UJI AKTIVITAS FORMULASI GEL ANTIJERAWAT EKSTRAK DAUN

Download Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) adalah jenis tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Telah dilakukan penelitian uji a...

10 downloads 957 Views 952KB Size
UJI AKTIVITAS FORMULASI GEL ANTIJERAWAT EKSTRAK DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lam.) TERHADAP BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi Pada Program Studi D3 Farmasi

Oleh : AGUNG WIGUNA NIM. 13DF277001

PROGRAM STUDI D3 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016

INTISARI

UJI AKTIVITAS FORMULASI GEL ANTIJERAWAT EKSTRAK DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lam.) TERHADAP BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO1 Agung Wiguna2 Panji Wahlanto, S.Farm,.Apt3 Nia Kurniasih, M.Sc., Apt4

Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) adalah jenis tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Telah dilakukan penelitian uji aktivitas formulasi gel antijerawat ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) terhadap bakteri Staphylococcus Aureus secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak daun nangka mempunyai pengaruh terhadap mutu sediaan gel dan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun nangka dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi untuk membuat 3 konsentrasi ekstrak daun nangka yaitu konsentrasi 1%, 5%, dan 10%, sediaan yang digunakan adalah gel. Sediaan gel untuk uji aktivitas antibakteri digunakan gel dengan uji evaluasi paling baik dari ketiga konsentrasi. Gel dengan ekstrak daun nangka konsentrasi 1% memenuhi uji evaluasi paling baik dan sebagai kontrol uji aktivitas antibakteri, dengan pembanding gel clindamycin sebagai kontrol positif dan gel tanpa zat aktif sebagai kontrol negatif. Uji Anova One Way menunjukan bahwa gel ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) dengan konsentrasi 1% sebagai kontol uji mempunyai perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap gel clindamycin dan gel tanpa zat aktif sebagai kontrol negatif. Gel ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) konsentrasi 1% memiliki aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus Aureus secara in vitro. Kata Kunci

: Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam), Ekstrak, Gel, Antibakteri, Staphylococcus aureus. Keterangan : 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pebimbing II

vi

ABSTRACT

TEST ACTIVITIES ANTI-ACNE GEL FORMULATIONS LEAF EXTRACT JACKFRUIT (Artocarpus heterophyllus Lam.) AGAINST Staphylococcus Aureus BACTERIA FOR IN VITRO1 Agung Wiguna2 Panji Wahlanto, S.Farm,.Apt3 Nia Kurniasih, M.Sc., Apt4

Jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam) is a tropical plant species that grow in Indonesia. Has done extensive research activity test anti-acne gell formulation leaf extracts of jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam.) to Staphylococcus aureus in vitro. The study aims to determine and prove that the concentration difference jackfruit leaf extract has an effect on the quality of gell formulation and to determine the antibacterial activity of jackfruit leaf extract in inhibiting the growth of bacteria and kill the bacterium Staphylococcus aureus. This study uses extraction methods for making 3 jackfruit leaf extract concentration is a concentration of 1%, 5% and 10%, the dosage used was a gell. Gell preparation for antibacterial activity test used a gell with the most excellent evaluation test of the three concentrations. Gell with jackfruit leaf extract 1% concentration meets the most excellent evaluation test and a test control antibacterial activity, by comparison clindamycin gell as a positive control and a gel without the active substance as a negative control. One Way ANOVA test showed that the extract gell jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam) with a concentration of 1% as a dick test has a significant difference (p <0.05) against clindamycin gell and gell without the active substance as a negative control. Gel extracts of jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam) concentration of 1% had activity against Staphylococcus aureus in vitro. Keywords

: Jackfruit Leaves (Artocarpus heterophyllus Lam), Extract, Gell, Antibacterial, Staphylococcus aureus. Information : 1 Title, 2 Student Name, 3 Name Of Supervisor I, 4 Name Of Supervisor II

vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) adalah jenis tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Tanaman nangka berbuah sepanjang tahun jika dirawat dengan baik dan tidak ada kemarau yang terlalu panjang. Bahwa kita ketahui di masyarakat umum belum mengetahui dan belum memanfaatkannya secara optimal bahwa daun nangka memiliki banyak manfaat.seperti mengobati berbagai macam penyakit dalam tubuh, mengangkat sel kulit mati, obat jerawat. Daun nangka mengandung saponin, flavonoid, dan tanin, pada buah nangka yang masih muda dan akarnya mengandung

saponin

(Hutapea,

1993).

