UJI KULTIVASI DAN EFISIENSI BIOLOGI JAMUR

Download diperlukan informasi tentang proses budidaya (kultivasi) jamur tiram liar maupun domestik. Hal ini sebagai upaya untuk ... inokulasi sampai...

3 downloads 306 Views 654KB Size
UJI KULTIVASI DAN EFISIENSI BIOLOGI JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) LIAR DAN BUDIDAYA

Oleh :

JENAL MUTAKIN E04400018

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

RINGKASAN JENAL MUTAKIN (E04400018). Uji Kultivasi dan Efisiensi Biologi Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Liar dan Budidaya. Dibimbing oleh ACHMAD dan ELIS NINA HERLIYANA. Semakin rusaknya ekosistem hutan Indonesia dan tumbuh suburnya praktik biopiracy mengakibatkan terancamnya sumber hayati. Salah satu sumber hayati tersebut adalah jamur tiram (Pleurotus spp.). Jamur tiram sangat potensial untuk diteliti dan dikembangkan karena selain rasanya enak, bernilai gizi tinggi juga berkhasiat obat. Selain itu serbuk gergaji kayu yang merupakan bahan utama budidaya jamur tiram sangat mudah didapatkan karena selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan serbuk gergaji kayu juga dapat membantu memecahkan masalah polusi lingkungan akibat keberadaannya yang melimpah. Budidaya jamur tiram tidak memerlukan tempat yang luas, modal yang besar juga dapat membantu menciptakan lapangan kerja baru. Memperhatikan begitu banyak manfaat dari budidaya jamur tiram, maka diperlukan informasi tentang proses budidaya (kultivasi) jamur tiram liar maupun domestik. Hal ini sebagai upaya untuk melestarikan salah satu biodiversitas dan untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari potensi jamur tiram liar dibanding jamur tiram yang sudah dibudidayakan dengan cara membandingkan EB (Efisiensi Biologi) dan morfologi tubuh buahnya. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, pada Agustus 2004 sampai dengan April 2005. Sedangkan jamur tiram yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4, dan Pleurotus sp.8 (isolat budidaya) yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Penyakit Hutan Fakultas Kehutanan. Pengamatan dimulai sejak media baglog diinokulasi sampai panen keempat, meliputi bobot, jumlah tudung, diameter tangkai, diameter tudung terbesar dan terkecil, panjang tangkai dan nilai Efisiensi Biologi. Pengukuran tersebut dilakukan setiap panen. Waktu yang diperlukan dari inokulasi sampai baglog penuh dengan miselium, dari miselium penuh sampai panen pertama, dari panen pertama sampai panen kedua, dari panen kedua sampai panen ketiga dan dari panen ketiga sampai panen keempat waktunya sangat beragam dan relatif lama. Waktu rata-rata dari inokulasi sampai miselium memenuhi baglog berturut-turut dari yang paling cepat Pleurotus sp.8 (19.0 hari), Pleurotus sp.4 (76.5 hari) dan Pleurotus sp.3 (81.4 hari). Ketiga isolat Pleurotus yang diamati mengalami penurunan bobot panen dari panen pertama ke panen-panen berikutnya. Hal ini diduga akibat kandungan nutrisi media yang semakin berkurang. EB tiap isolat berturut-turut dari yang terbesar adalah Pleurotus sp.8 (58.6%), Pleurotus sp.3 (28.9%) dan Pleurotus sp.4 (26.6%). Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 memiliki karakteristik yang relatif sama untuk nilai EB, bobot basah, jumlah tudung, panjang tangkai dan waktu dari inokulasi sampai panen ke empat. Berdasarkan peubah yang diamati, isolat liar (Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4) belum layak untuk dibudidayakan. Oleh karena itu perlu penelitian lanjutan dengan perlakuan tertentu agar pertumbuhan tubuh buahnya lebih baik.

UJI KULTIVASI DAN EFISIENSI BIOLOGI JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) LIAR DAN BUDIDAYA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

JENAL MUTAKIN E04400018

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

UJI KULTIVASI DAN EFISIENSI BIOLOGI JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) LIAR DAN BUDIDAYA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2006

JENAL MUTAKIN E.04400018

Judul Nama NIM

: UJI KULTIVASI DAN EFISIENSI BIOLOGI JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) LIAR DAN BUDIDAYA : Jenal Mutakin : E04400018

Menyetujui, Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Achmad, MS NIP. 131 760 842

Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si NIP. 131 955 530

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus: 20 Maret 2006

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, sekitar 10 hari menjelang Idul Fitri tahun 1400 H yang bertepatan dengan tanggal 2 Agustus 1980. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Sadjidin (alm) dan Ibu Cioh dengan Mumu Muslihuddin (kakak) dan Aisah Nurjanah (adik). Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1988 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Wanasari sampai lulus pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Karangnunggal. Penulis masuk ke SMUN 1 Karangnunggal pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ekologi Hutan tahun ajaran 2003/2004, serta mata kuliah Manajemen Tanah tahun ajaran 2003/2004. Penulis pun aktif di DKM Al-Hurriyyah Departemen Birena (Bimbingan Remaja dan Anak) tahun 2002/2003 dan DKM ‘Ibadurrahman tahun 2002/2003. Pada tahun 2003 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) jalur non getas (reguler) di Garut (PapandayanSancang) dan KPH Indramayu selama 1,5 bulan. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT MHP Muara Enim, Sumatera Selatan selama 2 bulan (September Oktober). Selain itu, penulis pun mengikuti pendidikan non formal di Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Al-Inayah 1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian berjudul ”Uji Kultivasi dan Efisiensi Biologi Jamur Tiram (Pleurotus

spp.) Liar dan Budidaya” yang dibimbing oleh

Dr. Ir. Achmad, MS dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si.

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala curahan ni’mat sehingga karya ilmiah ini telah berhasil diselesaikan dengan lancar tanpa ada rintangan yang berarti. Sholawat beserta salam semoga tercurah selalu kepada Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabat, tabiin-tabiat dan kepada para pengikutnya hingga akhir zaman, termasuk kita semua. Amin… Penelitian yang dilakukan penulis berjudul ”Uji Kultivasi dan Efisiensi Biologi Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Liar dan Budidaya” Terimakasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena terbatasnya halaman yang tersedia, atas segala dukungan baik moril maupun materil, terutama kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Achmad, MS dan Ibu Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala saran, nasihat dan masukannya 2. Kedua Orang tua penulis Bapak H. Sadjidin (alm), Ibu Cioh, kakak, adik nenek dan seluruh keluarga penulis yang telah memberikannya segalanya buat penulis yang tidak akan terbalaskan. 3. Bapak Dr. Ir Agus Hikmat, M.Sc selaku dosen penguji perwakilan Departemen KSH dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut selaku dosen penguji perwakilan Departemen THH. 4. Ibu Tutin Surayatin, BScF sebagai laboran Lab Penyakit, Ustadz Romli beserta staff pengajar PPM Al-Inayah lainnya. 5. Kawan-kawanku di PPM Al-Inayah (‘A1-‘A10), Lab Penyakit, DKM AlHurriyyah, DKM ‘Ibadurrahman, BDH 37, MNH 37, ABCo dsb 6. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis pun menyadari bahwa tiada gading yang tak retak. Penulisan karya ilmiah ini pun tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu semoga bisa disempurnakan oleh generasi selanjutnya. Walaupun demikian penulis tetap berharap semoga karya yang kecil ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Bogor, Maret 2006

Jenal Mutakin

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

i iii iv v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... B. Tujuan ...................................................................................................

1 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur .................................................................................................... B. Jamur Tiram (Pleurotus spp.) ............................................................... 1. Siklus Hidup Jamur Tiram ................................................................. 2. Tempat Tumbuh Jamur Tiram ........................................................... 3. Jumlah Jenis Jamur Tiram.................................................................. 4. Syarat Tumbuh Jamur Tiram ............................................................. 5. Kandungan Nutrisi ............................................................................. 6. Penumbuhan Jamur Tiram ................................................................. a. Persiapan Bahan Media Pertumbuhan Jamur ............................. b. Pengemasan Media Pertumbuhan Jamur .................................. c. Sterilisasi .................................................................................... d. Inokulasi atau pembibitan .......................................................... e. Inkubasi ..................................................................................... f. Penumbuhan Tubuh Buah Jamur ................................................ g. Pemeliharaan .............................................................................. h. Pemanenan .................................................................................

3 5 6 7 8 9 11 12 12 14 15 15 15 16 16 16

III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. B. Bahan dan Alat ...................................................................................... C. Metode Penelitian.................................................................................. 1. Kultivasi Jamur Tiram ..................................................................... 2. Pengamatan Peubah ........................................................................ a. Waktu dari Inokulasi sampai Panen ke Empat ......................... b. Bobot Jamur dan EB ................................................................ c. Jumlah Tudung .......................................................................... d. Morfologi Jamur ...................................................................... a) Diameter Tangkai Pleurotus spp. .......................................... b) Diameter Tudung Pleurotus spp. .......................................... c) Panjang Tangkai Pleurotus spp.............................................. 3. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ........................................

18 18 18 18 19 19 19 20 20 20 20 20 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ....................................................................................................

23

1. Kondisi Umum ............................................................................... 2. Waktu dari Inokulasi sampai Panen Keempat ................................ 3. Bobot Basah Tubuh Buah dan Efisiensi Biologi ............................ 4. Jumlah Tudung Pleurotus spp. ....................................................... 5. Morfologi Tubuh Buah Pleurotus spp. .......................................... a. Diameter Tangkai Pleurotus spp. ............................................... b. Diameter Tudung Pleurotus spp. ............................................... c. Panjang Tangkai Pleurotus spp. ................................................. B. Pembahasan ........................................................................................ 1. Waktu dari Inokulasi sampai Panen ke Empat................................. 2. Bobot Basah Tubuh Buah dan Efisiensi Biologi ............................. 3. Jumlah Tudung Pleurotus spp. ........................................................ 4. Morfologi Pleurotus spp. ................................................................

23 23 25 27 28 29 30 31 32 32 34 35 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................... B. Saran .....................................................................................................

37 37

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................................

38 40

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1.

Jenis-Jenis Jamur Tiram ..........................................................................

9

2.

Faktor Lingkungan yang Menentukan Pertumbuhan Jamur Tiram .........

10

3.

Kisaran Suhu Pertumbuhan Jamur ..........................................................

11

4.

Kandungan Nutrisi Jamur Tiram..............................................................

11

5.

Contoh Komposisi Media Jamur Tiram ..................................................

14

6.

Rekapitulasi Uji-F Pengaruh Jenis Isolat terhadap Periode Tahap-tahap Pertumbuhan Pleurotus spp. dari Inokulasi Sampai Panen Keempat ........................................................................................

24

Periode Tahap-tahap Pertumbuhan Tiga isolat Pleurotus spp. dari Inokulasi Sampai Panen Keempat ...........................................................

24

Rekapitulasi Uji-F Pengaruh Jenis Isolat terhadap Bobot Tubuh Buah dan Efisiensi Biologi Isolat Pleurotus spp. ..................................

25

Bobot Basah Tubuh Buah Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total ...........................................

26

10. Efisiensi Biologi Tiga Isolat Pleurotus spp. ...........................................

26

11. Rekapitulasi Uji-F Pengaruh Jenis Isolat terhadap Jumlah Tudung Isolat Pleurotus spp. ..........................................................................................

