URGENSI PENGATURAN TERRITORIAL PENJUALAN GAS UNTUK MENGATASI

Download Kata kunci:hukum administrasi negara, pengaturan. distribusi gas, urgensi ... Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-36 No. I Januari-Maret ...

0 downloads 345 Views 5MB Size
URGENSI PENGATURAN TERRITORIAL PENJUALAN GAS UNTUK MENGATASI KELANGKAAN GAS Lona Dcgcsya Abstrak This article explain the urgency toward natural gas regulation's thot relfected OUI ji-om scarcity was happened in many times, It has became repeatedly tends because here the goverment has no control to natural gas distribution under the recent law concerning oil and gas business ·s. The author suggested that goverment 's action is to take control through natural gas distribution and not only concerning price and selling precentage. Goverment authority has been given under article 33 of Indonesian Constitution (UUD 1945). Regulation towards natural gas distribution meant here is concerning territOlY limitation (domestic and foreign market orientation) that keep the mission to social welfare. Kata kunci:hukum administrasi negara, pengaturan. distribusi gas, urgensi I.

Pendahuluan A. Latar Bclakang Masalah Sebagaimana kita ketahui dari berbagai media massa, saat ini Indonesia menga lami kelangkaan gas yang sangat serius. Demikian

seriusnya kelangkaan gas itu hingga mengakibatkan beberapa pabrik pupuk terancam tutup dan bahkan diantaranya ada yang sudah tutup sama sekali. Akibat selanjutnya sudah jelas, yaitu terjadi kelangkaan pupuk dimana-mana dan ini tentunya membahayakan kestabilan penyed iaan pangan nas ional. Ternyata kelangkaan gas tidak hanya dialami oleh perusahaan pupuk, akan tetapi juga dialami oleh perusahan lain. Diantaranya yang juga cukup serius adalah yang dialami oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Akibat kelangkaan gas tersebut beberapa pembangkit listrik PLN yang seharus nya dapat dioperasikan secara lebih efisien dengan menggunakan Bahan Bakar Gas (BBG), terpaksa dioperasikan dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang harganyajauh lebih mahal. Dalam hubungan ini patut dicatat mengenai besarnya inefisiensi yang d ialami oleh PLN akibat terjad inya kelangkaan gas tersebut yang untuk Pulau Jawa dan Ba li saja mencapai 23 triliun rupiah pad a tahun 2005 seperti yang akan diuraikan pad a bab berikutnya.

48

Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-36 No. I Januari-Maret 2006

Pupuk dan listrik merupakan dua jenis barang yang secara langsung menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Oleh karenanya, kelangkaan gas yang mengakibatkan terganggunya produksi pupuk dan terjadinya inefisensi yang sangat besar pad a perusahaan listrik harus menjadi perhatian yang serius dari semua pihak terutama pemerintah. Pad a kenyatannya, Indonesia tergolong sebagai negara pengahasil gas yang besar, bahkan untuk LNG (liqu id natural gas), misalnya, Indonesia tercatat sebagai pengekspor LNG terbesar di dunia. Dengan demikian. terjadinya kelangkaan gas tersebut sangat iron is, karena disatu sisi Indones ia merupakan penghasil gas besar bahkan pengekspor gas dalam bentuk LNG terbesar, sedangkan di sisi lain perusahaan pupuk dan perusahaan listrik (PLN) yang produksinya menyangkut hajat hidup rakyat banyakjustru kekurangan gas. Ini sam a dengan pepatah yang mengatakan "ayam mati kelaparan dilumbung padi".

Dari apa yang diuraikan di atas, setidaknya akan muncul 2 (dua) pertanyaan, yaitl! :

I.

2.

Mengapa kelangkaan gas dapat terjadi di Indonesia mengingat Indonesia tergolong sebagai penghasil gas yang besar dan bahkan tergolong pengekspor gas dalam bentuk LNG terbesar di dunia? dan Langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi kelangkaan gas terse but?

Terjadinya kelangkaan gas dalam negeri seperti diuraikan diatas bukan dikarenakan produksi gas yang dihas ilkan dari bumi Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, melainkan lebih disebabkan oleh ke lemahan pengaturan menyangkut pendistribusian antara kebutuhan untuk dalam negeri dan untuk ekspor. Sebgaimana akan diuraikan dalam Bab II, pendistribusian hasil produksi gas Indonesia lebih mengutamakan ekspor daripada keperluan dalam negeri. Ekspor Gas Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 39,4 miliar MMBTU sementara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hanya disediakan sebesar 35 ,6 miliar MMBTU. Dalam tulisan 1111 akan dibahas mengenal sebab-sebab kelangkaan gas terutama dikaitkan dengan lemahllya pengaturan

pendistribusian hasil produksi gas alam Indonesia serta dampaknya terhadap indllstri dalam negeri terutama terhadap industri pupuk dan indllstri listrik (PLN) . Sedangkan mengenai soilisi untuk mengatasi

Urgensi Pengalllran Terilorial Pel?illalan Gas, Degesya

./9

permasalahan tersebut berupa perlunya pengaturan distribusi penjualan hasil produksi gas Indonesia akan dibahas dalam Bab tersendiri. Tujuan diadakannya penulisan ini seeara umum adalah untuk menelaah lebih lanjut penyebab kelangkaan gas yang terjadi di Indonesia dan memberikan solusi untuk mengatasinya melalui pengatllran yang tepat mengellai gas. Masalah kelangkaan gas ini perlll diteliti secara lebih mendalam untuk menemukan apa yang sebenarnya menjadi faktor utama langkanya gas di Indonesia dan memberikan solusi dengan membuat pengaturan yang tepat mengenai gas agar krisis gas tidak terjadi lagi. Penelitian ini juga bertujuan untuk membahas secara lebih mendalam besarnya dampak-dampak dari kelangkaan gas yang menegaskan bahwa betapa perlunya pengaturan yang tepat atas gas sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Tujuan khusus penulisan ini yaitu: I. Mengetahui sejauh mana penguasaan negara at as gas yang merupakan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 2. Penlliisan ini juga secara khllslls bertujllan untuk Illengetahui apakah pengaturan gas dalam U ndang-U ndang M inyak dan Gas bumi (UU Migas) saat ini sudah cukup sehubungan dengan terjadinya krisis gas yang melanda Indonesia. Pengaturan gas dalam UU Migas saat ini dihubungkan dengan kondisi kelangkaan gas yang terjadi di Indonesia sehingga akan didapat gambaran mengenai pengaturan gas yang ada sa at illi serta kekurangannya agar dapat memberikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah kelangkaan gas. Tipe perencanaan pene litian dalam artikel ini adalah studi kepustakaan. Tipologi Penelitian yang digunakan dalam makalah ini dilihat dari sudut bentuknya adalah penelitian preskriptif karen a bertujuan memberikan jalan keluar untuk mengatasi kelangkaan gas yang terjadi di Indonesia dengan menerapkan pengaturan mengenai wilayah penjualan gas. Apabila dilihat dari sudut penerapannya, tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian berfokus masalah dimana dalam penelitian ini permasalahan yang diteliti dilihat kaitannya an tara pengaturan gas yang sudah ada di Indonesia dengan kelangkaan gas yang melanda. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang terdiri atas bahan hukum primer dan bah an hukum sekunder. Bahan hukum primer disini berupa

