UJI TOKSISITAS DETERJEN TERHADAP IKAN NILA ( ORHEOCHROMIS NILOTICUS

Download Air limbah dari deterjen yang dihasilkan dari berbagai kegiatan masyarakat sebagai suatu .... berpotensi mengakibatkan terjadinya pencemara...

0 downloads 442 Views 834KB Size
Uji Toksisitas Deterjen terhadap Ikan Nila ( Orheochromis niloticus )

Irma Apria Megawati Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

Winny Retna Melani Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

ABSTRAK Air limbah dari deterjen yang dihasilkan dari berbagai kegiatan masyarakat sebagai suatu komponen pencemaran lingkungan perairan. Limbah tersebut semuanya dibuang kebadan air tanpa pengolahan terlebih dahulu, menyebabkan kematian biota air. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi sublethal dari limbah deterjen terhadap ikan nila (Orheochromis niloticus) melalui nilai LC100-24 jam, LC0-48 jam, dan nilai LC50-96 jam serta untuk mengetahui pengaruh kandungan limbah terhadap kelangsungan hidup ikan nila. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Untuk mendapatkan data, peneliti menggunakan dua pengujian yaitu uji pendahuluan dan uji lanjut. Pada uji pendahuluan dilakukan dengan konsentrasi deterjen yang berbeda – beda : 0 mg/l, 0.01 mg/l, 0.1 mg/l, 1 mg/l, 10 mg/l, 100 mg/l dan melakukan uji lanjut dengan variasi konsentrasi yang berbeda – beda : 11.41 mg/l, 13.01 mg/l, 14.84 mg/l, 16.93 mg/l, 19.31 mg/l, 22.02 mg/l, 25.12 mg/l, dengan tiga kali ulangan. Jumlah benih ikan nila yang digunakan sebanyak 400 ekor, dengan ukuran 3 – 4 cm dan berat ± 0,8 g, selanjutnya data dianalisis dengan metode analisa probit finney dan regresi linier dengan Microsoft excel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa deterjen mempunyai sifat toksik terhadap ikan nila dan konsentrasi deterjen yang tinggi dapat memperbesar toksisitasnya. Konsentrasi larutan deterjen untuk LC 50 -96 jam adalah sebesar 15,85±4,41 ppm. Sehingga dengan pemberian larutan deterjen sebesar 15,85±4,41 ppm dapat mematikan biota uji sebesar 50 % dalam rentang waktu 96 jam. Konsentrasi deterjen tinggi pada suatu perairan dapat menurunkan DO dalam air, dan meningkat suhu pada suatu perairan, dimana kedua faktor lingkungan tersebut dapat menyebabkan kematian ikan.

Kata kunci : Deterjen, Orheochromis niloticus, Toksisitas.

Detergent toxicity tests on tilapia ( Orheochromis niloticus )

Irma Apria Megawati Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

Winny Retna Melani Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

ABSTRACT Waste water fom waste detergent which is derived from a variety of community activities a component scatter aquatic environments. The waste dumped into water without prior treatment, and may cause the death of aquatic biota. This study aims to determine the sublethal concentrations of detergent waste to tilapia (Orheochromis niloticus) through value LC100-24 hours, LC0-48 hours, and LC50-96 hours as well as to determine the effect on the survival waste content tilapia.

This study was an experimental study. To get the data, researchers used two tests, namely a preliminary test and further test. In the preliminary test done with a detergent concentrations of different : 0 mg/l, 0.01 mg/l, 0.1 mg/l, 1 mg/l, 10 mg/l, 100 mg/l and conduct further tests with a variety of different concentrations : 11.41 mg/l, 13.01 mg/l, 14.84 mg/l, 16.93 mg/l, 19.31 mg/l, 22.02 mg/l, 25.12 mg/l, with three replications. O. niloticus 400 fish seed of was used, with size of 3-4 cm and a weight of ± 0,8 g, furthermore the data was analyzed by the method of finney probit analysis and linear regression with microsoft excel. The results showed that the detergent have toxic properties of the tilapia and high detergent concentrasions can increase toxicity. For detergent solution concentration LC50-96 hours amounted to 15,85±4,41 ppm. So by giving a solution of 15,85±4,41 ppm can be lethal test biota by 50 % in a spaan of 96 hours. . high detergent concentration in a body of water can lower the disovledoxygen in the water and raise the temperature in a body of water, where both environmental factors that can cause the death of fish.