27

12. Jumlah Tudung Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total ......................................................................

27

13. Rekapitulasi Uji-F Diameter Tangkai, Diameter Tudung dan Panjang Tangkai Tiga Isolat Pleurotus spp. .........................................................

28

7. 8. 9.

14. Diameter Tangkai Rata-rata Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat .......................... 29 15. Diameter Tudung Rata-rata Terbesar Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat ..........................................

30

16. Diameter Tudung Rata-rata Terkecil Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat...........................................

31

17. Panjang Tangkai Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat ................................................................................

31

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Bobot Basah Rata-rata Tubuh Buah Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat .....

25

2. Nilai EB Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 .....................

26

3. Jumlah Tudung Rata-rata Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 Selama Empat Kali Panen ................................................................

28

4. Diameter Tangkai Rata-rata Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat ............

29

5. Diameter Tudung Rata-rata Terbesar Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat..............................................

30

6. Diameter Tudung Rata-rata Terkecil Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat..............................................

31

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

1. Rekapitulasi Data Suhu dan Kelembaban dalam satu Bulan ....................

41

2. Dokumentasi Penelitian .............................................................................

42

3. Bagan Alir Tahapan Pembuatan Media Tanam Jamur Tiram Pleurotus spp. .............................................................................................................

43

4. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Periode Tahap-tahap Pertumbuhan Pleurotus spp. dari Inokulasi Sampai Panen Keempat .........

44

5. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Bobot Tubuh Buah Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total ................. 44 6. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Efisiensi Biologi Pleurotus spp. .............................................................................................................

45

7. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Jumlah Tudung Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total ..................

45

8. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Diameter Tangkai Pleurotus spp. ..............................................................................

46

9. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Diameter Tudung Terbesar Pleurotus spp. ...............................................................

46

10. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Diameter Tudung Terkecil Pleurotus spp. ................................................................

46

11. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Panjang Tangkai Pleurotus spp. ..............................................................................

47

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia, setelah Brazil dan Zaire yang merupakan ‘surga’ bagi keanekaragaman hayati (biodiversity). Keanekaragaman hayati tersebut saat ini terus mengalami ancaman kepunahan karena semakin rusaknya ekosistem terutama ekosistem hutan. Selain hal tersebut keanekaragaman hayati juga terancam karena tumbuh suburnya praktik biopiracy yaitu pembajakan sumber genetik lokal untuk kepentingan asing. Salah satu sumber hayati yang harus segera diselamatkan adalah jamur (fungi). Menurut Suriawiria (2002), jamur memiliki potensi yang sangat tinggi di bidang pertanian, kehutanan, industri, lingkungan, bahan makanan, dan sebagai bahan berkhasiat obat. Ditambahkan pula oleh Suprapti (2000) bahwa saat ini banyak masyarakat yang mulai menghindari menu makanan berlemak dan berkolesterol tinggi, sehingga jamur merupakan salah satu alternatifnya. Menurut Gunawan (2001) produksi alami jamur tidak mungkin dapat memenuhi permintaan pasar. Oleh karena itu, proses budidaya merupakan jalan keluarnya. Spesies jamur pangan yang telah berhasil dibudidayakan jumlahnya cukup banyak dan lima spesies diantaranya telah dibudidayakan dalam skala industri di Indonesia. Kelima jamur tersebut yaitu Agaricus bisporus (jamur putih atau jamur kancing), Auricularia auricula (jamur kuping), Lentinula edodes (jamur shitake), Volvariella volvacea (jamur merang) dan Pleurotus ostreatus (jamur tiram). Menurut Gunawan (2001) jamur tiram sudah dibudidayakan sejak tahun 1982 di Bogor, tetapi baru menjamur menjelang tahun 2000. Proses budidaya tersebut menurut Suprapti (2000) dapat dilakukan dengan teknologi sederhana menggunakan bahan media dari serbuk gergaji kayu dengan penambahan bahan suplemen antara lain kapur, dedak, mineral, biji-bijian, pupuk dan air. Serbuk gergaji merupakan bahan utama dalam budidaya jamur. Di tempat penggergajian kayu keberadaannya sangat melimpah. Oleh karena itu sangat potensial untuk dimanfaatkan.

2 Jamur tiram mempunyai banyak manfaat, nilai ekonomi tinggi, dan dapat dibudidayakan dengan teknologi sederhana. Informasi tentang pembudidayaan jamur tiram diperlukan baik sebagai upaya untuk melestarikan salah satu biodiversitas yang dimiliki dan juga untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Dengan demikian perlu digali potensi jamur tiram liar untuk dibandingkan dengan yang sudah dibudidayakan.

B. Tujuan Tujuan penelitian ini untuk mempelajari potensi jamur tiram liar dibanding jamur tiram yang sudah dibudidayakan dengan cara membandingkan EB (Efisiensi Biologi) dan morfologi tubuh buahnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jamur Jamur disebut juga cendawan, suung, supa, mushroom, atau champignon. Jamur hidup secara saprofitik atau dapat juga secara parasitik. Hidup secara saprofitik adalah hidup pada sisa mahluk lain yang sudah mati, misalnya pada tumpukan sampah, tumpukan kotoran hewan, serbuk gergajian kayu, ataupun pada batang kayu yang sudah lapuk. Sebagai saprofit jamur mempunyai peranan dalam penguraian zat-zat organik dan dengan demikian membantu siklus peredaran zat-zat anorganik. Sedangkan hidup secara parasitik adalah hidup pada jasad mahluk lain, misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, atau manusia yang masih hidup. Keberadaan jamur tersebut biasanya menjadi penyebab penyakit atau gangguan (Suriawiria, 2002). Jamur tiram bersifat heterotrofik hidupnya bergantung pada organisme lain yang dapat mengurai bahan organik mati menjadi senyawa yang mudah diserap (Adinata dan Hendritomo, 2002) Menurut Chang (1993) dalam Suprapti (2000), di dunia terdapat beriburibu jenis jamur, sekitar 2000 jenis telah dikenal dapat dimakan, dan kurang lebih 20 jenis telah dibudidayakan secara komersil. Jamur tersebut sebagian besar tumbuh di daerah beriklim subtropis dan tropis. Tempat atau daerah yang basah dan mengandung zat organik, merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan jamur. Selain itu jamur dapat tumbuh juga di lingkungan yang sedikit asam. Sinar matahari bukan merupakan suatu persyaratan yang mutlak baginya. Menurut Djarijah (2001) hifa akan tumbuh bercabang-cabang dan memenuhi tempat tumbuhnya. Pada bagian-bagian tertentu, miselium membentuk gumpalan-gumpalan kecil seperti simpul benang. Gumpalan miselium ini memberikan tanda akan awal pembentukan tubuh buah. Gumpalan miselium akan bertambah besar dan membentuk struktur yang membulat, dinamakan primordium. Sesuai dengan jenis jamurnya primordium akan tumbuh dan berkembang menjadi tubuh buah. Tubuh buah (fruiting body) jamur tersebut terdiri atas benang-benang yang disebut hifa.

4 Tubuh buah jamur mempunyai bentuk yang sangat bervariasi. Ada yang berbentuk bilah, bunga karang, payung, sampai kulit kerang (tiram) (Suriawiria, 2002). Menurut Darma (2001) jamur merupakan organisme yang relatif cepat pertumbuhannya. Penggunaan varietas yang berbeda-beda memungkinkan untuk memproduksi jamur di sepanjang tahun. Jamur dapat dikultivasi dengan cara tradisional atau dengan cara modern menggunakan teknologi tinggi. Menurut Semangun (1996) perkembangbiakan aseksual dilakukan oleh hampir semua kelas jamur. Secara umum, jamur yang membentuk miselium, berkembang biak dengan fragmentasi miselium, dan dengan pembentukan spora aseksual.

Golongan-golongan

yang

lebih

tinggi

membentuk

konidium.

Reproduksi seksual melalui peleburan dua inti. Proses-proses reproduksi seksual umumnya terdiri dari tiga fase, yaitu plasmogami, kariogami, terakhir meiosis (Alexopoulos et al., 1996). Menurut Kaul (1997), jamur dibagi ke dalam empat kelas berdasarkan ada tidaknya ciri-ciri seksual dan cara spora seksual dibentuk, yaitu : 1. Kelas Deuteromycetes Merupakan imperfect fungi karena dalam proses reproduksi fase telemorfnya belum diketahui sedangkan fase anamorfnya sudah diketahui. Kelas ini menampung jenis-jenis jamur yang stadia seksualnya belum diketahui. Ciri-ciri jamur pada kelas ini adalah hifanya bersekat dan membentuk konidia. Contoh jamur pada kelas ini adalah Fusarium spp., Rhizoctonia spp. dan Pinicilium spp. 2. Kelas Basidiomycetes Jamur pada kelas ini umumnya mempunyai hifa yang bersekat, membentuk tubuh buah, membentuk sambungan apit (clamp connection) dan berkembangbiak secara aseksual maupun seksual. Perkembangbiakan secara seksualnya tidak langsung diikuti oleh kariogami. Alat kelamin jantan dan betina tidak dapat dibedakan. Jamur dalam kelas ini banyak merupakan jenis jamur yang dapat dikonsumsi. Contoh jamur pada kelas ini adalah Agaricus spp. dan Pleurotus spp.

5 3. Kelas Ascomycetes Jamur pada kelas ini mempunyai ciri-ciri adanya askus (kantong) yang berisi spora seksual, hifanya bersekat, mempunyai alat kelamin jantan (anteridium) dan alat kelamin betina (askogonium). Contoh jamur pada kelas ini adalah Oidium spp., Sacharomyces spp., Nechtria spp. dan Capnodium spp. 4. Kelas Oomycetes Jamur pada kelas ini mempunyai ciri-ciri talusnya berbentuk filamen, hifanya tidak bersekat, alat kelamin jantan (anteridium) dan alat kelamin betina (oogonium). Contoh jamur pada kelas ini adalah Phytium spp., Phytopthora spp. dan Saprolegnia spp.

B. Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Jamur tiram dalam bahasa latin dinamakan Pleurotus spp. Nama Pleurotus berasal dari bahasa Yunani “pleuron” yang berarti sisi dan “ous” yang berarti telinga (Quimio, 1978 dalam Suprapti, 2000). Hampir semua jenis jamur Pleurotus memiliki tubuh buah yang dapat dikonsumsi (Suprapti, 2000). Jamur tiram adalah merupakan nama umum Indonesia sedangkan di Jepang disebut shimeji dan hiratake, di Eropa dan Amerika disebut abalone mushroom dan oyster mushroom sedangkan di Jawa Barat disebut supa liat (Suriawiria, 2002). Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping pada batang kayu lapuk. Jamur ini memiliki tubuh buah yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram). Tubuh buah jamur ini memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5-15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti insang berwarna putih dan lunak. Tangkainya dapat pendek atau panjang (2-6 cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi pertumbuhannya. Tangkai ini menyangga tudung agak lateral (di bagian tepi) atau eksentris (agak ke tengah) (Djarijah, 2001). Menurut Gunawan (2001) jamur tiram (Pleurotus ostreatus) memiliki tudung dengan diameter 4-15 cm atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong; permukaan licin,

6 agak berminyak ketika lembab, tetapi tidak lengket; warna bervariasi dari putih sampai abu-abu, cokelat, atau cokelat tua (kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa), tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali bergelombang atau bercuping. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai; bau dan rasa tidak merangsang. Bilah cukup berdekatan, lebar, warna putih atau keabuan dan sering kali berubah menjadi kekuningan ketika dewasa. Tangkai tidak ada atau jika ada biasanya pendek, kokoh, dan tidak di pusat atau lateral (tetapi kadang-kadang di pusat), panjang 0.5-4.0 cm, gemuk padat, kuat, kering, umumnya berambut atau berbulu kapas paling sedikit di dasar. Jejak spora putih sampai ungu muda atau abu-abu keunguan, berukuran 7-9 X 3-4 mikron, bentuk lonjong sampai jorong, licin, nonamiloid. Klasifikasi lengkap jamur tiram menurut beberapa peneliti dalam Alexopoulos et al. (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom

: Fungi

Divisi

: Mycota

Phyllum

: Basidiomycota

Kelas

: Hymenomycetes

Ordo

: Agaricales

Famili

: Tricholomataceae

Genus

: Pleurotus

Species

: Pleurotus spp.

