISO 14001. Susi (2004) meneliti hubungan kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. Kinerja lingkungan diukur berdasarkan rating PROPER

dan

kinerja keuangan diproksi dengan return on asset, sedangkan sertifikasi ISO 14001 diperlakukan sebagai salah satu variable kontrol. Hasil pengujian menyimpulkan tidak ada hubungan kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan, tetapi ISO 14001 mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja lingkungan. antara peringkat PROPER dengan

Adanya hubungan

ISO 14001 mencerminkan bahwa rating

PROPER sejalan dengan sertifikasi ISO 14001. Pengungkapan aspek lingkungan dalam laporan tahunan juga dinilai merupakan ukuran kinerja lingkungan. Alasannya, bahwa yang bersedia memberikan

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

6

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  pengungkapan adalah perusahaan yang merasa tidak bermasalah dengan pengelolaan lingkungan atau merasa kinerjanya baik (Ignatius dkk 2006). Fenomena ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Hughes et. al.(2001) bahwa pada perusahaan yang mempunyai kinerja lingkungan kurang baik justru memberikan pengungkapan lingkungan

lebih banyak karena adanya keharusan untuk melaporkan hutang

bersyarat sesuai dengan Statement of Financial Accounting Standard No.5. Hughes (2001) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan nilai pasar ekuitas (market value equity) dengan pengukuran non financial yaitu tingkat polusi sulfur dioxide pada industri listrik di Amerika. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat polusi merupakan informasi yang relevan untuk menjelaskan perubahan nilai perusahaan dengan proxy market value equity. Tingkat polusi yang tinggi, melebihi ambang batas aman menunjukkan adanya

kewajiban kontinjen

perusahaan terhadap tuntutan ganti rugi oleh pemerintah dan masyarakat. Penelitian

yang dilakukan oleh Ignatius et.al (2006) yang

pengaruh kinerja lingkungan terhadap ekonomik (economic performance)

pengungkapan lingkungan dan

mengkaji kinerja

mengungkap bahwa: (1) terdapat pengaruh

positip kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan, (2)

terdapat

pengaruh positip kinerja lingkungan terhadap kinerja ekonomik. Sampel penelitian yang digunakan oleh Ignatius dkk. adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta

dan mencakup periode laporan keuangan tahun 2001-2005

dengan jumlah sample 19 perusahaan. Kinerja ekonomik diukur berdasarkan selisih return saham emiten dengan median return sektor industri. Riset tentang hubungan kinerja lingkungan dengan kinerja perusahaan juga dilakukan oleh Spicer (1978);

Bragdon dan Marlin(1972) dalam (Ignatius

dkk:2006) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positip, yang berarti semakin baik kinerja lingkungan maka semakin baik kinerja perusahaan. Ukuran kinerja perusahaan diproksi dengan earning per share (EPS), return on equity (ROE), return on Asset (ROA), ukuran perusahaan, risiko total dan risiko sistemetis. Berthelot, et al. (2003) mengungkapkan bahwa beberapa penelitian menggunakan kinerja keuangan atau kinerja pasar modal untuk memprediksi kinerja lingkungan, dalam hal ini adalah environmental disclosure.

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

7

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  Adanya kemungkinan hubungan simultan antara kinerja keuangan dengan kinerja ekonomi, telah dilakukan pengujian oleh Ignatius dkk. (2006). Hasil pengujian dengan spesifikasi Hausman disimpulkan tidak ada hubungan simultan, dengan demikian model hubungan kinerja keuangan dengan kinerja ekonomi dapat diestimasi dengan ordinary least square (OLS). 3.3. Rerangka Pemikiran Berdasarkan

kajian pustaka maka rerangka pemikiran

tentang hubungan antar

variabel dan indikator masing masing variabel laten disajikan pada Gambar 1. ROI ISO

