TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu

Spesies-spesies ini disebarkan oleh lalat tsetse. (Glossina spp.), kadang-kadang oleh lalat peng- gigit (biting flies) (1, 3). Spesies lain yang juga ...

34 downloads 499 Views 581KB Size
TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983) Ismu Prastyawati Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor

PENDAHULUAN

TRYPANOSOMIASIS

Tulisan ini merupakan hasil kunjungan penulis selama mengikuti kursus mengenai penyakit hemotropis yang diselenggarakan oleh ILRAD (International Laboratory for Research on Animal Diseases) di Nairobi, Kenya pada bulan Februari Maret 1983 .

Berbagai jenis Trypanosomiasis ditemukan hampir di seluruh dunia, seperti di Afrika, Amerika Latin, Asia dan di Timur Tengah . Di Afrika, Trypa nosomiasis ditemukan di daerah seluas kira-kira 10 juta km' atau sepertiga luas benua itu (1 ). Penyakit ini disebabkan oleh parasit protozoa yang dapat menyerang hewan ternak, hewan liar dan manusia. Penelitian di ILRAD dititikberatkan pada spesies-spesies terpenting yang mempengaruhi ekonomi di Afrika, yaitu : T. congolense, T. vivax dan T. brucei yang terutama menyerang ternak sapi, kambing dan domba, juga hewan liar (1) . Spesies-spesies ini disebarkan oleh lalat tsetse (Glossina spp.), kadang-kadang oleh lalat penggigit (biting flies) (1, 3) . Spesies lain yang juga menyerang ternak termasuk unta yaitu T. evansi dan disebarkan oleh lalat penggigit (3) . Trypanosomiasis, jika menyerang hewan dapat menyebabkan anemia, menghambat pertu,mbuhan, infertilitas, keguguran dan sering mengakibatkan kematian pada ternak . Hewan-hewan yang bertahan hidup akan menunjukkan penurunan produksi yang nyata . Trypanosoma adalah parasit bersel tunggal yang menginvasi aliran . darah atau jaringan tubuh.

Kenya mempunyai luas kira-kira 225.000 mil persegi, kira-kira sebesar pulau Kalimantan dan berpenduduk kurang lebih 1 5 juta jiwa . Negara ini beriklim tropis, tetapi hanya 20% tanahnya yang dapat ditanami dengan tanaman pangan . Penyakit hemotropis yang penting pada ternak yang terdapat di Afrika yaitu Theileriosis, Trypanosomiasis, Babesiosis, Anaplasmosis, Heartwater, Eperythrozoonosis dan Borreliosis . Penyakit parasit, terutama Theileriosis merupakan masalah yang cukup berat di sebagian besar benua Afrika, termasuk Kenya. ILRAD didirikan pada tahun 1973 di Nairobi, ibukota Kenya, dan diresmikan pada bulan April 1978 oleh Presiden Daniel arap Moi . ILRAD didiri kan untuk mengembangkan dan meneliti cara-cara yang efektif dalam menanggulangi penyakit ternak. Laboratorium ini dibiayai oleh Bank Dunia, UNDP, The Rockefeller Foundation, dan negaranegara Australia, Belgia, Kanada, Jerman Barat, Irlandia, Belanda, Norwegia, Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat. Sedangkan fasilitas lain berupa tanah seluas 70 hektar diberikan oleh pemerintah Kenya. Sejak tahun 1981, lebih dari 35 orang ilmuwan dan 300 orang staf dari berbagai bangsa bergabung menjadi satu untuk bekerja di ILRAD. Penelitian di ILRAD saat ini diutamakan pada penyakit ternak yang mempunyai kepentingan ekonomi terbesar di Kenya khususnya dan di Afrika umumnya, yaitu Trypanosomiasis dan East Coast Fever (ECF/Theileriosis) .

I.

Daur hidup T. b. brucei, T. congolense dan T. vivax (3) .

T. brucei brucei berkembang di dalam tubuh lalat tsetse, yaitu di usus tengah (midgut), proventrikulus, di kelenjar ludah, tempat bentuk meta siklik yang infektif dihasilkan . Beribu-ribu parasit metasiklik ditemukan dalam alat makan (feeding probe) lalat yang terinfeksi . Laju infeksi pada lalat di lapangan hanya sekitar 0,1 %, sedangkan laju infeksi di laboratorium bervariasi antara 1 - 15% . Parasit berkembang 2 sampai 4 minggu dan lalat menjadi infektif . 13

