VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO

Download Judul Skripsi : Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) ..... Kurva titrasi potensiometri (Metrohm Application Bulle...

3 downloads 619 Views 1MB Size
VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

SKRIPSI

ARI I I DRAPRASTA F24080111

FAKULTAS TEK OLOGI PERTA IA I STITUT PERTA IA BOGOR BOGOR 2012

METHOD VALIDATIO A D APPLICATIO OF STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) FOR VITAMI C A ALYSIS I POWDERED MILK USI G POTE TIOMETER AT PT. FRISIA FLAG I DO ESIA Arini Indraprasta, Kelvin Wiharjo and Muhamad Arpah Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +62 877 7077 8615, e-mail: [email protected] ABSTRACT PT Frisian Flag Indonesia is a company engaged in the manufacturing industry that concern in milk. Determination method of vitamin C which have been validated was done by potentiometer instrument. To make sure that potentiometric analysis method can be used for the intended purpose then the method should be validated. Parameters determined on method validation were accuracy, precision, liniearity, limit of detection and limit of quantification. As the results, this method has an accuracy value based on true value sample at 99.45% accurate and using standard addition method in 1000 mg/Kg concentration with recovery percentage at 101.81%. Precision including repeatibility and reproducibility had relative standard deviation that obtained a good repeatability and reproducibilty conditions. The calibration curve that obtained from 500 mg/Kg to 2500 mg/Kg sample with linear equation of vitamin C is y= 0.002x + 0.112 and correlation coefficient of 0.998. Limit of Detection (LOD) was determined at 30.42 mg/Kg and Limit of Quantification (LOQ) was determined at 101.40 mg/Kg of vitamin C. The application of SPC using X-bar R control chart has average amount of vitamin C in FF2 product at 1049.1207 mg/Kg with average range at 55.5517 mg/Kg. The capabilities index showed Cp at 3.588 and CpK at 2.364. Keywords: vitamin C, method validation, powdered milk, statistical process control

ARINI INDRAPRASTA. F24080111. Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia. Dibawah bimbingan Muhamad Arpah dan Kelvin Wiharjo. 2012

RI GKASA Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air sebagai bahan penyusun utama dan telah dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Vitamin C dalam susu memiliki jumlah yang paling banyak di antara vitamin larut air lainnya seperti B1, B2, B6 dan B12. Salah satu parameter mutu yang dikendalikan pada produk PT Frisian Flag Indonesia adalah kadar vitamin C. Vitamin C yang terkandung dalam susu bubuk Frisian Flag ditambahkan dari luar karena kandungan vitamin C susu murni tidak mencukupi kebutuhan vitamin C pada bayi dan balita. Untuk menghasilkan keefektifan dan keefisienan analisis maka dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat dan akurat. Sehingga metode analisis penentuan kadar vitamin C dengan potensiometer harus di validasi untuk menjamin hasil yang dapat dipercaya. Kegiatan magang penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode analisis penentuan kadar vitamin C pada produk susu bubuk dengan potensiometer dan menerapkan aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada hasil kadar vitamin C susu bubuk yang diukur dengan potensiometer. Langkah awal sebelum validasi metode analisis kadar vitamin C susu bubuk dengan metode potensiometri adalah standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP). Standarisasi dilakukan sebelum uji validasi untuk mencegah perubahan konsentrasi karena sifat DPIP yang tidak stabil saat penyimpanan. Hasil standarisasi DPIP yang didapat menunjukkan adanya perubahan konsentrasi dalam setiap analisis dengan nilai standar deviasi (SD) tidak lebih dari 0.008 gr/L. Setelah penelitian pendahuluan, uji yang pertama dilakukan adalah kecermatan (akurasi). Berdasarkan uji akurasi dengan metode persen perolehan kembali (recovery) didapat nilai recovery sebesar 101.81%. Sedangkan, uji akurasi dengan sampel acuan didapat akurasi sebesar 99.45% dan memiliki galat sebesar 0.55%. Hal ini sesuai dengan syarat penerimaan akurasi yaitu recovery yang berkisar antara 98%-102% dan galat yang mendekati 0. Uji selanjutnya yaitu keseksamaan (presisi) dengan parameter keterulangan dan ketertiruan. Uji presisi keterulangan, didapat nilai RSD hasil perhitungan analisis yaitu sebesar 1.10 dan nilai RSD analisis tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan 0.67 kali RSD Horwitz, yaitu sebesar 3.82. Uji presisi ketertiruan yang dilakukan masing-masing analis memiliki nilai presisi yang dapat diterima. Begitu juga dengan nilai presisi yang dlakukan tiga analis didapat nilai RSD sebesar 0.8404 dan RSD Horwitz sebesar 5.72. Uji presisi keterulangan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan ketertiruan memenuhi syarat RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz. Pengujian linearitas menghasilkan persamaan y = 0.002x + 0.112 yang mempunyai nilai R² sebesar 0.998. Dengan nilai R² tersebut menunjukkan bahwa metode analisis vitamin C menggunakan potensiometer ini memiliki linieritas yang baik, karena R² telah melebihi 0.99. Uji batas deteksi (LOD) yang dilakukan potensiometer dengan mengukur konsentrasi vitamin C terendah pada konsentrasi 130 mg/Kg didapat konsentrasi aktual sebesar 141.7710 mg/Kg dan memiliki nilai LOD berdasarkan perhitungan rumus sebesar 30.42 mg/Kg dan LOQ 101.40 mg/Kg. Pengujian batas kuantitasi (LOQ), diperoleh konsentrasi yang memenuhi syarat presisi dan akurasi

pada konsentrasi 476 mg/Kg. Dihasilkan nilai RSD analisis sebesar 1.93 dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.22 yang menunjukkan bahwa hasil tersebut telah memenuhi syarat presisi, sedangkan akurasi yang dihasilkan dengan uji persen penerimaan kembali (recovery) masuk dalam range 95% 105% yaitu sebesar 103.03%, tetapi hasil pengujian LOQ yang diterima didapat dari perhitungan nilai rumus sesuai dengan prosedur perhitungan yang baku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai untuk analisis vitamin C pada susu bubuk ini telah tervalidasi dan dapat dilakukan analisis selanjutnya yaitu menerapkan aplikasi statistical process control (SPC) dan membuat diagram bagan kendali X bar-R. Hasil penerapan aplikasi SPC dengan menggunakan bagan kendali X-bar R pada produk susu bubuk FF2, terdapat bagan kendali yang tidak terkontrol karena memiliki satu titik yang berada diluar bagan kendali atas yaitu pada subgrup ke-15. Dari bagan X-bar R tersebut, didapat nilai rata-rata kadar vitamin C pada produk FF2 sebesar 1049.1207 mg/Kg. Nilai Upper Control Limit (UCL) sebesar 1257.9920 mg/Kg dan Lower Control Limit (LCL) sebesar 840.2494 mg/Kg. Pada bagan kendali R didapat nilai rata-rata variasi kadar vitamin C produk sebesar 55.5517 mg/Kg yang tertera pada central line-nya. Nilai UCL sebesar 307.3712 mg/Kg dan LCL sebesar 0.00. Berdasarkan bagan kendali yang diperoleh, rata-rata kadar vitamin C produk FF2 masih berada dalam standar dan spesifikasi perusahaan walaupun proses produksi tersebut memiliki satu penyebab variasi khusus. Dari bagan tersebut juga dapat dilihat bahwa rata-rata kadar vitamin C produk tersebut cenderung berada dibawah nilai target perusahaan yang terdapat pada kisaran 1250 mg/Kg. Sehingga, secara keseluruhan proses ini tidak terkendali secara statistik karena kadar vitamin C yang dihasilkan pada proses produksi ini memiliki satu titik pada subgrup ke-15 yang berada diluar batas pengendali atas (UCL). Analisis selanjutnya yaitu kapabilitas proses, dari hasil analisis ini didapat nilai Cp dan CpK sebesar 3.588 dan 2.364. Berdasarkan hasil yang didapatkan, nilai Cp dan CpK proses produksi tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari 1.33. Maka, kapabilitas proses tersebut termasuk memiliki kapasitas yang baik dan proses masih mampu memenuhi spesifikasi bawah atau atas.

VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJA A TEK OLOGI PERTA IA Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh ARI I I DRAPRASTA F24080111

FAKULTAS TEK OLOGI PERTA IA I STITUT PERTA IA BOGOR BOGOR 2012

Judul Skripsi : Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia Nama : Arini Indraprasta NIM : F24080111

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

Dr. Ir. M. Arpah, M.Si NIP. 19600608.198603.1.002

Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc NIP. 19680526.199303.1.004

Tanggal lulus: 27 Juli 2012

PER YATAA ME GE AI SKRIPSI DA SUMBER I FORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Lapang serta belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012 Yang membuat pernyataan

Arini Indraprasta F24080111

© Hak cipta milik Arini Indraprasta, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

BIODATA PE ULIS

Arini Indraprasta. Lahir di Jakarta, 10 Januari 1991 dari ayah Ir. Praba Sutata dan ibu Renny Dieta Octaviana, sebagai putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SD Islam AlHusna Bekasi. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Islam Al-Azhar 6 Jakapermai Bekasi hingga tahun 2005 dan menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2008 dari SMA Islam Al- Azhar 4 Kemang Pratama Bekasi. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi, antara lain menjadi anggota pengurus Departemen Profesi HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian) pada tahun 2009-2010, anggota divisi seni pada kepanitiaan “TETRANOLOGI” tahun 2009, anggota divisi acara pada kepantiaan “NFIC (>ational Food Innovation Competition)” pada tahun 2009, anggota divisi Dana Usaha pada kepanitiaan “NSPC (>ational Student Paper Competition)” pada tahun 2010, anggota divisi Sponsorhsip pada kepanitaan “Seminar dan Training HACCP VIII Himitepa IPB” pada tahun 2010, dan ketua divisi konsumsi pada kepanitiaan “Masa Perkenalan Departemen ITP (BAUR)” pada tahun 2010. Disamping itu penulis juga mengikuti kegiatan lain seperti Pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) pada tahun 2011.

KATA PE GA TAR

Alhamdulillahi Robbil’ alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Bapak Praba, Ibu Renny, dan Putri yang senantiasa memberikan doa, cinta, kasih sayang, dukungan fisik maupun moril kepada penulis. 2. Dr. Ir. M. Arpah, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi selama penulis melakukan tugas akhir. 3. Mas Kelvin Wiharjo, selaku Supervisor GLP dan pembimbing lapang yang telah memberikan bimbingan, bantuan, ilmu, pengarahan dan motivasi selama penulis melakukan tugas akhir. 4. Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, M.Si dan Dr. Ir. Dede R Adawiyah, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan memberi masukan kepada penulis. 5. Bapak Ramdani Sulaeman, selaku Manager Quality Control (QC) yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di PT Frisian Flag Indonesia. 6. Seluruh dosen ITP yang telah memberikan ilmu dan nasihat selama perkuliahan. 7. Seluruh staff laboratorium QC PT Frisian Flag Indonesia Pasar Rebo, antara lain Mbak Dian, Mas Welby, Mas Edi, Mas Syafar, Koko Hema, Mas Donal, Mas Taqim, Mas Ajo, Pak Aen, Pak Detril, Mas Reza, Mas Dedy, Pak Haryanto, Pak Jafar, Pak Cecep, Pak Hendra, Pak Jose, Pak Zulfi, Mbak Beatrix, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 8. Teman-teman PKL yang telah menemani dan berbagi suka-duka selama penulis melakukan tugas akhir, antara lain Dwi, Ani, Dini, Tari, Oky dan Inge. 9. Sahabat-sahabat yang selalu ada kapanpun dan dimanapun antara lain Aulia, Rini, Safa, Said, Bella, Fina, Sylvie, Yassy, Icha, Arya, Umar, Ratih, Sasti, dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 10. Mas Danang Yudha Prakasa yang telah memberikan support, bantuan, dan semangat yang selalu senantiasa menemani penulis. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan di ITP: Sendy, Niken, Cindy, Desy, Ranti, Icha, Icem, Mike, Mizu, Doddy, Gita, Dio, Oncom, Kamaliah, Sally, Virza, Ati, Tata, Oktan, Mutia, Shinta, Chairul, Wahyu, Latifah, Jeje, Dika, Yufi, dan seluruh keluarga ITP 45 yang tidak akan pernah terlupakan. 12. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan. Bogor, Juli 2012 Arini Indraprasta

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. viii I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1 1.2 TUJUAN .............................................................................................................................. 2 II. PROFIL PERUSAHAAN 2.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA ........................................................................ 3 2.2 LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ............................................................... 4 2.3 STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN .................................................................... 4 2.4 JENIS PRODUK ................................................................................................................. 5 2.5 KETENAGAKERJAAN ...................................................................................................... 5 III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 SUSU BUBUK ..................................................................................................................... 7 3.2 VITAMIN C (ASAM ASKORBAT) ................................................................................... 9 3.3 VALIDASI METODE ANALISIS .....................................................................................12 3.4 POTENSIOMETRI .............................................................................................................14 3.5 STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) ................................................................... 15 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...........................................................................19 4.2 ALAT DAN BAHAN .........................................................................................................19 4.3 METODE PENELITIAN 4.3.1 Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol ...........................................................20 4.3.2 Perhitungan Kadar Vitamin C Sampel ....................................................................20 4.3.3 Kecermatan (Akurasi) .............................................................................................21 4.3.4 Keseksamaan (Presisi) ............................................................................................22 4.3.5 Linearitas ................................................................................................................22 4.3.6 Batas Deteksi (Limit of Detection) .........................................................................23 4.3.7 Batas Kuantitasi (Limit of Quantification) ............................................................. 23 4.3.8 Aplikasi Statistical Process Control (SPC) .............................................................24 4.3.8.1 Pembuatan Control Chart X-bar R ...........................................................24 4.3.8.2 Perhitungan Kapabilitas Proses ................................................................25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 STANDARISASI 2,6 DICHLOROPHENOL-INDOPHENOL ...........................................27 5.2 UJI KECERMATAN (AKURASI) .....................................................................................28 5.3 UJI KESEKSAMAAN (PRESISI) ......................................................................................29 5.4 UJI LINEARITAS ...............................................................................................................32 5.5 UJI BATAS DETEKSI (Limit of Detection) ......................................................................32 5.6 UJI BATAS KUANTITASI (Limit of Quantification) .......................................................33 5.7 APLIKASI STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) ................................................35 5.7.1 Pembuatan X-bar dan R Control Chart .........................................................................36

5.7.2 Perhitungan Kapabilitas Proses .....................................................................................37 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN ................................................................................................................... 39 6.2 SARAN ...............................................................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................41 LAMPIRAN ......................................................................................................................................44

DAFTAR TABEL

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Halaman Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk ........................................................................... 7 Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak ................................................................... 8 Kandungan vitamin larut lemak dan larut air dari berbagai produk susu ...................................10 Berbagai kandungan vitamin larut air pada susu ...................................................................... 10 Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) ....................................................... 27 Hasil uji akurasi persen perolehan kembali (recovery) pada konsentrasi vitamin C 1000 mg/Kg ...............................................................................................................................28 Hasil uji akurasi kadar vitamin C pada susu bubuk merk X .....................................................39 Hasil uji keseksamaan keterulangan (repeatibility) kadar vitamin C pada susu bubuk merk X ..................................................................................................................................... 30 Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 1 pada susu bubuk merk X ............................................................................................ 30 Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 2 pada susu bubuk merk X .............................................................................................30 Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 3 pada susu bubuk merk X .............................................................................................31 Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan tiga analis pada susu bubuk merk X ..........................................................................................31 Hasil uji batas deteksi (LOD) kadar vitamin C 130 mg/Kg pada laktosa bubuk .......................33 Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 237,5 mg/Kg pada susu bubuk merk X ...................34 Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 317 mg/Kg pada susu bubuk merk X .....................34 Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 476 mg/Kg pada susu bubuk merk X ......................34

