VOL. 1 NO. 1 (2012) : JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA

Download 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58. 1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI. PENERAPAN MOD...

0 downloads 553 Views 355KB Size
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK NUMBERED HEAD TOGETHER(NHT) Yosa Rahmalia1),Armiati2), Jazwinarti3) 1)

FMIPA UNP , E-mail: [email protected]

2,3)

Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract

Low ability students' mathematical communication impact on the poor performance of students in the school. One effort that can be done is through the selection of learning techniques to create a student actively involved in mathematics. Cooperative Learning Together Numbered Head technique is an alternative to enhance students' mathematical communication skills. This study uses a quantitative approach in the form of pre-experiment, in order to compare students' mathematical communication skills as applied learning techniques Numbered Head Together with conventional learning. Based on the analysis result, P-Value = 0.011. When compared with α = 0.05, it is clear that the P-Value <α. This means that the hypothesis received the level of 95%. From the results it can be concluded that the hypothesis testing mathematical communication skills of students studying and learning techniques Numbered Head Together is better than students who studied with conventional learning. Keywords: Ability to communicate mathematically, Cooperative Learning Techniques Numbered Head Together PENDAHULUAN atematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Melalui bahasa matematika semua orang diharapkan dapat mengkomunikasikan informasi maupun ide-ide yang diperolehnya. Banyak persoalan yang dapat disampaikan dengan bahasa matematika, misalnya dengan menyajikan persoalan atau masalah kedalam model matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematika, grafik dan tabel, sehingga dapat memperjelas suatu keadaan atau masalah. Oleh sebab itu, setiap siswa harus belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, sistematis dan tepat karena matematika memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan. Dengan berkomunikasi siswa dapat meningkatkan

kosa kata, mengembangkan kemampuan berbicara, menulis ide-ide secara sistematis, dan memiliki kemampuan belajar yang lebih baik. Selanjutnya dalam Permendiknas(2006: 1) dikatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah siswa mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika, maka komunikasi matematis merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Selain dalam tujuan pembelajaran matematika, ada alasan penting mengapa komunikasi diperlukan dalam pembelajaran matematika, yaitu karena matematika bukan sekedar alat bantu untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah

1

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58

atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga merupakan alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dan gagasan. Selain itu, matematika juga merupakan aktivitas sosial, wahana interaktif antar siswa dan sebagai alat komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika. The Intended Learning Outcomes (dalam Armiati,2009: 2) mengatakan bahwa komunikasi matematis yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru, dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Ini berarti dengan adanya komunikasi matematis guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep yang mereka pelajari. Kemampuan komunikasi matematika merupakan suatu hal yang sangat mendukung untuk seorang guru dalam memahami kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh NCTM dalam Van de Walle (2008:48) mengungkapkan bahwa tanpa komunikasi dalam matematika, guru akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Kemampuan komunikasi matematis dapat dikembangkan selama proses pelaksanaan pembelajaran matematika dikelas. Pengembangan tersebut dapat dilakukan ketika proses pembelajaran berlangsung secara aktif dan menarik, serta difasilitasi dan dibimbing menggunakan berbagai cara dan bentuk komunikasi. Sehubungan dengan itu, program pembelajaran pada semua level pendidikan hendaknya dapat membuat siswa mengkonsolidasikan pikiran matematika mereka melalui komunikasi secara logis dan jelas kepada orang lain, mampu menganalisis pikiran matematika orang lain dan mampu menggunakan bahasa matematika dalam menyatakan ide-ide matematika. Tetapi kenyataaanya banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam bermatematika. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di