Key words : Detergent, Orheochromis niloticus, Toxicity

Uji Toksisitas Deterjen terhadap Ikan Nila ( Orheochromis niloticus )

Irma Apria Megawati Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

Winny Retna Melani Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH

I. PENDAHULUAN Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. Menurut tujuan penggunaanya, air diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yang berbeda-beda. Pencemaran air merupakan masalah regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan (Darmono, 2001 dalam Aini, 2013). Pencemaran lingkungan perairan dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan masyarakat yang membuang limbah ke dalam perairan tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu. Misalnya limbah domestik, limbah industri, limbah perkotaaan, dan limbah rumah tangga, salah satu limbah yang dibuang adalah deterjen. Sumber utama air limbah rumah tangga masyarakat Indonesia berasal dari buangan ratusan ribu ton deterjen yang mengandung fosfor serta bahan organik lainnya ke saluran air, yang akibatnya juga mencemarkan perairan. Dengan meningkatnya penggunaan deterjen sebagai bahan pembersih dalam masyarakat berpotensi mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan perairan. Kondisi perairan yang semakin buruk akan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya (Suparjo, 2009 dalam Aini, 2013).

Penggunaan deterjen di masyarakat semakin meningkat seiring dengan membaiknya pendapatan masyarakat, hal ini dapat terlihat dari penggunaan deterjen perkapita sejalan dengan pertumbuhan gross domestic product (GDP) setiap tahun. Semakin meningkat pendapatan masyarakat, maka konsumsi deterjen juga meningkat. Penggunaan deterjen yang meningkat akan berdampak negatif terhadap akumulasi surfaktan pada badan-badan perairan, sehingga menimbulkan masalah-masalah pendangkalan perairan, terhambatnya transfer oksigen dan lain-lain (Chaerunisa dan Sopiah, 2006 dalam Aini, 2013). Buih-buih yang menutupi permukaan air, baik dari jenis linier alkyl benzene sulfonate (LAS) yang “biodegradable” maupun jenis alkyl benzene sulfonate (ABS) yang “nonbiodegradable” tersebut dipastikan dapat mengganggu kehidupan organisme yang ada dibawahnya baik yang hidup didasar air dan dipermukaan air (Garno, 2000 dalam Aini, 2013). Ikan nila (O.niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki konsumen cukup besar setelah ikan mas, sehingga budidaya ikan nila sangat berkembang, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan ikan ini terpengaruh oleh deterjen terutama ukuran benih karena benih ikan nila tergolong ke dalam benih yang peka terhadap perubahan lingkungan.

Kelangsungan hidup ikan sangat tergantung dari kondisi perairan tempat hidupnya. Mengingat besarnya potensi pencemaran dari limbah deterjen dalam perairan, dan adanya perbedaan kepentingan tersebut, maka pemakaian deterjen perlu diuji secara cermat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan deterjen yang mengandung bahan aktif surfaktan dengan konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila (Oreochromis niloticus). Dengan adanya penelitian ini diharapkan ikan nila dapat dijadikan bioindikator pada pencemaran limbah deterjen dan dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang deterjen yang mencemari badan air. II.

TINJAUAN PUSTAKA A. Deterjen

Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahanbahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun,detergent mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergent merupakan garam natrium dari asam sulfonat. Di dalam Surfaktan terdapat zat ABS, suatu zat yang sukar dirusak oleh mikroorganisme sehingga dapat mencemari lingkungan. Jika lingkungan perairan tercemar oleh limbah deterjen maka akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut (Fadin dalam Zahri, 2008). B.

Ikan Nila ( Orheochromis niloticus )

Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak dibudi dayakan di Indonesia. Ikan Nila menduduki urutan kedua setelah ikan Mas (Cyprinces carpio) dalam produksi budi daya air tawar di Indonesia. Ikan nila kini banyak dibudi dayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya bagus di dalam berbagai jenis air. Ikan nila dapat hidup di air tawar, air payau dan air laut. Ikan nila juga tahan

terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhan cepat dan tahan terhadap serangan penyakit. C.

