UNICEF, RINGKASAN KAJIAN KESEHATAN IBU & ANAK

Download 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011. Akibatnya,. Kementerian Kesehatan telah memproyeksikan peningkatan infeksi HIV pada anak-anak. Kese...

0 downloads 389 Views 483KB Size
RingkasanKajian OKTOBER 2012

UNICEF INDONESIA

Kesehatan Ibu & Anak Isu-isu penting

S

etiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan.

terakhir, penurunan angka kematian bayi baru lahir (neonatal) tampaknya terhenti. Jika tren ini berlanjut, Indonesia mungkin tidak dapat mencapai target MDG keempat (penurunan angka kematian anak) pada tahun 2015, meskipun nampaknya Indonesia berada dalam arah yang tepat pada tahun-tahun sebelumnya.

Pola-pola kematianIbu anakdan Anak Ringkasan Isu: Kesehatan

Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) kelima, berjalan lambat dalam beberapa tahun terakhir. Rasio kematian ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200 selama Isu-isu penting dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya untuktiga meningkatkan ibu. Hal satu ini Setiap menit, di pelayanan manapunkesehatan di Indonesia, bertentangan dengan negara-negara miskin di sekitar anak balita meninggal. Selain itu, setiap jam, satu Indonesia meninggal yang menunjukkan perempuan karenapeningkatan melahirkanlebih ataubesar sebabpada MDG kelima (Gambar 1). sebab yang berhubungan dengan kehamilan.

S

ebagian besar kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa baru lahir (neonatal), bulan Indonesia karena infeksi dan penyakit anak-anak pertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggal lainnya mengalami penurunan, seiring pada usia yang telah berbeda adalah 19 per seribu selama masa dengan peningkatan pendidikan ibu, higiene rumah neonatal, 15 per seribu dari usia 2 hingga 11 bulan dan tangga dan pendapatan aksesSeperti ke pelayanan 10 perlingkungan, seribu dari usia satu sampai dan lima tahun. di kesehatan. Kematian bayi baru lahir kini merupakan negara-negara berkembang lainnya yang mencapai status hambatan utama dalamanak menurunkan kematian pendapatan menengah, kematian di Indonesia karena anak lebih lanjut. Sebagian besar penyebab kematian bayi infeksi dan penyakit anak-anak lainnya telah mengalami baru lahir dapat ditanggulangi. penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu, Indonesia telah melakukan yang jauh lebih baik Peningkatankesehatan ibuupaya di Indonesia,yang kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dalam menurunkan angka kematian pada bayi dan merupakan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) Baikkedipelayanan daerah kesehatan. perdesaan preceding maupun dan akses Kematian bayi baru balita,berjalanlambat yang merupakan dalam MDG keempat. Tahun 1990-an kelima, beberapa tahun perkotaan dan untuk semua kelompok kekayaan, lahir kini merupakan hambatan utama dalam menurunkan menunjukkan menurunkan terakhir. Rasio perkembangan kematian ibu,tetap yangdalam diperkirakan sekitar perkembangan dalam mengurangi angka kematian kematian anak lebih lanjut. Sebagian besar penyebab kematian kelahiran balita, bersama-sama dengan komponen228angka per 100.000 hidup, tetap tinggidi atas 200 kematian bayi baru lahir ini dapat ditanggulangi. komponennya, angka kematian bayi dan angka kematian selama dekade terakhir, meskipun telah dilakukan Figure 2.Angka Under-5 & neonatal mortality rates wealth quintile Gambar 2. kematian anak balita & bayi baru lahir by menurut kelompok bayi baru lahir. Akan tetapi, dalam beberapa tahun kekayaandalam periodepreceding sepuluh tahun sebelumSource: setiap survei.Sumber: in ten-year periods each survey. IDHS 2007, 2002-3 Baik di90daerah perdesaan maupun perkotaan dan SDKI 2007, 2002-3 untuk 80 seluruh kuintil kekayaan, kemajuanNeonatal dalam mortality rates Under five mortality rates Gambar 1.Tren Trenkematian kematian Ibu, beberapa negara ASEANcountries Figure 1.1.Maternal mortality trends, selected ASEAN Gambar ibu, beberapa negara ASEAN Source: UN Maternal Mortality Estimation Group: WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank Sumber: UN Maternal Mortality Estimation Group: WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank mengurangi angka kematian bayi telah terhenti Sumber: UN Maternal Mortality Estimation Group: WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank 70 Maternal deaths dalam 60 beberapa tahun terakhir. Survei Demografi dan 2007 700 per 100,000 live births Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa 50 2007 600 baik angka kematian balita maupun angka kematian 40 2007 2007 kuintil kekayaan bayi baru lahir telah meningkat pada 2003 2007 30 2007 500 2003 tertinggi, tetapi alasannya tidak jelas (Gambar 2). 2007 2007 2007 2003 20 400 Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angka 2003 2003 2003 10 2003 2003 2003 kematian balita sepertiga lebih tinggi daripada angka 0 300 Lowest Second Highest Lowest Second Middle Fourth Highest kematian balita pada Middle rumahFourth tangga perkotaan, tetapi 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Indonesia's MDG 200 sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di target = 102 Philippines perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada 100 angkabayi kematian perkotaan, bahwa dalam kematian di barudilahir telahdan terhenti beberapa tahun 0 perkotaan bahkan telah mengalami peningkatan pada terakhir. Survei Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI 1990 1995 2000 2005 2010 2015 masa 2007) neonatal. Tren ini tampaknya terkait dengan menunjukkan bahwa baik angka kematian balita

upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu. Negara-negara miskin di wilayah tersebut menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam hal ini (Gambar 1). children unite for Indonesia telah melakukan upaya-upaya jauh lebih baik dalam menurunkan kematian bayi dan balita,

maupun angka kematian bayi baru lahir telah meningkat pada kelompok kekayaan tertinggi, tetapi alasannya tidak jelas (Gambar 2). Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angka kematian balita sepertiga lebih tinggi daripadaangka kematian balita pada rumah tangga perkotaan, tetapi sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada tingkat

Isu: Kesehatan Ibu dan Anak RINGKASAN KAJIAN

u u bab-

DG)

ekitar s 200

Indonesia karena infeksi dan penyakit anak-anak lainnya telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu, higiene rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dan akses ke pelayanan urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan kepadatan kesehatan. Kematian bayi kondisi baru lahir kini yang merupakan penduduk yang berlebihan, sanitasi buruk hambatan utama dalam menurunkan kematian pada penduduk miskin perkotaan, yang diperburukanak oleh lebih lanjut.dalam Sebagian besar yang penyebab kematian bayi perubahan masyarakat telah menyebabkan baru lahir dapat ditanggulangi. hilangnya jaring pengaman sosial tradisional. Kualitas pelayanan yang kurang optimal di daerah-daerah miskin Baik di daerah perdesaan preceding maupun perkotaan juga merupakan faktor penyebab. perkotaan dan untuk semua kelompok kekayaan, perkembangan dalam mengurangi angka kematian

90

s

OKTOBER 2012

80

Gambar 2. Angka kematian anak balita & bayi baru lahir menurut kelompok kekayaan dalam periode sepuluh tahun Figure 2.setiap Under-5 & neonatal mortality rates wealth quintile Gambar 2. Angka kematian anak balita & bayi baru lahir by menurut kelompok sebelum survey kekayaandalam periodepreceding sepuluh tahun sebelumSource: setiap survei.Sumber: SDKI 2007, in ten-year periods each survey. IDHS 2007, 2002-3 2002-3

Neonatal mortality rates

Under five mortality rates

70 60

2007

50

2007

40 30 20 10 0

MDG 102

15

hatan hal

ebih ta,

n-

apa

tuk ipun hun-

at ini

sia

n dan perti apai

2007 2003

2003

2007

2007

2007

2003 2003

2003

2003

2007

2003

2007

2003

dan anak-anak yang terkena dampak dari kondisi ini, yang mengakibatkan perlunya pertimbangan dalam menentukan target upaya-upaya yang dilakukan. Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan menengah atau lebih tinggi adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini disebabkan oleh perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik di antara perempuan-perempuan yang berpendidikan. Indonesia mengalami peningkatan feminisasi epidemi HIV/AIDS. Proporsi perempuan di antara kasus-kasus HIV baru telah meningkat dari 34 persen pada tahun 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011. Akibatnya, Kementerian Kesehatan telah memproyeksikan peningkatan infeksi HIV pada anak-anak.

2007

2003

Lowest Second Middle Fourth Highest Lowest Second Middle Fourth Highest 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