ROE

Web

keuangan

EPS

lingkungan Disclosure

pasar

MVA PER

Proper

Return Gambar 1. Hubungan antar variabel laten dan indikator 3.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan hubungan antar variabel sebagaimana disajikan pada Gambar 1, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: H1: Kinerja lingkungan berpengaruh terhadap kinerja keuangan H2: Kinerja lingkungan berpengaruh terhadap kinerja pasar H3: Kinerja keuangan berpengaruh terhadap kinerja pasar

4. Metode Penelitian 4.1. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah semua perusahaan terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan tergolong dalam industri yang rawan terhadap pencemaran lingkungan. Berdasarkan prioritas PROPER, perusahaan yang tergolong rawan pencemaran adalah sektor: (1) Pertambangan, (2) Industri Dasar dan Kimia, (3) Otomotif, dan (4) Tekstil. Semua anggota populasi dijadikan subjek penelitian, sehingga termasuk dalam kategori penelitian survey. Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

8

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  4.2. Variabel dan pengukuran Tabel 1. Variabel, Indikator, dan Pengukuran VARIABEL

INDIKATOR

PENGUKURAN

SKALA

Kinerja

1.Sertifikasi ISO

Ada ISO 14001 =1

Nominal

Lingkungan

14001

Tdk ada ISO 14001=0

2. Pengungkapan

Ada pengungk di Web=1

Lingkungan di

Tdk ada pengungk di Web=0

Nominal

Web 3. Pengungkapan

Ada pengungk di Lap.Keu=1

Lingkungan di Lap

Tdk ada pengk di Lap Keu=0 Nominal

Keuangan 4. PROPER

Emas = 5, Hijau = 4, Biru = 3, Merah= 2,

Ordinal

Hitam = 1 Tidak ikut Proper = 0 Kinerja Keuangan

1. ROE

Laba bersih/ ekuitas

2. ROI

Laba bersih/ Investasi

3. EPS

Laba bersih/ jml lembar

Rasio

saham Kinerja Pasar

1. MVA

Hrg saham – nilai buku

Rasio

ekuitas 2. Return Saham

Pt-Po + deviden / Po

3. PER

Harga saham/ laba per lbr shm

Variabel kinerja lingkungan, kinerja keuangan dan kinerja pasar

adalah

variable laten. Indikator kinerja lingkungan meliputi: pengungkapan dalam laporan tahunan emiten 2005; pengungkapan lingkungan di Web emiten di searching pada periode bulan Mei 2007 sampai dengan tanggal 5 Juni 2007; peringkat PROPER dan sertifikasi ISO 14001 diambil dari Web http://www.menlh go.id.

Indikator

kinerja keuangan dihitung berdasarkan data laporan keuangan tahun 2005 yang terdapat dalam capital market directory tahun 2006, sedangkan indikator kinerja

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

9

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  pasar digunakan data harga saham rata-rata bulanan selama bulan April, Mei dan Juni 2006. Pertimbangan untuk menggunakan data harga saham bulan April sampai dengan Juni 2006 adalah: (1) Batas akhir penyerahan laporan tahunan 2005 ke BAPEPAM adalah 31 Maret 2006, (2) periode April sampai Juni digunakan untuk mengetahui respon pasar terhadap informasi yang dipublikasikan oleh emiten.

4.3. Metode analisis Analisis dilakukan berdasarkan data cross section laporan tahunan emiten tahun 2005. Berhubung variable penelitian merupakan variable laten, maka analisis dilakukan dengan menggunakan software LISREL (Imam dan Fuad:2005).