Urgensi Pengo/w'an Teri/orial

mereka

bisa

Pe /~jllolan

menjadi

Gas, Degesya

negara

pe nge kspor

51

minyak

ya ng

ikut

mempengaruhi harga minyak dunia, Ketiga, merek a menggalakkan

upaya d iversi fi kas i e nergi dengan me nghas ilkan e ne rg i altematif. Anta ra lain mengga lakkan kembali penggunaan batu bara , tenaga air, hin gga upaya pemamfaatan energi surya , panas bUllli , hahkan energi

nuklir.' Da lam konteks ini , salah satu energ i altemat if yang c ukup besar potensinya untuk menj ad i pengga nti minyak bumi adalah Gas A lam atau Gas Bumi atau Gas. Salah satu pertimbangan pokoknya ada lah karena harga gas alam jauh le bih murah daripada min yak bumi. Sebagai contoh, biaya produks i pemban gkit listrik ya ng menggu nakan Bahan Bakar Gas j auh leb ih murah ket im bang pembangk it li strik ya ng menggun akan Bahan Bakar M inyak (BBM) .' Pe rkembangan pesat pe ngusahaan gas Ind ones ia pada dasa mya dieapai Illela lui tiga tahap pertumbuhan . Tahap pertam a berlangsung sejak kemerdekaan sampai dengan awa l 80-an. Pada tahap ini pe ngembangan gas diarahkan untuk l1lemenuhi kebutuhan dalal1l neger i ya ng mas ih sangat terbatas seperti untuk bahan baku pabrik pupuk dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dengan meningkatnya kebutuhan gas di

dalam neger i, keb ijaksanaan

penggull aall

gas

ke mudi a n diara hkan ke arah diversifikas i pe illa kaian -' Berdasarkan atas kebijaksanaan tersebut, jumlah produksi gas ya ng dihas il kan per talHIIl tidak se luruhnya dikon ve rs ikan Illcnjadi Liquid Natura l Gas / LNG (gas yang dibekukan) un tuk d iekspor. Pada ta hap ini clilakukan penandata nganan kontrak LNG jangka panjang (20 tahun) dengan Jepang sebaga i pe mbe li pad a ta htlll 1973 dan 1981. Tahap kcdua dimulai ta hun 1986. Pengemba ngan gas mulai diarahkan sebagai bahan bakar a ltematif pengganti BBM yang disebut Compressed Natura l Gas (CN G) atau Bahan Bakar Gas (BBG). Gas yang diperl uka n untuk BBG pada saat in i d ipe ro leh da ri has il ko nservas i gas alam yang sebe lumnya dibakar (flared). Tahap ketiga dimulai di pertengahan dekade I 990-an. Tahap ini teljadi ditandai d e ngan d ilakukannya perpanjangan ko ntrak-kontrak LNG ya ng ada, yaitu Kontrak Penjualan 1973 dan Kontrak Penjualan 1981. Produks i gas telah l1lendukung kemajuan ekspor gas Indonesia dengan pesat. Pada

Po/ensi

Gas

Bumi.

0004.htmt. 24 November 2004. 2

Lampiran I

} REP ELI TA III

http://www.hamline,cduJapakabar/basisdataJI994/ 11 /24!

52

Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahlln Ke-36 No. I Januari-Maret 2006

tahun 1997 Indonesia merupakan negara pengekspor gas terbesar di dunia dengan volume ekspor 27,35 juta ton dengan nilai lima miliar dolar AS dan mencapai puncaknya pad a tahun 1999 dengan perkiraan volume ekspor se besar 29,6 juta ton' Gas bumi memiliki peranan yang penting da lam industri nas ional, sebagai sumber energi dan bahan baku dalam negeri, dan sebagai sumber penerimaan negara dan devisa. Selama ini produksi gas bumi nasional telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, maupun untuk ekspo r. Pemanfaatan untuk dalam negeri di antaranya ada la h untuk pembangkit listrik, industri pupuk, industri petrok imia, dan lain-lain. Sebagai gambaran perbandingan produksi gas Indonesia yang digunakan di dalam negeri dan untuk di ekspor dapat ditunjukkan dengan data berikut ini. Produksi gas Indonesia sebesar 75 miliar meter kubik dan konsumsi se besar 35 ,6 miliar meter kubik. Tetapi dibandingkan dengan eks por yang sebesar 39,40 miliar meter kubik, terllyata angka produksi tersebut mengalami kekurangan untuk memenuhi kebutuilan dalam negeri. Ini terjadi karena jumlail yang di ekspor terlalu banyak 5

B.

Gas sebagai Bahan Dakar bagi Pabrik Pupuk dan Pcmbangkit Listrik

Penggunaan gas sangat diperlukan untuk menjalankan industri te rmasuk industri yang menghasilkan barang atau benda untuk kemanfaatan umum (public utility). Industri pupu k dan perusahaan li strik mengilasilkan barang atau benda untuk public utility. Kedua industri itu diangkat dalam tulis.a n ini sebaga i contoh dari perusailaan yang menggunakan gas untuk berproduksi. Keberadaan industr i pupuk sangat vital mengingat Indones ia adalah negara agraris yang sangat bergantung pada sektor pertanian. Pupuk merupakan bahan yang sa ngat urge n yang dibutuhkan oleh para petani untuk mendapatkan ilasil pertanian yang lebih besar seperti beras, jagung, dan lainnya. Beras merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indones ia se hingga persoalan ketersediaan pupuk menjadi persoalan yang secara lallgsling menyangkut ratusan juta petani

~ F. AbdJ'ol.! dan II Bahmudin. "Prospck LNG ind\lnesia Sdama Progralll Pembangumm Jang kn Panjan g II", (Jakarta: Hupmas Pusat Pat3mina. 19(6),

~ Indonesia Masih Eksporlir LNG Xo I Di DlIllia. . 8 Jl1li 2004.