DAFTAR GAMBAR Halaman Logo PT Frisian Flag Indonesia .................................................................................................... 4 Struktur asam askorbat (vitamin C) .............................................................................................10 Kurva titrasi potensiometri (Metrohm Application Bulletin no. 98/3) ..........................................14 Bagan kendali (Muhandri dan Kadarisman, 2005) ......................................................................16 Diagram alir penggunaan bagan-bagan kendali (Gasperz, 2001) ................................................17 Alat potensiometer Metrohm 702 SM ..........................................................................................19 Diagram alir pengukuran sampel ................................................................................................ 21 Kurva linearitas metode analisis vitamin C standar menggunakan Potensiometer ..............................................................................................................................32 9. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C pada produk FF2 tanpa spesifikasi Perusahaan .................................................................................................................................. 36 10. Bagan kendali range kadar vitamin C pada produk FF2 tanpa spesifikasi Perusahaan .................................................................................................................................. 36 11. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C pada produk FF2 dengan spesifikasi perusahaan ...................................................................................................................................37 12. Nilai Cp dan CpK produk FF2 yang dihasilkan bagan kendali X-bar R dengan spesifikasi perusahaan ..................................................................................................................38 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

DAFTAR LAMPIRA

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Halaman Struktur Organisasi PT Frisian Flag Indonesia ............................................................................44 Data Uji Kecermatan (Akurasi) .................................................................................................. 45 Data Uji Keseksamaan (Presisi) ...................................................................................................46 Data Uji Linearitas ...................................................................................................................... 47 Data Uji Batas Deteksi (LOD) .....................................................................................................48 Data Uji Batas Kuantitasi (LOQ) ................................................................................................ 49 Data Pengukuran Kadar Vitamin C Produk FF2 (Satu Siklus Produksi) .....................................51

I. 1.1

PEDAHULUA

Latar Belakang

Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap dan telah dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Susu merupakan salah satu produk pangan yang dikonsumsi masyarakat karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air.Terpenuhinya keadaan gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan pada era globalisasi. Menurut Buckle et al. (1987), komposisi gizi susu terdiri atas lemak 3.9%, protein 3.4%, laktosa 4.8%, abu 0.72%, air 87.10%, dan bahan-bahan lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim-enzim, fosfolipid, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Jika dipandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna kandungan gizinya karena komposisi kandungan gizi yang terkandung dalam susu memiliki perbandingan yang sempurna sehingga susu mudah dicerna. Salah satu sumber gizi yang terkandung dalam susu adalah vitamin. Hampir semua vitamin yang esensial bagi tubuh terdapat dalam susu baik dalam bentuk vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K maupun larut air seperti vitamin C, B1, B2, niacin, folat, B6, B12. Vitamin C dalam susu memiliki jumlah yang paling banyak di antara vitamin larut air lainnya seperti B1, B2, B6 dan B12. Susu memiliki kandungan vitamin C sebanyak 0.94 mg per 100 gr susu (ational Dairy Council, 1993). Sedangkan RDA (Recomended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 60 mg vitamin C per hari (Food and utrition Board, 1989). Vitamin C berfungsi sebagai pembentuk kolagen tubuh, mencegah penyakit kanker dan kardiovaskular serta meningkatkan resistensi terhadap infeksi. Oleh karena itu, vitamin C merupakan parameter mutu susu yang harus dikendalikan mutunya pada produk susu. Dalam menjaga kualitas produk, PT Frisian Flag Indonesia selalu melakukan pengendalian mutu secara kontinyu dan menyeluruh mulai dari bahan baku, mutu kemasan, label pengemas, mutu proses produksi, mutu produk antara (intermediate product) sampai produk akhir yang siap dipasarkan. Proses pengendalian mutu ini dilakukan oleh divisi Quality Control (QC). Salah satu parameter mutu yang dikendalikan adalah kadar vitamin C pada susu bubuk. Vitamin C yang terkandung dalam susu bubuk Frisian Flag ditambahkan dari luar karena kandungan vitamin C susu murni tidak mencukupi kebutuhan vitamin C pada bayi dan balita. Analisis kadar vitamin C dapat dilakukan dengan cara primary method secara manual dengan titrasi indofenol dan secondary method yaitu dengan menggunakan alat atau instrumen. Instrumen yang digunakan adalah potensiometer. Untuk menghasilkan keefektifan dan keefisienan analisis maka dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat dan akurat. Sehingga metode analisis penentuan kadar vitamin C dengan potensiometer ini harus divalidasi untuk menjamin hasil yang dapat dipercaya. Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi metode umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga penerima jasa analisis atau lembaga pendidikan. Dalam rangka memenuhi syarat akreditasi ISO 17025, maka PT Frisian Flag Indonesia melakukan validasi terhadap metode baru yang akan digunakan sebagai instrumen untuk menganalisis vitamin C pada produk susu bubuk. Validasi dilakukan agar data yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan.

Jaminan mutu juga dapat dilakukan dengan mengontrol hasil secara statistika dengan menerapkan Statistical Process Control (SPC), sehingga keterkendalian proses produksi dapat dipantau dan tindakan perbaikan dapat segera dilakukan apabila diperoleh proses yang tidak terkendali. Pengendalian proses secara statistik menurut Gasperz (1998), sebagai metodologi pengumpulan dan analisis data kuantitatif, kemudian dilakukan penentuan dan interpretasi hasil pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu industri, untuk meningkatkan output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Pada dasarnya pengendalian kualitas secara statistik ini bertujuan untuk menyelidiki dengan cepat sebab-sebab terjadinya kesalahan dan melakukan tindakan perbaikan sebelum proses produksi menghasilkan terlalu banyak produk cacat yang menyebabkan kerugian. Pengkajian ini akan dilakukan pada produk susu bubuk bayi dengan parameter kadar vitamin C di PT Frisian Flag Indonesia, untuk melihat apakah proses produksi produk tersebut terkontrol secara statistik.

1.2

Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang penelitian ini adalah melakukan validasi metode analisis penentuan kadar vitamin C pada produk susu bubuk dengan potensiometer dan menerapkan aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada hasil kadar vitamin C susu bubuk yang diukur dengan potensiometer.

2

II. PROFIL PERUSAHAA

2.1

Sejarah dan Perkembangannya

Pengalaman lebih dari 35 tahun menjadikan PT Frisian Flag Indonesia pemimpin dan perusahaan terkemuka di industri susu Indonesia. Sebagai anggota salah satu grup produsen susu terbesar di dunia Friesland Coberco Dairy Foods, PT Frisian Flag Indonesia pada tahun 1971 mulai memproduksi susu kental manis dan selanjutnya diikuti produk lainnya. Sebelumnya, PT Frisian Flag Indonesia berperan sebagai pengimpor susu kental manis yang diproduksi di Belanda. Semua ini dimulai pada tahun 1922 dengan merk susu Friesche Vlag atau yang lebih dikenal sebagai Susu Bendera diimpor dari Cooperative Condensfabriek Friesland di Belanda, yang kemudian berubah nama menjadi Royal Friesland Foods. Dalam perkembangannya, perusahaan ini mulai memproduksi susu bubuk pada tahun 1979, dan di bidang susu cair pada tahun 1991. PT FVI kemudian berubah nama menjadi PT Frisian Flag Indonesia (FFI) pada tahun 2002. Pada tahun 2008, perusahaan ini melakukan merger dengan perusahaan Campina dan membentuk organisasi kooperatif dengan nama Royal Friesland Campina. PT Frisian Flag Indonesia memproduksi dan memasarkan berbagai macam produk-produk susu, beberapa diantaranya susu bubuk, susu cair siap minum, dan susu kental manis. PT Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk dapat menyediakan produk-produk berkualitas kepada konsumen dan mitra bisnis PT Frisian Flag Indonesia. Saat ini produk susu bendera diproduksi menggunakan bahan baku susu segar yang diperoleh dari peternak lokal seperti GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) yang merupakan kerjasama dan kebijakan yang saling menguntungkan. Untuk menjalin kemitraan tersebut, PT Frisian Flag Indonesia memberikan penyuluhan dan bantuan kepada peternak lokal untuk menjamin ketersedian susu segar yang bermutu tinggi. PT Frisian Flag Indonesia melakukan pengolahan susu menggunakan teknologi canggih yang ramah lingkungan dan dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin standar kebersihan dan kualitas yang tinggi. Kantor PT Frisian Flag Indonesia berpusat di Jakarta dengan 7 kantor pemasaran dan perwakilan di seluruh Indonesia. PT Frisian Flag Indonesia memiliki dua fasilitas produksi di dua lokasi berbeda yaitu kantor pusat di Pasar Rebo yang didirikan pada tahun 1969 dan kantor cabang Ciracas yang didirikan pada 4 tahun kemudian (sebelumnya PT Foremost Indonesia yang diakusisi oleh PT Frisian Flag Indonesia pada tahun 1976). Aktivitas produksi PT Frisian Flag Indonesia terbagi menjadi dua plant. Dua plant produksi tersebut yaitu plant Pasar Rebo dan plant Ciracas. Plant Pasar Rebo memproduksi susu bubuk dan susu kental manis kemasan sachet, sedangkan plant Ciracas memproduksi susu kental manis kemasan kaleng serta susu cair kemasan siap minum (sterilized milk). PT Frisian Flag Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang mendapatkan sertifikat ISO 9001/9002 sebagai panduan untuk mengatur Quality Management System (QMS). Perusahaan ini juga memperoleh GMP (Good Manufacturing Practice) Award dari pemerintah sebagai salah satu perusahaan terbaik yang menerapkan Good Laboratory Practices (GLP) dalam pengendalian mutu produk. Selain itu, PT Frisian Flag Indonesia juga memperoleh sertifikat ISO 22000 sebagai panduan untuk Food Safety Management System (FSMS) sehingga produk yang dihasilkan memiliki mutu dan keamanan yang terjamin. Logo PT Frisian Flag Indonesia ditunjukkan oleh Gambar 1. Prestasi PT Frisian Flag Indonesia mendapat kehormatan meraih sejumlah penghargaan dari berbagai organisasi dan bangga akan apa yang telah tercapai. PT. Frisian Flag percaya kesuksesan ini

3

akan menjadi motivasi untuk melakukan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Penghargaanpenghargaan yang telah diterima antara lain: 1. Penghargaan sebagai Penanam Modal Asing Terbaik Untuk Industri Skala Besar dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional (BKPM) pada tahun 2009 2. Indonesian Customer Satisfaction Awards 2007 dari Frontier Consulting Group 3. Indonesia Employer of Choice 2007 dari SWA Magazine 4. Indonesia Platinum Brand 2007 dari SWA Magazine & MARS 5. Indonesia Golden Brand Award 2005/2006 dari SWA Magazine & MARS 6. Indonesia Best Brand Award 2005 dari SWA Magazine & MARS 7. Good Manufacturing Practice Award (GMP) 1996

Gambar 1. Logo PT Frisian Flag Indonesia

2.2

Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

Lokasi pabrik PT Frisian Flag Indonesia cabang Pasar Rebo terletak di Jakarta Timur, tepatnya di Jalan Raya Bogor Km 5, Cijantung, Pasar Rebo, dengan luas area sebesar + 5 Ha. Area tersebut terbagi menjadi 3 bangunan utama. Bagunan pertama terdiri dari ruang kantor staf untuk administrasi perusahaan, gudang dan laboratorium departemen pengendalian mutu. Bangunan kedua terdiri dari ruang proses produksi SKM, ruang CIP (Cleaning in Place), gudang kantor, ruang pengemasan susu bubuk, penerimaan susu murni, ruang evaporasi, ruang spray drier dan laboratorium kecil untuk uji susu murni. Bangunan ketiga terdiri dari ruang pembangkit listrik, kantin, ruang ganti pakaian, dan kamar mandi. Bagian utara pabrik berbatasan dengan perumahan penduduk, bagian selatan berbatasan dengan perumahan Departemen Sosial, bagian timur berbatasan dengan jalan Raya Bogor, sedangkan bagian barat berbatasan dengan perumahan penduduk.

2.3

Struktur Organisasi Perusahaan

PT Frisian Flag Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden Direktur (President Director) yang membawahi lima bagian utama yang masing-masing dipimpin oleh seorang direktur yaitu Direktur Pemasaran (Marketing Director), Direktur Keuangan dan Administrasi (Financial and Administration Director), Direktur Personalia dan Umum (HRD and Corporate Affair Director), Direktur Penjualan dan Perdagangan (Sales and Trade Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director). Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktur Operasional dibantu oleh Manajer Pabrik (Plant Manager). Direktur Operasional juga membawahi beberapa departemen, seperti departemen Research and Development, departemen Supply Chain, departemen Quality Control (QC), dan departemen SHE

4

(Safety, Health, and Environment). Direktur Operasional juga bertanggung jawab atas empat kepala bagian (Head of Department). Struktur organisasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Kepala bagian dibantu oleh administrator, supervisor, staf senior, dan operator. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia mengikuti jenis organisasi garis dan staff (line and staff organization) yang menganut sistem arah wewenang mengalir dari atasan ke bawahan, sedangkan aliran tanggung jawab mengalir dari bawahan ke atasan.

2.4

Jenis Produk

Produk susu yang diproduksi PT Frisian Flag Indonesia terdiri atas susu bubuk, susu cair, dan susu kental manis. Susu bubuk dibedakan atas tiga jenis berdasarkan konsumen yang menggunakannya, yaitu infant (0-12 bulan), GUM (susu pertumbuhan untuk anak usia 1-6 tahun), dan main stream (>6 tahun). Produk yang termasuk infant formula antara lain susu bubuk Frisian Flag Tahap 1 dan susu bubuk Frisian Flag Tahap 2. Produk yang termasuk GUM antara lain susu bubuk Frisian Flag 123 dan susu bubuk Frisian Flag 456. Produk yang tergolong main stream antara lain Bendera Bubuk Instan, Bendera Bubuk Full Cream, Bendera Bubuk Madu, dan Bendera Bubuk Cokelat Frisian Flag. Produk susu kental manis antara lain adalah Susu Kental Manis coklat, full cream, gold, dan Fristi. Produk susu cair siap minum antara lain susu cair Frisian Flag dan Yes!.

2.5

Ketenagakerjaan

Jumlah staf dan karyawan PT Frisian Flag Indonesia berjumlah sekitar 2000 orang dan sebagian besar tenaga kerja adalah orang Indonesia. Setiap karyawan akan diuji oleh pihak-pihak yang terkait dengan kedudukan yang diberikan. Karyawan atau analis pada laboratorium mikrobiologi dan kimia hampir semua berlatar pendidikan S1. Sebelum diterima menjadi karyawan tetap terlebih dahulu akan menjalani masa percobaan. Gaji karyawan diatur berdasarkan golongan, untuk gaji minimum tiap bulannya ditetapkan bagi tiap golongan oleh PT Frisian Flag Indonesia. Pihak perusahaan akan melakukan penilaian untuk kenaikan gaji. Penilaian ini didasarkan atas prestasi, masa kerja, dan kecakapan karyawan yang bersangkutan. Selain ketentuan tersebut, kenaikan gaji juga diberikan apabila nilai kerja (job value) di pasar meningkat atau terjadi angka-angka indeks konsumen yang dikeluarkan pemerintah atas dasar kemampuan perusahaan. Seluruh karyawan memiliki kesempatan untuk mengalami kenaikan jabatan dengan syarat antara lain seseorang harus memiliki kemampuan lebih, jujur, terampil, dan loyal terhadap perusahaan. Untuk posisi atau kedudukan penting akan diutamakan seseorang yang memiliki kepemimpinan yang baik. Jika ada kekosongan kedudukan, maka perusahaan akan mempertimbangkan terlebih dahulu karyawan lama yang memenuhi persyaratan, sebelum menerima dan menempatkan orang baru. Jika karyawan melakukan pelanggaran, maka karyawan tersebut dapat dikenai tindakan disiplin yang wujudnya berupa peringatan lisan atau peringatan tertulis tingkat satu, dua, atau tiga. Tindakan terhadap pelanggaran dilihat juga berdasarkan bobot kesalahan yang dilakukan. Karyawan yang telah mencapai usia pensiun (55 tahun) berhak mendapat uang pesangon atau uang pensiun dari PT ASTEK. Tunjangan yang diberikan kepada karyawan adalah tunjangan hari raya, akhir tahun, dan asuransi kecelakaan selama 24 jam penuh. Semua karyawan berhak mendapat cuti tahunan selama 12 hari kerja dengan tetap menerima upah penuh setelah bekerja 12 bulan terus-menerus. Cuti tidak dapat dikumpulkan dan harus diambil

5

dalam setahun yang menjadi haknya untuk digunakan. Karyawan wanita berhak mendapatkan cuti hamil sebagaimana diatur dalam undang-undang. Jumlah jam kerja setiap karyawan adalah 40 jam kerja dalam setiap minggu, dengan 5 hari kerja ( 1 hari = 8 jam kerja). Untuk karyawan adminitrasi dikantor, hari dan jam kerja mulai hari Senin sampai Jum’at dari pukul 08.00 WIB sampai 16.30 WIB, sedangkan untuk karyawan pabrik terbagi atas 3 shift yang berkerja dari hari Senin sampai Jum’at dengan ketentuan shift pagi mulai pukul 07.00 WIB sampai 15.00 WIB, shift siang mulai pukul 15.00 WIB sampai 23.00 WIB, dan shift malam mulai dari pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.