5. Hasil dan Pembahasan 5.1. Deskripsi data penelitian Populasi penelitian berjumlah 99 emiten, dari jumlah tersebut hanya 90 data emiten yang bisa diproses lebih lanjut, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2. Populasi penelitian Jumlah populasi

99

Data tidak lengkap

7

Data outlier

2

Jumlah emiten (populasi) diolah datanya

9 90

Jumlah emiten yang telah memperoleh peringkat PROPER sebanyak 15 emiten atau 16,7%, dengan perincian: satu emiten peringkat hijau, tiga belas (13) emiten peringkat biru dan satu peringkat merah, sisanya sebanyak 65 emiten (73,3%) belum memperoleh peringkat. Emiten yang telah memiliki sertifikasi ISO 14001 juga masih sangat sedikit, yaitu hanya 16 emiten (17,8%), hal ini konsisten dengan tingkat partisipasi PROPER. Kondisi ini cukup mengecewakan karena mencerminkan bahwa pemerintah tidak mempunyai kemampuan

optimal untuk mengendalikan risiko

pencemaran lingkungan. Tentu banyak kendala yang dihadapi pemerintah, oleh karena itu peran serta masyarakat sangat penting agar bencana besar seperti kasus PT.Lapindo dapat dihindari. Jumlah emiten yang menyajikan informasi tanggung jawab lingkungan di Web juga masih sedikit yaitu 21 emiten (23,3%) .

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

10

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  5.2. Pengujian Hipotesis Untuk menguji kesesuaian model (goodness of fit) penulis menggunakan dua hasil uji yaitu Chi-square dan Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Jika model fit, maka nilai Chi-square tidak signifikan (lebih besar dari 5%), sedangkan nilai RMSEA lebih kecil dari 5%. Pada tahap pertama data di run diperoleh hasil uji chi-square dengan nilai probalilitas dibawah 5% dan RMSEA diatas 10%. Sesuai prosedur maka dilakukan normalisasi data (Imam dan Fuad:2005). Setelah dilakukan normalisasi data diperoleh hasil yang memenuhi model fit dengan nilai Chi-square-probability 13,48% dan nilai RMSEA 5,6% (lihat Lampiran). Nilai RMSEA yang berkisar 5% sampai 8% dapat dikatakan bahwa model memiliki kekeliruan yang reasonable. Untuk memperoleh nilai t dalam diagram path maka dilakukan pemberian loading satu (1) untuk indicator referensi. Dalam hal ini indicator referensi untuk kinerja lingkungan adalah pengungkapan dalam laporan tahunan; untuk kinerja keuangan adalah ROE; dan untuk kinerja pasar adalah PER. Indikator referensi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa indicator tersebut paling baik dalam mempresentasikan variable latennya. Berdasarkan output yang disajikan dalam Lampiran dapat diketahui bahwa semua indicator signifikan terhadap variable latennya dengan alfa 5% (nilai t=1,96) Ikhtisar hasil analisis SEM disajikan pada Table 3 berikut: Tabel.3. Koefisien Jalur dan Nilai t Hubungan Kausal

Koefisien Jalur

Nilai t Hitung

Hasil uji (α = 0.05)

Lingk ÆKeuangan

0.56

3.67

Signifikan

Lingk ÆPasar

0.54

2.31

Signifikan

Keuangan ÆPasar

0.38

2.03

Signifikan

Berdasarkan Table 3, dapat diketahui bahwa kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dan kinerja pasar, di samping itu, kinerja keuangan juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja pasar. Dengan demikian semua hipotesis alternatip (H1,H2, dan H3) yang diajukan dapat diterima. Koefisien path ketiga variable laten bertanda positip. Hal ini bermakna bahwa semakin baik kinerja lingkungan dan kinerja keuangan maka kinerja pasar juga semakin baik, dan sebaliknya.