Daun

nangka

dalam

pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit kulit (Prakash dkk, 2009). Senyawa saponin, flavonoid, dan tannin dapat bekerja sebagai antimikroba dan merangsang pertumbuhan sel baru pada luka. Senyawa saponin akan merusak membrane sitoplasma dan membunuh sel bakteri (Assani, 1994). Senyawa flavonoid mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel tanpa dapat diperbaikilagi (Pelczardkk., 1998).

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanamtanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS. An-Nahl 1116)

1

2

Dalam ayat diatas secara umum menjelaskan bahwa tanaman yang ada dibumi ini memiliki banyak sekali manfaatnya bagi manusia termasuk tanaman nangka. Diantaranya dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik wajah dan zat aktif untuk gel. Pada

permukaan

kulit

manusia

terdapat

berbagai

mikroorganisme yang pada kondisi tertentu mikroorganisme tersebut mampu menginfeksi kulit. Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa diketahui sebagai bakteri penyebab berbagai infeksi kulit dan jaringan lunak yang mampu mengancam jiwa (Sudibyo dkk, 2008). Kulit merupakan organ terluas penyusun tubuh manusia yang terletak paling luar dan menutupi seluruh permukaan tubuh. Letak paling

luar

menyebabkan

kulit

yang

pertama

kali

menerima

rangsangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Hal-hal tersebut menyebabkan kulit rentan terkena penyakit. Salah satu penyakit kulit yang paling sering diderita oleh masyarakat adalah jerawat. Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari serangan mikroorganisme dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit (Wasitaatmadja,

2007).

Namun

dalam

kondisi

tertentu

factor

perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dan seringkali akibat bakteri yang melekat pada kulit menyebabkan terjadinya jerawat. Jerawat (acne) adalah salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat perhatian bagi para remaja dan dewasa muda (Yuindartanto, 2009). Kulit yang berminyak menyebabkan pori-pori tersumbat, sehingga bakteri

anaerobic

seperti

Staphyloccocus

aureus

akan

berkembangbiak dengan cepat dan menyebabkan timbulnya jerawat (Mumpuni dan Wulandari, 2010). Oleh karena itu dibutuhkan kosmetika untuk mengobati jerawat agar bakteri penyebab jerawat tersebut dapat dihilangkan.

3

Bentuk sediaan gel lebih baik digunakan pada pengobatan jerawat dari pada bentuk sediaan krim karena sediaan gel dengan pelarut yang polar lebih mudah dibersihkan dari permukaan kulit setelah pemakaian dan tidak mengandung minyak yang dapat meningkatkan keparahan jerawat (Sasantiet al., 2012). Gel dipilih karena tidak mengandung minyak sehingga tidak akan memperburuk jerawat, bening, mudah mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci, juga bentuk sediaan gel cocok untuk terapi topical pada jerawat terutama penderita dengan tipe kulit berminyak (Voigt, 1994). Gel dengan basis hidrofilik dan yang bersifat memperlambat proses pengeringan merupakan bahan yang cocok untuk gel sehingga mampu bertahan lama pada permukaan kulit (Bakker dkk., 1990). Basis hidrofilik tersebut diantaranya adalah karbopol dan CMC-Na. Keuntungan penggunaan CMC-Na sebagai basis gel diantaranya adalah memberikan viskositas stabil pada sediaan (Lieberman dkk., 1998). Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuat formulasi gel antijerawat ekstrak daun nangka dan melakukan uji antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

B. Batasan Masalah 1. Dalam evaluasi gel dilakukan uji organoleptik, uji pH, uji dayasebar, uji waktu sediaan mengering, uji homogenitas, uji daya lekat. 2. Uji aktivitas antibakteri diambil konsentrasi yang paling baik dari 1%, 5%, 10%.