6

III. TIJAUA PUSTAKA 3.1

Susu Bubuk

Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%) dan padatan susu tanpa lemak (9%) yang mengandung mineral (0.7%), laktosa (4.9%) dan protein (3.4%). Selain mengandung air dan padatan susu, susu segar memiliki lebih dari 100 komponen lain yang penting bagi tubuh antara lain protein, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B (terutama riboflavin dan vitamin B12), dan vitamin lainnya. Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI 01-2970 2006). Adapun komposisi yang terdapat pada susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk Komponen

(%)

Kadar air

3.0

Kadar lemak

27.5

Kadar protein

26.4

Kadar laktosa

37.2

Kadar mineral

5.9

Sumber: Chandan, 1997. Susu bubuk terdiri dari susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak. Susu bubuk juga sering diaplikasikan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Augustin dan Clarke, 2008). Persyaratan mutu susu bubuk di Indonesia secara komposisi, uji, dan secara keseluruhannya diatur oleh SNI 012970 tahun 2006 yang dapat dilihat pada Tabel 2. Susu bubuk dibuat dengan menurunkan kadar airnya melalui proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan tujuan mendapatkan susu bubuk dengan kadar air yang rendah. Pengurangan kadar air pada susu segar memberikan keuntungan dalam hal mengurangi volume penyimpanan, biaya transportasi, dan dapat memperpanjang umur simpan produk (Fernandez, 2008). Selain itu pengeringan juga bertujuan menurunkan aktivitas air (aw) sehingga dapat mengurangi risiko degradasi kimia dan menekan pertumbuhan mikroba. Kapang dan khamir terhambat petumbuhannya pada aw 0.65 sedangkan bakteri pertumbuhannya terhambat pada aw 0.75 (Early, 1998). Metode pengeringan yang dilakukan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pengeringan drum (drum drying), pengeringan oven vakum (vaccum oven drying), pengeringan beku (freeze drying) dan pengeringan semprot (spray drying). Pengeringan semprot merupakan proses pengeringan yang umum digunakan di industri susu bubuk (Walstra, 1983; Spreer, 1995; dan Fernandez, 2008). Alat pengeringan semprot yang digunakan biasanya disebut spray dryer.

7

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak No

Jenis

1

Keadaan Bau Rasa Air Lemak Protein Cemaran Logam Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Arsen Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri Coliform E. coli Salmonella S.aureus

2 3 4 5

6 7

Satuan

Persyaratan

b/b, % b/b, % b/b, %

Normal Normal Maks. 5.0 Min. 26.0 Min. 23.0

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 20.0 Maks. 0.3 Maks. 40.0 Maks. 40.0/ 250.0* Maks. 0.03 Maks. 0.1

Koloni/g APM APM/g Koloni/100g Koloni/g

Maks. 5x104 Maks. 10 <3 Negatif 1x102

*Untuk kemasan kaleng Sumber : SNI 01-2970-2006 Prinsip pengeringan semprot didasarkan pada proses penyemprotan produk dalam bentuk droplet cairan ke dalam suatu ruangan yang dihembus dengan udara panas sehingga terjadi proses pengeringan. Pada umumnya suhu proses yang digunakan adalah 170°C – 220°C untuk suhu inlet dan 75°C – 100°C untuk suhu outlet (Spreer, 1995). Bahan masukan pada metode pengeringan semprot dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi cairan. Aliran udara panas akan menaikkan suhu permukaan droplet sehingga air dalam droplet akan terevaporasi. Air yang terevaporasi akan keluar bersama aliran udara sedangkan droplet dengan kadar air rendah akan turun ke dasar chamber dengan bantuan cyclone. Setelah proses tersebut terbentuklah susu bubuk dengan kadar air sebanyak 6% dengan ukuran diameter partikel <0.1 mm. Tahapan pengeringan terjadi dalam dua langkah atau lebih yaitu laju periode konstan (constant rate priod) yang terjadi selama permukaan droplet masih dapat terbasahi dan laju periode jatuh (falling rate priod), adalah laju penguapan yang terus menurun selama pengeringan seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi (Wiratakusumah et al., 1992). Proses pengeringan berikutnya dilakukan dengan mengalirkan udara panas untuk menghilangkan air sehingga produk susu bubuk tersebut memiliki kadar air 2- 4%. Beberapa kelebihan metode pengeringan semprot antara lain adalah tidak banyak merusak mutu produk dibandingkan dengan metode pengeringan drum serta biaya pengeringan relatif terjangkau dibandingkan dengan metode freeze drying dalam menghasilkan kualitas produk yang relatif setara (Fernandez, 2008). Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor dan warna yang baik (Walstra et al., 1999). Dalam susu bubuk dapat ditambahkan komposisi lain seperti vitamin, carrier vitamin, emulsifier, stabilizer, anticaking, antioksidan, dan juga flavor. Susu bubuk berasal baik dari susu segar dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan.

8

Produk hasil pengeringan semprot sangat mudah menggumpal. Gula susu yang terbentuk pada proses pengeringan semprot merupakan gula amorphous yang sangat higroskopis dan sangat cepat menyerap kelembaban. Penyerapan kelembaban menyebabkan rekristalisasi dan biasanya disertai dengan perubahan warna dan pembentukan off – flavor. Hal tersebut merupakan penyebab caking pada kebanyakan produk susu bubuk selama penyimpanan. Peningkatan kelembaban produk dapat meningkatkan risiko mikrobiologis karena memperbesar peluang tumbuhnya mikroba.

3.2

Vitamin C (Asam Askorbat)

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida.Vitamin C atau dikenal juga dengan nama asam askorbat memiliki rumus empiris C6H8O6 dengan bobot molekul (BM) 176,1. Vitamin C memiliki sifat umum, yaitu dalam bentuk murninya berupa kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada kisaran suhu 190oC-192oC, mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat (Ball, 2006). Sifat-sifat vitamin C tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya struktur enadiol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton (Al-Ghannam dan Al-Olyan, 2005). Vitamin C berada di alam terutama dalam bentuk L-asam askorbat. Vitamin C memiliki dua pasang enantiomer yaitu L- dan D- asam askorbat serta L- dan D- iso asam askorbat (Gambar 2). D-asam askorbat hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan (Andarwulan dan Koswara, 1992). Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Tubuh dapat menyimpan vitamin C hingga 1500 mg bila konsumsi vitamin C mencapai 100 mg per hari (Almatsier, 2001). Sedangkan, RDA (Recomended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 60 mg vitamin C per hari (Food and utrition Board, 1989). Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kekurangan asam askorbat dapat menyebabkan sariawan, penyakit liver, alergi, arteriosclerosis dan beberapa penyakit lain yang masih diidentifikasi (Hossu dan Magearu, 2004). Vitamin C juga memiliki peran dalam berbagai fungsi yang melibatkan respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti, peran-peran itu adalah oksidasi fenilanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernan sehingga besi lebih mudah terserap, melepaskan besi dari transferin dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam feritin jaringan, serta pengubah asam folat menjadi bentuk yang aktif asam folinat, dan diperkirakan vitamin C juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol. (Winarno, 2004). Vitamin C bersifat mudah rusak jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe serta cahaya. Karena sifat vitamin C yang mudah tereduksi oleh hal-hal tersebut, maka kadar vitamin C pada makanan dan minuman menjadi salah satu parameter kualitas yang harus dijaga baik saat proses produksi maupun saat penyimpanan (Pisoschi et al, 2008). Sifat vitamin C yang paling utama adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalisis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag. Vitamin C sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan tidak larut dalam eter, benzena, kloroform, minyak dan sejenisnya (Andarwulan dan Koswara, 1992).

9

Gambar 2. Struktur asam askorbat (vitamin C) Lebih lanjut Andarwulan dan Koswara (1992), mengemukakan bahwa asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator, dan logam. Oksidasi vitamin C biasanya terjadi pada pH 3-7 dalam bentuk larutan. Vitamin C tidak stabil dalam keadaan basa. Sumber vitamin C di dalam bahan makanan terdapat pada buah-buahan segar dan sayuran segar (dengan kadar vitamin C yang lebih rendah). Di dalam buah, vitamin C terdapat pada konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, konsentrasi agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah dan konsentrasi yang lebih rendah lagi di dalam bijinya (Sediaoetama, 2000). Selain pada buah-buahan dan sayuran segar vitamin C juga terkandung di dalam produk susu. Susu memiliki kandungan vitamin C sebanyak 0.94 mg per 100 gr susu (ational Dairy Council, 1993). Vitamin C pada susu bubuk biasanya terdapat dari bahan baku pembuatan susu bubuk itu sendiri dan dapat ditambahkan dari luar atau enrichment. Penambahan vitamin C juga banyak dilakukan oleh industri susu bubuk karena sifat vitamin C yang mudah rusak karena panas saat proses pasteurisasi dan pengeringan dengan spray dryer. Vitamin A, D, E dan K serta beberapa vitamin larut air seperti vitamin C berada dalam jumlah sedikit pada produk susu, sehingga perlu ditambahkan dari luar produk atau difortifikasi. Penambahan vitamin biasanya ditambahkan dari luar untuk membantu proses pertumbuhan, kesehatan dan reproduksi. Menurut Miller et al. (2000), terdapat beberapa jenis vitamin larut lemak dan larut air pada berbagai produk susu yang ditunjukkan dalam Tabel 3. Selanjutnya, vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang banyak ditemukan pada produk susu diantara vitamin larut air lainnya yang ditunjukkan dalam Tabel 4. Berdasarkan Tabel 3, dapat terlihat bahwa kandungan vitamin A (IU) pada produk susu murni dengan kadar lemak 2% lebih banyak dibandingkan susu rendah lemak dan susu murni dengan kadar lemak 3.25%. Seharusnya, susu murni dengan kadar lemak 3.25% memiliki jumlah vitamin A yang lebih banyak daripada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak karena jumlah vitamin A yang larut pada lemak lebih banyak. Adanya jumlah vitamin A yang lebih banyak pada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak disebabkan karena fortifikasi vitamin A pada kedua produk tersebut karena produsen tetap ingin memenuhi kebutuhan vitamin A walaupun jumlah lemak pada susu tersebut rendah (Miller et al., 2000).

10

Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan vitamin C pada susu memiliki jumlah cukup banyak dibandingkan vitamin larut air lainnya. Tetapi, kandungan vitamin C dalam susu tidak cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan vitamin C dalam tubuh manusia sehingga biasanya ditambahkan dari luar produk atau sebagai bahan tambahan pangan. Tabel 3. Kandungan vitamin larut lemak dan larut air dari berbagai produk susu

utrien Asam askorbat Tiamin Riboflavin Niasin Asam Pantotenat Vitamin B6 Folat Vitamin B12 Vitamin A, IU Vitamin A, RE Vitamin E

Susu tanpa lemak

Susu Susu coklat

Susu coklat dengan pengurangan lemak

Susu coklat rendah lemak

1 cup 2.28

1 cup 2.30

1 cup 2.33

0.10 0.43 0.22 0.83

0.09 0.41 0.31 0.74

0.09 0.41 0.32 0.75

0.10 0.41 0.32 0.76

0.11

0.11

0.10

0.10

0.10

12.44 0.89

12.99 0.94

13.23 0.95

11.75 0.84

12.00 0.85

12.00 0.85

307.44

500.20

499.80

499.80

302.50

500.00

500.00

75.64

139.08

149.45

149.45

72.50

142.50

147.50

0.24

0.17

0.10

0.10

0.23

0.13

0.07

1 cup 2.32

Susu rendah lemak (kadar lemak 1%) 1 cup 2.45

1 cup 2.47

0.09 0.40 0.21 0.77

0.10 0.40 0.21 0.78

0.10 0.42 0.22 0.82

Mg

0.10

0.11

Mcg Mcg

12.20 0.87

IU Mcg, RE Mg, ATE

Susu murni (kadar lemak 3.25%)

Susu murni (kadar lemak 2%)

Satuan Mg

1 cup 2.29

Mg Mg Mg Mg

Sumber: USDA (1998) diacu dalam Miller et al. (2000) Tabel 4. Berbagai kandungan vitamin larut air pada susu Vitamin Asam askorbat, mg Tiamin, mg Riboflavin, mg Niasin Niasin ekuivalen, mg Asam pantotenat, gr Vitamin B, mg Folat, mcg Vitamin B12, mcg

Per 100 gr susu murni 0.94 0.038 0.162 0.084 0.856 0.314 0.042 5 0.357

Per cup (8 oz, 224 gr) susu murni 2.29 0.093 0.395 0.205 2.088 0.766 0.102 12 0.871

Sumber: ational Dairy Council (1993) diacu dalam Miller et al. (2000)

11

3.3

Validasi Metode Analisis

Validasi metode direkomendasikan untuk memastikan bahwa suatu metode dapat menghasilkan data yang akurat dan dapat dipercaya. Validasi dipergunakan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Selain itu, validasi metode dilakukan jika terjadi perubahan kondisi antara kondisi analisis dan kondisi pada saat validasi metode terdahulu, atau terjadi perubahan metode dari metode standar. Beberapa manfaat validasi metode analisis yaitu untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin keakuratan dan kedapat ulangan hasil prosedur analisis, dan mengurangi resiko penyimpangan yang mungkin timbul (EURACHEM, 1998). Validasi metode dilakukan dengan cara melakukan kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), selektifitas (specificity), linearitas dan rentang, batas deteksi atau limit of detection (LOD), batas kuantitasi atau limit of quantitation (LOQ), ketangguhan metode (ruggedness), dan uji kekuatan (robustness). Terdapat beberapa rujukan validasi metode seperti International Organization for Standardization (ISO), United State Pharmacopoeia (USP), British Pharmacopoeia (BP), Association of Official Analytical Chemistry (AOAC), International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) dan International Conference on Harmonizaton (ICH). Penelitian ini mengacu pada petunjuk validasi metode dari AOAC meliputi kecermatan, keseksamaan, linearitas, batas deteksi dan batas kuantitasi. Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan juga dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat bergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu, untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat dan sesuai prosedur (Harmita, 2004). Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode adisi (standard addition method). Metode simulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo, maka dapat dipakai metode adisi. Dalam metode adisi, sampel dianalisis untuk diketahui komposisi awal analitnya, kemudian sampel ditambahkan sejumlah tertentu standar dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang ditambahkan). Hasil uji recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya, sehingga akan diketahui nilai analisis error sistematisnya. Analisis dilakukan pada kondisi yang sama antara sampel dan sampel yang ditambahkan standar. Kesalahan sistematis adalah sama dengan minus kesalahan acak dan penyebab dari kesalahan ini tidaklah diketahui. Uji keseksamaan atau presisi digunakan untuk mengevaluasi tingkat kedekatan antara hasil tes individu sampel tertentu sehingga diketahui kesalahan acak analisis (Harmita, 2004). Uji keseksamaan dapat berupa uji keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji keseksamaan tidak berhubungan dengan nilai benar atau tidaknya nilai tersebut. Ukuran keseksamaan biasanya diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Uji keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi yang sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dilakukan dengan menggunakan sampel yang identik dari batch yang sama, sehingga dapat memberikan ukuran

12

keseksamaan pada kondisi yang normal. Sedangkan uji ketertiruan adalah keseksamaan metode yang dikerjakan pada kondisi berbeda. Analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik serta dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda (Harmita, 2004). Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). Jika terdapat hubungan yang linear, hasil uji harus dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y= a+ bx. Linieritas yang baik adalah persamaan yang memiliki R2 lebih dari 0,99. Dalam penentuan linieritas, direkomendasikan untuk menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA,1995). Uji batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan memberikan respon yang signifikan oleh alat (Harmita, 2004), tetapi konsentrasi tersebut belum tentu dimiliki oleh sampel yang diujikan. Pengujian LOD dilakukan dengan 7 kali ulangan, kemudian dihitung standar deviasinya. LOD, dinyatakan oleh persamaan:  =  + 3  keterangan: LOD : Limit of Detection atau batas deteksi x : Rata-rata hasil pembacaan blanko SD : Standar deviasi Uji batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) menurut Harmita (2004) adalah kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Harmita selanjutnya menyatakan bahwa prinsip uji LOQ pada metode yang menggunakan instrumen dilakukan dengan membuat sederet blanko contoh sebanyak 7 – 10 kali ulangan. LOQ dinyatakan oleh persamaan:  = 10  keterangan: LOQ : Limit of Quantitation atau batas kuantitasi SD : Standar deviasi Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara akurat dan presisi walaupun terdapat komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004). Selektifitas dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode terhadap sampel yang mengandung cemaran seperti hasil urai atau senyawa sejenis atau senyawa asing lainnya, kemudian dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung cemaran. Ketangguhan metode (ruggedness) adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, dan hari yang berbeda. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara laboratorium dan antar analis.