1. PRASTYAWATI : Trypanosomiasis dan Theileriosis

T. congolense berkembang antara 2 - 4 minggu di dalam usus, proventrikulus dan kelenjar ludah lalat tsetse tempat bentuk metasiklik dihasil kan dan tsetse menjadi infektif . Hanya ada sekitar 50 - 100 parasit metasiklik yang ditemukan dalam alat makan lalat terinfeksi . Laju infeksi pada lalat di lapangan kira-kira 2% dan di laboratorium 5 - 15% . T. vivax berkembang di dalam mulut lalat tsetse . Lalat dari berbagai macam umur dapat terinfeksi dan laju infeksi pada lalat di lapangan cukup tinggi, yaitu sekitar 10 - 20% dan di laboratorium bisa sampai 100% . Parasit yang

dihasilkan relatif sedikit dan belum diketahui apakah parasit ini mempunyai mantel permukaan (surface coat) atau tidak . Selama perjalanan infeksi di dalam tubuh mamalia, T.b. brucei mengalami perubahan morfologi menjadi bentuk yang lebih infektif terhadap tsetse . T. congolense dan T. vivax bisa mengalami perubahan di dalam tubuh mamalia tetapi hal ini tidak disertai dengan perubahan morfologi yang nyata. Secara skematis, daur hidup ketiga spesies Trypanosoma di atas dilukiskan pada Gambar 1 .

Sumber : Annual Report of the ILRAD (3) . Gambar 1 . Daur hidup T.b . brucei, T. congolense dan T. vivax . Gambar dengan garis tebal menunjukkan parasit yang mempunyai mantel permukaan yang mengandung bermacam antigen glikoprotein . Garis yang tipis menggambarkan bentuk yang tidak mempunyai mantel dan tidak infektif terhadap mamalia. 14

WARTAZOA Vol. 1 No . 4, Juli 1984

II .

Usaha-usaha pengendalian penyakit .

Penelitian di bidang pengebalan hewan masih terus dikerjakan, juga pada penggunaan teknikteknik pemeliharaan secara in vitro. Pada umum nya hewan-hewan yang terserang penyakit ini sulit untuk sembuh atau memperoleh kekebalan . Hal ini berhubungan dengan fenomena yang disebut variasi antigenik (3) . Antigen yang terdapat pada mantel permukaan berubah dengan cepat sehingga inang tidak bisa menghasilkan antibodi dengan cepat pula untuk melawan serangan penyakit . Pemeliharaan parasit secara in vitro penting untuk penelitian baik secara parasitologis, imunologis maupun biokimiawi . Hal ini tidak dapat di lakukan jika parasit tidak bisa dipelihara di luar tubuh inangnya . T. vivax berhasil dipelihara dalam laboratorium pada bentuk seperti yang terdapat dalam aliran darah yang morfologi dan infektivitasnya terhadap hewan tidak berubah. T. brucei dan T. congolense juga sudah berhasil dipelihara secara in vitro pada semua tahap daur hidupnya (3) . Dilakukan pula penelitian hubungan antara R. appendiculatus parasit, vektor dan inang secara epidemiologis, East Coast Fever juga cara-cara yang efektif untuk mengendalikan penyakit . Saat ini penyakit dikendalikan dengan Sumber : Annual Report of the ILRAD (3) . pemakaian obat-obatan dan insektisida serta pemGambar 2 . Peta distribusi caplak R . appendicubakaran semak-semak tempat hidup lalat (1) . latus ' Percobaan obat dilakukan pada hewan ternak dan T.p . parva di Afrika Timur dan Tengah. seperti sapi, domba dan unta serta pada hewan laboratorium yaitu mencit putih. Percobaan-percobaan ini dilakukan di "Chemotryp Project Veterinary Laboratory" di Kabete . Penelitian di lapangan dilakukan oleh Kenya Trypanosomiasis Research Institute (KETRI) pada hewan sapi dan unta Penyakit ini mengurang ternak sapi, domba dan yang diselenggarakan di Galana Ranch (Gambar kambing. Penelitian Theileriosis di ILRAD ditekan3) . kan pada penyakit East Coast Fever (ECF) yang Dalam pengendalian penyakit ini diusahakan menimbulkan banyak kerugian di negara-negara pula untuk mengurangi kontak antara ternak, Kenya, Uganda, Zambia, Ruanda, Burundi, Zaire, hewan liar dan vektor penyakit (3) . Selain itu di Malawi, Mozambique dan Zimbabwe (2) . lakukan pula usaha pengembangan ternak-ternak ECF disebabkan oleh Thederia parva yang "trypanotolerant" yang tahan terhadap serangan disebarkan oleh caplak Rhipicephalus appendicupenyakit ini. Sapi lokal, yakni Boran merupakan latus sebagai vektor (lihat Gambar 2) . Di Kenya salah satu jenis sapi yang trypanotoleran . Dalam terdapat 2 sub-spesies, yaitu T. parva parva dan peningkatan usaha yang terakhir ini ILRAD T. parva lawrencei. T.p . parva menyebabkan bekerjasama dengan ILCA (International Livestock penyakit East Coast Fever (ECF) yang klasik dan_ Centre for Africa (1) . T.p . lawrencei menyebabkan penyakit Corridor pada sapi (5) . Penyakit yang disebabkan T.p . lawrencei ini dapat dipastikan terjadi jika ditemukan kerbau Afrika (Syncerus caffer) dan R. appendiculatus secara bersama-sama (5) . Infeksi oleh T.p . THEILERIOSIS parva dapat mengakibatkan kematian sampai Theileriosis terjadi di daerah pertanian yang 100% pada hewan yang peka (4) . Daur hidup T.p. berpotensi tinggi di Afrika Timur dan Tengah . parva digambarkan pada diagram Gambar 4 .

