The Test of Immunostimulant Activity of Infusa Cermai Leaf (Phyllanthus acidus L. Skeells) In Sprague Dawley Male Rats Induced With Sheep Red Blood Cells Dian Oktianti, Nova Hasani Furdiyanti, Agnes Barek
[email protected] ABSTRACT Cermai leaf (Phyllanthus acidus L. Skeells) contains flavonoid and saponin that are believed to have an immunostimulant activity. The aims of this study was to find the immunostimulant activity of infusa cermai leaf (Phyllanthus acidus L. Skeells) in Sprague Dawley male rats induced with sheep red blood cells. This research was a true experimental research and the design used Pre and Post Test Control Only Design. This research used 30 male rats divided into 5 groups : negative control (distilled water), positive control (Levamisole) with the dose of 2,97mg / 200g and infusa cermai leaf (Phyllanthus. acidus L Skeells) with the concentration of 1.2% w/v, 2 , 4% w/v and 4.8% w/v. They were administered orally for 14 days. On the 8th day, each rat was injected with 5% sheep red blood cells intraperitoneally. On the 14th day, each rat was injected with 5% sheep red blood cells by subplantar to test the delayed type of hypersensitivity and then the number of leucocytes, lymphocytes and spleen volume were calculated. The results of this study showed that the infusa cermai leaf 4.8% w/v had an immunostimulant activity based on the increase in the volume of edema in delayed type of hypersensitivity test, an increase in the number of leukocytes and spleen volumes were comparable with levamisole. The number of lymphocytes also increased, but not comparable with levamisole. Key Words : Cermai leaf (Phyllanthus acidus L. Skeells), immunostimulant, levamisole, delayed type of hypersensitivity reactions.
Uji Aktivitas Imunostimulan Infusa Daun Cermai (Phyllanthus acidus L. Skeells) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Sel Darah Merah Domba Dian Oktianti, Nova Hasani Furdiyanti, Agnes Barek
INTISARI Daun cermai (Phyllanthus acidus L. Skeells) mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang diduga memiliki aktivitas imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas imunostimulan infusa daun cermai pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi sel darah merah domba. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni (true experimental) dan desain penelitian menggunakan Pre & Post Test Control Only Design. Penelitian ini menggunakan tikus jantan 30 ekor dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol negatif (aquadest), kontrol positif (Levamisol) dosis 2,97mg/200g dan infusa daun cermai (Phyllanthus acidus L. Skeells) kadar 1,2% b/v, 2,4% b/v dan 4,8% b/v. Masing-masing kelompok diberi bahan uji secara oral selama 14 hari. Pada hari ke-8, setiap tikus diinjeksi sel darah merah domba 5% secara intraperitoneal. Pada hari ke-14 setiap tikus diinjeksi sel darah merah domba 5% secara subplantar untuk uji hipersensitivitas tipe lambat, selain itu dihitung jumlah leukosit, limfosit dan volume limpa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa daun cermai kadar 4,8% b/v memiliki aktivitas imunostimulan, berdasarkan peningkatan volume udem pada uji hipersensitivitas tipe lambat, peningkatan jumlah leukosit dan volume limpa yang sebanding dengan levamisol. Jumlah limfosit juga meningkat, akan tetapi tidak sebanding dengan levamisol. Kata kunci : Daun cermai (Phyllanthus acidus L. Skeells), imunostimulan, levamisol, reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
PENDAHULUAN Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah digunakan sebagai tanaman obat walaupun penggunaannya disebarkan secara turun-temurun. Penggunaan tanaman obat dalam hal ini obat tradisional dipandang lebih ekonomis dan memiliki efek samping yang lebih kecil daripada obat sintetik (Yuniarti, 2008). Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan oleh sistem pertahanan tubuh. Hal ini berhubungan dengan peran yang ditunjukkan oleh fungsi dan jumlah sel imun. Namun, pada
saat fungsi dan jumlah sel imun kurang memadai, paparan mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai penyakit terutama terkait dengan penyakit infeksi (Bellanti, 1993). Selain itu, kondisi lingkungan dan gaya hidup yang dipenuhi oleh stress, cuaca yang tidak menentu, pola makan tidak sehat, kurangnya berolahraga dan polusi dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Upaya untuk mempertahankan sistem imun tetap optimal menjadi sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti mikroorganisme patogen. Salah satu cara untuk mempertahankan sistem imun adalah dengan pemberian imunomodulator, terutama zat yang
dapat meningkatkan sistem imun atau imunostimulator. Imunostimulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan respon imun (Bellanti, 1993). Salah satu tanaman yang dapat memacu fungsi berbagai komponen sistem imun adalah tumbuhan cermai. Menurut Dalimartha (1999), daun cermai berkhasiat untuk mengobati kanker, selain itu juga berkhasiat sebagai peluruh dahak, menguruskan badan, mual dan sariawan (Dalimartha dan Agriwidya, 1999). Selain itu, cermai (Phyllanthus acidus) dan meniran (Phyllanthus niruri) merupakan tanaman yang berasal dari satu genus dimana meniran sudah dikenal sebagai imunostimulan yang baik yang mampu meningkatkan kerja sistem imun sehingga diharapkan cermai juga memiliki aktivitas imunostimulan yang sama pula.