Urgensi Pengaturan Teritoria/ Penjua/an Gas. Degesya

53

Indonesia dan secara tidak langsung menyang kut se luruh rakyat Indonesia yang pangannya tergantung dar i has il pertanian. Akan halnya industri listrik yang di Indones ia dijalankan oleh Perusahaan Listrik Negara telah pula melakukan diversifikasi bahan bakar de nga n melakukan modifikas i pembangkit tcnaga sede mikian rllpa sehi ngga suatu pel11bangkit li strik dil11un gkin kan l11enggunakan alternatifbahan bakar minyak bumi ata u gas alam yang di sebut dengan istilah pembangkit dual firing. Menurut keterangan pejabat PLN ya ng berhasil dihubungi, dikata kan bahwa se mua pembangkit listrik di Jawa dan Bali sudah dual firing. Dengan dem iki an, semua pembangkit di Jawa dan Bali tersebut dapa t dioperasikan dengan bahan bakar gas yang harganya jauh leb ih murah daripada minyak bum i. Da lam industri listrik biaya prod llks i pembangkit listrik yang berbahan bakar gas jauh lebih hemat d ibandingkan bila menggunakan bahan baka r minyak bumi . Apabi la suatu pembangkit li stri k menggunakan bahan bakar gas maka kom ponen biaya bah an bakarnya hanya sebesar Rp. 192 per kwh sedangkan apabila me nggllnakan minyak sebagai bahan bakar, maka ko mponen biaya bahan bakar sebesar Rp. 1.560 per kwh. Artinya ko mponen biaya bahan bakar minyak delapan (8) kali komponen biaya bahan babr gas. Atau de ngan kata lain penghematan biaya a pabi la menggllnakan bahan bakar gas dibanding bahan bakar minyak adalah scbesar 1.300 per kwh. Untu k memberikan gambaran ya ng lebih j clas dari he matn ya pemakaian bahan baka r gas, bisa di tunjukkan dari data pembangki t di Jawa dan Ba li , me ngin gat 80% pendapatan PLN be rsumber dari JawaBali. Dari data yang dipe roleh mcngenai perbandin ga n biaya BBM dan BBG pada pembangkit listrik dual firing yang ada d i Jawa dan Bali diperoleh ga mbaran sebega i berikul. Apabila pembangkit-pembangkit tersebu t dioperasikan de ngan bahan bakar minyak maka akan menghabi skan dana untuk bahan bakar sebesar Rp 28.387 triliun , sementara kalau memakai gas hanya menghabi skan dana Rp. 5.0 II tr il iun. Berarti apab ila pembangkit-pembangkit tersebut menggunakan BBG, maka terjadi penghematan biaya terjadi penghematan biaya sebesar Rp. 23 triliun"

6

Lampiran I

54

JI/rnal Hl/klll1l dan Pembangunan Tahun Ke-36 No. I Jonuari-Marel 2006

C.

Kelangkaan Gas £Ii Indonesia dan Dampaknya

Sebaga imana dis3mpaikan diatas, produksi gas Indonesia tabun 2004 sebesar 75 miliar meter kubik dan konsumsi sebesar 35,6 miliar meter kubik. Tetapi dibandingkan dengan ekspor yang sebesar 39,40 miliar meter kub ik, ternyata angka produksi tersebut mengalami kekurangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ini terjadi karenajumlab yang di ekspor terlalu banyak. Tingkat permintaan gas di luar negeri cukup besar. Hal ini membuat para produsen gas lebib memilih untuk menjual gas yang telab me reka o lab ke lua r negeri karena barga jual gas di luar negeri lebih tinggi daripada di dalam negeri. MenuI'll! Anggota Asosias i

Perminya kan Indonesia Rashid I. Mangunku slIlllo. harga jual gas 1I1ltuk industri dalam nege ri belum mengulltungkan , karena masi h di

bawab US$ 3 per million British thermal unit (MMBtu) , sedangkan jika dijual ke luar Ilegeri bargallya mencapai US$ 6_7-' Ekspor gas dalam jumlab besar pun teljadi. Akibat yang terjadi ada lab pasokan gas di dalam negeri sed ikit dan tidak cukup untuk memenubi kebutuban di dalam negeri. Seh in gga yang teljadi ada lah kelangkaan gas yang dialami Indonesia saat ini.

Kelangkaan gas ini menimbulkan dampak yang luar biasa,

khususnya pad a industri-industri yang menggullakan gas sebagai bahan bakarnya. Dampak kelangkaan gas inilab yang kini dirasakan oleh pabrik-pabrik pupuk dan perusabaan listrik. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), industri pupuk dan industri pembangkit Iistrik merupakan konsumen gas terbesar di dalam negeri.

7 Ekspor Gas Masih Dilal1jllrkan. . 28 Morel 2006

55

Urgensi Pengaluran Terilorial Penjualan Gas, Degesya

Tabel2

Volume (MSCF)

%

Pupuk dan Petrokimia

265.701

10,61

Pembangkit listrik

195.300

7,80

Gas Kota

82.743

3,30

Pengilangan 88M

30.892

1,23

LPG Plant

26.61 I

1,06

Pabrik Semen

2.751

0, 11

159.509

6,37

Sektor Industri

Lain-lain

Sumbcr: BrPT

Ket: MSCF lTIerupakan satuan standar kaki kubik

Mengenai kclangkaan gas 1111 dapat dilihat Icbih jelas pengarllhnya pada indutri puplIk dan industri li strik sepelt i yang akan diuraikan dibawah ini. 1.

Kelangkaan Gas pada Pabrik Pupuk

Indonesia adalah negara agrans. Sebagian besar pendudllknya menyandarkan hidllp pad a bidang pertanian. Bidang pertanian erat kaitanllya dengan pllpllk. PlIpllk

56

Jurnal HlIkllm dan Pembangllnan Tahun Ke-36 No. I Janllari-Maret 2006

digunakan oleh para petani untuk menyuburkan pertanian. Para petani memproduksi beras yang merupakan makanan pokok bangsa Indonesia. Dengan demikian pupuk sangat berguna bagi bangsa Indonesia. Sedikitnya pasokan gas pad a pabrik pupuk mengakibatkan pabrik pupuk sulit untuk berproduksi. Akibatnya pupuk yang dihasilkan juga sedik it. Para petani pad a akhirnya su lit memproduks i beras karena langkanya pupuk. Oleh karena itu, langkanya gas secara tidak langsung telah berdampak pada bangsa Indonesia. Ditutupnya pabrik pupuk PT ASEAN Aceh Fel1 ilizer (PT AAF) mencuatkan masalah kelangkaan pasokan gas. PT AAF sejak 23 Agustus 2003 sudah tidak menerima paso kan gas. Pada awal 2006 PT ASEAN Aceh Fertilizer (AAF) 8 secara resmi mengulllumkall rellcana likuidas inya. Itulah akhir dari BUMN yang dibentuk pada 12 April 1979 dengan berlandaskan pada Deklarasi Bangkok tahun 1967. Dalam deklarasi tersebut, negara-negara ASEAN sepakat untuk memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kerja sama. AAF merupakan wujud dari salah satu kesepakatan di bidang perekonom ian. Terjadinya kelangkaan gas ini sangat disayangkan karena PT AAF misalnya, pernah mengukir prestasi sebaga i pabrik yang berproduksi tertinggi di dunia (695.826 MT) pad a tahun 1997, untuk kapasitas pabrik single line 570.000 MT design. Total produksi pupuk AAF mencapai 600.000 MT 9 per talHIIl dengan pendapatan Rp 700 miliar per tahun Namun seiring berja lannya waktu, nasib AAF semak in menyedihkan karena sangat sedikitnya pasokan gas. Produksi AAF pun akhirnya mulai terhenti setelah pasokan

gas dari ExxonMobil dihentikan karena negosiasi harga gas antar kedua perusahaan yang di lakukan sejak awal ta hull 2003 tidak membuahkan hasil. Perlu dicatat bahwa AAF memiliki kapasitas produksi urea sebanyak 600.000 ton dan amoniak 330.000 ton dengan kebutuhan pasok gas sek itar 496.000 meter kubik per lahull atau se kitar US$30-40 juta. Selama 2002, AAF bisa merau p

8

PT. AAF Resllli Dilikuidnsi. < hnp:llw\Vw.pLJsri.com/nrtikel /0202/2 006 .htm> . 2

Febnmri 2006 Q

Ibid.