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

11

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  Untuk menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung

kinerja

lingkungan terhadap kinerja pasar adalah sebagai berikut (Tabel 4): Tabel 4. Pengaruh langsung dan tdk langsung kinerja lingkungan terhadap kinerja pasar. Pengaruh langsung kinerja lingkungan thdap kinerja pasar

0,54

Pengaruh tdk langsung melalui kinerja keuangan (0,56 x0,38)

0,2128

Pengaruh total kinerja lingkungan terhadap pasar

0,7528

Berdasarkan Tabel 4 dapat diperoleh informasi bahwa pengaruh langsung kinerja lingkungan terhadap kinerja pasar adalah 54%, sedangkan pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan terhadap kinerja pasar 21,28% dan pengaruh total 75,28%. Hal ini bermakna bahwa pasar (harga saham) sangat sensitif terhadap isu lingkungan. Kinerja lingkungan yang memburuk dapat langsung mengakibatkan harga saham turun secara signifikan. Hasil penelitian ini secara keseluruhan memberikan bukti empiris sesuai dengan kerangka teori yang dipakai dan juga konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya (Ignatius:2006;Muhammad dan Dista:2006; Hughes:2001; Clarkson et.al:2004).

5.4. Pembahasan Berdasarkan gambaran data deskriptif kinerja lingkungan dapat diperoleh informasi bahwa tingkat kesadaran emiten atas pengelolaan lingkungan hijau (green environment) sangat rendah. Kesadaran yang kurang dari emiten tidak dapat diatasi oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, karena ternyata keikutsertaan emiten dalam PROPER juga sangat sedikit. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena dampak lingkungan pada umumnya baru terdeteksi setelah ada kerugian dan korban dari masyarakat.

Mengingat bahwa pencemaran dapat menimbulkan hutang

kontinjen di masa yang akan datang, maka bagi emiten yang tidak melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik perlu diwajibkan untuk menaksir hutang kontinjen untuk menutup kemungkinan klaim dari masyarakat dan pemerintah. Adanya pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja pasar yang mencapai 75,28% mengindikasikan bahwa sebenarnya investor sangat respon terhadap kinerja

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

12

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  lingkungan, terutama untuk sektor industri yang rawan pencemaran. Apabila emiten menganggap bahwa pengelolaan lingkungan hanya akan membebani perusahaan dan mengakibatkan laba turun, maka cara pandang tersebut justru tidak tepat. Investasi pada program pengolahan limbah dalam jangka pendek kelihatan berdampak pada penurunan laba, tapi dalam jangka panjang justru akan memberikan image yang baik karena tidak ada pelanggaran regulasi dan nilai perusahaan akan naik.

Image bahwa korporasi ramah lingkungan dan memiliki kepekaan sosial

sangat penting, dewasa ini persaingan dunia bisnis sudah mengarah pada kompetisi untuk membangun dan menjaga image di mata konsumen (pelanggan).

6. Simpulan dan Implikasi 6.1. Simpulan 1). Pada umumnya kinerja lingkungan sektor industri yang rawan pencemaran masih sangat rendah. Hal ini tercermin dari sedikitnya emiten yang memperoleh sertifikasi ISO 14001 (17,8%), keikutsertaan dalam PROPER yang hanya mencapai 16,7%, dan kesediaan untuk menyebarkan informasi lingkungan melalui Web juga masih rendah 23,3%. 2). Kinerja lingkungan berpengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja keuangan dan kinerja pasar. Besarnya pengaruh total kinerja lingkungan terhadap kinerja pasar adalah 75,28%. 3). Investor sangat respon terhadap isu lingkungan, oleh karena itu isu lingkungan yang buruk akan berdampak signifikan pada penurunan nilai perusahaan (harga saham).

6.2. Implikasi Pada sector industri rawan pencemaran, kinerja lingkungan memberikan sumbangan yang dominan dalam penciptaan nilai perusahaan, oleh karena itu kesadaran dan perhatian manajemen (emiten) terhadap pengelolaan lingkungan yang hijau tidak dapat ditawar dan ditunda. Jika perusahaan ingin hidup berkelanjutan dan bersaing di pasar global, maka harus mau melakukan investasi untuk meminimalkan risiko pencemaran. Mengingat bahwa aparat Pemerintah mempunyai keterbatasan kemampuan dalam mengawasi perusahaan yang berisiko melakukan pencemaran, maka peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) menjadi sangat penting. Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