1. Siklus Hidup Jamur Tiram Menurut Alexopoulos et al. (1996), tahap-tahap pertumbuhan jamur tiram adalah sebagai berikut; spora (basidiospora) yang sudah masak atau dewasa jika berada di tempat yang lembab akan tumbuh dan berkecambah membentuk seratserat halus menyerupai kapas, yang disebut miselium atau miselia. Pertumbuhan miselium meliputi dua tahap, yaitu miselia primer sebagai awal dan miselia sekunder sebagai miselia lanjutan. Jika keadaan lingkungan tempat tumbuh miselia tersebut baik, dalam arti temperatur, kelembaban, kandungan C/N dan rasio substrat tempat tumbuh memungkinkan, maka kumpulan miselia tersebut

7 akan membentuk primordia atau bakal tubuh buah jamur. Bakal tubuh buah jamur tersebut kemudian akan membesar, dan pada akhirnya membentuk tubuh buah atau bentuk jamur yang kemudian dipanen. Tubuh buah jamur dewasa akan membentuk spora. Spora ini tumbuh di bagian ujung basidium, sehingga disebut basidiospora. Jika sudah matang atau dewasa, spora akan jatuh dari tubuh buah jamur. Ada beberapa faktor yang berperan dalam tiap stadium sehingga mempengaruhi waktu yang diperlukan. Menurut Suriawiria (2002) waktu yang diperlukan untuk tiap stadium atau tingkatan daur hidup bervariasi, tergantung pada : (a) bentuk dan sifat media atau substrat/tempat tumbuh; (b) lingkungan yang mendukung, lingkungan fisik (cahaya, temperatur), lingkungan kimia (kemasaman/pH, kadar air), dan lingkungan biologis (kehadiran jasad lain, misalnya bakteri atau jamur liar); dan (c) jenis atau strain jamur. Dalam keadaan normal, waktu yang diperlukan dari perkecambahan spora sampai bentuk terbentuk tubuh buah ratarata antara 1-2 bulan.

2. Tempat Tumbuh Jamur Tiram Jamur tiram tumbuh soliter tetapi umumnya membentuk massa menyerupai susunan papan pada batang kayu. Di alam jamur tiram banyak dijumpai tumbuh pada tumpukan limbah biji kopi (Gunawan, 2001). Menurut Djarijah (2001) Pleurotus spp. dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai macam kayu. Jamur tiram tumbuh optimal pada kayu lapuk yang tersebar di dataran rendah sampai lereng pegunungan atau kawasan yang memiliki ketinggian antara 600-800 m di atas permukaan laut. Kondisi lingkungan optimum untuk pertumbuhan jamur tiram adalah tempat-tempat yang teduh dan tidak terkena pancaran (penetrasi) sinar matahari secara langsung dengan sirkulasi udara lancar. Menurut Suriawiria (1986) pada umumnya jenis jamur akan tumbuh baik pada keadaan udara yang lembab, hal ini berhubungan dengan keperluan jamur terhadap sumber air, baik dalam bentuk air yang siap digunakan ataupun berbentuk uap air. Apabila jamur dibekukan (suhu di bawah 0oC) maka kegiatan metabolisme di dalam sel akan terganggu. Berbeda kalau dilakukan proses

8 pengeringan maka proses metabolisme akan terhenti dan jamur akan mati. Menurut Chang dan Miles (1989) sebagian besar jamur membutuhkan tingkat kelembaban yang tinggi. Nilai kelembaban relatif 95-100% mendukung pertumbuhan maksimum pada Basidiomycetes. Cahaya dapat berpengaruh terhadap produksi fungi dalam bentuk perangsangan, penghambatan atau arah pembentukan struktur reproduksi. Dengan pemberian cahaya sering kali jamur dapat lebih cepat dan lebih banyak bereproduksi. Pada dosis tinggi cahaya ultraviolet dapat menekan pertumbuhan dan reproduksi. Perkembangan tubuh buah beberapa jamur Basidiomycetes dipacu oleh cahaya (Hadi, 1989). Di lain pihak menurut Hofte (1998) pertumbuhan sebagian besar jamur tidak terlalu sensitif terhadap cahaya, meskipun cahaya kuat mungkin menghambat atau bahkan membunuh. Fenomena tersebut terjadi karena cahaya dapat menghancurkan vitamin tertentu.

3. Jumlah Jenis Jamur Tiram Jamur tiram termasuk golongan jamur yang memiliki spora berwarna. Diantara ribuan jenis spesies jamur kayu, telah dikenal beberapa jenis jamur tiram yang biasa dikonsumsi sebagai makanan lezat dan dapat dibudidayakan. Namanama jamur tiram biasanya dibedakan menurut warna tudung tubuh buah atau sporanya (Djarijah, 2001). Jamur tiram putih bersih (P. florida dan P. ostreatus) memiliki tudung berwarna putih susu atau putih kekuning-kuningan dengan garis tengah 3-14 cm. Jamur tiram merah jambu (P. djamor atau P. salmoneostramineus atau P. flabellatus atau P. incarnatus) memiliki tudung berwarna kemerah-merahan. Jamur tiram kelabu (P. sayor caju atau P. pulmonarius) memiliki tudung berwarna abu-abu kecokelatan atau kuning kehitam-hitaman dengan lebar 6-14 cm. Jamur tiram abu-abu (P. cystidiosus atau P. abalonus) dikenal sebagai jamur tiram abalon karena tudungnya berwarna putih atau sedikit abu-abu dan abu-abu kecokelatan dengan lebar 5-12 cm. Jamur tiram krem atau kuning kecoklatan (P. cornucoiae atau P. sapidus) memiliki tudung selebar 5-12 cm berwarna krem atau putih sampai kuning kecokelatan. Jamur tiram putih lebar yang dikenal

9 dengan nama shimeji adalah Tricholoma spp. Jamur tiram lain yang mulai populer adalah P. eryngii dan P. tubereneginum (Djarijah, 2001). Pembagian jenis jamur tiram menurut Djarijah (2001) tersebut, tidak jauh beda dengan yang dikemukakan Suriawiria (2002). Sebagaimana disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis Jamur Tiram No

Nama Jenis

Nama Umum/Setempat

Warna Tubuh Buah

1.

P. citrinopileatus

Ilmak, golden oyster

Kuning terang, kuning keemasan

2.

P. cystidious

Abalone, maple oyster

Putih, kemerahan

3.

P. djamor

Tabang ngungut, Takira

Ungu, kemerahan

hiratake, Pink oyster, Flamingo mushroom 4.

P. eryngii

King oyster

Kebiruan

5.

P. euosmus

Tarragon oyster

Kecokelatan

6.

P. flabellatus

Red oyster

Merah jambu

7.

P.ostreatus

White oyster

Putih bersih

Tree oyster, Tamogitake,

Putih, putih kekunig-

Hiratake, Straw mushroom,

kekuningan, putih

Supa liat

keabu-abuan

Indian oyster, Dhingri,

Putih keabu-abuan,

Phoenix mushroom

abu-abu

Kulot pohon, Jamur Tiram

kelabu

florida 8.

9. 10.

P. ostreatus

P. pulmonarius

P. sajor-caju

Sumber: Suriawiria (2002)

4. Syarat Tumbuh Jamur Tiram Menurut Suriawiria (2002) syarat tumbuh jamur tiram meliputi beberapa peubah, terutama temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya. Peubah tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan, antara lain terhadap : (1) pertumbuhan miselia pada substrat tanam,

10 (2) pembentukan primordia (bakal kuncup) jamur, (3) terhadap pembentukan tubuh buah, (4) siklus panen, dan (5) nilai Efisiensi Biologi (EB). Chang & Miles (1989) telah merangkum faktor lingkungan yang menentukan pertumbuhan jamur tiram (Tabel 2). Tabel 2. Faktor Lingkungan yang Menentukan Pertumbuhan Jamur Tiram Faktor lingkungan pada tiap stadia pertumbuhan Pertumbuhan miselia pada substrat tanam

Kisaran

a. Temperatur inkubasi

24-29oC

b. RH

90-100%

c. Waktu tumbuh

10-14 hari

d. Kandungan CO2

5000-20000 ppm

e. Cahaya

500-1000 lux

f. Sirkulasi udara

1-2 jam

Pembentukan primordia a. Temperatur inisiasi pertumbuhan

21-27oC

b. RH

90-100%

c. Waktu tumbuh

3-5 hari

d. Kandungan CO2

< 1000 ppm

e. Cahaya

500-1000 lux

f. Sirkulasi udara

4-8 jam

Pembentukan tubuh buah a. Temperatur inisiasi pertumbuhan

21-28oC

b. RH

90-95%

c. Waktu tumbuh

3-5 hari

d. Kandungan CO2

< 1000 ppm

e. Cahaya

500-1000 lux

Sumber : Chang & Milles (1989)

11 Menurut Hendritomo (2002), berdasarkan kisaran suhu, jamur dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jamur psikrofil (0-17oC), jamur mesofil (15-40oC) dan jamur termofil (35-50oC). Tabel 3. Kisaran Suhu Pertumbuhan Jamur Spesies jamur

Miselium o

Kisaran C

Tubuh buah o

Optimum C Kisaran oC Optimum oC

3-32

22-25

9-22

15-17

10-36

20-34

15-28

24-27

5-35

24-28

6-35

15-20

P. sajor caju

15-32

25-27

10-26

19-21

P. ostreatus

7-37

26-28

25-30

26-28

15-45

15-45

22-36

28-31

Agaricus bisporus Auricularia polytricha Lentinus edodes

Volvariella volvaceae

Sumber : Hendritomo (2002)

5. Kandungan Nutrisi Jamur tiram memiliki kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, serat dan nilai kalori yang cukup tinggi. Kandungan vitamin dan mineralnya adalah thiamin, riboflavin, kalsium, fosfor, besi dan natrium. Tabel 4. Kandungan Nutrisi Jamur Tiram N

Komposisi

o.

Spesies Jamur P. epus

P. florida

P. ostreatus

P. sajorcaju

1.

Protein (g)

25.0

27.0

10.5 – 30.4

26.6

2.

Lemak (g)

1.1

16

1.6 – 2.2

2.0

3.

Karbohidrat (g)

59.2

58.0

57.6 – 81.8

50.7

4.

Serat (g)

12.0

11.5

7.5 – 8.7

13.3

5.