Uji Toksikologi

Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali (Halang, 2004). Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pajanan penelitian toksikologi menurut Frank C. Lu (1995) dibagi dalam : a. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam. b. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan dengan memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya setiap hari ataulima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10 % dari masa hidup hewan. c. Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian dari masa hidupnya.

Penelitian pengujian tingkat toksik suatu bahan biasanya dinyatakan dalam Lethal Dose-50 (LD50) untuk bahan yang bersifat padat, sedangkan uji toksisitas dengan menggunakan bahan toksik cair yang mengukur besarnya dosis atau konsentrasi sehingga dapat membunuh 50 % hewan uji disebut dengan Lethal Concentration-50 (LC50). Bila suatu zat yang mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada organisme dalam jangka waktu yang lama, dengan sendirinya dapat terjadi akumulasi dalam organisme pada konsentrasi yang rendah.

Pelaksanaan uji toksisitas suatu bahan uji dapat dilakukan menggunakan salah satu dari empat cara berikut (Tandjung,1995): a. Teknik statik ; larutan atau media uji ditempatkan pada satu bejana uji dan digunakan selama waktu uji tanpa diganti. b. Teknik resirkulasi ; larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji namun diresirkulasi dari satu bejana uji ke bejana lain kembali ke bejana uji dengan maksud memberikan aerasi, filtrasi dan atau sterilisasi. c. Teknik diperbaharui ; setiap 24 jam hewan uji dipindahkan ke larutan uji yang baru dan sama serta tetap konsentrasinya dengan larutan sebelumnya. d. Teknik mengalir ; larutan uji dialirkan masuk maupun keluar ke dan dari bejana uji selama masa uji. III.

ALAT, BAHAN DAN METODE

A. Alat Adapun alat – alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : - Multitester - Turbidimeter - Bejana uji - Stopwatch - Bak alimatisasi

B. Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: - Ikan nila (Orheochromis niloticus)Larutan formalin - Deterjen - Air tawar C. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratoris, dan rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Uji pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ambang atas (LC100-24 jam) yaitu konsentrasi terendah dimana semua ikan uji mati dalam waktu pendedahan 24 jam, dan ambang bawah (LC0-48 jam), yaitu konsentrasi tertinggi dimana semua ikan uji masih hidup dalam waktu pendedahan 48 jam (APHA, 1995). Uji ini dilakukan dengan menggunakan 5 perlakuan, 1 kontrol dengan 3 kali ulangan. berdasarkan basis 10 deret logaritmik, yaitu 0,01 mg/L; 0,1 mg/L; 1 mg/L; 10 mg/L; dan 100 mg/L. Pengamatan dilakukan pada menit ke-5, 15’, 30’ dan jam ke-4, 8, 16, 24 dan 48. 2. Uji lanjut Uji lanjut dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dimana ikan uji mati 50% selama jangka waktu dedah 96 jam (LC50-96 jam). Untuk menentukan konsentrasi uji lanjut berdasarkan hasil dari uji pendahuluan adalah sebagai berikut: Log 𝑎 𝑛

=

𝑁 𝑎 = K (log ) 𝑛 𝑛 𝑏 𝑐 𝑑 𝑐 =𝑏=𝑐 =𝑑 𝑎

Dimana : N = konsentrasi ambang batas n = konsentrasi ambang bawah a = konsentrasi terkecil dalam deret konsentrasi yang ditentukan K = jumlah konsentrasi yang diujikan

Uji akut (LC50 – 96 jam) dilakukan dengan diferensiasi 7 konsentrasi deterjen yang berbeda dengan pengulangan 3 kali. Pengamatan mortalitas dilakukan pada menit ke-5, 15’, 30’ dan jam ke-4, 8, 16, 24, 48, 72 dan 96.