13

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  DAFTAR PUSTAKA Belkaoui, Ahmed.R, 1993. Accounting Theory, Third Edition, Harcourt Brace & Company, Illinois, USA Brian

B,Stanko,E

Brogan,E.Alexander

and

Josephine

Choy-Mee

Chay,

Environmental Accounting, Business and Economic Review, April-June 2006;52,3 Beets S. Douglas and Souther Christoper C. 1999. Corporate Invironmental Report: The needs for Standard and an Environmental Assurance Service, Accounting Horizon, Vol. 13, No.2, Juni, hal 129-145 Clarkson,M.; Yue Li and G.D. Richardson.2004. The Market Valuation of Environmental Capital Expenditures by Pulp and Paper Companies,The Accounting Review, Vol 79, No.2, hal 329-353 Collier John, 1995. The Corporate Environment : The Financial Consequences of Busines, Prentice Hall International (UK) Limited Deegan, C., & Rankin, M. (1996). Do Australian Companies Report Environmental News Objectively? An Analysis of Environmental Protection Authority. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 9(2), 50. Henny dan Murtanto. 2001. Analisis Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan, Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol 1, No.2,hal 1-20. Hughes,S.B.Anderson,A. dan Golden,S.2001. Corporate Invironmental Disclosure: Are they usefull in Determining Environmental Performance?, Journal of Accounting and Public Policy, Vol.3 (20), hal 217-240

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

14

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007  Ignatius Bondan.S, Darsono, Siti Muthmainah.2006. Pengaruh Environmental Performance

terhadap

Environmental

Disclosure

dan

Economic

Performance: Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ periode 2001- 2005, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, 23-26 Agustus Imam Ghozali dan Fuad.2005. Structural Equation Modelling, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Juniati Gunawan.2005. Corporate Social Responsibility: A Brief of Measuring Environmental information Through its Disclosures in Annual Reports, Proceeding Konferensi Nasional Peran Akuntan dalam Membangun Good Corporate Governance, Fak. Ekonomi Universitas Tri Sakti, 24 September Muhammad Jak’far dan Dista Amalia A.2006. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, 23-26 Agustus Ramanthan, Kavesseri, 1989. Toward a Theory of Corporate Social Accounting, The Accounting Review : Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Wiwik Utami.2005. Praktik Pengungkapan Aspek Tata Kelola Perusahaan dalam Laporan Tahunan dan Relevansinya bagi Investor: Studi pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur, Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol 5, No.2,hal 153-174 Scott,W.R.2003.Financial Accounting Theory, Prentice Hall, Pearson Education Canada Inc.,Toronto, Ontario

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

15

The 1st Accounting Conference   Faculty of Economics Universitas Indonesia  Depok, 7‐9 November 2007 

LAMPIRAN: DIAGRAM PATH- KOEFISIEN JALUR DAN T VALUE

DIAGRAM PATH- KOEFISEN JALUR

0.32

roi

0.27

roe

0.15

eps

0.22

mva

0.93

per

0.60

return

0.78

roi

5.09

roe

3.24

eps

4.51

mva

6.41

per

4.15

return

5.76

iso 0.86 0.38

0.41

web

keuangan 0.56

0.36

0.93 0.89

lingkung 0.38

0.56 0.31

disclosu

0.54

pasar

0.25

0.29 0.63 0.47

0.40

proper

Chi-Square=40.89, df=32, P-value=0.13483, RMSEA=0.056

DIAGRAM PATH - T VALUE

5.45

iso 11.49 3.92

5.84

web

keuangan 3.67

3.56

0.00 12.22

lingkung 2.03

0.00 3.91

disclosu

2.31

2.82

pasar

2.14 0.00 3.24

6.26

proper

Chi-Square=40.89, df=32, P-value=0.13483, RMSEA=0.056

Bridging the Gap between Theory, Research, and Practice

16