Abu (g)

9.1

9.7

6.1 – 9.8

6.5

6.

Kalori (kal)

261

265

245 - 367

300

7.

Kadar Air (%)

92.2

91.5

73.3 – 90.8

90.1

Sumber : Suriawiria (2002)

12 Berdasarkan pengalaman para pakar dan praktisi budidaya jamur yang dituliskan oleh Redaksi Trubus (2001) dijelaskan bahwa pemilihan kayu yang berasal dari pohon berdaun lebar didasari atas pertimbangan kandungan selulosanya. Umumnya kandungan yang dibutuhkan sebagai bahan makanan jamur tersebut lebih banyak terdapat pada kayu berdaun lebar. Perbandingannya, kandungan selulosa pada kayu berdaun lebar sekitar 40-45%, sedangkan pada kayu berdaun jarum sekitar 41-44%. Kayu yang berasal dari kayu berdaun lebar, kulit kayunya relatif lebih mudah terurai dibandingkan dengan kayu berdaun jarum. Kandungan lignin pada kayu berdaun lebar sekitar 18-33%, sedangkan kayu dari pohon berdaun jarum 28-30%. Lignin merupakan senyawa nonkarbohidrat yang memiliki sifat tahan terhadap penguraian biologis, akibatnya kayu dengan kandungan lignin tinggi kurang baik untuk media tanam karena proses penguraiannya lambat.

6. Penumbuhan Jamur Tiram a. Persiapan Bahan Media Pertumbuhan Jamur Menurut Suprapti (2000) bahan yang diperlukan untuk media pertumbuhan jamur adalah serbuk gergaji kayu, dedak, biji-bijian atau tepungnya, mineral dan air. 1) Serbuk gergaji kayu Serbuk gergaji semua jenis kayu dapat digunakan untuk media jamur. Serbuk gergaji yang berasal dari kayu awet (kelas awet I, II) seperti jati (Tectona grandis) dan rasamala (Altingia excelsa) memerlukan pemeraman (pengomposan) beberapa hari sebelum digunakan. Serbuk gergaji yang berasal dari kayu tidak awet (kelas awet III, IV, V) dapat digunakan langsung sebagai media. Jenis kayu yang baik digunakan antara lain karet (Hevea brasiliensis), pulai (Alstonia scholaris), sengon (Paraserianthes falcataria), suren (Toona sureni), manii (Maesopsis eminii) dan nangka (Artocarpus heterophyllus) (Suprapti, 1993). Serbuk gergaji sebaiknya telah dikeringkan, dipilih yang berukuran sedang, yaitu tidak terlalu lembut dan tak terlalu kasar atau sekitar 20–60 mesh.

13 2) Dedak Menurut Suprapti (1988) dedak yang ditambahkan ke dalam media sebaiknya dedak halus yang masih segar. Penggunaan dedak yang telah terkontaminasi jamur pewarna, atau yang telah dihinggapi hama, sebaiknya dihindari. Banyaknya dedak yang ditambahkan yaitu sebesar 10-20%. 3) Biji-bijian Biji-bijian yang dapat digunakan diantaranya sorgum, jewawut, millet, beras, jagung dan gandum, dapat berupa butiran maupun yang sudah digiling, apabila ditambahkan untuk bahan suplemen sebaiknya dipilih yang masih kondisi bagus dan bebas dari serangan hama dan penyakit. Banyaknya suplemen yang ditambahkan sekitar 20% yang terdiri atas dedak, biji-bijian atau hasil gilingan/tepungnya (Suprapti dan Djarwanto, 1995 dalam Suprapti, 2000). 4) Pupuk Pupuk yang ditambahkan ke dalam media dapat berupa pupuk buatan antara lain trisuperfosfat, trisodium fosfat, urea, ammonium sulfat (ZA), NPK dan pupuk organik seperti daun-daun dari famili Leguminoceae. Pupuk yang ditambahkan sebaiknya kurang dari 0.5% (Suprapti, 1989), sedangkan untuk bahan yang diperam beberapa hari kurang dari 1%. Pupuk organik seperti daun turi dan lamtoro yang ditambahkan pupuk kandang seperti kotoran ayam, kuda dan sapi, besarnya sekitar 5%. 5) Mineral Mineral kalsium yang ditambahkan ke dalam media antara lain gips, kapur, kalsium karbonat, kalsium oksida, dan kalsium difosfat. Dalam pembuatan media secara langsung, kapur yang ditambahkan berkisar antara 1-1.5%, sedangkan untuk yang diperam dahulu beberapa lama dapat menggunakan 0.5-1.5% (Suprapti et al., 1994 dalam Suprapti, 2000). Media dapat ditambahkan dua macam mineral kalsium secara bersama-sama. Derajat kemasaman media diusahakan mendekati netral. Jika media asam ditambahkan kapur atau CaO, jika media basa dapat

14 ditambahkan gips, CaCO3 atau kalsium difosfat, sedangkan jika media netral dapat ditambahkan gips dan kapur. 6) Air Menurut Suprapti (2000) Air yang ditambahkan merupakan air bersih seperti air sumur, air gunung atau air suling. Air yang mengandung klorin tinggi, misalnya air ledeng, dapat menghambat pertumbuhan jamur. Banyaknya

air

yang

ditambahkan

tergantung

bahan

medianya.

Penambahan air dianggap cukup apabila media dapat dikepal dan airnya tidak menetes, dan jika kepalannya dilepas tidak hancur.

b. Pengemasan Media Pertumbuhan Jamur Menurut Suprapti (2000) media pertumbuhan jamur tiram merupakan campuran dari serbuk, gergaji kayu, dedak, biji-bijian (tepung), mineral dan air. Komposisi campuran bahan-bahan tersebut dapat bervariasi sesuai dengan jenis jamur yang akan dibudidayakan, seperti contoh pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Contoh Komposisi Media Jamur Tiram Bahan

Komposisi untuk jenis jamur (gram) Tiram abu-abu

Tiram hitam

Tiram pink

Tiram putih

Serbuk gergaji

100

100

100

100

Dedak

10

20

15

20

Jagung giling

5

-

-

-

Kalsium difosfat

1

-

1

1

Kapur

-

1.5

-

-

Gips

1

1

1

1

Urea

-

0.3

0.3

0.3

0.3

-

-

-

Trisodium fosfat Sumber : Suprapti (2000)

Cara kerja pengemasan media pertumbuhan jamur tiram sesuai komposisi tabel 5 diatas dapat dilaksanakan sebagai berikut: (1) Bahan media dicampurkan hingga homogen, ditambahkan air hingga dapat dikepal; (2) media dimasukkan

15 kedalam kantong PVC tahan panas sambil agak dipadatkan dan dibentuk seperti botol dengan memberi leher paralon, bambu atau plastik, kemudian disumbat dengan kapas, kain atau gabus, sumbat tersebut dilapisi dengan kertas atau plastik dan diikat dengan karet gelang.

c. Sterilisasi Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme lain yang tidak dikehendaki. Sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC, tekanan sebesar 1.0 atmosfir, selama 30 menit. Jika menggunakan steamer (drum pengukus) memerlukan waktu lebih lama karena tekanan dan suhunya kurang tinggi. Selain itu, ukuran steamer juga mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk sterilisasi, jika menggunakan steamer ukuran besar dengan suhu 75-90oC maka lama pemanasan 6-8 jam. Jika menggunakan steamer ukuran sedang dengan suhu 92-95oC, lama pemanasan adalah 4 jam, dan jika menggunakan steamer dengan isi 200 liter dengan menggunakan suhu 100-102oC memerlukan waktu pemanasan 1 jam (Suprapti, 2000).

d. Inokulasi atau pembibitan Inokulasi, yaitu memasukkan bibit jamur ke dalam media secara aseptik di ruang steril. Spatula kecil atau pinset serta tangan dibersihkan dengan larutan disinfektan. Mulut media dan juga mulut wadah bibit jamur dibuka dan dipanaskan lalu ditutup kembali. Spatula tersebut dipanaskan kemudian bibit dipindahkan ke dalam media dan selanjutnya disimpan di ruang inkubasi. Setiap satu botol bibit dapat digunakan untuk 20 kantong media (Suprapti, 2000).

e. Inkubasi Inkubasi, yaitu penyimpanan media yang telah diinokulasi di ruang tertentu yang bersuhu lebih kurang 25oC atau pada suhu kamar sampai terlihat putih di seluruh permukaan kantong plastik. Media diletakkan pada rak bertingkat dan disusun berjejer serta rapat (Suprapti, 2000).

16 f. Penumbuhan Tubuh buah jamur Setelah media dipenuhi miselium jamur (3-4 minggu setelah inokulasi), kantong plastik dirobek pada bagian atas atau bagian lehernya untuk memberi kesempatan tubuh buahnya tumbuh, kemudian disimpan di ruang penumbuhan jamur atau di ruang kultivasi (Suprapti, 2000).

g. Pemeliharaan Menurut Djarijah (2001) pemeliharaan jamur tiram putih sangat praktis dan sederhana, yaitu dengan cara menciptakan dan menjaga lingkungan pemeliharaan (cultivation) yang memenuhi syarat pertumbuhan jamur tiram putih. Langkahlangkah pemeliharaan atau penanaman jamur tiram putih meliputi pembuatan atau perbaikan (rehabilitasi) rumah jamur (kumbung), perawatan miselium dan tubuh buah, serta panen dan penanganan pasca panen. Kondisi lingkungan di dalam ruang penumbuhan jamur dipertahankan agar optimal. Media disimpan dalam ruangan yang bersuhu antara 20-30 0C, dengan ventilasi cukup dan sedikit ada cahaya. Kelembaban ruang diusahakan terjaga, berkisar antara 80-85% dengan menyemprotkan air bersih secara berkala menggunakan sprayer atau alat penyemprot yang lembut. Selain itu, perlu dijaga kebersihan ruangan kultivasi untuk mencegah timbulnya hama dan penyakit. Adanya hama dan penyakit dapat menurunkan kualitas produk serta jumlah produksinya (Suprapti, 2000). Menurut Suriawiria (2002) hama yang merusak substrat tanam jamur dan dapat menyebabkan kerugian terdiri atas rayap, lalat, serangga tanah, cacing, tikus, dan celurut. Penyakit perusak substrat tanam jamur pada umumnya berupa bakteri dan jamur lain, misalnya Coprinus, Corticium, Sclerotium, Mucor, Rhizopus, Penicilium, Aspergillus dan sebagainya.

h. Pemanenan Jamur dipanen apabila tubuh buah jamur telah masak petik, umumnya umur tiga hari setelah nampak primordia (bakal jamur). Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut semua tubuh buah jamur sampai ke akarnya dengan menggunakan tangan bersih (steril). Apabila dalam satu rumpun terdapat tubuh buah yang

17 masih kecil atau muda maka sebaiknya dipanen semuanya atau sekaligus. Tubuh buah jamur dibersihkan dari media yang menempel, dan dihilangkan pangkal tangkainya (Suprapti, 2000). Selama musim tanam, panen dapat dilakukan antara 4-8 kali, tergantung pada kandungan substrat tanam, bibit jamur, serta lingkungan selama pemeliharaan. Keberhasilan budi daya jamur ditentukan oleh nilai EB. Jika jumlah jamur yang dapat dipanen per musim adalah 600 g, sedangkan bobot substrat 1.000 g, maka nilai EB adalah 60%. Semakin tinggi nilai EB, semakin baik budidaya jamur tersebut (Suriawiria, 2002). Jika nilai EB 100% berarti 1 kg bobot basah tubuh buah jamur dapat dihasilkan dari 1 kg bobot kering substrat. Pada industri jamur nilai EB berkisar antara 40 – 90%. Menurut Cahyana (2001) ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pemanenan jamur tiram putih, yaitu penentuan saat panen, teknik pemanenan, penanganan pasca panen dan analisis kelayakan usaha. Secara internasional, ketentuan kualitas untuk jamur tiram belum ada. Tetapi, ketentuan kualitas untuk jamur lingzhi sudah dibuat. Ketentuan ini dapat dijadikan contoh untuk jenis jamur lain termasuk jamur tiram. Kualitas jamur lingzhi ditentukan oleh kriteria-kriteria sebagai berikut: warna tudung tubuh buah, ukuran tubuh buah, cuaca, masa panen, kehadiran serangga dan benda asing dan kedalaman penetrasi akar (Suriawiria, 2002).