3. Kualitas air Parameter kualitas air yang diukur yaitu: suhu, pH, dan oksigen terlarut (DO) yang diukur menggunakan Multitester serta kekeruhan diukur menggunakan Turbidimeter,. Pengukuran kualitas air dilakukan per perlakuan untuk setiap uji pendahuan dan uji lanjut 4. Analisa data Analisis statistik dan toksisitas pada penelitian ini menggunakan software Environmental Protection Agency (EPA-USA) PROBIT PROGRAM VER1.5 , SPSS dan Manual ( Microsoft Excel ). Penentuan LC50 – 96 jam menggunakan analisa Probit sebagai berikut : ∑𝑥𝑦 − 1/𝑛∑𝑥∑𝑦 𝑏= ∑𝑥 2 − 1/𝑛(∑𝑥)² 𝑎 = 1/𝑛(∑𝑦 − 𝑏∑𝑥) Persamaan regresi : y = a + bX LC50 – 96 jam = antilog m, dengan m =

5−𝑎 𝑏

Dimana : Y = probit mortalitas biota uji X = logaritma konsentrasi (mg/L) a = konstanta b = slope m = nilai x pada y 50%

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji pendahuluan Uji pendahuluan bertujuan untuk menetapkan konsentrasi ambang atas dan ambang bawah yang dilakukan dengan cara mengamati mortalitas ikan nila (O. niloticus). Uji ini dilakukan menggunakan 5 perlakuan/konsentrasi, 1 kontrol dan

3 kali pengulangan dengan 18 wadah uji yang masing-masing diisi 5 ekor ikan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa deterjen berbahan aktif surfaktan jenis LAS memiliki nilai ambang atas 100 ppm. Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi terendah dimana seluruh ikan uji (100%) mati dalam waktu 24 jam. Nilai ambang bawah adalah 10 ppm. Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi tertinggi dimana ikan uji masih hidup seluruhnya (100%) dalam waktu 48 jam, akan tetapi kisaran 10-100 ppm pada uji pendahuluan tersebut masih terlalu jauh, sehingga berdasarkan penelitian Nikmah (2012) dan penelitian Prahastuti, dkk (2013) digunakan dosis 25,12 ppm sebagai ambang batas atas dan 10 ppm digunakan sebagai ambang batas bawah untuk uji definitif. Menurut Husni (2010), uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test) yang menjadi dasar dari penentuan konsentrasi yang digunakan dalam uji lanjutan atau uji toksisitas sesungguhnya, yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian terkecil mendekati 50%. B. Uji lanjut Uji lanjut dilakukan menggunakan 7 konsentrasi yang didapat dengan cara menguraikan secara logaritma nilai ambang atas dan ambang bawah yang diperoleh dari uji pendahuluan dan memasukkannya ke dalam rumus (1). Setelah dilakukan perhitungan, maka didapatkan konsentrasi yang digunakan pada uji lanjut adalah: A = 11,41 mg/L, B = 13,01 mg/L, C = 14,84 mg/L, D = 16,93 mg/L, E = 19,31 mg/L, F = 22,02 mg/L, dan G = 25,12 mg/L . Hasil uji lanjut ini menunjukkan jumlah mortalitas ikan dalam waktu 96 jam. Setelah melalui uji lanjut, dilanjutkan dengan analisa probit untuk mengetahui nilai LC50-96 jam, yaitu nilai konsentrasi dimana 50% dari ikan uji mati dalam waktu pendedahan 96 jam.Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan nilai LC50-96 jam

adalah 15,85 ± 4,41 mg/L. Tingkat daya racun berdasarkan nilai LC50-96 jam suatu bahan pencemar pada ikan dibedakan menjadi beberapa kriteria yang dapat di lihat pada tabel 1. Tabel 1. Tingkat Daya Racun Berdasarkan Nilai LC50-96 jam Nilai LC50-96 jam Tingkat Daya Racun < 1 mg/L Sangat Tinggi 1 – 10 mg/L Tinggi 10 – 100 mg/L Sedang > 100 mg/L Ringan Sumber: Koesoemadinata (1983) Berdasarkan kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat daya racun dalam kandungan deterjen berada pada klasifikasi 10 – 100 mg/L, yaitu memiliki daya racun sedang. Penelitianyang telah dilakukan sebelumnya (Prahastuti,dkk , 2013), nilai LC50-96 jam untuk ikan mas (C. carpio) yang terpapar air limbah deterjen jenis Na - ABS adalah 21,60 mg/L dan Nikmah (2012), nilai LC50-96 jam untuk ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) yang terpapar air limbah deterjen adalah 12,681 mg/L. Hal yang membedakan dengan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya adalahbesarnya konsentrasi uji lanjut. konsentrasi pada uji lanjut untuk penelitian Prahastuti, dkk (2013) berkisar antara 15,85 – 99,98 mg/L, sedangkan konsentrasi uji lanjut untuk penelitian Nikmah (2012) adalah berkisar antara 10,96 – 15,85 mg/L. Sedangkan untuk penelitian ini uji lanjutnya yaitu berkisar antara 11,41 – 25,12 mg/L.