4

C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun nangka terhadap mutu sediaan gel ? 2. Konsentrasi gel ekstrak daun nangka manakah yang paling berpengaruh

terhadap

penghambatan

pertumbuhan

bakteri

Staphylococcus aureus ?

D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan membuktikan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak daun nangka mempunyai pengaruh terhadap mutu sediaan gel. 2. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun nangka dalam menghambat

pertumbuhan

bakteri

dan

membunuh

bakteri

Staphylococcus aureus.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat menjadi acuan bagi peniliti selanjutnya untuk mengembangkan sediaan farmasi dari daun nangka. 2. Manfaat Praktis Diharapkan dapat memberikan informasi penting bahwa daun nangka dapat digunakan dalam bentuk sediaan gel dan sebagai antibakteri.

5

F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Sekarang Uji Aktivitas Formulasi Gel Antijerawat Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro

Terdahulu Formulasi Dan Uji Aktivitas Gel Antijerawat Ekstrak Umbi Bakung (Crinum Asiaticum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro

Nama Peneliti

Agung Wiguna

Tahun

2016

Yuni Arista N. Kumasean, Paulina V.Y. Yamlean, Hamidah S. Supriati 2013

Tempat Penelitian

STIKes Ciamis

Judul

Persamaan

Perbedaan

Muhammadiyah

Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Webb) Sebagai Anti Jerawat Dengan Basis Sodium Alginate Dan Aktivitas Antibakterinya Terhadap Staphylococcus epidermidis Windy Widia

2012

Laboratorium Advance, Laboratorium Teknologi Farmasi, dan Laboratorium Mikrobiologi F-MIPA Universitas Sam Ratulangi Manado

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Formulasi, metode maserasi, Pelarut yang digunakan, Media yang digunakan, Uji Antibakteri Ekstrak yang digunakan

Formulasi Metode maserasi, Pelarut yang digunakan. Ekstrak yang digunakan, Pelarut yang digunakan, Uji Antibakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar 1. Tanaman Nangka Gambar 2.1 Daun Nangka

Tanaman nangka mempunyai klasifikasi dan mofologi sebagai berikut: a. Klasifikasi Tanaman Nangka Kedudukan

tanaman

nangka

dalam

sistematika

(taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut. Kingdom

: Plantae

Devisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Famili

: Moraceae

Genus

: Artocarpus

Spesies

: Artocarpus heterophyllus

(Syamsuhidayat, and Hutapea,J.R, 1991) b. Nama lain Panah (Aceh), pinasa, sibodak, nangka atau naka (Batak), baduh atau enaduh (Dayak), binaso, lamara atau malasa (Lampung), naa (Nias), kuloh (Timor), dan nangka (Sunda dan Madura) (Rukmana, 2008).

6

7

c. Morfologi Tanaman Nangka Pohon Artocarpus heterophyllus memiliki tinggi 10-15 m. Batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun nangka tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun yang menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir, berada diketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan betinanya terpisah dengan tangkai yang memiliki cincin, bunga jantan ada dibatang baru diantara daun atau diatas bunga betina. Buah berwarna kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda (Heyne, 1987). Daun terbentuk bulat telur dan panjang, tepi nya rata, tumbuh secara berselang-seling, dan bertangkai pendek, permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilap, kaku, dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Bunga tanaman nangka berukuran kecil, tumbuh berkelompok secara rapat tersusun dalam tandan, bunga muncul dari ketiak cabang atau pada cabang-cabang besar, bunga jantan dan betina terdapat dalam sepohon (Rukmana, 2008). Daun tanaman ini direkomendasikan oleh pengobatan ayur veda sebagai obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka member efek hipoglikemi (Chandrika, 2006). Selain itu daun pohon nangka juga dapat digunakan sebagai pelancar ASI, borok (obat luar), dan luka (obat luar). Daging buah nangka muda (tewel) dimanfaatkan sebagai makanan sayuran yang mengandung albuminoid dan karbohidrat. Sedangkan biji nangka dapat digunakan sebagai obat batuk dan tonik (Heyne, 1987).