SMPN 1 Kecamatan Payakumbuh pada tanggal 27 September 2011, terlihat bahwa pembelajaran matematika masih bersifat teacher centered. Guru lebih aktif menjelaskan materi dan siswa dituntut mendengar, mencatat penjelasan guru, serta menyelesaikan latihan soal-soal yang ditentukan oleh guru. Dalam proses pembelajaran, saat guru memberikan pertanyaan, siswa hanya diam dan tidak merespon pertanyaan yang diberikan, sehingga guru langsung mengambil alih untuk menjawab pertanyaan tersebut. Siswa belum difasilitasi untuk beraktivitas dalam matematika melalui kegiatan-kegiatan membaca, menulis, menalar dan berdiskusi. Selain itu, siswa juga belum difasilitasi untuk menemukan ide secara aktif serta menyampaikan ide dan gagasan mereka. Bahkan kebanyakan siswa yang cerdas dalam matematika sering kurang mampu menyampaikan pemikirannya. Seolah-olah mereka tidak mau berbagi ilmu dengan yang lainnya. Jika hal ini terus dibiarkan maka siswa akan semakin kurang mampu berkomunikasi menggunakan matematika. Untuk itu perlu dilakukan inovasi pembelajaran yang dirancang agar siswa terbiasa mengkonstruksi pengetahuannya dan dapat menumbuh kembangkan kemampuan komunikasi matematis. Diantaranya, memfasilitasi bermacam keterampilan komunikasi matematis, seperti membaca, menjelaskan, mendengar dan menalar, yang didukung oleh rasa tanggung jawab dan keberanian serta optimis pada diri siswa. Namun, apapun metode, pendekatan, model pembelajaran yang digunakan diharapkan penekanannya lebih pada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan guru lebih berperan sebagai fasilitator bukan sebagai sumber informasi utama. Untuk mewujudkan itu banyak cara dan metode yang dapat digunakan, salah satunya adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif. Salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif yang dapat dijadikan solusi untuk permasalahan di atas adalah teknik ”Numbered Head Together” (NHT). Teknik NHT ini lebih menekankan pada sistem simbiosis mutualisme antar anggota kelompok dalam mengemukakan ide dan gagasan.

53

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58

Pembelajaran matematika dengan menerapkan teknik NHT bisa mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, sebab dalam teknik pembelajaran ini tercakup aktivitas membaca, menulis, dan, mendengar, dan berbicara di kelas matematika. Keempat kegiatan tersebut merupakan bagian dari komunikasi matematis. Terdapat beberapa permasalahan yang ingin dibahas dalam jurnal ini terkait dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan komunikasi matematis siswa akan ditinjau dari dua hal, yaitu dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari data mengenai kemampuan komunikasi matematis yang diperoleh siswa pada tiap pertemuan. Dari data tersebut diperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yag dikembagkan melalui LKS yang dikerjakan secara berkelompok. Sedangkan dari segi hasil dapat diketahui melalui hasil tes kemampuan komunikasi matematis yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Permasalahn yang dikaji dalam jurnal ini dirumuskan debagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan komunikasi matematis siswa selama diterapkannya pembelajaran teknik NHT? 2. Apakah terdapat perbedaan hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan teknik NHT dengan hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar tanpa teknik NHT?

METODE PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan tersebut telah dilakukan penelitian pada siswa SMP N 1 Kecamatan Payakumbuh. Jenis penelitian ini adalah pra-eksperimen dengan tujuan untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Static Group Comparison. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 1 Kecamatan Payakumbuh yang terdiri dari 6 kelas. Sampel pada penelitian ini diambil secara random sampling, dengan kelas VII3 sebagai kelas

eksperimen dan kelas VII6 sebagai kelas kontrol. Jenis data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diambil dari sampel melalui tes, guna melihat kemampuan komunikasi matematis siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data sekunder tentang jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel serta nilai ulangan harian 1 pada semester 1 siswa kelas VII SMPN 1 Kecamatan Payakumbuh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes yang menuntut kemampuan komunikasi matematis. Untuk itu digunakan beberapa indikator kemampuan komunikasi pada tes yang diberikan kepada siswa, yaitu(1) Siswa dapat menyajikan pernyataan matematika secara tertulis, (2) Siswa dapat menyajikan pernyataan matematika dalam bentuk diagram, (3)Siswa dapat menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan diagram, (4) Siswa mampu memeriksa kesahihan suatu argument, (5) Siswa dapat menarik kesimpulan dari pernyataan. Penilaian untuk setiap butir soal tes kemampuan komunikasi matematika dimodifikasi dari rubrik penskoran analitik(Iryanti:2004,17). Data dari penelitian ini kemudian dianalisis.

HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis data diperoleh deskripsi statistik nilai dari kedua kelas sampel. Hasil perhitungan rata-rata dan standar deviasi tes akhir untuk kemampuan komunikasi secara lengkap dilihat pada table berikut. Tabel 1.Data Hasil Analisis Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Sampel Kelas

x

S

Persentase ketuntasan

38

70,97

19

57,7%

33,33

59,80

14,41

27%

N

Xmaks

Xmin

Eksperimen

26

100

Kontrol

25

85,71

Keterangan: N = banyak siswa x = rata-rata S = standar deviasi X m ax = skor tertinggi

X m in = skor terendah

54

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58

Berdasarkan Tabel 1, kelas eksperimen memiliki rata-rata tes lebih tinggi daripada kelas kontrol. Simpangan baku pada kelas eksperimen juga lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pada kelas eksperimen lebih beragam, sebaliknya pada kelas kontrol simpangan baku lebih rendah, hal ini menunjukkan bahwa nilai pada kelas kontrol lebih seragam. Dilihat dari KKM yang ditetapkan sekolah (KKM = 7,00), kelas eksperimen sudah berada di atas KKM dengan persentase ketuntasan 57,7%, sedangkan pada kelas kontrol dengan persentase ketuntasan 27%. Data ini menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada tingkat ketuntasan belajar kelas kontrol. Meskipun belum mencapai ketuntasan klasikal sebesar 85%, namun jika dibandingkan dengan persentase siswa yang mencapai ketuntasan sebelum diterapkannya pembelajaran dengan teknik NHT, maka persentase nilai siswa yang mencapai ketuntasan setelah diterapkan teknik NHT lebih tinggi. Persentase siswa yang tuntas pada UH 1 hanya sebesar 38,46%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diterapkannya pembelajaran dengan teknik NHT persentase siswa yang mencapai ketuntasan berdasarkan KKM mengalami peningkatan Untuk menunjang data mengenai kemampuan komunikasi matematis, dilakukan analisis data terhadap nilai yang diperoleh siswa pada tiap pertemuan. Dari nilai tersebut diperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang dikembangkan melalui LKS yang mereka kerjakan secara berkelompok. Gambaran rata-rata nilai siswa tiap pertemuan dapat dilihat dari Gambar 1 berikut :

Prosentase

100 76,35

80 60

57,1 59,73

57,56 44,83

40 20 0 1

2

3

4

Pertemuan ke-

5

Perkembangan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada tiap pertemuan. Indikator yang dikembangkan disesuaikan dengan materi yang diberikan. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa pada pertemuan 2 terjadi penurunan, karena tingkat kesulitan materi pada pertemuan kedua lebih tinggi daripada pertemuan pertama. Pada pertemuan ketiga hingga pertemuan kelima ratarata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa mengalami kenaikan. PEMBAHASAN Pada proses pembelajaran, pelaksanaan penelitian berlangsung dengan baik. Siswa perpacu untuk menyelesaikan LKS. Soal yang terdapat dalam LKS merupakan soal-soal yang mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan teknik NHT dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan. Saat mengerjakan LKS, masing-masing anggota kelompok memperoleh skor kemampuan komunikasi matematis, kemudian skor ini dijumlahkan dan dicari rata-ratanya. Rata-rata ini yang akan menjadi nilai kemampuan komunikasi matematis untuk setiap kelompok. Soal yang diberikan disesuaikan dengan materi dan indikator komunikasi yang dikembangkan pada tiap pertemuan. Pada penelitian ini, indikator yang diberikan tidak dikembangkan pada satu pertemuan saja, dari tiga indikator kemampuan komunikasi yang dikembangkan, untuk indikator menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan indikator memeriksa kesahihan suatu argumen, dikembangkan pada pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga. Kemudian, untuk indikator menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan diagram, serta indikator menarik kesimpulan dari pernyataan, dikembangkan pada pertemuan keempat dan kelima. Dengan demikian, perkembangan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat untuk setiap pertemuan.

55

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada pertemuan kedua rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa mengalami penurunan, karena tingkat kesulitan materi pada pertemuan kedua lebih tinggi daripada pertemuan pertama. Pada pertemuan ketiga hingga pertemuan kelima rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa mengalami kenaikan. Pada pertemuan ketiga materi pelajaran lebih mudah dibandingkan materi pada pertemuan kedua, yaitu tentang himpunan berhingga, himpunan semesta dan menentukan banyak anggota suatu himpunan. Pada pertemuan keempat dan kelima, meskipun materi tergolong sulit, namun karena siswa memperhatikan dan fokus saat diskusi sehingga rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat dibandingkan pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan pertama rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa adalah 57,56. Kelompok yang tercepat menyelesaikan soal-soal pada LKS adalah kelompok B, kemudian disusul kelompok A, C, D dan E. Namun kelompok yang memperoleh nilai tertinggi pada pertemuan pertama bukanlah kelompok B melainkan kelompok A dengan nilai 63, kelompok B sebesar 59, kelompok C sebesar 44, kelompok D sebesar 62 dan kelompok E sebesar 59,83. Pada pertemuan pertama hanya 2 kelompok saja yang tampil presentasi karena waktu yang terbatas. Namun setiap kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan tanggapan dan pertanyaan. Meskipun tidak semua kelompok bisa tampil presentasi, namun pada pelaksanaan, saat kelompok B tampil mengerjakan soal nomor 1 yang dikerjakan oleh siswa dengan nomor kepala 2, siswa dari kelompok lain dengan nomor kepala yang sama (nomor 2), akan memberikan ide, tanggapan dan pertanyaan secara bergantian. Dengan demikian semua siswa menjadi aktif berpartisipasi dalam diskusi. Begitu juga saat kelompok A mengerjakan soal nomor 3, yang diwakili oleh siswa dengan nomor kepala 1, kelompok lain dengan numbered head yang sama secara bergantian akan memberikan pertanyaan, ide dan saran pada kelompok yang presentasi.