bayi baru lahir telah terhenti dalam beberapa tahun Angka kematian anak terkait dengan kemiskinan. Anakterakhir. Survei Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI anak dalam rumah tangga termiskin umumnya memiliki 2007) menunjukkan bahwa baik angka kematian balita angka kematian balita lebih dari dua kali lipat dari angka maupun angka kematian bayi baru lahir telah meningkat kematian balita di kelompok kuintil paling sejahtera. Hal pada kelompok kekayaan tertinggi, tetapi alasannya ini karena rumah tangga yang lebih kaya memiliki akses tidak jelas (Gambar 2). Meskipun rumah tangga yang lebih banyak pelayanan kesehatan dan sosial perdesaan masih ke memiliki angka kematian balitayang berkualitas, praktek-praktek kesehatan yang lebih baik dan sepertiga lebih tinggi daripadaangka kematian balita pada umumnya tingkat pendidikan yang lebih tinggi. pada rumah tangga perkotaan, tetapi sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di perdesaan Angka kematian anak di lebih daerah-daerah miskin ditingkat pinggiran mengalami penurunan cepat daripada perkotaandijauh lebih tinggi daripada angka kematian perkotaan, dan bahwarata-rata kematian di kematian anak di perkotaan. Studi tentang “mega-kota”dalam perkotaan bahkan telah mengalami peningkatan i Jakarta (yang disebut Jabotabek ), Bandungterkait dan Surabaya periode neonatal. Tren ini tampaknya dengan tahun 2000 menyatakan angka kematian anak sampai urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan lima kali lebih tinggi di kecamatan-kecamatan perkotaan kepadatan penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi pinggiran kota yangpenduduk miskin di Jabotabek daripada di pusat yang buruk pada miskin perkotaan, yang kota Jakarta.oleh Kematian anak yang lebihmasyarakat tinggi disebabkan diperburuk perubahan dalam yang telah menyebabkan hilangnya jaring pengaman oleh penyakit dan kondisi yang berhubungan dengan sosial tradisional. Kualitas yang pelayanan yang kurang optimal di kepadatan penduduk berlebihan, serta rendahnya daerah-daerahmiskin perkotaan jugamerupakan faktor kualitas air bersih dan sanitasi yang buruk. penyebab. Perbedaan geografis yang mencolok: angka kematian Angka kematian terkait dengan balita lebih dari 90anak per seribu anak di tiga kemiskinan. provinsi di Anak-anak dalam rumah tangga termiskin umumnya kawasan timur (Gambar 3). Kematian bayi baru lahir memiliki angka kematian balita lebih dari dua kali sangat tinggi di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, setinggi angka kematian dalam kelompok terkaya. Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat, melebihi angkaHal ini karenabalita rumah yang lebih kaya kematian di tangga provinsi-provinsi yang kayamemiliki seperti akses yang lebih banyak ke pelayanan kesehatan dan sosial Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan Yogyakarta. yang berkualitas, praktek-praktek kesehatan yang lebih Sedangkan angka kematian di Jawa umumnya lebih baik dan pada umumnya tingkat pendidikan yang lebih rendah, tetapi terdapat sejumlah besar perempuan tinggi. 2

1

Kesenjangan pelayanan kesehatan

P

elayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dapat mencegah tingginya angka kematian. Di Indonesia, angka kematian bayi baru lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh profesional medis adalah seperlima dari angka kematian pada anak-anak yang ibunya tidak mendapatkan pelayanan ini. Gambar 4 memberikan gambaran umum tentang cakupan beberapa pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Indonesia menunjukkan angka peningkatan proporsi persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dari 41 persen pada tahun 1992 menjadi 82 persen pada tahun 2010. Indikator tersebut hanya mencakup dokter dan bidan atau bidan desa. Di tujuh provinsi kawasan timur, satu dari setiap tiga persalinan berlangsung tanpa mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan apapun, hanya ditolong oleh dukun bayi atau anggota keluarga. Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan masih rendah, yaitu sebesar 55 persen. Lebih dari setengah perempuan di 20 provinsi tidak mampu atau tidak mau menggunakan jenis fasilitas kesehatan apapun, sebagai penggantinya mereka melahirkan di rumah mereka sendiri. Perempuan yang melahirkan di fasilitas kesehatan memungkin untuk memperoleh akses ke pelayanan obstetrik darurat dan perawatan bayi baru lahir, meskipun pelayanan ini tidak selalu tersedia di semua fasilitas kesehatan.

da gahrataarta Jawa baya besar sampai k, erkotaan an target da di nggi an g h yang ng 8-2007, ang an ga ak-anak n bayi h tinggi mantan ini arat, nnsi di ang angah ratata Jawa hya besar i ampai ak, ra target rkotaan an aersen di 2011. ggi kan anakbih ang ng 8-2007, ang tan ran ak-anak yang bih tinggi bayi n ini aru antan tang rat, - oleh si gah awa si kan besar ara ayanan k, persen n 2011. target n

anakn h an Depok ng atan di Provinsi -2007, rng yang n aru k-anak nh tinggi ninioleh ng

rikan elayanan

a ersen 2011.