Urgen.'ii Pengaluran Terilorial Penjualan Gas, Degesya

57

keuntungan US$22 juta diluar pajak dari produksi ureanya. Sehingga tahun 2003 ada potensi kerugian dari keuntungan penjualan pupuk sebesar US$ 21 juta per tahun dan biaya operasional US$ 6 juta.'o Perekonomian di desa-desa yang bergantung kepada aktivitas AAF kini makin lesu, para pelaku usaha keeil dan koperasi yang jumlahnya mencapai 2.772 orang yang menjadi mitra binaan PT AAF kini juga terkena imbasnya. Dapat kita bayangkan dampak tunman yang terus akan muncul, bukan mustahil situasi ini akan berujung pada terganggunya stabilitas politik dan ekonomi pangan

nasiollal. 11 Sementara itu, PT Pupuk Iskandar Muda CPT PIM) terancam (utup. Sejak September 2005 PIM berhenti beroperasi karen a tidak adanya pasokan gas. Kontrak pembel ian gas dari Exxon Mobil berakhir dan tidak diperpanjan g lagi. PIM I diprediksi akan mengalami kerugian Rp. 16 miliar per bulan ditambah lagi dengan hilangnya kesempatan pendapatan (opportunity loss) sebesar Rp 25 miliar per bulan. Produksi urea dari PIM sebesar 570.000 ton per lahun sangat dibutuhkan masyaraka! Aceh dan Sumatra Utara."

PT Pupuk Kujang Cikampek juga mengalami nasib yang serupa karena pasokan gas belum tersedia. Para petani di wilayah tempat PT Pupuk kujang il1l beroperasi mengeluhkan teljadi kelangkaan pupuk dan mahalnya harga pupuk di pasaran padahal mereka sedang memerlukan pupuk untuk pemupukan tanam padi gadu (musim tan am kedua) yang rata-rata kini sudah berusia 10 hingga 15 harian. Saat ini terdapat seribu hektar lebih tanaman padi yang sedang memerlukan pemupukan, misalnya di areal persawahan milik para petani di Desa Jambe Laer dan Cihuni . Kalau pun ada pupuk, harganya meneapai Rp 140 ribu hingga Rp 150 ribu per kuintalnya. Sesuai harga eceran tertinggi yang

10 MeJongok Krisis Energi di Lhoksellmawe. NAD. , 14 April 2006.

"Ibid. "Ibid

58

Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-J6 No. I Januari-Maret 2006

ditetapkan pemerintah pupuk urea per kuintalnya mestinya dijual Rp 105 ribu 13 Begitu pula dengan kondisi yang dialami Pupuk Kaltim. Meski perpanjangan kontrak dengan ladang gas Bontang telah ditandatangani, namun seiring meroketnya harga minyak bumi , harga gas yang dikenakan pada pabrik pupuk yang tergolong tua ini juga tidak bisa dibilang murah, yakni m e neapai US$2,40 per MMBTU dari harga seilluia US$I ,85 per MM BTU. " Ol e h karena bahan bakar yang digunakan pabrik pupuk adalah gas, maka ke la ngkaan pllpuk tidak dapat dipisahkan dari kelangkaan gas yang melanda Indonesia. Kelangkaan terjadi akibat besarnya ekspor gas ke luar negeri. Hal ini terjadi karena tidak tepatnya pengaturan di stTibusi gas. Selama lIli , pendi stribusian gas tidak menghiraukan kebutuhan dalam nege ri yang akibatnya terlihat saat ini. 2.

Kelangkaan Cas rada Pembangkit Listrik Disamping pabrik pupuk, industri yang juga terkena dampak dari ke langkaan gas ini adalah industri listrik sebagai kons umen gas terbesar kedua di Indonesia setelah pabrik pupuk, yaitu PLN dan anak perusahaannya seperti PT Indonesia Power dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB).15 Dalam beberapa tahun terakhir PLN mengalami kurangnya pasokan gas alam ke beberapa unit PL TG atau PL TGU. Akibat sedikitnya pasokan BBG untuk peillbangkit listrik, PLN harus menggunakan BBM yang harga nya lebih mahal. Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa dengan pemakaian BBG untuk pembangkit dual flring di Jawa dan Bali, PLN dapat Illelakukan efisiensi sebesar 23 triliun rupiah. Perlu dieatat bahwa perilitungan efisiensi ini adalah dibatasi pad a akibat kelangkaan gas. Inefisiensi yang terjadi karena hal lain, seperti Illasa lah Illanajelllen, tidak dibahas dalalll tulisan ini.

13 PI/plik Lallgka, PT Puplili hl/jang l\ecC!l1'okan Rakyal, . J iakst"s pad"

tanggal to April 2006.

15

Tahel 2.

Urgensi Pengaturan Teritorial Penjualan Gas, Degesya

59

Biaya prodllksi yang besar akibat pemakaian BBM memaksa dinaikkannya harga jllal listrik. Seharusnya Tarif Dasar Listrik (TOLl naik sebagaimana yang dikemllkakan oleh Ketua Kamar Oagang Industri (Kadin), MS Hidayat. 1u Namlln, OPR memutuskan bahwa TDL tidak bolch naik. Akibatnya beban biaya prodllksi yang besar harlls ditanggung oleh Pemerintah. Oari selllrllh lIraian diatas, dapat dilihat bahwa penyebab terjadinya kelangkaan gas adalah akibat tidak adanya ketentuan yang memprioritaskan ditribusi gas untuk memenuhi kebutuhan daIam negeri. Inilah sebetulnya yang menjadi persoalan lItama dalam masalah kelangkaan gas . Tidak adanya pengaturan distribusi gas, menyebabkan para prod lisen gas leluasa lIntuk melakllkan ekspor ke Illar negeri tanpa memperhatikan keblltuhan dalam negeri. Akibat yang terjadi adalah kelangkaan gas di dalam negeri. III.

Urgensi Pengaturan Wilayah PenjuaIan Gas DaIam Mengatasi KeIangkaan Gas A.

Pengaturan PenjuaIan Gas di Indonesia

1.