Pada pertemuan kedua rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa sebesar 41,13. Pada pertemuan kedua rata-rata nilai siswa mengalami penurunan, karena banyak siswa yang urang mengerti dalam menyatakan notasi pembentuk himpunan, kesalahan yang banyak ditemui adalah pada soal nomor 1. Siswa salah saat mengganti himpunan yang diketahui dengan variabel pengganti, selain itu penulisan lambanglambang atau notasi masih banyak terdapat kesalahan. Pada pertemuan ini kelompok yang memperoleh nilai tertinggi adalah kelompok A dengan rata-rata kelompok sebesar 57. Pada pertemuan ketiga, rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dalam NHT meningkat menjadi 55,3. Pada pertemuan ini kelompok yang memiliki perolehan nilai tertinggi adalah kelompok B dan kelompok C dengan ratarata kelompok sebesar 65. Kedua kelompok memiliki nilai yang sama sehingga pada pertemuan ketiga terdapat dua kelompok pemenang. Pada pertemuan ini siswa sangat antusias karena kedua kelompok mendapat penghargaan, berbeda dengan pertemuan sebelumnya yang hanya satu kelompok saja yang jadi pemenang. Pada pertemuan ketiga, materi yang dipelajari tidak terlalu sulit yaitu tentang himpunan berhingga dan tak berhingga serta himpunan semesta. Siswa dapat mengerjakan LKS dalam waktu yang lebih singkat, sehingga 3 kelompok dapat tampil pada pertemuan ini. Pada pertemuan keempat dan kelima, hanya dua kelompok yang tampil presentasi karena waktu yang terbatas. Materi pada pertemuan keempat dan kelima membutuhkan waktu yang lebih banyak, karena menyajikan materi tentang diagram Venn dan himpunan bagian. Namun dibandingkan pertemuan sebelumnya siswa lebih memperhatikan dan memahami materi. Terbukti dari nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang meningkat menjadi 59,73 pada pertemuan keempat dan 76,35 pada pertemuan kelima. Diakhir pertemuan kedua kelas diberikan tes untuk mengetahui hasil kemampuan komunikasi matematis kedua kelas sampel. Soal tes yang diberikan merupakan penerapan dari indikator kemampuan komunikasi yang diberikan saat 56

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58

proses pembelajaran, selain itu indikator kemampuan komunikasi yang diberikan berbedabeda untuk 6 soal tes yang diberikan. Skor yang diberikan terhadap tes siswa adalah antara 0-3 (skor genap). Pada soal tes, indikator yang dikembangkan untuk soal pertama adalah memeriksa kesahihan suatu argumen. Rata-rata skor untuk indikator ini pada kelas eksperimen 62,8 sedangkan pada kelas kontrol 56. Skor pada indikator ini cukup tinggi.ini menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap indikator ini cukup baik. Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa perbedaan skor yang diperoleh merupakan gambaran dari proses pembelajaran, skor kelas ekperimen dengan penerapan teknik NHT lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional. Berdasarkan analisis terhadap soal tes nomor 2 pada indikator menyajikan pernyataan matematika secara tertulis, terjadi perbedaan dengan selisih skor yang besar antara nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata skor kelas ekperimen pada soal nomor 2 adalah 58 dan kelas kontrol dengan rata-rata skor sebesar 39. Untuk soal nomor 3, indikator yang dikembangkan adalah menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. Pada indikator ini, jumlah skor pada kedua kelas sampel hampir sama. Salah satu alasan jumlah skor kedua kelas sampel tidak jauh berbeda selisihnya adalah karena materi pada indikator ini merupakan pemahaman konsep mengenai himpunan kosong. Pembelajaran dengan metode konvensional lebih baik untuk menanamkan konsep pada siswa. Sehingga jumlah skor tes siswa pada kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional cukup tinggi. Pada soal nomor 4, rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen sebesar 52 dan kelas kontrol sebesar 39,66. Indikator yang dikembangkan pada soal nomor 4 adalah menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan diagram. Pada proses pembelajaran, indikator ini dikembangkan pada pertemuan keempat dan kelima, dengan ratarata nilai kemampuan komunikasi matematis yaitu sebesar 59,73 dan 76,35. Rata-rata ini cukup