Berdasarkan jumlah rata-rata mortalitas bioindikator pada gambar 1, nampak bahwa semakin tinggi konsentrasi deterjen yang diberikan maka akan semakin banyak jumlah bioindikator (Orheochromis niloticus) yang mati. Hal ini di karenakan daya tahan Orheochromis niloticus semakin lama semakin menurun. Nilai koefisiensi korelasi pada pengamatan 0 – 96 jam yaitu sebesar 0,92 .Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan korelasi positif kuat, artinya semakin tinggi konsentrasi dan lama waktu kontak maka semakin banyak bioindikator yang mati. Nilai signifikansi pada penelitian ini adalah 0,042 , kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan sedangkan H1 diterima yang artinya konsentrasi deterjen dari perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh terhadap ikan nila (Orheochromis niloticus) . C. Kualitas Air 1. Uji pendahuluan Pengukuran kualitas air sangat penting untuk kehidupan benih ikan nila,pada uji pendahuluan, maka dilakukan beberapa pengukuran beberapa kualitas air. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada Tabel. 2 Tabel 2. Hasil pengukuran DO, pH, Kekeruhan pada uji pendahuluan

No.

Perlakuan

K

2

A

3

B

4

C

11,41 13,01 14,84 16,93 19,31 22,02 25,12

mean mortalitas bioindikator (%)

1

5

D

Konsentrasi deterjen (ppm)

6

E

100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00

Gambar 1. Grafik mortalitas bioindikator (Orheochromis niloticus) terhadap deterjen pada uji definitif (uji sesungguhnya)

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

suhu dan

Parameter Pendukung

Konsentrasi (mg/l)

Jumlah Biota Uji/Bejana

pH

Suhu (0C)

DO (mg/l)

Kekeruhan (NTU)

0 0,01 0,01 0,01 0,1 0,1 0,1 1 1 1 10 10 10 100 100 100

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

7 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7

28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28

3,9 2,7 2,3 2,5 2,8 3,0 2,7 3,2 2,6 3,0 2,8 2,5 2,1 2,1 1,4 0,9

2,37 2,00 2,87 0,46 1,52 1,37 1,40 1,93 1,61 1,61 1,65 1,69 1,77 19,03 16,02 20,23

Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil pengukuran DO pada konsentasi 0 ppm tidak terlalu besar pada saat uji pendahuluan, hal ini disebabkan pada konsentrasi 0 ppm tidak diberi larutan deterjen, sehingga penetrasi oksigen kedalam larutan kontrol dapat berlangsung dengan baik,

sehingga ikan uji di dalam wadah dapat tetap bertahan hidup. Begitu juga pada konsentrasi 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm, dan 10 ppm, perubahan pada parameter Oksigen terlarut ( DO ) hanya sedikit, hal ini disebabkan karena konsentrasi deterjen yang diberikan hanya sedikit. Sehingga penetrasi oksigen yang masuk kedalam konsentrasi 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm dan 10 ppm berlangsung kurang baik akan tetapi biota uji di dalam wadah uji tetap dapat bertahan hidup.Sedangkan konsentrasi 100 ppm terjadi penurunan DO yang sangat drastis yaitu sekitar 0,9 – 2,1 mg/L. Hal ini menyebabkan penetrasi oksigen kedalam larutan 100 ppm berlangsung dengan sangat tidak baik sehingga ikan uji di dalam wadah mengalami kematian waktu 48 jam.

2. Uji Lanjut Pengukuran kualitas air sangat penting untuk kehidupan benih ikan nila, sebelum dan sesudah uji defenitif, dilakukan beberapa pengukuran beberapa kualitas air. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada Tabel. 3. Tabel 3. Hasil Pengukuran pH, Suhu, DO, dan Kekeruhan pada Uji Lanjut No .