Penguasaan Negara atas Gas Bumi Undang-Undang Oasar 1945 mengatur mengenai pengelolaan sumber daya alam yang tercantllm dalam pasal 33. Dalam pasal 33 tercantlilTI dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, lIntllk semua dibawah plmplnan atall pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang dilltamakan, bllkan kemakmllran orang seorang. Hal ini ditegaskan lebih lanjllt dalam penjelasan pasal 33. Dikatakan bahwa bllmi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokokpokok kemakmuran rakyat seh ingga karenanya harlls dikuasai oleh negara dan dipergunakan lIntuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dari penjelasan pasal 33 ini dapat kita lihat bahwa monopoli , oligopoli, mall pun praktek kartel bukanlah sllatu bentuk pengelolaan sumber daya alam yang diperbolehkan. Cabang-cabang produksi yang penting

16 Kadin Minta Tarif Listrik Naik Setelah Juli, , 28 lanuari 2006

60

JlIrnal Huklllll dan Pembangunan Tahun Ke-36 No. I Januari-Marel 2006

dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dem ikian bunyi pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Dari bunyi pasal ini dapat disimpulkan bahwa wewenang pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya berada pad a negara. Pengertian "dikuasai oleh negara" menu rut Mahkamah Konstitusi (M K) dalam putusannya atas judicial review Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala s umber kekayaan 'bumi, air dan kekayaan alam yang lerkandllng didalamnya', termasuk pula didalamnya pengertian kepemilikan pub lik oleh kolektivilas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif d ikon slruks ikan o leh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan penguTUsan (besllIlIr) , pengaturan (regeling), penge lolaan (beheer), dan pengawasan (lOe~ichlhouden) unluk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan oleh negara dilak ukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasililas perijinan, lisensi, dan konses i. Fungsi pengaturan oleh negara dilakukan meialui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi o leh Pemerintah . Fungsi pengelolaan dilakukan me lalui mekanisme kepemilikan saham dan /atau melalui kelerlibalan langsung dalam manajemen Badan Usaha Mi lik Negara atau Badan Hukum Mi lik Negara sebagai instrumen kelembagaan , yang me laluinya, negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya alas sumber-sumber kekayaan ilu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara C.q Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaall penguasaan oleh negara at as slIl11ber-

sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyal. 17

17 Kt:putusnn Mnhkmnah Konslitllsi No 002/PUU-1 /2003 mengcnai Jud icial Rl!v;ew Undang-Undang No 22 Tnhllil 2001 Tcntang Minynk dnn Gas Bumi, 24 Dcscmbe r 2004.

Urgensi Pengaluran Terilorial Pel1jualan Gas, Degesya

61

Oalam ll1enentukan apakah gas merupakan cabang prodllksi yang penting dan ll1engllasai hajat hidup orang banyak sehingga hams dikuasai oleh negara terplilang kepada penilaian pemerintah bersama lembaga perwakilan rakyat yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang Oasar unwk membentuk Undang-Undang. Oalam konsiderans "Menimbang" hllruf b UU M igas dinyatakan:

Bahwa minyak dan gas bumi merllpakan slImber daya alam siralegis lidak lerbarllkan yang dikllasai oleh negara serla merllpakan komodilas vilal yang mengllasai hajal hidup orang banyak dan mempunyai peranan penling dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaanya harus dapal secara maksimal memberikan kemakmumn dan kesejahteraan rakyat ". Dengan demikial1, Pemerinlah dan Dewan Perwakilan Rakyal (DPR) berpendirian bahwa gas bumi adalah cabal1g prodllksi yang penling dan mengllasai hajal hidup orang bal1yak sehingga oleh karenanya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan IInlllk sebesar-besarnya kemakmural1 rakyal. 2.

Mekanisme Pengelolaan Gas di Indonesia Sebelum UU Migas Tahun 2001 berlaku , kegiatan usaha penyediaan gas mulai dari pencarian wilayah yang mengandung gas bumi hingga penjllalannya dilakukan secara terintegrasi. Oengan berlakllnya UU Migas pad a tahun 200 I, lIsaha penyediaa n gas terbagi atas dua kegiatan, yakni kegiatan di sektor hulu dan kegiatan di sektor hilir. Kegiatan di sektor Indu terdiri atas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan mell1peroleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan mell1peroleh perkiraan cadangan Gas Bumi di suatu tempat". Setelah menemukan cadangan Gas Bumi, maka tahap pengolahan gas selanjutnya adalah eksploitasi. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan menghasilkan Gas Bumi dari suatu wilayah kerja yang telah ditentukan, dimana kegiatan ini terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana

" Gp. Cit.. hal. 6.

62

JlIrnai HlIkllm dan Pell7bangllnan Tahlln Ke-36 No. i Janllari-Marel 2006

pengangkutan , penyimpanan dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Kegiatan hulu ini mengandung risiko yang tinggi, karena untllk meneari eadangan gas bumi kadang-kadang hanls mengebor sampai 20 (dllapuluh) sllmur yang mana beillm tentu berhasil menemllkan cadangan gas bumi yang diinginkan. Kegiatan di sektor hilir adalah kegiatan lIsaha yang berintikan atau bertulllpll pada kegiatan Pengolahan, l9 Pengangkutan, Penyilllpanan, dan/atall Niaga Pengolahan adalah sllatll kegiatan lIntuk Illemurnikan, memperoleh bagian-bagian. mempertinggi mlltu dan nilai tambah Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan. Gas Bumi yang telah diolah kemudian dipindahkan dengan menggunakan pengangkutan, dalam hal ini pengangkutan

gas melalui pipa transmlsl dan distribllsi. Kegiatan pengangkutan ini adalah untllk memindahkan gas bumi ke tempat penampllngan lIntuk disimpan, dimana nantinya gas bllmi ini akan dikeluarkan melailli kegiatan niaga yaitll kegiatan jual-beli dan/atau ekspor-impor gas bllmi. Kegiatan niaga seperti jual-beli dan ekspor-impor ini tentll saja tidak lepas dari pengaruh harga dan distribusi gas. Distribusi gas dalam hal ini adalah menjual gas pada teritorial penjualan yang terbagi atas teritorial dalam negeri dan teritorial luar negefl.

B.

Urgensi Pengaturan Teritorial Penjualan Gas L

Pengaturan Penjualan Diujimaterilkan

Gas

sebelum

UU

Migas

Sebelum UU Migas diujimaterilkan pada tahun 2004 , kegiatan usaha di hulu dikuasai oleh swasta dan kegiatan usaha di hilir dilakukan berdasarkan mekanisme pasar, seperti penentllan harga dan prosentase penjualan. Pengaturan inijelas terlihat dalam pasal 12 ayat (3), pasal22 ayat (I), dan pasal28 ayat (2) dan (3) UU Migas. Pasal 12 ayat (3) menyatakan bahwa Menteri menetapkan Badan Usaha atall Be'n tuk Usaha Tetap yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha Eksplorasi dan

1<)

Ibid.