CARA PENELITIAN 1. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Fakultas Sains Matematika Biologi Universitas Diponegoro Semarang. 2. Penyiapan Bahan Daun cermai (Phyllanthus acidus L.Skeells) yang masih segar dirajang, dicuci menggunakan air mengalir sampai bersih kemudian ditiriskan. Kemudian dikeringkan, daun cermai kering dihaluskan dengan blender kemudian diayak menggunakan ayakan 30 mesh. 3. Pembuatan Infusa Daun Cermai Serbuk daun cermai dengan derajat kehalusan yang cocok dimasukkan dalam panci dengan 100 ml air. Kemudian dipanaskan selama 15 menit terhitung mulai suhu di dalam panci mencapai 90°C dengan sesekali diaduk. Setelah 15 menit saring sediaan selagi panas melalui kain flannel, apabila volume air belum mencapai 100 ml, bilas ampasnya menggunakan air panas hingga diperoleh volume yang dikehendaki. 4. Uji Kandungan Kimia a. Uji flavonoid Sampel ditambah 3 tetes NaOH 0,1 N, diamati warnanya. Flavonol akan memberikan warna kuning (Harborne, 1987).
BAHAN DAN CARA Bahan : daun cermai (Phyllanthus acidus (L.) Skeells.), Levamisol HCl, tikus jantan galur Sprague Dawley, sel darah merah domba, Natrium dihidrogen fosfat, dinatrium hidrogen fosfat, aquadest, NaOH dan asam klorida. Alat : satu set panci infusa, timbangan analitik, kain flannel, gelas ukur, beker glass, labu takar, termometer, corong, kertas saring, mortir, pH meter, mikropipet, pipet tetes, erlenmeyer, alat sentrifugator, kartel microsentrifuge, oral sonde, pipet mikro, tabung K3EDTA, pipet leukosit, kamar hitung, mikrohematokrit, spuit 1 ml dan tabung volume.
b. Uji saponin Sampel dikocok selama 10 detik. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih setinggi 1-10 cm. Tambahkan satu tetes HCl 2N, buih tidak hilang (Harborne, 1987). 5. Pemberian Perlakuan Hewan uji Pada uji ini tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 6 ekor, masing-masing kelompok diberi perlakuan sebagai berikut : a. Perlakuan I, sebagai kontrol negatif diberi aquadest 2,5ml/200g BB secara peroral. b. Perlakuan II, sebagai kontrol positif diberi Levamisol dengan dosis 2,97mg/200g BB secara peroral.