Perlakuan

Konse ntrasi (mg/l )

Jumlah Biota Uji/Beja na

11,41 11,41 11,41 13,01

Parameter Pendukung pH

Suhu (0C)

Kekeruhan (NTU)

28 29 29 28

DO (mg/l ) 8,4 6,8 4,5 3,9

10 10 10 10

6 6 7 6

1

A

2

B

1 2 3 1

C

2 3 1

13,01 13,01 14,84

10 10 10

7 7 6

28 29 28

2,4 2,7 3,6

2,51 4,71 2,30

4

D

2 3 1

14,84 14,84 16,93

10 10 10

6 6 6

28 29 28

2,5 2,2 2,6

0,82 0,82 1,61

5

E

2 3 1

16,93 16,93 19,31

10 10 10

6 6 6

28 29 28

3,4 2,8 3,5

2,36 2,41 1,62

F

2 3 1

19,31 19,31 22,02

10 10 10

6 6 6

28 29 28

2,2 5,9 5,9

2,10 0,50 3,72

2 3 1

22,02 22,02 25,12

10 10 10

6 7 6

28 29 29

5,6 4,4 3,4

1,14 1,94 2,30

2 3

25,12 25,12

10 10

6 7

29 29

2,6 1,5

3,48 1,96

3

6

7

G

2,35 3,78 1,36 3,55

Tabel 5 di atas menunjukkan kisaran beberapa variabel kualitas air pada setiap konsentrasi deterjen.Variabel suhu berada pada kisaran 28⁰ C– 29⁰ C, nilai tersebut masih berada pada kisaran nilai optimumyaitu 27oC – 30oC (Arie, 2008). Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa adanya

paparan deterjen dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh terhadap suhu air, karena fluktuasi nilai suhuair terlihat sama pada semua konsentrasi. Variabel oksigen terlarut berada pada kisaran 1,5 mg/L – 8,4 mg/L.Kandungan oksigen terlarut cenderung menurun seiring dengan adanya peningkatan konsentrasi deterjen.Kandungan oksigen terendah terjadi pada konsentrasi deterjen 25,12 mg/L yaitu pada kisaran 1,5 mg/L – 3,4 mg/L.Sedangkan kandungan oksigen tertinggi ada pada konsentrasi deterjen 11,41 mg/L yaitu pada kisaran 4,5 mg/L – 8,4 mg/L. Menurut Hardjamulia(1981), oksigen dalam air tidak boleh kurang dari 3 mg/L. Perairan yang terkena polutanseperti deterjen, suplai oksigen dari udara sangat lambat sehingga oksigen di dalam air sedikit. Nilai pH yangdidapatkan pada setiap perlakuan adalah sekitar 6 - 7, yang berarti pH air dalam keadaan netral. Besarnya nilai pH setiapperlakuan selama penelitian adalah sama, hal tersebut menandakan bahwa larutan surfaktan tidak berpengaruhterhadap pH air. Menurut Boyd (1990), pH yang optimal untuk perairan berkisar antara 6,7 – 8,2.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Konsentrasi sublethal dari limbah deterjen terhadap ikan nila pada penelitian ini adalah nilai LC100 – 24 jamsebesar 25,12 ppm, nilai LC0 – 48 jam sebesar 10 ppm, dan nilai LC50-96 jam sebesar 15,85±4,41 ppm. 2.Pemberian bahan toksik pada konsentrasi deterjen yang berbeda – beda berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan nila (Orheochromis niloticus). Dengan nilai korelasi sebesar 0,92 yang menunjukkan bahwa adanya hubungan positif kuat dan nilai signifikansi sebesar 0,042 yang menunjukkan bahwa H1 diterima.

B. Saran Saran dari penelitian ini yaitu sebaiknya penelitian ini dilanjutkan lagi secara histologi untuk lebih mengetahui organ-organ tubuh yang terserang efek toksik bahan pencemar tersebut (deterjen).