III.

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian dimulai pada bulan Agustus 2004 sampai dengan bulan April 2005.

B. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4, dan Pleurotus sp.8, (koleksi Laboratorium Penyakit Hutan IPB), serbuk gergaji kayu sengon (Paraserianthes falcataria), dedak, gips (CaSO4), kapur (CaCO3) dan air (H2O). Peralatan yang digunakan adalah plastik PP (polypropilen), kapas, ring (cincin) plastik, kertas penutup, kertas label, ayakan (penyaring serbuk), kompor, drum kukusan, termometer, oven, neraca analitik, dan timbangan.

C. Metode Penelitian 1. Kultivasi Jamur Tiram Bahan baku pembuatan media produksi terdiri atas serbuk gergaji kayu sengon, dedak, kapur, gips dan air. Pembuatan media produksi diawali dengan mencampur serbuk gergaji (82.5%), dedak (15.0%), gips (1.5%) dan kapur (1.0%), kemudian menambahkan air sampai kadar airnya sekitar 60%, lalu media dimasukkan ke dalam kantong plastik sebanyak lebih kurang 500 g. Bagian mulut kantong plastik diikat dengan ring dari plastik kemudian disumbat dengan kapas dan ditutup dengan kertas dengan menggunakan karet gelang sebagai pengikatnya. Media produksi disterilisasi dalam drum kukus lebih kurang 7 jam. Setelah itu media produksi (baglog) dibiarkan dingin selama 6 sampai 8 jam kemudian diinokulasi dengan bibit isolat Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4, dan Pleurotus sp.8. Baglog yang sudah diinokulasi disimpan di ruang inkubasi sampai miseliumnya tumbuh. Baglog yang sudah penuh dengan miselium kemudian dipindahkan ke ruang pemeliharan. Kondisi lingkungan di ruang pemeliharaan dipertahankan agar tetap optimal untuk

19

pertumbuhan jamur. Apabila tubuh buah jamur yang muncul telah masak petik, maka dilakukan pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut semua tubuh buah jamur sampai ke akarnya dengan menggunakan tangan yang bersih. Pemanenan dilakukan juga pada tubuh buah jamur muda yang terdapat pada satu rumpun agar tidak menimbulkan kebusukan atau kontaminasi. Tubuh buah jamur tersebut dibersihkan dari media yang masih menempel, kemudian dilakukakan penimbangan bobot dan pengukuran morfologi tubuh buahnya. Baglog yang telah dipanen tubuh buahnya disimpan kembali di ruang pemeliharaan. Baglog tersebut dipelihara (disiram) sampai tubuh buahnya muncul dan siap panen. Tahapan selanjutnya seperti pada panen pertama dan pemanenan dilakukan sampai panen ke empat. 2. Pengamatan Peubah a. Waktu dari Inokulasi sampai Panen ke Empat Pengamatan yang dilakukan adalah meliputi beberapa tahapan yaitu sejak baglog diinokulasi bibit sampai baglog dipenuhi dengan miselium, baglog penuh miselium sampai panen pertama, dari panen pertama sampai panen ke dua, dari panen ke dua sampai panen ke tiga dan dari panen ke tiga sampai panen ke empat. Tiap isolat terdiri atas tiga baglog sehingga totalnya sembilan baglog. b. Bobot Jamur dan EB Pada penentuan bobot basah tubuh buah jamur ini, bobot yang diperoleh merupakan hasil penimbangan semua bagian tubuh buah yang ada dalam media produksi berupa batang (stem), tudung (cap) beserta akar-akarnya yang telah dibersihkan selama empat kali panen. Tiap isolat terdiri atas tiga baglog sehingga totalnya sembilan baglog. Untuk mengukur nilai EB digunakan rumus :

EB =

bobot basah tubuh buah jamur segar

x 100%

bobot ker ing substrat

(Madan et al., 1987)

20 Jika nilai EB adalah 100 % berarti 1 kg bobot basah tubuh buah jamur dapat dihasilkan dari 1 kg bobot kering substrat.

c. Jumlah Tudung Tahapan ini adalah menghitung jumlah tudung yang ada pada saat tubuh buah dipanen baik yang berukuran maksimum ataupun yang masih kecil.

d. Morfologi Jamur a) Diameter Tangkai Pleurotus spp. Pada tahapan ini adalah mengukur diameter tangkai dengan menggunakan penggaris dengan satuan sentimeter, yang dilakukan pada bagian bawah/pangkal tangkai.

b) Diameter Tudung Pleurotus spp. Tahapan ini dilakukan pada saat tubuh buah dipanen. Dari setiap komposisi media produksi (baglog) pengukuran diameter dilakukan pada tudung jamur yang paling besar dan yang paling kecil. Adapun alat yang digunakan adalah penggaris dengan satuan sentimeter.

c) Panjang Tangkai Pleurotus spp. Tahap ini dilakukan pada saat tubuh buah dipanen. Pengukuran dilakukan pada tangkai menggunakan penggaris dengan satuan sentimeter.

3. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Analisis statistik pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jenis isolat liar (Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4) dengan isolat budidaya (Pleurotus sp.8). Adapun pengamatan peubahnya adalah waktu dari inokulasi sampai panen keempat, bobot, EB, jumlah tudung, diameter tangkai, diameter tudung terbesar, diameter tudung terkecil dan panjang tangkai pada baglog. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal untuk waktu dari inokulasi sampai panen keempat bobot tubuh, EB, dan jumlah tudung dengan tiga ulangan (tiap isolat tiga baglog). Adapun satuan percobaannya adalah jenis isolat jamur tiram dalam satu baglog. Pengolahan data menggunakan aplikasi komputer program SPSS 11.0.

21 Model linier (RAL faktor tunggal) : Y ij = μ + τ i + εij, dimana: Y ij

= nilai pengamatan pada isolat taraf ke-i dan ulangan ke-j

μ

= rataan umum

τi

= pengaruh isolat taraf ke-i

εij

= pengaruh acak pada isolat taraf ke-i dan ulangan ke-j

Hipotesis : H0: α1 = α2 = α3 = 0 (isolat tidak berpengaruh) H1: minimal ada satu αi ≠0 Rancangan percobaan RAL Faktorial untuk analisis diameter tangkai, diameter tudung terbesar, diameter tudung terkecil dan panjang tangkai yang terdiri atas dua faktor, yaitu faktor isolat dan faktor waktu panen. Tiap isolat ditanam pada tiga baglog (total sembilan baglog). Satuan percobaannya adalah jenis isolat jamur tiram dalam satu baglog untuk tiap pemanenan. Pengolahan data menggunakan aplikasi komputer program SPSS 11.0. Model linier (RAL Faktorial) : Y ijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk, dimana: Y

ijk

= nilai pengamatan pada isolat taraf ke-i, waktu panen taraf ke-j dan ulangan ke-k

(μ, αi, βj)

= komponen aditif dari rataan, pengaruh utama isolat dan pengaruh utama waktu panen

(αβ)ij

= komponen interaksi dari isolat dan waktu panen

εijk

= pengaruh acak pada isolat taraf ke-i, waktu panen ke-j dan ulangann ke-k

Hipotesis-hipotesis: Pengaruh utama isolat: H0: α1 = α2 = α3 = 0 (faktor isolat tidak berpengaruh) H1: minimal ada satu αi ≠0 Pengaruh utama waktu panen: H0: β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (faktor waktu panen tidak berpengaruh) H1: minimal ada satu βj≠ 0 Pengaruh sederhana (interaksi) faktor isolat dengan faktor waktu panen:

22 H0: (αβ)ij = (αβ)12 =...=(βα)ab= 0 (tidak ada pengaruh interaksi antara faktor isolat dengan faktor waktu) H1: minimal ada sepasang (αβ)ij ≠ 0 Terhadap sumber keragaman yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Kondisi Umum Dewasa ini proses budidaya jamur tiram semakin berkembang, sehingga proses perkembangan teknologi budidaya semakin meningkat. Keberhasilan budidaya jamur tiram putih ditentukan oleh kualitas media tanam, proses budidaya, faktor lingkungan dan kualitas bibit yang digunakan. Selain beberapa faktor tersebut, keberhasilan budidaya jamur tiram tidak terlepas dari persiapan bahan baku media termasuk kualitas serbuk kayu yang digunakan, pencampuran bahan-bahan tambahan, pemasukan dalam kantong plastik, teknik penanaman, pemeliharaan tanaman hingga penanganan pada saat masa panen dan pascapanen (Kushendrarini, 2003). Proses produksi jamur tiram disajikan pada Gambar Lampiran 3. Serbuk gergaji kayu yang digunakan adalah serbuk gergaji kayu sengon (Paraserianthes falcataria). Sedangkan bahan lainnya adalah dedak, gips, kapur serta air secukupnya. Pertumbuhan jamur tiram dalam baglog dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, kandungan O2 dan CO2 , imbangan C/N, mineral jumlah substrat dan populasi awal inokulum. Suhu dan kelembaban pada waktu pengamatan adalah 26.98oC (suhu pagi), 58.87% (pagi), 27.03oC (suhu sore) dan 59.00% (sore) (Tabel Lampiran 1). Produktifitas budidaya jamur tiram kadang mengalami penurunan akibat serangan hama dan penyakit. Jenis serangga yang mengganggu dan menularkan penyakit pada rumah jamur adalah Lycoriella spp., Megasilia spp., Lepidocyrtus spp. dan Achorutes spp. Jenis hama dan penyakit lainnya adalah rayap, laba-laba, cacing, jamur parasit dan jamur saprofit serta bakteri dan virus. Pada waktu penelitian tidak ditemukan serangan hama dan penyakit yang berarti.