8

Biji

nangka

dapat

diolah

menjadi

tepung

yang

digunakan sebagai bahan baku industry makanan (bahan makan campuran). Khasiat kayu sebagai antispasmodic dan sedative, daging buah sebagai ekspektoran, daun sebagai laktagog. Getah kulit kayu juga telah digunakan sebagai obat demam, obat cacing dan sebagai antiinflamasi. Pohon nangka dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kandungan kimia dalam kayu adalah morin, sianomaklurin (zat samak), flavon, dan tannin. Selain itu, dikulit kayunya juga terdapat senyawa flavonoid yang baru, yakni morusin, artonin E, sikloartobilo

santon,

dan

artonol

B

(Ersam,

2001).

Bioaktivitasnya terbukti secara empiric sebagai antikanker, antivirus, antiinflamasi, diuretil, dan antihipertensi (Ersam, 2001). d. Kandungan Kimia Tanaman nangka daunnya mengandung saponin, flavonoid, dan tannin sedangkan buahnya yang masih muda dan akarnya mengandung saponin dan polifenol (Hutapea, 1993). e. Kegunaan Daun Artocarpus heterophyllus berkhasiat melancarkan air susu dan sebagai obat koreng (Hutapea, 1993). Menurut (Prakash dkk, 2009), daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit kulit. 2. Gel Gel adalah system semi padat dimana fase cairnya dibentuk dalam suatu matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis) yang tingkat ikatan silang fisik (atau kadang-kadang kimia) –nya tinggi. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan

9

sintetis dan semi sintetis seperti metilselulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan Carbopol (Lachman, 1994:1092). Gel adalah system dua komponen berbentuk setengah padat yang banyak mengandung air. Pada gel yang bersifat polar (berasal dari polimer alam atau sintetik) dalam konsentrasi rendah (<10%) membentuk matriks tiga dimensi pada keseluruhan masa hidrofilik. Karena zat pembentuk gel tidak larut sempurna atau karena membentuk agregat yang dapat membiaskan cahaya maka system ini dapat bersifat jernih atau keruh. Polimer ini terdiri atas: gom alam, tragakan, karagen, pektin, agar, asam alginat; bahan semi sintetik antaralain metilselulosa, hidroksietilselulosa, CMC; polimer sintetik antaralain carbopol dan juga digunakan beberapa jenis ”clay” (Agoes,1993:169). Evaluasi kestabilan gel meliputi: a. Pengamatan organoleptik Pengujian organ oleptik dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan bentuk, bau dan warna sediaan yang dilakukan secara visual sesudah pembuatan basis. Sediaan biasanya jernih dengan konsistensi setengah padat (Septiani , 2011). b. Pengujian waktu mengering Dilakukan dengan cara mengoleskan gel kepunggung tangan dan amati waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering, yaitu waktu dari saat mulai dioleskannya gel hingga benar-benar terbentuk lapisan yang kering. Kemudiaan waktu tersebut dibandingkan dengan waktu kering masker produk innovator yang beredar dipasaran yaitu sekitar10-20 menit. Pengujian dilakukan secara triplo dan dilakukan selama waktu penyimpanan (Vieira,etal,.2009).