Urgensi Pengalliran Terilorhtl Pel?iualan Gas, Dege.\ya

63

Eksploitasi pada Wilayah Ke.ja yang telah ditentllkan. Dengan adanya kata "diberi wn'venang'~, sebagaimana dalam lapangall hukllm administrasi negara, beral1i teljadi pelimpahan kekuasaan dari pemberi wewenang, yaitu negara. kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap (swasla). Dengan demikian berdasarkan kelentllan ini, kegiatan lIsaha di sektor hulll dikuasai oleh swasta dan bllkan oleh negara. Pasal 28 ayat (2) mendalilkan bahwa harga Bahan Bakar Gas Blimi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Hal ini berarti bahwa Pemerintah tidak melakukan kendali atas harga Gas Blimi karena Pemerintah menyerahkannya pada mekanisme pasar. Berdasarkan ketentuan ini, maka kegiatan usaha di sektor hilir yang berkaitan dengan harga diserahkan kepada mekanisme pasa ... Jadi pada intinya, UU Migas mengatllr bahwa sektor hulll dikuasai swasta dan sektor hilir dikuasai pasa ... Pad a kedua sektor terse but tidak ada penguasaan oleh negara. Kell1udian, Pasal 22 ayat (I) menegaskan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% bagiannya dari hasil prodllksi Gas BUll1i lIntuk memenuhi kebutuhan dalam Ilegeri. Dellgan demikian tidak ada jaminan ketersediaan gas dan pasokan bagi seillruh lapisan ll1asyarakat Indonesia karena dengan ketentuan tersebut berarti pihak swasla dapat menyerahkan hasi I dari produksi Gas BlIl11i ke dalam negeri han ya 1%). Pengaturan porsi penjualan gas inilah yang memberikan dampak yang saat ini kita rasakan, yailll terjadinya kelangkaan gas akibat besarnya ekspor gas ke Illar negeri. 2.

Pengaturan Penjualan Diujimaterilkan

Gas

setelah

UU

Migas

Pad a tahun 2004, UU Migas diujimaterilkan oleh Mahkall1ah Konstitusi (MK). Beberapa pasal ada yang direvisi dan dicabut, diantaranya adalah pasal 12 ayat (3), pasal 22 ayat (I), dan pasal 28 ayat (2) dan (3) yang berkaitan mengenai penjualan gas. Kata-kata "diberi wewenang" dalam pasal 12 ayat (3) dihapuskan dengan pertimbangan bahwa ketentuan in i bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa pengllasaan oleh negara diselenggarakan oleh

64

JUrJwl Hukuni dan Pembangunan Tahun Ke-36 No. I .lanuari-Maret 2006

Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan untuk menyelenggarakan kegiatan di sektor hulu. Dengan direvisinya pasal ini, maka penguasaan di sektor hulu ada pada negara, dan bukan swasta. Namun, swasta tetap dapat melakukan kegiatan di sektor hulu dengan ketetapan clari Menteri. Jadi pad a dasarnya sektor hulu masih clikelola oleh swasta, namlln bukan dalam arti mengllasai.

Pasal 28 ayat (2) dan (3) dinyatakan oleh MK seluruhnya bertentangan dengan UUD 1945 karena c1engan menyerahk£ln harga pada mekanisme pasar tidak menjamin maklla prinsip demokrasi ekonomi sebagail11ana diatuf

dalam pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Menurut MK seharusnya harga Bahan Bakar Gas ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan kepentingan golongan masyarakat tertentu dan mempertimbangkan mekanisme persaingan lIsaha yang

sehat dan wajar. MK berpendapat bahwa campur tangan Pemerintah c1alam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang dilltamakan lIntllk cabang prodllksi yang penting dan/atau mellguasai hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, setelah pasal ini dinyatakan

bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK, maka Pemerintah memiliki kontrol harga atas Gas Bumi. Selanjutnya pasal 22 ayat (I) juga direvisi dimana kata-kata paling banyak dihapuskan. Mahkamah berpendapat bahwa prinsip sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam cabang produksi gas Illengandung pellgertian bukan hanya harga ll1urah maupull lTIutu yang baik, tetapi juga adanya jaminan

ketersediaan Bahan Bakar Gas dan pasokan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pertimbangan MK 1111 adalah dil11aksudkan untuk mengatllr prosentase penjualan gas.

Dari urian di atas maka dapal kila lihat bahwa selelah ULJ Migas diujimaterilkan, maka sektor hulu dipegang oleh swasta dan sektor hilir dipegang oleh negara. Sayangnya,

baik sebeillm mallplIn setelah LJU Migas dilljilllaterilkan , pengaturan pengelolaan gas di sektor hilir hanya ditekankan

pada harga dan prosentase penjllalan saja. Dalalll ULJ Migas tidak diatllr lllengenai distribllsi gas lllerupakan faktor utama terjadinya

yang sebetulnya kelangkaan gas.

Sebagaimana telah dijelaskan pad a bab sebelulllnya. ekspor gas dilakllkan oleh prod lisen gas tanpa adanya kendali dari pelllerintah schingga mengakibatkan kelangkaan gas.

Ul'gensi PengalUron Tel'ilorial Penjuolan Cas, Degesya

65

Oengan demikia n, timbul pertanyaan apakah k ckuasaan negara pada kontrol harga saja dan pengaturan mcngenai porsi penjualan gas suda h cukup mengingat kelangkaan gas yang terjadi di Indonesia sa at ini . 3.

Ketiadaan pengatnran tentang Teritorial Pcnjualan Gas sebagai sumber penyebab kelangkaan Oalam UU Migas tidak ditemukan adanya pengendalian wilayah atau territorial penjualan gas bumi . Akibatnya. produsen gas dapat menj ual gas hasil produks inya kemana saja tanpa sesuat u pembatasan apapun, termasuk penjualan keluar negeri (ekspor). Kendati gas bumi tergo long cabang produksi yang penting bagi negara dan harus dikuasai oleh negara, namun pemerintah tidak bisa melakllkan pengendalian karena UU Migas tidak lagi memberi kewenangan kepada pemerintah lIntuk itll. Padahal seharusnya ses uai dengan kedudukan hukum gas bum i yang dem ikian penting, pendistri bus ian has il produksi gas bumi harus diatur sedemikian rupa dengan mengutamakan pemenuhan kebutllhan dalam negeri. Makslldnya dengan konsep ini, gas bum i bo leh di ekspor hanya sete lah keblltuhan da lam negeri tercukupi.

4.