dan Depok nakdi Provinsi

an

yang

kesehatan Papua Baratterlatih telah mengalami peningkatan NMR West Papua Sultra dari 41 persen pada tahun 1992 Southeast secaraSulawesi tetap Kalbar West Kalimantan menjadi 82 persen pada tahun 2010. Indikator Banten IMR Banten tersebut hanya mencakup dokter dan bidan atau bidan Kepri Riau Islands Lampung desa. Lampung Di tujuh provinsi kawasan timur, satu dari setiap Sulsel South Sulawesi U5MR tigaSouth persalinan berlangsung tanpa pertolongan dari jenis Sumatra Sumsel West Java Jawa Barat tenaga kesehatan apapun, hanya ditolong oleh dukun Riau Riau bayi atauJambi anggota keluarga. Figure 3. Under-five, Gambar 3. Angka kematian Jambi infant & neonatal anak balita, bayi& bayi baru Bangka Belitung Bangka B. lahir (U5MR, IMR, NMR) mortality rates (U5MR, East Java JawaTimur untuk periodeIMR, 10 tahun NMR) Sulbar Aceh Aceh sebelum setiap survey. West Sulawesi in the 10-year period Maluku North Sulawesi Sulut Sumber: SDKI 2007 Maluku preceding the survey. NTB East Kalimantan Kaltim West Nusa Tenggara Source: IDHS 2007 NTT Bali Bali East Nusa Tenggara Kalsel DKI Jakarta Jakarta SouthDKI Kalimantan Maluku Utara Central Kalimantan North Maluku Kalteng Sulteng Central Java Central JawaSulawesi Tengah Gorontalo DI Yogyakarta Gorontalo DI Yogyakarta Sumut North Sumatra 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Bengkulu Bengkulu Papua Papua West Sumbar Sumatra NMR Papua Barat WestMaternal Papua Figure health services best andkinerja worst-performing Gambar5. 6. Cakupan pelayanan kesehatancoverage: ibu: provinsi dengan terbaik dan Sultra Southeast Sulawesi provinces Source: Riskesdas 2010 (Susenas 2010 for birth attendance) terburuk . Sumber: Riskedas 2010 (Susenas 2010 untuk pertolongan persalinan Kalbar West Kalimantan Banten IMR Banten Kepri Riau Islands TT3+ Lampung Lampung TT2+ Sulsel South Sulawesi U5MR Pertolongan persalinan South Sumatra Sumsel Skilled birth terampil West Java Jawa Barat attendance Riau Riau Figure 3. Under-five, Pelayanan Gambar 3. Angka kematian Jambi pasca Jambi Gambar 3.&Angka Timely postnatal care infant neonatal anak balita, bayi& bayi baru kelahiran tepat Bangka Belitung Bangka B. waktu kematian anak balita, lahir (U5MR, IMR, NMR) mortality rates (U5MR, East Java JawaTimur untuk periode 10 tahun Pelayanan antenatal bayi & bayi baru lahir IMR, NMR) Aceh Aceh Quality antenatal care sebelum setiap survey. yang berkualitas Sulbar in the 10-year period (U5MR, NorthSulawesi Sulawesi Sulut West Sumber:IMR, SDKI NMR) 2007 preceding the survey. Maluku East Kalimantan untuk periode 10 tahun Kaltim Maluku 4 kunjungan pelayanan Source: IDHS 2007 NTB Balivisits 4 antenatal care Bali West Nusa Tenggara sebelum setiap survey antenatal NTT DKIJakarta Jakarta DKI East Nusa Tenggara Sumber: SDKI 2007 Central Kalimantan Kalsel Kalteng Persalinan di fasilitas South Kalimantan Facility based Central Java Maluku Utara kesehatan Jawa Tengah North Maluku delivery DI Yogyakarta Sulteng DI Yogyakarta Central Sulawesi Gorontalo 0% 20 20% 100% Gorontalo 0 10 30 40 40% 50 60 60% 70 8080%90 100 Sumut North Sumatra Bengkulu Bengkulu Papua Papua Persalinan di fasilitas Figure 5. Maternal health services best andkinerja worst-performing 90% Sumbar Gambar Cakupan pelayanan kesehatancoverage: ibu: provinsi dengan terbaik dan Facility based delivery West 6. Sumatra provinces Source: Riskesdas 2010 2010 (Susenas 2010 for kesehatan birth attendance) terburuk . Sumber: Riskedas 2010 (Susenas untuk pertolongan persalinan NMR Papua Barat West Papua 80% Sultra 4 kunjungan pelayanan Southeast Sulawesi 4antenatal antenatal care visits Kalbar West Kalimantan 70% TT3+ Banten IMR Banten TT2+

OKTOBER 2012

kan ayanan

Sekitar 61 persen perempuan usia 10-59 tahun melakukan empat kunjungan pelayanan antenatal yang disyaratkan selama kehamilan terakhir mereka. Kebanyakan perempuan hamil (72 persen) di Indonesia melakukan kunjungan pertama, tetapi putus sebelum empat kunjungan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Kurang lebih 16 persen perempuan (25 persen dari perdesaan dan 8 persen perempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkan pelayanan antenatal selama kehamilan terakhir mereka.

Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih telah mengalami peningkatan secara tetap dari 41 persen pada tahun 1992 menjadi 82 persen pada tahun 2010. Indikator tersebut hanya mencakup dokter dan bidan atau bidan desa. Di tujuh provinsi kawasan timur, satu dari setiap Kualitas pelayanan yang diterima selama kunjungan tiga persalinan berlangsung tanpa pertolongan dari jenis antenatal tidak memadai. Kementerian Kesehatan tenaga kesehatan apapun, hanya ditolong oleh dukun Indonesia merekomendasikan komponen-komponen bayi atau anggota keluarga. pelayanan antenatal yang berkualitas sebagai berikut: (i) pengukuran tinggi dan berat badan, (ii) pengukuran tekanan darah, (iii) tablet zat besi, (iv) imunisasi tetanus toksoid, (v) pemeriksaan perut, dan selain (vi) pengetesan sampel darah dan urin dan (vii) informasi tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Sekitar 86 dan 45 persen perempuan hamil masing-masing telah diambil sampel darah mereka dan diberitahu tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Akan tetapi, hanya 20 persen perempuan hamil mendapatkanl lima intervensi pertama secara lengkap, menurut Riskesdas 2010. Bahkan di Yogyakarta, provinsi dengan cakupan 4 kunjungan pelayanan tertinggi, proporsi ini hanya 58 persen. Sulawesi Tengah Quality antenatalantenatal care Kepri Riau Islands 60% Pertolongan persalinan Skilled birth Lampung Lampung memiliki cakupan terendah sebesar 7 persen. terampil