ON

15

1. PRASTVAWATI : Trypanosomiasis dan Theileriosis

Gambar 3 . Pengambilan darah unta pada percobaan obat Trypanosoma di lapangan, Galana Ranch.

CELENJAR LUDAH CAPLAK]

LIMFOSIT

MAKROSKIZON Q` MIKROMEROZOIT ERITROSIT JARINGAN LIMFOID DAN DARAH

IUSUS

CAPLAK

Sumber : Annual Report of the ILRAD (3) . Gambar 4. DaurhidupT .p . parva .

WARTAZOA Vol. 1 No. 4, Juli 1984 I.

Pengendalian penyakit .

Pada waktu sekarang ini ECF dikendalikan dengan cara "dipping" atau "spraying", untuk membunuh caplak, paling sedikit dua kali seming gu pada daerah yang tinggi infestasi caplaknya. Selain dua cara tersebut, digunakan pula obatobatan untuk mengobati dan mencegah ECF, tetapi tidak satu pun cara-cara itu yang dijalankan dengan teratur. Pada saat ini ada dua macam obat yang efektif untuk Theileriosis . Masalah lain yang mungkin timbul adalah akarisida yang diberikan dapat mengakibatkan kekebalan pada caplak, sehingga perlu dikembangkan cara lain misalnya pengembangan penggunaan vaksin . Untuk percobaan imunisasi digunakan sporozoit . Hewan yang diinokulasi dengan sporozoit T.p . parva dan diobati dengan Oxytetracyclin akan menimbulkan gejala penyakit yang tidak ganas dan

akhirnya tahan terhadap infeksi dari galur yang sama . Kelemahan cara ini adalah beberapa isolat T.p . parva tidak memberikan perlindungan silang dan tidak semua galur dapat dikendalikan dengan penggunaan Oxytetracyclin, sehingga dapat menimbulkan kematian terutama pada hewan muda (3,4) . Penelitian lain adalah penggunaan makroskizon untuk vaksin . Sel limfoblas sapi diinfeksi dengan makroskizon Theileria. Untuk imunisasi yang berhasil harus digunakan sel dari hewan yang sama dan diinfeksi dengan sporozoit secara in vitro agar hewan tersebut tidak menolak sel yang masuk sebelum parasit ditransfer ke tubuhnya . Cara lain adalah dengan menggunakan sejumlah besar sel limfe (kira-kira 100 juta) dari hewan lain sehingga masih ada sel yang bertahan pada reaksi penolakan tubuh tersebut .

Gambar 5 . Syncerus caffer adalah bagi penyakit Theileriosis .

"carrier"

1 7

!. PRASTYAWATI : Trypanosomiasis dan Theileriosis II .

Hubungan antara penyakit dan hewan liar sebagai " carrier" .

Kerbau Afrika (S. caffer) merupakan "carrier" T. p. lawrencei yang kronis yang bisa menimbulkan angka kematian yang tinggi pada sapi (Gambar 5) . Di daerah-daerah yang terdapat kerbau, pola penyakit pada sapi menjadi lebih kompleks daripada situasi tempat sapi tidak berkontak dengan kerbau (5) . Parasit Theileria yang dibawa oleh kerbau akan berubah secara antigenis, sehingga sapi yang diberi pengebalan terhadap parasit yang diisolasi dari kerbau mungkin akan peka terhadap isolat lain dari kerbau yang sama, hanya beberapa bulan sesudahnya . Perubahan secara antigenis ini sedang dipelajari oleh ILRAD yang bekerjasama dengan Kenya Veterinary Research Laboratory .

DAFTAR PUSTAKA 1 . Anonymous . 1982 . Trypanosomiasis Research at the ILRAD. Brochure International Laboratory for Research on Animal Diseases . Nairobi, Kenya. 2 . Anonymous . 1982 . Theileriosis Research at the ILRAD . Brochure International Laboratory for Research on Animal Diseases . Nairobi, Kenya. 3. Anonymous . 1981 . Annual Report of the International Laboratory for Research on Animal Diseases . Nairobi, Kenya . 4. Irvin, A.D . 1983 . Komunikasi pribadi . 5 . Irvin, A.D ., M .P . Cunningham and A.S . Young . 1981 . Advances in the control of Theileriosis . Proceedings of an International Conference held at the ILRAD in Nairobi, 1981 .