13

Uji kekuatan (robustness) dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan metodologi yang kecil yang terjadi terus menerus. Uji kekuatan juga berfungsi untuk mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah.

3.4

Potensiometri

Potensiometri merupakan suatu pengukuran tunggal terhadap potensial dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH larutan (Basset, 1994). Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran potensial dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol. Persamaan Nernst memberikan hubungan antara potensial relatif suatu elektroda dan konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dengan larutan. Dengan pengukuran potensial reversible suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau konsentrasi suatu komponen dapat dilakukan. Prinsip potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara elektroda indikator dan elektroda yang dicelupkan pada larutan. Untuk mengukur potensial pada elektroda indikator harus digunakan elektroda standar yang berfungsi sebagai pembanding yang mempunyai harga potensial tetap selama pengukuran (Gandjar, 2007). Elektroda pembanding yang diambil sebagai baku international adalah elektroda hidrogen baku. Harga potensial elektroda ini ditetapkan nol pada kesadahan baku ( H+ )= 1 M, tekanan gas H2 = 1 atm dan suhu 25o C, sedangkan gaya gerak listrik ( GGL ) pasangan elektroda itu diukur dengan bantuan potensiometer yang sesuai, dan sering digunakan peralatan elektronik ( volt meter ). Pada dasarnya setiap titrasi (asam–basa), kompleksiometri, ataupun titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometri dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai (Ramsey dan Colichman, 1942). Dengan demikian diperoleh kurva titrasi yang menggambarkan grafik potensial volume penitran yang ditambahkan dan mempunyai kenaikan yang tajam disekitar titik kesetaraan (Gambar 3). U[mV]

700

500

300

100

V[ml] 0

1

2

3

4

Gambar 3. Kurva titrasi potensiometri (Metrohm Application Bulletin no.98/3) Gambar 3 menunjukkan hubungan antara satuan potensial yang dinyatakan dalam millivolt (mV) dan volume titran yang dikeluarkan alat dalam milliliter (ml). Grafik tersebut menunjukkan potensial berada pada titik paling tinggi ketika belum ada volume titran yang dikeluarkan untuk

14

mentitrasi. Seiring dengan bertambahnya volume titran yang dikeluarkan, maka mV yang ditunjukkan alat potensiometer akan turun hingga mencapai titik keseimbangan yang akan menyebabkan mV turun secara drastis hingga 0 mV dan tidak ada lagi titran yang dikeluarkan oleh alat. Hasil dari grafik tersebut yang ditunjukkan oleh titik hitam disebelah kanan kurva dapat diperkirakan merupakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri cocok untuk menentukan titik akhir titrasi jika dalam percobaan tidak ada indikator yang cocok, misalnya saja analisa untuk larutan yang keruh atau bila daerah kesetaraannya sangat pendek (Rivai, 1995). Kelebihan potensiometri sebagai metode dalam menentukan kadar vitamin C adalah metode ini dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat pada jus, tanaman dan material lainnya (Abdullin et al, 2001). Prinsip potensiometri dengan titrasi (asam-basa) dapat dilakukan untuk menentukan kadar vitamin C pada produk susu bubuk. Penentuan kadar vitamin C susu bubuk dengan prinsip potensiometri dilakukan dengan menggunakan alat titrasi dengan merk Metrohm 702 SM. Alat ini menggunakan 2,6-dichlorophenol indophenol (DPIP) sebagai titran untuk menentukan kadar vitamin C dalam produk susu bubuk. Dibantu dengan campuran asam metafosfat/asam asetat glasial dan EDTA sebagai pereaksi. Penambahan campuran asam metafosfat/asam asetat glasial berfungsi untuk membuat larutan dalam keadaan asam dan sebagai penstabil karena larutan ini lebih stabil dalam keadaan asam (Andarwulan dan Koswara, 1992). EDTA berfungsi sebagai pengkelat logam terutama Fe dan Cu. Titik akhir titrasi dideteksi oleh alat potensiometer dengan menggunakan elektroda logam atau emas. Terjadinya perubahan warna menjadi warna merah muda menandai telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999). Potensiometri dapat dilakukan untuk produk susu bubuk karena larutan susu bubuk yang berwarna keruh (Rivai, 1995).

3.5

Statistical Process Control (SPC)

Salah satu teknik pengendalian mutu yang dapat digunakan suatu industri adalah pengendalian mutu secara statistik (statistical process control). Statistical process control adalah suatu cara pengendalian proses yang dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data kuantitatif selama berlangsungnya proses produksi. Selanjutnya dilakukan penentuan dan interpretasi hasil-hasil pengukuran yang telah dilakukan, sehingga diperoleh gambaran yang menjelaskan baik tidaknya suatu proses untuk peningkatan mutu produk agar memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (Gasperz, 1998). Mutu memerlukan suatu proses perbaikan yang terus menerus (continuous improvement). Perbaikan mutu dapat dilakukan dengan baik jika indikator keberhasilannya merupakan suatu nilai yang terukur. Ketidaksesuaian karakteristik mutu seperti bobot bersih produk akan berdampak kerugian pada salah satu pihak, yaitu produsen atau konsumen. Pengendalian proses statistikal bertujuan untuk mengendalikan dan memantau terjadinya penyimpangan mutu produk, memberikan peringatan dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu produk lebih lanjut, memberikan petunjuk waktu yang tepat untuk segera melakukan tindakan koreksi dari proses yang menyimpang, dan mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk (Hubeis, 1997). Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi,sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery, 1996). Mengetahui variasi suatu proses dalam menghasilkan output sangat penting, agar dapat mengambil tindakantindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Metode statistik diperlukan untuk

15

mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas (Ryan, 1989). Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan (Gaspersz, 1998). Bagan kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (specialcauses variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation) (Gaspersz, 2001). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), bagan kendali (control chart) merupakan grafik garis yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah batas pengendalian. Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki sumbu X melambangkan nomor contoh, sumbu Y melambangkan karakteristik output, garis tengah atau Central Line (CL), dan sepasang batas pengendali, yaitu Batas Pengendali Atas (BPA) atau Upper Control Limit (UCL) dan Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL). Untuk membuat Control chart diperlukan pendugaan terhadap variasi yang diakibatkan oleh penyebab umum. Terdapat beberapa jenis Control chart menurut jenis data pengukuran yang dipakai (data variabel atau data atribut) serta tujuan penggunaannya. Data variabel menunjukkan karakteristik kualitas yang mempunyai dimensi kontinyu yang dapat mengambil nilai-nilai kontinyu dalam kemungkinan yang tidak terbatas, seperti : panjang, kecepatan, bobot, volume dan lain-lain. Dalam setiap Control chart, batas kontrol dihitung dengan menggunakan formulasi berikut : UCL = (nilai rata-rata) + 3 (simpangan baku) LCL = (nilai rata-rata) - 3 (simpangan baku) Simpangan baku adalah variasi yang disebabkan oleh penyebab umum.

Gambar 4. Bagan kendali (Muhandri dan Kadarisman, 2005) Kegunaan bagan kendali yaitu untuk meningkatkan produktivitas, mencegah produk cacat, mencegah pengaturan proses yang tidak perlu,memberikan informasi tentang proses, dan memberikan informasi tentang kapabilitas proses. Tujuan utama control chart berguna untuk mengetahui penyebab variasi spesifik hasil produksi (Dahlgaard et al., 1998). Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh bagan kendali yang semua titik-titik contohnya berada dalam batas-batas pengendalian (diantara batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian, apabila nilai-nilai yang ditebarkan

16

pada bagan kendali jatuh diluar batas pengendali, maka dapat dinyatakan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali secara statistik (Gaspersz, 1998). Menurut Montgomery (1996), bila proses terkendali, hampir semua titik contoh akan berada diantara kedua batas pengendali. Titik yang berada diluar batas pengendali menandakan bahwa proses tidak terkendali, dalam hal ini perlu diadakan penyelidikan untuk menemukan penyebabnya dan perbaikan pada proses untuk menghilangkan penyebab tersebut. Menurut Gaspersz (2001), bagan kendali dapat digunakan sesuai kebutuhan seperti ditunjukkan melalui diagram alir penggunaan bagan-bagan kendali dalam Gambar 5. Bagan kendali memiliki dua tipe, yaitu bagan kendali variabel dan bagan kendali atribut (Tapiero, 1996). Menurut Soekarto (1990), bagan kendali variabel digunakan untuk mengendalikan sifat-sifat yang dapat diukur dengan piranti fisik, misalnya berat satuan, kadar air, kadar gula, berat jenis, dan sebagainya. Bagan kendali atribut digunakan untuk mengendalikan sifat-sifat yang dihitung seperti kemasan bocor, pecahan permen (hard candy), atau jumlah produk pangan kaleng yang underprocessed. Menurut Gaspersz (1998), pengendalian proses statistikal adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data mutu, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam sistem suatu industri untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi atau kepuasan pelanggan.

Gambar 5. Diagram alir penggunaan bagan-bagan kendali (Gazpersz, 2001) Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi, perusahaan membuat produk atau jasa karakteristik standar sesuai konsumen syarat kebutuhan keinginan menetapkan permintaan sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery, 1996). Mengetahui variasi suatu proses dalam menghasilkan output sangat penting, agar dapat mengambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Metode statistik diperlukan untuk mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas (Ryan, 1989).

17

Menurut Gaspersz (1998), teknik-teknik pengendalian proses yang dapat digunakan berupa: 1) lembar pemeriksaan (check sheet), 2) stratifikasi, 3) diagram Pareto, 4) diagram pencar (scatter diagram), 5) diagram sebab-akibat, 6) histogram, dan 7) bagan kendali (control chart). Apabila suatu proses telah terkontrol maka dapat dilakukan analisis kapabilitas proses. Kapabilitas proses adalah ukuran statistik dari variasi inheren pada suatu peristiwa tertentu dalam proses yang stabil. Biasanya didefinisikan sebagai lebarnya proses (variasi normal) yang dibagi oleh enam sigma dan diukur dengan menggunakan indeks kapabilitas (capability indeks, Cp), dengan kata lain Cp diartikan sebagai kesanggupan proses tersebut untuk mencapai hasil tertentu (Brue, 2002). Menurut Gaspersz (1998), kapabilitas proses adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik, proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi. Sebaliknya, apabila proses memiliki kapabilitas yang tidak baik, proses itu akan menghasilkan banyak produk yang berada diluar batas-batas spesifikasi, sehingga menimbulkan kerugian karena banyak produk yang ditolak. Apabila ditemukan banyak produk yang ditolak, hal itu mengindikasikan bahwa proses produksi memiliki kemampuan proses yang rendah untuk menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. Apabila kapabilitas proses tidak dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan, perlu dibuat perubahan baik pada batas spesifikasi atau pada proses itu sendiri (Gaspersz, 1998). Untuk menganalisis kapabilitas proses dibutuhkan Indeks kapabilitas proses (Cp) dan Indeks performansi Kane (Cpk). Indeks kapabilitas proses (Cp) adalah rasio perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses. Nilai Cp digunakan untuk mengindikasi jumlah produk cacat atau yang harus dikerjakan ulang (rework) dalam satuan part per million. Indeks performansi Kane (Cpk) adalah indeks yang mengukur kecenderungan pergerakan grafik ke arah tengah (central tendency) dilihat dari spesifikasinya. Semakin tinggi nilai Cp dan Cpk, berarti proses tersebut semakin mampu untuk memenuhi spesifikasi atau keinginan konsumen (Fryman, 2002). Kriteria yang digunakan untuk penilaian adalah sebagai berikut : Cp > 1.33, maka proses memiliki kapasitas baik; 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, dan Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak baik (Gasperz, 1998). Kriteria yang digunakan untuk penilaian Cpk : Cpk > 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas; 1.00 < Cpk < 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, dan Cpk < 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi atas atau bawah (Gasperz, 1998).

18

IV. METODOLOGI PEELITIA

4.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di laboratorium kimia departemen Quality Control (QC) PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta. PT Frisian Flag Indonesia (FFI) pusat berlokasi di Jalan Raya Bogor Km 5, kelurahan Gedong, Cijantung, Jakarta Timur.

4.2

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain susu bubuk jenis FF2 dan susu bubuk merk X (sebagai sampel acuan untuk validasi), asam metafosfat, asam asetat glasial, Na2-EDTA (Tritriplex III Merck 8418), 2,6 dichlorophenol-indophenol, asam askorbat (JT Baker L-ascorbic acid dengan kemurnian 100%), laktosa dan air destilata. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik dengan akurasi 0.001 dan 0.0001 gr, labu ukur 1000 ml, gelas beaker 100 ml, pipet 1-10 ml, kertas saring diameter 27 cm (Whatman 595 ½ REF. No. 10211652), stirer magnetik, alat titrasi potensiometer (Metrohm 702 SM) yang ditunjukkan pada Gambar 5 dan elektroda emas (Metrohm 6. 9903. 044).

Gambar 6. Alat potensiometer Metrohm 702 SM

4.3

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP). Penelitian utama terdiri dari serangkaian proses validasi yang meliputi penetapan beberapa parameter antara lain kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), linearitas, batas deteksi (limit of detection), dan batas kuantitasi (limit of quantification). Setelah proses validasi selesai, maka dilakukan penelitian tambahan mengenai aplikasi Statistical Process Control (SPC) dengan membuat control chart.