D

U5MR Timely postnatal kelahiran tepat waktu Gambar 4. care

attendance Sulsel South Sulawesi 50% South Sumatra Sumsel Pelayanan pasca Timely postnatal care West Java waktu Jawa Barat tepat 40%kelahiran Riau Riau Pelayanan antenatal Jambi Jambi 30% Quality antenatal care yang berkualitas Bangka Belitung Bangka B. East Java JawaTimur 20% 4 kunjungan pelayanan Aceh 4 antenatal Aceh care visits antenatal North Sulawesi Sulut 10% East Kalimantan Kaltim Persalinan di fasilitas Facility based Bali kesehatan 0% delivery Bali DKIJakarta Jakarta DKI 0% Central Kalimantan Kalteng Central Java Jawa Tengah DI Yogyakarta DI Yogyakarta 90% 80%

0

10

Pelayanan pasca

Sekitar 38 persen perempuan usia reproduktif menyatakan telah mendapatkan dua atau lebih suntikan tetanus toxoid (TT2 +) selama kehamilan. D Kementerian Kesehatan merekomendasikan agar perempuan mendapatkan suntikan tetanus toksoid 2 selama dua kehamilan pertama, dengan suntikan penguat sekali selama setiap kehamilan berikutnya untuk memberikan perlindungan penuh. Cakupan TT2 Sumber: Riskedas 2010 + terendah terdapat di Sumatera Utara (20 persen) dan Source: Riskesdas 2010. Persalinan di fasilitas 100 60 70 80 Facility based90 delivery kesehatan tertinggi di Bali (67 persen).

Cakupan TT3+ TT2+ pelayanan Figure 3. Under-five, Gambar 3.kesehatan Angka kematian infant & neonatal anak balita, bayi& bayi baru Ibu menurut lahir (U5MR, IMR,(U5MR, NMR) mortality rates tinggal untuktempat periodeIMR, 10 tahun NMR) sebelum setiap survey. dan in the kelompok 10-year period Gambar 4. Cakupan Sumber: SDKI 2007 Figure 4. Maternal preceding the survey. kekayaan. pelayanan kesehatan health services Source: IDHS 2007 ibu menurut tempat Sumber: Riskedas 2010 coverage by tinggal dan kelompok residence and .wealth kekayaan 60% 80% 100% quintiles

D

20%

20

30

40%

40

50

4 kunjungan pelayanan

4antenatal antenatal Gambar 6. Cakupan pelayanan kesehatan Ibu: care visits

Figure health services coverage: best andkinerja worst-performing 70% 5. provinsi dengan kinerja terbaik dan terburuk Gambar 6. Maternal Cakupan pelayanan kesehatan ibu: provinsi dengan terbaik dan 4for kunjungan pelayanan provinces Source: Riskesdas 2010 (Susenas 2010 Quality birth attendance) terburuk . Sumber: Riskedas 2010 (Susenas 2010 untuk pertolongan persalinan Sumber: Riskedas 2010 (Susenas 2010 untuk pertolongan persalinan) antenatal care antenatal 60% 50%

Pelayanan pasca

Timely postnatal care kelahiran tepat waktu

TT3+ TT2+

40% Pertolongan persalinan Skilled birth terampil 30% attendance

TT3+ TT2+

D

Pelayanan pasca

20% postnatal care Timely kelahiran tepat waktu

10% Pelayanan antenatal

Gambar Figure 4. 4.Cakupan Maternal pelayanan kesehatan health services ibu menurut tempat coverage by tinggal dan kelompok residence and .wealth kekayaan

Quality antenatal care yang berkualitas 0%

4 kunjungan pelayanan 4 antenatal care visits antenatal

quintiles

Source: Riskesdas 2010.

0%

90% 80% 70% 60%

2

Sumber: Riskedas 2010

Persalinan di fasilitas Facility based kesehatan delivery

ru

oleh

D

RINGKASAN KAJIAN

20%

40%

60%

80%

100%

Persalinan di fasilitas

Facility based delivery kesehatan 4 kunjungan pelayanan

4antenatal antenatal care visits 4 kunjungan pelayanan

Quality antenatalantenatal care

Kira-kira 31 persen ibu nifas mendapatkan pelayanan antenatal “tepat waktu.” Ini berarti pelayanan dalam waktu 6 sampai 48 jam setelah melahirkan, seperti yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. Pelayanan pasca persalinan yang baik sangat penting, karena sebagian besar kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi pada dua hari pertama dan pelayanan pasca persalinan diperlukan untuk menangani komplikasi setelah persalinan. Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur dan Papua menunjukkan kinerja terburuk dalam hal ini, cakupan pelayanan pasca persalinan tepat waktu hanya 18 persen di Kepulauan Riau. Sekitar 26 persen dari semua ibu nifas pernah mendapatkan pelayanan pascapersalinan.