10

c. Uji pH Dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda pH meter kedalam setiap sediaan gel yang sebelumnya telah dilarutkan dengan aquadestilata. Setelah elektroda tercelup, kemudian didiamkan hingga layar pada pH meter menunjukan angka yang stabil. Persyaratan pH untuk sediaan topical yaitu antara 5-10 (Wathoni,2009). d. Daya sebar Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kecepatan penyebaran gel pada kulit saat dioleskan pada kulit. Sebanyak 1 gram sediaan gel diletakkan dengan hatihati diatas kaca berukuran 20x20 cm. Selanjutnya ditutupi dengan kaca yang lain dan digunakan pemberat diatasnya hingga bobot mencapai 125 gram dan diukur diameternya setelah 1 menit. Persyaratan daya sebar yaitu antara 5-7cm (Gargetal, 2002). e. Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah dibuat homogen atau tidak. Caranya, gel dioleskan pada kaca transparan dimana sediaan diambil 3 bagian

yaitu

atas,

tengah

dan

bawah.

Homogenitas

ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar (Ditjen POM, 2000). f.

Daya Lekat Sampel 0,25 gram diletakkan diantara 2 gelas obyek, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu beban diangkat dari gelas obyek, kemudian gelas obyek dipasang pada alat test. Alat uji diberi beban 80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan gel dari gelas obyek (Miranti, 2009).

11

3. CMC-Na (Natrium Karboksimetilelulosa) Merupakan garam natrium dari asamselulos aglikol dan dengan demikian berkarakter ionik. Sediaan dengan 7-10% zat bersifat

mudah

disebarkan,

konsistensinya

plastis.

Untuk

membuat salap, serbuknya digerus dengan bahan penahan lembab, kedalamnya ditambahkan air sebagian demi sebagian dan dibiarkan membengkak. Proses pembengkakannya hanya sambil diaduk kontinyu, sedikit tergantung dari suhu. Na CMC bias larut baik didalam air dingin maupun air panas. Larutan dalam airnya stabil terhadap suhu dan tetap stabil dalam waktu lama pada suhu100ºC, tanpa mengalami koagulasi (Voight,1971:352353). 4. Metode Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian suatu senyawa kimia dari suatu bahan alam dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bias dilakukan dengan metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini dapat digunakan sampel dalam keadaan segar atau yang telah dikeringkan terlebih dahulu, tergantung pada sifat tumbuhan dan senyawa yang akan diisolasi (Anonim,2011). Metode ekstraksi yang sering digunakan adalah: a. Maserasi Maserasi

merupakan cara

ekstraksi yang paling

sederhana. Bahan yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar)

disatukan

dengan

pengekstraksi.

Selanjutnya

rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute.

12

Semakin besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Sjahid, 2008). Kelebihan cara maserasi adalah alat yang digunakan sederhana dan dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan. Kelemahan cara maserasi adalah banyak pelarut yang terpakai dan waktu yang dibutuhkan cukup lama (Anonim, 2011). b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan perkolasi

bahan,

sebenarnya

tahap

maserasi

(penetesan

atau

antara,

tahap

penampungan

ekstrak), terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (DitjenPOM, 2000). c. Soxhletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekulmolekul cairan penyari yang jatuh kedalam klonsong menyari zat aktif didalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali kelabu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Anonim, 2011).

13

5. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Berdasarkan konsistensinya, ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu ekstrak cair (ekstract afluida/liquida), ekstrak kental (exstract aspissa), ekstrak kering (extract asicca). Ekstrak cair biasanya masih mengandung sejumlah pelarut tertentu (kadar air>20%, ekstrak kental merupakan ekstrak yang pelarutnya telah diuapkan sampai batas tertentu (kadar air 1020%). Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat digunakan sebagai bahan awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Ekstrak sebagai bahan awal dianalogkan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. Sedangkan ekstrak sebagai bahan antara merupakan bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksifraksi, isolate senyawa tunggal ataupun sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun sebagai produk jadi berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan (Anonim, 2000). Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukan pada temperature ruangan (Anonim, 2000). Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Proses paling sederhana

hanyalah

menuangkan

pelarut

pada

simplisia.