Perlunya Pengaturan mengenai Teritoria l Pcnjua lan Gas Sebagaimana yang te lah diuraikan dalam bab sebelumnya. kelangkaan gas terjadi di Ind ones ia. Pasokall gas d i Indones ia s3ngat sedikit karcna sebagian besar gas yang

dihasi lkan dan diolah di Indones ia dijual ke luar negeri tan pa memperhatikan kebutuhan akan gas di dalam negeri. Ak ibat kelangkaa n gas ini pabrik-pabrik pupuk terancam tutup dan biaya produksi pembangkitan li strik menjadi sangat besar. Setelah UU Migas diujimater ilkan, harga gas ditetapkan oleh negara, begitu pula pors i penjualan gas sebesar 25% yang diwajibkan kepada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap untuk dijual ke dalam negeri. Keputusan Mahkamah Konstitus i atas uji materil UU M igas ini diambil pada akhir Oesember 2004 yang berarti sudah 1,5 tahun yang lalu. Walaupun kontrol atas harga gas dan porsi penjualan gas telah diatur agar sesuai dengan asas yang terkand ung dalam pasal 33 UUO 1945, namun pad a kenyataannya ke langkaan gas disebabkan kurangnya paso kan gas untu k me menuhi

66

./urnal Hukum dan Pembangzman Tohun Ke-36 No. I ./onuari-Maret 2006

kebutuhan dalam negeri tetap terjadi. Tentunya kelangkaan gas ini merupakan suatu bukti bahwa gas sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat O leh karena itu, kemudian timbld suatu pertanyaan apakah dengan telah diaturnya harga yang dikontrol Pemerintah dan besarnya prosentase gas yang diserahkan untuk memenllhi kebutllhan dalam negeri berarti bahwa pengaturan gas - dengan me mperhatikan prins ip dikuasai oleh negara dan menguasai hajat hidllp orang banyak - sudah memadai? Mengingat kelangkaan gas yang terjadi di Indonesia dan prinsip yang terkandung dalam pasal 33 UUD 1945 , maka dirasakan mas ih diperlukan nya lagi suatl! pengat uran gas agar memadai dan seslIai dengan prinsip dipergllilakan ulltuk sebesar-besarnya kemakllluran rakyat, dimana pengaturan ini harlls menunjukkan penguasaan oleh negara. Kelangkaan gas yang terjadi adalah akibat tid ak adanya pengaturan mengenai teritorial penjualan gas, sehingga pihak produsen gas dapat dengan mudahnya mengekspor gas ke

luar negeri hanya dengan kewajiban menyerahkan 25% dari hasi l produksinya. Penetapan prosentase penjualan gas ini bukanlah snaln pcmccahan masalah kelangkaan gas. Kebutllhan akan gas sifatnya Iluktualif dan tidak bisa ditetapkan dengan sebuah prosentase. Bisa saja pada suatll waktu kebutuhan akan gas sedikit sehingga ekspor gas dapat dilakukan dalam jllmlah besar, namlln dapat terjadi pula kebutuhan akan gas yang sangat besar sehingga jumlah ekspor gas harus dibatasi. Oleh karena itu, yang menjadi faktor utama pemenuhan kebutuhan akan gas di dalam negeri adalah pengaturan mellgellai teritorial penjualan gas.

Ter itorial penjualan gas disini tcrbagi atas penjualan gas di dalam negeri dan penjualan gas di ILIaI' negeri. Penentuan teritorial penjualan gas ini harlls ditetapkan dalam undang-undang dimana Pcmerintah yang memegang kantrol distribllsi atas gas. Sesliai dengan tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha Gas Bumi yang tersirat dalam pasal 3 butir c, yakni lIntlik menjamin etisiensi dan efektivitas tersedianya Gas Blimi baik sebagai sum bel' energi 111auplin sebagai bahan baku lIntlik kebutllhan dalam negeri, maka pCllgatliran alas teritorial pClljuaian gas illi hanls

Urgensi Pengaturan Teritorial Penjualan Gas, Degejya

67

diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri daripada untuk diekspor ke luar negeri. Dengan adanya pengaturan lerilorial penjualan gas, maka dengan sendirinya ekspor gas ke luar negeri dibalasi. Apabila kebuluhan gas didalam negeri telah tercukupi, maka baru lah sisa gas diekspor ke luar negeri untuk mendatangkan devisa bagi negara. Dengan demikian, maka seharusnya jangan ditetapkan besarnya prosentase hasil gas yang harus diserahkan oleh swasta karena kebutuhan akan gas sifatnya fluktuatif. Penentuan wilayah penjualan gas ini harus berada dalalll kewenangan negara, artinya negara Illeillilki kontrol distribusi atas gas . Penentuan wilayah penjualan gas ini terillasuk dalalll kegiatan niaga sehingga dengan demikian masuk dalam sektor hilir. Disamakan dengan harga yang juga termasuk dalam kegiatan usaha di sektor hilir, maka distribusi gas ini mekanismenya harus diserahkan kepada negara. Negara melailli Pemerintah yang memiliki wewenallg lIntuk menetapkan wilayah penjualan ga s, dalam

hal ini Illelakukan kontrol distribusi gas. Oleh karena itu, Illelalui tulisan ini disampaikan bahwa penguasaan negara di sektor hilir atas harga gas tidaklah cukup. Selain kontrol harga sebagaimana yang telah diatur dalam UU Migas, maka pad a sektor hilir negara juga harus memiliki kontTol distribusi demi mengatasi kelangkaan gas yang terjadi. Mengingat distribusi gas ini termasuk dalam kegiatan usaha di sektor hilir, maka penguasaan negara terhadap distribusi gas tersebut dapat dilakukan melalui Pemerintah dengan mendelegasikan wewenang tersebut kepada Badan Pengatur

yang berdasarkan UU Migas meillang merupakan badan yang dibelltllk 1I1ltllk rnelakukan pengatllran dan pengawasall

terhadap penyediaan dan distribusi Bahan Bakar Gas (BBG) serta pengallgklltan Gas Blimi melalui pipa pada Kegiatan Usaha Hilir. Sadan Pengatur inilah yang mel ihat apakah

kebutuhan gas di dalam negeri telah terpenuhi, dan jika telah terpenuhi maka Badan Pengatur juga yang menctapkan besarnya proselltase gas yang dapat dijual eli luar negeri

(diekspor). Pengaturan atas wilayah penjualan gas ini hanls dimaslikkan

dalam

UU

Migas, dan tidak diatur dengan

Peraturan

68

JI/rna! HukulJ1 dan Pembangunan Talllf17 Ke-36 No. ! Januari-Marel 2006

Pemerintah karena seringkali Peratllran Pemerintah tidak beljalan dengan efektif. Asas yang terkandllng dalam tlljll.an penetapan teritorial penjllalan gas ini adalah seslIai dengan tujuan diselenggarakannya kegiatan usaha Gas BlImi yang tercantlllll dalam UU Migas, yakni untllk melllenuhi keblltllhan dalam negeri. Oleh karenanya slldah sewajarnya apabila pengaturan teritorial penjllalan ini ditambahkan

sebagai pasal bani dalam UU Migas. Dengan adanya pengaturan teritorial penj ualan gas sebagaimana dillraikan diatas, maka keblltuhan gas di dalam negeri tetap terpenuhi tanpa harlls merasakan langkanya gas dan kegiatan ekspor gas ke luar negeri yang mendatangkan devisa bagi negara dan kellntllngan yang besar bagi prod lisen gas tetap dapat dilakukan. Pad a intinya yang diperlllkan adalah kontrol Pell1erintah atas distribllsi gas selain penetapan harga. Dengan dell1ikian diharapkan agar kelangkaan gas yang terjadi di Indonesia saat ini tidak terulang lagi agar tidak ada industri-industri seperti pabrik

pupllk dan perusahaan listrik yang harus menanggung biaya prodllksi yang besar akibat kelangkaan gas.

5.