3

ringkasan KAJIAN

Di antara pelayanan kesehatan yang tersedia bagi ibu, persalinan di fasilitas kesehatan menunjukkan kesenjangan terbesar (Gambar 4 dan 5). Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan di daerah-daerah perkotaan sebesar 113 persen lebih tinggi daripada proporsi di daerah-daerah perdesaan. Proporsi perempuan dari kuintil kekayaan tertinggi yang melahirkan di fasilitas kesehatan sebesar 111 persen lebih tinggi daripada proporsi dari kuintil termiskin. Terkait dengan pelayanan-pelayanan lain, kesenjangan kesejahteraan lebih besar daripada kesenjangan perkotaan-perdesaan. Kesenjangan kota-desa sebesar 9 sampai 38 persen untuk pelayanan yang berkaitan dengan pelayanan antenatal, TT2 + dan pelayanan pascapersalinan, tetapi perbedaan antara kuintil kekayaan berkisar antara 34-68 persen. Cakupan pelayanan pascapersalinan tepat waktu yang relatif rendah kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnya prioritas di antara perempuan untuk pelayanan ini, bukan oleh kesulitan akses atau ketersediaan.

Hambatan

B

uruknya kualitas pelayanan kesehatan antenatal, persalinan, dan pascapersalinan merupakan hambatan utama untuk menurunkan kematian ibu dan anak. Untuk seluruh kelompok penduduk, cakupan tentang indikator yang berkaitan dengan kualitas pelayanan (misalnya, pelayanan antenatal yang berkualitas) secara konsisten lebih rendah daripada cakupan yang berkaitan dengan kuantitas atau akses (misalnya empat kunjungan antenatal). Studi 2002 menunjukkan bahwa buruknya kualitas pelayanan merupakan faktor penyebab 60 persen dari 130 kematian ibu yang dikaji. Buruknya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat menunjukkan perlunya meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan. Indonesia menunjukkan salah satu jumlah pengeluaran kesehatan terendah, sebesar 2,6 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2010. Pengeluaran kesehatan masyarakat hanya di bawah setengah dari total pengeluaran kesehatan. Di tingkat kabupaten, sektor kesehatan hanya menerima 7 persen dari total dana kabupaten, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk kesehatan rata-rata kurang dari satu persen dari total anggaran pemerintah daerah. Proses perencanaan untuk DAK harus lebih efisien, efektif dan transparan. Di tingkat pusat, wakil-wakil di DPR memainkan peran penting dalam menentukan alokasi dana untuk kabupaten masing-masing, dan dengan demikian, memperlambat proses DAK tersebut.

4

OKTOBER 2012

Dana kesehatan tersedia di tingkat kabupaten hanya pada akhir tahun anggaran. Berbagai hambatan menyebabkan perempuan miskin tidak sepenuhnya menyadari manfaat Jampersal, program asuransi kesehatan Pemerintah untuk perempuan hamil. Hambatan-hambatan tersebut meliputi tingkat penggantian biaya yang tidak memadai, khususnya jika termasuk biaya transportasi dan komplikasi, dan kurangnya kesadaran di antara perempuan tentang kelayakan dan manfaat Jampersal. Berdasarkan permintaan, harus ada lebih banyak fasilitas kesehatan yang memberikan Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan lebih banyak dokter kandungan dan ginekolog. Rasio fasilitas-penduduk untuk PONEK di Indonesia (0,84 per 500.000) masih di bawah rasio satu per 500.000 yang direkomendasikan oleh UNICEF, WHO dan UNFPA (1997). Indonesia memiliki sekitar 2.100 dokter kandungan-ginekolog (atau satu per 31.000 wanita usia subur), tetapi tidak tersebar secara merata. Lebih dari setengah dokter kandunganginekolog melakukan praktek di Jawa. Perilaku yang tidak tepat dan kurangnya pengetahuan berkontribusi terhadap kematian anak: Para ibu dan petugas kesehatan masyarakat tidak memiliki pengetahuan tentang penanggulangan atau pengobatan penyakit-penyakit umum anak. Di Indonesia, satu dari tiga anak balita menderita demam (yang mungkin disebabkan oleh malaria, infeksi saluran pernapasan akut dan lainnya), dan satu dari tujuh anak balita menderita diare. Sebagian besar kematian akibat penyakit-penyakit ini dapat dicegah. Akan tetapi, untuk mencegah penyakitpenyakit ini, diperlukan pengetahuan, pengenalan tepat waktu, penanganan dan perubahan perilaku para ibu dan petugas kesehatan. Misalnya, SDKI 2007 menunjukkan bahwa hanya 61 persen anak balita yang menderita diare diobati dengan terapi rehidrasi oral. Para ibu tidak menyadari pentingnya pemberian ASI. SDKI 2007 menunjukkan bahwa kurang dari satu dari tiga bayi di bawah usia enam bulan diberi ASI eksklusif. Oleh karena itu, sebagian besar bayi di Indonesia tidak mendapatkan manfaat ASI terkait dengan gizi dan perlindungan terhadap penyakit. Praktek-praktek sanitasi dan kebersihan yang buruk sangat umum. Riskesdas 2010 menyatakan bahwa sekitar 49 persen rumah tangga di Indonesia