19

4.3.1

Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol

Standarisasi DPIP dilakukan dengan cara menimbang 30 mg asam askorbat dengan ketelitian 0.1 mg. Kemudian ditambahkan 50 ml campuran asam metafosfat/asam asetat (60 gr asam metafosfat dan 160 ml asam asetat glasial dalam 1L larutan) dan larutan EDTA hingga volume 100 ml lalu larutkan hingga larut. Selanjutnya, pipet 2 ml dari larutan tersebut lalu ditambahkan 30 ml aquades, 10 ml asam metafosfat/asam asetat dan 10 ml EDTA. Ukur konsentrasi asam askorbat tersebut dengan potensiometer dan lakukan sebanyak 3 kali (triplo). Standar deviasi dari penentuan ini tidak boleh lebih dari 0.008 gr/L. Jika standar deviasi lebih besar dari 0.008 gr/L, maka prosedur diulangi dari awal. Rumus konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol:

c=

m * 1000 gr asam askorbat per liter 50 * (V − Vb)

keterangan: c : konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol dalam gr/L. m : berat vitamin C yang ditimbang dalam gr 50 : faktor pengenceran (2 ml dari 100 ml) V : volume 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan dalam ml Vb : 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan blanko dalam ml (diasumsikan Vb= 0 ml)

4.3.2

Perhitungan Kadar Vitamin C Sampel

Kadar vitamin C diukur dengan cara menimbang 1 gr sampel susu bubuk dengan ketelitian 0.001 gr pada gelas beaker. Lalu ditambahkan 30 ml aquades dan dilarutkan hingga benar-benar larut. Selanjutnya ditambahkan 10 ml campuran asam meta-fosfat/asam asetat dan 10 ml larutan EDTA pada larutan sampel. Stirer larutan dan mulai untuk titrasi dengan menggunakan metode VITCFAST pada alat potensiometer Metrohm untuk penentuan vitamin C. Diagram alir pengukuran kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 7. Rumus vitamin C dalam produk (mg/Kg):

VitC (mg / Kg ) =

(V − Vbl ) × c × 1000 m

keterangan : c : konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol dalam gr/L. m : berat vitamin C yang ditimbang dalam gr V : volume 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan dalam ml Vb : 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan blanko dalam ml (diasumsikan Vb=0 ml)

20

Timbang 1 gr sampel bubuk ke dalam beaker gelas 100 ml

Tambahkan 30 ml air destilata dan larutkan hingga benar-benar larut

Tambahkan 10 ml campuran asam meta-fosfat dan asam asetat glasial

Tambahkan 10 ml larutan EDTA

Stirer larutan dan mulai untuk titrasi

Gunakan metode VITCFAST pada alat Potensiometer Metrohm

Bacalah kadar vitamin C yang tertera pada alat dan jumlah 2,6 dichlorophenol-indophenol (ml) yang digunakan. Gambar 7. Diagram alir pengukuran sampel

4.3.3

Kecermatan (akurasi)

Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dan menghitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan sampel susu bubuk acuan yang sudah diketahui nilai benar-nya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya. Uji akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dilakukan dengan membuat larutan standar dengan konsentrasi 1000 mg/Kg menggunakan asam askorbat murni. Selanjutnya, larutan standar ini diukur kadar konsentrasi vitamin C-nya dengan menggunakan alat potensiometer sebanyak enam kali ulangan. Kemudian dihitung nilai recovery larutan standar dengan menggunakan rumus berikut: Konsentrasi sampel hasil percobaan x 100% %  = Kadar sampel teoritis

21

Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dapat diterima apabila kriteria penerimaan hasil recovery sebesar 100% ± 2% atau 98%-102% (EURACHEM, 1998). Uji akurasi dengan sampel acuan menggunakan sampel susu bubuk merk X, dilakukan dengan cara mengukur sampel tersebut sebanyak minimal enam kali ulangan dan dihitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan rumus sebagai berikut: &'(') *%+ =

,-./- 012/3 4/25627/2 /2/.-8 5/./9 :/9;1. /<6/2=4/5/3 >/:-. ;13
x 100%

@AB'CD *%+ = 100% − &'(') *%+ Hasil akurasi dengan sampel acuan memiliki hasil yang semakin baik apabila nilai persen galat yang dihasilkan semakin mendekati nilai 0.

4.3.4

Keseksamaan (presisi)

Uji keseksamaan atau presisi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji ini dilakukan dengan mengukur kadar vitamin C dengan potensiometer menggunakan sampel susu bubuk merk X sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Kemudian dihitung SD, RSD dan RSD Horwitz dari masing-masing parameter tersebut. Penetapan keseksamaan suatu metode dengan parameter keterulangan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan parameter ketertiruan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz (Harmita, 2004). Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

SD =

Σ(Χ − Χ ) 2 n −1

RSD =

SD x 100 X

RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+ keterangan: SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata-rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan c = rata-rata konsentrasi vitamin C

4.3.5

Linearitas

Uji linearitas yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan membuat larutan standar menggunakan asam askorbat murni yang dibuat pada konsentrasi berbeda antara lain konsentrasi 500 mg/Kg, 1000 mg/Kg, 1500 mg/Kg, 2000 mg/Kg, dan 2500 mg/Kg. Linearitas diukur dengan nilai R2 dari kurva hubungan antara volume 2,6 dicholorophenol-indophenol yang dikeluarkan alat (sebagai

22

sumbu y) dan konsentrasi larutan standar (sebagai sumbu x) dengan konsentrasi dalam mg/Kg. Linearitas yang baik memiliki R2 yang lebih dari 0.99.

4.3.6

Batas deteksi (Limit of Detection)

Batas deteksi (LOD) ditentukan dengan cara menambahkan asam askorbat murni pada laktosa bubuk yang tidak memiliki kadar vitamin C. Setelah itu campuran tersebut di ukur kadar vitamin C nya dengan potensiometer sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Penentuan konsentrasi yang ditambahkan dilakukan dengan cara trial and error dimulai dari konsentrasi yang paling rendah. Konsentrasi terendah yang masih dapat dideteksi dihitung rata-rata, SD, RSD dan RSD Horwitz. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

SD =

Σ(Χ − Χ ) 2 n −1

RSD =

SD x 100 X

RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+ Perhitungan LOD secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:  =  + 3  keterangan: SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata-rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan c = rata-rata konsentrasi vitamin C

4.3.7

Batas Kuantitasi (Limit of Quantification)

Batas kuantitasi (LOQ) ditentukan dengan menggunakan susu bubuk merk X yang dicampur dengan gula yang tidak memiliki kadar vitamin C dan dibuat pada konsentrasi berbeda. Kemudian sampel tersebut di ukur dengan potensiometer sebanyak minimal enam kali ulangan. LOQ ditentukan dengan menghitung SD, RSD, rata-rata sampel, dan RSD Horwitz. Data LOQ dapat diterima apabila data tersebut memiliki kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima. Kriteria akurasi dihitung dengan membandingkan nilai hasil percobaan dan nilai teoritis. Akurasi dapat diterima apabila data tersebut memiliki recovery 95% (±5%). Kriteria presisi dapat diterima apabila memenuhi syarat presisi keterulangan, yaitu nilai RSD lebih kecil dibandingkan 0.67 kali nilai RSD Horwitz. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

SD =

Σ(Χ − Χ ) 2 n −1

23

RSD =

SD x 100 X

RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+ Perhitungan LOQ secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:  = 10  keterangan: SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata-rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan c = rata-rata konsentrasi vitamin C

4.3.8

Aplikasi Statistical Process Control (SPC)

Analisis statistical process control (SPC) dapat dilakukan dengan membuat control chart. Pembuatan control chart kadar vitamin C pada produk susu bubuk FF2 dengan alat potensiometer dilakukan setelah proses validasi metode selesai. Pengambilan sampel pada produk FF 2 dilakukan selama satu siklus produksi. Pengambilan sampel dilakukan satu kali penarikan/ batch. Dari sampel tersebut dianalisis vitamin C dengan potensiometer produk susu bubuk tersebut secara duplo. Setelah data diperoleh, maka data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan X bar-R control chart dan dianalisis kapabilitas prosesnya.

4.3.8.1 Pembuatan control chart X-bar R Parameter control chart untuk X-bar terdiri dari central line yaitu nilai tengah (rataan), batas atas USL dan batas bawah LSL. Nilai batas atas dan batas bawah ini biasanya berpatokan pada nilai simpangan baku atau standar deviasi yaitu ± 3 x σ. Langkah-langkah untuk membangun Control chart X-Bar adalah : a. b. c. d. e.

Tentukan ukuran contoh. Kumpulkan sejumlah set contoh. Hitung nilai rata-rata (X-Bar) dari setiap set contoh. Hitung nilai rata-rata dari semua X-Bar, yaitu X-Double Bar yang merupakan garis tengah (central line) dari Control chart X-Bar. Hitung batas-batas kontrol 3-sigma dari Control chart X-Bar. Cara perhitungan: Garis pusat CL (Control line) = X-bar=V9 -YM

WX 9

Batas kendali atas USL (Upper Spec Limit) = X-bar + A. R-bar Batas kendali bawah LSL (Lower Spec Limit) = X-bar – A. R-bar f.

Buatkan Control chart X-Bar dengan menggunakan batas-batas control 3-sigma di atas.

24

g.

Apabila proses berada dalam pengendalian statistical (proses stabil), hitung indeks kapabilitas proses (Cp), dan indeks performansi Kane (CpK). h. Gunakan Control chart terkendali dari X-Bar untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Sedangkan langkah-langkah pembuatan bagan kendali R adalah : a. Kumpulkan data. Data dan cara pengambilannya harus sama dengan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. b. Masukkan data ke dalam subgrup. Subgrup dapat sesuai dengan pengukuran atau urutan lot dan masing-masing harus terdiri dari dua sampai lima sampel.Data tersebut harus dibagi ke dalam subgrup dengan kondisi: 1. Data diperoleh dengan kondisi teknik yang sama harus membentuk satu subgrup. 2. Sebuah subgrup tidak boleh memasukkan data dari lot atau sifat yang berbeda. c. Cari kisaran R (selisih terbesar dan terkecil). d. Hitung harga rata-rata R yaitu jumlah R seluruh subgroup dibagi dengan k. e. Hitung batas-batas pengendalian. Bagan kendali R : Garis pusat CL (Control Limit) = R Batas kendali atas UCL (Upper Control Limit) = D4 R Batas kendali bawah LCL (Lower Control Limit) = D3 R Angka-angka koefisien A2, D3 dan D4 yang digunakan dapat dilihat pada tabel. f. Susun bagan kendali. g. Gambar titik-titik R untuk setiap subgrup pada garis vertikal yang sama. h. Tulis informasi yang diperlukan.

4.3.8.2 Perhitungan Kapabilitas Proses Kapabilitas proses dihitung dengan menggunakan rumus untuk menghitung Cp dan CpK yang dihasilkan. Perhitungan Cp dan CpK dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

∁[ =

\  −   6^

^=

_ =

_ `a *2+

V,YM 8YM |*) = 1+ − *)+ c−1

d[e = min*df, df\+

df =

h_ −   3^

25

df\ =

\  − h_ 3^

keterangan: Cp : Kapabilitas proses (Capability Index) CpK : Indeks performansi Kane (Kane Performance Index) USL : Batas spesifikasi atas ( Upper Spesification Limit) LSL : Batas spesifikasi bawah (Low Spesification Limit) CPL : Indeks performansi bawah (Lower Performance Index) CPU : Indeks performansi atas (Upper Performance Index) 6σ : Enam simpangan baku populasi R : Range : Koefisien untuk menduga simpangan baku yang besarnya tergantung dari d2 subgrup N : Jumlah data Menurut Gasperz (1998), kriteria yang digunakan untuk penilaian kapabilitas proses adalah sebagai berikut : 1. Cp > 1.33 ; maka proses memiliki kapasitas baik, 2. 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, 3. Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak baik. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian CpK : 1. CpK > 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 2. 1.00 < CpK < 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 3. CpK < 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas.

26

V.

HASIL DA PEMBAHASA

Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula dan validasi yang dilakukan merujuk pada AOAC dan SNI ISO/IEC 17025:2005. Sebelum proses validasi dilakukan, harus dilakukan penelitian pendahuluan yaitu standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) agar konsentrasi DPIP yang digunakan sebagai pereaksi stabil dan menghasilkan pengukuran yang akurat. Setelah dilakukan standarisasi dapat dilakukan validasi metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk dengan menggunakan potensiometer dan penelitian tambahan aplikasi Statistical Process Control (SPC) dengan pembuatan bagan kendali.

5.1

Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP)

Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) dilakukan setiap hari sebelum pengujian validasi dilakukan. DPIP memiliki bobot molekul (BM) 290.8 gr/mol, berbentuk bubuk padat berwarna hijau gelap, dan berubah menjadi warna biru ketika dilarutkan dan diencerkan. DPIP mudah larut di dalam air dan metanol. Sifat DPIP tidak stabil apabila terpapar cahaya dan mudah teroksidasi oleh cahaya. DPIP digunakan sebagai titran dalam penentuan asam askorbat atau vitamin C. Metode ini berdasarkan reduksi DPIP dengan asam askorbat dalam larutan asam (Hossu dan Magearu, 2011). Standarisasi ini dilakukan untuk mencegah konsentrasi yang tidak stabil karena sifat DPIP yang mudah berubah konsentrasinya saat penyimpanan akibat terpapar cahaya dan teroksidasi udara. Standarisasi DPIP dilakukan secara triplo dengan standar deviasi (SD) setiap ulangan tidak melebihi 0.008 gr/L. Apabila hasil standarisasi yang dihasilkan lebih besar dari 0.008 gr/L, maka standarisasi diulang dari langkah awal. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) Uji Validasi Akurasi Presisi Linearitas LOD LOQ

Konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) (gr/L) Ulangan 1 0.1792 0.2524 0.2320 0.1595 0.2373 0.1989

Ulangan 2 0.1806 0.2532 0.2328 0.1631 0.2375 0.1983

Ulangan 3 0.1810 0.2548 0.2340 0.1645 0.2368 0.1981

Rata-rata 0.1803 0.2535 0.2329 0.1624 0.2372 0.1984

SD 0.001 0.001 0.001 0.003 0.000 0.000

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi DPIP dapat berubah pada setiap analisis. Perubahan konsentrasi dilihat dari nilai rata-rata konsentrasi DPIP pada setiap uji validasi yang dilakukan. Nilai standar deviasi (SD) juga menjadi parameter untuk menentukan standarisasi DPIP yang akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C, berdasarkan nilai SD yang dihasilkan dari tiga ulangan (triplo) tersebut tidak lebih dari 0.008 gr/L. Perubahan konsentrasi yang dilihat dari nilai rata-rata pada setiap standarisasi cenderung naik dan turun atau tidak stabil. Hal ini mungkin disebabkan karena saat akan melakukan standarisasi larutan DPIP dalam botol berwarna coklat (amber) tidak homongen karena tidak dikocok terlebih dahulu. Perubahan konsentrasi DPIP juga dapat disebabkan perubahan selama penyimpanan yang

27

disebabkan karena sifat kimiawi DPIP yang mudah rusak akibat teroksidasi dan terpapar cahaya. Untuk mencegah rusaknya DPIP akibat penyimpanan maka DPIP ditempatkan pada botol berukuran 1L berwarna amber (coklat) yang berfungsi untuk mencegah rusaknya DPIP karena cahaya dari lampu laboratorium. Potensi tidak stabilnya DPIP juga dapat berasal dari selang titrasi yang berwarna bening, sehingga menyebabkan konsentrasi menjadi tidak stabil dan rusak apabila terpapar cahaya. Tindakan lain yang dilakukan sebelum melakukan standarisasi DPIP adalah membuang semua DPIP yang tersimpan pada selang titrasi sebelum melakukan standarisasi dan analisis agar DPIP yang diduga rusak dan tidak stabil akibat terpapar cahaya tidak mempengaruhi hasil standarisasi dan analisis kadar vitamin C. Oleh karena itu, sebaiknya standarisasi DPIP dilakukan setiap hari atau setiap pereaksi tersebut akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C. Konsentrasi DPIP sangat mempengaruhi perhitungan penentuan kadar vitamin C, sehingga apabila konsentrasi tidak tepat maka hasil kadar vitamin C yang dihasilkan tidak akurat. Berdasarkan data standarisasi tersebut dapat dilihat bahwa standar deviasi (SD) yang dihasilkan tiap ulangan tidak lebih dari 0.008 gr/L, sehingga konsentrasi DPIP yang digunakan untuk uji validasi dapat dikatakan akurat.