2. Waktu dari Inokulasi sampai Panen ke Empat Waktu dari inokulasi sampai baglog penuh dengan miselium, dari miselium penuh sampai panen pertama, dari panen pertama sampai panen kedua, dari panen

24 kedua sampai panen ketiga dan dari panen ketiga sampai panen keempat waktunya sangat beragam dan relatif lama. Setelah panen keempat Pleurotus spp. yang diuji masih dapat tumbuh dan dipanen lagi, akan tetapi waktunya sulit diperkirakan (lama) sehingga pengamatan dihentikan. Tabel 6. Rekapitulasi Uji-F Pengaruh Jenis Isolat terhadap Periode Tahap-tahap Pertumbuhan Pleurotus spp. dari Inokulasi Sampai Panen Keempat Periode Tahap Pertumbuhan (hari) Inokulasi-Baglog penuh Baglog penuh-Panen 1 Panen 1-Panen 2 Panen 2-Panen 3 Panen 3-Panen 4 *) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %

F hitung 32.214** 0.644 1.006 0.638 5.714*

Pr > F 0.001 0.558 0.420 0.561 0.041

Tabel 7. Periode Tahap-tahap Pertumbuhan Tiga Isolat Pleurotus spp. dari Inokulasi Sampai Panen Keempat Isolat

Periode Tahap Pertumbuhan (hari) Ino-penuh Penuh-P1 P1-P2 P2-P3 P3-P4 Pleurotus sp.3 81.43a 97.27a 35.67a 13.00a 19.00b Pleurotus sp.4 76.53a 83.50a 17.33a 35.33a 19.67b Pleurotus sp.8 19.00b 47.67a 66.67a 27.00a 49.33a Keterangan: - angka yang diikuti huruf yang berbeda pada tiap kolom peubah, menunjukkan respon yang berbeda pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda Duncan - periode tahap pertumbuhan : Ino (inokulasi), Penuh (miselia memenuhi baglog penuh), P1 (Panen Ke-1), P2 (Panen Ke-2) dst Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor isolat berpengaruh nyata terhadap waktu dari inokulasi sampai baglog dipenuhi miselium dan dari panen ketiga sampai panen keempat, sedangkan waktu dari baglog penuh sampai panen pertama, dari panen pertama sampai panen kedua, dari panen kedua sampai panen ketiga tidak berpengaruh nyata (Tabel 6). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 lebih lama dibanding Pleurotus sp.8 untuk waktu dari inokulasi sampai baglog dipenuhi miselium. Sedangkan dari

25 panen ketiga sampai panen keempat Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 lebih cepat dibanding Pleurotus sp.8 (Tabel 7).

3. Bobot Basah Tubuh Buah dan Efisiensi Biologi Pengaruh Jenis Isolat terhadap bobot basah rata-rata tubuh buah dan Efisiensi Biologi Isolat Pleurotus spp. disajikan dalam Tabel 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor isolat berpengaruh nyata terhadap bobot dan efisiensi biologi panen kedua. Sedangkan terhadap panen pertama, ketiga, keempat dan total, faktor isolat tidak berpengaruh nyata. Tabel 8. Rekapitulasi Uji-F Pengaruh Jenis Isolat terhadap Bobot Tubuh Buah dan Efisiensi Biologi Isolat Pleurotus spp. Peubah 1. Bobot tubuh buah Panen 1 Panen 2 Panen 3 Panen 4 Total 2. Efisiensi biologi *) berbeda nyata pada taraf 5 %

F hitung

Pr > F

1.167 9.444* 1.918 0.197 8.024* 5.357*

0.373 0.014 0.227 0.827 0.020 0.046

Bobot basah rata-rata (gram)

45

Panen Panen Panen Panen

40

ke 1 ke 2 ke 3 ke 4

35 30 25 20 15 10 5 0 Pleurotus sp 3

Pleurotus sp 4

Pleurotus sp 8

Jenis Isolat

Gambar 1. Bobot Basah Rata-rata Tubuh Buah Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat.

26 Gambar 1 menunjukkan bahwa semua isolat yang diuji mengalami penurunan bobot yang cukup bervariasi. Bobot basah tubuh buah pada panen keempat Pleurotus sp.4 lebih tinggi, yaitu 5.1 gram, dibanding panen ketiga yaitu 4.5 gram dengan selisih 0.6 gram. Hal ini diduga akibat faktor lingkungan yang kurang mendukung bagi Pleurotus sp.4 untuk memanfaatkan nutrisi yang tersedia pada panen ketiga. Tabel 9. Bobot Basah Tubuh Buah Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total. Isolat Bobot basah tubuh buah panen ke 1 2 3 4 Total a a a a Pleurotus sp.3 16.67 7.33 7.26 6.00 37.26a Pleurotus sp.4 15.71a 12.39a 4.63a 5.03a 37.76a a b a a Pleurotus sp.8 41.13 38.33 15.10 3.53 98.09b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada tiap kolom peubah, menunjukkan respon yang berbeda pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda Duncan

60 Nilai EB (%)

50 40 30 20 10 0 Pleurotus sp.3

Pleurotus sp.4

Pleurotus sp.8

Je nis Isolat

Gambar 2. Nilai EB Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8

Tabel 10. Efisiensi Biologi Tiga Isolat Pleurotus spp. Efisiensi Biologi Pleurotus sp.3 Pleurotus sp.4 Pleurotus sp.8 28.94a 26.53a 58.56b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris peubah, menunjukkan respon yang berbeda pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda Duncan

27 Gambar 2 dan Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai EB Pleurotus sp.8 merupakan nilai tertinggi dibanding Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 yaitu 58.56%. Sedang EB Pleurotus sp.3 adalah 28.94% dan EB Pleurotus sp.4 adalah 26.53%.

4. Jumlah Tudung Pleurotus spp. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor isolat dan panen tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tudung. Tabel 11. Rekapitulasi Uji-F Pengaruh Jenis Isolat terhadap Jumlah Tudung Isolat Pleurotus spp. Peubah Jumlah tudung Panen 1 Panen 2 Panen 3 Panen 4 Total

F hitung

Pr > F

1.920 1.508 0.901 0.185 3.301

0.227 0.295 0.455 0.836 0.084

Tabel 12. Jumlah Tudung Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total Panen ke1 2 3 4 Total

Pleurotus sp.3 5.00 4.00 3.67 4.00 16.67

Jumlah tudung Pleurotus sp.4 4.67 4.00 2.00 2.67 13.33

Pleurotus sp.8 13.00 8.67 5.67 3.33 30.67

28 Panen ke 1 Panen ke 2 Panen ke 3 Panen ke 4

14 Jumlah Tudung

12 10 8 6 4 2 0 Pleurotus sp 3

Pleurotus sp 4

Pleurotus sp 8

Jenis Isolat

Gambar 3. Jumlah Tudung Rata-rata Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 Selama Empat Kali Panen. Pada Tabel 12 dan Gambar 3 terlihat bahwa jumlah tudung pada panen pertama selalu lebih banyak dibanding panen berikutnya meskipun tidak berbeda nyata. Pleurotus sp.8 memiliki jumlah tudung terbanyak dibanding dua jenis lainnya, yaitu 30.67 buah. Sedangkan jumlah tudung paling sedikit adalah Pleurotus sp.4 yaitu 13.34 buah.

5. Morfologi Tubuh Buah Pleurotus spp. Hasil analisis ragam diameter tangkai rata-rata dan diameter tudung Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 pada panen pertama, kedua, ketiga dan keempat disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Rekapitulasi Uji-F Diameter Tangkai, Diameter Tudung dan Panjang Tangkai Tiga Isolat Pleurotus spp. Peubah Isolat Panen Isolat* Panen F hitung Pr > F F hitung Pr > F F hitung Pr > F Diameter 0.161 0.858 8.393** 0.001 1.759 0.150 tangkai Diameter 8.510** 0.002 5.409** 0.005 1.541 0.208 tudung terbesar Diameter 0.245 0.785 1.136 0.354 0.663 0.680 tudung terkecil Panjang 12.221** 0.000 8.646** 0.000 2.544* 0.047 tangkai *) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %

29

a. Diameter Tangkai Pleurotus spp. Hasil analisis ragam diameter tangkai menunjukkan bahwa panen berpengaruh sangat nyata, sedangkan isolat dan interaksi antara isolat dan panen tidak berpengaruh. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa ketiga isolat pada panen pertama lebih besar dibanding dengan panen berikutnya (Tabel 14).

Diameter tangkai rata-rata (cm)

Tabel 14. Diameter Tangkai Rata-rata Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat Panen keDiameter tangkai (cm) Rata-rata Pleurotus Pleurotus Pleurotus sp.3 sp.4 sp.8 Pemanenan 1 1.6 1.6 2.1 1.8a 2 1.1 1.4 1.2 1.2b 3 1.2 0.6 0.9 0.9b 4 0.7 1.3 0.5 0.8b Rata-rata Isolat 1.2 1.2 1.2 Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom Rata-rata pemanenan, menunjukkan respon yang berbeda pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda Duncan Panen Panen Panen Panen

2.5

ke 1 ke 2 ke 3 ke 4

2 1.5 1 0.5 0 Pleurotus sp 3

Pleurotus sp 4

Pleurotus sp 8

Jenis Isolat

Gambar 4. Diameter Tangkai Rata-rata Pleurotus sp.3, Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8 pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat. Tabel 14 menunjukkan bahwa rata-rata diameter tangkai pada semua isolat yang diuji mempunyai nilai yang relatif sama yaitu 1.2 cm (Pleurotus sp.4 dan Pleurotus sp.8) dan 1.1 cm (Pleurotus sp.3). Rata-rata diameter tangkai Pleurotus sp.8 cenderung menurun antara panen pertama dengan panen berikutnya walaupun tidak nyata. Diameter tangkai pada isolat liar berfluktuasi antar panen, dan hal ini diduga karena isolat liar masih beradaptasi dengan lingkungan barunya.

30

b. Diameter Tudung Pleurotus spp. Hasil analisis ragam diameter tudung rata-rata terbesar menunjukkan bahwa panen dan isolat berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara isolat dan panen tidak berpengaruh. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa isolat budidaya, yaitu Pleurotus sp.8 nyata lebih besar diameter tudungnya dibanding kedua isolat liar. Jamur yang dipanen pertama nyata lebih besar diameter tudungnya dibanding jamur yang dipanen selanjutnya.

Diameter tudung rata-rata (cm)

Tabel 15. Diameter Tudung Rata-rata Terbesar Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat Panen keDiameter tudung rata-rata terbesar (cm) Rata-rata Pleurotus Pleurotus Pleurotus sp.3 sp.4 sp.8 Pemanenan 1 5.3 5.4 8.3 6.3a 2 3.9 6.2 8.2 6.1b 3 4.8 5.3 6.1 5.4b 4 3.3 4.6 4.0 4.0b Rata-rata Isolat 4.3a 5.4a 6.6b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom rata-rata pemanenan dan baris rata-rata isolat, menunjukkan respon yang berbeda pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda Duncan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

Panen Panen Panen Panen

Pleurotus sp 3

Pleurotus sp 4

ke 1 ke 2 ke 3 ke 4

Pleurotus sp 8

Jenis Isolat

Gambar 5. Diameter Tudung Rata-rata Terbesar Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat. Hasil analisis ragam diameter tudung rata-rata terkecil tidak berbeda nyata antar isolat, panen, maupun interaksi antara isolat dengan panen sebagaimana disajikan pada Tabel 13. Pada Tabel 16 disajikan nilai diameter tudung rata-rata terkecil tiap isolat pada tiap pemanenan yang berfluktuasi

31

Diameter tudung rata-rata (cm)

Tabel 16. Diameter Tudung Rata-rata Terkecil Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat Panen keDiameter tudung rata-rata terkecil (cm) Rata-rata Pleurotus Pleurotus Pleurotus sp.3 sp.4 sp.8 Pemanenan 1 1.2 2.0 2.1 1.7 2 2.1 2.1 1.8 2.0 3 0.8 1.0 2.4 1.4 4 1.3 1.2 0.5 1.0 Rata-rata Isolat 1.4 1.6 1.7 Panen Panen Panen Panen

2.5 2.0

ke 1 ke 2 ke 3 ke 4

1.5 1.0 0.5 0.0

Pleurotus sp.3

Pleurotus sp.4

Pleurotus sp.8

Jenis Isolat

Gambar 6. Diameter Tudung Rata-rata Terkecil Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat.

c. Panjang Tangkai Pleurotus spp. Tabel 17 menunjukkan hasil pengukuran panjang tangkai

tiga jenis

Pleurotus spp. pada panen pertama, kedua, ketiga dan keempat. Tabel 17. Panjang Tangkai Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat Panen kePanjang tangkai rata-rata (cm) Rata-rata Pleurotus Pleurotus Pleurotus sp.3 sp.4 sp.8 Pemanenan 1 0.7 0.6 1.6 1.0a 2 0.5 0.4 0.6 0.5bc 3 0.3 0.3 1.3 0.6c 4 0.1 0.2 0.3 0.2b a a b Rata-rata Isolat 0.4 0.4 1.0 Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom rata-rata pemanenan dan baris rata-rata isolat, menunjukkan respon yang berbeda pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda Duncan.