OKTOBER 2012

menggunakan cara-cara pembuangan kotoran yang tidak aman, dan 23 sampai 31 persen rumah tangga di dua kuintil termiskin masih melakukan praktek buang air besar di tempat-tempat terbuka. Praktek tersebut berhubungan dengan penyakit diare. Riskesdas 2007 menyatakan diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak antara usia 1 bulan sampai satu tahun, dan 25 persen kematian anak antara usia satu sampai empat tahun. Praktek pemberian makan bayi dan pelayanan lainnya yang buruk mengakibatkan gizi kurang pada ibu dan anak-anak, yang merupakan penyebab dasar kematian anak. Satu dari setiap tiga anak bertubuh pendek (stunted), dan dalam kuintil yang lebih miskin, satu dari setiap empat sampai lima anak mengalami berat badan kurang. Secara nasional, enam persen anak-anak muda bertubuh sangat kurus (wasted), yang menempatkan mereka pada resiko kematian yang tinggi.

Peluang untuk melakukan tindakan

S

ecara keseluruhan, pengeluaran kesehatan di Indonesia perlu ditingkatkan, termasuk proporsi DAK untuk sektor kesehatan. Peningkatan pengeluaran kesehatan harus sejalan dengan penanganan hambatan keuangan dan hambatan lainnya yang menghalangi perempuan miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Diperlukan gambaran yang jelas antara tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pemberian pelayanan kesehatan. Standar dan peraturan merupakan bagian dari fungsi pengawasan di tingkat pusat dan tidak boleh diserahkan kepada tingkat daerah. Pelayanan kesehatan ibu dan anak memerlukan pergeseran fokus pada kualitas, termasuk persalinan di fasilitas kesehatan yang dilengkapi dengan pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED). Pergeseran pada kualitas tersebut memerlukan aksi di beberapa tingkat. Pemerintah tingkat pusat harus mengembangkan dan melaksanakan standar dan pedoman kualitas pelayanan. Diperlukan pengawasan ketat untuk memastikan implementasi standar oleh penyedia pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Pelayanan kesehatan swasta harus menjadi bagian dari kebijakan dan kerangka kesehatan pemerintah. Upaya-upaya yang dilakukan saat ini

ringkasan KAJIAN

untuk meningkatkan standar kesehatan tidak secara proporsional menargetkan fasilitas pemerintah. Akan tetapi, persalinan yang berlangsung di fasilitas swasta tiga kali lebih banyak daripada di fasilitas pemerintah selama kurun waktu 1998-2007. Penyedia pelayanan kesehatan swasta dan fasilitas pelatihan telah menjadi bagian penting dari sistem kesehatan di Indonesia dan oleh karena itu harus menjadi bagian dari kebijakan kesehatan, standar dan sistem informasi pemerintah. Peraturan, pengawasan dan sertifikasi harus memastikan kepatuhan penyedia pelayanan swasta dengan standar dan sistem informasi pemerintah. Perlu ditetapkan lebih banyak fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan PONEK dan sistem rujukan harus diperkuat untuk mempromosikan penggunaan fasilitas-fasilitas ini secara tepat. Langkah menuju peningkatan kualitas memerlukan sumber daya tambahan untuk mengembangkan dan memotivasi petugas kesehatan. Kinerja petugas kesehatan sangat ditentukan baik oleh keterampilan maupun motivasi. Untuk mengembangkan keterampilan, tidak hanya diperlukan pelatihan yang lebih banyak, tetapi juga pengawasan fasilitatif manajemen kasus, dan bagi para profesional, penilaian sebaya, pengawasan berkala, dan peristiwa penting atau audit kematian. Sesi umpan balik, pemantauan dan pengawasan secara terus-menerus memainkan peran penting, tidak hanya dalam meningkatkan kualitas tetapi juga dalam memotivasi tim. Indonesia dapat mempertimbangkan untuk memberikan insentif kepada petugas kesehatan. Insentif ini dapat berbentuk non-uang (peningkatan tugas, kepemilikan, dan pengakuan profesi), uang (penambahan komponen berbasis kinerja pada gaji), atau kelembagaan dan berbasis tim (langkah-langkah seperti sistem akreditasi dan kompetisi terbuka). Sistem informasi yang kuat merupakan salah satu komponen pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sistem informasi kesehatan di seluruh Indonesia tidak menunjukkan kinerja yang baik seperti yang mereka lakukan sebelum desentralisasi. Data administrasi tidak memadai di banyak kabupaten, sehingga tidak mungkin bagi tim kesehatan kabupaten untuk secara efektif merencanakan dan menentukan target intervensi. Tingkat pusat memerlukan data yang kuat untuk melaksanakan fungsi pengawasannya. Situasi tersebut mungkin memerlukan sentralisasi ulang dan penyesuaian fungsi-fungsi khusus yang berkaitan dengan sistem informasi kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan proses, pelaporan dan standar.