c. Perlakuan III diberi infusa daun cermai dengan kadar 1,2% b/v secara peroral. d. Perlakuan IV diberi infusa daun cermai dengan kadar 2,4% b/v secara peroral. e. Perlakuan V diberi infusa daun cermai dengan kadar 4,8% b/v secara peroral. Perlakuan diberikan terus-menerus selama 14 hari. Pada hari ke-8, tikus disuntik antigen 0,1 ml secara intraperitoneal dan pada hari ke-14 disuntik antigen secara subplantar. Pada hari ke15, diambil darah lewat vena orbitalis untuk mengukur jumlah leukosit dan limfosit. 6. Pengujian Aktivitas Imunostimulan a. Uji reaksi hipersensitivitas tipe lambat Pada hari ke-14, volume kaki kiri tikus diukur sebelum disuntikkan 0,1 ml sel darah merah domba 5%. Volume kaki kiri diukur lagi setelah 24 jam dari penyuntikkan. Perbedaan antara volume kaki kiri sebelum dan setelah penyuntikkan dinyatakan dalam persentase. b. Pengukuran jumlah leukosit dan limfosit Sampel darah yang diambil dilarutkan dalam reagen Turk dengan menggunakan pipet
leukosit. Sampel diteteskan di kanan/kiri kamar hitung dan kemudian dihitung leukosit dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 10x. Pada pengukuran limfosit, dibuat preparat apus darah dan pewarnaan giemsa. Preparat direndam dalam larutan giemsa, kemudian dicuci dengan aquadest dan dikeringkan di rak. Diamati dengan mikroskop. c. Pengukuran volume limpa Pada hari ke-15, tikus dibedah dan diambil limpanya. Kemudian dibersihkan dari lemak yang menempel. Limpa diukur volumenya dengan menggunakan tabung volume. 7. Analisa Data Data pengukuran jumlah leukosit, jumlah limfosit, reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan volume limpa dianalisa dengan SPSS versi 21. Uji distribusi normal (uji Shapiro-Wilk) dan uji homogenitas (uji Levene). Dilanjutkan dengan uji ANOVA satu jalan, apabila terdapat perbedaan antar kelompok dilanjutkan uji Post Hoc Tukey atau LSD.
HASIL Determinasi Tanaman Kunci determinasi : 1b, 2b, 3b, 4b, 12b, 13b, 14b, 17b, 18b, 19b, 20b, 21b, 22b, 23b, 24b, 25a…Famili 99 : Euphorbiaceae. 1b, 3b, 4b, 6b, 57a, 58b, 62b, 64a, 65b, 66a…Genus 8 : Phyllanthus 1a, 6b, 8a, 9a……Spesies : Phyllanthus acidus (L.) Skeells Identifikasi Kandungan Kimia Tabel I. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia No.
Reaksi
Hasil
Interpretasi
1
Infusa + NaOH
Kuning kecoklatan
+ flavonoid
2
Infusa + air panas + HCl 2N pekat
Busa 5 cm
+ saponin
Tabel II. Suhu tubuh hewan uji setelah induksi antigen
Kelompok Perlakuan Kontrol negatif Kontrol positif Dosis I (1,2%) Dosis II (2,4%) Dosis III (4,8%)
Suhu setelah induksi antigen hari ke-9 (Mean ± SD) 35,8 ± 0,226 35,9 ± 0,337 36 ± 0,266 36 ± 0,344 35,9 ± 0,240
Suhu setelah induksi antigen Hari ke-15 (Mean ± SD) 37,2 ± 0,055 38,6 ± 0,052 37,5 ± 0,052 37,8 ± 0,063 38,2 ± 0,110
Tabel III. Persentase Perubahan Volume Udem, Jumlah Leukosit, Jumlah Limfosit dan Volume Limpa Tikus Sprague Dawley Persentase Jumlah perubahan Volume Leukosit Kelompok volume Limpa (ml) 3 3 (x10 /mm ) udem(ml) Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Kontrol negatif
0,19 ± 0,049
8,39 ± 0,43
0,83 ± 0,40
Kontrol positif
0,60 ± 0,01
15,68 ± 0,19
1,41 ± 0,37
Dosis I (1,2% b/v)
0,49 ± 0,048
11,30 ± 0,38
0,91 ± 0,37
Dosis II (2,4% b/v)
0,54 ± 0,011
11,35 ± 0,35
0,91 ± 0,37
Dosis III (4,8% b/v)
0,59 ± 0,02
15,68 ± 0,19
1,33 ± 0,40