Sesudah mengatur waktu sehingga sesuai untuk tiap-tiap bahan tanaman (simplisia), ekstrak dikeluarkan dan ampas hasil ekstraksi dikunci dengan pelarut yang segar sampai didapat berat yang sesuai (Agoes, 2007).

14

6. Antibakteri Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, antidiare, antibakteri dan antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty et al., 2008). Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia. Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian bakteri yaitu germisid, bakterisid, bakteriostatik, antiseptik, desinfektan (Pelczar dan Chan, 1988). 7. Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus aureus mempunyai klasifikasi dan morfologi sebagai berikut: a. Klasifikasi Divisi

: protophyta

Kelas

: schizomycetes

Bangsa

: eubacteriaces

Familia

: micrococcaceae

Genus

: staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus (Suryono, 1995).

b. Morfologi dan identifikasi Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur. Infeksi

oleh

Staphylococcus

aureus

ditandai

dengan

kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus

15

adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih

berat

meningitis,

diantaranya infeksi

endokarditis.

pneumonia,

saluran

Staphylococcus

kemih,

mastitis,

plebitis,

osteomielitis,

aureus

juga

dan

merupakan

penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma

syoktoksik

(Ryan,

etal.,

1994; Warsa, 1994).

Staphylococcus aureus merupakan gram positif. Bakteri gram positif adalah bakteri berwarna biru setelah dicuci dengan alkohol, yaitu dengan pemberian zat warna lain yaitu safranin (zat warna merah), akan tetap berwarna biru (Volk dan Wheeler, 1993).

B. Hasil Penelitian Yang Relevan Tanaman nangka daunnya mengandung saponin, flavonoid, dan tannin sedangkan buahnya yang masih muda dan akarnya mengandung saponin dan polifenol (Hutapea,1993). Daun Artocarpus heterophyllus berkhasiat melancarkan air susu dan sebagai obat koreng (Hutapea1993). Menurut daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit kulit (Prakash dkk, 2009). Gel adalah system semi padat dimana fase cairnya dibentuk dalam suatu matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis) yang tingkat ikatan silang fisik (atau kadang-kadang kimia)-nya tinggi. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asamalginat, serta bahan-bahan sintetis dan semi sintetis

seperti

metilselulosa,

hidroksietilselulosa,

karboksimetilselulosa, dan Carbopol (Lachman,1994:1092). CMC-Na (Natrium Karboksimetilelulosa) merupakan garam natrium dari asamselulos aglikol dan dengan demikian berkarakter ionik. Sediaan

16

dengan 7-10% zat bersifat mudah disebarkan, konsistensinya plastis (Voight,1971:352-353). Staphylococcus aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syoktoksik (Ryan,etal., 1994; Warsa, 1994). Pada daun nangka terdapat kandungan flavonoid, saponin dan tannin. Saponin dan flavonoid merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri yang cara kerjanya dengan merusak membrane sitoplasma dan mendenaturasi protein sel. Sehingga antibakteri

dalam

dari

gel

penelitian

ekstrak

ini,

daun

dilakukan

nangka

uji

terhadap

aktivitas bakteri

Staphylococcus aureus. Hal ini untuk mengetahui apakah gel ekstrak daun nangka mempunyai aktivitas antibakteri dan untuk mengetahui berapakah antibakteri.

kadar

ekstrak

yang

dapat

memberikan

aktivitas

17

C. Kerangka Berfikir Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Daun Nangka

Maserasi dengan etanol 96%

Formulasi Gel

Konsentrasi I Ekstrak 1%

Konsentrasi II Ekstrak 5%

Evaluasi sediaan masker gel: - Organoleptik - Pengukuran Ph - Waktu sediaan mengering - Daya sebar - Homogenitas - Daya Lekat - ssss -

Gel dengan konsentrasi paling baik

Uji Aktivitas

Konsentrasi III Eksytrak10%

18

D. Hipotesis Ho:`Uji jerawat dari ketiga formulasi berbeda tidak bermakna sig>0,05 Ho diterima. Ha:`Uji jerawat dari ketiga formlasi gel berbeda bermakna sig<0,05 Ho ditolak.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., dan Darijanto S. T., (1993). Teknologi Farmasi Likuid dan Semi Solid. Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Agoes,

Goeswin. (2008). Press:Bandung.