5

ringkasan KAJIAN

OKTOBER 2012

Di tingkat nasional, standar pelayanan minimal (SPM) yang ada perlu dikaji ulang dan dirumuskan kembali. Banyak kabupaten miskin menganggap bahwa standar yang ada sekarang ini tidak dapat dicapai. Standar tersebut harus mengakomodir kesenjangan yang luas dan dasar-dasar yang berbeda di Indonesia, misalnya, dengan merumuskan perkembangan terkait dengan kenaikan prosentase bukan tingkat yang tetap. Hal ini akan memungkinkan kabupaten-kabupaten untuk mengembangkan rencana aksi yang lebih realistis. Penetapan standar tertentu harus mempertimbangkan realitas geografis, kepadatan penduduk dan ketersediaan sumber daya manusia. Pemerintah harus mendukung kabupaten atau kota yang tidak memiliki infrastruktur untuk mencapai standar pelayanan minimal. Untuk mewujudkan manfaat desentralisasi secara penuh, tim kesehatan kabupaten memerlukan dukungan dari pemerintah pusat dan provinsi dalam perencanaan dan implementasi berbasis bukti. Desentralisasi meningkatkan potensi pemerintah daerah untuk merencanakan, menyusun anggaran dan melaksanakan program-program yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Akan tetapi, hal ini akan tercapai hanya jika kapasitas daerah memadai. Pemerintah provinsi memerlukan sumber daya untuk membantu rencana kabupaten dan melaksanakan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas dan cakupan. Program-program kesehatan preventif perlu dipromosikan dan dipercepat. Ini akan memerlukan promosi serangkaian pelayanan mulai dari masa remaja dan pra-kehamilan dan berlanjut sampai kehamilan, persalinan dan masa kanak-kanak. Intervensi harus meliputi intervensi nyata dan hemat biaya seperti manajemen kasus berbasis masyarakat tentang penyakit umum anak, promosi dan penyuluhan pemberian ASI, pemberian suplementasi asam folat pada tahap prakehamilan, terapi antelmintik ibu, suplementasi zat gizi mikro bagi ibu dan bayi, dan penggunaan kelambu nyamuk bagi ibu dan bayi. Untuk menghapus penularan HIV dari orang tua ke anak, diperlukan pengetesan dan konseling HIV yang diprakarsai oleh penyedia pelayanan bagi semua perempuan hamil sebagai bagian dari pelayanan antenatal secara tetap, tindak lanjut yang lebih kuat, dan pendidikan publik yang lebih baik.

BPS-Statistics Indonesia (2011): Susenas 2010: National SocioEconomic Survey. Jakarta: BPS BPS-Statistics Indonesia and Macro International (2008): Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS 2007). Calverton, Maryland, USA: Macro International and Jakarta: BPS. Lawn, J.E., Cousens, S., and Zupan, J. (2005): ‘4 million neonatal deaths: When? Where? Why?’ Lancet, 365: 891-900 Ministry of Health (2000): Petunjuk pelaksanaan program imunisasi di Indonesia (Guidelines for the implementation of immunization program in Indonesia) Jakarta, Indonesia: Ministry of Health Ministry of Health (2001a): National Strategic Plan for Making Pregnancy Safer (MPS) in Indonesia 2001-2010. Jakarta, Indonesia: Ministry of Health Ministry of Health (2001b): Yang perlu diketahui petugas kesehatan tentang kesehatan reproduksi (What health service providers need to know about reproductive health) Jakarta, Indonesia: Ministry of Health Ministry of Health (2008): Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Jakarta: Ministry of Health, National Institute of Health Research and Development. Ministry of Health (2011): Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Jakarta: Ministry of Health, National Institute of Health Research and Development. Nguyen, K.H., Bauze, A.E., Jimenez-Soto, E. and Muhidin, S. (2011). Indonesia: developing an investment case for financing equitable progress towards MDGs 4 and 5 in the Asia-Pacific region: Equity Report. Brisbane, Australia: School of Population Health, the University of Queensland SMERU (2008): The Specific Allocation Fund (DAK): Mechanisms and Uses. Jakarta: SMERU Research Institute Supratikto, G, Wirth, M.E., Achadi, E., Cohen, S. and Ronsmans, C. (2002): ‘A district-based audit of the causes and circumstances of maternal deaths in South Kalimantan, Indonesia.’ Bulletin of the World Health Organization, 80(3):228-34. UNICEF, WHO and UNFPA (1997): Guidelines for Monitoring the Availability and Use of Obstetric Services. New York: UNICEF. World Bank (2010): Indonesia Health Sector Review. Accelerating Improvement in Maternal Health: Why reform is needed. Policy and Discussion Notes, August 2010. Jakarta: World Bank World Bank: World Development Indicators database. Available from: http://data.worldbank.org/data-catalog/worlddevelopment-indicators Accessed 7 August 2012.

Sumber Adair, T. (2004). ‘Child Mortality in Indonesia’s Mega-Urban Regions: Measurement, Analysis of Differentials, and Policy Implications.’ 12th Biennial Conference of the Australian Population Association, 15-17 September 2004, Canberra.

6

Daerah perkotaan sekitar Jakarta: Bekasi; dan Bogor dan Depok di Provinsi Jawa Barat; Tangerang dan Tangerang Selatan di provinsi Banten. i

Ini adalah salah satu dari serangkaian Ringkasan Kajian yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi [email protected] atau klik www.unicef.or.id