Mcngatasi Dampak Pcngaturan Tcritorial Pcnjualan Gas terhadap Produsen

Dengan diaturnya teritorial pelljllalan gas, maka terjadi kontrol distribllsi atas penjllalan gas. Tentllnya keblltllhan rakyatlah yang dilltall1akan agar terpenllhi. Namlln. tidak boleh dilupakan nasib daripada prodllsen gas apabila pelllerintah memiliki kontrol distribusi atas gas. Pengaturan teritorial penjllalan gas ini tidak boleh mengakibatkan para prod lisen gas mengalami rllgi karena tidak lelllasa lIntllk mengekspor gas ke Iller negeri. Dengan delllikian . perlll adanya suatll pengaturan yang tepat dalalll rangka terciptanya pell1bangllnan yang berkelanjlltan.

Bisnis gas sallgat unik karena memerlukan cadangan gas yang cukup dan pasokan yang handal, kepastian pasar, pendanaan yang besar, serta komitmen jangka panjang. Faktor-faktor terse but membuat pasar gas tidak seleluasa seperti yang ada pada pasar minyak. Lapangan gas hanya akan dikembangkan jika sudah ada kepastian pembelinya sehingga pertimbangan harga dan spesifikasi gas menjadi sangat penting dalam penentuan kepastian pengembangan

Urgens; Pengatllran Terilorial Penjllalan Gas, Degesya

69

suatu lapangan gas. Oleh karena itu, maka para pradusen gas, baik itu kontraktor dalam negeri Illaupun investor asing, perlu diberikan suatu jaminan bahwa gas yang telah mereka olah dibeli dengan harga yang pantas oleh Pelllcrintah untuk Illelllenuhi kebutuhan gas dalalll negeri. Gas dibeli oleh Pelllerintah Illelalui Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi. Dengan delllikian kontral distribusi oleh Pelllerintah atas gas tidak merugikan produsen gas. Sekilas memang terlihat bahwa terjadi Illonopoli o leh Pemerintah. Harga dan ditribusi penjualall gas diatllr pemerintah. Kemudiall pe merintah ya ng membeli gas untllk kcmuclian didistribusikan kepada rakyat. Namun scmua itu hanls dilihat pada asas yang terkandung dalalll pasal 33 UUD 1945. Gas sebagai cabang produksi yang penting dan mcnguasai hajat hidup orang banyak s udah seharusnya dikuasai o leh negara, dan bukan oleh para produsen gas. Produsen gas tersebut mengolah gas untuk dijual c1cngan harapan memperoleh keuntllngan yang besar. Memang dengan mercka menjual ke luar !legeri, keuntungan yang mereka perolch pun besar, juga devisa yang didapat oleh negara besar. Nalllun kel11bali lagi bahwa gas sebagai cabang prodllksi yang penting dan Illengllasai hajat hidup orang banyak hanls dikuasai o leh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sangat irani s bila rakyat Indones ia yang mellliliki gas terse but ticlak dapat menggllnakan gas untuk Illemenllhi keblltllhan Illereka karena dikalahkan oleh iming-illling besarnya keuntungan dan devisa yang diperoleh dari penjualan gas ke luar negeri .

IV.

Pcnutllp

A.

Kesimplllan Dari se luruh uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikul: Kelangkaan gas di Indonesia teljadi karena tidak adanya kendali dari pcmerintah pada distribllsi gas. Undallg-Undang Migas yang ada sa~t ini tidak lllengatur mellgellai kontrol pelllerintah terhadap distribusi gas _yang sesu nggllhnya merupakan faktor penting dalam mengatasi kelangkaan gas . ..., Langkah yang harlls dilakllkan lIntllk mengatasi keiangkaan gas adalah, sa lah satunya, dcngan Indonesia mcmiliki pengaturan atas distribusi gas yang dikendalikan oleh I.

Jurl1al Hukum dan Pembongunan rahun Ke-3 6 No. I Januari-Marct ]006

70

pemerintah, dan bllkan hanya pengaturan l11engenai harga dan prosentase penjualan gas . Dengan demikian, il11plel11entasi dari makna "penguasaan negara" atas gas sebagaimana

tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 terwujud. Pengaturan distribusi gas dalam hal ini adalah pengaturan mengenai

teritorial penjualan gas yang terbagi atas teritori penjualan di dalam negeri dan di luar negeri, dengan catatan penjua lan gas

ke dalam negeri harlls lebih diutamakan dalam rangka memperbesar kemakmuran rakyat.

B.

Saran Distribusi gas harus diawasi dan dikendalikan oleh Pemerintah. Pengendalian dalam hal ini adalah mengatur distribusi gas dengan menguamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pemerintah juga harus menjamin para kontraktor dalam negeri mall pUll investor asing sebagai prod lisen gas tidak akan l11enderita kerugian. Dalam hal ini Pel11erintah mel11beli gas yang

mereka hasilkan unluk memenuhi kebutuilan dalam negeri dengan harga yang pantas melalui Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH - Migas).

Urgensi Pengalliran Teriloria/ Penjua/an Gas, Degesya

71

DAFT AR PUST AKA

Buku

Simamora, Rudi., Hukum Minyak dan Gas Bumi, Jakarta: PT Pratama Media, 2001 Abda'oe, F. dan H. Baharlldin., Prospek LNG Indonesia se lama Program Pembangllnan Jangka Panjang II, Jakarta: HlIpmas Pusat Pertamina, 1996. Sari, Eva Nila., "Nasib Induslri Kelika Gas Mengllap ke Luar Negeri ", Jakarta: www.bisnis.com. 2004 . Kurnely, KlIn., Peran Pertamina dalam Penyediaan Gas Untuk Keperlllan Indllstri , Jakarta: Hupmas Pusa! Pertamina, 2004. Arimbi, dan Emmy Halfid. Membumikan MandaI Pasa! 33 UUD 19-15, Wahana Lingkllngan Hidllp Indonesia, Friends of the Earth (FoE) Indonesia, 1999. Peraturan

Indonesia, Undang-Undang Tenlang Minyak dan Gas Bumi_, UU No. 22, LN No. 136 tahun 200 I, TLN No. 4152 Keputusan Mahkamah Konstitllsi No 002/PUU-1I2003 mengenai Judicia! Review Undang-Undang No 22 Tahun 2001 Tenlang Minyak dan Gas Bumi, 24 Desember 2004. Surat Kabar dan Internet

"Gas

Bumi ", , 24 November 2004.

"Indonesia Masih Eksporlir LNG No 1 Di Dunia ", , 8 JlIli 2004 "Ekspor Gas Masih .Dilanjlllkan ", , 28 Maret 2006 "PT AAF Resmi Dilikuidasi ", ,2 Februari 2006

72

Jurnal HlIkul1l dan Pembangunan Tahun Ke-36 No. I Januori-Marel 2006

"Melongok Krisis Energi di Lhokseumawe. NAD", , 14 April 2006 "Pllpllk Langka. PT Pupllk Kujang Kecewakan Rakyat ", , 10 April 2006 "Kadin Minta Tarif Lislrik Naik Selelah Juli ", , 28 Jan uari 2006.