5.2

Uji Kecermatan ( Akurasi)

Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dan menghitung akurasi dengan menggunakan sampel susu bubuk acuan yang sudah diketahui nilai benar-nya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya. Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dapat diterima apabila kriteria penerimaan hasil recovery sebesar 100% (±2%), sedangkan akurasi yang dibandingkan dengan sampel acuan dapat diterima dengan menghitung persen galat, semakin mendekati nilai 0 maka semakin baik akurasi metode tersebut (Harmita, 2004). Tabel 6. Hasil uji akurasi persen perolehan kembali (recovery) pada konsentrasi vitamin C 1000 mg/Kg Ulangan

Jumlah vitamin C yang ditambahkan (mg/Kg)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Rata-rata SD RSD

Jumlah vitamin C yang terbaca oleh alat (mg/Kg) 1013.5695 1021.4993 1001.6749 1040.6028 1032.6731 998.0704 1003.4771 1014.2904 1037.3588 1018.1351 15.89 1.56

Recovery (%) 101.36 102.15 100.17 104.06 103.27 99.81 100.35 101.43 103.74 101.81

Hasil recovery dapat dilihat pada Tabel 6 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji akurasi dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dilakukan pada konsentrasi 1000 mg/Kg dan diulang sebanyak sembilan kali ulangan. Dari hasil tersebut dapat

28

diketahui bahwa didapat rata-rata kadar vitamin C yang terbaca oleh alat sebesar 1018.1351 mg/Kg, dengan rata-rata persen perolehan kembali (recovery) sebesar 101.81%. Persen perolehan kembali yang dihasilkan sesuai dengan standar penerimaan akurasi (berkisar antara 98% -102%). Uji akurasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan sampel acuan yaitu susu bubuk merk X yang diukur sebanyak enam kali ulangan dan dihitung akurasi serta persen galat yang dihasilkan oleh alat tersebut. Sampel acuan ini sudah memiliki nilai benar atau true value dengan kandungan vitamin C sebesar 950 mg/Kg, sehingga hasil akurasi dilakukan dengan menghitung persen galat. Apabila nilai persen galat semakin mendekati nilai 0 maka semakin baik akurasi metode tersebut (Harmita, 2004). Tabel 7. Hasil uji akurasi kadar vitamin C pada susu bubuk merk X

Analisis

Perhitungan

Ulangan 1 2 3 4 5 6 Rata-rata (mg/Kg) True Value (mg/Kg) Akurasi (%) Galat (%)

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 953.7724 935.0365 942.2786 934.4113 938.4217 964.8251 944.7909 950.0000 99.45 0.55

Hasil uji akurasi dengan menggunakan sampel acuan dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapat nilai akurasi sebesar 99.45% dengan persen galat sebesar 0.55%. Hasil akurasi yang didapat cukup akurat karena nilai akurasi mendekati 100% dan galat yang didapat semakin mendekati nilai 0. Hasil uji kecermatan (akurasi) metode analisis ini menunjukkan hasil yang dapat diterima sesuai dengan standar penerimaan baik dari pengujian secara recovery maupun dengan menggunakan sampel acuan. Sehingga, metode analisis ini dapat menghasilkan data yang cermat.

5.3

Uji Keseksamaan ( Presisi)

Uji keseksamaan atau presisi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan parameter keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji ini dilakukan dengan mengukur kadar vitamin C dengan potensiometer menggunakan sampel susu bubuk merk X sebanyak paling sedikit 6 kali ulangan. Hasil uji keterulangan dapat dilihat pada Tabel 8 dan uji ketertiruan dapat dilihat pada Tabel 9,10,11, dan 12 serta data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji keseksamaan dengan parameter repeatibility dilakukan oleh analis yang sama pada hari yang sama di laboratorium yang sama. Penetapan keseksamaan suatu metode dengan parameter repeatibility harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz (Harmita 2004). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 8, didapat nilai ratarata kadar vitamin C hasil pengukuran sebesar 945.4693 mg/Kg dengan nilai RSD hasil perhitungan analisis yaitu sebesar 1.10. Nilai RSD analisis tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan 0.67 kali RSD Horwitz, yaitu sebesar 3.82. Hal ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan RSD telah memenuhi syarat keseksamaan dengan parameter repeatibility.

29

Tabel 8. Hasil uji keseksamaan keterulangan (repeatibility) kadar vitamin C pada susu bubuk merk X

Analisis

Perhitungan

Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD Horwitz

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 951.1922 960.8471 930.5957 955.6575 945.8079 941.6939 933.2843 944.6755 945.4693 10.40 1.10 5.70 3.82

Uji keseksamaan dengan parameter reproducibility dilakukan oleh analis yang berbeda dan waktu interval yang berbeda pada laboratorium yang sama. Uji ini juga dapat dilakukan pada waktu interval yang sama dengan analis yang berbeda pada laboratorium yang sama. Percobaan keseksamaan ketertiruan dilakukan dengan mengambil paling sedikit enam replika sampel dari campuran sampel yang homogen dan dilakukan oleh tiga orang analis. Tabel 9. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 1 pada susu bubuk merk X Ulangan 1 2 Analis 1 3 4 5 6 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 933.0834 938.1320 950.1943 935.7826 944.4341 951.0491 942.1126 7.59 0.81 5.71

Tabel 10. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 2 pada susu bubuk merk X Ulangan

Analis 2

Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz

1 2 3 4 5 6

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 951.1922 930.5957 955.6575 945.8079 941.6939 933.2843 943.0386 9.85 1.04 5.71

30

Tabel 11. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 3 pada susu bubuk merk X Ulangan 1 2 Analis 3 3 4 5 6 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD H

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 953.7724 935.0365 942.2786 934.4113 936.5686 938.5263 940.0989 7.28 0.77 5.71

Tabel 12. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan tiga analis pada susu bubuk merk X

Analis 1

Analis 2

Analis 3

Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz

Ulangan 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 933.0834 938.1320 950.1943 935.7826 944.4341 951.0491 951.1922 930.5957 955.6575 945.8079 941.6939 933.2843 953.7724 935.0365 942.2786 934.4113 936.5686 938.5263 941.7500 7.91 0.84 5.71

Pengolahan data yang dilakukan uji reproducibility hampir sama dengan uji repeatibility, dengan perbedaan parameter reproducibility harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz (Harmita 2004). Berdasarkan hasil yang diperoleh Tabel 9,10 dan 11 yaitu uji reproducibility yang dilakukan oleh tiga analis berbeda menghasilkan data yang seksama. Hal ini dapat dilihat dari nilai RSD dan RSD Horwitz masing-masing analis yang sesuai dengan syarat penerimaan. Analis 1 memiliki nilai RSD sebesar 0.81 dengan RSD Horwitz sebesar 5.71, Analis 2 memiliki nilai RSD sebesar 1.04 dengan RSD Horwitz sebesar 5.71 dan Analis 3 memiliki nilai RSD sebesar 0.77 dengan RSD Horwitz sebesar 5.71. Dari hasil analisis ketiga analis tersebut menunjukkan bahwa RSD lebih kecil daripada nilai RSD Horwitz dan memenuhi syarat

31

reproducibilty yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan dapat mengukur kadar vitamin C yang dapat diukur secara seksama apabila dilakukan oleh analis yang berbeda atau memenuhi syarat keseksamaan dengan parameter ketertiruan. Tabel 12 menunjukkan uji reproducibilty apabila dihitung rata-rata secara keseluruhan. Dari hasil tersebut RSD hasil perhitungan analisis yang dilakukan oleh tiga orang analis berbeda memiliki hasil yang cukup presisi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RSD sebesar 0.84 dan RSD Horwitz sebesar 5.71. Hasil yang didapatkan dari uji ketertiruan ini sudah sesuai dengan persyaratan diterimanya presisi ketertiruan yaitu RSD harus lebih kecil daripada RSD Horwitz. Hasil uji keseksamaan (presisi) metode analisis ini menunjukkan hasil yang dapat diterima sesuai dengan standar penerimaan baik dari pengujian keterulangan (repeatibility) maupun ketertiruan (reproducibility). Sehingga, metode analisis ini dapat menghasilkan data yang seksama.

5.4

Uji Linieritas

volume DPIP (ml)

Pengujian linieritas metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk menggunakan instrumen potensiometer menghasilkan kurva linieritas yang proporsional. Semakin tinggi konsentrasi vitamin C standar yang ditambahkan akan semakin tinggi kurva yang dihasilkan. Uji linieritas yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan membuat larutan standar menggunakan asam askorbat murni yang dibuat pada konsentrasi berbeda antara lain konsentrasi 500 mg/Kg, 1000 mg/Kg, 1500 mg/Kg, 2000 mg/Kg, dan 2500 mg/Kg. Linieritas diukur dengan nilai R2 dari kurva hubungan antara volume 2,6 dicholorophenol-indophenol (DPIP) yang dikeluarkan alat (sebagai sumbu y) dan konsentrasi larutan standar (sebagai sumbu x) dengan konsentrasi dalam mg/Kg. Hasil pengukuran linieritas metode dapat dilihat pada Lampiran 4, yang kemudian di plotkan kedalam sebuah kurva linieritas metode pada Gambar 8. 8 7 6 5 4 3 2 1 0

y = 0.002x + 0.112 R² = 0.998

0

500

1000 1500 2000 2500 3000 Konsentrasi vitamin C standar (ppm)

Gambar 8. Kurva linearitas metode analisis vitamin C standar menggunakan potensiometer Berdasarkan kurva tersebut dihasilkan linieritas dengan persamaan y = 0.002x + 0.112 yang mempunyai nilai R² sebesar 0.998. Dengan nilai R² tersebut menunjukkan bahwa metode analisis vitamin C menggunakan potensiometer ini memiliki linieritas yang baik, karena R² telah melebihi 0,99 (EMA, 1995).

5.5

Uji Batas Deteksi (LOD)

Uji Batas deteksi (LOD) ditentukan dengan cara menambahkan asam askorbat murni pada laktosa bubuk yang tidak memiliki kadar vitamin C. Setelah itu campuran tersebut diukur kadar

32

vitamin C nya dengan potensiometer sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Penentuan konsentrasi yang ditambahkan dilakukan dengan cara trial and error dimulai dari konsentrasi paling rendah. Konsentrasi vitamin C yang digunakan dimulai dengan konsentrasi 50 mg/Kg dan 100 mg/Kg, tetapi konsentrasi ini terlalu kecil sehingga alat tidak dapat mendeteksi jumlah vitamin C tersebut. Selanjutnya, dicoba konsentrasi berikutnya yaitu 130 mg/Kg dan ternyata alat dapat mendeteksi konsentrasi tersebut. Hasil pengukuran batas deteksi alat pada konsentrasi 130 mg/Kg dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil uji batas deteksi, alat potensiometer dapat mengukur konsentrasi vitamin C sebesar 130 mg/Kg dengan konsentrasi aktual sebesar 141.7710 mg/Kg. Hasil pengukuran batas deteksi dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai SD, RSD serta RSD Horwitz yang dihasilkan tidak dipermasalahkan karena batas deteksi tidak melihat kriteria akurasi dan presisi yang diterima, melainkan hanya melihat apakah alat tersebut dapat mendeteksi konsentrasi terendah yang diberikan. Potensiometer tersebut dapat mendeteksi konsentrasi vitamin C terendah yang diberikan pada konsentrasi 130 mg/Kg. Pengujian LOD sebenarnya tidak dilakukan dengan cara trial and error melainkan dengan membuat sederet blanko dan membuat kurva standar sehingga dihasilkan konsentrasi terkecil yang selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus LOD dan LOQ. Tetapi, pada penelitian ini tidak dilakukan pembuatan blanko melainkan langsung mencoba konsentrasi yang masih dapat dideteksi alat, sehingga dari konsentrasi terendah tersebut dapat dihitung LOD berdasarkan rumus dan didapat LOD sebesar 30.42 mg/Kg dan LOQ sebesar 101.40 mg/Kg. Tabel 13. Hasil uji batas deteksi (LOD) kadar vitamin C 130 mg/Kg pada laktosa bubuk

Analisis

5.6

Data Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz LOD (mg/Kg) LOQ (mg/Kg)

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 145.6325 153.5772 142.1429 145.7884 140.1831 123.3017 141.7710 10.14 7.15 7.59 30.42 101.40

Uji Batas Kuantitasi (LOQ)

Batas kuantitasi (LOQ) ditentukan dengan cara menggunakan susu bubuk merk X yang dicampur dengan gula yang tidak memiliki kadar vitamin C dan dibuat pada konsentrasi berbeda. Pengujian dimulai dengan membuat campuran gula dan susu bubuk merk X dimulai dari konsentrasi terendah yaitu 237.5 mg/Kg, 317 mg/Kg, dan 476 mg/Kg. Kemudian sampel tersebut di ukur dengan potensiometer sebanyak minimal enam kali ulangan. Hasil pengukuran berbagai konsentrasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 14, Tabel 15 dan Tabel 16 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. LOQ ditentukan dengan menghitung SD, RSD, rata-rata sampel, dan RSD Horwitz. Setelah proses trial and error, konsentrasi yang memenuhi kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima adalah konsentrasi 476 mg/Kg.

33

Tabel 14. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 237.5 mg/Kg pada susu bubuk merk X

Analisis

Perhitungan Presisi

Perhitungan Akurasi

Data Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 Rata-rata SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD Horwitz Nilai Aktual (mg/Kg) Nilai Teoritis (mg/Kg) Penerimaan (%)

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 276.1451 284.6179 291.4364 292.0899 287.3212 283.4366 285.8412 5.90 2.06 6.83 4.58 285.8412 239.6641 119.27

Tabel 15. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 317 mg/Kg pada susu bubuk merk X

Analisis

Perhitungan Presisi

Perhitungan Akurasi

Data Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 Rata-rata SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD Horwitz Nilai Aktual (mg/Kg) Nilai Teoritis (mg/Kg) Penerimaan (%)

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 347.9552 321.3745 321.3103 302.1716 367.0764 377.6391 339.5879 29.46 8.67 6.65 4.46 339.5879 316.5563 107.28

Tabel 16. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 476 mg/Kg pada susu bubuk merk X

Analisis

Perhitungan Presisi

Perhitungan Akurasi

Data Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6 Rata-rata SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD Horwitz Nilai Aktual (mg/Kg) Nilai Teoritis (mg/Kg) Penerimaan (%)

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 496.2481 476.8493 502.5269 485.5421 482.1124 490.7608 489.0066 9.44 1.93 6.30 4.22 489.0066 474.6445 103.03

Data LOQ dapat diterima apabila data tersebut memiliki kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima. Kriteria akurasi dihitung dengan membandingkan nilai hasil percobaan dan nilai

34

teoritis. Akurasi dapat diterima apabila berada data tersebut memiliki recovery 95-105% (Harmita, 2004). Berdasarkan Tabel 14, hasil uji batas kuantitasi pada kadar vitamin C 237.5 mg/Kg memiliki konsentrasi aktual atau konsentrasi rata-rata kadar vitamin C sebesar 285.8412 mg/Kg dengan nilai RSD analisis sebesar 2.06dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.58. Nilai tersebut menunjukkan bahwa RSD analisis lebih kecil daripada 0.67 kali nilai RSD Horwitz dan menunjukkan bahwa konsentrasi 237.5 mg/Kg memenuhi syarat presisi. Sedangkan, persen penerimaan yang dihasilkan dari perhitungan akurasi sebesar 119.27%. Hasil persen penerimaan tidak memenuhi syarat akurasi. Nilai persen penerimaan yang memenuhi syarat adalah 95 (±5%) atau berkisar antara 95- 105%. Sehingga, kadar vitamin C pada konsentrasi 237.5 mg/Kg tidak dapat dijadikan batas kuantitasi karena tidak memenuhi syarat akurasi dengan penerimaan lebih dari 105%. Berdasarkan Tabel 15, hasil uji batas kuantitasi pada kadar vitamin C 317 mg/Kg memiliki konsentrasi aktual atau konsentrasi rata-rata kadar vitamin C sebesar 339.5879 mg/Kg dengan nilai RSD analisis sebesar 8.67 dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.46. Nilai tersebut menunjukkan bahwa RSD analisis lebih besar daripada 0.67 kali nilai RSD Horwitz dan ini menunjukkan bahwa konsentrasi 317 mg/Kg tidak memenuhi syarat presisi. Seharusnya, pada konsentrasi yang lebih tinggi hasil yang didapat memenuhi syarat presisi. Adanya ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh faktor kelelehan analis dan kelelahan alat sehingga konsentrasi 317 tidak memenuhi syarat presisi. Persen penerimaan yang dihasilkan dari perhitungan akurasi sebesar 107.28%. Hasil persen penerimaan ini tidak memenuhi syarat akurasi karena persen penerimaan yang memenuhi syarat adalah 95 (±5%) atau berkisar antara 95105%. Dari hasil ini, kadar vitamin C pada konsentrasi 317 mg/Kg tidak dapat dijadikan batas kuantitasi karena tidak memenuhi syarat presisi dan akurasi dengan penerimaan lebih dari 105%. Berdasarkan Tabel 16, hasil uji batas kuantitasi pada kadar vitamin C 476 mg/Kg memiliki hasil presisi dan akurasi yang baik. Pada konsentrasi 476 mg/Kg, didapat konsentrasi aktual atau konsentrasi rata-rata kadar vitamin C sebesar 489.0066 mg/Kg pada 6 kali ulangan sampel. Untuk mendapatkan presisi yang baik dengan parameter keseksamaan keterulangan maka didapat nilai RSD analisis sebesar 1.93 dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.22. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai RSD analisis lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan menunjukkan nilai tersebut telah memenuhi syarat presisi. Sedangkan, akurasi yang dihasilkan dengan uji persen penerimaan kembali (recovery) masuk dalam range 95% -105% yaitu sebesar 103.03%. Hasil ini menunjukkan konsentrasi 476 mg/Kg memenuhi syarat LOQ yaitu presisi dan akurasi yang dapat diterima. Seperti halnya pengujian LOD, proses trial and error tidak dapat dijadikan metode untuk mengukur nilai LOQ. Sehingga LOQ dapat ditentukan dengan menggunakan rumus dan didapat LOQ sebesar 101.40 mg/Kg.