tinggi jika dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Soal nomor 5, terdiri dari 2 item dengan indikator yang berbeda, indikator yang dikembangkan pada soal nomor 5a adalah menarik kesimpulan dari pernyataan. Jumlah skor kelas eksperimen pada soal ini sebesar 39 dan kelas kontrol sebesar 21, jumlah ini tergolong rendah jika dibandingkan jumlah skor siswa pada soal yang lain, meskipun jumlah skor siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol, namun angka ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi siswa untuk menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, perlu dikembangkan lagi. Untuk soal 5b, indikator yang dikembangkan adalah menyajikan pernyataan matematika dalam bentuk diagram. Jumlah skor pada kelas eksperimen adalah 41 dan pada kelas kontrol sebesar 24, selisih yang cukup tinggi menunjukkan bahwa penerapan teknik NHT pada kelas ekperimen lebih baik dibandingkan penerapan metode konvensional pada kelas kontrol. Diskusi kelas yang dilaksanakan melalui teknik NHT membuat siswa termotivasi untuk mengeluarkan ide-ide mereka, dan membuat suatu kesimpulan dari ide-ide yang muncul dari anggota kelompok, kemudian menuliskan pernyataan tersebut pada lembar kerja kelompok. Pada soal nomor 6 dengan indikator menyajikan pernyataan matematika secara tertulis, jumlah skor kemampuan komunikasi matematis yang diperoleh kedua kelas sampel sama yaitu sebesar 42. Pada soal ini siswa juga diminta untuk menyelesaikan permasalahan secara rinci dan benar. Jumlah skor yang sama disebabkan karena pada pertemuan kelima, kedua kelas cukup antusias memperhatikan penjelasan guru, sehingga mereka lebih paham terhadap materi tersebut dan mampu menyelesaikan soal yang diberikan, ini dilakukan untuk persiapan tes akhir pada pertemuan berikutnya. Secara umum, dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa penerapan teknik NHT lebik baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Hal ini karena pada teknik NHT, kemampuan komunikasi matematis siswa didukung dengan adanya fase-fase yang terdapat pada teknik ini. Diantaranyafase mengajukan pertanyaan, fase ini

57

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 52-58

menuntut siswa untuk mendengarkan pertanyaan yang diajukan dan membaca serta menulis pada LKS yang diberikan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa selama diterapkannya model pembelajaran kooperatif teknik Numbered Head Together lebih baik secara signifikan dibandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dari rata-rata nilai tes yang diperoleh kedua kelas sampel seta perkembangan kemampuan komunikasi siswa pada kelas eksperimen yang juga mengalami peningkatan tiap pertemuan. Berdasarkan simpulan tersebut, dikemukakan beberapa saran untuk perbaikan pembelajaran di kelas yaitu: diharapkan guru matematika SMP N 1 Kecamatan Payakumbuh menerapkan pembelajaran teknik Numbered Head Together sebagai variasi teknik mengajar untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas. Bagi peneliti lain yang tertarik, diharapkan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik NHT ini, tidak

hanya didukung dengan penggunaan LKS, tetapi juga didukung dengan modul, dan yang lainnya sehingga bisa lebih bervariasi. DAFTAR PUSTAKA Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah. Disajikan dalam Semnas Matematika UNPAR. Bandung. Depdiknas.2006.Permendiknas Nomor 22 tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas.Jakarta:Depdiknas. Iryanti,Puji.2004. Penilaian Unjuk Kerja.Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat PPGM. Iswandi,Maidila.2011.”Penerapan Pendekatan Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual (SAVI) Disertai Jurnal Dalam Pembelajaran Matematika Di Kelas X SMA Negeri 1 Solok Selatan. Padang : Universitas Negeri Padang. Suherman, Erman dkk. 2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas pendidikan indonesia. Trianto.2010.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif–Progresif.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Van de Walle, John A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.

58