32 Hasil analisis ragam panjang tangkai menunjukkan bahwa panen, isolat dan interaksi antara isolat dengan panen berpengaruh nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa isolat budidaya, yaitu Pleurotus sp.8, nyata lebih panjang tangkainya dibanding kedua isolat liar. Jamur yang dipanen lebih awal memiliki tangkai yang nyata lebih panjang dibanding jamur yang dipanen sesudahnya.

B. Pembahasan 1. Waktu dari Inokulasi sampai Panen ke-Empat Pleurotus spp. dapat dipanen sebanyak 10-12 kali dari setiap baglog pada satu periode penanaman selama 6-7 bulan. Dalam kondisi yang baik, Pleurotus spp. dapat dipanen sampai 16 kali. Setelah media tumbuh hanya menghasilkan tubuh buah jamur yang berukuran kecil harus diganti dengan bibit baru dari hasil pembiakan yang baik dan mutunya terjamin (Djarijah, 2001). Waktu yang paling lama sejak inokulasi sampai miselium memenuhi baglog adalah Pleurotus sp.3 dengan waktu rata-rata 81.4 hari disusul Pleurotus sp.4 dengan waktu rata-rata yang diperlukan 76.5 hari. Sedangkan Pleurotus sp.8 memerlukan waktu yang paling cepat yaitu 19.0 hari. Hal ini berbeda pada waktu panen ke tiga dan panen ke empat. Pleurotus sp.8 memerlukan waktu yang paling lama yaitu 49.3 hari sedangkan Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 memerlukan waktu lebih cepat bahkan kurang dari tiga minggu yaitu lebih kurang 19 hari. Waktu dari panen pertama sampai panen ke dua Pleurotus sp.4 memerlukan waktu paling cepat yaitu 17.3 hari sedangkan Pleurotus sp.3 35.7 hari dan Pleurotus sp.8 66.7 hari. Pleurotus sp.4 waktu dari panen ke dua sampai panen ke tiga memerlukan waktu paling lama yaitu 35.3 hari. Hal ini diduga bahwa masing-masing isolat yang di uji memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam mengambil nutrisi untuk pertumbuhannya. Menurut Yong dan Leong (1983) dalam Suprapti (1987) temperatur optimum untuk pertumbuhan miselium Pleurotus ialah 20-25oC. Sedangkan menurut Chang (1980) dalam Suprapti (1987) temperatur optimum untuk pertumbuhan miselium Pleurotus ialah 25-30oC dan temperatur optimum untuk pembentukan tubuh buah adalah 20-25oC.

33 Menurut Yong dan Leong (1983) dalam Suprapti (1987) kelembaban yang harus dipertahankan adalah 80-85% agar pertumbuhan miselium dan tubuh buah optimal. Menurut Kartika (1992) waktu yang diperlukan untuk munculnya primordia jamur tiram putih berkisar antara 39 sampai 45 hari. Primordia berkembang menjadi basidioma dan mencapai stadia panen dalam waktu 2-3 hari setelah munculnya primordia. Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 memerlukan waktu yang cukup lama dari inokulasi sampai miselium memenuhi baglog yaitu berturut-turut 81.4 hari dan 76.5 hari, diduga karena kedua jenis ini belum dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 merupakan jenis Pleurotus liar yang belum pernah dibudidayakan sebelumnya, berbeda dari Pleurotus sp.8 yang sudah lazim dibudidayakan. Terjadinya perbedaan waktu tersebut diduga karena faktor lingkungan, bukan faktor waktu panen yang tidak tepat. Waktu panen tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Panen dapat dilakukan sembarang waktu, baik pagi, siang atau sore hari asal jamur sudah memenuhi persyaratan untuk dipanen, baik berdasarkan, bentuk ukuran, ataupun warna tudung tubuh buah (Suriawiria, 2002). Meskipun demikian menurut Kushendrarini (2003) waktu panen yang paling baik adalah pagi hari. Hal ini untuk mempermudah pemasaran karena kondisinya masih segar. Pertumbuhan Pleurotus spp. dalam media substrat padat (baglog) sangat dipengaruhi berbagai macam faktor, diantaranya adalah suhu, kelembaban, kandungan O2 dan CO2 , imbangan C/N, mineral jumlah substrat dan populasi awal inokulum. Dari berbagai faktor tersebut yang paling berperan dalam kecepatan pertumbuhan miselium adalah jumlah substrat dan populasi awal inokulum (Rajarathman dan Bano, 1990 dalam Daru, 1999). Suhu lingkungan pada saat penumbuhan tubuh buah adalah 25-29oC dengan kelembaban 50–78%. Zadrazil (1978) dalam Suprapti (1987) menyebutkan bahwa temperatur untuk pertumbuhan miselium jamur Pleurotus spp. berkisar 20-30oC. Di lain pihak Yong dan Leong (1983) dalam Suprapti (1987) berpendapat bahwa temperatur optimum untuk pertumbuhan miselium Pleurotus ialah 20-25oC dan

34 menurut Chang (1980) dalam Suprapti (1987) 25-30oC dan temperatur optimum untuk pembentukan tubuh buah adalah 20-25oC. Kelembaban relatif juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan miselium dan pembentukan tubuh buah. Kelembaban yang harus dipertahankan adalah 80-85%

agar pertumbuhan miselium dan tubuh buah

optimal (Yong dan Leong, 1983 dalam Suprapti, 1987). Suhu dan kelembaban pada waktu pengamatan sesuai dengan pertumbuhan rata rata adalah 26.98oC (suhu pagi), 58.87% (kelembaban pagi), 27.03oC (suhu sore) dan 59.00% (kelembaban sore) (Tabel Lampiran 1).

2. Bobot Basah Tubuh Buah Pleurotus spp. dan EB Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua jenis Pleurotus yang diamati mempunyai kesamaan yaitu terjadi penurunan dari panen pertama sampai panen berikutnya. Hal ini diduga karena pada panen pertama nutrisi yang terdapat pada baglog sebagai media substrat masih banyak dan utuh, sedangkan pada panen berikutnya semakin berkurang. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa dengan media yang sama Pleurotus spp. memiliki kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkan nutrisi yang tersedia. Pleurotus sp.8 mampu memanfaatkan nutrisi yang tersedia secara optimal sedangkan Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 tidak mampu memanfaatkan nutrisi yang tersedia secara optimal. Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 yang merupakan isolat liar perlu diadaptasikan dengan lingkungan baru agar pertumbuhannya lebih baik. EB dihitung berdasarkan bobot total jamur yang dihasilkan dibagi bobot kering media produksi (Chang, 1982 dalam Kartika, 1992). Hasil penelitian ini diperoleh bahwa isolat yang sudah dibudidayakan, yaitu Pleurotus sp.8, memiliki nilai EB tertinggi yaitu 58.56%, sedangkan isolat liar yaitu Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 memiliki nilai EB yang lebih kecil dibanding isolat budidaya (Pleurotus sp.8), yaitu berturut-turut 28,94% dan 26,53%. Kecilnya nilai EB pada isolat liar diduga karena belum beradaptasi dengan lingkungan barunya. Menurut Gunawan (1992a) dalam Kartika (1992), EB Pleurotus spp. pada media serbuk gergaji kayu sengon dapat mencapai 52.6%. Bahkan menurut

35 Widiastuti dan Gunawan (1991) dalam Kartika (1992) EB pada media campuran serbuk gergaji kayu sengon dengan limbah pabrik kertas mencapai 126%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan EB isolat liar yang diuji belum cukup memuaskan jika akan dibudidayakan. Hal ini selain diduga karena masih beradaptasi dengan lingkungan baru juga diduga karena faktor media (baglog) yang kurang cocok bagi pertumbuhan kedua isolat liar tersebut dan diduga perlu diuji dengan penambahan suplemen. EB Pleurotus spp. dapat mencapai 100% dalam waktu 30-45 hari pada media jerami padi, yang berarti bahwa 1 kg bahan kompos kering dapat menghasilkan 1 kg jamur segar (Chang, 1980 dalam Kartika, 1992). Pada industri jamur nilai EB berkisar antara 40 – 90%. Semakin tinggi nilai EB maka semakin baik budidaya jamur tersebut karena nilai EB ini sebagai parameter keberhasilan budidaya jamur.

3. Jumlah Tudung Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa Pleurotus sp.8 mampu menghasilkan tudung yang jauh lebih banyak dibanding dua isolat liar. Total tudung yang dihasilkan oleh Pleurotus sp.8 selama empat kali panen adalah 30.67 sedangkan Pleurotus sp.3 (16.67) dan Pleurotus sp.4 (13.34). Analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah tudung Pleurotus sp.8 (isolat budidaya) lebih banyak dibanding isolat liar (Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4). Hal ini diduga karena isolat liar belum mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya dan diduga karena media subsrat yang tersedia tidak cocok bagi pertumbuhannya

4. Morfologi Pleurotus spp. Dari pengukuran pada diameter tudung diperoleh hasil bahwa kisaran diameter tudung untuk Pleurotus liar adalah 1.4-4.3 cm (Pleurotus sp.3) dan 1.6-5.4 cm (Pleurotus sp.4), sedangkan Pleurotus budidaya, yaitu Pleurotus sp.8, diameter tudungnya berkisar 1.7-6.6 cm. Menurut Djarijah (2001), tubuh buah Pleurotus spp. memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus

36 berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5-15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti insang berwarna putih dan lunak. Menurut Gunawan (2001), P. ostreatus memiliki tudung dengan diameter 4-15 cm atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong; permukaan licin, agak berminyak ketika lembab, tetapi tidak lengket; warna bervariasi dari putih sampai abu-abu, cokelat, atau cokelat tua (kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa), tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali bergelombang atau bercuping. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai; bau dan rasa tidak merangsang. Bilah cukup berdekatan, lebar, warna putih atau keabuan dan sering kali berubah menjadi kekuningan ketika dewasa. Setiap basidioma jamur dewasa yang dipanen, kira-kira 20% dari bobotnya merupakan tangkai jamur, sedangkan 80%-nya ialah tudung jamur (Kartika, 1992). Menurut Djarijah (2001), tangkai Pleurotus spp berkisar antara 2-6 cm. Kisaran tersebut sesuai dengan Pleurotus sp.8 yaitu 1.2-3.1 cm. Pleurotus ostreatus ada yang tidak bertangkai atau jika ada biasanya pendek, kokoh, dan tidak di pusat atau lateral tetapi kadang-kadang di pusat, panjang 0.5-4.0 cm, gemuk padat, kuat, kering, umumnya berambut atau berbulu kapas paling sedikit di dasar (Gunawan 2001).