5.7

Aplikasi Statistical Process Control (SPC)

Pada era terjadinya kenaikan harga dalam memproduksi suatu produk, membuat pengambilan keputusan harus berdasarkan fakta, bukan hanya berdasarkan pendapat, maka pada saat inilah SPC mulai dipertimbangkan. Selama lebih dari 70 tahun, industri telah mendapatkan banyak keuntungan dari penggunaan alat SPC yang telah membantu dalam pembuatan keputusan. Secara umum, control chart telah membantu dalam menentukan keputusan apa yang akan diambil sekalipun variasi khusus muncul dalam suatu proses jika memiliki dampak yang merugikan atau untuk membuat SOP jika menguntungkan dalam suatu proses. Apabila variasi khusus tidak ditemukan SPC membantu menjelaskan apakah proses stabil. Keunggulan SPC adalah kesederhaannya, apabila menggunakan alat bantu program perangkat lunak statistik dalam menentukan perhitungan dan chart.

35

5.7.1

Pembuatan X-bar dan R Control Chart

Penerapan SPC dengan membuat control chart yang dilakukan pada penelitian ini dianalisis pada produk susu bubuk bayi Frisian Flag dengan nama produk FF2. Parameter yang dianalisis adalah kadar vitamin C susu bubuk FF2. Susu bubuk ini memiliki spesifikasi perusahaan dengan range kadar vitamin C sebesar 700-1760 mg/Kg. Pengambilan data ini dilakukan dengan potensiometer Metrohm pada sampel selama satu siklus produksi. Setelah pengambilan data pada sampel, data tersebut dianalisis dengan menggunakan X-bar dan R control chart dengan perangkat lunak SPSS. X-bar chart digunakan untuk memonitor nilai rata-rata dari suatu proses yang berlangsung. Grafik ini dibuat secara sederhana dengan menggunakan nilai rata-rata dari setiap subgrup. Selain itu grafik ini juga menunjukkan seberapa konsisten suatu prose prosess berlangsung dan memprediksi proses apakah masih memiliki nilai rata-rata yang masih bisa diterima. Sedangkan Range chart adalah grafik yang digunakan untuk memonitor variasi dari suatu proses jika variabel yang digunakan adalah pengukuran secara kuantitatif. Untuk membuat grafik ini digunakan nilai range atau selisih nilai terbesar dan terkecil dari setiap subgroup. Berdasarkan hasil pengambilan data selama satu siklus produksi (Lampiran 7), diperoleh hasil analisis data menggunakan bagan kendali X-bar dan R tanpa spesifikasi perusahaan (Gambar 9 dan 10) dan dengan spesifikasi perusahaan (Gambar 11).

Gambar 9. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C produk FF2 tanpa spesifikasi perusahaan

Gambar 10. Bagan kendali Range kadar vitamin C produk FF2 tanpa spesifikasi perusahaan

36

Berdasarkan data-data yang diperoleh, Gambar 9 menunjukkan nilai rata-rata kadar vitamin C pada produk FF2 sebesar 1049.1207 mg/Kg. Nilai Upper Control Limit (UCL) sebesar 1257.9920 mg/Kg dan Lower Control Limit (LCL) sebesar 840.2494 mg/Kg. Pada bagan kendali R yang ditunjukkan Gambar 10, didapat nilai rata-rata variasi kadar vitamin C produk sebesar 55.5517 mg/Kg yang tertera pada central line-nya. Nilai UCL sebesar 307.3712 mg/Kg dan LCL sebesar 0.00. Bagan kendali X-bar menunjukkan satu variasi penyebab khusus terutama subgrup ke 15 yang berada diluar batas pengendali atas (UCL). Terjadinya penyebab variasi khusus pada subgrup ke 15 mungkin terjadi karena penambahan vitamin C pada produk FF2 dilakukan dengan cara pencampuran kering ((dry dry blending) sehingga jumlah kadar vitamin C yang dihasilkan tiap batch cenderung tidak rata dan memiliki range yang jauh pada setiap batch dalam satu siklus produksi. Tetapi walaupun terdapat varia variasi si penyebab khusus yang berada diluar batas pengendali, hasil kadar vitamin C produk FF2 masih berada pada standar dan spesifikasi perusahaan, yaitu 700-1760 mg/Kg. Bagan kendali Xbar dengan menggunakan spesifikasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 11. Bagan kendali Range dengan menggunakan spesifikasi perusahaan memiliki hasil yang sama dengan bagan kendali Range tanpa spesifikasi perusahaan (Gambar 10).

Gambar 11. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C produk FF2 dengan spesifikasi perusahaan Berdasarkan bagan kendali yang diperoleh, dapat terlihat dengan jelas bahwa rata-rata kadar vitamin C produk FF2 masih berada dalam standar dan spesifikasi perusahaan walaupun proses produksi tersebut memiliki satu penyebab variasi khusus. Dari bagan tersebut juga dapat dilihat bahwa rata-rata kadar vitamin C produk tersebut cenderung berada dibawah nilai target perusahaan yang terdapat pada kisaran 1250 mg/Kg. Sehingga, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan proses ini tidak terkendali secara statistik karena kadar vitamin C yang dihasilkan pada proses produksi ini memiliki satu titik pada subgrup ke-15 yang berada diluar batas pengendali atas (UCL).

5.7.2

Perhitungan Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses adalah kemampuan proses dalam menghasilkan produk yang diinginkan. Jika proses memiliki kapasitas yang baik, proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi dan sebaliknya. Apabila kapabilitas proses tidak ddapat apat memenuhi spesifikasi yang diinginkan, perlu dibuat perubahan baik pada batas spesifikasi atau pada proses itu sendiri (Gaspersz, 1998).

37

Untuk menganalisis kapabilitas proses dibutuhkan Indeks kapabilitas proses (Cp) dan Indeks performansi Kane (CpK). Indeks kapabilitas proses (Cp) adalah rasio perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses. Nilai Cp digunakan untuk mengindikasi jumlah produk cacat atau yang harus dikerjakan ulang (rework) dalam satuan part per million. Indeks performansi Kane (CpK) adalah indeks yang mengukur kecenderungan pergerakan grafik ke arah tengah (central tendency) dilihat dari spesifikasinya. Semakin tinggi nilai Cp dan CpK, berarti proses tersebut semakin mampu untuk memenuhi spesifikasi atau keinginan konsumen (Fryman, 2002). Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan bagan kendali X-bar dan R pada produk susu bubuk FF2, didapatkan hasil bahwa produk tersebut memiliki hasil yang tidak terkontrol secara statistik walaupun rata-rata pengukuran kadar vitamin C yang masih masuk kedalam standar dan spesifikasi perusahaan. Untuk mengetahui lebih lanjut apakah proses produksi tersebut memenuhi syarat kapabilitas proses yang baik maka dilakukan analisis dengan menentukan Cp dan CpK dari proses tersebut. Dengan menggunakan program SPSS dihasilkan nilai Cp dan CpK yang dapat dilihat pada gambar 12. Capability Indices

CPa

3.588 a

2.364

CpU

a

4.813

CpK

a

2.364

CpL

Gambar 12. Nilai Cp dan CpK produk FF2 yang dihasilkan bagan kendali X-bar R dengan spesifikasi perusahaan Berdasarkan gambar tersebut didapat nilai indeks kapabilitas proses (Cp) pada proses produksi susu bubuk FF2 sebesar 3.588 dan indeks performansi Kane (CpK) sebesar 2.364. Menurut Gasperz (1998), kriteria yang digunakan untuk penilaian kapabilitas proses adalah sebagai berikut : 1) Cp > 1.33 ; maka proses memiliki kapasitas baik, 2) 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, 3) Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak baik. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian CpK : 1) CpK > 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 2) 1.00 < CpK < 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 3) CpK < 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai Cp dan CpK proses produksi tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari 1.33. Maka, kapabilitas proses tersebut termasuk memiliki kapasitas yang baik dan proses masih mampu memenuhi spesifikasi bawah atau atas. Hal ini terbukti dari bagan kendali X-bar R yang dihasilkan menunjukkan proses produksi tersebut mampu memenuhi spesifikasi bawah atau atas dari spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Menurut Fryman (2002), semakin tinggi nilai Cp dan CpK, berarti proses tersebut semakin mampu untuk memenuhi spesifikasi atau keinginan konsumen.

38

VI. 6.1

KESIMPULA DA SARA

Kesimpulan

Sebelum dilakukan validasi metode analisis kadar vitamin C susu bubuk dengan metode potensiometri, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan yaitu standarisasi 2,6 dichlorophenolindophenol (DPIP). Hasil standarisasi DPIP yang didapat menunjukkan adanya perubahan konsentrasi dalam setiap analisis dengan nilai standar deviasi (SD) tidak lebih dari 0.008 gr/L. Berdasarkan uji akurasi dengan metode persen perolehan kembali (recovery) didapat nilai recovery sebesar 101.81%. Sedangkan, uji akurasi dengan sampel acuan didapat akurasi sebesar 99.45% dan memiliki galat sebesar 0.55%. Hal ini sesuai dengan syarat penerimaan akurasi yaitu recovery yang berkisar antara 98%-102% dan galat yang mendekati 0. Uji presisi keterulangan, didapat nilai RSD hasil perhitungan analisis yaitu sebesar 1.10 dan nilai RSD analisis tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan 0.67 kali RSD Horwitz, yaitu sebesar 3.82. Uji presisi ketertiruan yang dilakukan masing-masing analis memiliki nilai presisi yang dapat diterima. Begitu juga dengan nilai presisi yang dlakukan tiga analis didapat nilai RSD sebesar 0.8404 dan RSD Horwitz sebesar 5.72. Uji presisi keterulangan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan ketertiruan memenuhi syarat RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz. Pengujian linearitas menghasilkan persamaan y = 0.002x + 0.112 yang mempunyai nilai R² sebesar 0.998. Dengan nilai R² tersebut menunjukkan bahwa metode analisis vitamin C menggunakan potensiometer ini memiliki linieritas yang baik, karena R² telah melebihi 0.99. Uji batas deteksi (LOD) yang dilakukan potensiometer dengan mengukur konsentrasi vitamin C terendah pada konsentrasi 130 mg/Kg didapat konsentrasi aktual sebesar 141.7710 mg/Kg dan memiliki nilai LOD sebesar 30.42 mg/Kg dan LOQ 101.40 mg/Kg. Pengujian batas kuantitasi (LOQ), diperoleh konsentrasi yang memenuhi syarat presisi dan akurasi pada konsentrasi 476 mg/Kg. Dihasilkan nilai RSD analisis sebesar 1.93 dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.22 yang menunjukkan bahwa hasil tersebut telah memenuhi syarat presisi, sedangkan akurasi yang dihasilkan dengan uji persen penerimaan kembali (recovery) masuk dalam range 95% -105% yaitu sebesar 103.03% tetapi hasil pengujian LOQ yang diterima didapat dari perhitungan nilai teoritis sesuai dengan prosedur perhitungan yang baku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai untuk analisis vitamin C pada susu bubuk ini telah tervalidasi dan dapat dilakukan analisis selanjutnya yaitu menerapkan aplikasi statistical process control (SPC) dan membuat diagram bagan kendali X bar-R. Penerapan aplikasi SPC dengan menggunakan bagan kendali X-bar R pada produk susu bubuk FF2, terdapat bagan kendali yang tidak terkontrol karena memiliki satu titik yang berada diluar bagan kendali atas yaitu pada subgrup ke-15. Dari bagan X-bar R tersebut, didapat nilai rata-rata kadar vitamin C pada produk FF2 sebesar 1049.1207 mg/Kg. Nilai Upper Control Limit (UCL) sebesar 1257.9920 mg/Kg dan Lower Control Limit (LCL) sebesar 840.2494 mg/Kg. Pada bagan kendali R didapat nilai rata-rata variasi kadar vitamin C produk sebesar 55.5517 mg/Kg yang tertera pada central line-nya. Nilai UCL sebesar 307.3712 mg/Kg dan LCL sebesar 0.00. Berdasarkan bagan kendali yang diperoleh, rata-rata kadar vitamin C produk FF2 masih berada dalam standar dan spesifikasi perusahaan walaupun proses produksi tersebut memiliki satu penyebab variasi khusus. Dari bagan tersebut juga dapat dilihat bahwa rata-rata kadar vitamin C produk tersebut cenderung berada dibawah nilai target perusahaan yang terdapat pada kisaran 1250 mg/Kg. Sehingga, secara

39

keseluruhan proses ini tidak terkendali secara statistik karena kadar vitamin C yang dihasilkan pada proses produksi ini memiliki satu titik pada subgrup ke-15 yang berada diluar batas pengendali atas (UCL). Analisis selanjutnya yaitu kapabilitas proses, dari hasil analisis ini didapat nilai Cp dan CpK sebesar 3.588 dan 2.364. Berdasarkan hasil yang didapatkan, nilai Cp dan CpK proses produksi tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari 1.33. Maka, kapabilitas proses tersebut termasuk memiliki kapasitas yang baik dan proses masih mampu memenuhi spesifikasi bawah atau atas.

6.2

Saran

Saran yang dapat penulis berikan antara lain pencampuran kering yang lebih merata untuk produk susu bubuk FF2 agar penyebab variasi khusus antar batch dapat dikurangi. Diperlukan pembuangan sisa DPIP pada selang potensiometer yang terpapar cahaya sebelum analisis kadar vitamin C dimulai.

40

DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1993. Official Method of The Association of Official Chemist. Virginia: AOAC Inc. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1997. Official Method 985.33 Vitamin C (Reduced Ascorbic Acid) in ready-to-Feed Milk-Based Infant Formula. http://www.aoac.org/pdf/gr_e.pdf [03 Maret 2012]. [APVMA] Australian Pesticides & Veterinary Medicins Authority. 2004. Guidelines for the validation methods for active constituent, agriculture and veterinary chemical products. Australia: Pesticides & Veterinary Medicins Authority. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SI 01-2970 2006: Susu Bubuk. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SI ISO/IEC 17025: 2005: Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Jakarta. [EMA] The European Agency for the Evaluation of Medical Products. 1995. Validation of Analytical Procedures: Methodology. http://www. Pharmacontract.ch/support/pdfsupport/Q2a.pdf [12 April 2012] [USDA] US Department of Agriculture. 1998. USDA Nutrient Database for Standard, Reference Release 12, Nutrient Data Laboratory. www.nal.usda.gov/fnic/food comp [22 April 2012] Abdullin IF, Turnova EN, Ziyatdinova GK, Budnikov GK. 2002. Potentiometric determination of ascorbic acid: estimation of its contribution to the total antioxidant capacity of plant materials. Journal of Analytical Chemistry 57(4): 353-355 Al-Ghannam SM, Al-Olyan AM. 2005. Differential electrolytic potentiometric titration of vitamin C in pharmaceutical preparations. Journal of Food and Drug Analysis 13(4): 295-300. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Andarwulan N dan Koswara S. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta: Raja Wali Press. Augustin MA, Clarke PT. 2008. Dry Milk Products. In: Ramesh CC, Kilara A, Shah NP. (eds.). Dairy Processing and Quality Assurance. Iowa: Wiley- Blackwell Pb. Ball GFM. 2006. Vitamins in Foods : Analysis, Bioavailability, and Stability. London : CRC Press. Basset J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik . Jakarta: Buku Kedokteran EGC Brady JG. 2002. Kimia Universitas, Asas dan Struktur. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Brue. 2002. Brue G: Six Sigma for Managers. New York: McGraw-Hill. Buckle KA, RA Edwars, GH Flees dan M Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI Press. Chandan R. 1997. Dairy-Based Ingredients. St. Paul: Eagen Press. Coulter ST. 1955. Evaporation of water from milk by spray drying. St. Paul: Department of Dairy Husbandry University of Minnesota. Dahlgaard, Jens J, Kai Kristensen, Gopal K Kanji. 1998. Fundamentals of Total Quality Management. London: Chapman & Hall. Early R. 1998. The Technology Dairy Products. 2nd Ed. London: Blackie Academic & Professional. EURACHEM Guide. 1998. The Fitness for Purpose of Analytical Methods: a Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics. United Kingdom. Feigenbaum VA. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta: Erlangga. Fernandez R. 2008. Microbiology Handbook Dairy Products. UK: Leatherhead Food International Ltd.