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, terbukti bahwa infusa daun cermai memiliki aktivitas imunostimulan. Hal ini terlihat dari pengujian reaksi hipersensitivitas tipe lambat, pengukuran jumlah leukosit dan limfosit serta pengukuran volume limpa. Pada pengujian reaksi hipersensitivitas tipe lambat, diperoleh data persentase perubahan volume udem, dimana infusa daun cermai 4,8% b/v dapat meningkatkan volume udem yang sebanding dengan levamisol. Peningkatan volume udem tersebut terjadi akibat penarikan makrofag ke tempat masuknya antigen yang menggambarkan peningkatan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Peningkatan reaksi ini mengindikasikan adanya peningkatan kemampuan sel imun tikus dalam menanggapi antigen (Kresno, 2010). Pada pengukuran jumlah leukosit, infusa daun cermai 4,8% b/v dapat meningkatkan jumlah leukosit yang sebanding dengan levamisol. Peningkatan jumlah leukosit ini menandakan adanya suatu infeksi atau masuknya suatu antigen ke dalam tubuh dan merupakan salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri dari antigen (Sadikin, 2002). Sedangkan pada pengukuran jumlah limfosit yang merupakan salah satu jenis leukosit, infusa daun cermai tidak dapat meningkatkan jumlah limfosit yang sebanding dengan
levamisol. Hal ini kemungkinan karena infusa daun cermai tidak spesifik hanya meningkatkan limfosist, akan tetapi cenderung meningkatkan jenis leukosit yang lain, sehingga jumlah leukosit total mengalami kenaikan. Pada pengukuran volume limpa, diperoleh data bahwa infusa daun cermai 4,8% b/v dapat memperbesar ukuran limpa sebanding dengan levamisol. Pembesaran volume limpa ini merupakan reaksi yang sering timbul akibat paparan benda asing (Raviola, 2002). Besarnya volume limpa atau splenomegali tersebut diperkirakan karena kerja limpa yang berat dalam memproduksi sel limfosit (Hargono dkk, 2000). Pada penelitian ini, pengukuran volume limpa dilakukan pada saat hewan uji mengalami kenaikan suhu badan, sehingga menyebabkan limpa mengalami pembesaran atau splenomegali. Oleh karena itu, untuk melihat efek infusa daun cermai terhadap splenomegali diperlukan pengukuran volume limpa pada saat suhu badan hewan uji kembali normal dimana penurunan suhu badan merupakan salah satu parameter sudah tidak adanya proses inflamasi sehingga diharapkan limpa
DAFTAR PUSTAKA Bellanti, J.A.,1993, Imunologi III, 18, George University School of Medicine, Washington DC. Dalimartha, S., dan T. Agriwidya, 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I, Jakarta. Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Cetakan Kedua, oleh Padmawinata, K. dan Soediro,I., Penerbit ITB, Bandung. Hargono, D., Winarno, M.W., dan Werawati, A., 2000, Pengaruh Perasan Daun Ngokilo (Gynura
yang memproduksi limfosit sebagai antibodi mengalami penurunan volume.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN a. Infusa daun cermai (Phyllanthus acidus L. Skeells) memiliki aktivitas imunostimulan pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi dengan antigen sel darah merah domba. b. Infusa daun cermai dengan kadar 4,8% b/v memiliki aktivitas imunostimulan yang sebanding dengan Levamisol 2,97mg/200g. 2. SARAN a. Perlu dilakukan uji toksisitas infusa daun cermai pada hewan uji agar penggunaannya dapat lebih aman dan efektif. b. Perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas imunostimulan dengan menggunakan metode lain.
procumbens L.Merr) Terhadap Aktivitas Sistem Imun Mencit Putih. http://www.kalbe.co.id Kresno, S.B., 2010, Imunologi: Diagnosis dan Proses Laboratorium, Edisi Kelima, 179, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Raviola, E., 2002, Limpa Dalam, Buku Ajar Histologi Edisi 12, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Sadikin, Moh., 2002, Biokimia Darah, hal: 101-102, 108-109, Widya Medika, Jakarta.
Yuniarti, T., 2008, Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional, 3, 83-85,
Penerbit PT. Buku Kita, Jakarta.