DAFTAR PUSTAKA Abel, PD. 1974. Toxicity of synthetic detergents of fish and aquatic invertebrates. Journal Fish Biology 6: 279-298. Aini, N. 2013. Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila ( Orheochromis niloticus). Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara APHA. 1998. Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater. Fourteenth Edition. American Public Health Association. America. Arie, U. 2008. Budidaya Ikan Mas-Penetasan Telur Ikan Mas. http://solusiikanmas.blogspot.com. Diakses tanggal 25 Mei 2015 Armita,

2011. Analisis Perbandingan Kualitas Air di Daerah Budidaya Rumput Laut dengan Daerah Tidak Ada Budidaya Rumput Laut di Dusun Malelaya Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. Skripsi. Makasar: Universitas Hasanuddin

Bonagung, 2011. Penentuan Oksigen Terlarut. http://scribd.com/doc/.Diakses pada 3 Juni 2014 pukul 21.00 WIB. Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management in Aquaculture and Fisheries Science. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 312p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Finney, D.J. 1971. Assay Based on Quantal Responses. Probit Methods, IRRI. Los Banos, Philipines. http://www.fishbase.org.Oreochromis niloticus. [ Diakses tanggal 26 April 2015] Gaspersz. Vincens. (2000). Metode Perancangan Percobaan : Untuk ilmu-ilmu pertanian, teknik dan biologi. CV. Armico – Bandung. Halang, B. 2004. Toksisitas Air Limbah Detergen terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio) vol.1 . Hal 39-49 Januari 2004. Lampung. Hardjamulia, A. 1981. Daya Kelangsungan Hidup ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) dalam Berbagai Turbiditas. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 81 hlm. Jurado, E et al. 2006. Enzyme Based Detergent Formulas for Fatty Soils and Hard Surface in a Continous Flow Device. Journal of Surfactant and Detergents. Vol.9 Qtr 1. Lu, F.C.1995.Toksikologi Dasar, Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko. Universitas Indonesia Press : Jakarta. Mangkoedihardjo, S. 1999. Ekotoksikologi Keteknikan. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya. Mugirosani Tara, 2011. Uji Toksisitas Air Limbah Laundry Dengan Ikan Nila (Orheochromis Niloticus). Skripsi. Jawa Timur : Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Myers, D. 1946. Surfactant Science & Technology. Third Edition. John Wiley & Sons , Inc. New York.

Nikmah, F. 2012. Analisis Toksisitas Deterjen Terhadap Ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis). Skripsi. Tanjungpinang : Universitas Maritim Raja Ali Haji

Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biology Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit P.T. Gramedia Pustaka. Jakarta. [OECD]

Organization Economic Community Development. 1992. Fish Acute Toxicity Test. OECD Guidelines for Testing of Chemichals 203: 9p.

Prahastuti, M.S.; Churun, A.; Bambang, S. 2013. Dampak Surfaktan Berbahan Aktif NaABS Terhadap Daya Tetas Telur Ikan Karper (Cyprinus carpio) Dalam Skala LAboratorium: Journal Of Maquares University of Diponegoro. Indonesia. Vol. 2 : 11-17. Santoso,

L. 2010. Kajian Toksisitas dan Bioakumulasi Surfaktan Deterjen Linear Alkyil Benzene Sulfonate (LAS) Pada Juvenil Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii). Tesis. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Scott MJ, Jones MN. 2000. Review : the biodegradation of surfactants in the environment. Biochimica et Biophysica Acta 1508 : 235-251. SNI 7554.2:2011, Deterjen Serbuk – Bagian 2: Cara Uji Toksisitas Akut Surfaktan Terhadap Ikan. Supriyono, E.; Takashima, F.; Strussmann, C.A. 1998. Toxicity of LAS to Juvenile Kuruma

Shrimp, Penaeus japonicas : A Histipathological Study On Acute and Subchronic Levels. Journal of Tokyo University of Fisheries. Japan. Vol. 85 : 110. Suseno. 1983. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. PT Gramedia. Jakarta. Tandjung, HSD. 1995. Toksikologi Lingkungan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta. Zahri, A. 2008. Pengaruh Alkyl Benzena Sulfonate (LAS) Terhadap Tingkat Mortalitas dan Kerusakan Stuktural Jaringan Insang pada Ikan Nila (O. niloticus L.). Program Studi Teknologi Budidaya Perairan Politeknik Perikanan Negeri Tual. Maluku Utara. Universitas