41

Food and Nutrition Board. 1989. Recommended Dietary Allowances, 10th Ed. Washington DC: National Academy Press. Fryman MA. 2002. Quality and Process Improvement 4th ed. Conecticut: Cengage Learning. Gandjar IG, Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gaspersz V. 1998. Statistical Process Control, Penerapan Teknik-teknik Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gasperz V.2001. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3): 117-135. Hossu AM, Magearu V. 2004. Determination of vitamin C in pharmaceutical products with physicochemical and bioanalytical technics. Roumanian Biotehnological Letters 9(1): 1497-1504. Hubeis M. 1997. Menuju Industri kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. Institut pertanian Bogor. Juran JM. 1989. Quality by Design. USA: Mac Miller Company Inc. Metrohm. 2000. Metrohm application bulletin o. 98/3e Ascorbic acid (vitamin C) in fruit juices. http://www.metrohm.com.cn/UploadFiles/SupportFile/20125251623236983.pdf [16 April 2012]. Miller GD, Judith K Jarvis, Lois D McBean. 2000. Handbook of Dairy Foods and utrition, 2nd Ed. Florida: CRC Press LLC. Montgomery DC. 1996. Introduction to Statistical Quality Control, 3rd Ed. New York: John Willey and Son, Inc. Muhandri T, Kadarisman D. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. National Dairy Council. 1993. ewer Knowledge of Milk and Other Fluid Dairy Products. Rosemont: National Dairy Council. Pisoschi AM, Danet AF, Kalinowski S. 2008. Ascorbic acid determination in commercial fruit juice samples by cyclic voltametry. Journal of Automated Methods and Management in Chemistry. 2008: 1-8. Ramsey JB, Colichman EL. 1942. Potentiometric determination of vitamin C, combined use of 2,6dichlorophenolindophenol and iodate. Journal of Industrial and Engineering Chemistry 14(4): 319-321 Rivai H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Ryan TP. 1989. Statistical Methode for Quality Improvement. New York: John Wiley and Son Inc. Sediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Edisi I. Jakarta: Dian Rakyat Soekarto ST. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor: PAUIPB. Spreer E. 1995. Milk and Dairy Product Technology. USA: Marcell Dekker Inc. Tapiero CS. 1996. The Management of Quality and its Control. London: Chapman and Hall. Walstra P. 1983. Recombination of milk and milk products. Brussels: Bulletin of the International Dairy Federation. Walstra P, TJ Geurts, A Noomen, A Jellema, MAJS van Boekel. 1999. Dairy Technology : Principles of Milk and Processing. New York: Marcel Dekker, Inc. Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Yogyakarta: Lacticia Press. Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio Press.

42

Wiratakusumah A, Subarna, Muhammad Arpah, Dahrul Syah, Siti Isyana Budiwati. 1992. Peralatan Proses dan Industri Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi.

43

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Frisian Flag Indonesia

44

Lampiran 2. Data Uji Kecermatan (Akurasi) Akurasi dengan uji recovery pada konsentrasi 1000 mg/Kg Volume DPIP (ml)

Berat sampel (gr) 0.5001 0.5001 0.5001 0.5001 0.5001 0.5001 0.5001 0.5001 0.5001

Konsentrasi DPIP (gr/L)

2.812 2.834 2.779 2.887 2.865 2.769 2.784 2.814 2.878 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD

Kadar Vitamin C yang terbaca alat (mg/Kg)

0.1803 0.1803 0.1803 0.1803 0.1803 0.1803 0.1803 0.1803 0.1803

1013.5695 1021.4993 1001.6749 1040.6028 1032.6731 998.0704 1003.4771 1014.2904 1037.3588 1018.1351 15.8943 1.5611

Recovery (%) 101.3570 102.1499 100.1675 104.0603 103.2673 99.8070 100.3477 101.4290 103.7359 101.8135

Akurasi dengan menggunakan sampel susu bubuk merk X Berat sampel (gr) 1.0006 1.0033 1.0007 1.0037 1.0009 1.0085

Volume DPIP (ml) 3.765 3.701 3.720 3.700 3.706 3.839 Rata-rata (mg/Kg) True Value (mg/Kg) Akurasi (%) Galat (%)

Konsentrasi DPIP 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 953.7724 935.0365 942.2786 934.4113 938.4217 964.8251 944.7909 950.000 99.4517 0.5483

45

Lampiran 3. Data Uji Keseksamaan (Presisi) Uji Keseksamaan Keterulangan (Repeatibility) Berat sampel (gr) 1.0018 1.0024 1.0052 1.0037 1.0011 1.0030 1.0048 1.0023

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

4.091 4.135 4.016 4.118 4.065 4.055 4.026 4.065 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz 0.67 x RSD Horwitz

0.2329 0.2329 0.2329 0.2329 0.2329 0.2329 0.2329 0.2329

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 951.1922 960.8471 930.5957 955.6575 945.8079 941.6939 933.2843 944.6755 945.4693 10.4041 1.1004 5.7048 3.8222

Uji Keseksamaan Ketertiruan (Reproducibility) Berat sampel (gr) Analis 1 (3 April 2012)

Analis 2 (30 Maret 2012)

Analis 3 (3 April 2012)

Volume DPIP (ml)

1.0054 3.701 1.0008 3.704 1.0009 3.752 1.0025 3.701 1.0011 3.730 1.0008 3.755 1.0018 4.091 1.0052 4.016 1.0037 4.118 1.0011 4.065 1.0030 4.055 1.0048 4.026 1.0006 3.765 1.0033 3.701 1.0007 3.720 1.0037 3.700 1.0022 3.703 1.002 3.710 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

0.2535 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535 0.2329 0.2329 0.2329 0.2329 0.2329 0.2329 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535 0.2535

933.0834 938.1320 950.1943 935.7826 944.4341 951.0491 951.1922 930.5957 955.6575 945.8079 941.6939 933.2843 953.7724 935.0365 942.2786 934.4113 936.5686 938.5263 941.7500 7.9146 0.8404 5.7082

46

Lampiran 4. Data Uji Linearitas

Konsentrasi Vitamin C Standar (mg/Kg) 500 1000 1500 2000 2500

Volume DPIP (ml) 1.4 2.964 4.201 5.694 6.9

Konsentrasi DPIP (ml) 0.1624 0.1624 0.1624 0.1624 0.1624

volume DPIP (ml)

Kurva linearitas metode analisis vitamin C standar menggunakan potensiometer 8 7 6 5 4 3 2 1 0

y = 0.002x + 0.112 R² = 0.998

0

500

1000 1500 2000 2500 3000 Konsentrasi vitamin C standar (ppm)

47

Lampiran 5. Data Uji Batas Deteksi (LOD) Uji Batas Deteksi (LOD) pada Konsentrasi 130 mg/Kg Konsentrasi DPIP Berat sampel (gr) Jumlah DPIP (ml) (gr/L) 1.0034 0.616 0.2372 1.0071 0.652 0.2372 1.0030 0.601 0.2372 1.0007 0.615 0.2372 1.0001 0.591 0.2372 1.0062 0.523 0.2372 Rata-rata (mg/Kg) SD RSD RSD Horwitz

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 145.6325 153.5772 142.1429 145.7884 140.1831 123.3017 141.7710 10.1411 7.1532 7.5906

48

Lampiran 6. Data Uji Batas Kuantitasi (LOQ) Uji Batas Kuantitasi pada Konsentrasi 237.5 mg/Kg

Analisis

Data

Berat Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

Ulangan 1

1.0001

1.46

0.1892

276.1451

Ulangan 2

1.0009

1.506

0.1892

284.6179

Ulangan 3

1.0002

1.541

0.1892

291.4364

Ulangan 4

1.0012

1.546

0.1892

292.0899

Ulangan 5

1.0007

1.52

0.1892

287.3212

Ulangan 6

1.0004

1.499

0.1892

283.4366

Rata-rata (mg/Kg)

285.8412

SD

5.8964

RSD

2.0628

Perhitungan Presisi

Perhitungan Akurasi

RSD Horwitz

6.8302

0.67 x RSD H

4.5763

Ailai Aktual (mg/Kg)

285.8412

Ailai Teoritis (mg/Kg)

239.6641

Penerimaan (%)

119.2674

Uji Batas Kuantitasi pada Konsentrasi 317 mg/Kg

Analisis

Perhitungan Presisi

Perhitungan Akurasi

Data

Berat Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

Ulangan 1

1.0030

1.845

0.1892

347.9552

Ulangan 2

1.0012

1.701

0.1892

321.3745

Ulangan 3

1.0014

1.701

0.1892

321.3103

Ulangan 4

1.0016

1.600

0.1892

302.1716

Ulangan 5

1.0028

1.946

0.1892

367.0764

Ulangan 6

1.0018 2.000 Rata-rata (mg/Kg)

0.1892

377.6391 339.5879

SD

29.4595

RSD

8.6751

RSD Horwitz

6.6554

0.67 x RSD H

4.4591

Ailai Aktual (mg/Kg)

339.5879

Ailai Teoritis (mg/Kg)

316.5563

Penerimaan (%)

107.2757

49

Uji Batas Kuantitasi pada Konsentrasi 476 mg/Kg

Analisis

Perhitungan Presisi

Perhitungan Akurasi

Data

Berat Sampel (gr)

Volume DPIP (ml)

Konsentrasi DPIP (gr/L)

Kadar Vitamin C (mg/Kg)

Ulangan 1

1.0016

2.505

0.1984

496.2481

Ulangan 2

1.0024

2.409

0.1984

476.8493

Ulangan 3

1.0033

2.541

0.1984

502.5269

Ulangan 4

1.0008

2.449

0.1984

485.5421

Ulangan 5

1.0001

2.43

0.1984

482.1124

Ulangan 6

1.0035 2.482 Rata-rata (mg/Kg)

0.1984

490.7608 489.0066

SD

9.4408

RSD

1.9306

RSD Horwitz

6.3000

0.67 x RSD H

4.2210

Ailai Aktual (mg/Kg)

489.0066

Ailai Teoritis (mg/Kg)

474.6445

Penerimaan (%)

103.0258

50

Lampiran 7. Data Pengukuran Kadar Vitamin C Produk FF2 (Satu Siklus Produksi)

Totebin

Ulangan

01-0146

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

02-0205 03-0132 04-0190 05-0134 06-0127 07-0114 08-0158 09-0192 10-0125 11-0106 12-0184 13-0197 14-0196 15-0157 16-0218 17-0179 18-0222 19-0212 20-0117 21-0118 22-0105 23-0147

Berat Sampel (gr) 1.0005 1.0023 1.0051 1.0016 1.0035 1.0086 1.0047 1.0018 1.0068 1.0025 1.0002 1.0007 1.0071 1.0068 1.0025 1.0017 1.0025 1.0041 1.0002 1.001 1.0008 1.0025 1.0063 1.0071 1.0079 1.0048 1.0048 1.0015 1.0011 1.0026 1.0032 1.0045 1.0056 1.0021 1.0031 1.0017 1.0053 1.0072 1.008 1.0058 1.0072 1.0046 1.0013 1.0025 1.0028 1.0014

Volume DPIP (ml) 3.817 3.647 4.728 4.294 3.983 3.957 4.201 4.465 4.741 4.529 4.827 4.552 4.292 4.631 4.522 4.678 4.522 4.215 4.461 4.682 4.519 4.621 4.669 4.331 4.455 4.613 4.701 4.431 6.371 5.401 4.501 4.127 4.715 4.932 4.621 4.517 4.701 4.604 4.396 4.444 4.619 4.264 4.583 4.412 4.409 4.398

Konsentrasi DPIP (gr/L) 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 879.1499 838.4862 1083.9920 987.9287 914.6413 904.0760 963.5498 1027.0659 1085.1371 1041.0601 1112.1115 1048.2291 982.0757 1059.9599 1039.4511 1076.1688 1039.4511 967.3385 1027.7873 1077.8422 1040.5259 1062.2077 1069.1885 990.9995 1018.5635 1057.9416 1078.1234 1019.5503 1466.5201 1241.3789 1033.9020 946.7654 1080.4739 1134.1484 1061.5724 1039.1310 1077.5872 1053.3616 1004.9744 1018.1700 1056.7934 978.0969 1054.7354 1014.1659 1013.1731 1012.0582

51

Totebin

Ulangan

24-0214

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

25-0128 26-0154 27-0189 28-0223 29-1648 30-0217 31-0145 32-0161 33-0209 34-0142 35-0201 36-0124 37-0200 38-0519 39-0107 40-0141 41-0112 42-0194 43-0126 44-0186 45-0123 46-0169 47-0210

Berat Sampel (gr) 1.0009 1.0016 1.0033 1.0041 1.0052 1.0072 1.0057 1.0063 1.0014 1.0026 1.0018 1.0014 1.0082 1.0078 1.0004 1.0043 1.0082 1.0043 1.0039 1.0071 1.0028 1.0014 1.0062 1.0021 1.0004 1.0013 1.0002 1.0071 1.0083 1.007 1.0023 1.0017 1.0086 1.0005 1.0047 1.0029 1.0029 1.0006 1.0059 1.0028 1.0009 1.0006 1.0029 1.0027 1.0061 1.0076 1.0024 1.0051

Volume DPIP (ml) 4.658 4.71 4.654 4.513 4.509 4.735 4.924 4.817 4.401 4.427 4.427 4.501 4.85 4.58 4.701 4.966 4.555 4.901 5.184 4.854 4.663 4.517 4.815 4.871 4.35 4.12 4.32 4.52 4.543 4.331 4.819 4.512 4.531 4.713 4.204 4.037 3.801 4.095 4.001 4.002 3.631 3.946 3.747 4.155 4.101 3.609 3.78 3.215

Konsentrasi DPIP (gr/L) 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2304 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 1072.4243 1083.6386 1068.9403 1035.7292 1033.6788 1083.3334 1128.2555 1103.0801 1012.7486 1017.5123 1018.3249 1035.7604 1108.5439 1047.2467 1082.8653 1139.4653 1041.1170 1124.5509 1189.9601 1110.6700 1071.5414 1039.4423 1102.7317 1120.1210 1002.0132 948.1802 995.3017 1034.2457 1038.2713 991.0980 1107.9421 1037.9807 1035.2207 1085.5210 1175.0271 1130.3754 1064.2945 1149.2512 1116.9540 1120.6870 1018.7254 1107.4347 1049.1743 1163.6479 1144.6433 1005.8200 1058.9423 898.2418

52

Totebin

Ulangan

48-0148

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

49-0133 50-0219 51-0138 52-0135 53-0228 54-0119 55-0173 56-0162 57-0113 58-0120

Berat Sampel (gr) 1.0051 1.0013 1.0066 1.0035 1.0076 1.0012 1.0017 1.0031 1.006 1.0035 1.0025 1.0008 1.0012 1.0046 1.0016 1.0035 1.0007 1.0015 1.0004 1.0025 1.0012 1.0033

Volume DPIP (ml) 3.899 3.631 4.101 4.205 3.484 3.748 3.548 3.315 3.31 3.631 3.401 3.687 3.8 3.812 3.589 3.673 3.519 3.321 3.553 3.461 4.001 4.102

Konsentrasi DPIP (gr/L) 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808 0.2808

Kadar Vitamin C (mg/Kg) 1089.3452 1018.3184 1144.0748 1176.7120 970.9828 1051.2362 994.6436 928.0275 923.9566 1016.0859 952.6729 1034.5403 1065.8211 1065.5683 1006.2380 1027.8391 987.4996 931.1925 997.3397 969.4798 1122.1974 1148.1177

53