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua isolat liar (Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4) belum sebaik isolat budidaya (Pleurotus sp.8). Hal ini berdasarkan nilai EB, bobot basah, jumlah tudung dan pengamatan morfologi tubuh buahnya. EB tiap isolat berturut-turut dari yang paling besar adalah Pleurotus sp.8 (58.94%), Pleurotus sp.3 (28.94%) dan Pleurotus sp.4 (26.53%). Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 memiliki karakteristik yang relatif sama yaitu memiliki nilai EB, bobot basah, jumlah tudung, waktu dari inokulasi sampai panen keempat. Pleurotus sp.3 dan Pleurotus sp.4 masih kurang layak untuk dibudidayakan, hal ini berdasarkan hasil pengamatan pada peubah yang diamati.

B. Saran Untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai kedua jenis Pleurotus yang baru, diperlukan penelitian lanjutan seperti cara kultivasi yang baik, pengaruh faktor lingkungan seperti pH, kelembaban dan cahaya serta pengaruh penambahan suplemen seperti pupuk dan vitamin.

DAFTAR PUSTAKA Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M. 1996. Introductory Mycology. Ed. ke4. New York: John Willey and Sons Inc. Adinata GS & Hendritomo HI. 2002. Pembibitan dan Produksi Jamur Tiram. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bio Industri. Cahyana YA, Muchrodji, Bakrun, M. 2001. Jamur Tiram Pembibitan Pembudidayaan dan Analisis Usaha. Jakarta: Penebar Swadaya. Chang ST & Miles PG. 1989. Edible Mushroom and Their Cultivation. Florida: CRC Press, Inc. Darma IGKT. 2001. Budidaya Jamur Pangan. Laboratorium Patologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Daru TP. 1999. Kandungan Komponen Serat Ampas Tebu Hasil Fermentasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus L.). Buletin Budidaya Pertanian 5 (1-2): 52 – 58. Dwidjoseputro D. 1978. Pengantar Mikologi. Bandung: Alumni Bandung. Djarijah NM & Djarijah AS. 2001. Jamur Tiram Pembibitan Pemeliharaan dan Pengendalian Hama-Penyakit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Gunawan AW. 2001. Usaha Pembibitan Jamur. Bogor: Penebar Swadaya. Hadi S. 1989. Patologi Hutan dan Perkembangannya di Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hendritomo HI. 2002. Biologi Jamur Pangan. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bio Industri. Hofte M. 1998. Cultivation of Edible Mushrooms on Tropical Agricultural Waste. Belgium: The University of Gent. Kartika L. 1992. Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Jacq. Ex Fr.) Kummer) pada Campuran Serbuk Gergaji Kayu Jeungjing dan Tongkol Jagung. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Kaul TN. 1997. Introduction to Mushroom Science. New Hampshire: Science Publishers. Kushendrarini P. 2003. Analisis Budidaya untuk Peningkatan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. IPB.

Madan M, Vasudevan P & Sarma S. 1987. Cultivation of Pleurotus sajor-saju on Different Wastes. J. Biological Wastes 22:241-250. Redaksi Trubus. 2001. Pengalaman Pakar dan Praktisi Budidaya Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya. Sardiyanto. 2000. Penjadwalan Tanam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) di CV. Tunas Sari Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Semangun H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional. Suriawiria U. 1986. Pengantar untuk Mengenal dan Menanam Jamur. Bandung: Penerbit Angkasa. Suriawiria U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu Shiitake, Kuping, dan Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya. Suriawiria U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Suprapti S. 1987. Pembudidayaan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Media Limbah Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 4 (3): 50 - 53. Suprapti S. 1988. Pengaruh penambahan dedak terhadap produksi jamur tiram. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 5 (6): 337 - 339. Suprapti S. 1989. Pengaruh Penambahan Pupuk Terhadap Produksi Jamur Tiram. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 (4): 225 - 230. Suprapti S. 2000. Petunjuk Teknis Budidaya Jamur Tiram pada Media Serbuk Gergaji. Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan.

41 Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi Data Suhu dan Kelembaban dalam satu Bulan Waktu pengamatan Tanggal 10 Agustus 2004 11 Agustus 2004 12 Agustus 2004 13 Agustus 2004 14 Agustus 2004 15 Agustus 2004 16 Agustus 2004 17 Agustus 2004 18 Agustus 2004 19 Agustus 2004 20 Agustus 2004 21 Agustus 2004 22 Agustus 2004 23 Agustus 2004 24 Agustus 2004 25 Agustus 2004 26 Agustus 2004 27 Agustus 2004 28 Agustus 2004 29 Agustus 2004 30 Agustus 2004 31 Agustus 2004 1 September 2004 2 September 2004 3 September 2004 4 September 2004 5 September 2004 6 September 2004 7 September 2004 8 September 2004 Rata-rata

Pagi Suhu (0C) 28 27 27 28 27.5 28 27 27 27 27 27 27 27 27 25 27.5 27 27 26 27 27 26 27 27 27.5 26 28 27 26 27 26.98

Sore RH (%) 63 61 62 64 63 64 60 54 64 59 62 62 68 62 58 62 60 54 58 56 56 58 54 50 53 54 56 58 57 54 58.87

Suhu 0 C) 28 28 27.5 27 28 27 27 27 27 27 27 27 27.5 27 27 27 27 27 27 27.5 27 26 27 27 27 26 26.5 27 27 26 27.03

RH (%) 60 64 62 78 60 68 66 60 63 62 60 62 66 64 60 63 58 58 54 50 54 52 50 56 54 54 50 52 56 54 59.00

42

(A)

(B)

(C)

(D)

(E)

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian. (A) Pencampuran media, (B) Pengemasan media, (C) Inokulasi/penularan bibit ke baglog, (D) Pemeliharaan, (E) Tubuh buah jamur yang telah siap panen.

43

Serbuk gergaji Dedak/bekatul Gips (CaSO4) Kapur (CaCO3) Air

Bahan baku : 82,5 % (hasil ayakan) : 15,0 % : 1,5 % : 1,0 % : secukupnya

Dicampur sampai rata

Pengemasan media tanam (plastik pp, cincin, kertas penutup karet) Sterilisasi/pengukusan media tanam lebih kurang 7 jam

Inokulasi/penularan bibit ke baglog

Inkubasi/penyimpanan baglog

Panen 1

Panen 2

Panen 3

Panen 4

Gambar Lampiran 3. Bagan Alir Tahapan Pembuatan Media Produksi Jamur Tiram (Pleurotus spp.)

44 Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Periode Tahap-tahap Pertumbuhan Pleurotus spp. dari Inokulasi Sampai Panen Keempat Peubah

DB

Inopenuh

Isolat 2 Galat 6 total 8 PenuhIsolat 2 p1 Galat 6 total 8 P1-p2 Isolat 2 Galat 6 total 8 P2-p3 Isolat 2 Galat 6 total 8 P3-p4 Isolat 2 Galat 6 total 8 *) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %

Jumlah Kuadrat 7232.016 673.493 7905.509 3933.709 18321.333 22255.042 3730.889 11122.000 14852.889 764.222 3592.667 4356.889 1800.667 945.333 2746.000

Kuadrat F hitung Tengah 3616.008 112.249 32.214**

Pr > F 0.001

1966.854 3053.556

0.644

0.558

1865.444 1853.667

1.006

0.420

382.111 598.778

0.638

0.561

900.333 157.556

5.714*

0.041

Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Bobot Tubuh Buah Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total Peubah Panen 1

DB

Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 2 Isolat 2 Galat 6 total 8 Panen 3 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 4 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Total Isolat 2 Galat 9 Total 11 *) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %

Jumlah Kuadrat 1246.072 3202.339 4448.411 1659.529 527.195 2186.724 177.895 278.217 456.113 9.293 141.732 151.025 5506.093 10436.904 15942.997

Kuadrat Tengah 623.036 533.723

F hitung

Pr > F

1.167

0.373

9.444*

0.014

88.948 46.370

1.918

0.227

4.647 23.622

0.197

0.827

2753.047 1159.656

2.374

0.149

829.764 87.866

45 Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Efisiensi Biologi Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total Peubah

DB

Panen 1

Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 2 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 3 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 4 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Total Isolat 2 Galat 9 Total 11 *) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %

Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 319.207 159.604 1250.332 208.389 1569.539 498.478 249.239 203.293 33.882 701.771 51.858 25.929 114.103 19.017 165.961 9.766 4.883 82.895 13.816 92.661 1431.891 715.946 3993.000 443.667 5424.891

F hitung

Pr > F

0.766

0.506

7.356*

0.024

1.363

0.325

0.353

0.716

1.614

0.252

Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat terhadap Jumlah Tubuh Buah Pleurotus spp. pada Panen Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat dan Total Peubah Panen 1

DB

Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 2 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 3 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Panen 4 Isolat 2 Galat 6 Total 8 Total Isolat 2 Galat 9 Total 11 *) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %

Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 133.556 66.778 208.667 34.778 342.222 43.556 21.773 86.667 14.444 130.222 20.222 10.111 67.333 11.222 87.556 2.667 1.333 43.333 7.222 46.000 380.667 190.333 519.000 57.667 899.667

F hitung

Pr > F

1.920

0.227

1.508

0.295

0.901

0.455

0.185

0.836

3.301

0.084

46 Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Diameter Tangkai Pleurotus spp. Sumber

DB

Jamur

2

Jumlah Kuadrat 0.006

Panen

3

4.822

Jamur* Panen

6

Galat

24

Kuadrat Tengah 0.003

F hitung

Pr > F

0.161

0.852

1.607

8.393**

0.001

2.022

0.337

1.759

0.150

4.597

0.192

*) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 % Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Diameter Tudung Terbesar Pleurotus spp. Sumber

DB

Jamur

Jumlah Kuadrat 31.932

F hitung

Pr > F

2

Kuadrat Tengah 15.966

8.510**

0.002

Panen

30.447

3

10.149

5.409**

0.005

Jamur* Panen

17.345

6

2.891

1.541

0.208

Galat

45.028

24

1.876

*) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 % Lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Diameter Tudung Terkecil Pleurotus spp. Sumber

DB

Kuadrat Tengah 0.391

F hitung

Pr > F

0.245

0.785

Jamur

2

Jumlah Kuadrat 0.782

Panen

3

5.445

1.815

1.136

0.354

Jamur* Panen

6

6.354

1.059

0.663

0.680

Galat

24

38.347

1.598

*) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %

47 Lampiran 11. Sidik Ragam Pengaruh Jenis Isolat dan Pemanenan terhadap Panjang Tangkai Pleurotus spp. Sumber

Kuadrat Tengah 1.304

F hitung

Pr > F

12.221**

0.000

Jamur

2

Jumlah Kuadrat 2.607

Panen

3

2.767

0.922

8.646**

0.000

Jamur* Panen

6

1.628

0.271

2.544*

0.047

24

2.560

0.107

Galat

DB

*) berbeda nyata pada taraf 5 % **) berbeda nyata pada taraf 1 %