Pengembangan

Sediaan

Farmasi.

ITB-

Anonim (2011). Acuan Sediaan Herbal (Vol. 5). Jakarta : Badan POM RI. Assani, S.(1994). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Candrika, 2006, Hypoglycaemic Action OfThe Flavanoid Fraction of Artocarpus heterophyllus Leaf, Afr. J. Trad. CAM, 3 (2) : 42-50. Departement Kesehatan R.I. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makan. Bhratara. Ersam, T. (2001). Senyawa Kimia Mikromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus Hutan Tropika Sumatra Barat. Bandung : ITB. Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, dan A. K. Sigla. (2002). Spreading of Semisolid Formulation. USA: Pharmaceutical Technology. Pp. 84104. Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II. Jakarta : Badan Litbang Kehutanan. Hutapea, J.R. (1993). Inventaris Tanaman Obat Indonesia, edisi II. Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta. Miranti, (2009). Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galangan) dengan Basis Salep larut Air terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus secara In Vitro (skripsi). Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah. Pelczar, M.J. dan Chan, E. C. S. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1.UI Press : Jakarta. Prakash, Om., K, Rajesh., M , Anurag., and G, Rajiv. (2009). Artocarpus heterophyllus (Jackfruit): An overview. India: Review Article Vol.3 Issue 6 page 353-358.

42

43

Rukmana, Rahmat. (2008). Budi Daya Nangka. Yogyakarta: Kanisius. Ryan, K.J., J.J. Champoux, S. Falkow, J.J. Plonde, W.L. Drew, F.C. Neidhardt, and C.G. Roy. (1994). Medical Microbiology An Introduction to Infectious Diseases. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange. p.254. Sasanti, T.J., Wibowo, MS., Fidrianny, I. dan Caroline, S. (2012). Formulasi gel ekstrak air teh hijau dan penentuan aktivitas antibakterinya terhadap propioni bacterium acnes. School of Pharmacy ITB, Gedung LabTek VII, Bandung (http:// www.doc88.com/p-074807880615.html, diakses 17 Maret 2012). Sjahid, L. R., (2008). Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia Uniflora L.). Universitas Udayana. Bali. Sudibyo, dkk. (2008). Profil Resistensi Antibiotik pada Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Yogyakarta: Berkala Keshatan Klinik Vol. XIVNo 2 hal 98-102. Suryono, bambang. (1995). Mikrobiologi Umum dan Bakteri Klinik. Kediri: Akademi Analisis Kesehatan Bakti Wijaya. Syamsu hidayat, S.S., Hutapea, J.R., (1991), Inventaris Tanaman Obat Indonesia I Jakarta : Badan Litbangkes Depkes RI. Verma, S., Aruna, R., Kaul, M dan Sapno, S. 2011. Solid dispersion: A strategy for solubility Enhancement. IJPT, 3 (2): 1062-1099. Victor, L. (1980). Antibiotics in Laboratory Test. USA : The Williams and Wilkins Company. Vieira, R. P. (2009). Physical and Physicochemical Stability Evaluation of Cosmetic Formulations Containing Soybean Extract Fermented by Bifidobacterium Animalis. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences. 45(3): 515-525. Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah: Soendani Noerono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 370, 398-434. Volk, W.A and wheeler MF. (1993). mikrobiologi dasar jilid 2, Soenarto Adi Soemarto (editor). Surabaya : Erlangga. Wasita atmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI-Press, Hal. 28, 59 – 60, 182-188.

44

Wathoni Rusdiana T. Hutagaol R Y., 2009. Formulasi Gel antioksidan Ekstrak Rimpang Lengkuas dengan menggunakan basis Aqupec 505 Hv. Skripsi. Universitas Padjajaran. Bandung.